MAKALAH DVT BLOK 19.docx

download MAKALAH DVT BLOK 19.docx

of 21

Transcript of MAKALAH DVT BLOK 19.docx

Deep Vein ThrombosisKrissi Stiffensa Saparang102010125A1Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacanaemail : [email protected]_________________________________________________________________PendahuluanTrombosis adalah terbentuknya masa dari unsur darah didalam pembuluh darah vena atau arteri pada makluk hidup. Trombosis merupakan istilah yang umum dipakai untuk sumbatan pembuluh darah, baik arteri maupun vena. Trombosis hemostatis yang bersifat self-limited dan terlokalisir untuk mencegah hilangnya darah yang berlebihan merupakan respon normal tubuh terhadap trauma akut vaskuler, sedangkan trombosis patologis seperti trombosis vena dalam (TVD), emboli paru, trombosis arteri koroner yang menimbulkan infark miokard, dan oklusi trombotik pada serebro vaskular merupakan respon tubuh yang tidak diharapkan terhadap gangguan akut dan kronik pada pembuluh darah dan darah. Ahli bedah vaskular berperan untuk mengeluarkan trombus yang sudah terbentuk yaitu dengan melakukan trombektomi.Konsep trombosis pertama kali diperkenalkan oleh Virchow pada tahun 1856 dengan diajukamya uraian patofisiologi yang terkenal sebagai Triad of Virchow, yaitu terdiri dari abnormalitas dinding pembuluh darah, perubahan komposisi darah, dan gangguan aliran darah. Ketiganya merupakan faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam patofisiologi trombosis. Dikenal dua macam trombosis, yaitu trombosis arteri dan trombosis vena Etiologi trombosis adalah kompleks dan bersifat multifaktorial. Meskipun ada perbedaan antara trombosis vena dan trombosis arteri, pada beberapa hal terdapat keadaan yang saling tumpang tindih. Trombosis dapat mengakibatkan efek lokal dan efek jauh. Efek lokal tergantung dari lokasi dan derajat sumbatan yang terjadi pada pembuluh darah, sedangkan efek jauh berupa gejal-gejala akibat fenomena tromboemboli. Trombosis pada vena besar akan memberikan gejala edema pada ekstremitas yang bersangkutan. Terlepasnya trombus akan menjadi emboli dan mengakibatkan obstruksi dalam sistem arteri, seperti yang terjadi pada emboli paru, otak dan lain-lain.

ANAMNESA1) Identitas pasienNama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status, suku bangsa, alamat, no register dan tanggal masuk.2) Keluhan utamaRasa nyeri (dapat timbul saat istirahat atau sedang beraktifitas), pembengkakan tungkai, kemerahan pada tempat yang terkena dan timbulnya luka/sores pada kaki.3) Riwayat penyakit sekarang Sejak kapan klien mengalami keluhan? Apa yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan tersebut?4) Riwayat penyakit dahulu Apakah klien sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama? Apakah sembuh?5) Riwayat penyakit keluargaApakah keluarga pernah menderita pemyakit yang sama dengan klien?6) Pengkajian fisikTerbentuknya sumbatan aliran darah vena karena trombosis (bekuan darah) di dalam pembuluh darah vena terutama pada vena tungkai bawah yang ditandai dengan tungkai yang membengkak dan nyeri.

A. PENGERTIAN PENYAKIT DEEP VEIN THROMBOSIS

Arteri-arteri mempunyai otot-otot yang tipis didalam dinding-dinding mereka supaya mampu untuk menahan tekanan darah yang dipompa jantung keseluruh tubuh. Vena-vena tidak mempunyai lapisan otot yang signifikan, dan disana tidak ada darah yang dipompa balik ke jantung kecuali fisiologi. Darah kembali ke jantung karena otot-otot tubuh yang besar menekan/memeras vena-vena ketika mereka berkontraksi dalam aktivitas normal dari gerakan tubuh. Aktivitas-aktivitas normal dari gerakan tubuh mengembalikan darah ke jantung. Ada dua tipe dari vena-vena di kaki, vena-vena superficial (dekat permukaan) dan vena-vena deep (yang dalam). Vena-vena superficial terletak tepat dibawah kulit dan dapat terlihat dengan mudah pada permukaan. Vena-vena deep, seperti yang disiratkan namanya, berlokasi dalam didalam otot-otot dari kaki. Darah mengalir dari vena-vena superficial kedalam sistim vena dalam melalui vena-vena perforator yang kecil. Vena-vena superficial dan perforator mempunyai klep-klep (katup-katup) satu arah didalam mereka yang mengizinkan darah mengalir hanya dari arah jantung ketika vena-vena ditekan. Bekuan darah (thrombus) dalam sistim vena dalam dari kaki adalah sebenarnya tidak berbahaya. Situasi menjadi mengancam nyawa ketika sepotong dari bekuan darah terlepas (embolus, pleural=emboli), berjalan ke arah muara melalui jantung kedalam sistim peredaran paru, dan menyangkut dalam paru. Diagnosis dan perawatan dari deep venous thrombosis (DVT) dimaksudkan untuk mencegah pulmonary embolism.

Bekuan-bekuan dalam vena-vena superficial tidak memaparkan bahaya yang menyebabkan pulmonary emboli karena klep-klep vena perforator bekerja sebagai saringan untuk mencegah bekuan-bekuan memasuki sistim vena dalam. Mereka biasanya tidak berisiko menyebabkan pulmonary embolism. B. PENYEBAB ATAU FAKTOR RESIKO PENYAKIT DEEP VEIN THROMBOSIS

Darah dimaksudkan untuk mengalir; jika ia menjadi mandek ada potensi untuknya untuk membeku/menggumpal. Darah dalam vena-vena secara terus menerus membentuk bekuan-bekuan yang mikroskopik yang secara rutin diuraikan oleh tubuh.

Jika keseimbangan dari pembentukan bekuan dan pemecahan dirubah, pembekuan/penggumpalan yang signifikan dapat terjadi. Thrombus dapat terbentuk jika satu, atau kombinasi dari situasi-situasi berikut hadir: 1. Imobilitas (Keadaan Tak Bergerak) Perjalanan dan duduk yang berkepanjangan, seperti penerbangan-penerbangan pesawat yang panjang ("economy class syndrome"), mobil, atau perjalanan kereta api Opname rumah sakit Operasi Trauma pada kaki bagian bawah dengan atau tanpa operasi atau gips Kehamilan, termasuk 6-8 minggu setelah partum Kegemukan 2. Hypercoagulability (Pembekuan darah lebih cepat daripada biasanya) Obat-obat (contohnya, pil-pil pengontrol kelahiran, estrogen) Merokok Kecenderungan genetik Polycythemia (jumlah yang meningkat dari sel-sel darah merah) Kanker 3. Trauma pada vena Patah tulang kaki Kaki yang memar Komplikasi dari prosedur yang invasif dari vena

C. TANDA DAN GEJALA PENYAKIT DEEP VEIN THROMBOSIS

Sekitar 50% penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali. Jika trombosis menyebabkan peradangan hebat dan penyumbatan aliran darah, otot betis akan membengkak dan bisa timbul rasa nyeri, nyeri tumpul jika disentuh dan teraba hangat. Pergelangan kaki, kaki atau paha juga bisa membengkak, tergantung kepada vena mana yang terkena.Beberapa trombus mengalami penyembuhan dan berubah menjadi jaringan parut, yang bisa merusak katup dalam vena. Sebagai akibatnya terjadi pengumpulan cairan (edema) yang menyebabkan pembengkakan pada pergelangan kaki. Jika penyumbatannya tinggi, edema bisa menjalar ke tungkai dan bahkan sampai ke paha. Pagi sampai sore hari edema akan memburuk karena efek dari gaya gravitasi ketika duduk atau berdiri. Sepanjang malam edema akan menghilang karena jika kaki berada dalam posisi mendatar, maka pengosongan vena akan berlangsung dengan baik.Gejala lanjut dari trombosis adalah pewarnaan coklat pada kulit, biasanya diatas pergelangan kaki. Hal ini disebabkan oleh keluarnya sel darah merah dari vena yang teregang ke dalam kulit. Kulit yang berubah warnanya ini sangat peka, cedera ringanpun (misalnya garukan atau benturan), bisa merobek kulit dan menyebabkan timbulnya luka terbuka (ulkus, borok).Trombosis vena dalam merupakan keadaan darurat yang harus secepat mungkin didiagnosis dan diobati, karena sering menyebabkan terlepasnya trombus ke paru dan jantung. Tanda dan gejala klinis yang sering ditemukan berupa :- Pembengkakan disertai rasa nyeri pada daerah yang bersangkutan, biasanya pada ekstremitas bawah. Rasa nyeri ini bertambah bila dipakai berjalan dan tidak berkurang dengan istirahat.- Kadang nyeri dapat timbul ketika tungkai dikeataskan atau ditekuk.- Daerah yang terkena berwarna kemerahan dan nyeri tekan- Dapat dijumpai demam dan takikardi walaupun tidak selalu

1. Superficial thrombophlebitis Bekuan-bekuan darah pada sistim vena superficial paling sering terjadi disebabkan oleh trauma (luka) pada vena yang menyebabkan terbentuknya bekuan darah kecil. Peradangan dari vena dan kulit sekelilingnya menyebabkan gejala dari segala tipe peradangan yang lain: kemerahan, kehangatan, kepekaan, dan pembengkakan. Sering vena yang terpengaruh dapat dirasakan sebagai tali menebal yang kokoh. Mungkin ada peradangan yang menyertai sepanjang bagian dari vena. Meskipun ada peradangan, tidak ada infeksi. Varicosities dapat memberi kecenderungan pada superficial thrombophlebitis. Ketika klep-klep dari vena-vena yang lebih besar pada sistim superficial gagal (vena-vena saphenous yang lebih besar dan lebih berkurang), darah dapat mengalir balik dan menyebabkan vena-vena untuk membengkak dan menjadi menyimpang atau berliku-liku. Klep-klep gagal ketika vena-vena kehilangan kelenturan dan peregangannya. Ini dapat disebabkan oleh umur, berdiri yang berkepanjangan, kegemukan, kehamilan, dan faktor-faktor genetik. 2. Peripheral Arterial Occlusive DiseasePenyakit arteri perifer atau yang disebut Peripheral Arterial Disease (PAD) ini menyebabkan kesakitan yang akut maupun kronik, dapat menyebabkan amputasi anggota tubuh dan meningkatkan risiko kematian. Penyakit arteri perifer meliputi semua sindrom penyakit pada arteri-arteri selain koroner, yang disebabkan kelainan struktural maupun fungsi pada arteri yang memperdarahi otak, organ-organ dalam (viseral) maupun pada batang tubuh. Dalam konteks definisi, selain PAD, selama ini banyak digunakan istilah PeripheralArtery Occlussive Disease (PAOD) dan Peripheral Vascular Disease(PVD).PAD lebih mencakup berbagai kelainan yang ditandai dengan adanya stenosis atau oklusi yang progresifatau dilatasi aneurisma dari aorta dan cabang-cabang non-koroner, termasuk karotis,ekstremitas atas, viseral dan ekstremitas bawah.Penyakit arteri mencakup kelainan baik yang menyebabkan obstruksi menetap atau reaktivitas pembuluh darah yang abnormal. Obstruksi ini menurunkanpenghantaran darah dan dapat menyebabkan iskemia. Sementara itu, penyakit vena meliputi inkompetensi vena katup, hipertensi vena, trombosis vena dalam, emboli paru, sindroma posttrombotik dan varicose veins, sedangkan kelainan limfe misalkan limfedema. PVD mencakup kelainan dari ketiga pembuluh ini.Penyebab PAD yang paling utama adalah aterosklerosis, proses lainnya adalah aneurisma atau tromboemboli, sehingga konsekuensi klinisnya pun berhubungan dengan faktor risiko yang ada (merokok, diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, riwayat keluarga dan keadaanpostmenopause). PAD dapat juga disebabkan kelainan degeneratif yang menyebabkan hilangnya integritas struktural dan selanjutnya terjadi dilatasi dari dinding arteri.Konsep patofisiologi dari PAD adalah adanya keseimbangan antara ketersediaan nutrien disirkulasi ke otot skelet dan oksigen, dengan kebutuhan nutrisi. Terdapat beberapapatofisiologi yang berperan terhadap terjadinya PAD ini, tetapi secara umum proses aterosklerosis masih menjadi penyebab yang paling sering. Apabila disebabkan oleh proses aterosklerosis, maka akan terjadi pula kejadian yang sama di jantung dan otak sehingga adapeningkatan risiko untuk terkena kejadian serebrovaskular, infark miokard dan kematian.Klaudikasio didefinisikan sebagai kelemahan, ketidaknyamanan atau nyeri yang terjadi pada sekumpulan otot tungkai yang spesifik saat iskemi yang dipicu oleh aktivitas. Dalam keadaan olahraga, akan terjadi peningkatan kebutuhan otot lokal untukmendukung metabolik, sehingga pada individu dengan PAD di ekstremitas bawah, kebutuhan ini tidak akan tercapai sehingga akan timbul keluhan kelelahan otot dan nyeri.Pasien dengan iskemi tungkai kritis biasanya memiliki lesi oklusi multipel yang sering mengenai arteri tungkai proksimal dan di distal, sehingga walaupun dalam keadaan istirahat, ketersediaan darah akan berkurang dan tidak bisa memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh.Pasien dengan iskemi tungkai yang berat mengalami penurunan jumlah kapiler kulit yang terperfusi. Penyebab potensial lain penurunan perfusi ini adalah penurunan deformabilitas sel darah merah, meningkatnya adhesivitas lekosit, agregasi platelet,fibrinogen, trombosis mikrovaskular, vasokonstriktif eksesif dan edema interstisial. Iskemia tungkai kritis dapat menyebabkan nyeri saat istirahat, ulserasi dan gangren.Tidak seperti individu dengan klaudikasio, pasien dengan iskemi tungkai kritis ini sudah mempunyai aliran yang inadekuat saat istirahat, untuk menjaga viabilitas di jaringan distal. Iskemi tungkai kritis ini biasanya disebabkan penyakit aterosklerotik obstruktif, akan tetapi dapat disebabkan pula oleh penyakit ateroemboli atau tromboemboli, vaskulitis, trombosis in situ terkait status hiperkoagubilitas, tromboangitis obliterans, penyakit kista adventisia, perangkap poplitea atau trauma.Diagnosis Faktor risiko atherosklerosis lainnya (merokok, dislipidemia, hipertensi,hiperhomosisteinemia ) Diabetes melitus Keluhan di kaki saat beraktivitas (curiga kearah klaudikasio) atau nyeri iskemi saat istirahat Nadi ekstremitas bawah yang abnormalMetode diagnostik Ankle-toe brachial indices (index) Pengukuran tekanan segmental Perekaman volume nadi Duplex ultrasound imaging Doppler waveform analysis Testolahraga ( exercise test). MRA (MagneticResonance Angiography ) CTA(Computed Tomography Angiography) Pengobatan Modifikasi faktor risiko Exercise rehabilitation Farmakoterapi Percutaneus Transluminal Angioplasty and Stents Peripheral Arterial SurgeryFaktor risiko Berhenti Merokok Terapi Diabetes Kontrol Tekanan darahExercise rehabilitation Satu sesiberlangsung dalam durasi 30 menit, 3 kali seminggu selama 6 bulan dan berjalan sebagai modus olahraga. Keuntungan ini pada pasien PAD sebagai akibat perubahan dari fungsi ototskelet, seperti peningkatan aktivitas enzim mitokondria, rate produksi ATP, dan produksi laktat. Pada pasien PAD, perbaikan peformans berkaitan dengan penurunan konsentrasi asil-karnitin rantai pendek di otot skelet dan plasma, yang mengindikasikan perbaikan metabolisme oksidatif dan peningkatan konsumsi oksigen puncak Olahraga juga meningkatkan performa biomekanik, memungkinkan pasien untuk berjalan lebih efeisien dengan pengeluaran energi yang lebih rendah.Farmakoterapi Kelas I : Cilostazol, 2x100 mg per hari, diindikasikan sebagai terapi yang efektif untuk meningkatkan gejala dan meningkatkan jarak tempuh berjalan pada pasien dengan PAD ekstremitas bawah dan klaudikasio intermiten (dalam keadaan absennya gagal jantung). Kelas II : Pentoxyfilline (3x400 mg) dapat dipertimbangkan sebagai alternatif kedua setelah Cilostazoluntuk meningkatkan jarak tempuh berjalan pada pasien dengan klaudikasio intermiten. Kelas III : Vasodilator oral (prostaglandin) seperti Beraprost dan Iloprost adalah medikasi yang tidakefektif untuk meningkatkan jarak tempuh berjalan pada pasien dengan klaudikasio intermitten. Vitamin E tidak direkomendasikan sebagai terapi pada pasien klaudikasio intermitten. Zat kelasi (asam etilendiamintetraasetat) tidak diindikasikan untuk penanganan klaudikasio intermiten dan dapat memberikan efek berbahaya.Klaudikasio intermiten terjadi ketika kebutuhan oksigen dari otot skelet ini pada saat aktivitas melebihi ketersediaan oksigen dalam darah yang menyebabkan teraktivasinya reseptor sensoris lokal oleh akumulasi dari laktat atau metabolit lainnya.Percutaneus Transluminal Angioplasty and StentsIntervensi dengan kateter perifer diindikasikan untuk pasien klaudikasio yang masih simptomatik walau dengan exercise rehabilization atau dengan farmakoterapi. Intervensi endovaskular ini juga diindikasikan untuk pasien dengan iskemi tungkai kritis yang secara anatomi memungkinkanPeripheral Arterial SurgeryRevaskularisasi secara bedah diindikasikan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan klaudikasio yang mengganggu walau dengan terapi medikal yang maksimal dan untuk menghilangkan nyeri saat istirahat dan menjaga viabilitas tungkai pada pasien dengan iskemi3. Deep Venous Thrombosis Gejala-gejala dari deep vein thrombosis berhubungan dengan rintangan dari darah yang kembali ke jantung dan menyebabkan aliran balik pada kaki. Secara klasik, gejala-gejala termasuk: nyeri, bengkak, kehangatan, dan kemerahan. Tidak semua dari gejala-gejala ini harus terjadi; satu, seluruh, atau tidak ada mungkin hadir dengan deep vein thrombosis. Gejala-gejala mungkin meniru infeksi atau cellulitis dari kaki. Menurut sejarah, dokter-dokter akan mencoba menimbulkan sepasang penemuan-penemuan klinik untuk membuat diagnosis. Dorsiflexion dari kaki (menarik jari-jari kaki menuju ke hidung, atau Homans' sign) dan Pratt's sign (memencet betis untuk menghasilkan nyeri), telah ditemukan tidak efektif dalam membuat diagnosis. D. PATOFISIOLOGI PENYAKIT DEEP VEIN THROMBOSIS

Trombosis vena terjadi akibat aliran darah menjadi lambat atau terjadinyastatis aliran darah, sedangkan kelainan endotel pembuluh darah jarang merupakanfaktor penyebab. Trombus vena sebagian besar terdiri dari fibrin dan eritrosit danhanya mengandung sedikit masa trombosit. Pada umumnya menyerupai reaksibekuan darah dalam tabung.Faktor-faktor penyebab pada trombosis vena dikenal dengan virchow triad (tigaserangkai Virchow) yaitu :

1. Perubahan dinding pembuluh darahPembuluh darah yang dilapisi oleh semacam lapisan khusus dari sel yang disebut sel endotel. Ini adalah semacam sel yang memiliki sifat khusus, mencegah pembekuan darah normal di atasnya. Apapun yang merusak sel endotel, dapat menyebabkan darah menggumpal pada lapisan pembuluh darah di bawah sel endotel. Dinding pembuluh juga dapat berubah dengan memiliki bekas luka di atasnya seperti memiliki bekas trombosis vena sebelumnya - atau tonjolan dan narrowings dari dinding pembuluh darah seperti pada varises.2. Perubahan aliran darah Manusia, seperti semua binatang, benar-benar melakukan pergerakan yang cukup aktif. Sayangnya dengan kehidupan modern, ada banyak contoh di mana mereka melakukan pergerakan yang kurang aktif dari yang mereka harus lakukan. Ini mungkin merupakan alasan mengapa seseorang tidak dapat menghindarinya, seperti sakit atau patah kaki, cara hidup seseorang seperti duduk untuk waktu yang lama di depan komputer atau televisi, perjalanan di mobil, pelatihan atau pesawat. Dengan mengurangi aktivitas kaki, pompa infus dan otot sehingga aliran darah menjadi sangat lamban dalam vena dalam. Penyebab lain perubahan dalam aliran darah adalah bila terjadi perubahan diameter atau panjang pembuluh darah - seperti yang ditemukan pada varises. Darah mengalir lancar pada pembuluh darah yang lurus dan sempit, varises dengan tonjolan narrowings dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada aliran darah dan dapat memungkinkan terjadinya pembekuan darah.3. Perubahan komposisi darah Penyebab paling umum perubahan komposisi darah adalah dehidrasi. Hal ini sering terjadi karena orang meminum alkohol atau meminuman minuman dengan kandungan kafein di dalamnya seperti teh, kopi atau minuman ringan. Sayangnya alkohol dan kafein bertindak sebagai diuretik, yang berarti bahwa meskipun fluida sedang diambil dalam, lebih banyak dikeluarkan dalam bentuk urin. Oleh karena itu darah menjadi lebih terkonsentrasi dan lebih mungkin untuk membeku. Wanita yang menggunakan kontrasepsi estrogen baik dalam bentuk pil kontrasepsi oral atau sebagai HRT, juga mengubah komposisi darah dengan cara yang membuat trombosis lebih mungkin terjadi. Orang dengan lemak darah tinggi (hyperlipidaemia) juga lebih mungkin untuk mendapatkan bekuan karena komposisi darah yang abnormal. Stasis vena dapat terjadi sebagai akibat dari apa pun yang memperlambat atau menghambat aliran darah vena. Hal ini menyebabkan peningkatan viskositas dan pembentukan microthrombi, yang tidak hanyut oleh pergerakan fluida, sedangkan thrombus yang terbentuk kemudian dapat tumbuh dan merambat. Endotel (intimal) kerusakan di pembuluh darah mungkin intrinsik atau sekunder terhadap trauma eksternal. Mungkin akibat dari cedera atau dilakukannya pembedahan. Hiperkoagulasi dapat terjadi karena ketidakseimbangan biokimia antara faktor yang beredar. Hal ini mungkin akibat dari peningkatan sirkulasi aktivasi faktor jaringan, dikombinasikan dengan penurunan sirkulasi plasma antithrombin dan fibrinolysins. Seiring waktu, perbaikan telah dibuat dalam deskripsi faktor-faktor dan kepentingan relatif mereka terhadap perkembangan trombosis vena. Asal trombosis vena sering multifaktorial, dengan komponen dari Virchow triad pentingnya asumsi variabel pada individual pasien, namun hasil akhirnya adalah interaksi awal trombus dengan endotelium. Interaksi ini merangsang produksi sitokin lokal dan memfasilitasi adhesi leukosit ke endotel, baik yang mempromosikan trombosis vena. Tergantung pada keseimbangan yang relatif antara koagulasi dan trombolisis yang diaktifkan, sehingga propagasi trombus terjadi.Penurunan kontraktilitas dinding pembuluh darah dan disfungsi katup vena memberikan kontribusi pada pengembangan insufisiensi vena kronis. Kenaikan tekanan vena menyebabkan berbagai gejala klinis seperti varises, edema tungkai bawah, dan ulserasi vena.Pasien dengan faktor risiko tinggi untuk menderita trombosis vena dalamyaitu apabila :- Riwayat trombosis, stroke- Paska tindakan bedah terutama bedah ortopedi- Imobilisasi lama terutama paska trauma/ penyakit berat- Luka bakar- Gagal jantung akut atau kronik- Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi- Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok.- Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon esterogen- Kelainan darah bawaan atau didapat yang menjadi predisposisi untuk terjadinya trombosis.Keadaan ini dapat menyerang semua usia, tersering setelah usia 60 tahun,dan tidak terdapat perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.

E. PENATALAKSANAAN PENYAKIT DEEP VEIN THROMBOSIS

1. Terapi Nonfarmakologi Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena untuk melancarkan aliran darah vena (elevasi) Kompresi : pemberian tekanan dari luar, seperti penggunaan stocking Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskular Latihan lingkup gerak sendi (range of motion) seperti gerakan fleksi-ekstensi, menggengam, dan lain-lain. Tindakan ini akan meningkatkan aliran darah di vena-vena yang masih terbuka (patent) Pemakaian kaus kaki elastis (elastic stocking), alat ini dapat meningkatkan aliran darah vena.

2. Terapi FarmakologiPada thrombosis vena superficial hanya diperlukan istirahat, peninggian letak tungkai dan pemanasan local. Pengobatan yang lebih serius ditujukan pada thrombosis venadalam. Pada thrombosis vena dalam diperlukan terapi dengan antikoagulan sistemik seperti heparin dan warfarin.a) Terapi heparin Terapi heparin harus diberikan dengan loading dose dati 10.000 unit diikuti dengan infuse continuous yang awalnya berkecepatan 1.000 unit/jam. Dosis ini harus dapat mempertahankan Partial Thromboplastin Time (PTT) antara 1,5 dan 2 kontrol waktu. Manfaat setelah pemberian heparin ini adalah menjaga tingkat kesamaan dari antikoagulan dan memperkecil manisfestasi perdarahan. Pada pasien yang tidak dapat menerima terapi warfarin, heparin dapat diberikan 10.000 unit subkutan selam >12 jam untuk mempertahankan PTT 1,5 kontrol waktu, 6 jam setelah pemberian heparin.Heparin dapat membatasi pembentukan bekuan darah dan meningkatkan proses fibrinolisis. Heparin lebih unggul dibandingkan dengan antikoagulan oral tunggal sebagai terapi awal untuk DVT, karena antikoagulan oral dapat meningkatkan risiko tromboemboli disebabkan inaktivasi protein C dan protein S sebelum menghambat faktor pembekuan eksternal. Sasaran yang harus dicapai adalah activated PTT 1,5 sampai 2,5 kali lipat untuk mengurangi risiko rekurensi DVT, biasanya dapat dicapai dengan dosis heparin 30.000 U/hari atau >1250 U/jam. Metode yang sering dipakai adalah bolus intravena inisial diikuti dengan infus heparin kontinu. Selain itu metode pemberian subkutan dua kali sehari juga efektif. Pada tahun 1991 Cruikshank dkk mempublikasikan normogram standar untuk dosis heparin. Menurut protokol ini, pasien diberikan bolus inisial 5000 U UFH diikuti dengan 1280 U/jam UFH. Dosis heparin dititrasi menurut nilai aPTT selanjutnya. Pada penelitian Cruikshank tersebut nilai aPTT sasaran tercapai dalam 24 sampai 48 jam. Untuk sebagian besar pasien dengan DVT, heparin harus diberikan 5 hari dan tidak dihentikan sampai INR (internationalized normalized ratio) pada kisaran terapeutik 2 hari. Low molecular weight heparin (LMWH) juga efektif terhadap DVT, bila dibandingkan dengan UFH, maka LMWH lebih mempunyai keuntungan yaitu pemberian subkutan satu atau dua kali sehari dengan dosis yang sama dan tidak memerlukan pemantauan laboratorium. Keuntungan yang lain yaitu kemungkinan risiko perdarahan yang lebih sedikit dan dapat diberikan dengan sistem rawat jalan di rumah tanpa memerlukan pemberian intravena kontinu.Komplikasi termasuk perdarahan, osteopenia, reaksi hipersensitivitas, trombositopenia, dan thrombosis. Reaksi heparin dinetralisir/dihambat oleh pembeerian protamin sulfat IV; 1 mg protamin sulfat akan menetralisir sekitar 100 unit heparin.b) Terapi warfarin Warfarin adalah antikoagulan oral yang paling sering digunakan untuk tatalaksana jangka panjang DVT. Warfarin adalah antagonis vitamin K yang menghambat produksi faktor II, VII, IX dan X, protein C dan protein S. Efek warfarin dimonitor dengan pemeriksaan protrombin time (PT) dan diekspresikan sebagai internationalized normalized ratio (INR). Terapi warfarin harus dimulai segera setelah PTT berada pada level terapeutik, baiknya dalam 24 jam setelah inisiasi terapi heparin. Sasaran INR yang ingin dicapai adalah 2.0 sampai 3.0. Dosis inisial warfarin adalah 5 mg dan biasanya mencapai INR sasaran pada hari ke-4 terapi. Dosis warfarin selanjutnya harus diindividualisasi menurut nilai INR.Warfarin diberikan pada dosis 10 mg/hari sampai waktu protrombin memanhang. Kemudian dosis dapat diturunkan menjadi 5 mg/hari diberikan untuk memperhatikan waktu protrombin pada 1,2-1,5 kontrol waktu untuk trombrosis vena. Warfarin biasanya dilanjutkan penggunaanya selama 3 bulan, namun sebaliknya pada kasus yang tanpa komplikasi.Monitoring farmakologi obat sangat diperlukan pada pasien yang memakai warfarin, karena banyak obat-obat lain yang dapat mempengaruhinefek warfarin, baik yang menghambat maupun yang memperkuat seperti antibiotic, barbiturate, salisilat, rifampisin, kontrasepsi oral dll.Komplikasi berupa perdarahan harus diterapi dengan mengganti factor antikoagulan dengan fresh frozen plasma. Apabila antikoagulan masih harus digunakan setelah episode perdarahan berhenti, maka vitamin Ktidak boleh diberikan karena dapat membuat pasien refrakter terhadap warfarin dalam waktu yang lama.c) TrombolisisPengobatan dengan trombolisis, contohnya streptokinase, urokinase recombinant tissue activator (tPA) dapat dipertimbangkan pada pasien bila disertai emboli paru masif dan syok. Obat fibrinolisis mengurangi besarnya darah beku pada DVT kaki yang diperlihatkan dengan angiografi, yaitu 30-40% terjadilisis komplet dan 30% terjadi lisis parsial. Obat trombolisis diberikan langsung melalui kateter pada pasien dengan trombolisis iliofemoral masif. Beberapa penelitian melaporkan pada pasien yang mendapatkan obat trombolisis, angka kejadian sindrom pascatrombosis berkurang. Akan tetapi, saat ini pemberian obat trombolisis vena hanya dianjurkan pada trombolisis vena iliofemoral.d) Antiagregasi trombositUmumnya tidak diberikan pada DVT, kecuali ada indikasi. Seperti sindrom antifosfolipid (APS) dan sticky platelet syndrome. Aspirin dapat diberikan dengan dosis bervariasi mulai dari 80-320 mg.e) Trombektomi venaTrombektomi vena yang mengalami trombosis memberikan hasil yang baik bila dapat dilakukan segera sebelum lewat tiga hari dengan tujuan pertama untuk mengurangi gejala pascaflebitis, mempertahankan fungsi katup dan dengan demikian mencegah terjadinya komplikasi seperti ulkus stasis padatungkai bawah dan untuk mencegah emboli paru.Kadang trombektomi masih memberikan hasil yang baik,walaupun dilakukan setelah lewat 5 hari bahkan sampai 4 minggu apalagi bila trombosis yang terjadi segmental. Bila terjadi stenosis pada salah satu segmen vena dipertimbangkan untuk diatasi dengan balon dan bidai. Kontraindikasi trombektomi adalah pada pasien dengan tumor yang inoperable atau bila pemberian antikoagulan tidak dianjurkan.Indikasi yang tepat untuk melakukan trombektomi pada thrombosis vena adalah pada kasus phlegmasia cerulea dolens yaitu suatu kombinasi trombosis vena dalam dengan iskemi yang sangat nyeri, hilangnya pulsasi distal dan ekimosis. Trombektomi (dengan membuat fistula arteri-vena sementara) merupakan pilihan baik pula pada pasien dengan thrombosis vena ileofemoral kurang dari satu minggu. Tindakan ini bertujuan mencegah meluasnya trombosis serta terjadinya emboli dan rusaknya katup vena.Kontraindikasi relative adalah perdarahan susunan saraf pusat, metastasis tumor, pada pembedahan, hipertensi berat, perkarditis atau endokarditis dan perdarahan aktif atau kecenderungan untuk mengalami perdarahan. Kontraindikasi relative pada penggunaan antikoagulan jangka panjang adalah alkoholisme dan kehamilan trimester pertama karena warfarin bersifat teratogenik.

KESIMPULAN

1. Trombosis vena dalam adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena terutama pada tungkai bawah.2. Penyebab dari deep vein thrombosis adalah : Imobilitas (Keadaan Tak Bergerak) Hypercoagulability (Pembekuan darah lebih cepat daripada biasanya) Trauma pada vena 3. Tanda dan gejala klinis yang sering ditemukan berupa : Pembengkakan disertai rasa nyeri pada daerah yang bersangkutan, biasanya pada ekstremitas bawah. Rasa nyeri ini bertambah bila dipakai berjalan dan tidak berkurang dengan istirahat. Kadang nyeri dapat timbul ketika tungkai dikeataskan atau ditekuk. Daerah yang terkena berwarna kemerahan dan nyeri tekan Dapat dijumpai demam dan takikardi walaupun tidak selalu4. Faktor-faktor penyebab pada trombosis vena dikenal dengan virchow triad (tigaserangkai Virchow) yaitu perubahan dinding pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan komposisi darah 5. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan terbagi dua, yaitu penatalaksanaan secara nonfarmakologi maupun penatalaksanaan secara farmakologi (misalnya pemberian heparin dan weafrin).

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius2. Katzung BG. 1994. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC3. T. Heather Herdman. 2009. NANDA International NURSING DIAGNOSES : Definitions & Classification 2009-2011. Wiley-Blackwell.4. Sue Moorhead, Marion Johnson, Maridean L. Mass, Elizabeth Swanson. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition. BOOK AID International.5. Gloria M. Bulechek, Howard K. Butcher, Joanne McCloskey Dochterman. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC), Fifth Edition. Elsevier.6. Dahlan M. Trombosis Arterial Tungkai Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI;2007. 7. Tambunan KL. Trombosis : Masalah di Indonesia Masa Kini dan Masa Datang. Jakarta : Yoga Buana;2009. 8. Supandiman I. Trombosis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI;2001. 9. Rani AA, Soegondo, Nazir AU et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006. 10. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R et al. Trombosis Vena. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2001.

19