penata laksanaan pasien gangren pulpa di puskesmas

download penata laksanaan pasien gangren pulpa di puskesmas

of 31

description

pasien di puskesmas sumbersari dan rs genteng

Transcript of penata laksanaan pasien gangren pulpa di puskesmas

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi keenam yang dikeluhkan masyarakat Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga dan menempati peringkat keempat penyakit termahal dalam pengobatan. Karies gigi merupakan penyakit endemik yang tidak bisa disembuhkan, bahkan salah satu usaha pencegahannya yang berupa pemberian imunisasi sekalipun tidak dapat mencegah terjadinya karies. Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 1994 di Indonesia menunjukkan anak di kota pada usia 8 tahun yang menderita penyakit gigi berlubang mencapai 45,2 persen. Sedangkan di desa hanya 39,8 persen, sementara pada kelompokusia 14 tahun mencapai 73,2 persen. Persentase yang semakin tinggi terlihat pada kelompok usia 35-44 tahun di kota mampu mencapai 87,1 persen penderita penyakit gigi berlubang (Joelimar, 2002). Ada dua penyakit gigi dan mulut yang mempunyai prevalensi cukup tinggi di Indonesia yaitu karies dan penyakit periodontal.Statistik menunjukkan bahwa penyakit gigi dan mulut menyerang hampir tiap orang. Penyakit ini mencapai lebih 80% anak-anak di negara maju maupun berkembang (Kwan dkk., 2005). Di negara berkembang penyakit gigi dan mulut pada orang dewasa lebih buruk keadaannya, karena akumulasi berbagai penyakit gigi dan mulut yang tidak diobati (Sheiham, 2005). Karies gigi dan penyakit periodontal merupakan penyakit gigi dan mulut yang paling umum diderita, dan menggambarkan masalah kesehatan masyarakat yang besar karena prevalensi dan insidensinya yang tinggi di semua tempat di dunia, dampaknya pada individu, masyarakat serta biaya pengobatan (Kwan dkk., 2005). Besarnya masalah penyakit gigi dan mulut tidak hanya masalah kesehatan masyarakat tetapi sekaligus merupakan masalah sosial (Lamp. SK Menkes, 2005). Di lima negara berkembang penyakit karies gigi telah meningkat karena adanya peningkatan asupan gula (Moynihan, 2005). Penyakit periodontal prevalensinya sangat tinggi di dunia terutama pada anak-anak dan remaja, mencapai 80% anak-anak baik di negara maju maupun berkembang (Kwan, dkk., 2005).

Penyakit gigi dan mulut merupakan salah satu penyakit diet dan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup yang paling mahal perawatannya. Di beberapa negara, penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit ke 4 yang paling mahal untuk perawatannya. Pelayanan kesehatan gigi menghabiskan sekitar 5% - 10% dari total anggaran kesehatan di negara maju setiap tahun, biaya perawatan penyakit karies gigi saja dapat menghabiskan semua total anggaran kesehatan untuk anak-anak dalam suatu negara karena mahalnya. Hal ini tentunya merupakan masalah di negara berkembang Perkembangan penyakit gigi dan mulut lainnya secara global yang harus diwaspadai adalah meningkatnya insidensi kanker mulut, erosi gigi dan kerusakan email serta cedera muka karena kecelakaan atau olahraga kontak (Kwan, dkk., 2005).

Penyakit gigi mulut yang terjadi di masyarakat Indonesia bermacam-macam. Salah satunya yaitu gangren pulpa. Kasus ini merupakan kasus terbanyak yang terjadi di Puskesmas Mayang dan RSD Genteng yaitu sekitar 30% dari total kunjungan. Gangren pulpa adalah keadaan gigi dimana jaringan pulpa sudah mati sebagai sistem pertahanan pulpa sudah tidak dapat menahan rangsangan sehingga jumlah selpulpa yang rusak menjadi semakin banyak dan menempati sebagian besar ruangpulpa. Sel-sel pulpa yang rusak tersebut akan mati dan menjadi antigen sel-sel sebagian besar pulpa yang masih hidup. Proses terjadinya gangren pulpa diawali olehproses karies. Karies dentin adalah suatu penghancuran struktur gigi (email, dentin dan sementum) oleh aktivitas sel jasad renik (mikroorganisme) dalam dental plak. Jadi proses karies hanya dapat terbentuk apabila terdapat faktor yang saling tumpang tindih (Julianti, 2008). Adapun faktor-faktor tersebut adalah bakteri, karbohidrat makanan, kerentanan permukaan gigi serta waktu. Perjalanan gangren pulpa dimulai dengan adanya karies yang mengenai email (karies superfisialis), dimana terdapat lubang dangkal, tidak lebih dari 1mm. Selanjutnya proses berlanjut menjadi karies pada dentin (karies media) yang disertai dengan rasa nyeri yang spontan pada saat pulpa terangsang oleh suhu dingin atau makanan yang manis dan segera hilang jika rangsangan dihilangkan. Karies dentin kemudian berlanjut menjadi karies pada pulpa yang didiagnosa sebagai pulpitis. Pada pulpitis terdapat lubang lebih dari 1mm. padapulpitis terjadi peradangan kamar pulpa yang berisi saraf, pembuluh darah, danpempuluh limfe, sehingga timbul rasa nyeri yang hebat, jika proses karies berlanjutdan mencapai bagian yang lebih dalam (karies profunda). Maka akan menyebabkan terjadinya gangren pulpa yang ditandai dengan perubahan warna gigi terlihat berwarna kecoklatan atau keabu-abuan, dan pada lubang perforasi tersebut terciumbau busuk akibat dari proses pembusukan dari toksin kuman (Kartini, 2009).Gejala yang didapat dari pulpa yang gangren bisa terjadi tanpa keluhan sakit, dalam keadaan demikian terjadi perubahan warna gigi, dimana gigi terlihat berwarna kecoklatan atau keabu-abuan Pada gangren pulpa dapat disebutjuga gigi non vital dimana pada gigi tersebut sudah tidak memberikan reaksi pada cavity test (tes dengan panas atau dingin) dan pada lubang perforasi tercium baubusuk, gigi tersebut baru akan memberikan rasa sakit apabila penderita minum ataumakan benda yang panas yang menyebabkan pemuaian gas dalam rongga pulpa tersebut yang menekan ujung saraf akar gigi sebelahnya yang masih vital.Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan terdepan yang bertanggungjawab diwilayah kerjanya. Salah satu upaya kesehatan yang diselanggarakan di Puskesmas adalah pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut merupakan segala upaya pencegahan dan pengobatan penyakit, serta pemulihan dan peningkatan kesehatan gigi dan mulut yang dilaksanakan oleh dokter gigi, tenaga kesehatan gigi lain dengan masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Demikian juga dengan rumah sakit, yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Tata cara penatalaksanaan di pelayanan kesehatan baik di puskesmas dan rumah sakit disesuaikan dengan diagnosa keadaan gigi pasien, riwawat kesehatan umum dan gigi pasien dan fasilitas yang tersedia di unit pelayanan tersebut. 1.2. Rumusan MasalahPenyakit gigi dan mulut apa yang banyak diderita pasien yang berkunjung ke poli gigi dan mulut di Puskesmas Mayang dan RSD Genteng tanggal 19 Maret-1 Mei 2013 serta bagaimana penatalaksanaan kasus tersebut di Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng? 1.3. Tujuan PenulisanAdapun tujuan penulisan makalah ini adalah mengetahui penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita pasien berkunjung ke Puskesmas Mayang dan RSD Genteng tanggal 19 Maret-1 Mei 2013, serta mengetahui penatalaksanaan yang banyak dilakukan pada penanganan kasus tersebut.1.4. Manfaat Penulisan

1.4.1 Untuk menambah referensi dan informasi dalam pendidikan kesehatan gigi dan mulut.

1.4.2 Dapat menambah referensi bagi kajian pendidikan kesehatan gigi dan mulut dan dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi Karies Gigi

Karies gigi atau lebih dikenal dengan istilah gigi berlubang adalah salah satu penyakit yang paling sering terjadi pada semua penduduk di seluruh dunia tanpa memandang golongan usia, termasuk penduduk Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004, prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. Angka ini menunjukkan bahwa jumlah penderita karies di Indonesia sangat tinggi (Kawuryan, 2008 dan Satria et al, 2009).Menurut Depkes RI (2000), berdasarkan kelompok umur, golongan umur muda lebih banyak menderita karies gigi dibanding umur 45 tahun keatas. Umur 10-24 tahun karies giginya adalah 66,8-69,5% umur 45 tahun keatas 53,3% dan umur 65 tahun keatas sebesar 43,8%. Keadaan ini menunjukkan karies gigi banyak terjadi pada golongan usia produktif. Salah satu penyebabnya adalah faktor perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Hal tersebut dilandasi oleh kurangnya pengetahuan akan pentingnya pemeliharaan gigi dan mulut (Kawuryan, 2008 dan Satria et al, 2009).2.2. Etiologi Karies Gigi

Karies adalah sebuah hasil dari interaksi yang kompleks antara karbohidrat dan mikroorganisme kariogenik di dalam lapisan biofilm rongga mulut, yang dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas dari saliva, dan secara klinis ditunjukkan dengan demineralisasi dan destruksi dari jaringan keras gigi. Pada dasarnya, karies gigi dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi etiologi terbentuknya karies. Ada empat faktor utama yaitu faktor host, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan waktu. Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu host yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama. Dari semua faktor diatas, faktor agen atau mikroorganisme kariogenik dan faktor diet merupakan faktor etiologi utama. Jenis makanan yang mengandung sukrosa berpotensi tinggi terhadap terjadinya karies. Karena sukrosa akan difermentasi oleh bakteri asidogenik sehingga menghasilkan asam dan menurunkan pH plak yang bisa mendekalsifikasi email (Stamatova, 2010).

Gambar 1.1 : Faktor-faktor penyebab karies (Sumber: Aizatnur, 2008)

Karies merupakan proses demineralisasi komponen anorganik pada struktur gigi dan larutnya struktur organik oleh karena multifaktor etiologi. Demineralisasi enamel dan dentin disebabkan oleh asam organik yang terbentuk pada plak yang merupakan hasil aktivitas bakteri sebagai hasil metabolik anaerobik gula dari makanan. Demineralisasi terjadi ketika asam organik yang terbentuk meningkatkan kelarutan terhadap kalsium hidroksiapatit yang merupakan penyusun jaringan keras gigi. Perkembangan karies terjadi oleh karena keterlibatan gula dan bakteri, serta dipengaruhi juga oleh ketahanan gigi, jenis bakteri, kualitas dan kuantitas saliva dan fermentasi karbohidrat oleh bakteri (Psoter et al, 2006).Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat (misalnya sukrosa) dan menghasilkan asam, sehingga menyebabkan pH plak akan turun dalam waktu 13 menit sampai pH 4,5-5,0. Kemudian pH akan kembali normal pada pH sekitar 7 dalam 3060 menit, dan jika penurunan pH plak ini terjadi secara terus menerus maka akan menyebabkan demineralisasi pada permukaan gigi. Derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara 5,67,0 dengan rata-rata pH 6,7 Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,57,5 dan apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,55,5 akan memudahkan pertumbuhan bakteri-bakteri kariogenik (Soesilo et al, 2005).

Streptococcus sp merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya karies dan jumlahnya terbanyak dalam rongga mulut, terutama saliva. Salah satu spesies dari Streptococcus sp yang bersifat paling kariogenik dari pada spesies lainnya adalah Sterptococcus mutans. Streptococcus mutans adalah bakteri gram positif, bersifat nonmotil (tidak bergerak), bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk kokus yang sendirian berbentuk bulat atau bulat telur dan tersusun dalam rantai. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 180-400C. Selain itu, bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam, asidodurik, mampu tinggal pada lingkungan asam, dan menghasilkan suatu polisakarida yang lengket disebut dextran. Polisakarida ini, yang terutama terdiri dari polimer glukosa, menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin. Akibatnya, bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain. Dan karena plak makin tebal maka hal ini akan menghambat fungsi saliva dalam menetralkan plak tersebut (Kidd et al, 1992, Motegi et al, 2006 dan Soesilo et al, 2005).

Menurut penelitian Streptococcus mutans berperan dalam permulaan (initition) terjadinya karies gigi karena aktivitas membentuk berkoloni pada permukaan oklusal gigi dan pada kontak antara gigi dan berhubungan dengan insidensi kerusakan permukaan-permukaan gigi tersebut, membentuk plak gigi, dan menyebabkan demineralisasi gigi lokal. Ada faktor lain yang berperan pada karies gigi, setelah terjadi pelunakan gigi bermacam-macam bakteri memperoleh akses masuk ke bagian inferior gigi. Lactobacilli, Actinomyces, dan bakteri-bakteri proteolitik sering ditemukan pada karies dentin dan sementum, yang menunjukkan bahwa mereka adalah invader sekunder yang berperan pada perkembangan lesi karies (Purwanto, 2009).

2.3. Metode Diagnosis

Perawatan yang tepat dimulai dengan diagnosis yang tepat. Untuk sampai kepada diagnosis yang tepat diperlukan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan seni. Ilmu pengetahuan mengenai penyakit dan gejala-gejalanya serta keterampilan untuk melakukan cara menguji yang tepat. Gejala adalah kesatuan informasi yang dicari dalam diagnosis klinis dan didefinisikan sebagai fenomena atau tanda-tanda suatu permulaan keadaan sakit. Gejala dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni gejala subyektif dan gejala obyektif. Gejala subyektif adalah gejala yang dialami dan dilaporkan oleh pasien kepada dokter. Gejala obyektif adalah gejala yang dipastikan oleh dokter melalui berbagai pemeriksaan (Grossman et al, 1995).2.3.1. Pemeriksaan Subyektif (Anamnesis)

Anamnesis merupakan percakapan profesional antara dokter dengan pasienuntuk mendapatkan data atau riwayat penyakit yang dikeluhkan pasien.Informasi tentang riwayat pasien dibagi menjadi 3 bagian yaitu, riwayat sosial, dental dan medis. Riwayat ini memberikan informasi yang berguna merupakan dasardari rencana perawatan. Guna menghindari informasi yang tidak relevan dan untuk mencegah kesalahan dalam uji klinis, klinisi harus melakukan pemeriksaan rutin. Rangkaian pemeriksaan harus dicatat pada kartu pasien dan harus dijadikan sebagaipetunjuk untuk melakukan kebiasaan diagnostik yang tepat (Grossman et al, 1995).Daftar isian medis yang lengkap yang berisi riwayat medis dan kesehatan gigipasien terdiri dari gejala-gejala subjektif. Termasuk di dalam kategori ini adalahalasan pasien menjumpai dokter gigi, atau keluhan utama. Umumnya, suatu keluhan utama berhubungan dengan rasa sakit, pembengkakan, fungsi dan estetik. Keluhan utama pasien merupakan permulaan yang terbaik untukmendapatkan suatu diagnosis yang tepat. Keluhan utama yang paling sering melibatkan perawatan adalah rasa sakit. Pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang bijaksana mengenai rasa sakitnya dapat menolong seorang ahli diagnostik menghasilkan suatu diagnosis sementara dengan cepat. Pasien harus ditanya tentang macam rasa sakit, lokasinya, lamanya, apa yang menyebabkannya, apa yang meringankannya, dan pernah atau tidak melibatkan tempat lain (Grossman et al, 1995).2.3.2. Pemeriksaan Objektif

Setiap kelainan ektraoral yang nampak yang dicatat selama pencatatan riwayat dapat diperiksa lebih lanjut. Penampilan umum meliputi cara berjalan, corakkulit, mata, bibir, simetri wajah, dan kelenjar limfe. Gejala objektif ditentukan oleh seorang klinisi. Pemaeriksaan tersebut adalah sebagai berikut :a. Pemeriksaan visual dan taktil

Uji klinis yang paling sederhana adalah pemeriksaan berdasarkan penglihatan. Hal ini terlalu sering hanya dilakukan sambil lalu selama pemeriksaan, dan sebagai hasilnya, banyak informasi penting hilang. suatu pemeriksaan visual dan taktil jaringan keras dan lunak yang cermat mengandalkan pada pemeriksaan warna, kontur dan konsistensi. Padajaringan lunak, seperti gusi, penyimpangan dari warna merah muda sehat dapat dengan mudah dikenal bila terdapat inflamasi. Suatu perubahan kontur yang biasanya timbul adalah pembengkakan, dan konsistensi jaringan yang lunak dan fluktuasi positif merupakan indikasi keadaan patologis (Grossman et al, 1995).b. PerkusiUji ini memungkinkan seseorang mengevaluasi status periodonsium sekitar suatu gigi. Gigi diberi pukulan cepat dan tidak keras, mula-mula dengan jari dengan intensitas rendah, kemudian intensitas ditingkatkan dengan menggunakan tangkai suatu instrumen, untuk menentukan apakah gigi merasa sakit. Suatu responsensitif yang berbeda dari gigi disebelahnya, biasanya menunjukkan adanya periodontitis (Grossman et al, 1995).c. Palpasi

Tes sederhana ini dilakukan dengan ujung jari menggunakan tekanan ringan untuk memeriksa konsistensi jaringan dan respon rasa sakit. Meskipun sederhana, tetapi merupakan suatu tes yang penting (Grossman et al, 1995).d. Mobilitas

Tes mobilitas digunakan untuk mengevaluasi integritas aparatus pengikat disekeliling gigi. Tes ini terdiri dari menggerakkan suatu gigi ke arah lateral dalam soketnya dengan menggunakan jari atau, lebih diutamakan, menggunakan tangkai dua instrument. Tujuan tes ini adalah untuk menentukan apakah gigi terikat kuat atau longgar pada alveolusnya. Jumlah gerakan menunjukkan kondisiperiodonsium, makin besar gerakannya, makin jelek status periodontalnya (Grossman et al, 1995). e. Uji termal

Tes ini meliputi aplikasi dingin dan panas pada gigi, untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal. Meskipun keduanya merupakan tessensitivitas, tetapi tidak sama dan digunakan untuk alasan diagnosis yangberbeda. Suatu respon terhadap dingin menunjukkan pulpa vital, tanpa memperhatikan apakah pulpa itu normal atau abnormal. Suatu respon abnormal terhadap panas biasanya menunjukkan adanya gangguan pulpa atau periapikalyang memerlukan perawatan endodontik.1. Tes panas. Tes panas dapat dilakukan dengan cara yang berbeda-beda yang menghasilkan derajat temperatur yang berbeda. Daerah yang akan dites diisolasidan dikeringkan, kemudian udara hangat dikenakan pada permukaan gigi yang terbuka dan respon pasien dicatat. Bila diperlukan temperatur yang lebih tinggi untuk mendapatkan suatu respon, harus digunakan air panas, burnisher panas, guta-percha panas atau kompoun panas atau sembarang instrument yang dapat menghantarkan temperatur yang terkontrol pada gigi. Bila menggunakan bendapadat, seperti guta-perca panas, panas tersebut dikenakan pada bagian sepertiga okluso bukal mahkota terbuka. Bila tidak timbul respon, bahan dapat dipindahkan ke bagian sentral mahkota atau lebih dekat dengan serviks gigi (Grossman et al, 1995).2. Tes dinginAplikasi dingin dapat dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda. Cara yang umum adalah meletakkan kapas yang dibasahi dengan etil klorida pada gigi yang dites. 2.2.3. Pemeriksaan PenunjangKadang-kadang pemeriksaan klinis dapat memberikan semua keterangan yangdiperlukan mengenai pasien, disini mungkin tidak diperlukan radiografi. Radiografi biasanya diperlukan satu atau alasan-alasan berikut :a. Untuk mendiagnosis karies gigi pada permukaan gigi yang tidak bisa dilihatpada pemeriksaan klinis.

b. Untuk mendeteksi kelainan pada perkembangan gigi.

c. Untuk menemukan gangguan khusus, misalnya kondisi jaringan periapikal yang berhubungan dengan gigi-gigi nonvital atau yang mengalami trauma.(Grossman et al, 1995).2.4. Penyakit Pulpa

Pulpitis atau inflamasi pulpa dapat terjadi secara akut atau kronis, sebagian atau seluruhnya, dan pulpa dapat terinfeksi atau steril. Dua jenis inflamasi kronis gigi yang pulpanya terbuka secara klinis yaitu pulpitis kronis dan pulpitis hiperplastis kronis. Pulpitis kronis berasal dari pulpa terbuka yang disebabkan karena karies maupun trauma. Bentuk akut dari pulpitis umumnya mengalami rasa sakit yang cepat, sebentar dan menyakitkan. Bentuk kronis hamper tanpa gejala atau hanya terasa sakit sedikit karena biasanya berjalan lama.

Klasifikasi penyakit pulpa terutama berasal dari gejala. Batas antara iritasi pulpa yang menyebabkan stimulasi produktif pembentukan dentin sekunder dan yang menyebabkan hiperemi pulpa tidak jelas, begitu juga batas antara iritasi yang menyebabkan hiperemi dan pulpitis juga tidak jelas. Reaksi tidak hanya tergantung pada derajat iritasi pulpa, namun juga pada resistensi jaringan pulpa. Nilai klasifikasi klinis terletak pada penggunaannya oleh klinisi untuk menentukanperlindungan dan perawatan yang tepat, prognosis endodontik, dan mungkin perawatan restoratif (Grossman et al, 1995).2.4.1. Invasi Bakteri ke Pulpa

Bakteri yang sering ditemukan pada pulpa vital yang terinfeksi adalah Streptococcus dan Staphylococcus. Bakteri dapat masuk ke pulpa melalui tiga cara yaitu pertama, invasi langsung melalui dentin, fraktur mahkota atau akar, terbukanya pulpa pada waktu preparasi kavitas, atrisi, erosi, abrasi, atau retak pada mahkota.Kedua, invasi melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe yang terbuka, yanga da hubungannya dengan penyakit periodontal, suatu kanal aksesoris pada furkasi, infeksi gusi atau saat scalling gigi. Ketiga, invasi melalui darah, yakni selama penyakit infeksius atau baktermia transien. Bakteri dapat menembus dentin pada waktu preparasi kavitas karena kontaminasi lapisan smear, karena penetrasi bakteri melalui tubuli dentin yang terbuka disebabkan oleh proses karies dan oleh karena tindakan operatif yang tidak bersih. Bakteri dan toksin menembus tubuli dentin, dan pada waktu mencapai pulpa menyebabkan inflamasi (Grossman et al, 1995).2.4.2. Macam-macam Penyakit Pulpa

a. Pulpitis Reversible

Pulpitis reversible simtomatik ditandai dengan rasa sakit tajam yang hanya sebentar, tidak timbul secara spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya telah ditiadakan. Pulpitis reversible adalah suatu kondisi inflamasi pulpa yang disebabkan stimulasi noksius, tetapi pulpa mampu kembali pada keadaan tidak terinflamasi setelah stimuli ditiadakan (Grossman et al, 1995).Diagnosis berdasarkan suatu studi mengenai gejala pasien danberdasarkan tes klinis. Rasa sakitnya tajam, berlangsung beberapa detik, danumumnya berhenti bila stimulus dihilangkan. Dingin, manis, atau masam biasanya menyebabkan rasa sakit. Rasa sakit dapat menjadi kronis. Meskipun masing-masingparoksisme (serangan hebat) mungkin berlangsung sebentar, paroksisme dapatberlanjut berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Pulpa dapat sembuh samasekali, atau rasa sakit dapat tiap kali dapat berlangsung lebih lama dan interval keringanan dapat menjadi lebih pendek, sampai akhirnya pulpa mati (Grossman et al, 1995). Perawatan terbaik untuk pulpitis reversible adalah penumpatan pada awal karies, desensitasi lehergigi dimana terdapat resesi gingival, penggunaan semen dasar sebelum penumpatan dan perhatikan pada preparasi kavitas dan pemolesan dianjurkan untuk mencegah pulpitis. Prognosis untuk pulpa adalah baik bila iritan diambil cukup dini, bila tidak maka kondisi tersebut akan berkembang menjadi pulpitis irreversible (Grossman et al, 1995).

b. Pulpitis Ireversible

Pulpitis ireversible adalah kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat simtomatik maupun asimtomatik yang disembabkan oleh stimulus noksius. Pulpitis ireversible akut menunjukkan rasa sakit biasanya disebabkan oleh stimulus panas atau dingin, atau rasa sakit yang timbul spontan. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit sampai berjam-jam dan tetap ada setelah stimulus dihilangkan. Perbedaan klinis pulpitis reversible dan ireversible secara kuantitatif adalah rasa sakit pada pulpitis ireversible adalah lebih parah dan berlangsung lebih lama. Perawatan yang dilakukan adalah pulpektomi atau pulpotomi, penumpatan dengan medikamen intrakanal sebagai desinfektan atau obtunden seperti dengan kresatin, kresophen, eugenol, atau formokresol (Grossman et al, 1995).

c. Nekrosis PulpaNekrosis pulpa adalah matinya pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya. Nekrosis pulpa dapat terjadi oleh karena injuri yang membahayakan pulpa seperti bakteri, trauma maupun injuri kimiawi. Gigi yang kelihatan normal dengan pulpa nekrotik tidakmenyebabkan gejala rasa sakit. Diskolorisasi gigi adalah indikasi pertamabahwa pulpa mati. Gigi dengan nekrosis sebagian dapat bereaksi terhadap perubahan termal, karena adanya serabut saraf vital yang melalui jaringan inflamasi di dekatnya (Grossman et al, 1995).

d. Gangren PulpaGangren pulpa adalah keadaan gigi dimana jarigan pulpa sudah mati. Sebagai sistem pertahanan pulpa sudah tidak dapat menahan rangsangan sehingga jumlah selpulpa yang rusak menjadi semakin banyak dan menempati sebagian besar ruangpulpa. Sel-sel pulpa yang rusak tersebut akan mati dan menjadi antigen sel-sel sebagian besar pulpa yang masih hidup. Proses terjadinya gangren pulpa diawali olehproses karies. Karies dentin adalah suatu penghancuran struktur gigi oleh aktivitas bakteri dalam plak gigi. Faktor-faktor penyebab karies adalah bakteri, karbohidrat makanan, kerentanan permukaan gigi serta waktu (Grossman et al, 1995).Perjalanan gangren pulpa dimulai dengan adanya karies yang mengenai email (karies superfisialis), dimana terdapat lubang dangkal, tidak lebih dari 1mm, selanjutnya proses berlanjut menjadi karies pada dentin (karies media) yang disertai dengan rasa nyeri yang spontan pada saat pulpa terangsang oleh suhu dingin atau makanan yang manis dan segera hilang jika rangsangan dihilangkan. Karies dentin kemudian berlanjut menjadi karies pada pulpa yang didiagnosa sebagai pulpitis. Pada pulpitis terdapat lubang lebih dari 1 mm, padapulpitis terjadi peradangan kamar pulpa yang berisi saraf, pembuluh darah, dan danpempuluh limfe, sehingga timbul rasa nyeri yang hebat, jika proses karies berlanjut dan mencapai bagian yang lebih dalam (karies profunda), maka akan menyebabkan terjadinya gangren pulpa yang ditandai dengan perubahan warna gigi terlihatberwarna kecoklatan atau keabu-abuan, dan pada lubang perforasi tersebut terciumbau busuk akibat dari proses pembusukan dari toksin bakteri (Grossman et al, 1995).Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan objektif (extraoral dan intraoral). Berdasarkanpemeriksaan klinis, secara objektif didapatkan :a. Karies profunda

b. Pemeriksaan sonde (-)

c. Pemeriksaan perkusi (-)d. Pemeriksaan foto rontgen, terlihat suatu karies yang besar dan dalam, dan terlihatjuga rongga pulpa yang telah terbuka dan jaringan periodontium memperlihatkanpenebalan.BAB 3

METODE PENELITIAN3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriktif retrospekstif. Penelitian deskriktif retrospekstif ialah penelitian non-eksperimental dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek yang berupa penyakit atau status kesehatan tertentu, dengan model pendekatan point time (Watik, 2008). Teknik pengambilan sampel menggunakan data sekunder, yakni cara pengambilan sampel berdasarkan data yang sudah ada dan kejadian pencatatannya yang sudah terdahulu. Populasi artinya mengambil sampel siapa saja yang ada atau kebetulan ditemui (Notoatmodjo, 2005)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Genteng dan Puskesmas Mayang pada tanggal 4 Februari -1 Mei 2013.

3.3 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang ke poli gigi di RSUD Genteng dan Puskesmas Mayang adalah sebesar 610 pasien.

3.4 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah pasien yang datang ke poli gigi RSUD Genteng dan Puskesmas Mayang dengan diagnosa gangren pulpa sejumlah 182 pasien.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Penelitian ini merupakan penlitian yang berlangsung pada RSUD Genteng dan Puskemas Mayang, yang dilaksanakan pada tanggal 4 Februari hingga 1 Mei 2013. Penelitian atau ilmu kedokteran gigi masyarakat ini di lakukan selama 6 minggu. Dalam waktu 12 minggu tersebut ada 10 penyakit gigi dan mulut terbesar yang di tangani di poli gigi yang di tampilkan pada tabel berikut ini.Tabel. 10 Penyakit Terbesar yang Ditangani di RSUD Genteng dan Puskesmas MayangNo.Tempat12345678910

1.RS Genteng27196964638451710268

2.Puskesmas Mayang22731132740938051328

Total4992182338647831761596

Keterangan :1. Periodontitis6. Gingivitis Marginalis Kronis

2. Persistensi 7. Hiperemi Pulpa

3. Gangren Pulpa8. Pulpitis

4. Abses9. Impaksi

5. Gangren Radix 10. Ulcus DecubitusDiagram. Perbandingan Jumlah Penyakit Gangren Pulpa pada RSUD Genteng dan Puskesmas Mayang

Tabel. Distribusi Pasien dengan Keluhan Gangren Pulpa Berdasarkan Macam Perawatan di RSUD Genteng dan Puskesmas MayangNoTempatIIIIII

1RS Genteng36132069

2Puskesmas Mayang87323113

Total1231643182

Keterangan:Kelompok I

: Medikasi (desinfeksi saluran akar dan antibiotik )

Kelompok II

: Ekstraksi

Kelompok III

: TumpatanDiagram. Distribusi Pasien dengan Keluhan Gangren Pulpa berdasarkan Macam Perawatan di RS Genteng

Berdasarkan diagram di atas menunjukkan bahwa pada RSUD Genteng kejadian penyakit gangren pulpa adalah sebesar 69 kasus. Data yang diperoleh pada penyakit gangren pulpa di RSUD Genteng adalah sebagai berikut; gangren pulpa dengan medikasi adalah rencana perawatan terbanyak dengan jumlah 52 %, gangren pulpa dengan rencana perawatan tumpatan sebesar 29 %, dan dengan rencana perawatan ekstraksi sebesar 19 %.

Diagram. Distribusi Pasien dengan Keluhan Gangren Pulpa berdasarkan Macam Perawatan di Puskesmas Mayang

Berdasarkan diagram di atas menunjukkan bahwa pada Puskesmas Mayang kejadian penyakit gangren pulpa merupakan dengan jumlah lebih besar yaitu 113 kasus, apabila dibandingkan dengan RSUD Genteng. Data yang diperoleh pada penyakit gangren pulpa di Puskesmas Mayang adalah sebagai berikut; gangren pulpa dengan medikasi adalah rencana perawatan terbanyak dengan jumlah 75 %, gangren pulpa dengan rencana perawatan tumpatan sebesar 22 %, dan dengan rencana perawatan ekstraksi sebesar 3 %.4.2 Pembahasan

Di poli gigi RSUD Genteng dan Puskesmas Mayang didapatkan beberapa penyakit gigi dan mulut. Kunjungan tertingi 182 pasien yaitu untuk penyakit gangren pulpa. Kasus terbanyak berikutnya yaitu persistensi, gangren radix, hiperemi pulpa, periodontitis, gingivitis marginalis kronis,abses, pulpitis, impaksi dan jumlah yang paling sedikit adalah dengan keluhan pasien ulcus decubitus.Karies berawal dari iritasi pulpa.Hiperemi pulpa merupakan lanjutan dari iritasi pulpa. Hiperemi pulpa adalah suatu keadaan dimana lapisan dentin mengalami kerusakan , terjadi sirkulasi darah bertambah karena terjadi pelebaran pembuluh darah halus di dalam pulpa. Kunjungan pasien dengan kasus ini merupakan terbanyak keempat. Diagnosa dilakukan dengan melakukan tes dingin (+), perkusi (-), druk (-). Untuk karies media dapat langsung ditumpat.Pulpitis akut merupakan kondisi inflamasi pulpa gigi yang terjadi dengan tiba-tiba atau dapat juga terjadi karena kondisi eksaserbasi dari inflamasi kronis (Rajendran, and Sivapathasundharam, 2009). Pulpitis disebabkan oleh karies gigi yang berpenetrasi melewati email dan dentin, kemudian mencapai pulpa. Selain itu, pulpitis akut juga bisa disebabkan oleh trauma, baik trauma mekanis ataupun termal (Kakehashi dkk., 1965; Rajendran, and Sivapathasundharam, 2009; Tarigan, 2002). Pulpitis akut dapat berlanjut menjadi pulpitis kronis (Cawson and Odell, 2008). Pulpitis akut memiliki tanda-tanda klinis berupa nyeri tajam atau berdenyut dan biasanya terjadi selama beberapa menit (10-15 menit). Asal nyeri susah dicari bahkan nyeri dapat menyebar jauh dari pusat kerusakan. Rasa nyeri dapat terjadi karena rangsang panas, dingin dan stimulus manis (Coulthard, 2003). Pasien datang untuk berobat pada keadaan ini.Jumlah kunjungan pasien pulpitis merupakan pasien kedelapan terbanyak

Jumlah kasus tertinggi yaitu gangren pulpa. Jumlah pasien dengan penderita gangren pulpa di masing-masing tempat adalah di RSUD Genteng dengan jumlah pasien gangren pulpa adalah 69 pasien, sedangkan Puskesmas Mayang dengan jumlah pasien gangren pulpa adalah 113. Hasil ini diperoleh dengan jumlah terbanyak pada tempat di Puskesmas Mayang.

Proses terjadinya gangren pulpa diawali olehproses karies. Karies dentin adalah suatu penghancuran struktur gigi (email, dentin dan sementum) oleh aktivitas sel jasad renik (mikroorganisme) dalam dental plak. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan objektif (extraoral dan intraoral). Berdasarkanpemeriksaan klinis, secara objektif didapatkan :

1. Karies profunda (+)2. Pasien tidak merasakan sakit3. Pemeriksaan perkusi (-), dengan menggunakan ujung kaca mulut yang bulat,diketuk-ketuk kedalam gigi yang sakit, hasilnya (-). Pasien tidak merasakan sakit.4. Pemeriksaan penciuman, dengan menggunakan pinset, ambil kapas lalu sentuhkan pada gigi yang sakit kemudian cium kapasnya, hasilnya (+) akan tercium bau busuk dari mulut pasien

5. Pemeriksaan foto rontgen, terlihat suatu karies yang besar dan dalam, dan terlihatjuga rongga pulpa yang telah terbuka dan jaringan periodontium memperlihatkanpenebalan.

(Kartini, 2009)

Gangren pulpa banyak ditemukan pada pasien di poli gigi RSUD Genteng dan Puskesmas Mayang karena pasien banyak datang dengan kondisi gigi berlubang besar dan sering sakit. Pasien ingin mengobati giginya agar tidak sakit lagi. Umumnya pada pemeriksaan perkusi dan druk negative sehingga dapat disimpulkan diagnosa dari gigi tersebut adalah gangren pulpa.Hasil pada tabel perawatan pasien dengan keluhan gangren pulpa berdasarkan macam perawatan di RSUD Genteng dan Puskesmas Mayang didapatkan bahwa perawatan medikasi menempati urutan pertama dengan jumlah 123, dengan perawatan ekstraksi berjumlah 16, dan dengan perawatan tumpatan sebesar 43. Perawatan medikasi merupakan perawatan terbanyak karena pasien sudah datang dalam keadaan sakit dan pasien cenderung takut apabila dilakukan perawatan dengan dilakukan open bur.

Berdasarkan macam perawatan di RSUD Genteng dan Puskesmas Mayang, perawatan yang paling banyak dilakukan untuk menangani penyakit gangren pulpa adalah dengan medikasi yang berjumlah 123 kasus. Hal ini sesuai dengan Pedoman Perawatan di Puskesmas tahun 2007 untuk gangren pulpa, terapi yang dilakukan yaitu:1. Bila tidak ada tenaga kesehatan gigi, gigi dibersihkan dengan semprot air, lalu dikeringkan dengan kapas.

2. Bila sudah ada radang periapikal berikan antibiotik Amoksisilin 500 mg

3x sehari selama 5 hari, bila terjadi alergi amoksisilin gunakan antibiotika pilihan

3. Kedua, eritromisin atau kotrimoksazol. Pada kasus yang berat : penisilin prokain 600.000 IU/hari selama 3 hari. Kalau perlu diberi parasetamol 500 mg 3 xsehari.

4. Sesudah peradangan reda gigi dicabut atau pasien dirujuk ke rumah sakit untuk perawatan syaraf

(Departemen Kesehatan, 2007)

Terapi pada gangren pulpa :

1. Pembuangan jaringan karies

2. Pembukaan atap pulpa

3. Sterilisasi cavitas.

4. Pemberian obat untuk jaringan pulpa ( TKF, CHKM, chresophene atau rockle ).

5. Fletcer atau cavit.

6. Pasien disuruh kembali antara 4 7 hari lagi.

7. Prosedur ini dilakukan minimal 2 kali sehari dengan mengganti obat dalam pulpa. Kalau masih ada bau ganggren atau rasa sakit kalau gigi diperkusi, penggantian obat dilakukan lagi berulang-ulang sampai tidak ada rasa sakit lagi ketika gigi diperkusi. Sesudah pulpa steril proses selanjutnya tumpatan tetap (Akmal, 2004)Pada kasus gangren pulpa, prosedur pertama yang harus dilakukan adalah medikasi, baik dengan cara desinfeksi saluran akar yang disertai oleh pemberian medikasi saluran akar, maupun pemberian antibiotik per oral. Medikasi bertujuan untuk memusnahkan mikroorganisme yang ada di dalam saluran akar. Obat saluran akar sebaiknya diganti tiap minggu dan tidak boleh lebih dari dua minggu, karena dapat menjadi cair oleh eksudat periapikal dan membusuk karena interaksi dengan mikroorganisme (Grossman dkk, 1995).

Fungsi obat sterilisasi saluran akar antara lain:

a. Untuk membantu mengeluarkan mikroorganisme

b. Mengurangi rasa sakit

c. Menghilangkan eksudat periapikald. Mempercepat penyembuhan dan pembentukan jaringan keras

e. Mengontrol resorbsi radang (Walton dan Torabinejad, 1998)Bahan-bahan yang dipakai untuk sterilisasi saluran akar di RSD Genteng dan Puskesmas Mayang antara lain:

1. Eugenol, merupakan kelompok minyak esensial kimiawi minyak cengkeh yang memiliki hubungan dengan fenol. Eugenol dapat menghalangi impuls saraf interdental dan memiliki efek desinfektan lemah. Biasanya pemakaiannya dikombinasikan dengan ChKM.

2. ChKM (Chlorofenol Kamfer Menthol), merupakan kelompok fenol disertai kamfer sebagai pengencer guna mengurangi efek iritasi. ChKM dapat memusnahkan berbagai mikroorganisme yang biasa ditemukan pada saluran akar yang terinfeksi.

3. TKF (Trikresol Formalin), merupakan kombinasi formalin dan kresol, yang berfungsi sebagai desinfektan kuat. Formokresol adalah suatu medikamen bakterisidal yang tidak spesifik dan sangat efektif terhadap organisme aerobik dan anaerobik yang ditemukan dalam saluran akar (Grossman, 1995).

Selain medikasi intra pulpa, pasien gangren pulpa di RSD Genteng dan Puskesmas Mayang juga diberi medikasi antibiotik per oral sebagai suatu perawatan tambahan infeksi periapikal akut atau jika terdapat infeksi periodontal. Antibiotik yang paling efektif untuk digunakan pada endodontik darurat adalah Penicilin. Contohnya adalah Amoksisilin. Cara kerjanya adalah menghambat sintesis dinding sel pada waktu perkembangbiakan mikroorganisme. Kekuatan mikrobialnya adalah bakterisidal. Penicilin efektif terhadap kokus gram positif dan banyak anaerob yang terlibat dalaminfeksi endodontik (Grossman, 1995).Berdasarkan penatalaksanaan perawatan gangren pulpa menurut teori terdapat perbedaan perawatan yang dilakukan di RSUD Genteng dan Puskesmas Mayang. Hal ini dikarenakan beberapa alasan di antaranya yaitu pengobatannya yang sesuai dengan keinginan pasien, ketersediaan sarana dan prasarana poli gigi yang terbatas, dan juga keahlian dokter gigi serta kemampuan pasien dalam membayar biaya perawatan.

Perawatan gangren pulpa di puskesmas Mayang yaitu dengan pemberian eugenol dan tumpat sementara serta pemberian antibiotik dan analgesik pada kunjungan pertama. Kemudian setelah tiga hari, pada kunjungan kedua dilakukan pemeriksaan perkusi dan druk. Apabila tidak ada keluhan dilanjutkan dengan tumpatan tetap. Apabila kondisi gigi gangren pulpa disertai periodontitis yang ditandai dengan adanya kegoyangan gigi, maka dilakukan ekstraksi.Sedangkan perawatan gangren pulpa di RSUD Genteng dilakukan pemeriksaan perkusi dan druk pada gigi yang dikeluhkan pasien. Apabila terdapat tidakada keluhan, maka gigi tersebut dimedikasi dengan eugenol, pulperyl, dan tumpatan sementara. Pasien diinstruksikan datang kembali satu minggu kemudian untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan yaitu sterilisasi dengan ChKM. Setelah satu minggu, bila tidak ada keluhan sakit maka dilakukan penumpatan permanen. Apabila pasien ingin giginya dicabut maka tetap dilakukan ekstraksi meskipun gigi tidak goyang.Peradangan pulpa dapat menyebabkan penyakit pada jaringan periodontal. Kerusakan jaringan periodontal yang disebabkan oleh penyebaran penyakit pulpa dapat bersifat bacterial, mekanis, daan kimiawi. Dalam proses peradangan, yang paling berperan adalah perubahan pulpa yang terkena infeksi yang umumnya kronis. Protein mengalami denaturasi dan toksin yang dibebaskan pada proses oengrusakan pulpa dan dapat menjalar dan menimbulkan reaksi yang bersifat infeksi pada jaringan periodontal. Eksudat yang dihasilkan menekan tulang alveolar sekelilingnya dan hal ini dapat mengakibatkan resorpsi tulang.

Jika tulang diganti oleh jaringan granulasi akan terbentuk granuloma, sedangkan jika terjadi proliferasi epitel Mallasez, akan terbentuk kista. Kerusakan jaringan periodontal kronis tanpa gejala lebih sering ditemukan daripada bentuk periodontitis akut. Biasanya kerusakan ini terutama sering ditemukan di daerah periapeks , tetapi infeksi dapat juga meluas ke jaringan periodontal lateral atau interradikuler. Pulpa yang mengalami infeksi berat atau nekrosis dapat menyebabkan peradangan periodontal melalui saluran akar atau tubuli dentin (Rasinta, 2002).

Hasil pemeriksaan gangren pulpa disertai periodontitis :Pemeriksaan perkusi (+)Pemeriksaan druk (-)Reaksi panas/dingin (-)

Pemeriksaan panas/dingin (-)

Terapi pada gangren pulpa dengan periodontitis:

1. Pembuangan jaringan karies.

2. Pembukaan atap pulpa

3. Sterilisasi cavitas.

4. Tutup dengan kapas (longgar).

5. Pemberian antibiotik dan analgesik per oral

6. Intruksikan pasien kembali 3 hari lagi.

7. Sesudah pasien kembali dan gigi tidak sakit ketika diperkusi, perawatan selanjutnya sama dengan perawatan gangren pulpa.

Catatan : Prosedur ini dilaksanakan kalau gigi masih memungkinkan untuk dilakukan penambalan tetap (Akmal, 2004).Kunjungan pasien dengan periodontitis merupakan kunjungan terbanyak kelima. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa penyakit gigi dan mulut yang banyak ditemukan di masyarakat diantaranya adalah periodontitis (Indirawati, 2002). Periodontitis merupakan keradangan pada jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme tertentu dan mengakibatkan kerusakan ligamen keduanya (Carranza dkk., 2006). Terapi yang dilakukan di puskesmas Mayang dan RSD Genteng yaitu medikasi.

Gangren pulpa yang tidak dirawat lama kelamaan akan keropos dan menjadi gangren radix. Kunjungan terbanyak ketiga adalah gangren radix. Terapi yang diberikan terutama medikasi baru kemudian ekstraksi. Medikasi dilakukan untuk memusnahkan mikroorganisme yang terdapat di saluran akar. Gangren radix sebaiknya harus dicabut agar tidak menjadi lokal infeksi dalam rongga mulut. Sayangnya ,ekstraksi jarang dilakukan di Puskesmas Mayang kecuali gigi dalam keadaan goyang. Hal ini mungkin dikarenakan keengganan tenaga medis dalam melakukan ekstraksi. Dimana untuk tindakan ekstraksi pasien tidak ditarik biaya sama sekali. Hal ini berbeda dengan di RSD Genteng. Ekstraksi sering dilakukan karena ada biaya yang harus dibayar oleh pasien. Proses infeksi pada jaringan pulpo-periapikal dapat menyebabkan beberapa kondisi ketika melibatkan jaringan periapikal, dapat berupa granuloma, abses, kista, atau osteomyelitis. Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang terinfeksi, namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar kearah jaringan periapikal secara progresif (Topazian, 2002). Jumlah kunjungan pasien terbanyak ketujuh yaitu abses. Terapi yang diberikan di Puskesmas Mayang dan RSD Genteng yaitu medikasi. Namun di RSD Genteng terkadang dilakukan ekstraksi.

Pertimbangan dilakukan tindakan medikasi dengan kondisi abses yaitu berdasarkan teori infeksi local menyatakan bahwa mikroorganisme di daerah infeksi terbatas, seperti misalnya abses dapat masuk ke saluran darah dan saluran limfe membentuk kelompok mikroorganismesehingga dapat terjadi penyebaran ke spasia-spasia lain. Oleh karena itu sebelum tindakan ekstraksi harus dilakukan medikasi untuk meredakan focus infeksi dan gejala-gejalanya (Grossman, 1995).Pertimbangan dilakukukan ekstraksi apabila terdapat keterlibatan jaringan periodontal yang parah yaitu gigi goyang derajat 3 dengan memperhatikan keadaan umum pasien, oral hygiene, kekooperatifan pasien, serta atas kehendak pasien. Selain itu pencabutan dilakukan setelah gejala akutnya mereda artinya abses sudah dalam keadaan kronis. Hal ini ditandai dengan sudah terjadinya drainase spontan (sudah ada fistula) (Karasutisna, 2001; Piriz et al,2007) . Dokter gigi harus memberikan penjelasan mengenai resiko tindakan pencabutan dalam kondisi abses dan memberikan instruksi yang jelas keada pasien setelah dilakukan pencabutan. BAB 5

KESIMPULAN

Kasus terbanyak yang terjadi di Puskesmas Mayang dan RSUD Genteng yaitu gangrene pulpa. Gangren pulpa adalah keadaan gigi dimana jaringan pulpa sudah mati sebagai sistem pertahanan pulpa sudah tidak dapat menahan rangsangan sehingga jumlah selpulpa yang rusak menjadi semakin banyak dan menempati sebagian besar ruangpulpa. Hal ini dikarenakan pasien banyak datang dengan kondisi gigi berlubang besar dan sering sakit. Pasien ingin mengobati giginya agar tidak sakit lagi. Umumnya pada pemeriksaan perkusi dan druk negatif sehingga dapat disimpulkan diagnosa dari gigi tersebut adalah gangren pulpa.

Berdasarkan penatalaksanaan perawatan gangren pulpa menurut teori terdapat perbedaan perawatan yang dilakukan di RS Genteng dan Puskesmas Mayang. Hal ini dikarenakan beberapa alasan di antaranya yaitu pengobatannya yang sesuai dengan keinginan pasien, ketersediaan sarana dan prasarana poli gigi yang terbatas, dan juga keahlian dokter gigi serta kemampuan pasien dalam membayar biaya perawatan.DAFTAR PUSTAKACawson, R.A., and Odell, E.W., 2008, Cawsons Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine, Churcill Livingstone Elsevier, UK

.Coulthard, P., 2003, Oral and Maxillofacial Surgery, Radiology, Pathology and Oral Medicine, Elsevier, UKDepartemen Kesehatan. 2007. Pedoman Pengobatan di Puskesmas. Departemen Kesehatan. Jakarta

Eddy, Akmal. 2008. Prosedur Perawatan Gigi dan Mulut Universitas Hasanuddin. Makasar. http://dentalhome.wordpress.com. Diakses tanggal 25 Mei 2013.Grossman L, Oliet S dan Rio. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Jakarta: EGC.

Julianti R, Dharma MS, Erdaliza, Anggia D, Fahmi F, dkk.2008. Gigi dan mulut. Pekanbaru. http://yayanakhyar.wordpress.com. Diakses tanggal 22 Mei Kakehashi, S., Stanley, H.R., and Fitzgerald, R.J., 1965, The Effects of Surgical Exposures of Dental Pulps Ingerm-Free and Conventional Laboratory Rats. Oral Surg Oral Med Oral Pathol, (20): 340-92013.Karasutisna, T. 2001. Infeksi Odontogenik. Edisi 1. Bandung. Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas PadjajaranKawuryan, Uji. 2008. Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut dengan Kejadian Karies Gigi Anak SDN Kleco II Kelas V dan VI Kecamatan Laweyan Surakarta. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.Kidd, Edwina A.M dan Bechal. 1987. Dasar-Dasar Karies, Penyakit dan Penanggulangannya. Terjemahan oleh: Narlan S dan Safrida F. 1991. Jakarta: EGC.Kwan, SYL; Peterson, PE; Pine, CM; Boruta, A. 2005. Health-21 Promoting Schools: an Opportunity for Oral Health Promotion. Bulletin of WHO, September, 83 (9): 677-585Lamp. SK. Menkes. 2005. Kebijakan Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga.

Keputusan Menkes No.1415/Menkes/SK/X/2005Leavell, HR. dan Clark, EG. 1965. Preventive Medicine for the Doctor in his Community. Mc. Graw Hill Book Co. New York.Moynihan, PJ. 2005. The role and nutrition in the etiology and preventing oral diseases. Bulletin WHO, September, 85 (9) 604-699.Notoatmojo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Lopez-Piriz, R. Aguilar, L. Gimenez, MJ. Management of Odontogenic Infection of Pulpal and Periodontal Origin. Med Oral Patol Oral Cir Bucal12: E1549

Purwanto. 2009. Peran Streptococcus mutans dan Monosit Pada Degradasi Kolagen Tipe IV dan Agregasi Kolagen Platelet. Tidak Diterbitkan. Disertasi. Malang: Program Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.Rajendran, and Sivapathasundharam, 2009, Shafers Textbook of Oral Pathology, 6th edition, Elsevier, New DelhiSheiham, A. 2005. Oral Health, General Health and Quality of Life. Buletin WHO. September 83 (9); 641-720

Soesilo, D, Santoso, R.E, dan Diyatri, I. Peran Sorbitol Dalam Mempertahankan Kestabilan pH saliva Pada Proses Pencegahan Karies. Majalah Kedokteran Gigi (Dent.J.). Vol 38 No 1 Januari 2005: 25-28.

Stamatova, Iva Vaseva. 2010. Probiotic Activity of Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgarius in the Oral Cavity. Journal of University of Helsinki, Finland.Tarigan, Rasinta. 2002. Perawatan Pulpa Gigi Endodonti.Jakarta:EGCWatik. 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan edisi 1. Jakarta: Rja Grafindo Persada.30

_1431108834.xlsChart1

87

3

23

Column1

PUSKESMAS MAYANG

Sheet1

Column1

MEDIKASI87

EXO3

TUMPATAN23

Sheet1

_1431108840.xlsChart1

69

113

rerata

Sheet1

RS GENTENGPKM MAYANG

rerata69113

_1431085097.xlsChart1

36

13

20

Column1

RS GENTENG

Sheet1

Column1

MEDIKASI36

EXO13

TUMPATAN20

Sheet1