Pemeriksaan diagnostic
1. Anamnesis lengkap
Dengan anamnesis yang baik, diagnosis urethra mudah ditegakkan, apabila ada
riwayat infeksi “veneral atau straddle injury” seperti uretritis, trauma dengan kerusakan
pada pinggul straddle injury, instrumentasi pada urethra, pemasangan kateter, dan
kelainan sejak lahir.
2. Inspeksi
Meatus, ekstremus yang sempit, pembengkakan serta fistula di daerah penis,
skrotum, perineum, dan suprapubik.
3. Palpasi
Teraba jaringan parut sepanjang perjalanan urethra, anterior pada bagian ventral
dari penis, muara vistula bila dipijat mengeluarkan getah/nanah.
4. Colok dubur
5. Untuk kepastian diagnosis dapat ditegakkan dan dipastikan dengan uretrosistografi, uretoskopi kedalam lumen urethra dimasukkan dimana kedalam kedalam urethra dimasukkan dengan kontras kemudian di foto sehingga dapat terlihat saluran-saluran urethra dan buli-buli dan dari foto tersebut dapat ditemukan :
Lokasi striktur : apakah terletak pada proksimal atau distal dari sfinghter, sebab ini penting untuk tindakan operasi.
Besar kecilnya striktur Panjang striktur Jenis striktur
Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi
Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
2) Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin.
Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi.
Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25
ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi.
3) Radiologi
Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan dan
besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur
adalah dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan
kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan
pemeriksaan ini panjang striktur dapat diketahui sehingga penting untuk perencanaan
terapi atau operasi.
4) Instrumentasi
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan
kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan ukuran
yang lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil
dapat masuk menandakan adanya penyempitan lumen uretra.
Komplikasi
Striktur urethra menyebabkan retensi urin di dalam kandung kemih,
penumpukkan urin di dalam kandung kemih beresiko tinggi terjadinya infeksi yang dapat
menyebabkan ke andung kemih, prostat, dan ginjal. Abses diatas lokasi striktur juga
dapat terjadi, sehingga menyebabkan kerusakan uretra.
Selain itu terjadi batu kandung kemih juga meningkat, timbul gejala sulit
ejakulasi, fistula uretrokutancus (hubungan abnormal antara uretra dengan kulit).
1. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel
Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot
kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan
melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal terjadi
trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan
divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada
sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi
divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.
2. Residu urine
Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak timbul
residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah keadaan dimana
setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan normal residu
ini tidak ada.
3. Refluks vesiko ureteral
Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli
melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi
maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk kembali
ke ureter bahkan sampai ginjal.
4. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal
Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh
mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat
mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan
timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi.
Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan
timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala
akibatnya.
5. Infiltrat urine, abses dan fistulasi
Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa
timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine yang
terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau
tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul fistula di supra pubis
atau uretra proksimal dari striktur.
Prognosis
Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani
pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah
dilakukan observasi selama satu tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.
Terapi
Kalau penderita datangdengan retensio urine maka pertolongan pertama dengan
sistostomi kemudian baru dibuat pemeriksaan uretrografi untik memastikan
adanya striktur uretra.
Kalau penderita dengan infiltrasi urin atau abses, dilakukan insisi infiltrat dan
abses dan dilakukkan sistostomi baru kemudian dibuat uretrografi.
Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan striktur uretra adalah kesembuhan permanen, tidak hanya
sembuh sementara. Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung pada lokasi striktur,
panjang/pendek striktur, dan kedaruratannya. Contohnya, jika pasien datang dengan
retensi urine akut, secepatnya lakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine
dari buli-buli. Sistostomi adalah tindakan operasi dengan membuat jalan antara buli-buli
dan dinding perut anterior. Jika dijumpai abses periuretra, kita lakukan insisi untuk
mengeluarkan nanah dan berikan antibiotika.1 Jika lokasi striktur di uretra pars bulbosa
dimana terdapat korpus spongiosum yang lebih tebal daripada di uretra pars pedularis,
maka angka kesuksesan prosedur uretrotomi akan lebih baik jika dikerjakan di daerah
tersebut. Penanganan konvensional seperti uretrotomi atau dilatasi masih tetap dilakukan,
walaupun pengobatan ini rentan menimbulkan kekambuhan. Hasil sebuah studi
mengindikasikan 80% striktur yang ditangani dengan internal uretrostomi mengalami
kekambuhan dalam 5 tahun berikutnya. Pemasangan stent adalah alternatif bagi pasien
yang sering mengalami rekurensi striktur. Namun tidak menutup kemungkinan untuk
terjadi komplikasi seperti hiperplasia jaringan uretra sehingga menimbulkan obstruksi
sekunder.6,7 Beberapa pilihan terapi untuk striktur uretra adalah sebagai berikut:
1) Dilatasi uretra
Ini merupakan cara yang paling lama dan paling sederhana dalam penanganan
striktur uretra. Direkomendasikan pada pasien yang tingkat keparahan striktur masih
rendah atau pasien yang kontra indikasi dengan pembedahan. Dilatasi dilakukan dengan
menggunakan balon kateter atau busi logam dimasukan hati-hati ke dalam uretra untuk
membuka daerah yang menyempit.1 Pendarahan selama proses dilatasi harus dihindari
karena itu mengindikasikan terjadinya luka pada striktur yang akhirnya menimbulkan
striktur baru yang lebih berat. Hal inilah yang membuat angka kesuksesan terapi menjadi
rendah dan sering terjadi kekambuhan
2) Uretrotomi interna
Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong
jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse, laser atau
elektrokoter.
Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari
pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada wanita dengan
striktur uretra.
Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur
uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih
dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah
pasien dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu
sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan
pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi.
3) Pemasangan stent
Stent adalah benda kecil, elastis yang dimasukan pada daerah striktur. Stent
biasanya dipasang setelah dilatasi atau uretrotomi interna. Ada dua jenis stent yang
tersedia, stent sementara dan permanen. Stent permanen cocok untuk striktur uretra pars
bulbosa dengan minimal spongiofibrosis. Biasanya digunakan oleh orang tua, yang tidak
fit menjalani prosedur operasi. Namun stent permanen juga memiliki kontra indikasi
terhadap pasien yang sebelumnya menjalani uretroplasti substitusi dan pasien straddle
injury dengan spongiosis yang dalam. Angka rekurensi striktur bervariasi dari 40%-80%
dalam satu tahun. Komplikasi sering terjadi adalah rasa tidak nyaman di daerah
perineum, diikuti nyeri saat ereksi dan kekambuhan striktur.6
4) Uretroplasti
Uretroplasti merupakan standar dalam penanganan striktur uretra, namun masih
jarang dikerjakan karena tidak banyak ahli medis yang menguasai teknik bedah ini.
Sebuah studi memperlihatkan bahwa uretroplasti dipertimbangkan sebagai teknik bedah
dengan tingkat invasif minimal dan lebih efisien daripada uretrotomi.2 Uretroplasti
adalah rekonstruksi uretra terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis. Ada dua jenis
uretroplasti yaitu uretroplasti anastomosis dan substitusi. Uretroplasti anastomosis
dilakukan dengan eksisi bagian striktur kemudian uretra diperbaiki dengan mencangkok
jaringan atau flap dari jaringan sekitar. Teknik ini sangat tepat untuk striktur uretra pars
bulbosa dengan panjang striktur 1-2 cm. Uretroplasti substitusi adalah mencangkok
jaringan striktur yang dibedah dengan jaringan mukosa bibir, mukosa kelamin, atau
preputium. Ini dilakukan dengan graft, yaitu pemindahan organ atau jaringan ke bagian
tubuh lain, dimana sangat bergantung dari suplai darah pasien untuk dapat bertahan.
Proses graft terdiri dari dua tahap, yaitu imbibisi dan inoskulasi. Imbibisi adalah
tahap absorsi nutrisi dari pembuluh darah paien dalam 48 jam pertama. Setelah itu diikuti
tahap inoskulasi dimana terjadi vaskularisasi graft oleh pembuluh darah dan limfe. Jenis
jaringan yang bisa digunakan adalah buccal mucosal graft, full thickness skin graft,
bladder epithelial graft, dan rectal mucosal graft. Dari semua graft diatas yang paling
disukai adalah buccal mucosal graft atau jaringan mukosa bibir, karena jaringan tersebut
memiliki epitel tebal elastis, resisten terhadp infeksi, dan banyak terdapat pembuluh
darah lamina propria. Tempat asal dari graft ini juga cepat sembuh dan jarang mengalami
komplikasi.2 Angka kesuksesan sangat tinggi mencapai 87%. Namun infeksi saluran
kemih, fistula uretrokutan, dan chordee bisa terjadi sebagai komplikasi pasca operasi
5) Prosedur rekonstruksi multiple
Adalah suatu tindakan bedah dengan membuat saluran uretra di perineum.
Indikasi prosedur ini adalah ketidakmampuan mencapai panjang uretra, bisa karena
fibrosis hasil operasi sebelumnya atau teknik substitusi tidak bisa dikerjakan. Ketika
terjadi infeksi dan proses radang aktif sehingga teknik graft tidak bisa dikerjakan,
prosedur ini bisa menjadi pilihan operasi. Rekonstruksi multiple memang memerlukan
anestesi yang lebih banyak dan menambah lama rawat inap pasien, namun berguna bila
pasien kontra indikasi terhadap teknik lain.
Karena rentannya kekambuhan dan komplikasi pasca operasi, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan para ahli medis agar operasi berjalan baik. Pertama saat pre-
operasi kita perkirakan panjang striktur dan derajat fibrosis yang terjadi. Gunakan
pemeriksaan radiologi seperti yang disebutkan di atas. Analisis urine dan kultur harus
dikerjakan sebelum operasi, karena urine harus steril saat kita melakukan intervensi,
untuk mencegah infeksi. Riwayat seksual pasien juga harus ditanyakan. Saat operasi,
menjaga sfingter dan inervasinya dengan cara memotong jaringan konektif antara sfingter
dan uretra berguna dalam mencegah kontinesia dan gangguan ereksi pasca operasi. Eksisi
seluruh jaringan parut, mencegah mobilisasi uretra yang berlebih, dan drainase urine
sebelum operasi adalah hal-hal penting yang harus diperhatikan untuk meningkatkan
angka kesuksesan terapi.5 Antibiotik diberikan pada pasien yang dicurigai mengalami
infeksi saluran kemih dan jenisnya diberikan sesuai dengan hasil tes kepekaan. Jika hasil
kepekaan steril, maka dapat diberikan antibiotik profilaksis seperti ampicillin atau
cephalosporin.
Staf pengajar bagian ilmu bedah fakultas kedokteran universitas Indonesia. Kumpulan
kuliah ilmu bedah. Penerbit Binarupa Aksara, tangerang, 1998
Basuki B Purnomo, (2000), dasar-dasar urologi, fakultas kedokteran universitas
Brawijaya, malang
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Striktur Uretra, dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Ed.
Revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996.
Purnomo B. Basuki. Dasar-dasar urologi. Edisi ketiga. Jakarta: CV Sagung Seto; 2011
Barbagli Guido, Lazerri Masimo. Surgical treatment of anterior urethral stricture disease:
brief overview. International Braz J Urol. 2007; 33. P. 461-469.
Top Related