Pemeriksaan Diagnostic

12
Pemeriksaan diagnostic 1. Anamnesis lengkap Dengan anamnesis yang baik, diagnosis urethra mudah ditegakkan, apabila ada riwayat infeksi “veneral atau straddle injury” seperti uretritis, trauma dengan kerusakan pada pinggul straddle injury, instrumentasi pada urethra, pemasangan kateter, dan kelainan sejak lahir. 2. Inspeksi Meatus, ekstremus yang sempit, pembengkakan serta fistula di daerah penis, skrotum, perineum, dan suprapubik. 3. Palpasi Teraba jaringan parut sepanjang perjalanan urethra, anterior pada bagian ventral dari penis, muara vistula bila dipijat mengeluarkan getah/nanah. 4. Colok dubur 5. Untuk kepastian diagnosis dapat ditegakkan dan dipastikan dengan uretrosistografi, uretoskopi kedalam lumen urethra dimasukkan dimana kedalam kedalam urethra dimasukkan dengan kontras kemudian di foto sehingga dapat terlihat saluran- saluran urethra dan buli-buli dan dari foto tersebut dapat ditemukan : Lokasi striktur : apakah terletak pada proksimal atau distal dari sfinghter, sebab ini penting untuk tindakan operasi. Besar kecilnya striktur Panjang striktur Jenis striktur

Transcript of Pemeriksaan Diagnostic

Page 1: Pemeriksaan Diagnostic

Pemeriksaan diagnostic

1. Anamnesis lengkap

Dengan anamnesis yang baik, diagnosis urethra mudah ditegakkan, apabila ada

riwayat infeksi “veneral atau straddle injury” seperti uretritis, trauma dengan kerusakan

pada pinggul straddle injury, instrumentasi pada urethra, pemasangan kateter, dan

kelainan sejak lahir.

2. Inspeksi

Meatus, ekstremus yang sempit, pembengkakan serta fistula di daerah penis,

skrotum, perineum, dan suprapubik.

3. Palpasi

Teraba jaringan parut sepanjang perjalanan urethra, anterior pada bagian ventral

dari penis, muara vistula bila dipijat mengeluarkan getah/nanah.

4. Colok dubur

5. Untuk kepastian diagnosis dapat ditegakkan dan dipastikan dengan uretrosistografi, uretoskopi kedalam lumen urethra dimasukkan dimana kedalam kedalam urethra dimasukkan dengan kontras kemudian di foto sehingga dapat terlihat saluran-saluran urethra dan buli-buli dan dari foto tersebut dapat ditemukan :

Lokasi striktur : apakah terletak pada proksimal atau distal dari sfinghter, sebab ini penting untuk tindakan operasi.

Besar kecilnya striktur Panjang striktur Jenis striktur

Pemeriksaan penunjang

1) Laboratorium

Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi

Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

2) Uroflowmetri

Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin.

Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi.

Page 2: Pemeriksaan Diagnostic

Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25

ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi.

3) Radiologi

Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan dan

besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur

adalah dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan

kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan

pemeriksaan ini panjang striktur dapat diketahui sehingga penting untuk perencanaan

terapi atau operasi.

4) Instrumentasi

Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan

kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan ukuran

yang lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil

dapat masuk menandakan adanya penyempitan lumen uretra.

Komplikasi

Striktur urethra menyebabkan retensi urin di dalam kandung kemih,

penumpukkan urin di dalam kandung kemih beresiko tinggi terjadinya infeksi yang dapat

menyebabkan ke andung kemih, prostat, dan ginjal. Abses diatas lokasi striktur juga

dapat terjadi, sehingga menyebabkan kerusakan uretra.

Selain itu terjadi batu kandung kemih juga meningkat, timbul gejala sulit

ejakulasi, fistula uretrokutancus (hubungan abnormal antara uretra dengan kulit).

1. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel

Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot

kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan

melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal terjadi

trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan

divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada

Page 3: Pemeriksaan Diagnostic

sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi

divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.

2. Residu urine

Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak timbul

residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah keadaan dimana

setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan normal residu

ini tidak ada.

3. Refluks vesiko ureteral

Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli

melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi

maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk kembali

ke ureter bahkan sampai ginjal.

4. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal

Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh

mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat

mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan

timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi.

Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan

timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala

akibatnya.

5. Infiltrat urine, abses dan fistulasi

Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa

timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine yang

terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau

tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul fistula di supra pubis

atau uretra proksimal dari striktur.

Page 4: Pemeriksaan Diagnostic

Prognosis

Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani

pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah

dilakukan observasi selama satu tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.

Terapi

Kalau penderita datangdengan retensio urine maka pertolongan pertama dengan

sistostomi kemudian baru dibuat pemeriksaan uretrografi untik memastikan

adanya striktur uretra.

Kalau penderita dengan infiltrasi urin atau abses, dilakukan insisi infiltrat dan

abses dan dilakukkan sistostomi baru kemudian dibuat uretrografi.

Penatalaksanaan

Tujuan dari pengobatan striktur uretra adalah kesembuhan permanen, tidak hanya

sembuh sementara. Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung pada lokasi striktur,

panjang/pendek striktur, dan kedaruratannya. Contohnya, jika pasien datang dengan

retensi urine akut, secepatnya lakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine

dari buli-buli. Sistostomi adalah tindakan operasi dengan membuat jalan antara buli-buli

dan dinding perut anterior. Jika dijumpai abses periuretra, kita lakukan insisi untuk

mengeluarkan nanah dan berikan antibiotika.1 Jika lokasi striktur di uretra pars bulbosa

dimana terdapat korpus spongiosum yang lebih tebal daripada di uretra pars pedularis,

maka angka kesuksesan prosedur uretrotomi akan lebih baik jika dikerjakan di daerah

tersebut. Penanganan konvensional seperti uretrotomi atau dilatasi masih tetap dilakukan,

walaupun pengobatan ini rentan menimbulkan kekambuhan. Hasil sebuah studi

mengindikasikan 80% striktur yang ditangani dengan internal uretrostomi mengalami

kekambuhan dalam 5 tahun berikutnya. Pemasangan stent adalah alternatif bagi pasien

yang sering mengalami rekurensi striktur. Namun tidak menutup kemungkinan untuk

terjadi komplikasi seperti hiperplasia jaringan uretra sehingga menimbulkan obstruksi

sekunder.6,7 Beberapa pilihan terapi untuk striktur uretra adalah sebagai berikut:

1) Dilatasi uretra

Ini merupakan cara yang paling lama dan paling sederhana dalam penanganan

striktur uretra. Direkomendasikan pada pasien yang tingkat keparahan striktur masih

Page 5: Pemeriksaan Diagnostic

rendah atau pasien yang kontra indikasi dengan pembedahan. Dilatasi dilakukan dengan

menggunakan balon kateter atau busi logam dimasukan hati-hati ke dalam uretra untuk

membuka daerah yang menyempit.1 Pendarahan selama proses dilatasi harus dihindari

karena itu mengindikasikan terjadinya luka pada striktur yang akhirnya menimbulkan

striktur baru yang lebih berat. Hal inilah yang membuat angka kesuksesan terapi menjadi

rendah dan sering terjadi kekambuhan

2) Uretrotomi interna

Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong

jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse, laser atau

elektrokoter.

Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari

pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada wanita dengan

striktur uretra.

Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur

uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih

dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah

pasien dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu

sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan

pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi.

3) Pemasangan stent

Stent adalah benda kecil, elastis yang dimasukan pada daerah striktur. Stent

biasanya dipasang setelah dilatasi atau uretrotomi interna. Ada dua jenis stent yang

tersedia, stent sementara dan permanen. Stent permanen cocok untuk striktur uretra pars

bulbosa dengan minimal spongiofibrosis. Biasanya digunakan oleh orang tua, yang tidak

fit menjalani prosedur operasi. Namun stent permanen juga memiliki kontra indikasi

terhadap pasien yang sebelumnya menjalani uretroplasti substitusi dan pasien straddle

injury dengan spongiosis yang dalam. Angka rekurensi striktur bervariasi dari 40%-80%

Page 6: Pemeriksaan Diagnostic

dalam satu tahun. Komplikasi sering terjadi adalah rasa tidak nyaman di daerah

perineum, diikuti nyeri saat ereksi dan kekambuhan striktur.6

4) Uretroplasti

Uretroplasti merupakan standar dalam penanganan striktur uretra, namun masih

jarang dikerjakan karena tidak banyak ahli medis yang menguasai teknik bedah ini.

Sebuah studi memperlihatkan bahwa uretroplasti dipertimbangkan sebagai teknik bedah

dengan tingkat invasif minimal dan lebih efisien daripada uretrotomi.2 Uretroplasti

adalah rekonstruksi uretra terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis. Ada dua jenis

uretroplasti yaitu uretroplasti anastomosis dan substitusi. Uretroplasti anastomosis

dilakukan dengan eksisi bagian striktur kemudian uretra diperbaiki dengan mencangkok

jaringan atau flap dari jaringan sekitar. Teknik ini sangat tepat untuk striktur uretra pars

bulbosa dengan panjang striktur 1-2 cm. Uretroplasti substitusi adalah mencangkok

jaringan striktur yang dibedah dengan jaringan mukosa bibir, mukosa kelamin, atau

preputium. Ini dilakukan dengan graft, yaitu pemindahan organ atau jaringan ke bagian

tubuh lain, dimana sangat bergantung dari suplai darah pasien untuk dapat bertahan.

Proses graft terdiri dari dua tahap, yaitu imbibisi dan inoskulasi. Imbibisi adalah

tahap absorsi nutrisi dari pembuluh darah paien dalam 48 jam pertama. Setelah itu diikuti

tahap inoskulasi dimana terjadi vaskularisasi graft oleh pembuluh darah dan limfe. Jenis

jaringan yang bisa digunakan adalah buccal mucosal graft, full thickness skin graft,

bladder epithelial graft, dan rectal mucosal graft. Dari semua graft diatas yang paling

disukai adalah buccal mucosal graft atau jaringan mukosa bibir, karena jaringan tersebut

memiliki epitel tebal elastis, resisten terhadp infeksi, dan banyak terdapat pembuluh

darah lamina propria. Tempat asal dari graft ini juga cepat sembuh dan jarang mengalami

komplikasi.2 Angka kesuksesan sangat tinggi mencapai 87%. Namun infeksi saluran

kemih, fistula uretrokutan, dan chordee bisa terjadi sebagai komplikasi pasca operasi

5) Prosedur rekonstruksi multiple

Adalah suatu tindakan bedah dengan membuat saluran uretra di perineum.

Indikasi prosedur ini adalah ketidakmampuan mencapai panjang uretra, bisa karena

fibrosis hasil operasi sebelumnya atau teknik substitusi tidak bisa dikerjakan. Ketika

terjadi infeksi dan proses radang aktif sehingga teknik graft tidak bisa dikerjakan,

prosedur ini bisa menjadi pilihan operasi. Rekonstruksi multiple memang memerlukan

Page 7: Pemeriksaan Diagnostic

anestesi yang lebih banyak dan menambah lama rawat inap pasien, namun berguna bila

pasien kontra indikasi terhadap teknik lain.

Karena rentannya kekambuhan dan komplikasi pasca operasi, ada beberapa hal

yang harus diperhatikan para ahli medis agar operasi berjalan baik. Pertama saat pre-

operasi kita perkirakan panjang striktur dan derajat fibrosis yang terjadi. Gunakan

pemeriksaan radiologi seperti yang disebutkan di atas. Analisis urine dan kultur harus

dikerjakan sebelum operasi, karena urine harus steril saat kita melakukan intervensi,

untuk mencegah infeksi. Riwayat seksual pasien juga harus ditanyakan. Saat operasi,

menjaga sfingter dan inervasinya dengan cara memotong jaringan konektif antara sfingter

dan uretra berguna dalam mencegah kontinesia dan gangguan ereksi pasca operasi. Eksisi

seluruh jaringan parut, mencegah mobilisasi uretra yang berlebih, dan drainase urine

sebelum operasi adalah hal-hal penting yang harus diperhatikan untuk meningkatkan

angka kesuksesan terapi.5 Antibiotik diberikan pada pasien yang dicurigai mengalami

infeksi saluran kemih dan jenisnya diberikan sesuai dengan hasil tes kepekaan. Jika hasil

kepekaan steril, maka dapat diberikan antibiotik profilaksis seperti ampicillin atau

cephalosporin.

Staf pengajar bagian ilmu bedah fakultas kedokteran universitas Indonesia. Kumpulan

kuliah ilmu bedah. Penerbit Binarupa Aksara, tangerang, 1998

Basuki B Purnomo, (2000), dasar-dasar urologi, fakultas kedokteran universitas

Brawijaya, malang

Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Striktur Uretra, dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Ed.

Revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996.

Purnomo B. Basuki. Dasar-dasar urologi. Edisi ketiga. Jakarta: CV Sagung Seto; 2011

Barbagli Guido, Lazerri Masimo. Surgical treatment of anterior urethral stricture disease:

brief overview. International Braz J Urol. 2007; 33. P. 461-469.