Penanganan Preoperatif Pada Pasien Dengan Obesitas Berat
-
Upload
renny-marlina-toreh -
Category
Documents
-
view
285 -
download
20
description
Transcript of Penanganan Preoperatif Pada Pasien Dengan Obesitas Berat
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Penanganan perioperatif pada pasien dengaan obesitas berat:
Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.
Abstrak
Tujuan Obesitas menyebar sangat luas dan kerap kali disalah artikan sebagai
malformasi bentuk tubuh. Artikel ini akan memberikan pandangan terkini kepada ahli
anastesi tentang keaneka ragaman pembahasan patofisiology dari obesitas itu sendiri,
sehingga diharapkan akan membantu mempersiapkan perencanaan preoperasi pada
grup pasien dengan obesitas, yang mana dapat dikatakan cukup menantang.
Temuan Obesitas merupakan manifestasi dari malformasi kegagalan multifungsi dari
beberapa organ, yang kemudian akan meningkatkan tingkat mortalitas dan morbiditas.
Kelenjar Adiposa atau kelenjar lemak, berfungsi bukan hanya sekedar sel penyimpan
lemak. Namun juga menghasilkan sel lemak atau yang dikenal sebagai adiposit, yang
secara fisiologi berfungsi mensekresi substansi aktif yang mengakibatkan inflamasi ,
remodeling system pembuluh darah , inflamasi saluran pernafasan serta pembentukan
mikrovaskuler baru. Hal ini berkaitan erat dengan beberapa kelainan diantaranya
resistensi insulin, sindroma metabolic, yang mana hal hal tersebut akan mengaktifasi
makrofag. Hal tersebut dapat mengarah ke disfungsi organ khususnya system
cardiovaskuler dan menimbulkan masalah pada system pulmoner. Seorang ahli anastesi
haruslah jeli dalam mengenali sleep apnea disorder dengan hypoventilasi disorder yang
sering kali terjadi pada orang dengan obesitas . kedua hal tersebut dapat berakibat fatal
apabila disepelekan. Penanganan preoperasi sangatlah menantang, yang mana hal
tersebut berkaitan erat dengan system cardiovaskuler, system respirasi, optimalisasi
system metabolic, meminimalisir kerugian opioid sistemik, penggunaan anastesi regional
yang efektif serta pola nutrisi serta mobilisasi mengingat tingginya angka defisiensi
mirkronutrient pada orang dengan obesitas. Resiko kekeliruan dalam pendosisan obat
pada pasien obese cukup tinggi, oleh karena itu dibutuhkan pengertian dan pengkajian
lebih lanjut mengenai dosis premedikasi menurut berat badan.
Kesimpulan Kepustakaan secara jelas menitikberatkan obesitas sebagai kelainan
multisystem, dan anastesiologist yang menangani pasien dengan obesitas harus lebih
awas dan teliti dalam perhitungan dan pemberian dosis premedikasi, mengingat
berbagai perubahan yang jerjadi pada system organ pasien obesitas, sehingga dapat
memberikan pelayanan dengan kualitas terbaik.
1
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Daftar isi
Bagian 1
Intisari
Pendahuluan
Apa itu obesitas
Sel Adiposit sebagai faktor kunci patofisiology obesitas
Gambaran umum mengenai adiposity
Adiposity dan free fatty acid ( lemak bebas)
Jaringan perivaskuler adipose
Jaringan adipose epicardial
Peredaran darah pada jaringan adipose
Sindrom metabolic
Disfungsi kardiovaskuler pada obesitas – penerapan dan optimalisasi
Peredaran darah miocard pada obesitas dan sindrom metabolic
Hipertrofi ventrikel
Fibrilasi atrium
Gagal Jantung
Penanganan penyakit jantung resiko tinggi dan optimalisasi medikamentosa
Disfungsi pernafasan pada obesitas – penerapan dan optimalisasi
Perubahan fisiologis system pulmoner
Kelainan pernafasan yang berhubungan dengan obesitas
OSA – obstructive sleep apnea
OHS – Obesity hypoventilation syndrome
Status nutrisi pada obesitas
Bagian 2
Perawatan saat operasi
Farmakologi preoperasi
Akses vaskuler
Monitor tekanan darah
Fungsi GIT – atas dan resiko aspirasi isi lambung
Penatalaksanaan saluran udara (airway)
Video dan laringoskop optic
Intubasi melalui masker laring (LMA) – laryngeal mask airway
2
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Conventional laryngeal mask airways
Oksigenasi dan ventilasi
Preoksigenasi
Maneuver tekanan positif pada akhir respirasi
Model – model ventilasi
Posisi pasien
Posisi Supine
Posisi prone
Posisi litotomi
Posisi trendelenburg
Posisi Lateral
Anestesi regional pada pasien obese
Blok pleksus brakial
Anestesi dan analgesia neuroaksial
Blok trunkus
Perawatan post operasi
Penanganan penting anastesi
Optimalisasi fungi paru dan optimalisasi oksigenase
Kontrol rasa sakit
Resiko infeksi
Resiko tromboemboli dan profilaksis
Mobilisasi
Dukungan nutrisi
Kesimpulan
INTISARI
Obesitas bukan hanya semata mata kelainan bentuk tubuh, namun juga
merupakan inflamasi kronik yang terjadi multisystem
Adanya aliran mikrovaskuler merupakan suatu kelainan yang muncul
mendahului terjadinya ateroma
Dilatasi atrium kiri dan fibrilasi atrium sering reejadi pada orang obese
Gagal jantung diastolic seringkali sulit dikenali, oleh karena itu perlu
ditelaah dan pengkajian lebih mendalam
Semua pasien harus di screening untuk hipoventilasi sindrom pada obesitas
seperti layaknya obstructive sleep apnea
3
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Anastesiologist perlu terbiasa menentukan dosis berdasarkan berat badan.
Defisiensi mikronutrient sering terjadi dan biasanya berpotensi serius
Preoksigenasi dapat ditingkatkan dengan posisi yang tepat, seperti juga
pemberian tekanan udara positif yang berkelanjutan atau ventilasi invasive.
Perawatan perlu di perhatikan saat mobilisasi dan penentuan posisi untuk
menghindari kerusakan jaringan dan saraf.
Video laringoskopi dan intubasi laring cukup membantu untuk mempelajari
penanganan airway.
4
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
BAGIAN I
Pendahuluan
Obesitas tepatnya dikatakan epidemic. Sekitar 25% orang kanada dewasa dikategorikan
obesitas, 60% kombinasi kelebihan berat badan dan obesitas, dan hal ini terus
meningkat.1 Perbandingan dengan Negara maju dan berkembang lainnya ditemukan
gambaran 34% dewasa di USA dan 24% di UK , hal ini berdasarkan data tahun 2006 dan
2007.2
Secara anatomis obesitas didefenisikan sebagai penimbunan lemak yang
berlebihan. Secara fisiologi obesitas merupakan kelainan inflamasi multisystem. Artikel
ini membahas pentingnya mengenali adanya disfungsi organ dan sel serta gangguan
metabolic pada pasien dengan obesitas. Sehingga diharapkan pendekatan optimal saat
dilakukan preoperasi.
Apa itu obesitas?
Digambarkan sebagai peningkatan penimbunan lemak cadangan tubuh dalam bentuk
hipertrofi dengan atau atanpa hyperplasia jaringan adipose. Obesitas ditentukan dengan
perhitungan body mass index atau dikenal sebagai indeks masa tubuh. Yang di dapatkan
dari berat badan dalam satuan kilogram dibagi tinggi badan pangkat dua dalam
sentimeter. Dikatakan obesitas apabila memiliki indeks massa tubuh lebih dari 30 kgM -2 ,
morbid obese apabila IMT >35kgM-2 (tabel 1).
Tabel 1 Kategori Indeks Massa Tubuh
Klasifikasi Indeks massa tubuh (kgM-2)
Anoreksia < 17,5
Underweight < 18,5
Normal 18,5-25
Overweight 25-30
Obese 30-40
Morbidly obese 40-50
Super morbidly obese > 50
5
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
IMT sendiri tidak dapat menggambarkan penyebaran lemak tubuh, IMT tidak dapat
optimal dalam menilai orang dengan massa otot besar. Pada kondisi seperti demikian
dikatakan “normal weight obesesity” – obesitas normal.3,4 Obesitas berpengaruh pada
seluruh fungsi organ dan berdiri sendiri dalam penentuan angka mortalitas dan
morbiditas.5,6
Adiposit merupakan faktor kunci yang berpengaruuh dalam patofisiologi obesitas.
Adiposit
Sel lemak atau yang dikenal dengan adiposity, merupakan pusat perubahan fisiologis
yang berhubungan dengan obesitas comorbid. Adiposit mempunyai dua tugas inti. Yang
pertama yakni mengatur lemak dalam hal ini dapat dilihat dari pengendaluan free fatty
acid, atau di kenal sebagai lemak bebas. Yang kedua merupakan fungsi endokrin dan
parakrin yang mempunyai efek terbalik dari obesitas. Secara naktif adiposity
menghasilkan adipokines dalam jumlah besar termasuk didalamnya substansi kmetabolik,
termasuk didalamnya sitokin dan kolagen. (gambar 1). Adipose subkutan menghasilkan
adiponektin dan leptin yang merupakan substansi pro inflamasi.7 Tanda tanda inflamasi di
tunjukan dengan peningkatan makrofag dan sel T, yang kemudian merupakan kombinasi
potens mengakibatkan gangguan pada obesitas.
Secara fisiologis TGA menghasilkan leptin , yang bekerja menurunkan nafsu
makan dan mengaktifkan saraf simpatis yang kemudian bekerja mambakar kalori, dan
mempertahankan energy. Kadar leptin meningkat pada obesitas, namun tingkat resistensi
leptin terlihat tinggi. Adiponektin merupakan hormone yang memberikan perlindungan
terhadap aterosklerosis, merupakan anti diabetes, anti inflamasi, dan berfek anti
hipertensi.
Pada peningkatan oksidasi lemak bebas (FFA), meningkatkan produksi nitrit
oksida yang kemudian berpengaruh pada regulasi atau pengaturan COX2
( siklooksigenase 2). Pada obesitas terjadi penurunan kadar adiponektin. Hal ini
berhubungan dengan meningkatnya resiko hipertensi, hipertensi pulmoner dan atrial,
sindrom koroner akut, serta pembengkakan pada saluran pernafasan.8 Adiponektin
berbanding terbalik dengan aldosteron dan aktifitas simpatik.9
6
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Gambar 1 Adipokin disekresikan oleh adiposit/kompleks sel inflamasi. TNF-α = tumor necrosis factor α; IL = interleukin
Jaringan adiposa perivaskular
Adiposit juga ditemukan di dekat pembuluh darah dan jaringan pembuluh darah organ,
dan dianggap berperan dalam mengendalikan mikrosirkulasi melalui aksi adipokin dan
sitokin. Saat obesitas berlanjut, kenaikan FFA dan keadaan pro inflamasi disempurnakan
oleh adiposit menyebabkan pergeseran dari produksi adiponektin (yang mengganggu
sinyal NF-jb) dan mengarah kepada mikrovaskular TNF-α diperantarai vasokonstriksi
mikrovaskular. Jika tidak diperiksa, proses ini menyebabkan penurunan aliran
miksrovaskular dan berkontribusi terhadap disfungsi organ dan iskemia.12
Jaringan adiposa epikardial
Epikardial lemak menutupi 80% dari permukaan hati dan dapat mencapai 20% berat
jantung. Lemak secara signifikan melekat di ventrikel kanan dari pada di ventrikel kiri.
Adanya lemak berlebih disekitar arteri koroner berhubungan dengan peningkatan resiko
penyakit jantung iskemik,13 dan untuk tingkat yang lebih tinggi, lemak epikardial juga
terkait dengan disfungsi diastolik ventrikel kiri.14
Jaringan adiposa aliran darah
7
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Hiperplasia adiposit tidak disertai dengan peningkatan vaskularisasi jaringan lemak, dan
dibandingkan dengan keadaan non-obesitas, salah satu ciri dari obesitas yang parah
adalah penurunan aliran darah jaringan adiposa (ATBF)15. Penurunan ini sudah terbukti
pada jumlah aliran sejak awal, tapi ada juga penumpulan yang signifikan dari ATBF post
prandial yang biasanya meningkat. Hal ini penting karna kenaikan pasca-prandial pada
aliran darah sangat penting untuk penyerapan dan penyimpanan FFA (yaitu fungsi
proteksi adiposa dalam menurunkan konsentrasi plasma FFA). Selain itu, adiposit
berfungsi sebagai penyedia untuk FFA yang kemudian dapat dilepaskan sebagai bahan
bakar, misalnya selama masa puasa yang berkepanjangan. ATBF yang rendah dapat
merusak manfaat dari pelepasan FFA. Konsekuensi terbesar untuk pasien obesitas adalah
hiperlipidemia post-prandial. Jaringan adiposa airan darah dikontrol oleh sistem saraf
simpatis dan ditingkatkan oleh agen seperti agonis beta. Sisi lainnya adalah beta bloker,
sering digunakan untuk hipertensi atau penyakit jantung iskemik, lebih lanjut dapat
membatasi peningkatan post-prandial pada ATBF dan berpotensi memperburuk
hiperlipidemia post-prandial.
Sindrom Metabolik
Perubahan yang diuraikan diatas membentuk kondisi yang diperlukan untuk
pengembangan sindrom metabolik. Meskipun definisinya bervariasi, untuk tujuan
penelitian, sindrom metabolik mencakup obesitas, hiperlipedemia atau dislipidemia,
resisten insulin, dan hipertensi. Sindrom metabolik disertai dengan peningkatan dari pro-
inflamasi dan mediator protrombotik.16 Pasien obesitas dengan sindrom metabolik
memiliki angka kematian semua kasus yang lebih tinggi dan resiko yang lebih tinggi dari
kedua tipe 2 diabetes dan penyakit kardiovaskular (terutama penyakit arteri koroner dan
gagal jantung).17,18 Ini setidaknya sebagian disebabkan pengaruh dari keadaan pro-
inflamasi dan protrombotik pada aliran darah mikrovaskular dan fungsi organ pada
jantung dan di tempat lain.
Disfungsi kardiovaskular pada obesitas - dampak dan optimalisasi
Obesitas berkaitan dengan gangguan jantung yang bukan penyakit koroner ateromatosa
konvensional.
Aliran darah miokardial pada obesitas dengan sindrom metabolik
8
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Sindrom metabolik disertai dengan perubahan yang signifikan dalam aliran darah
miokard, yang penting, mungkin mendahului terdeteksinya ateroma. Vasodilatasi koroner
sebagai respons terhadap farmakologis atau rangsangan metabolik berkurang, dan
autoregulasi koroner dihambat.19 Dampak pada oksigenasi miokard dapat menjadi bukti
jelas dalam pengaturan dimana cadangan aliran koroner adalah mekanisme pertahanan
yang penting, misalnya selama latihan atau iskemik jantung. Di sisi lain, respon sirkulasi
koroner terhadap agen vasokonstriktor seperti angiotensin II (beredar atau diproduksi
secara lokal oleh adiposit) dan agonis reseptor alpha-1, ditingkatkan pada model hewan
dari sindrom metabolik,20 dan ini sesuai dengan meningkatnya aktivitas sistem renin-
angiotensin-aldosteron (RAAS) dan sistem saraf simpatis ering ditemukan pada sindrom
metabolik. Ini meningkatkan respon yang sebagian dimediasi melalui peningkatan
regulasi dari reseptor angiotensin pada sirkulasi koroner.21 Tidak jelas apakah dengan
potensi vasokontriktor yang bertambah ini memiliki dampak klinis untuk penggunaan
perioperatif dari agen dengan yang dominan efek agonis reseptor alpha-1, misalnya
fenilefrin. Hal ini jelas, namun ada kelainan aliran koroner dan aliran cadangan pada
pasien sangat gemuk yang mungkin tidak jelas pada angiograf tetapi dapat menjadi
berhubungan selama periode perioperatif dalam respon stres perioperatif atau hipoksia.
Hipertrofi ventrikel
Remodelling ventrikular dan disfungsi diastolik, keduanya terlihat pada obesitas, dan
yang lebih penting terjadi hipertensi dengan sendirinya. Hipertrofi telah dikaitkan dengan
kebutuhan peningkatan output jantung untuk memenuhi tuntutan metabolisme dari masa
lemak yang meningkat disertai dengan dampak angiotensin II yang meningkat dan
aktivasi RAAS. Pandangan konvensional bahwa kebutuhan metabolisme tambahan
menyebabkan peningkatan cardiac output dan volume darah, yang menyebabkan
hipertrofi sebagai respon adaptasi terhadap kecenderungan volume yang diinduksi untuk
dilatasi ventrikel. Pandangan ini bertolak belakang dengan studi yang menunjukkan
hipertrofi sering terjadi secara independen dari meningkat tekanan dinding pembuluh
akibat dilatasi.22 Sekarang diusulkan bahwa pemicu awal untuk hipertrofi adalah paparan
terhadap peningkatan insulin dan leptin, dan leptin mungkin memang menjadi mekanisme
yang makin penting. Yang menarik, dalam beberapa pasien, ventrikel kanan mengalami
perubahan hipertrofik menjadi lebih besar relatif luas dibanding ventrikel kiri dan ini
mungkin menggambarkan keberadaan sejumlah besar reseptor leptin di jantung kanan.
9
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Perubahan jantung kanan menjadi lebih relevan pada pasien yang dengan perkembangan
disfungsi pernafasan yang signifikan sebagai penambah stressor jantung, menempatkan
ventrikel kanan pada resiko yang lebih besar dari ketidakcocokan ketersediaan oksigen.
Kontributor lain untuk remodelling ventrikel dan pengembangan menjadi hipertensi
adalah aldosteron. Kadar aldosteron meningkat pada obesitas dengan sindrom
metabolik.23 Dan terlebih lagi pada pasien dengan apnea tidur obstruktif (OSA), dimana
tingkat berkorelasi dengan jumlah episode hipoksia.24 Aldosteron memberikan kontribusi
untuk fibrosis ventrikel kiri dan menurunkan ketersediaan oksida nitrat dan fungsi
endotel.25 Atas dasar ini, antagonis aldosteron dapat menjadi tambahan yang bermanfaat
untuk inhibisi sistem renin-angiotensi yang konvensional.26
Atrial Fibrilasi (AF)
Hubungan pasien obesitas, mets dan OSA dengan onset baru AF adalah penting. Sifat
dari hubungan ini tidak jelas, meskipun ada beberapa kemungkinan kontributor. Obesitas
meningkatkan resiko dilatasi atrium kiri (LAD) dengan sampai 50% dari pasien sangat
gemuk menunjukkan LAD. Menariknya, dilatasi tampaknya terjadi pada arah
longitudinal lebih sering dari melintang, meskipun tidak diketahui bagaimana faktor ini
berkaitan dengan AF onset.27 Peningkatan kejadian dan resiko sebagai peningkatan
tingkat obesitas dan itu adalah LAD dan bukan obesitas yang berkorelasi dengan resiko
AF.28 Dalam selain LAD, massa lemak yang lebih tinggi dikaitkan dengan asal usul
aritmia atrium epicardial pada pasien dengan atau tanpa gagal jantung,29 meskipun
tampak bahwa AF terjadi pada volume rendah lemak pada pasien dengan gagal jantung.
Ini mungkin karna efek perivaskular lemak pro-inflamasi. Tentu obesitas juga berkaitan
dengan komorbiditas seperti hipertensi, disfungsi diastolik ventrikel kiri, diabetes dan
sendriri meningkatkan resiko AF.
Gagal jantung
Obesitas merupakan faktor resiko untuk gagal jantung.30 Peningkatan resiko ini sangat
terkait dengan lama nya obesitas. Meskipun telah diketahui dengan derajat yang lebih
rendah selama bertahun-tahun obesitas yang berhubungan dengan peningkatan stroke
volume dan penurunan resistensi iskemik vasskular sistem dan pada akhirnya
berhubungan dengan peningkatan tekanan dinding ventrikel kiri dan tekanan pengisian
meningkat. Perubahan ini disamping berhubungan dengan setiap hipertrofik leptin dengan
10
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
mengubah atau perubahan hipertensi. Diikuti penurunan sistolik jantung dan fungsi
diastolik diperparah oleh obesitas yang telah dihubungkan dengan hipertrofi, peningkatan
fibrosis jantung, lipotoksisiti, abnormal nya kalsium, stres oksidatif, episode hipoksia
berulang, diabetes dan kelebihan volume.31 Pada hewan, ada juga pengaruh kuat obesitas
pada jantung dan apoptosis disfungsi miokard.32
Meskipun bentuk obesitas terberat yang berhubungan dengan kardiomiopati
dengan disfungsi sistol yang signifikan, bahkan terlihat super gemuk, derajat lebih rendah
dari fungsi fungsi abnormal cendrung untuk hadir pada tahap awal banyak. Hal ini
terutama kasus disfungsi diastolik dan kelainan relaksasi jantung. Disfungsi diastolik
terjadi di sepanjang keparahan spektrum dari perubahan asimtomatik yang terdeteksi pada
ekokardiografi episode edema paru. Disfungsi diastolik dan gagal jantung dengan
diawetkan fraksi ejeksi yang dihargai sebagai kontributor melaksanakan intoleransi baik
non obesitas dan populasi obesitas. Disfungsi diastolik yang berat merupakan faktor
resiko untuk menjadi gagal jantung yang baru dan edema paru ketika manajemen cairan
tidak dipantau dengan hati-hati, karena ventrikel kiri ada tekanan, bahkan jika mendekati
normal saat istirahat, dapat meningkat secara signifikan selama latihan atau saat ada
tekanan.33 Disfungsi diastol harus secara khusus dicari pada pasien dengan obesitas yang
berat misalnya oleh pemeriksaan gema pola darah transmitral Doppler.34 Pola aliran darah
transmitral normal dalam ritme sinus terdiri dari gelombang E dari awal diastol dan
gelombang A dari kontraksi atrium. Dalam pengaturan normal, gelombang E dominan
dan E/rasio A adalah tentang perawatan perioperatif pada obesitas berat. Disfungsi
diastolik mengubah rasio ini melalui urutan pola yang sudah diketahui tergantung tingkat
keparahan. Informasi lebih lanjut dapat diperoleh melalui pemeriksaan jaringan Doppler
dari anulus mitral. Ahli anestesi tidak boleh berasumsi bahwa dyspnea exertional
hanyalah hasil berat tubuh dan harus memiliki ambang yang rendah untuk
echokardiograf.
Optimalisasi medis dan pemeriksaan risiko jantung
Pembahasan yang lebih rinci mengenai pemeriksaan risiko jantung untuk pembedahan
non kardiak berada diluar topik ini, pembaca diarahkan untuk membaca artikel yang
ada.35 Kami membatasi diskusi ini pada pertimbangan untuk pasien yang obes beratkarena
sering tidak dipisahkan dalam pembahasan-pembahasan sebelumnya. Evaluasi normal
pasien obes berat yang memiliki iskemia kardiak, latihan tes stres konvensional dapat
menjadi masalah karena keterbatasan pergerakan, dan disfungsi sendi bahkan pada
11
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
obesitas yang ringan sekalipun. Penggunaan sepeda statik ketimbang treadmill akan
memperbolehkan pasien dengan masalah sendi untuk di tes. Jika ini yang menjadi
masalahnya, informasi yang lebih rinci dari sifat keterbatasan gerak merekadapat
diperoleh dengan tes latihan kardiopulmoner, telah digunakan untuk opemeriksaan
menyeluruh untuk operasi risiko tinggi.36 Telah ditunjukan juga bahwa dobutamin stress
echocardiography (DSE) memainkan peranan dalam mengatasi keterbatasan aktivitas
fisik pada populasi ini.sayangnya obesitas yang berat memberikan tantangan pada
pemeriksa dimana pencitraan transthoracic yang kurang adekuat. Pada pasien dengan
jendela ekokardografi yang buruk, DSE transesofageal dapat berguna namun tidak
tersedia di semua pusat.37 Peran DSE bukan tanpa kontroversi. Penelitian pada 611 pasien
yang dirujuk untuk DSE karena operasi obesitas menemukan hanya 1,7% pasien yang
positif DSE, dan hanya 1 dari 7 pasien ini yang dikomnfirmasi menderita penyakit arteri
coroner pada angiografi.38 Tempat DSE tetap tidak jelas saat ini, paling tidak keberadaan
informasi yang lebih baik untujk menuntun penyelidikan. Terdapat keputusan sulit pada
pasien yang terlihat dengan iskemia apakah harus diteruskan dengan angiiografi coroner
karena risiko dan keuntungan CABG untuk lesi yang tidak dapat diobati dengan
angiografi. Keputusan ini memerlukan diskusi yang berimbang dengan pasien dan
kardiolognya, termasuk masukan dari bedah jantung.
Tes lain dapat membantu penggolongan risiko. Contohnya, pemeriksaan darah ,
seperti brain natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal-pro-brin natriuretic peptid(NT-
proBNP), bisa membantu mengidentifikasi pasien obes dengan disfungsi sistolik dan
diastolic. Disfungsi sistolik mungkin tidak berdasarkan bukti klinis karena kurangnya
aktivitas dasar atau mobilitas, dan akan sulit untuk memisahkan gejala intoleransi latihan
karena obesitas parah dari gagal jantung, seperti yang dibahas diatas. Dsfungsi diastolic
dihubungkan dengan peningkatan risiko gagal jantung kongestif, lama tinggal di rumah
sakit, dan komplikasi operasi mayor.39 Peningkatan level BNP atau NT-proBNP harus
dilakukan penelusuran lebih lanjut. Adalah penting untuk mengapresiasi bahwa obesitas
muncul dengan level baseline BNP yang lebih rendah, lebih renda pada orang kurus yang
menderita penyakit jantung serupa. Berdasarkan hal ini, maka ada disarankan ambang
batas abnormal dalam mendiagnosa penyakit jantung pada obes biasanya lebih rendah. 40
Walaupun BNP meningkat pada gagal jantung sistolik dan diastolic, juga meningkat pada
pasien obes dengan LAD yang belum memiliki bukti ekokardiografi LV diastolic atau
disfungsi sistolik.41
Nampaknya, kondisi jantung penyerta seperti hipertensi, iskemia, dan gagal
jantung harus dioptimalkan sebelum operasi dan konsultasi kardiologi harus dilakukan
12
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
jika belum dilakukan oleh dokter keluarga. Walaupun statin merupakan terapi yang tidak
kontroversial pada pasien dengan sindrom metabolic, peran beta bloker menjadi
pembicaraan. Beta bloker perioperative direkomendasikan pada pasien dengan faktor
risiko iskemia kardiak.42 Juga nampaknya, respons individual terhadap obat ini bervariasi
dan walaupun dengan MetS harus diantisipasi konsekuensi metabolic yang ada.43 Agen
beta bloker konvensional dapat memperbaiki toleransi glukosa, meningkatkan resistensi
insulin dan memeperburuk abnormalitas medis. Hal ini merugikan pada hasil operasi
yang membawa stress tersendiri pada keadaan metabolic sehingga harus
dipertimbangkan,44 walaupun bukti menunjukkan penggunaan yang kurang luas untuk
terapi perioperative.
Antagonis reseptor mineralokortikoid, seperti spironolakton dan eplerenone,
sangat berguna pada gagal jantung simptomatik dan hipertensi resisten. Benar bahwa ini
mungkin berguna untuk perkembangan dari gagal jantung simtomatik pada pasien dengan
hipertensi dan/atau MetS yang memiliki disfungsi diastolic.25,45 Obat ini cocok untuk
diberikan pada masa perioperative pada banyak jenis operasi, yang memberikan monitor
fungsi kalium dan ginjal. Obat ini harusnya tidak digunakan dengan NSAI atau jika
terdapat kelainan ginjal yang signifikan. Walaupun eplerenone lebih mahal dari
spironolakton, ini tidak menyebabkan sakit payudara, ginekomastia atau iregularitas
menstrual dan lebih cocok pada pasien yang lebih muda. Pada pasien diabetes yang
menunjukan hubungan sironolakton dengan kenaikan level HbA1c, menurunkan
adiponektin, dan meningkatkan kortisol, ini adalah alas an mengapa eplerenone
merupakan pilihan yang lebih baik pada obes,46 mungkin dengan kombinasi ARB.
Disfungsi Kardiovaskuler pada Obesitas – implikasi dan optimisasi
Perubahan Fisiologi pada Paru – Paru
Perubahan yang berhubungan dengan obesitas pada fungsi respirasi adalah, secara intuitif
berhubungan dengan keparahan berat badan yang meningkat dan lokasi dari deposit
lemak yang berlebih. Jelasnya, lemak badan bagian atas (pinggang dan atasnya) akan
mempunyai pengaruh lebih besar pada ekskursi diafragma, mekanik dinding dada dan
13
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
kerja pada pernafasan. Sebagai tambahan , akan ada pengaruh superimpos yang penting
dari posisi badan dan anestesia. Perubahan fisiologi mayor disusun pada tabel 2.47,48
Pengaruh dari posisi badan intraoperatif pada sistem respirasi harus diantisipiasi
dan berhubungan dengan sangat elektif.
Pemberian reduksi tambahan yang sangat dikenal pada fungsi respirasi setelah
operasi (terutama abdominal terbuka atau operasi torasik) pada obesitas, berusaha untuk
mengurangi penolakan melalui program pelatihan preoperasi oto respirasi. Penemuan ini
ditunjukkan untuk mengurangi besarnya tekanan inspirasi maksimum yang jatuh, tetapi
pengaruh pada tekanan ekspirasi maksimum, tetapi pengaruh pada tekanan ekspirasi
maksimum, volume paru-paru, dan ekskursi diafragma tidak khas,49 dan posisi pada
manajement sangat tidak jelas. Sepertinya aspek – aspek lain dari manajemen post
operasi , seperti tekanan pernafasan positif yang berkelanjutan (CPAP) akan memiliki
efek lebih besar.
Kelainan pernafasan yang berhubungan dengan Obesitas
Kebanyakan fokus pada disfungsi respirasi yang berhubngan dengan obesitas pada
literatur anestesia difokuskan pada deteksi dan manajement OSA. Walaupun OSA sangat
penting dan biasanya sangat umum, kita tidak boleh lupa kemunculan dari sindrom
hipoventilasi obesitas (OHS) dan risiko khas dari morbilitas dan mortalitas yang
disebabkan oleh kondisi ini.
Obstruktif Tidur Apnea – definisi, deteksi dan derajat keparahan. Obstruktif tidur apnea
adalah periode parsial atau total obstruksi saluran pernafasan atas yang muncul saat tidur.
Tidak heran , beberapa episode dapat mengakibatkan hipoksia dan hiperkapnia dengan
perubahan hemodinamik yang berhubungan , seperti hipertensi yang muncul saat malam
dan umumnya sampai pada saat somnolen di siang hari. OSA yang tida diatasi dalam
jangka panjang mengakibatkan komplikasi kardiovaskuler seperti hipertensi dan bilik
kanan jantung yang tertarik. Obstruktif tidur apnea muncul pada <70% pasien dengan
BMI >35 dan digabung dengan OHS pada 10 – 20 % dari pasien OSA.50,51 Petunjuk
praktis tentang manajemen perioperatif pasien OSA telah diterbitkan,52 dan kami
menyarankan agar para pembaca dapat membacanya untuk mendapatkan informasi yang
lebih detail.
Tabel 2 Perubahan Fisiologi respirasi pada Obesitas
14
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Komponen Pengaruh KomentarVolume Paru - Paru Mengurangi volume tidal
Mengurangi kapasitas fungsi residualMengurangi volume ekspirasi
Penyesuaian Mengurangi kepenuhan pada dinding dadaMengurangi kepenuhan pada paru paru
Terutama pada badan obesitas yang berhubungan dengan volume yang terbuang dan penutupan saluran pernafasan kecil.
Aliran Udara dan Resistensi Turunnya FEV1 dan FVC pada obesitasRasio normal FEV1/FVCResistensi saluran udara meningkat
Ini adalah penemuan yang bervariasi
Saluran pernafasan kecil kolaps , volume yang lebih sedikit dan potensi perubahan model saluran udasar berhubungan dengan level adiponektin yang rendah
Oksigenasi dan pelatihan Peningkatan ringan A-aDO2
Hipoksemia pada ruang udaraPeningkatan konsumsi O2 pada pelatihanKetergantugan pada takipnea selama latihan
Peningkatan konsumsi oksigen dan mengurangi batas anerobik pada penyakit kardial yang secara jelas tidak ada
Ventilasi/perfusi yang tidak sesuaiPenemuan yang tidak konsisten
Berhubungan dengan peningkatan konsumsi dan kemampuan terbatas untuk menekankan volume tidalPenyakit obesitas dan derajat diatasnya, terutama pada badan yang obesitas
Ventilasi Rasio respirasi meningkatMenit ventilasi meningkat
Vaskular Potensi pada tekanan pulmonari arteri yang lebih tinggiPeningkatan risiko dari hipertensi pulmonari arteri primer.
Kunci utama adalah anestesiologis harus memilih dan menggunakan alat – alat
yang sesuai untuk mengakses risiko dan membangun keparahan dari kondisi dengan
pasien – pasien obesitas tersebut. Di beberapa tempat , penggunaan dari studi tidur di
rumah sakit (polisomnograpi) adalah pilihan untuk mengevaluasi pasien secara formal.
Beberapa ahli menganjurkan investigasi universal pada pasien yang obesitas atau lebih.
Bagaimanapun , banyak tempat tidak menyediakan investigasi ini , dan sejumlah
pertanyaan yang telah disaring yang sesuai dengan klinik preoperasi telah dikembangkan.
Alat monitor tersebut sudah menjadi subjek dari peninjauan sistematis.53 Belakangan ini
sebuah contoh yang bagus adalah kuis STOP – BANG yang dikembangkan oleh Chung et
al.,54 dimana telah ditunjukkan untuk memiliki sensitivitas tinggi secara konsisten untuk 15
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
mendeteksi OSA di derajat keparahan yang berbeda (84% pada OSA ringan / diatasnya ,
93% pada sedang / diatasnya , dan 100% pada berat berdasarkan pada nilai indeks apnea-
hipopnea dari ≥ 5 , ≥ 15 atau ≥30 secara berurutan). Hal itu terjadi dari pertanyaan
tentang mendengkur , kelelahan , apnea yang diobservasi dan tekanan darah tinggi dan
digabung dengan BMI > 35 , umur > 50 , lingkaran leher > 40 cm , dan jenis kelamin laki
– laki. Dengan alat monitor yang banyak , harus ditentukan bahwa sensitivitas yang tinggi
harus digabungkan dengan tujuan dari pengguna untuk mengontrol OSA sedang sampai
berat, jika alat penilaian menyatakan itu sebagai risiko rendah seperti : jika nilai prediksi
negatif adalah bagus. Itu dapat dihasilkan dari pengorbanan dari mengkategorisasikan
beberapa pasien di level risiko yang lebih tinggi daripada harus mengindikasi pada
investigasi yang lebih jauh.
Deteksi preoperasi OSA untuk rencana pre dan postoperasi dari CPAP atau alat
ventilasi noninvasif (NIV). Tanpa intervensi , pasien OSA yang berat pada risiko tinggi
komplikasi pernafasan diperburuk oleh immobilitas , keracunan , sakit dan analgesik
opioid. Jika CPAP atau NIV direncanakan pada postoperasi pada pasien yang tidak
menggunakan teknik itu , mereka harus dibiasakan dengan peralatan dan ditempatkan
pada prioritas untuk operasi, manajemen postoperasi pernafasan dipertimbangkan dengan
rincian yang lebih pada sesi berikut.
Sindrom hipoventilasi obesitas (OHS) – definisi,etiologi dan tanda khas. Kriteria
diagnostik pada OHS termasuk BMI > 30 dan PaCO2 saat sadar > 45 mmHg tanpa
penyebab lainnya dari hipoventilasi , seperti penyakit obstruktif pernafasan kronik atau
kelainan neuromuskular. Hal tersebut muncul oleh karena latar belakang dari
hipoventilasi nokturnal tetapi perlu dicatat bahwa tidak memerlukan kehadiran OSA ,
walaupun itu biasanya muuncul pada kebanyakan kasus. Insidensi populasi yang
sebenarnya dari OHS sangat tidak jelas, walaupun itu setinggi 50% pada pasien yang
didiagnosa OSA sebelumnya.55 Sindrom hipoventilasi obesitas adalah kondisi yang serius
dengan konsekuensi penting dan pengaruh prognostik negatif yang khas.
Pada ketentuan mekanisme , terdapat konsensus bahwa OHS berasal dari
kombinasi abnormal pada mekanik respirasi dan pengaturan pernafasan sentral.
Patofisiologi yang sebenarnya di balik abnormalitas ini masih merupakan bahan debat.
Pertama , sangat jelas bahwa pergantian pada mekanik paru dan volume paru terlihat pada
obesitas lebih berat pada pasien OHS daripada pasien BMI tanpa OHS. Ini sebagian
merupakan hasil dan deposit lemak lebih tinggi pada pasien OHS dimana tidak
proporsional dalam mempengaruhi volume paru dan ekskursi diafragma. Maka dari itu ,
16
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
pasien OHS memiliki sistem respirasi lebih rendah , resistensi saluran pernafasan lebih
tinggi , penangkapan gas ekspirasi yang lebih luas, dan bekerja lebih keras untuk bernafas
daripada pasien obesitas eukapnik. Sementara hal ini adalah bukti pada posisi duduk ,
dapat lebih memperburuk ketika terlentang. Kedua, pasien OHS menderita hiperkapnia
nokturnal bikarbonat sekunder saat malam hari. Hiperkapnia dari perningkatan
konsentrasi bikarbonat yang mengakibatkan metabolik alkalosis dan memicu
hipoventilasi sekunder. Ketiga , obesitas BMI – eukapnik dapat mengatur penayangan
peningkatan mesin pernafasan yang absen pada pasien OHS , dan sudah diusulkan bahwa
OHS adalah hasil sebagian dari mesin sentral inhibisi. Pada studi terhadap binatang,
leptin memiliki efek menstimulasi pernapasan, dan pada manusia, OHS yang berat
dihubungkan dengan derajat resistensi leptin dan derajat peningkatan kadar leptin.56
Sindrom hipoventilasi obesitas sering absen dari diskusi sekitar manajemen
perioperasi dari obesitas , dan kesalahan bisa saja sangat khas seara klinis. Pasien dengan
OHS memiliki hasil yang lebih parah dari pasien BMI tanpa pernafasan saat tidur yang
tidak teratur atau pasien dengan OSA “sederhana”. Pengaruh tersebut pada prognosis
diperluas ke risiko lebih tinggi dari penyakit kardial (termasuk gagal jantung) , episode
dari gagal nafas akut atau kronik , memerlukan penjagaan kritis dan mortalitas setelah
keluar.57,58 Banyak pasien obesitas yang berat tidak dilakukan analisis gas darah arterial
pada penaksiran preoperasi , dan pemantauan konvensional pada OSA akan melewatkan
proporsi besar dari pasien OHS. Konsentrasi serum bikarbonat adalah , bagaimanapun
sering tersedia pada profil vena biokimia. Level > 27 mmoL jauh lebih sensitif (92%)
pada peningkatan karbondioksida pada tekanan arteri sebagian (PaCO2) yang disertai
oleh derajat hipoksemia.59 Percobaan dasar tersebut seharusnya dibawa secara preoperasi
untuk seluruh pasien obesitas yang berat untuk menjalankan operasi mayor atau untuk
prosedur lebih kecil dimana parenteral opioid akan digunakan atau dimana pasien
diantisipasi untuk mengalami pengurangan pada fungsi respirasi. Pasien diidentifikasi
atas dasar tersebut sehingga risiko tinggi dari OHS harus dikonsul ke respirologis untuk
diulangi dan dipertimbangkan kembali terapi tekanan saluran udara positif. Terapi pada
umumnya dimulai dengan CPAP , tetapi lebih dari 20% harus memerlukan titrasi untuk
ventilasi untuk mengeliminasi hiperkapnia. Terapi oksigen juga sangat diperlukan.
Pasien dengan OHS yang tidak teridentifikasi berada pada risiko tinggi untuk
komplikasi respirasi pada periode postoperasi dan lebih cenderung untuk mengalami efek
samping yang berhubungan dengan opioid. Pasien dengan OHS harus menerima teknik
anestesi dengan durasi minimal dan dosis opioid. Jika pasien tersebut terlewat pada
penaksiran preoperative dan baru diidentifikasi pada hari operasi , anestesiologis dan
17
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
operator harus diskusi keuntungan dan risiko kelanjutan operasi. Jika operasi dilanjutkan ,
penyusunan secara mungkin dibuat untuk memonitor postoperative dan dukungan
pernafasan. Sebagai tambahan untuk memonitor saturasi berkelanjutan , level
karbondioksida harus dimonitor dengan analisis gas darah atau dengan pengukuran CO2
transkutaneus.
Status Nutrisi pada Obesitas
Selain makronutrisi yang berlebih , pasien obesitas tetap berada pada risiko untuk
kekurangan nutrisi perioperasi. Risiko ini diperkuat dengan persepsi yang tidak akurat
dimana pasien obesitas lebih baik berhubungan dengan pemasukan nutrisi yang kurang
oleh kebajikan “reservasi nutrisi”. Selain dari penyimpanan cairan yang banyak , stress
dari operasi mayor bisa mengakibatkan kehilangan detrimental dari massa tubuh melalui
proses glukoneogenesis. Stres akut datang pada puncak tingkat inflamasi kronik
berhubungan dengan obesitas berat. Adanya implikasi kronik berhubungan dengan
obesitas berat. Adanya implikasi jelas untuk otot pernafasan dan reservasi kardial dan
kemampuan untuk bergerak.
Bagian khusus yang sangat penting pada obesitas berat adalah kekurangan
mikronutrisi. Kekurangan pada preoperasi adalah umum, terutama pada kandidat operasi
bariatik.60 Pengurangan zat besi muncul pada 6 – 29 % dari pasien tersebut , dengan 3-
18% kekurangan vitamin B12.61,62 Ada juga risiko khas kekurangan pada asam folate ,
zink , selenium , magnesium dan thiamin. Penurunan vitamin A , D dan K sangat
mungkin , walaupun pengurangan vit K tidak selalu berat yang dapat menyebabkan
abnormal pada hasil tes koagulasi. Pada studi observasional dari 54 pasien yang dating
untuk laparoskopi gastrektomi , 51% pasien ditemukan memiliki setidaknya minimal 1
kekurangan pada saat operasi . Kekurangan yang paling umum adalah vitamin D , zat besi
, thiamin dan vitamin B12.63
Pasien yang pernah mengalami penurunan berat badan sebelumnya sangat rentan
untuk memperoleh penurunan mikronutrisi. Idealnya , penurunan ini seharusnya disorot
dan dikoreksi pada periode pada periode preoperasi , tetapi hal tersebut sangat jarang
absen. Peningkatan metabolic dan jaringan yang dibutuhkan setelah operasi digabung
dengan pengurangan pemasukan nutrisi dapat memicu kekurangan tersebut menjadi jelas
secara klinis setelah operasi. Khususnya , adanya laporan atas kelainan status mental atau
perubahan neurologic postoperasi yang dihasilkan dari kekurangan thiamin atau
selenium. Sebagai tambahan , pasien obesitas yang pernah mengalami penurunan berat
18
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
badan pada operasi adalah risiko dari penyakit metabolic ruling karena kekurangan
vitamin D. Kombinasi dari obesitas, kekurangan otot yang tidak sesuai , immobilitas dan
kekuatan struktur tulang yang tidak normal meletakkan pasien tersebut pada posisi yang
gampang terluka.
Kerentanan ini membutuhkan baik operator dan anestesiologis hadir untuk
persiapan nutrisi sebelum prosedur operasi elektif. Ini akan mempengaruhi percobaan
yang sesuai untuk kekurangan yang sudah ditandai di atas sejalan dengan diet akan
nutrisionalis untuk mengoptimisasi diet preoperasi dan edukasi. Secara ideal ,
pengoptimisasi tersebut akan muncul lebih dari 4 – 6 minggu periode , tetapi jika ini tidak
memungkinkan , perubahan diet melebihi periode lebih pendek dapat ditambah dengan
target sentral atau parenteral vitamin dan suplemen elemen.
BAGIAN II
Perawatan Intaroperatif
Farmakologi Perioperatif
Perubahan farmakokinetik pada pasien obesitas yang parah adalah kompleks dan
keakuratan dosis adalah sebuah tantangan yang sangat luar biasa sejak kami memahami
dosis obat dan kinetikanya yang berasal dari data pasien yang non obesitas. Ini
memungkinkan untuk mengkoreksi dosis yang tinggi karena akibat dari peningkatan
cardiac output, volume cairan eksrasel, massa lemak, dan Lean Body weight (LBW) pada
farmakokinetika.64,65 Peningkatan LBW adalah berlawanan. Meskipun rasio dari LBW
terhadap Total Body Weight (TBW) lebih rendah paa obesitas, nilai mutlak dari LBW
lebih tinggi pada non obesitas subjek yang sama jenis kelamin dan tingginya. Ada
sebuah akumulasi resiko dari obat yang larut dalam lemak dan tingkat puncak plasma dari
beberapa obat mungkin dikurangi karena tingginya volume distribusi. Bahkan jika
konsentrasi puncak plasma memadai untuk diperoleh, tingkat jaringan mungkin inadekuat
dan ini merupakan implikasi utama untuk terapi antimiroba profilaksis.
Pemilihan berat yang sesuai untuk penggunaaan dosis dapat membingungkan
perhitungan yang seharusnya kita menggunakan tubuh yang Ideal Body Weight ( IBW ),
Lean Body weight atau Total Body Weight untuk menghitung dosis obat. Sebagai
tambahan, staf mungkin hanya menjadi tidak terbiasa dengan teknik yang digunakan
untuk menghitung IBW atau LBW. Lebih dari 98 % dari aktivitas metabolik terjadi dalam
19
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
lean body mass dan anastesiologi harusnya memastikan bahwa mereka menggunakan
rumus yang lebih akurat untuk menghitung LBW yang telah dikembangkan dan bekerja
dalam kisaran yang melebar dari BMI.66 Hal ini juga penting bahwa departemen
anastesiologi memberikan saran dengan bukti dasar pada peresepan pasien obesitas yang
parah bersama dengan alat yang mendukung perhitungan LBW (software or paper based
nomograms). Gambar 2 Hubungan anatara TBW, BMI dan LBW yang ditunjukkan secara
grafik. Analisis mendatail dari sumber tentang kinetika dan dosis pada obesitas di luar
cakupan artikel ini. Data yang ada menyediakan beberapa pedoman dosis yang tepat
untuk medikasi umum perioperatif. (Tabel 3).64,65,67-74 Pada tabel 4 memperlihatkan garis
besar metode perhitungan untuk berbagai dosis berat badan.
Pada umumnya, dosis obat-obat pelumpuh otot seharusnya berdasarkan Ideal body
weight. Sebagai contoh adalah suksinil kolin, yang seharusnya dosis berdasarkan total
(actual) berat badan. Agen blok neuromuscular mungkin dosis tepatnya berdasarkan total
(actual) beratbadan. Agen Induksi dan opiod dosis seharusnya berdasarkan Lean Body
weight.
Gambar 2. Hubungan antara TBW, berat lemak, dan LBW terhadap BMI pada seorang laki-laki
dengan tinggi badan standar. BMI = Body Mass Index.
20
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Tabel 3. Dosis skala berat badan untuk medikasi umum perioperatif
Medikasi Dosis berat badan
Sodium Tiofental LBW (lebih rapid)
Propofol LBW (induksi bolus)
TBW (infus pemeliharaan)
Dormidate LBW
Suksinil kolin TBW
Pankuronium Berat badan ideal
Rokuronium Berat badan ideal
Vekuronium Berat badan ideal
Cistakuronium Berat badan ideal
Fentanil LBW
Alfentanil LBW
Remifentanil LBW
Midazolam TBW (bolus)
Berat badan ideal (infus)
Neostigmin TBW
Sugammadex TBW atau berat badan ideal + 40%
Enoksaparin (profilaksis VTE) TBW
VTE = venous thromboembolism
Tabel 4. Rumus Penyesuian Berat badan
Dosis Berat Badan Metode Perhitungan (berat badan dalam kg)
IBW 45,5 + 0,89 x (Tinggi badan dalam cm – 152,4) untuk perempuan
49,9 + 0,89 (tinggi badan dalam cm – 152,4) untuk laki-laki
LBW Persamaan klinis
(1,07 x TBW) – 0,0148 x BMI x TBW) untuk perempuan
(1,10 x TBW) – (0,0128 x BMI x TBW) untuk laki-laki
Persamaan Alternatif (modern)
(9,720 x TBW) (6,730 + (244 x BMI)) untuk perempuan
(9,270 x TBW) (6,680 + (216 x BMI)) untuk laki-laki
Prediksi Berat badan
normal
(1,57 x TBW) – (0,0183 x BMI x TBW) – 10,5 untuk perempuan
(1,75 x TBW) – (0,0242 x BMI x TBW) – 12,6 untuk laki-laki
21
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Akses Vaskular
Kurang jelasnya penanda anatomi pada pasien yang mengalami obesitas dapat membuat
akses vascular menjadi sebuah tantangan. Akses perifer juga mungkin dapat
dilakukanbahkan pada obesitas yang parah disediakan bahwa kondisi seperti itu
dioptimalisasikan (misalnya tepat penerangan, mendorong dilatasi vena melalui
penyadapan yang lembut ) dan ingat lokasi misalnya lokasi anterior forcarm. Akses vena
sentra yang konvensional adalah sebuah pilihan di mana kanulisasi perifer gagal berulang
kali meskipun hal ini mungkin terlalu sulit dengan vena jugularis internal disembunyikan
di bawah jumlah signifikan dari jaringan lunak yang mobile. Kateter Vena sentral
dimasukkan secara perifer mungkin membantu. Keputusan untuk memasukkan kateter
vena sentral seharusnya dipertimabngkan dengan hati-hati. Pasien yang dengan penyakit
lanjut dan bersamaan dengan gagal jantung mungkin didekompensasi. Pada pasien
obesitas, hal ini menunjukkan vena jugularis interna tumpang tindih dengan arteri carotis
yang lebih besar dari pada pasien non obesitas. dan ini mungkin meningkatkan resiko
arteri yang ditusuk tidak hati-hati jika teknik penanda digunakan. Untungnya, derajat
tumpang tindih pada pasien obesitas sudah signifikan dengan kepala dalam posisi yang
netral tetapi tumpang tindih meningkat lebih lanjut pada pasien dengan kepala berputar
untuk 600 (seperti halnya di pasien non obesitas, meskipun untuk tingkat yang lebih
rendah).
Penggunaan pedoman ultrasound untuk insersi kateter vena sentral keuntungan
pada lokasi vena, resiko lebih rendah dibanding penusukan arteri dan mengurangi waktu
untuk insersi seperti ahlinya. Ultrasound telah menunjukkan bantuan ke tempat aman
baris jugularis internal,75 dan itu juga dapat digunakan untuk memandu akses vena
perifer76 dan akses arteri. Tidak mengherankan dibandingkan dengan pasien non obesitas,
pasien obesitas dapat menghambat pandangan ultrasound dari vena subklavia,77 dan
orang baru seharusnya tidak mencoba tanpa supervisi pemandu ultrasound di insersi garis
subklavia di kelompok pasien ini.
22
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Tanpa menghiraukan teknik yang digunakan, anastesiologist seharusnya menolak
untuk memulai pada prosedur dalam pasien yang berisiko tinggi ini dengan tenous akses.
vena. Tambahan waktu yang dihabiskan untuk kebutuhan mendasar ini akan
meminimalisir resiko kehilangan akses dan berikutnya kegagalan untuk menyelamatkan
pasien dari kardiovaskular atau compromise lainnya.
Monitoring tekanan darah
Kegemukan yang parah akan menyulitkan monitoring non invasif tekanan darah, dan
penting untuk menggunakan ukuran cuff yang tepat. Bahkan dengan penempatan cuff
yang benar dapat memperpanjang waktu perekaman dan perubahan tekanan darah yang
cepat dapat dihindarkan. Penempatan elektif kanula arterial membantu untuk mengetahui
dan merespon perubahan-perubahan hemodinamika yang cepat dan memungkinkan untuk
pengampilan sampel darah yang relevan.
Fungsi gastrointetinal atas dan resiko aspirasi isi lambung
Peningkatan IMT secara konsisten berhubungan dengan angka GERD yang lebih tinggi,
khususnya pada wanita dimana estrogen menjadi salah faktor.78 Kombinasi dengan
volume lambung yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak gemuk, hal ini akan
meningkatkan resiko aspirasi isi lambung ke dalam saluran pernapasan. Literatur terbaru
menunjukkan bahwa pengosongan lambung tidak terganggu dan bukan faktor resiko
utama terjadinya aspirasi.79 Peningkatan GERD khususnya yang terjadi pada pasien
dengan peningkatan massa lemak abdominal, dan kegemukan juga dikaitkan dengan
resiko lebih besar terjadinya hiatus hernia.80
Fungsi sfingter esofagus di bawah pengaruh anestesi telah diselidiki dalam suatu
studi terhadap pasien gemuk dan tidak gemuk.81 Studi ini menemukan bahwa penekanan
sfingter esofagus bagian atas tidak berbeda antara pasien gemuk dan tidak gemuk selama
induksi (mengalami penurunan yang sama), tetapi penekanan pada sfingter esofagus
bagian bawah lebih berkurang pada kelompok pasien gemuk setelah anestesi, dan
perbedaannya signifikan secara statistik. Barrier pressure (tekanan esofagus bagian
bawah – tekanan lambung), yang mungkin relevan dengan anestesi, juga secara signifikan
lebih rendah pada pasien gemuk, walaupun selalu positif. Kelompok yang sama juga
menunjukkan bahwa pemberian positive end-expiratory pressure (PEEP) selama anestesi
23
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
meningkatkan tekanan dalam esofagus, yang mungkin bertindak sebagai barrier terhadap
regurgitasi.82 Harus ditekankan bahwa pasien-pasien gemuk dalam study ini tidak
memiliki GERD yang aktif, dan walaupun pekerjaan ini meyakinkan sehubungan dengan
penggunaan sungkup laring pada pasien yang sama, hal ini tidak dapat diekstrapolasi
pada pasien dengan GERD.
Prokinetik, antagonis reseptor H2, atau proton pump inhibitors harus
dipertimbangkan sebagai usaha untuk mengurangi insidens dan dampak aspirasi.
Penggunaan induksi anestesi berurutan yang cepat dengan penekanan pada krikoid,
memposisikan pasien pada ramped position dengan bantal atau sebuah ganjalan, atau
teknik-teknik, seperti intubasi serat optik pada pasien sadar, dapat menolong untuk
mengurangi resiko aspirasi pasa saat intubasi. Post operatif, ekstubasi tidak boleh
dilakukan sampai pasien sadar dan responsif dengan refleks jalan napas yang adekuat,
dan hal tersebut sering terjadi pada pasien dengan ramped position atau pasien dalam
posisi duduk.
Pengelolaan jalan napas
Pasien gemuk lebih mungkin untuk menderita masalah jalan napas yang serius selama
anestesi dibandingkan dengan pasien yang tidak gemuk, dan resiko ini dapat meningkat
empat kali lipat pada pasien yang sangat gemuk.83 Pengelolaan jalan napas, khususnya
ventilasi bag-mask dan intubasi masih merupakan tantangan pada pasien gemuk, dan
pengalaman petugas perlu dikembangkan. Alat untuk memprediksi kesulitan jalan napas
baru-baru ini telah dibandingkan melalui suatu study klinis dan dilaporkan di tempat
lain.84 Selain laringoskopi langsung konvensional atau intubasi serat optik fleksibel yang
fleksibel (sadar atau tertidur tapi dengan pernapasan spontan), peningkatan jumlah jalan
napas tambahan tersedia untuk membantu teknik-teknik lainnya dalam kesulitan jalan
napas. Semua studi ini berhubungan dengan pasien gemuk.
Video dan laringoskopi optk
Intubasi menggunakan Pentax AWS® (Pentax Medical Company, Montvale, NJ, USA)
telah dibandingkan dengan intubasi menggunakan konvensional daun MAC 4,85 dan
keberhasilannya serupa. Lebih banyak data yang tersedia pada Glidescope® (Verathon
Medical Inc., Bothell, WA, USA), termasuk waktu intubasi dan keberhasilan yang
sebanding dengan intubasi serat optik di bawah pengaruh anestesi,86 pandangan yang
24
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
lebih baik dan mengurangi kesulitan dibandingkan dengan daun MAC 4,87 dan angka
keberhasilan pada usaha yang pertama hanya 54%, 12% membutuhkan tiga kali usaha,
dan 4% gagal.88 Studi-studi menunjukkan bahwa waktu intubasi dengan peralatan-
peralatan ini lebih lama dibandingkan dengan laringoskopi konvensional yang secara
statistik signifikan, walaupun dipertanyakan apakah peningkatan tersebut relevan secara
klinis. The Airtaq® (VYGON, Écouen, France) adalah suatu laringoskopi optik (anestetis
meletakkan mata mereka pada viewfinder) dengan sebuah sistem video opsional. Hal
tersebut menunjukkan waktu intubasi yang lebih singkat dan skor kesulitan intubasi lebih
rendah dibandingkan dengan laringoskopi Macintosh.89 Para penulis berkomentar tentang
peningkatan trauma jaringan lunak yang tidak signifikan dengan alat Airtaq. Dalam studi
yang lain, alat Airtaq dibandingkan dengan sungkup laring CTrach® dan laringoskopi
konvensional Macintosh. Waktu intubasi jadi lebih pendek dengan Airtaq, diikuti
Macintosh, dan Ctrach.90 Selain itu, banyak pasien dengan Airtaq dan Ctrach
mempertahankan saturasi oksigen > 92%, dan lebih sedikit pasien pada kelompok ini
mengalami desaturasi sampai < 88%.
Intubasi melalui sungkup laring (LMATM, laringeal mask airway)
Ada sejumlah LMA yang didesain sebagai kanal untuk intubasi endotrakeal, dan tentunya
kemungkinan intubasi trakeal dengan beberapa alat akan membutuhkan lebih waktu lebih
lama pada pasien gemuk dibandingkan pada pasien yang tidak gemuk.91 Studi acak baru-
baru ini intubasi LMA (ILMATM) dbandingkan dengan LMA CTrachTM, sebuah
modifikasi memungkinkan visualisai real-time pembukaan glotis selama intubasi (baik
LMA Amerika utara, San Diego, CA, USA), dan waktu intubasi keselurujhan lebih
singkat pada kelompok ILMA dibandingkan dengan kelompok LMA Ctrach.92 Pada studi
ini, LMA Ctrach juga membutuhkan lebih banyak manipulasi untuk mencapai gambaran
glotis dan ventilasi. Diambil bersama, penampilan ILMA lebih baik pada evaluasi ini.
bahkan jika ILMA tidak digunakan sebagai teknik utama, mereka bermanfaat dalam
perbaikan intubasi yang gagal atau sulit dengan cara konvensional.
Sungkup laring konvensional
Tidak semua pasein gemuk membutuhkan intubasi, sungkup laring adalah alat yang
sesuai dimana intubasi dapat dengan aman dihindari. Pilihan alat tergantung pada
ketersedian lokal dan kecocokan setiap pasien. Telah ditunjukkan bahwa alat tanpa kaf
25
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
(cuff), contohnya i-gel® jalan napas supraglotis (Itersurgical Inc., Liverpool, NY, USA),
menyediakan insersi yang lebih mudah dan penutup (seal) yang lebih baik pada individu
yang ramping. Pada perbandingan terbaru i-gel dengan LMA UniqueTM (LMA Amerika
Utara, San Diego, CA, USA) pada pasien gemuk dengan IMT lebih dari 35, waktu insersi
yang bermakna ditemukan lebih singkat secara signifikan dibandingkan dengan i-gel.93
Selain itu, tekanan yang bermakna dimana terjadi kebocoran lebih tinggi pada kelompok
i-gel dibandingkan dengan kelompok LMA Unique, menandakan penutup yang lebih
baik.
Oksigenasi dan ventilasi
Dampak merugikan kegemukan pada volume paru-paru, kompliens, dan resistensi jalan
napas diperkuat oleh anestesi. Penurunan volume cadangan ekspirasi dan kapasitas sisa
fungsional (FRC, functional residual capacity) adalah suatu fenomena yang sangat
penting untuk anestesi, karena FRC mengefektifkan cadangan oksigen yang dibutuhkan
tubuh selama periode apnea. Pasien yang sangat gemuk lebih awal mengalami desaturasi
oksigen selama periode apnea, oleh karena itu sangat penting untuk memastikan bahwa
FRC dipertahankan selama induksi anestesi dan ketersediaan cadangan paru terisi dengan
oksigen sebanyak mungkin melalui preoksigenasi. Preoksigenasi harus terjadi dengan
pasien diposisikan setegak mungkin, contohnya posisi duduk, dengan menempatkan meja
operasi pada posisi Trendelenburg, atau dengan ramping position dengan bantal atau alat
untuk memposisikan bangun atau dengan ganjalan. Sangatlah bijaksana untuk
mengoptimalkan proses dengan menghindari sedasi sebelum preoksigenasi dan
mendorong meningkatnya usaha pasien untuk mencapai napas dalam. Hal ini akan
mengoptimalkan waktu napas yang aman. Beberapa alat positioning tersedia untuk
menolong mencapai head-elevated laryngoscopy position (HELP), termasuk Rapid
Airway Management Positioner (RAMP®, Airpal Inc, Center Valley, PA, USA), Oxford
Head Elevated Laryngoscopy Position (HELP) Pillow (ALMA Medical, Oxford, UK)
dan Troop Elevation Pillow® (Sharn Anesthesia, Tampa, FL, USA). Tujuan dari alat-alat
ini adalah untuk mencapai posisi yang cukup tinggi sehingga sternum dan meatus auditori
eksternal setingkat. Selain itu, posisi-posisi terangkat ini memungkinkan tegangan yang
lebih besar pada lengan pasien dan pleksus brakial, akibatnya diperlukan perhatian hati-
hati terhadap dukungan ekstremitas dan padding. Alat positioning kemungkinan dijual
dengan arm-board dan lain-lain sebagai aksesoris. Banyak meja operasi yang modern
26
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
memungkinkan manipulasi tubuh dan sebagian kaki untuk mempermudah posisi beach-
chair, dan fungsi ini dapat dimanfaatkan.
Selama preoksigenasi, FRC mungkin dapat diperkuat dengan CPAP 5-10 cm H2O94
atau dengan menggunakan NIV, contohnya tekanan inspirasi 7-10 cm H2O di atas 7 cm
H2O PEEP. Selain itu NIV efektif dalam mengurangi atelektasis, dan suatu studi terbaru
kembali menunjukkan bahwa baik CPAP dan NIV mengembangkan oksiggenasi arterial
dibandingkan dengan preoksigenasi konvensional.95 Dalam studi yang sama, volume
akhir ekspirasi paru lebih lanjut dapat ditingkatkan pada beberapa pasien pada kelompok
NIV dengan penerapan manuver rekrutmen mengikuti intubasi trakea, walaupun
manfaatnya hanya tampak pada 12 dari 24 pasien.
Tekanan akhir ekspirasi positif dan manuver pengambilan paru
Penting untuk memastikan bahwa perolehan volume akhir ekspirasi paru yang dicapai
selama preoksigenasi dengan CPAP/NIV tidak hilang dalam operasi. Pengertian umum
akan menyarankan penerapan PEEP, dan penambahan manuver pengambilan periodik
(diulang selama inflasi paru dengan tekanan maksimal 40 cm H2O telah digunakan) atau
manuver kapasitas vital telah ditunjukkan untuk meningkatkan oksigenasi di luar
penerapan PEEP saja.96,97 Manuver ini harus diikuti oleh penerapan PEEP untuk
mempertahankan pengambilan. Tekanan akhir ekspirasi positif senilai 10 cm H2O
diberikan setelah pengambilan/manuver kapasitas vital menghasilkan A-agradient lebih
rendah dibandingkan dengan PEEP zero (dikenal sebagai ZEEP) atau 5 cm H2O PEEP
pada pasien gemuk yang dilakukan operasi laparoskopi.98 Derajat kegemakan, positioning
intraoperatif, jenis operasi (laparoskopi bedah atau terbuka) akan menentukan frekuensi
manuver tersebut, tetapi aplikasi berulang lebih efektif daripada pengambilan tunggal
setelah induksi.99 Tidak ada manfaatnya menggunakan volume tidal yang tinggi untuk
bahwa dampak manuver pengambilan dan PEEP level sedang sampai tinggi dapat
mempengaruhi hemodinamika dengan cara mengurangi aliran balik vena (preload
ventrikel kanan) dan meningkatkan afterload ventrikel kanan dan pada akhirnya
menyebabkan hipotensi.
Cara Ventilasi. Tidak ada bukti yang meyakinkan untuk menunjukkan superioritas dari
satu intraoperatif ventilator dibandingkan yang lain dalam bedah elektif pada obesitas
berat. Volume-controlled ventilation (VCV) dan pressure-controlled ventilation (PCV)
telah dibandingkan selama operasi laparoskopi pengikatan lambung pada studi acak pada
27
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
24 pasien dengan obesitas.100 Dengan volume tetap per menit, tidak ada perbedaan pada
tekanan aliran udara, oksigenasi, atau dampak kardiovaskular, tapi VCV mengakibatkan
arteri secara signifikan lebih rendah level CO2 (P < 0,01).
Sedangkan pada studi lainnya pada 36 pasien dengan obesitas di bawah prosedur
pembedahan yg sama hasil menunjukan bahwa meskipun mirip volume tidal, volume
menit dan tekanan plateal, grup PCV mempunyai tekanan CO2 yang rendah [nilai rata-
rata 39(3.0)mmHg vs 40.5(2.25)mmHg; P=0.014], gradien pembuangan CO2 yang lebih
rendah pada arteri [0.67 (0.27) vs 0.93(0.27);P<0.01], dan oksigenasi yang lebih baik
[PaO2/F1O2 rasio 281 (107) mmHg vs 199 (74)mmHg; P=0.011].101 Tidak terdapat
perbedaan secara signifikan sesudah operasi pada studi lainnya.
Memposisikan pasien
Ada beberapa aspek yang penting dalam memposisikan pasien. Pertama-tama,
memposisikan dengan tepat fasilitas prosedur praktis, seperti intubasi endotrakeal, RA
dan insersi kateter vena sentral, untuk mengoptimisasi prosedur dan hasilnya atau
setidaknya merigankan, terkait kerusakan fisiologis. Kedua, posisi yang sesuai
mengurangi resiko kerusakan perioperatif pada saraf, sendi dan jaringan lunak. Ketiga,
posisi dalam pembedahan seringkali menempatkan pasien pada kerugian fisiologis yang
besar yang harus diperhatikan anastesiolog. Sudah jelas bahwa posisi perubahan elevasi
dari kepala pada meja operasi (setengah terlentang, kebalikan Trendelenburg atau beach
chair) adala posisi yang paling tepat dari sudut pandang pernapasannya, 102 dan ini tidak
akan di bahas ebih lanjt pada bagian ini. Bagian ini tidak mencakup semua komplikasi
yang berhubungan dengan setiap posisi tapi menjabarkan yang berhubungan dengan
patofisiologi obesitas.
Posisi terlentang Pada obesistas yang berat, posisi ini dihubungkan dengan pengurangan
signifikan dari volume paru-paru dan peningkatan dalam kerja pernafasan, yang bisa
menibulkan hipoksemia. Sebagai tambahan, meningkatnya aliran vena balik preload bisa
mengganggu sistem kardiovaskular, meskipun pada pasien dengan obesitas sentral yang
sangat berat, aliran balik vena bisa terhambat melalui tekanan analog vena kava yang
berakibat pada uterus yang mengalami kehamilan dan tekanan aorta bisa muncul. Ketidak
stabilan kritis dari kardio respiratori bisa muncul pada pasien obesitas dengan tingkat
morbiditas. Pada tahun 1979, ini dilaporkan oleh Tsueda dkk sebagai “obesity supine
death syndrome”.103 pemiringan posisi lateral mungkin dibutuhkan untuk mengurangi
28
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
tekanan aorta kava. Ini juga telah ditunjukan pada posisi terlentang yang terlalu lama
pada pasien obesitas dengan OSA mengarah pada peningkatan aliran darah dileher
disebabkan oleh perpindahan cairan dari kaki meskipun pada pasien non-operatif ini tidak
memperburuk sleep apnea.104 Dampak pada pasien dengan obesitas yang berat sebagai
subjek operasi yang lama pada posisi ini tidak diketahui.
Posisi telungkup Studi perawatan kritis telah menunjukan bahwa ventilasi dengan posisi
telungkup meningkatkan pertukaran gas. Terdapat data yang sangat terbatas dalam efek
intra operatif pada populasi pasien dengan obesitas. Studi pada tahun 1996 mempelajari
hanya sepuluh pasien yang pernah ditangani dengan IMT 130-140 tapi menujukan
peningkatan FRC, kapasitas paru, dan oksigenasi dalam posisi telungkup dibandingkan
dengan posisi terlentang.105 Demi kepentingan tekanan diberikan untuk mencegah
pergerakan bebas abdominal dengan berat diambil dari rongga dada dan pelvis. Voume
tidal digunakan dalam studi bisa dipertimbangkan sebagai standar akhir-akhir ini, yaitu
12ml/kg dan PEEP tidak disebutkan. Sangat penting untuk meyakinkan bahwa abdomen
bebas pada pasien dengan obesitas. Kegagalan tidak hanya akan membuat sistem
pernapasan terganggu tapi juga akan menigatkan tekanan intra abdominal dan
menempatkan organ abdominal dalam reiko mal perfusi. Kesalahan posisi dari peralatan
jalan nafas tentu saja dapat meningkatkan kekawatiran yang besar pada populasi obesitas
dalam posisi ini.
Posisi litotomi Posisi litotomi mengakibatkan peningkataan aliran balik vena dan curah
jantung, menyediakan aliran balik jantung adekuat. Peningkatan pelebaran diafragma ke
dalam dada dibutuhkan untuk meningkatkan tekanan dari isi abdominal yang lebih jauh
mengurangi FRC dan membuat resiko oksigenasi. Tekanan dinding dada bisa dikurangi
dengan jaringan adipose superficial yang bisa digerakan untuk mengistirahatkan dinding
dada. Pasien dengan obesitas mempunyai resiko yang lebih tinggi dari kerusakan
neurologis dan compartment syndrome jika kaki tidak diletakkan dalam posisi yang tepat.
Sebagai tambahan, penggunaan tahanan bahu bisa mencegah pasien jatuh dari meja
operasi yang dapat membuat kerusakan pada flexu brachial jika tidak ditangani secara
berhati-hati. Jika anastesi dengan pernapasan spontan digunakan, tekanan ventilasi
tambahan dengan PEEP akan lebih dibutuhkan. Harus juga diingat bahwa tabung
endotrakeal mungkin di pindahkan secara distal menuju bronkus utama kanan pada posisi
ini.
29
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Posisi Trendelenburg Posisi dengan kepala dibawah dihubungkan dengan hemodinamika
yang berlebihan dan efek pernafasan dengan ototransfusi darah dari perut bagian bawah
dan secara signifikan menurunkan volume dan kapasitas paru. Posisi ini harus dihindari
dalam membangunkan pasien obesitas dengan morbiditas tapi dengan waktu yang
singkat, meskipun NIP bisa memberikan toleransi jika perlu. Tabung endotrakeal bisa
dipindahkan secara distal dibronkus utama kanan pada posisi ini.
Posisi lateral Meskipun posisi lateral menarik berat badan dari abdomen yang mengalami
obesitas bisa dipindahkan dari diafragma dari banyak kasus, pemposisian lateral yang
berkepanjangan bisa mengakibatkan kongesti vaskular dan hipoventilasi relative pada
paru-patu yang terkena. Penggunaan pengganjal untuk menyediakan posisi pada operasi
ginjal bisa mengakibatkan gangguan aliran aorta atau kava.
Anestesi regional pada pasien gemuk
Anestesi regional atau anestesi neuraksial mungkin dapat menghindari berbagai masalah
pada general anestesi, perannya dalam menurunkan penggunaan opioid, dan mengurangi
nyeri terkait dengan masalah pernapasan dan mobilitas. Kemampuan para pasien gemuk
untuk menjalani operasi dengan menggunakan anestesi regional tergantung pada posisi
pasien.
Kegemukan adalah faktor resiko tersendiri dalam kegagalan teknik anestesi
regional, dengan epidural, paravertebral,supraklavikular, dan blok servikal dangkal
memiliki tingkat kegagalan yang tinggi.106 dari segi anatomi pada pasien gemuk teknik ini
lebih sulit dilakukan, dan tolenransi terhadap efek potensi yang merugikan pada pasien
juga berkurang , seperti penyebaran anestesi local yang sangat luas diharapkan lebih
tinggi daripada blok spinal atau epidural. Mengingat sulitnya menentukan petunjuk,maka
penggunaan USG-dengan anestesi regional mulai mendapat perhatian. Hal ini
menimbulkan pertanyaan tentang pelatihan, keahlian, dan kemampuan untuk
memperpanjang waktu anestesi. Bahkan jika USG digunakan, susunan target bisa
menjadi dalam, dan sedikit pemeriksaan diperlukan untuk mencapai penetrasi yang
adekuat. Ini akan muncul dengan resolusi gambar. Dibutuhkan waktu dan pengalaman
dalam memposisikan pasien sehingga mengoptimalkan jalan anatomi dan jalur jarum agar
terhindar dari gangguan pernapasan. Pemantauan dan keahlian diperlukan selama
melakukan teknik anestesi pada pasien ini. Literature uji klinis teknik anestesi regional
pada pasien gemuk tidak luas, dan pilihannya adalah dibawah ini.
30
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Blok pleksus brachialis Franco dkk secara retrospektif menganalisa dari sumberdata
anestesi regional dimana stimulasi 455 saraf dengan blok supraklavikula pada pasien
gemuk, dibandingkan dengan 1565 blok pada pasien yang tidak gemuk.107 Mereka
melaporkan tingkat keberhasilan 94,3% pada kelompok pasien gemuk dan 97,3% pada
pasien yang tidak gemuk, dengan paresthesia umumnya pada pasien gemuk dibandingkan
yang tidak gemuk (9,6% banding 2,2%). Saat USG digunakan, tidak menunjukkan
kemajuan dalam teknik blok pada pasien gemuk (misalnya, interscalene), dan USG
mungkin dapat membantu dalam meningkatkan keberhasilan blok.108
Stimulasi saraf disertai blok memiliki efek tingkat keberhasilan yang sama. Hanouz
dkk, menelitistimulasi saraf disertai injeksi multiple blok pleksus aksilaris brachial
menunjukkan tingkat keberhasilan 91% pada pasien gemuk dibandingkan 98% pada
pasien yang tidak gemuk.109 Komplikasi seperti kesalahan dalam penyuntikan lebih sering
terjadi pada pasien gemuk dibanding pasien yang tidak gemuk (27% banding 9%)
Sehubungan dengan blok interscalene, yang penting perlu diperhatikan (secara
keseluruhan) blok saraf frenikus menyebabkan sebagian atau seluruh diafragma menjadi
lumpu dan memperburuk fungsi pernapasan pada pasien gemuk. Jika blok interscalene
diperlukan pada pasien gemuk, disarankan keterlibatan saraf frenikus dikurangi dengan
penggunaan petunjuk USG, biarkan sedikit efek anestesi local bekerja, kemudian diikuti
sedikit demi sedikit infuse via kateter.110 Schwemmer dkk mempelajari USG disertai blok
interscalene pada 70 pasien dimana gabungan pasien yang gemuk dan yang memiliki
berat badan yang normal.108 Pada pemeriksaan tingkat tinggi, peneliti menemukan bahwa
gambaran saraf pada pasien gemuk memerlukan waktu 5(1) menit dibanding 4(2) menit
pada pasien dengan berat badan normal, yang secara klinik tak mungkin signifikan. Tidak
perbedaan signifikan yang memuaskan dalam keberhasilan blok pada 94% kelompok
dengan berat badan normal dan 77% pada kelompok gemuk, yang kemungkinan besar
disebabkan kurangnya sampel. Dalam usaha untuk meningkatkan data yang sesuai,
Schoeder dkk mencari data retrospektif dari 528 petunjuk ultrasound ISBs untuk
menentukan jika ada hubungan antara obesitas dan pembiusan.111 Mereka mengkonfirmasi
bahwa peningkatan BMI berhubungan dengan meningkatnya waktu pembiusan begitu
juga skor nyeri dan konsumsi opioid di postanesthesia care unit (PACU).
Anestesia dan analgesia neuraxial
Suatu kesulitan yang jelas dari teknik neuraxial pada orang obes adalah lokalisasi ruang
epidural atau subarachnoid karena kurangnya identifikasi raba dari prosesus spinosus.
31
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Dewasa ini, minat terhadap teknik neuraxial menggunakan bantuan ultrasound untuk
menuntun blok neuraxial mulai meningkat.112 Kebanyakan tindakan ini dilakukan pada
bidang obstetric, walaupun juga pada beberapa pasien ortopedi dengan kesulitan anatomis
(gabungan pasien obes dengan pasien scoliosis atau riwayat operasi lumbal spinal
sebelumnya), Ultrasound menunjukan peningkatan angka kesuksesan percobaan pertama,
mengurangi percobaan insersi jarum, dan mengurangi waktu pelaksanaan anesthesia
spinal.113 Perkiraan kedalaman ruang epidural dari ultrasound tampaknya berkorelasi baik
dengan panjangnya jarum paling tidak pada pasien partus yang obes.114 Penjelasan
mengenai teknik ultrasound sudah berada diluar artikel ini kami arahkan pembaca pada
topik yang kami bahas sekarang.
Jarum epidural dan spinal akan disuntikan pada pasien-pasien ini, dan teknik
needle-to-needle akan membantu mempertahankan arah jarum saat melaksanakan
anesthesia spinal. Massa lemak subkutan yang ada beserta mobilitas relatifnya, satu
masalah khusus adalah menempatkan kateter epidural pada kulit dimana ruang epidural
berubah pada saat, contohnya, menggerakan pasien dari posisi lateral ke supinasi atau
sebaliknya. Menggunakan teknik insersi,harus dipertahankan keseimbangan antara
memperbolehkan penambahan panjang kateter untuk mengatasi perubahan jarak ruang
dengan menghindari risiko kesalahan penempatan posisi kateter. Penanda kateter pada
beberapa alat biasanya hanya sampai 15 cm dengan penanda selanjutnya sampai 20 cmhal
ini dapat menyulitkan dalam mengetahui jarak insersi yang akurat pada obesistas ekstrim.
Analgesia epidural setelah operasi dihubungkan dengan peningkatan fungsi
respirasi pada obes dan mengurangi efek sampingb sistemik dari opioid. Secara khusus,
pemulihan yang lebih baik dari nilai kapasitas vital dan spirometrik yang terlihat pada
studi observasional yang dilakukan pada 84 % pasien yang dilakukan prosedur
laparotomy linea mediana untuk operasi ginekologi.115 Sayangnya hanya 16 % pasien
yang dalam studi ini memiliki IMT > 30, dan nampaknya kelompok pembanding
mendapatkan methadone sesuai kebutuhan disbanding parasetamol intravena biasanya.
Akibatnya, pada studi ini mungkin tidak menunujukan teknik komparasi terbaik.
Blok trunkus Pada kasus-kasus operasi dimana blok neuraxial menjadi kontraindikasi atau
tidak memungkinkan, maka teknik seperti blok bidang otot abdominis transversus atau
blok selubung rectus dapat mengurangi nyeri dan konsumsi opioid secara signifikan.
Tidak diragukan lagi, teknik ini dipersulit oleh jaringan lemak yang berlebihan, secara
khusus insersi kateter dan maintenance dalam selubung rektus, namun ternyata sangat
mudah walaupun sangat minim untuk diteeliti pada pasien obes hidup.
32
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Penanganan Post Operatif
Kegawatdaruratan anesthesia
Segera setelah ekstubasi, seharusnya pasien memperoleh kembali fungsi
neuromuskularnya, sadar dan kooperatif dengan volume tidal yang adekuat, khususnya
jika NIV elektif tidak direncanakan setelah ekstubasi trakeal. Perhatian khusus harus
diberikan, untuk menjamin dosis adekuat dari agen antagonis sebagai penyembuh dari
residual postoperative, dimana memiliki potensi besar dalam penolakan status pernafasan
dan asam-basa pada orang obes. Bahkan saat taka da OHS atau kelebihan OSA.
Gaszynsky dkk meneliti tentang pengembalian blok neuromuskuler karena induksi
rokuronium dengan menggunakan Sugammadex 2 mg/kgBB dengan Neostigmin
50µg/kbBB pada 70 pasien obes.116 Menunjukkan bahwa waktu untuk memperoleh rasio
Train-of-four (TOF) 90% secara signifikan lebih pendek pada kelompok dengan
Sugammadex dibandingkan dengan kelompok neostigmine yaitu 2,7 menit disbanding
9,6 menit, secara respektif (P<0,05), dan rasio TOF di PACU adalah 109,8% pada
kelompok dengan Sugammadex dibandingkan dengan 85,5% pada kelompok Neostigmin
(P<0,05). Perhatian khusus harus diambil untuk memahami penggunaan dosis berat badan
saat membaca penelitian di area ini. Van Lecker dkk meneliti 100 pasien secar acak
ditandai pada satu dari empat kelompok diberikan pada kelompok dengan waktu 128,8
detik, dimana tidak berbeda secara signifikan pada kelompok IMT + 40%. Waktu
kembali pada IMT dan IMT + 40% (P=0,0001 dan P=0,003, secara respektif). Yang
menarik, waktu yang lebuh pendek untuk kembali pada kelompok IMT +40% diperoleh
dengan memberikan dosis rata-rata yang lebih kecil dari Sugammadex, 162,3 mg
dibandingkan 236,5 mg; pada waktu ekstubasi trakeal atau pembukaan mata dari
pengembalian, sukses pada semua pasien, dimana rekomendasi penulis berdasarkan IMT
+ 40%.
Sejumlah laporan kasus menunjukkan bahwa penggunaan Sugammadex tidak
menjamin absensi dari risiko penyadaran kembali. Contohnya, le Core dkk melaporan
kasus wanita 115 kg yang menerima suatu dosis sugammadex 1, 74 mg/kgBB saat dia
33
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
kembali terdapat 2 kejang. Dia kemudian menerima rasio TOF > 90% dan perlu
reintubasi 10 menit kemudian dengan kehilangan fungsi neuromuscular dimana
memerlukan tambahan dosis Sugammadex.117
Perhatian khusus harus diberikan terhadap penggunaan yang tepat dari alat
monitoring neuromuscular. Hal ini memerlukan pertimbangan perubahan lokasi
monitoring (contoh wajah) pada pasien dengan lemak yang banyak pada pergelangan
tangan. Diameter pergelangan tangan yang > 18 cm dihubungkan dengan stimulasi arus
supramaksimal N. Ulnaris > 70 mA, dimana tidak dapat dijangkau oleh alat monitoring.118
Pasien obes harus diletakan paling tidak pada posisi Trendelenburg terbalik atau
posisi duduk sesegera mungkin setelah operasi berakhir. Ekstubasi trakeal seharusnya
dilakukan pada posisi seperti ini.
Optimalisasi fungsi paru dan oksigenasi
Pasien obesitas berisiko tinggi untuk desaturasi oksigen dan insufisiensi ventilasi pasca
operasi. Efek dari sedasi pasca operasi atau kurang terkontrolnya senyawa nyeri
mengurangi FRC, meningkatkan resistensi saluran napas dan mengurangi compliance
dinding dada yang sebelumnya disebutkan. Sayangnya, pengamatan klinis yang
intermiten gagal untuk mendeteksi periode desaturasi yang signifikan dan pemantauan
saturasi oksigen yang terus-menerus berguna dan direkomendasikan. Banyak pasien
dengan obesitas berat akan menderita episode desaturasi hingga durasi 30 menit dan
penting untuk dicatat bahwa episode ini tidak dihilangkan dengan hanya menggunakan
tambahan oksigen saja.119,120 Kebutuhan tambahan oksigen pasca operasi menjadi salah
satu barier utama untuk kasus bedah dengan pasien obesitas.121
Banyak pasien dengan obesitas berat dan OSA memiliki mesin CPAP sendiri dan
teknik yang dapat digunakan berhasil pada periode pasca operasi, bahkan pasien CPAP
sederhana. Pilihan ekstubasi trakea untuk CPAP atau NIV memperlihatkan perbaikan
oksigenasi pasca operatif dan menawarkan fleksibilitas dimana ekstubasi konvensional
dengan masker oksigen tidak berhasil.122 Teknik ini dapat dimanfaatkan di PACU, dan
pasien tetap dapat memilih terapi ini atau mencoba menghentikan selama periode. Bukti
yang digunakan pada pasien yang tidak menerima terapi preoperatif lemah, namun
pendekatan ini logis mengingat tambahan paparan fisiologis pembedahan. Pilihan lain
termasuk NIV intermiten dengan diselingi oksigen sungkup dimana mungkin lebih
ditoleransi oleh pasien. Teknik ini harus dipertimbangkan pada tiap pasien berdasarkan
operasi, dampak pada pernapasan mekanik, dan risiko OSA. Penerimaan untuk
34
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
menfasilitasi penurunan unit pemantauan ketat selama transisi ke dasar. Masih ada
kebutuhan untuk melatih staf dasar bedah untuk mengelolah pasien dengan risiko tinggi
komplikasi pernapasan dan dukungan dari tim spesialis pernapasan mungkin diperlukan
untuk pelatihan dan tindak lanjut. Tambahan oksigen dipandu dengan kemajuan klinis
dan hasil monitoring harus ada setidaknya 48-72 jam pertama setelah operasi besar. Perlu
diingat bahwa pasien berisiko tinggi sampai pola tidur normal mereka sepenuhnya
kembali dimana mungkin membutuhkan waktu 3-4 hari atau lebih. Pasien dengan OHS
membutuhkan pengelolaan yang cermat untuk menyeimbangkan kebutuhan analgesinya
terhadap risiko pernapasan dan untuk memantau gas darah arteri untuk pemantauan
kemajuan. Konsentrasi oksigen inspirasi yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan yang
mencapai PaO2 diatas fisiologis yang signifikan dapat menyebabkan peningkatan PaCO2
dan mengurangi ventilasi pada beberapa pasien OHS.123
Terlepas dari kecenderungan setelah operasi, pasien dengan obesitas berat harus
diawasi untuk petunjuk peningkatan kerja pernapasan dan dekompensasi dan peningkatan
fraksi oksigen inspirasi (FiO2) harus dihindari tanpa mengatasi patofisiologi paru-paru
yang mendasari. Perkembangan hipoksia akut atau kegagalan pernapasan hiperkapnia
harus ditangani cepat dan aktif seperti kemungkinan dekompensasi cepat sebaliknya.
Zoremba dkk, melakukan sebuah study menarik melihat utilitas jangka pendek
terapi fisik pernapasan pada fungsi paru 60 pasien dengan BMI 30-40 yang mengalami
bedah perifer minor.124 Intervensi dilakukan diluar PACU berikut ekstubasi trakea dan
terdiri dari set latihan spirometri intensif berulang setiap 15 menit selama 2 jam setelah
operasi. Kelompok intervensi memperlihatkan saturasi oksigen yang lebih baik di PACU
pada 6 dan 24 jam pasca operasi. Ada juga perbedaan signifikan kelompok intervensi
dalam hal volume ekspirasi paksa dalam satu detik, kapasitas vital, dan ekspirasi puncak
hingga 24 jam. Tidak ada data tentang efisiensi intervensi serupa untuk operasi besar atau
kelompok BMI yang lebih tinggi, tetapi ini tentu hal yang harus dikaji lebih lanjut.
Kontrol Nyeri
Pengendalian nyeri memungkinkan mobilisasi awal dan hasil dalam mengurangi risiko
infeksi paru-paru dan tromboemboli vena. Bentuk analgetik opioid-sparing yang paling
sering digunakan. Ini menggabungkan paracetamol oral ( atau intra vena bila tersedia),
obat anti inflamasi non steroid ( tanpa adanya kontraindikasi), blok saraf perifer, infiltasi
lokal anestesi atau blok. Teknik infiltrasi kontinyu juga tersedia.
35
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Jika opioid diperlukan, harus digunakan dalam dosis efektif minimum. Ada
sejumlah pilihan utama terapi tambahan untuk mengurangi kebutuhan analgesik, dengan
studi positif menggunakan preoperatif sentral reseptor alfa 2 agonis ( misalnya clonidine
dan dexmedetomidine), pregabalin, dan gabapentin dan kombinasi clonidine dan s-
ketamin.125-128 Jika analgesia opioid berbasis pasien yang digunakan, infus harus dihindari
dan periode lock-out harus disesuaikan untuk meminimalkan sedasi dan depresi
pernapasan
Risiko infeksi
Obesitas merupakan faktor risiko independent untuk komplikasi infeksi pasca operasi.129
Pasien dengan obesitas lebih mungkin untuk infeksi dalam aliran darah, kulit dan jaringan
lunak, infeksi luka, dehisensi luka, infeksi urinaria, dan mungkin infeksi paru-paru.130 Hal
ini mungkin berhubungan dengan efek gabungan obesitas terkait disfungsi imun dengan
perfusi jaringan dan dosis antimikroba yang mungkin tidak adekuat, tetapi efek dari
komorbiditas seperti diabetes tidak boleh dilipakan. Obesitas dan inflamasi kronik yang
menyertai mengubah jumlah dan fungsi sel T dendritik epidermal yang bertanggung
jawab untuk fungsi barier kulit dan reepitalisasi luka, yang menyebabkan luka kurang
efisien untuk sembuh.131 Sel ini juga berperan dalam regulasi inflamasi luka. Peningkatan
level FFA menekan fungsi sel T dan mengurangi efektivitas sinyal reseptor sel T. Paparan
berkelanjutan meningkatkan level leptin pada obesitas yang mengurangi respon sel imun
untuk merangsang efek zat ini – mereka bergabung dengan jaringan dan organ lain
menjadi resisten leptin.132
Bagaimana bisa peningkatan kerentanan terhadap infeksi menjadi terkontrol?
Selain perhatian yang seksama agar asepsis, pemberian antimikroba preoperatif harus
diberi batas waktu hari-hati dan dosis obat harus dipertimbangkan dengan benar untuk
memastikan level plasma dan jaringan yang adekuat. Penelitian berkualitas tinggi
dibidang ini tidak ada. Kontrol gula darah harus adekuat selama periode perioperatif dan
rumah sakit harus memiliki protap di tempat untuk menentukan target dan regimen
pengobatan.
Resiko Tromboemboli dan Profilaksis
Obesitas adalah sebuah faktor resiko independen untuk tromboemboli vena(TEV) dan
pasien ini banyak yang memiliki vena ekstremitas inferior yang statis dari awal.133
36
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
Intraoperative menggunakan perangkat mekanis dengan ukuran yang tepat seperti
perangkat kompresi pneumatik yang intermiten akan juga membantu meningkatkan
aliran balik vena serendah risiko thrombosis vena dalam. Jika seorang pasien risiko
perrdarahan dinilai rendah, profilaksis pharmalogical harus ditawarkan untuk semua
mengharapkan orang-orang dengan ruptur cranium/ malformasi vascular tulang belakang.
Profilaksis optimal dengan dosis heparin yang berat molekul rendah adalah tidak jelas,
meskipun berat dasar dosis direkomendasikan pada pasien obesitas sekali dengan dosis
tertentu.134 Sebagai contoh, mungkin dosis enoxaparin hingga 0,5 mg / kgBB ( sekali atau
dua kali setiap hari tergantung pada risiko TEV ) yang diperlukan untuk mencapai tingkat
anti-Xa yang memadai.70,135 Pemantauan anti-Xa dapat bermanfaat pada pasien dengan
obesitas sangat berat, dan target aktivitas anti – Xa di kisaran 0,2-0,4 IU / ml telah
direkomendasikan.136 Rumah sakit seharusnya memastikan bahwa panduan mereka adalah
yang terbaru dan menggabungkan saran spesifik mengenai pengelolaan pasien obesitas.
Mobilisasi
Mobilisasi dini adalah target inti program pemulihan yang ditingkatkan dan ini harus
berlaku sama untuk pasien bedah yang obesitas. Mobilisasi akan mengurangi komplikasi
pernapasan, tekanan vena thromboembolisme dan kerusakan kulit yang terkait. Anestesi
epidural tidak harus dianggap penghalang untuk mobilisasi, meskipun pasien harus
diawasi dan penilaian range blockade motor harus dibuat jika infus anastesi local yang
digunakan. Mobilisasi awal yang agresif melibatkan banyak tenaga kerja dan sumber
daya. Anastetik harus jelas mengatur dan menilai target mobilisasi harian yang
individualis. Harus ada pemicu objektif pada pasien yang direview ulang ketika
memobilisasi target tidak terpenuhi,sebagai kegagalan mobilisasi yang mungkin ada
tanda awal deterioration medis.
Dukungan Nutrisi
Tujuan nutrisi perioperatif untuk pasien yang obesitas berat meliputi pemeliharaan
euglikemia, penyediaan asupan protein dan asam amino yang memadai untuk
meminimalkan kehilangan dari otot dan mengoptimalkan penyembuhan luka dan
menyediakan cukup kalori untuk mengizinkan pemanfaatan cadangan lemak endogen
tanpa memicu ketoasidosis berat. Untuk pasien klinis dan operasi memungkinkan
kembali pengambilan asupan secara bertahap, mulai dari cairan biasa dan selanjutnya
37
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
melalui protein yang kaya cairan kembali ke diet. Untuk pasien yang sakit atau
membutuhkan perawatan yang serius beberapa dukungan nutrisi enteral atau parenteral
biasa mungkin dibutuhkan. Diet tinggi protein rendah kalori adalah satu strategi yang
telah berhasil digunakan dalam penanganan sakit yang serius.137 Defisisensi mikronutrien
mungkin membutuhkan penanganan dengan jadwal tersendiri. Penggunaaan suplemen
seperti vitamin dan elemen “trace” yang kekurangan sekitar bariatric operasi baru-baru ini
telah dilihat.138 Perhatian khusus untuk anastesiologist adalah kekurangan tiamin. Ini
mungkin menunjukkan gejala neurologis yang dapat diabaikan sebagai efek samping
minor dari regional atau anestesia neuraxial atau mungkin sebenarnya mengalihkan
perhatian apa benar-benar komplikasi regional atau neuroaxial anastesia. Secara umum
suplementasi tiamin 50-100 mg/hari mencukupi, meskipun dosis tinggi akan diperlukan
untuk Sindrom Korsakoff Wernicke.
Kesimpulan
Kesuksesan penanganan bedah mayor pada pasien obesitas yang berat memerlukan
sebuah usaha yang terkoordinasi dari berbagai disiplin dan baik dipikirkan jalur
perawatan dengan penuh pengaharapan dan petunjuk. Pasien ini secara medis sangat
kompleks dan semua memerlukan pelatihan dan pengetahuan yang mendasari perubahan
patofisiologi untuk memastikan bahwa pasien menerima perawatan dan perhatian yang
pantas mereka terima. Anastesiologis memiliki peran inti memanipulasi fisiologi pada
kelompok pasien ini untuk membantu memastikan hasil yang terbaik dan meminimalisasi
komplikasi. Sebagai tambahan, anastesiologis ditempatkan untuk mengenal masalah awal
postoperative dan membantu mereka menangani dan mematiskan petunjuk sesuai untuk
menjaga secara kritikal ketika perioperative menyebabkan dietates. Perluasan penelitian
yang ditargetkan mengenai patofisiologi perioperatif dan pengelolaan kelompok risiko
tinggi ini diperlukan.
Pertanyaan Pilihan Ganda
Untuk setiap pertanyaan, pilihlah satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar dapat
dilihat secara online sebaga Materi Tambahan Elektronik.
1) Yang mana pernyataan di bawah ini yang benar?
A. BMI didapatkan sebagai hasil pembagian antara berat badan keseluruhan (kg)
dengan tinggi (m)
38
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
B. BMI > 45 disebut sebagai morbidly obese
C. BMI adalah prediktor kelebihan lemak visceral yang lebih baik dibandingkan
lemak subkutan
D. Isi lemak tubuh mungkin meningkat pada BMI yang normal
E. Peningkatan BMI selalu mengindikasikan suatu obesitas
2) Yang mana pernyataan tentang adiponektin di bawah ini yang benar?
A. Meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis
B. Mengurangi oksidasi FFA
C. Terlibat dalam regulasi sintesis prostaglandin
D. Tidak ada hubungannya dengan perubahan konsentrasi nitrik oksida
E. Peningkatan kadar berhubungan dengan peningkatan aldosteron
3) Yang mana dari pernyataan di bawah ini yang salah tentang gangguan kardiovaskuler
pada obesitas?
A. Resiko fibrilasi atrial berhubungan dengan ukuran atrium kiri, bukan BMI
B. Reseptor angiotensin dilepaskan ke dalam sirkulasi koroner
C. Reseptor leptin khususnya berlokasi di atrium kiri
D. Kadar aldosteron berhubungan dengan keparahan obstruksi sleep apnea
E. Disfungsi diastolik menandakan perubahan dalam Doppler katub mitral
4) Obesitas yang berat berhubungan dengan perubahan respirasi yang mana di bawah
ini?
A. Pengurangan konsumsi oksigen puncak pada tes latihan kardiopulmoner
B. Peningkatan minute volume penyebab utama meningkatnya penilaian pernapasan
C. Turunnya FEV1 menyebabkan hilangnya volume paru yang melebihi perubahan
FVC
D. Suatu tanda turunya kapasitas total paru
E. Turunnya FRC karena turunnya volume residu
5) Pilih pernyataan yang salah yang menunjuk pada sindrom hipoventilasi pada obesitas.
A. Diagnosis membutuhkan bukti peningkatan PaCO2 di atas 45 mmHg
B. 30% terdiagnosis pada pasie OSA
C. Mekanisme paru dan volume buruk pada pasien OHS
D. Adanya OSA tidak dibutuhkan untuk mendiagnosa OHS
E. OHS dapat diketahui tanpa analisa gas darah
6) Obat mana yang benar yg sesuai dengan berat badan yang relevan?
A. Dosis Tiopental berdasarkan TBW
B. Dosis infus midazolam berdasarkan TBW
39
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
C. Dosis rokuronium berdasarkan TBW
D. Dosisi suksinil kolin berdasarkan berat badan ideal
E. Dosis remifentanil berdasarkan LBW
Penulis tidak menerima pendanaan dari sumber manapun yang berhubungan dengan
naskah ini.
Penulis tidak mengikuti organisasi komersial atau non-komersial atau asosiasi
apapun yang mungkin merasa bertentangan dengan pekerjaannya.
Daftar Pustaka
1. Shields M, Tremblay MS, Laviolette M, Craig CL, Janssen I,Gorber SC. Fitness of Canadian adults: results from the 2007-2009 Canadian Health Measures Survey. Health Rep 2010;21: 21-35
2. Sassi F, Devaux M, Cecchini M, Rusticelli E. The obesity epidemic: analysis of past and projected future trends in selectedOECD countries. OECD Health Working Papers 2009; DOI:10.1787/225215402672.
3. Kosmala W, Jedrzejuk D, Derzhko R, Przewlocka-Kosmala M,Mysiak A, Bednarek-Tupikowska G. Left ventricular function impairment in patients with normal-weight obesity: contribution of abdominal fat deposition, profibrotic state, reduced insulin sensitivity and proinflammatory activation. Circ Cardiovasc Imaging 2012; 5: 349-56.
4. Romero-Corral A, Somers VK, Sierra-Johnson J, et al. Normal weight obesity: a risk factor for cardiometabolic dysregulation and cardiovascular mortality. Eur Heart J 2010; 31: 737-46.
5. Haslam DW, James WP. Obesity. Lancet 2005; 366: 1197-209.
6. Prospective Studies Collaboration, Whitlock G, Lewington S, Sherliker P, et al. Body-mass index and cause-specific mortality in 900 000 adults: collaborative analyses of 57 prospective studies. Lancet 2009; 373: 1083-96.
7. Wronska A, Kmiec Z. Structural and biochemical characteristics of various white adipose tissue depots. Acta Physiol (Oxf) 2012; 205: 194-208.
8. Summer R, Walsh K, Medoff BD. Obesity and pulmonary arterial hypertension: is adiponectin the molecular link between these conditions? Pulm Circ 2011; 1: 440-7.
9. Flynn C, Bakris GL. Interaction between adiponectin andaldosterone. Cardiorenal Med 2011; 1: 96-101.
10. Sun S, Ji Y, Kersten S, Qi L. Mechanisms of inflammatory responses in obese adipose tissue. Annu Rev Nutr 2012; DOI: 10.1146/annurev-nutr-071811-150623.
11. Martins AR, Nachbar RT, Gorjao R, et al. Mechanisms underlying skeletal muscle insulin resistance induced by fatty acids: importance of the mitochondrial function. Lipids Health Dis 2012; 11: 30.
12. Bagi Z, Feher A, Cassuto J. Microvascular responsiveness in obesity: implications for therapeutic intervention. Br J Pharmacol 2012; 165: 544-60.
13. Houben AJ, Eringa EC, Jonk AM, Serne EH, Smulders YM, Stehouwer CD. Perivascular fat and the microcirculation: relevance to insulin resistance, diabetes, and cardiovascular disease. Curr Cardiovasc Risk Rep 2011; 6: 80-90.
14. Konishi M, Sugiyama S, Sugamura K, et al. Accumulation of pericardial fat correlates with left ventricular diastolic dysfunction in patients with normal ejection fraction. J Cardiol 2012; 59: 344-51.
15. Sotornik R, Brassard P, Martin E, Yale P, Carpentier AC, Ardilouze JL. Update on adipose tissue blood flow regulation. Am J Physiol Endocrinol Metab 2012; 302: E1157-70.
16. Oda E. Metabolic syndrome: its history, mechanisms, and limitations. Acta Diabetol 2012; 49: 89-95.
17. Huang KC, Lee LT, Chen CY, Sung PK. All-cause and cardiovascular disease mortality increased with metabolic syndrome in Taiwanese. Obesity (Silver Spring) 2008; 16: 684-9.
18. Wilson PW, D’Agostino RB, Parise H, Sullivan L, Meigs JB. Metabolic
40
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
syndrome as a precursor of cardiovascular disease and type 2 diabetes mellitus. Circulation 2005; 112: 3066-72.
19. Berwick ZC, Dick GM, Tune JD. Heart of the matter: coronary dysfunction in metabolic syndrome. J Mol Cell Cardiol 2012; 52: 848-56.
20. Dincer UD, Araiza AG, Knudson JD, Molina PE, Tune JD. Sensitization of coronary a -adrenoceptor vasoconstriction in the prediabetic metabolic syndrome. Microcirculation 2006; 13: 587-95.
21. Zhang C, Knudson JD, Setty S, et al. Coronary arteriolar vasoconstriction to angiotensin II is augmented in prediabetic metabolic syndrome via activation of AT1 receptors. Am J Physiol Heart Circ Physiol 2005; 288: H2154-62.
22. Rider OJ, Petersen SE, Francis JM, et al. Ventricular hypertrophy and cavity dilatation in relation to body mass index in women with uncomplicated obesity. Heart 2011; 97: 203-8.
23. Roos CJ, Quax PH, Jukema JW. Cardiovascular metabolic syndrome: mediators involved in the pathophysiology from obesity to coronary heart disease. Biomark Med 2012; 6: 35-52.
24. Dudenbostel T, Calhoun DA. Resistant hypertension, obstructive sleep apnoea and aldosterone. J Hum Hypertens 2011; 26:281-7.
25. Messaoudi S, Azibani F, Delcayre C, Jaisser F. Aldosterone, mineralocorticoid receptor, and heart failure. Mol Cell Endocrinol 2012; 350
26. Kosmala W, Przewlocka-Kosmala M, Szczepanik-Osadnik H, Mysiak A, O’Moore-Sullivan T, Marwick TH. A randomized study of the beneficial effects of aldosterone antagonism on LV function, structure, and fibrosis markers in metabolic syndrome. JACC Cardiovasc Imaging 2011; 4: 1239-49.
27. Ito K, Date T, Kawai M, et al. Morphological change of left atrium in obese individuals. Int J Cardiol 2011; 152: 117-9.
28. Wang TJ, Parise H, Levy D, et al. Obesity and the risk of newonset atrial fibrillation. JAMA 2004; 292: 2471-7.
29. Lin YK, Chen YC, Chang SL, et al. Heart failure epicardial fat increases atrial arrhythmogenesis. Int J Cardiol 2012; DOI: 10.1016/j.ijcard.2012.05.009.
30. Baena-Diez JM, Byram AO, Grau M, et al. Obesity is an independent risk factor for heart failure: Zona Franca Cohort Study. Clin Cardiol 2010; 33: 760-4.
31. Timoh T, Bloom ME, Siegel RR, Wagman G, Lanier GM, Vittorio TJ. A perspective on obesity cardiomyopathy. Obes Res Clin Pract 2012; DOI:10.1016/j.orcp.2012.02.011.
32. Huang CY, Lee SD. Possible pathophysiology of heart failure in obesity: cardiac apoptosis. BioMedicine 2012; 2: 36-40.
33. Poirier P, Giles TD, Bray GA, et al. Obesity and cardiovascular disease: pathophysiology, evaluation, and effect of weight loss: an update of the 1997 American Heart Association Scientific Statement on Obesity and Heart Disease From the Obesity Committee of the Council on Nutrition, Physical Activity, and Metabolism. Circulation 2006; 113: 898-918.
34. Satpathy C, Mishra TK, Satpathy R, Satpathy HK, Barone E. Diagnosis and management of diastolic dysfunction and heart failure. Am Fam Physician 2006; 73: 841-6.
35. Fleisher LA, Beckman JA, Brown KA, et al. ACC/AHA 2007 Guidelines on Perioperative Cardiovascular Evaluation and Care for Noncardiac Surgery: a report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Writing Committee to Revise the 2002 Guidelines on Perioperative Cardiovascular Evaluation for Noncardiac Surgery): developed in collaboration with the American Society of Echocardiography, American Society of Nuclear Cardiology, Hearth Rhythm Society, Society of Cardiovascular Anesthesiologists, Society for Cardiovascular Angiography and Interventions, Society for Vascular Medicine and Biology, and Society for Vascular Surgery. Circulation 2007; 116: e418- 500.
36. American Thoracic Society, American College of Chest Physicians. ATS/ACCP Statement on Cardiopulmonary Exercise Testing. Am J Respir Crit Care Med 2003; 167: 211-77.
37. Bhat G, Daley K, Dugan M, Larson G. Preoperative evaluation for bariatric surgery using transesophageal dobutamine stress echocardiography. Obes Surg 2004; 14: 948-51.
38. Lerakis S, Kalogeropoulos AP, El-Chami MF, et al. Transthoracic dobutamine stress echocardiography in patients undergoing bariatric surgery. Obes Surg 2007; 17: 1475-81.
39. Matyal R, Skubas NJ, Sheman SK, Mahmood F. Perioperative
41
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
assessment of diastolic dysfunction. Anesth Analg 2011; 113: 449-72.
40. Daniels LB, Clopton P, Bhalla V, et al. How obesity affects the cut-points for B-type natriuretic peptide in the diagnosis of acute heart failure. Results from the Breathing Not Properly Multinational Study. Am Heart J 2006; 151: 999-1005.
41. Beleigoli A, Diniz M, Nunes M, et al. Reduced brain natriuretic peptide levels in class III obesity: the role of metabolic and cardiovascular factors. Obes Facts 2011; 4: 427-32.
42. POISE Study Group, Devereaux PJ, Yang H, et al. Effects of extended-release metoprolol succinate in patients undergoing non-cardiac surgery (POISE trial): a randomised controlled trial. Lancet 2008; 371: 1839-47.
43. von Homeyer P, Schwinn DA. Pharmacogenomics of b-adrenergic receptor physiology and response to b-blockade. Anesth Analg 2011; 113: 1305-18.
44. Uzunlulu M, Oguz A, Yorulmaz E. The effect of carvedilol on metabolic parameters in patients with metabolic syndrome. Int Heart J 2006; 47: 421-30.
45. Pitt B. The role of mineralocorticoid receptor antagonists in patients with American College of Cardiology/American Heart Association stage B heart failure. Heart Fail Clin 2012; 8: 247-53.
46. Matsumoto S, Takebayashi K, Aso Y. The effect of spironolactone on circulating adipocytokines in patients with type 2 diabetes mellitus complicated by diabetic nephropathy. Metabolism 2006; 55: 1645-52.
47. Ashburn DD, DeAntonio A, Reed MJ. Pulmonary system and obesity. Crit Care Clin 2010; 26: 597-602.
48. Littleton SW. Impact of obesity on respiratory function. Respirology 2012; 17: 43-9.
49. Barbalho-Moulim MC, Miguel GPS, Forti EMP, Campos FDA, Costa D. Effects of preoperative inspiratory muscle training in obese women undergoing open bariatric surgery: respiratory muscle strength, lung volumes, and diaphragmatic excursion. Clinics 2011; 66: 1721-7.
50. Lopez PP, Stefan B, Schulman CI, Byers PM. Prevalence of sleep apnea in morbidly obese patients who presented for weight loss surgery evaluation: more evidence for routine screening for obstructive sleep apnea before weight loss surgery. Am Surg 2008; 74: 834-8.
51. Mokhlesi B, Tulaimat A. Recent advances in obesity hypoventilation syndrome. Chest 2007; 132: 1322-36.
52. Gross JB, Bachenberg KL, Benumof JL, American Society of Anesthesiologists Task Force on Perioperative Management, et al. Practice guidelines for the perioperative management of patients with obstructive sleep apnea: a report by the American Society of Anesthesiologists Task Force on Perioperative Management of patients with obstructive sleep apnea. Anesthesiology 2006; 104: 1081-93.
53. Abrishami A, Khajehdehi A, Chung F. A systematic review of screening questionnaires for obstructive sleep apnea. Can J Anesth 2010; 57: 423-38.
54. Chung F, Yegneswaran B, Liao P, et al. STOP questionnaire: a tool to screen patients for obstructive sleep apnea. Anesthesiology 2008; 108: 812-21.
55. Piper AJ. Obesity hypoventilation syndrome - the big and the breathless. Sleep Med Rev 2011; 15: 79-89.
56. Piper AJ, Grunstein RR. Obesity hypoventilation syndrome: mechanisms and management. Am J Respir Crit Care Med 2011; 183: 292-8.
57. Nowbar S, Burkart KM, Gonzales R, et al. Obesity-associated hypoventilation in hospitalized patients: prevalence, effects, and outcome. Am J Med 2004; 116: 1-7.
58. Berg G, Delaive K, Manfreda J, Walld R, Kryger MH. The use of health-care resources in obesity-hypoventilation syndrome. Chest 2001; 120: 377-83.
59. Mokhlesi B, Tulaimat A, Faibussowitsch I, Wang Y, Evans AT. Obesity hypoventilation syndrome: prevalence and predictors in patients with obstructive sleep apnea. Sleep Breath 2007; 11: 117-24.
60. Toh SY, Zarshenas N, Jorgensen J. Prevalence of nutrient deficiencies in bariatric patients. Nutrition 2009; 25: 1150-6.
61. Valentino D, Sriram K, Shankar P. Update on micronutrients in bariatric surgery. Curr Opin Clin Nutr Metab Care 2011; 14: 635-41.
62. Schweiger C, Weiss R, Berry E, Keidar A. Nutritional deficiencies in bariatric surgery candidates. Obes Surg 2010; 20: 193-7.
63. Damms-Machado A, Friedrich A, Kramer KM, et al. Pre- and postoperative nutritional deficiencies in obese patients undergoing
42
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
laparoscopic sleeve gastrectomy. Obes Surg 2012; 22: 881-9.
64. Ingrande J, Lemmens HJ. Dose adjustment of anaesthetics in the morbidly obese. Br J Anaesth 2010; 105(Suppl 1): i16-23.
65. Leykin Y, Miotto L, Pellis T. Pharmacokinetic considerations in the obese. Best Pract Res Clin Anaesthesiol 2011; 25: 27-36.
66. Janmahasatian S, Duffull SB, Ash S, Ward LC, Byrne NM, Green B. Quantification of lean bodyweight. Clin Pharmacokinet 2005; 44: 1051-65.
67. Ingrande J, Brodsky JB, Lemmens HJ. Lean body weight scalar for the anesthetic induction dose of propofol in morbidly obese subjects. Anesth Analg 2011; 113: 57-62.
68. van Kralingen S, van de Garde EM, Knibbe CA, et al. Comparative evaluation of atracurium dosed on ideal body weight vs. total body weight in morbidly obese patients. Br J Clin Pharmacol 2011; 71: 34-40.
69. Van Lancker P, Dillemans B, Bogaert T, Mulier JP, De Kock M, Haspeslagh M. Ideal versus corrected body weight for dosage of sugammadex in morbidly obese patients. Anaesthesia 2011; 66: 721-5.
70. Lim W. Using low molecular weight heparin in special patient populations. J Thromb Thrombolysis 2010; 29: 233-40.
71. McLeay SC, Morrish GA, Kirkpatrick CM, Green B. Encouraging the move towards predictive population models for the obese using propofol as a motivating example. Pharm Res 2009; 26: 1626-34.
72. Cortinez LI, Anderson BJ, Penna A, et al. Influence of obesity on propofol pharmacokinetics: derivation of a pharmacokinetic model. Br J Anaesth 2010; 105: 448-56.
73. Meyhoff CS, Lund J, Jenstrup MT, et al. Should dosing of rocuronium in obese patients be based on ideal or corrected body weight? Anesth Analg 2009; 109: 787-92.
74. Rondina MT, Wheeler M, Rodgers GM, Draper L, Pendleton RC. Weight-based dosing of enoxaparin for VTE prophylaxis in morbidly obese, medically-ill patients. Thromb Res 2010; 125: 220-3.
75. Brusasco C, Corradi F, Zattoni PL, Launo C, Leykin Y, Palermo S. Ultrasound-guided central venous cannulation in bariatric patients. Obes Surg 2009; 19: 1365-70.
76. Gregg SC, Murthi SB, Sisley AC, Stein DM, Scalea TM. Ultrasound- guided peripheral intravenous access in the
intensive care unit. J Crit Care 2010; 25: 514-9.
77. McGrath TM, Farabaugh EA, Pickett MJ, Wagner DK, Griswold-Theodorson S. Obesity hinders ultrasound visualization of the subclavian vein: implications for central venous access. J Vasc Access 2012; 13: 246-50.
78. Lagergren J. Influence of obesity on the risk of esophageal disorders. Nat Rev Gastroenterol Hepatol 2011; 8: 340-7.
79. Buchholz V, Berkenstadt H, Goitein D, Dickman R, Bernstine H, Rubin M. Gastric emptying is not prolonged in obese patients. Surg Obes Relat Dis 2012; . DOI:10.1016/j.soard.2012.03.008.
80. Menon S, Trudgill N. Risk factors in the aetiology of hiatus hernia: a meta-analysis. Eur J Gastroenterol Hepatol 2011; 23:133-8.
81. de Leon A, Thorn SE, Wattwil M. High-resolution solid-state manometry of the upper and lower esophageal sphincters during anesthesia induction: a comparison between obese and nonobese patients. Anesth Analg 2010; 111: 149-53.
82. de Leon A, Thorn SE, Raoof M, Ottosson J, Wattwil M. Effects of different respiratory maneuvers on esophageal sphincters in obese patients before and during anesthesia. Acta Anaesthesiol Scand 2010; 54: 1204-9.
83. Cook TM, Woodall N, Fourth National Audit Project. Major complications of airway management in the UK: results of the Fourth National Audit Project of the Royal College of Anaesthetists and the Difficult Airway Society. Part 1: Anaesthesia. Br J Anaesth 2011; 106: 617-31.
84. Kim WH, Ahn HJ, Lee CJ, et al. Neck circumference to thyromental distance ratio: a new predictor of difficult intubation in obese patients. Br J Anaesth 2011; 106: 743-8.
85. Abdallah R, Galway U, You J, Kurz A, Sessler DI, Doyle DJ. A randomized comparison between the Pentax AWS video laryngoscope and the Macintosh laryngoscope in morbidly obese patients. Anesth Analg 2011; 113: 1082-7.
86. Abdelmalak BB, Bernstein E, Egan C, et al. GlideScope_ vs fibreoptic scope for elective intubation in obese patients. Anaesthesia 2011; 66: 550-5.
87. Andersen LH, Rovsing L, Olsen KS. GlideScope videolaryngoscope vs. Macintosh direct laryngoscope for intubation of morbidly obese
43
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
patients: a randomized trial. Acta Anaesthesiol Scand 2011; 55: 1090-7.
88. Moore AR, Schricker T, Court O. Awake videolaryngoscopyassisted tracheal intubation of the morbidly obese. Anaesthesia 2012; 67: 232-5.
89. Ndoko SK, Amathieu R, Tual L, et al. Tracheal intubation of morbidly obese patients: a randomized trial comparing performance of Macintosh and AirtraqTM laryngoscopes. Br J Anaesth 2008; 100: 263-8.
90. Dhonneur G, Abdi W, Ndoko SK, et al. Video-assisted versus conventional tracheal intubation in morbidly obese patients. Obes Surg 2009; 19: 1096-101.
91. Yildiz TS, Ozdamar D, Arslan I, Solak M, Toker K. The LMA CTrachTM in morbidly obese and lean patients undergoing gynecological procedures: a comparative study. J Anesth 2010; 24: 849-53.
92. Arslan ZI, Ozdamar D, Yildiz TS, Solak ZM, Toker K. Tracheal intubation in morbidly obese patients: a comparison of the Intubating Laryngeal Mask AirwayTM and Laryngeal Mask Airway CTrachTM. Anaesthesia 2012; 67: 261-5.
93. Weber U, Oguz R, Potura LA, Kimberger O, Kober A, Tschernko E. Comparison of the i-gel and the LMA-Unique laryngeal mask airway in patients with mild to moderate obesity during elective short-term surgery. Anaesthesia 2011; 66: 481-7.
94. 94. Herriger A, Frascarolo P, Spahn DR, Magnusson L. The effect of positive airway pressure during pre-oxygenation and induction of anaesthesia upon duration of non-hypoxic apnoea. Anaesthesia 2004; 59: 243-7.
95. Futier E, Constantin JM, Pelosi P, et al. Noninvasive ventilation and alveolar recruitment maneuver improve respiratory function during and after intubation of morbidly obese patients: a randomized controlled study. Anesthesiology 2011; 114: 1354-63.
96. Futier E, Constantin JM, Pelosi P, et al. Intraoperative recruitment maneuver reverses detrimental pneumoperitoneuminduced respiratory effects in healthy weight and obese patients undergoing laparoscopy. Anesthesiology 2010; 113: 1310-9.
97. Chalhoub V, Yazigi A, Sleilaty G, et al. Effect of vital capacity manoeuvres on arterial oxygenation in morbidly obese patients undergoing open bariatric surgery. Eur J Anaesthesiol 2007; 24: 283-8.
98. Talab HF, Zabani IA, Abdelrahman HS, et al. Intraoperative ventilatory strategies for prevention of pulmonary atelectasis in obese patients undergoing laparoscopic bariatric surgery. Anesth Analg 2009; 109: 1511-6.
99. Almarakbi WA, Fawzi HM, Alhashemi JA. Effects of four intraoperative ventilatory strategies on respiratory compliance and gas exchange during laparoscopic gastric banding in obese patients. Br J Anaesth 2009; 102: 862-8.
100. De Baerdemaeker LE, Van der Herten C, Gillardin JM, Pattyn P, Mortier EP, Szegedi LL. Comparison of volume-controlled and pressure-controlled ventilation during laparoscopic gastric banding in morbidly obese patients. Obes Surg 2008; 18: 680-5.
101. Cadi P, Guenoun T, Journois D, Chevallier JM, Diehl JL, Safran D. Pressure-controlled ventilation improves oxygenation during laparoscopic obesity surgery compared with volumecontrolled ventilation. Br J Anaesth 2008; 100: 709-16.
102. Brodsky JB. Positioning the morbidly obese patient for anesthesia. Obes Surg 2002; 12: 751-8.
103. Tsueda K, Debrand M, Zeok SS, Wright BD, Griffin WO. Obesity supine death syndrome: reports of two morbidly obese patients. Anesth Analg 1979; 58: 345-7.
104. Jafari B, Mohsenin V. Overnight rostral fluid shift in obstructive sleep apnea: does it affect the severity of sleep-disordered breathing? Chest 2011; 140: 991-7.
105. Pelosi P, Croci M, Calappi E, et al. Prone positioning improves pulmonary function in obese patients during general anesthesia. Anesth Analg 1996; 83: 578-83.
106. Cotter JT, Nielsen KC, Guller U, et al. Increased body mass index and ASA physical status IV are risk factors for block failure in ambulatory surgery - an analysis of 9,342 blocks. Can J Anesth 2004; 51: 810-6.
107. Franco CD, Gloss FJ, Voronov G, Tyler SG, Stojiljkovic LS. Supraclavicular block in the obese population: an analysis of 2020 blocks. Anesth Analg 2006; 102: 1252-4.
108. Schwemmer U, Papenfuss T, Greim C, Brederlau J, Roewer N. Ultrasound-guided interscalene brachial plexus anaesthesia: differences in success between patients of normal and excessive
44
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
weight. Ultraschall Med 2006; 27: 245-50.
109. Hanouz JL, Grandin W, Lesage A, Oriot G, Bonnieux D, Gerard JL. Multiple injection axillary brachial plexus block: influence of obesity on failure rate and incidence of acute complications. Anesth Analg 2010; 111: 230-3.
110. Al-Nasser B. Review of interscalene block for postoperative analgesia after shoulder surgery in obese patients. Acta Anaesthesiol Taiwan 2012; 50: 29-34.
111. Schroeder K, Andrei AC, Furlong MJ, Donnelly MJ, Han S, Becker AM. The perioperative effect of increased body mass index on peripheral nerve blockade: an analysis of 528 ultrasound guided interscalene blocks. Rev Bras Anestesiol 2012; 62: 28-38.
112. Chin KJ, Perlas A. Ultrasonography of the lumbar spine for neuraxial and lumbar plexus blocks. Curr Opin Anaesthesiol 2011; 24: 567-72.
113. Chin KJ, Perlas A, Chan V, Brown-Shreves D, Koshkin A, Vaishnav V. Ultrasound imaging facilitates spinal anesthesia in adults with difficult surface anatomic landmarks. Anesthesiology 2011; 115: 94-101.
114. Balki M, Lee Y, Halpern S, Carvalho JC. Ultrasound imaging of the lumbar spine in the transverse plane: the correlation between estimated and actual depth to the epidural space in obese parturients. Anesth Analg 2009; 108: 1876-81.
115. von Ungern-Sternberg BS, Regli A, Schneider MC, Kunz F, Reber A. Effect of obesity and site of surgery on perioperative lung volumes. Br J Anaesth 2004; 92: 202-7.
116. Gaszynski T, Szewczyk T, Gaszynski W. Randomized comparison of sugammadex and neostigmine for reversal of rocuroniuminduced muscle relaxation in morbidly obese undergoing general anaesthesia. Br J Anaesth 2012; 108: 236-9.
117. Le Corre F, Nejmeddine S, Fatahine C, Tayar C, Marty J, Plaud B. Recurarization after sugammadex reversal in an obese patient. Can J Anesth 2011; 58: 944-7.
118. Nazar C, de la Cuadra JC, Munoz H. Neuromuscular blockade monitoring in obese patients. Eur J Anaesthesiol 2005; 22: 36 (A131).
119. Ahmad S, Nagle A, McCarthy RJ, Fitzgerald PC, Sullivan JT, Prystowsky J. Postoperative hypoxemia in morbidly obese patients with and without obstructive sleep apnea
undergoing laparoscopic bariatric surgery. Anesth Analg 2008; 107: 138-43.
120. Gallagher SF, Haines KL, Osterlund LG, Mullen M, Downs JB. Postoperative hypoxemia: common, undetected, and unsuspected after bariatric surgery. J Surg Res 2010; 159: 622-6.
121. Hofer RE, Kai T, Decker PA, Warner DO. Obesity as a risk factor for unanticipated admissions after ambulatory surgery. Mayo Clin Proc 2008; 83: 908-16.
122. Gaszynski T, Tokarz A, Piotrowski D, Machala W. Boussignac CPAP in the postoperative period in morbidly obese patients. Obes Surg 2007; 17: 452-6.
123. Wijesinghe M, Williams M, Perrin K, Weatherall M, Beasley R. The effect of supplemental oxygen on hypercapnia in subjects with obesity-associated hypoventilation: a randomized, crossover, clinical study. Chest 2011; 139: 1018-24.
124. Zoremba M, Dette F, Gerlach L, Wolf U, Wulf H. Short-term respiratory physical therapy treatment in the PACU and influence on postoperative lung function in obese adults. Obes Surg 2009; 19: 1346-54.
125. Tufanogullari B, White PF, Peixoto MP, et al. Dexmedetomidine infusion during laparoscopic bariatric surgery: the effect on recovery outcome variables. Anesth Analg 2008; 106: 1741-8.
126. Pawlik MT, Hansen E, Waldhauser D, Selig C, Kuehnel TS. Clonidine premedication in patients with sleep apnea syndrome: a randomized, double-blind, placebo-controlled study. Anesth Analg 2005; 101: 1374-80.
127. Cabrera Schulmeyer MC, de la Maza de J, Ovalle C, Farias C, Vives I. Analgesic effects of a single preoperative dose of pregabalin after laparoscopic sleeve gastrectomy. Obes Surg 2010; 20: 1678-81.
128. Sollazzi L, Modesti C, Vitale F, et al. Preinductive use of clonidine and ketamine improves recovery and reduces postoperative pain after bariatric surgery. Surg Obes Relat Dis 2009; 5: 67-71.
129. Falagas ME, Kompoti M. Obesity and infection. Lancet Infect Dis 2006; 6: 438-46.
130. Huttunen R, Syrjanen J. Obesity and the risk and outcome of infection. Int J Obes (Lond) 2012; . DOI:10.1038/ijo.2012.62.
131. Cheung KP, Taylor KR, Jameson JM. Immunomodulation at epithelial
45
Penanganan perioperatif pada pasien dengan obesitas berat : Sebuah tinjauan patofisiologi selektif.Aidan Cullen, MB BCh; Andrew Ferguson, MB BChCan J Anesth/J Can Anesth (2012) 59:974–996
sites by obesity and metabolic disease. Immunol Res 2012; 52: 182-99.
132. Milner JJ, Beck MA. The impact of obesity on the immune response to infection. Proc Nutr Soc 2012; 71: 298-306.
133. Allman-Farinelli MA. Obesity and venous thrombosis: a review. Semin Thromb Hemost 2011; 37: 903-7.
134. Garcia DA, Baglin TP, Weitz JI, Samama MM, American College of Chest Physicians. Parenteral Anticoagulants: Antithrombotic Therapy and Prevention of Thrombosis, 9th ed: American College of Chest Physicians Evidence-Based Clinical Practice Guidelines. Chest 2012; 141(2 suppl): e24S-43S.
135. Medico CJ, Walsh P. Pharmacotherapy in the critically ill obese patient. Crit Care Clin 2010; 26: 679-88.
136. Borkgren-Okonek MJ, Hart RW, Pantano JE, et al. Enoxaparin thromboprophylaxis in gastric bypass patients: extended duration, dose stratification, and antifactor Xa activity. Surg Obes Relat Dis 2008; 4: 625-31.
137. Kaafarani HM, Shikora SA. Nutritional support of the obese and critically ill obese patient. Surg Clin North Am 2011; 91: 837-55.
138. Bordalo LA, Teixeira TF, Bressan
J, Mourao DM. Bariatric surgery: how and why to supplement (Portuguese). Rev Assoc Med Bras 2011; 57: 113-20
46