Soal-soal Skl Kelompok Ayunda Asti Firna m.shiddiq Rizky Septy
PEMBERIAN TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP...
Transcript of PEMBERIAN TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP...
PEMBERIAN TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENINGKATAN
BERAT BADAN PADA ASUHANKEPERAWATAN BAYI NY. S
DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
KELAHIRAN PREMATUR DI RUANG HIGH
CARE UNIT (HCU) NEONATAL
RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
DI SUSUN OLEH :
ASTI DEWI CAHYANI
P.12 010
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
PEMBERIAN TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENINGKATAN
BERAT BADAN PADA ASUHANKEPERAWATAN BAYI NY. S
DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
KELAHIRAN PREMATUR DI RUANG HIGH
CARE UNIT (HCU) NEONATAL
RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
ASTI DEWI CAHYANI
P.12 010
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah dengan judul “Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap PeningkatanBerat
Badan Pada Asuhan Keperawatan Bayi Ny. S Dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) Kelahiran Prematur di Ruang High Care Unit (HCU) Neonatal RSUD Dr.
Moewardi Surakarta
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Dra. Agnes Sri Harti, M. Si., selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
2. Atiek Murharyati, S. Kep., Ns. M. Kep., selaku Ketua Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Meri Oktariani, S. Kep., Ns., M. Kep., selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan dan selaku penguji 1 yang telah memberikan kesempatan untuk
dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta, membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya Karya Tulis Ilmiah
ini.
vi
4. Noor Fitriyani, S. Kep., Ns., selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
Karya Tulis Ilmiah ini.
5. S. Dwi Sulisetyawati, S. Kep., Ns., M. Kep., selaku dosen penguji 2 yang
telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Seluruh dosen Program Studi DIII Keperawatan, dan Staf Perpustakaan
STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan
sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
7. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi Surakarta yang telah
mengijinkan penulis untuk melakukan pengelolaan kasus.
8. Kedua Orang Tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
9. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan
ilmu keperawatan dan kesehatan.
Surakarta, Juni 2015
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ......................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ........................................................................ 5
C. Manfaat Penulisan ...................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ............................................................................ 8
1. Bayi Prematur......................................................................... 8
2. Asuhan Keperawatan ............................................................ 16
3. Peningkatan Berat Badan ...................................................... 27
4. Terapi Musik Klasik ............................................................... 30
B. Kerangka Teori .......................................................................... 35
C. Kerangka Konsep ........................................................................ 36
viii
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset ................................................................. 37
B. Tempat dan Waktu ..................................................................... 37
C. Alat yang digunakan .................................................................. 37
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ......................... 37
E. Alat Ukur Evaluasi Tindakan Aplikasi Riset .............................. 38
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan ............................................................. 39
B. Analisa Data dan Perumusan Diagnosa Keperawatan ................ 47
C. Prioritas Diagnosa Keperawatan ................................................ 48
D. Intervensi Keperawatan ............................................................. 48
E. Implementasi Keperawatan ........................................................ 50
F. Evaluasi Keperawatan ................................................................ 57
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan ............................................................. 63
B. Diagnosa Keperawatan .............................................................. 71
C. Intervensi Keperawatan ............................................................. 75
D. Implementasi Keperawatan ........................................................ 79
E. Evaluasi Keperawatan ................................................................ 85
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 89
B. Saran .......................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 : Kerangka Teori ....................................................................... 35
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep ................................................................... 36
Gambar 4.1 : Genogram By. Ny. S ............................................................. 42
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 : APGAR Score ............................................................................ 20
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Usulan Judul Aplikasi Jurnal dalam Pengelolaan Asuhan
Keperawatan pada Klien
Lampiran 2 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 3 : Surat Pernyataan
Lampiran 4 : Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 5 : Jurnal
Lampiran 6 : Asuhan Keperawatan
Lampiran 7 : Lembar Observasi
Lampiran 8 : Lembar Log Book Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 9 : Lembar Pendelegasian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi prematur atau bayi lahir sebelum gestasi 37 minggu dengan berat
badan kurang dari 2500 gram, cenderung mengalami lebih banyak masalah
dibandingkan bayi yang lahir cukup bulan dengan berat badan kurang dari
2500 gram (Karyuni, dkk., 2008). Bayi prematur menghadapi berbagai
tantangan untuk bertahan dalam lingkungan luar uterin yang tidak dialami
oleh bayi dengan kelahiran cukup bulan. Maturitas sistem organ terjadi
selama periode trimester terakhir kehamilan. Oleh karena itu bayi prematur
harus beradaptasi diluar uterin dengan organ yang belum sempurna (Mefford,
2004 dalam jurnal Zubaedah, dkk., 2013).
Prevalensi kelahiran bayi prematur dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Variasi ini
tergantung pada kelompok etnik dan berkontribusi secara signifikan terhadap
perbedaan angka kematian di setiap negara. Data World Health Organization
(WHO) tahun 2009, menunjukkan bahwa kelahiran prematur di dunia
mencapai 12.870.000 bayi per tahun yaitu sekitar 9,6 % dari seluruh kelahiran
bayi (Plains, 2009 dalam penelitian Sari, 2013).
Kelahiran bayi prematur dengan BBLR di Indonesia masih tergolong
tinggi. Pada tahun 2012, Indonesia menjadi penyumbang terbesar ke-5
dengan 350.000 bayi yang lahir prematur dari seluruh kelahiran prematur di
2
dunia yang mencapai 15 juta kelahiran prematur (Departemen Kesehatan
(Depkes), 2012 dalam jurnal Husna, 2012). Namun angka kelahiran bayi
prematur dengan BBLR di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2013 –
2014 mengalami penurunan, dari 817 menjadi 367 kelahiran bayi prematur
dengan BBLR (Rekam Medis RSUD Dr. Moewardi Surakarta, 2015).
Meningkatnya prevalensi bayi prematur dengan BBLR umumnya
diakibatkan kondisi ibu pada saat kehamilan mengalami anemia dan kurang
gizi. Akibatnya, pertumbuhan janin terganggu sehingga berisiko lahir pada
usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan di bawah 2500 gram
(Bobak, Lowdermilk, Jensen, & Perry 2005 dalam penelitian Andriani, 2011).
Persalinan prematur merupakan suatu kondisi yang berbahaya karena
mempunyai dampak potensial meningkatnya angka kematian bayi. Kematian
bayi umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah (Krisnadi, 2009 dalam
jurnal Wijayanti, dkk, 2011). Penyebab dari partus prematur itu sendiri
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berperan untuk terjadinya partus
prematur seperti faktor idiopatik atau spontan, faktor iatrogenik (keadaan ibu
dan keadaan janin), faktor maternal, faktor infeksi, dan faktor genetik
(Krisnadi, Effendi dan Pribadi, 2009).
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia juga tergolong tinggi bila
dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN yaitu 4,6 kali lebih tinggi dari
Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina dan 1,8 kali lebih tinggi dari
Thailand (Depkes RI, 2008 dalam penelitian Hariati, 2010). Berdasarkan
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) angka kematian bayi
3
(AKB) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 jumlah angka kematian bayi
karena kelahiran prematur mencapai 2,66% dari AKB sebesar 19,65% (Dinas
Kesehatan Jawa Tengah (Dinkes Jateng), 2009 dalam penelitian Sari, 2013).
Dari data di atas sebagian besar bayi dengan kelahiran prematur selalu
diikuti dengan berat badan kurang dari 2.500 gram. Bayi prematur dengan
BBLR berisiko mengalami keterlambatan pertumbuhan, khususnya berat
badan (Pantiawati, 2010). Sehingga, diperlukan adanya intervensi
keperawatan pada bayi prematur dengan BBLR untuk mencegah timbulnya
komplikasi dan merangsang pertumbuhan serta perkembangan bayi, salah
satunya dengan pemberian terapi musik (Bobak, Lowdermik & Jensen, 2005;
dalam penelitian Hariati, 2010).
Terapi musik adalah sebuah terapi kesehatan yang menggunakan
musik. Salah satunya digunakan untuk meningkatkan atau memperbaiki
tumbuh kembang anak (Suhartini, 2008 dalam penelitian Mahanani, 2013).
Salah satu jenis terapi musik yaitu musik klasik. Musik klasik adalah musik
yang komposisinya lahir dari budaya Eropa dan digolongkan melalui
periodisasi tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008 dalam penelitian
Mahanani, 2013). Musik klasik mengandung komposisi nada yang
berfrekuensi nada tinggi dan nada rendah yang dapat merangsang stimulus
otak (Novaria, 2008 dalam penelitian Ngalifah, 2010). Salah satu contoh
terapi musik klasik yaitu musik Mozart. Musik mozart memiliki
kesederhanaan dan keunggulan akan kemurnian bunyi – bunyi yang
dimunculkannya. Irama, melodi, dan frekuensi – frekuensi tinggi pada musik
4
Mozart merangsang dan memberi daya pada daerah-daerah kreatif dan
motivasi dalam otak dan sesuai dengan pola sel otak manusia (Campbell,
2000 dalam jurnal Wahyuningsri dan Eka, 2014).
Hasil pelitian yang dilakukan Wahyuningsri dan Eka (2014) dengan
pemberian terapi musik klasik karya Mozart didapatkan hasil, dari 15 bayi
kelompok kontrol dan 15 bayi kelompok perlakuan dimana 30 bayi tersebut
kelahirannya prematur, setelah pemberian terapi musik klasik pada kelompok
kontrol berat badan bayi prematur meningkat 53%, tetap 26,5%, menurun
20.5%. Rata-rata peningkatan berat badan pada kelompok kontrol adalah 28
gram. Sedangkan pada kelompok perlakuan didapatkan data berat badan bayi
prematur yang meningkat 93%, tetap 7%, dan tidak ada responden yang
mengalami penurunan berat badan. Rata-rata peningkatan berat badan pada
kelompok perlakuan adalah 123,33 gram.
Hasil pengkajian yang dilakukan pada bayi Ny. S di Ruang HCU
Neonatal RSUD Dr. Moewardi didapatkan reflek hisap lemah, mukosa bibir
kering, kulit kering, pernafasan 48 x/menit dengan irama tidak teratur,
terpasang oksigen nasal kanul 1 liter / menit, nadi 158 x/menit, suhu 36,60C,
minum Air Susu Ibu (ASI) atau Pendamping Air Susu Ibu (PASI) melalui
OralGastric Tube (OGT) (10 cc / 3 jam) dan berat badan 1700 gram serta
pada RSUD Dr. Moewardi terutama di ruang HCU Neonatal belum ada
pemberian terapi musik klasik yang digunakan sebagai salah satu tindakan
untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan. Menindaklanjuti
penelitian yang dilakukan Wahyuningsri dan Eka (2014), maka penulis
5
tertarik untuk mengaplikasikan tindakan pemberian terapi musik klasik
terhadap peningkatan berat badan pada asuhan keperawatan By. Ny. S dengan
berat badan lahir rendah (BBLR) kelahiran prematur di ruang High Care Unit
(HCU) Neonatal RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan pemberian terapi musik klasik terhadap
peningkatan berat badan pada bayi Ny. S dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) kelahiran prematur di Ruang HCU Neonatal RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada bayi Ny. S
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) kelahiran prematur.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada bayi Ny. S
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) kelahiran prematur.
c. Penulis mampu menyusun intervensi keperawatan pada bayi Ny. S
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) kelahiran prematur.
d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada bayi Ny.
S dengan berat badan lahir rendah (BBLR) kelahiran prematur.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada bayi Ny. S
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) kelahiran prematur.
6
f. Penulis mampu menganalisa hasil aplikasi tindakan metode terapi
musik klasik terhadap peningkatan berat badan pada bayi Ny. S
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) kelahiran prematur.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pendidikan
a. Hasil aplikasi tindakan berdasarkan riset dapat menambah
pengetahuan dalam praktik keperawatan tentang perangsangan
pertumbuhan dan perkembangan dengan terapi musik untuk
meningkatkan berat badan bayi prematur dengan berat badan lahir
rendah (BBLR).
b. Hasil aplikasi tindakan berdasarkan riset dapat digunakan sebagai
landasan mewujudkan evidence based practice dalam penanganan
bayi prematur berat badan lahir rendah dengan terapi musik klasik.
2. Bagi Rumah Sakit
Hasil Karya Tulis Ilmiah (KTI) dalam bentuk aplikasi riset dapat
memberikan tambahan informasi bagi rumah sakit sebagai pemberi
layanan kesehatan masyarakat dalam menentukan kebijakan terkait
dengan upaya peningkatan berat badan dengan mengaplikasikan tindakan
terapi musik klasik pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
kelahiran prematur.
7
3. Bagi Profesi Perawat
Hasil Karya Tulis Ilmiah (KTI) dalam bentuk aplikasi riset dapat
memberikan tambahan informasi bagi perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien dalam upaya peningkatan berat badan dengan
mengaplikasikan tindakan terapi musik klasik pada bayi dengan berat
badan lahir rendah (BBLR) kelahiran prematur.
4. Bagi Penulis
Memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang lebih khususnya
dalam pemberian asuhan keperawatan anak terutama pada bayi kelahiran
prematur dengan atau tanpa berat badan lahir rendah (BBLR).
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Bayi Prematur
a. Definisi
Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum akhir usia
gestasi 37 minggu, tanpa memperhitungkan berat badan lahir (Wong
& Hockenberry, 2004 dalam jurnal Hikmah, dkk 2011).
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan
berat badan lahir kurang dari 2500 gram (Arief, 2009 dalam buku
Pantiawati, 2010).
b. Klasifikasi
Bayi prematur dengan berat badan lahir rendah menurut
Krisnadi, Efendi dan Pribadi (2009), diklasifikasikan menjadi:
1) Berat badan bayi 1500 – 2500 gram disebut bayi dengan berat
badan lahir rendah.
2) Berat badan bayi 1000 – 1500 gram disebut bayi dengan berat
badan lahir sangat rendah.
3) Berat badan bayi < 1000 gram disebut bayi dengan berat badan
lahir ekstrim rendah.
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) digolongkan menjadi
2 menurut Mitayani (2009), yaitu :
9
1) Prematuritas murni
Yaitu bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang
dari 37 minggu dan berat badan bayi sesuai dengan gestasi atau
yang disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa
kehamilan (NKB-SMK).
2) Bayi small for gestational age (SGA)
Yaitu berat bayi lahir tidak sesuai dengan masa
kehamilan. SGA sendiri terdiri atas tiga jenis, yaitu:
a) Simetris (intrauterus for gestational age)
Yaitu terjadi gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan
dalam jangka waktu yang lama
b) Asimetris (intrauterus growthreterdation)
Yaitu terjadi defisit nutrisi pada fase akhir kehamilan.
c) Dismaturitas
Yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang
seharusnya untuk masa gestasi dan si bayi mengalami
retardasi pertumbuhan intrauteri serta merupakan bayi kecil
untuk masa kehamilan.
c. Etiologi
Penyebab terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur
(Pantiawati, 2010). Penyebab BBLR dapat disebabkan oleh beberapa
faktor menurut Proverawati dan Ismawati (2010), diantaranya yaitu:
10
1) Faktor ibu
a) Penyakit
(1) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti : anemia sel
berat, hipertensi, eklampsia, preeklampsia, perdarahan
ante partum, infeksi selama kehamilan (infeksi kandung
kemih dan ginjal).
(2) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular
seksual, Torch dan HIV/AIDS.
b) Ibu
(1) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah
kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun.
(2) Kehamilan ganda (multigravida).
(3) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang
dari 1 tahun).
(4) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
c) Keadaan sosial ekonomi
(1) Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial
ekonomi rendah.
(2) Mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpa
istirahat.
(3) Keadaan gizi yang kurang baik.
(4) Pengawasan antenatal yang kurang.
11
(5) Kejadian prematuritas pada bayi yang lahir pada
perkawinan yang tidak sah, yang ternyata lebih tinggi
bila dibandingkan dengan bayi yang lahir dari
perkawinan yang sah.
d) Sebab Lain
(1) Ibu perokok
(2) Ibu peminum alkohol
(3) Ibu pecandu obat narkortik
(4) Pengguna obat antimetabolik
2) Faktor janin
a) Kelainan kromosom (trisomiy autosomal)
b) Infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan)
c) Radiasi
d) Kehamilan ganda atau kembar (gemeli)
e) Aplasia pancreas
3) Faktor Plasenta
a) Berat plasenta berkurang atau berongga atau keduanya
(hidramnion).
b) Luas permukaan berkurang.
c) Plasenta yang lepas.
d) Sindrom plasenta yang lepas.
e) Sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik).
12
4) Faktor lingkungan
a) Bertempat tinggal didataran tinggi
b) Terkena radiasi
c) Terpapar zat beracun
Klasifikasi BBLR berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi
(Proverawatai, 2010):
1) BBLR tipe KMK (kecil masa kehamilan), disebabkan oleh :
a) Ibu hamil yang kekurangan nutrisi.
b) Ibu memiliki hipertensi, preeklampsia, atau anemia.
c) Kehamilan kembar, kehamilan lewat waktu.
d) Malaria kronik, penyakit kronik.
e) Ibu hamil merokok.
2) BBLR tipe prematur disebabkan oleh :
a) Berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja,
kehamilan kembar.
b) Pernah melahirkan bayi prematur sebelumnya.
c) Mulut rahim yang lemah hingga tak mampu menahan berat
bayi dalam rahim.
d) Perdarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum
hemorrhage).
e) Ibu hamil yang sedang sakit.
f) Kebanyakan tidak diketahui penyebabnya.
13
d. Manifestasi Klinis
Menurut Proverawati dan Ismawati (2010), manifestasi klinis
bayi baru lahir dibedakan menjadi 2 yaitu secara umum gambaran
klinis dari bayi BBLR dan BBLR dengan kelahiran kurang bulan
(KB).
Manifestasi klinis dari BBLR secara umum diantaranya yaitu:
1) Berat badan kurang dari 2.500 gram
2) Panjang badan kurang dari 45 cm
3) Lingkar dada kurang dari 30 cm
4) Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
6) Kepala lebih besar dari badan
7) Kulit tipis,transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang.
8) Otot hipotonik lemah
9) Pernafasan tidak teratur dapat terjadi apnea
10) Ekstremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi – lurus
11) Kepala tidak mampu tegak
12) Pernafasan 40 – 60 kali/menit
13) Nadi 140 – 160 kali/menit.
Manifestasi klinis BBLR dengan kelahiran kurang bulan
(KB), diantaranya yaitu :
1) Kulit tipis dan mengkilap.
14
2) Tulang rawan telinga sangat lunak, karena belum terbentuk
sempurna.
3) Lanugo (rambut halus atau lembut) masih banyak ditemukan
terutama pada punggung.
4) Jaringan payudara belum terlihat, puting masih berupa titik.
5) Pada bayi perempuan, labia mayora belum menutupi labia
minora.
6) Pada bayi laki – laki, skrotum belum banyak lipatan, testis
kadang belum turun.
7) Pernafasan tidak teratur.
8) Aktivitas dan tangisan lemah.
9) Reflek menghisap dan menelan tidak efektif atau lemah.
e. Masalah yang Timbul pada Bayi Prematur dengan BBLR
Menurut Proverawati dan Ismawati (2010), pada bayi
prematur dengan BBLR, ada beberapa resiko permasalahan yang
mungkin timbul, diantaranya yaitu :
1) Gangguan Metabolik :hipotermia, hipogiklemia, hiperglikemia
dan masalah pemberian ASI.
2) Gangguan Imunitas : gangguan imunologi, kejang saat
dilahirkan dan ikterus (kadar bilirubin yang tinggi).
3) Gangguan pernafasan : asfiksia, apnea periodik (henti nafas) dan
paru belum berkembang sempurna.
15
4) Gangguan sistem perdarahan : anemia, perdarahan intrakranial
(otak) pada neonatus, kejang dan hipoglikemia
5) Gangguan cairan dan elektrolit : gangguan eliminasi, distensi
abdomen dan gangguan pencernaan.
f. Penatalaksanaan
Menurut Mitayani (2009), penatalaksanaan pada bayi dengan
kelahiran prematur dan BBLR adalah sebagai berikut :
1) Pastikan bayi terjaga tetap hangat. Bungkus bayi dengan kain
lunak, kering, selimut, dan gunakan topi untuk menghindari
adanya kehilangan panas.
2) Awasi frekuensi pernafasan terutama dalam24 jam pertama,
guna mengetahui sindrom aspirasi mekonium atau sindrom
gangguan pernafasan idiopatik.
3) Pantau suhu di sekitar bayi, jangan sampai bayi kedinginan. Hal
ini karena bayi BBLR, mudah hipotermia akibat luas dari
permukaan tubuh bayi relatif lebih besar dari lemak subkutan.
4) Motivasi ibu untuk menyusui dalam 1 jam pertama.
5) Jika bayi haus, beri makanan dini (early feeding), yang berguna
untuk mencegah hipoglikemia.
6) Jika bayi sianosis atau sulit bernafas (frekuensi kurang dari 30
atau lebih dari 60 kali per menit, ada tarikan dinding dada dan
merintih, beri oksigen lewat kateter hidung atau nasal prong.
16
7) Cegah infeksi karena rentan akibat pemindahan imunoglobulin
G (lgG) dari ibu ke janin terganggu.
8) Periksa kadar gula darah setiap 8 – 12 jam.
2. Asuhan Keperawatan
Menurut Yura (1983) dalam Setiadi (2012), proses keperawatan
adalah tindakan yang berurutan yang dilakukan secara sistemik untuk
menentukan masalah pasien dengan membuat perencanaan untuk
mengatasinya, melaksanakan rencana itu atau menugaskan orang lain
untuk melaksanakannya dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif
terhadap masalah yang diatasinya tersebut.
Proses keperawatan profesional di Indonesia menurut PPNI
(2000) dalam Setiadi (2012), terdiri dari 5 standart yaitu pengkajian,
diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang
pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah – masalah,
kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik, mental,
sosial dan lingkungan (Effendy, 1995 dalam Dermawan, 2012).
Menurut Mitayani (2009), pengkajian yang dilakukan pada
bayi berat badan lahir rendah (BBLR) antara lain :
17
1) Riwayat kesehatan terdahulu
a) Apakah ibu pernah mengalami sakit kronis
b) Apakah ibu pernah mengalami gangguan pada kehamilan
sebelumnya, seperti infeksi atau perdarahan antepartum,
immaturitas, dan sebagainya
c) Apakah ibu seorang perokok
d) Jarak kehamilan atau kelahiran terlalu dekat.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Bayi dengan berat badan kurang dari 2.500
3) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah mengalami sakit keturunan
seperti kelainan kardiovaskular.
4) Pengkajian fisik
a) Fisik
Bayi kecil, pergerakan kurang dan lemah, berat badan
kurang dari 2500 gram.
b) Sirkulasi
(1) Nadi cepat dan tidak teratur, namun dalam batas normal
(120 – 160 detik per menit).
(2) Murmur jantung yang dapat didengar dapat
menandakan duktus arteriosus.
c) Pernafasan
(1) Dangkal, tidak teratur, dan pernafasan diafragmatik
18
intermiten atau periodik (40 – 60 kali/menit).
(2) Pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal atau
substernal, juga derajat sianosis yang mungkin ada.
(3) Adanya bunyi ampela pada auskultasi, menandakan
respiratory distress syndrome (RDS).
d) Neurosensori
(1) Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar,
penonjolan tulang karena ketidakadekuatan
pertumbuhan.
(1) Kepala kecil dengan dahi menonjol, batang hidung
cekung, hidung pendek mencuat, bibir atas tipis, dan
dagu maju.
(2) Tonus otot tampak kencang dengan gerakan fleksi
pada ekstremitas bawah dan atas, serta keterbatasan
gerak.
(3) Pelebaran tampilan mata.
e) Makanan/cairan
(1) Disproporsi berat badan dibandingkan dengan panjang
dan lingkar kepala.
(2) Kulit kering, pecah – pecah dan terkelupas, serta tidak
adanya jaringan subkutan.
(3) Penurunan massa otot, khususnya pada pipi, bokong
dan paha.
19
(4) Ketidakstabilan metabolik dan hipoglikemi atau
hipokalasemia.
f) Keamanan
(1) Suhu berfluktuasi dengan mudah.
(2) Tidak terdapat garis alur pada telapak tangan.
(3) Menangis lemah.
5) Seksualitas
a) Pada wanita, labia minora lebih besar dari labio mayora
dengan klitoris yang menonjol.
b) Pada laki – laki, testis belum turun, terdapat banyak rugae
pada skrotum.
6) Pemeriksaan Diagnostik
a) Jumlah darah lengkap : penurunan pada Hemoglobin atau
Hematokrit bisa dihubungkan dengan anemia atau
kehilangan darah
b) Analisis Gas Darah (AGD) : menentukan derajat keparahan
distres pernafasan bila ada.
c) Elektrolit serum : mengkaji adanya hipokalasemia
d) Bilirubin : meningkat pada polistemia
e) Urinalisis : mengkaji homeostasis.
7) APGAR Score
Menurut Trisnowiyanto (2012), tes APGAR merupakan
serangkaian pemeriksaan untuk menilai kemampuan bayi yang
20
baru lahir untuk beradaptasi pada kehidupan di luar rahim.
Dalam melakukan tes APGAR, harus memperhatikan 5 hal
pokok sebagai berikut :
c) Appearaance : penampilan, yang dilihat dari warna kulit.
d) Pulse : frekuensi denyut jantung.
e) Grimace : usaha bernafas, dilihat dari kuat lemahnya
tangisan.
f) Activity : ada atau tidaknya tonus otot.
g) Reflex : reaksi spontan atas rangsang yang datang.
Kelima hal tersebut kemudian dinilai, bila reaksi anak
bagus, maka nilainya 2, jika reaksi kurang baik maka nilainya 1,
sedangkan jika reaksinya buruk maka nilainya 0. Untuk
mempermudah penilaian dapat dengan menggunakan kriteria
sebagai berikut :
Tabel 2.1
APGAR Score
Nilai
Tanda 0 1 2
Denyut
jantung
Tidak ada Kurang dari 100
x/menit
Lebih dari 100
x/menit
Pernafasan Tidak ada Lambat, tidak
teratur / merintih
Teratur
Tonus otot Tidak ada
(lumpuh)
Ekstremitas
sedikit flexi
Gerakan aktif
(flexi spontan)
Peka
terhadap
rangsang
Tidak ada Gerakan sedikit /
lemah
Menangis /
bersin
Warna
kulit
Biru/pucat Tubuh emerahan,
ekstremitas biru
Tubuh
kemerahan
21
Setelah semua tanda dinilai, kemudian dijumlahkan.
Menurut Proverawati dan Ismawati (2010), jumlah nilai tersebut
akan dikelompokkan menjadi beberapa klasifikasi sebagai
berikut :
a) Asfiksia Berat (nilai APGAR 0 – 3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian
oksigen terkendali.
b) Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4 – 6)
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi
dapat bernafas kembali.
c) Bayi Normal atau Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7 – 9).
d) Bayi Normal dengan nilai APGAR 10.
b. Diagnosa keperawatan
Menurut Capernito (2000) dalam Dermawan (2012),
diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga, dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual
atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalaman,
perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi,
mencegah dan merubah status kesehatan pasien.
Berdasarkan Mitayani (2009), diagnosa keperawatan yang
muncul pada bayi dengan BBLR atau kelahiran prematur adalah
sebagai berikut :
22
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan immaturitas
neurologis.
2) Hipotermia berhubungan dengan penurunan laju metabolisme.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan immunitas belum sempurna.
c. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan
masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang
akan dilakukan, bagaimana melakukan, kapan dilakukan dan siapa
yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan,
2012).
Menurut Mitayani (2009), perencanaan yang dapat dilakukan
untuk bayi dengan BBLR adalah sebagai berikut :
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan immaturitas
neurologis.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan, pola nafas menjadi efektif.
Kriteria Hasil : neonatus akan mempertahankan pola pernafasan
periodik, membran mukosa merah muda.
Intervensi :
a) Kaji frekuensi dan pola pernafasan, perhatikan adanya
apnea dan perubahan frekuensi jantung.
b) Isap jalan napas sesuai kebutuhan (suction).
23
c) Posisikan bayi pada abdomen atau posisi bayi terlentang.
d) Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat – obatan yang dapat
memperberat depresi pernafasan pada bayi.
e) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain, diantaranya sebagai
berikut :
(1) Pantau pemeriksaan laboratorium (misalnya : analisa
gas darah (AGD), glukosa, kultur, dan kadar obat)
sesuai indikasi.
(2) Berikan oksigen sesuai indikasi.
(3) Berikan obat – obatan sesuai indikasi (seperti : Natrium
bikarbonat, antibiotik, dan aminopilin)
2) Hipotermia berhubungan dengan penurunan laju metabolisme.
Tujuan : termoregulasi menjadi efektif sesuai dengan
perkembangan
Kriteria Hasil : mempertahankan suhu kulit atau aksila (36,5 -
37,5 0C), bebas stres dan rasa dingin.
Intervensi :
a) Kaji suhu dengan memeriksa suhu rektal awalnya,
selanjutnya suhu aksila menggunakan temometer.
b) Tempatkan bayi pada inkubator atau dalam keadaan hangat.
c) Pantau sistem pengaturan suhu, penyebar hangat
(pertahankan batas atas pada 98,6 0F, bergantung pada
ukuran dan usia bayi).
24
d) Kaji haluaran dan berat jenis urine.
e) Pantau penambahan berat badan berturut – turut. Bila
penambahan berat badan tidak adekuat, tingkatkan suhu
lingkungan sesuai indikasi.
f) Perhatikan perkembangan takikardi, warna kemerahan,
diaforesis letargi, apnea, atau aktivitas kejang.
g) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain, diantaranya sebagai
berikut :
(1) Pantau pemeriksaan laboratorium (AGD, glukosa
serum, elektrolit, dan kadar bilirubin) sesuai indikasi.
(2) Berikan obat – obatan sesuai dengan indikasi (seperti
fenobarbital dan natrium bikarbonat)
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
Kriteria Hasil : mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan
berat badan, sedikitnya 20 – 30 gram/hari.
Intervensi:
a) Kaji maturitas reflek berkenaan dengan pemberian makan
(misalnya : menghisap, menelan,dan batuk).
b) Auskultasi adanya bising usus, kaji status fisik, dan status
pernafasan.
25
c) Kaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap
hari.
d) Pantau masukan dan pengeluaran.
e) Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, berat
jenis urine,dan kondisi membran mukosa.
f) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain, diantaranya sebagai
berikut :
(1) Pantau pemeriksaan laboratorium : glukosa serum
nitrogen, urea darah, kreatin, elektrolit urine.
(2) Berikan suplemen elektrolit sesuai indikasi : misalnya
kalsium glukonat 10%.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan immunitas belum sempurna
Tujuan : tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil : tidak ada tanda – tanda infeksi , leukosit normal.
Intervensi :
a) Kaji adanya fluktuasi suhu tubuh, letargi, apnea, malas
minum, gelisah dan ikterus.
b) Yakinkan semua petugas kesehatan mencuci tangan
sebelum melakukan tindakan.
c) Yakinkan semua alat yang akan digunakan dalam keadaan
bersih.
d) Anjurkan ibu untuk mamakai baju ganti sebelum masuk
ruangan bayi.
26
e) Anjurkan ibu untuk mencuci tangan sebelum kontak dengan
bayi.
f) Anjurkan ibu untuk mengelap payudara dengan air sebelum
meneteki bayi.
g) Ajarkan keluarga untuk menjaga kebersihan diri saat masuk
ruangan.
h) Batasi waktu kunjungan.
d. Implementasi Keperawatan
Menurut Setiadi (2012), implementasi adalah pengelolaan
dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan. Ada tiga tahap dalam tindakan keperawatan,
yaitu tahap persiapan, tahap intervensi dan tahap dokumentasi.
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang
telah direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisa
dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan
lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang
didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas
kesehatan lain (Mitayani, 2009).
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas
asuhan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon
perilaku klien yang tampil. Evaluasi keperawatan juga merupakan
27
pembandingan efek atau hasil suatu tindakan keperawatan dengan
norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat (Dermawan, 2012).
Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu : evaluasi
berjalan (formatif) dan evaluasi akhir (sumatif). Evaluasi berjalan
(formatif), adalah evaluasi yang dikerjakan dalam bentuk pengisian
format catatan perkembangan dengan berorientasi kepada masalah
yang dialami oleh pasien. Format yang dipakai adalah SOAP (data
subjektif, data objektif, analisis, dan perencanaan). Evaluasi akhir
(sumatif) merupakan evaluasi yang dikerjakan dengan cara
membandingkan antara tujuan yang akan dicapai. Format yang
dipakai adalah format SOAPIER (data subjektif, data objektif,
analisis, perencanaan, implementasi, evaluasi, reassessment)
(Setiadi, 2012).
3. Peningkatan Berat Badan
a. Definisi
Berat badan adalah ukuran antropometri yang terpenting
karena dipakai untuk memeriksa kesehatan anak pada semua
kelompok umur (Nursalam, dkk., 2008)
b. Klasifikasi Berat Badan Bayi Baru Lahir
Klasifikasi berat badan bayi baru lahir pada saat kelahiran
menurut Saifuddin (2002) dalam penelitian Rofiasari (2009) adalah
sebagai berikut :
28
1) Bayi besar adalah bayi lebih 4000 gram.
2) Bayi cukup adalah bayi berat badan lebih 2500 sampai 4000
gram.
3) Bayi berat lahir rendah adalah bayi berat badan 1500 sampai
2500 gram.
4) Bayi berat sangat rendah sekali adalah bayi dengan berat badan
1000 sampai kurang dari 1500 gram.
c. Berat Badan Bayi Prematur dengan BBLR
Bayi prematur lahir dengan berat badan kurang dari 2500
gram. Bayi prematur memiliki berat badan kurang pada saat lahir
karena bayi ini mengalami gangguan pertumbuhan intrauterin atau
pemendekan usia gestasi. Seorang anak di katakan tumbuh kembang
optimal bila pertambahan fisiknya (berat badan dan tinggi badan)
meningkat bersama dengan kemampuan berpikir dan kreativitasnya
yang baik. Pertumbuhan anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
genetik, hormon, lingkungan dan nutrisi (Rusmil, 2008 dalam
penelitian Hariati 2010).
Perubahan berat badan yang sangat cepat terjadi pada masa
bayi, perubahan ini lebih cepat dibandingkan dengan waktu-waktu
lain setelah lahir. Hal ini terjadi baik pada bayi cukup bulan maupun
bayi prematur. Berat badan bayi akan mengalami penurunan secara
fisiologis pada tiga hari pertama kehidupannya. Bayi cukup bulan
mengalami penurunan sebesar 5% dari berat badan lahirnya;
29
sedangkan bayi prematur mengalami penurunan sebesar 6% – 8%
dari berat badan lahirnya. Bayi mengalami peningkatan berat badan
sebesar 15 – 20 gram/kg/hari pada hari–hari awal kehidupannya.
Namun, pada bayi prematur yang sakit yang dirawat di NICU,
peningkatan sebesar 15 – 20 gram/kg/hari tidak akan terlihat pada 2
minggu pertama kehidupannya karena komplikasi yang dialami bayi
(Berk, 2006 dalam penelitian Hariati, 2010).
d. Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi Prematur
Pertumbuhan dan perkembangan bayi prematur berbeda
dengan bayi cukup bulan. Bayi prematur berisiko mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Gangguan pertumbuhan
dan perkembangan bayi prematur dikaitkan dengan kecilnya usia
kehamilan (< 32 minggu) dan kecilnya berat lahir bayi (< 1500
gram). Namun, banyak bayi prematur dapat berkembang dalam
rentan normal, menjadi anak-anak yang sehat dan dapat mengejar
ketinggalan pertumbuhan dan perkembangannya sama dengan bayi
yang lahir cukup bulan pada usia 2 tahun pertama kehidupannya
(Muennich, 2009 dalam penelitian Hariati 2010).
Pola pertumbuhan dan perkembangan seorang anak sangat
bergantung kepada interaksi banyak faktor. Faktor penentu kualitas
tumbuh kembang anak adalah faktor genetik yang sangat
berhubungan erat dengan faktor lingkungan. Faktor lain yang juga
mempengaruhi tumbuh kembang adalah faktor prenatal, faktor
30
persalinan, gizi, sosio – ekonomi, emosi, dan lain-lain. Yang
termasuk faktor persalinan adalah komplikasi persalinan pada bayi
seperti trauma lahir, dan asfiksia yang menyebabkan kerusakan otak
(Rusmil, 2008 dalam penelitian Hariati 2010).
4. Terapi Musik Klasik
a. Definisi
1) Musik
Musik didefinisikan sebagai ilmu atau seni yang
menggunakan rangkaian nada atau suara secara
berkesinambungan dengan menggunakan elemen yang mampu
menciptakan ketenangan (Estrella, 2010 dalam penelitian
Hariati, 2010).
2) Terapi musik
Terapi musik adalah sebuah terapi kesehatan yang
menggunakan musik dimana tujuannya adalah untuk
meningkatkan atau memperbaiki pertumbuhan, emosi, kognitif,
dan sosial bagi individu dari berbagai kalangan usia (Suhartini,
2008 dalam penelitian Mahanani, 2013).
3) Musik Klasik
Musik klasik adalah musik yang komposisinya lahir dari
budaya Eropa dan digolongkan melalui periodisasi tertentu
31
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008 dalam penelitian
Mahanani, 2013).
b. Jenis Musik yang digunakan untuk Terapi
Musik klasik, pop, dan modern (dengan catatan musik tanpa
vokal, periode tenang) digunakan pada terapi musik. Jenis musik
yang direkomendasikan selain instrumentalia musik klasik, bisa juga
musik slow jazz, pop, yang popular dan hits, folk, western coutry,
easy listening, bisa juga disertai dengan unsur suara natural alam
atau musik yang sesuai dengan budaya asal pasien (Chiang, 2012
dalam penelitian Novita, 2012).
Salah satu contoh musik klasik yang digunakan untuk terapi
yaitu musik klasik Mozart.Musik klasik Mozart merupakan musik
klasik yang muncul 250 tahun yang lalu. Diciptakan oleh Wolgang
Amadeus Mozart. Musik klasik Mozart memberikan ketenangan,
memperbaiki persepsi spasial dan memungkinkan pasien untuk
berkomunikasi baik dengan hati maupun pikiran. Musik klasik
Mozart juga memiliki irama, melodi, dan frekuensi tinggi yang dapat
merangsang dan menguatkan wilayah kreatif dan motivasi di otak.
Musik klasik Mozart memiliki efek yang tidak dimiliki komposer
lain. Musik klasik Mozart memiliki kekuatan yang membebaskan,
mengobati dan menyembuhkan (Musbikin, 2009 dalam penelitian
Mahanani, 2013).
32
e) Tata Cara Pemberian Terapi Musik
Penggunaan jenis terapi musik dapat dilakukan dengan cara
yang beragam, mulai dari hanya mendengarkan dengan memilih lagu
sampai memainkan sebuah alat musik. Beberapa faktor yang
berperan dalam pemilihan teknik spesifik yaitu: tipe musik dan
pilihan individu, terlibat aktif ataupun pasif, lama waktu pemberian
musik, dan hasil yang diinginkan (Snyder & Lindquist, 2002 dalam
penelitian Hariati, 2010).
Belum ada rekomendasi mengenai durasi yang optimal dalam
pemberian terapi musik. Seringkali durasi yang diberikan dalam
pemberian terapi musik adalah selama 20 – 35 menit, tetapi untuk
masalah kesehatan yang lebih spesifik terapi musik diberikan dengan
durasi 30 – 45 menit (Schou, 2007 dalam penelitian Mahanani,
2013). Durasi pemberian terapi musik selama 10 – 15 menit dapat
memberikan efek relaksasi, pemberian terapi musik selama 15 – 20
menit memberikan efek stimulasi sedangkan untuk memberikan efek
terapi, musik dapat diberikan selama 30 menit. Musik harus
didengarkan minimal 15 menit untuk memberikan efek terapeutik
(Potter dan Perry, 2005).
Ketika mendengarkan terapi musik klien berbaring dengan
posisi yang nyaman, sedangkan tempo harus sedikit lebih lambat, 50
– 70 ketukan/menit, menggunakan irama yang tenang, (Schou, 2007
33
dalam penelitian Mahanani, 2013) dengan jarak 30 cm dari bayi
(Lubetzky, 2009 dalam Hariati, 2010).
f) Manfaat Pemberian Terapi Musik
Manfaat musik klasik secara umum menurut Natalina (2013)
dalam penelitian Indriyana (2014) adalah sebagai berikut :
(1) Musik pada bidang kesehatan
(a) Menurunkan tekanan darah, memberi irama teratur pada
sistem kerja jantung manusia.
(b) Menstimulasi kerja otak.
(c) Meningkatkan imunitas tubuh, dengan mendengar musik
yang baik atau positif maka hormon yang meningkatkan
imunitas tubuh juga akan berproduksi.
(d) Memberi keseimbangan pada detak jantung dan denyut
nadi.
(2) Musik meningkatkan kecerdasan
(a) Daya ingat
(b) Konsentrasi
(c) Emosional
(3) Musik meningkatkan kerja otot, meningkatkan motorik kasar
dan halus.
(4) Musik meningkatkan produktivitas, kreatifitas dalam imajinasi.
(5) Musik membentuk sikap seseorang, membangkitkan perasaan
bahagia atau semangat positif.
34
(6) Musik mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan
sosialisasi.
(7) Meningkatkan visualisasi melalui warna musik, musik mampu
membangkitkan imajinasi melalui rangkaian nada – nada
harmonisasi.
Menurut Sari (2013), manfaat musik klasik Mozart bagi bayi
prematur diantaranya yaitu :
(1) Menstimulasi otak kanan, meningkatkan kreatifitas berpikir.
(2) Mengurangi aktivitas akibat stress dan tekanan.
(3) Memelihara pikiran, tubuh dan jiwa.
(4) Menstabilkan detak jantung, tekanan darah dan temperatur
tubuh.
(5) Efektif meningkatkan berat badan bayi prematur.
(6) Mengurangi lama rawat inap hingga 11 hari.
(7) Meningkatkan kadar saturasi oksigen untuk jangka waktu yang
singkat.
35
B
. K
era
ng
ka
Teo
ri
Eti
olo
gi
Fak
tor
Ibu
F
akto
r P
lase
nta
F
akto
r Ja
nin
Bayi
Pre
mat
ur
Pen
uru
nan
daya
F
un
gsi
org
an-o
rgan
bel
um
sem
pu
rna
tah
an t
ub
uh
H
ati
Usu
s O
tak
P
aru
Ku
lit
B
elu
m m
atu
rnya
P
eris
talt
ik b
elu
m
Imm
atu
rita
s
Per
tum
bu
han
din
din
g
Jari
ngan
lem
ak
fu
ngsi
hep
ar
sem
pu
rna
se
ntr
um
vit
al
dad
a b
elu
m s
emp
urn
a
s
ub
ku
tan
tip
is,
h
alu
s
K
adar
alb
um
in d
arah
yan
g
Pen
go
son
gan
R
egu
lasi
naf
as
P
enyak
it p
ada
b
erp
eran
dal
am t
ran
spo
rtas
i la
mb
un
g b
elu
m
mem
bra
n h
iali
n
Sis
tem
im
un
b
ilir
ub
in d
ari
jari
ng
an k
e b
aik
P
ern
afas
an p
erio
dik
b
elu
m s
emp
urn
aKad
ar g
ula
dar
ah y
ang
h
epar
ku
ran
g
m
amp
u d
iper
tah
ank
an
K
ehil
angan
pan
as
se
dik
it
R
efle
k
mel
alu
i k
uli
t
m
enel
an b
elu
m
sem
pu
rna
Pen
uru
nan
ber
at b
adan
G
am
ba
r 2
.1.
Ker
angka
Teo
ri
(Nu
rari
f, 2
013
)
Res
iko
In
fek
si
Po
la N
afas
Tid
ak E
fek
tif
Ket
idak
seim
ban
gan
Nu
tris
i K
ura
ng d
ari
Keb
utu
han
Tub
uh
Res
iko
Infe
ksi
H
iper
bil
irub
in
Hip
ote
rmi
Hip
ogik
lem
i
Tin
dak
an k
eper
awat
an
dal
am p
enin
gkat
an B
B
bay
i la
hir
pre
mat
ur
den
gan
BB
LR
:
1.
Ter
api
musi
k k
lasi
k
2.
Ter
api
pij
at
3.
Dis
charg
e P
lannin
g
36
C. Kerangka Konsep
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
(Wahyuningsri dan Eka, 2014)
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Subjek dari aplikasi riset ini adalah bayi kelahiran prematur kelahiran
< 37 minggu dengan berat badan lahir rendah < 2500 gram, dengan identitas
bayi yaitu By. Ny. S, berat badan 1.700 gram dan umur kehamilan 36 minggu
bayi
B. Tempat dan Waktu
Diagnosa Keperawatan:
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan
immaturitas reflek hisap
Aplikasi Tindakan:
Pemberian terapi
“Musik klasik”
Akibat:
Peningkatan
berat badan
37
Aplikasi riset ini dilakukan di Ruang HCU Neonatal RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Dilaksanakan pada tanggal 12 – 15 Maret 2015.
C. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam aplikasi riset ini adalah timbangan berat
badan sebagai alat untuk pengukuran berat badan, media player 3 (mp3) dan
musik sebagai alat untuk terapi musik klasik (Synder dan Lindquist, 2002
dalam Hariati 2010)
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset
Langkah – langkah pemberianterapi musik adalah sebagai berikut:
1. Mencari dan memilih calon anak (bayi).
2. Penulis memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan
dilakukan tindakan
3. Menjelaskan langkah, prosedur, manfaat serta resikonya bahwa yang
dilakukan tidak membahayakan anak (bayi)
4. Memberikan informed consent pada orang tua anak (bayi)
5. Mempersiapkan alat yang akan digunakan : mp3, musik klasik, dan
timbangan
6. Melakukan penimbangan berat badan awal
7. Memposisikan anak (bayi) tidur
8. Letakkan mp3 dengan jarak 20 – 30 cm dari pasien
9. Memutarkan musik klasik selama 40 menit/hari diberikan selama 4 hari
38
10. Mendampingi anak (bayi) selama dilakukan tindakan
11. Melakukan evaluasi setelah dilakukan tindakan.
(Schou, 2007 dalam penelitian Mahanani, 2013
dan Lubetzky, 2009 dalam Hariati, 2010)
E. Alat Ukur Evaluasi Tindakan Aplikasi Riset
Untuk mengevaluasi pemberian terapi musik terhadap peningkatan
berat badan dengan menggunakan timbangan berat badan.Penimbangan
sebelum dan sesudah pemberian terapi musik mulai hari pertama sampai
dengan hari ke – 4 (Hanifah, 2009).
39
BAB IV
LAPORAN KASUS
Pada BAB ini penulis akan menuliskan laporan kasus asuhan keperawatan
mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan pada asuhan keperawatan
By. Ny. S dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) kelahiran Prematur di
ruang HCU Neonatal RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pasien masuk Rumah Sakit
pada hari Sabtu tanggal 7 Maret 2015 pukul 12.30 WIB. Pengkajian dilakukan
dari tanggal 12 Maret 2015 jam 14.00 WIB. Metode pengkajian yang dilakukan
dengan metode Autoanamnesa dan Alloanamnesa melalui pengamatan, observasi
langsung, pemeriksaan fisik, memahami catatan medis, dan catatan perawat.
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
Pasien bernama By. Ny. S, umur 5 hari, berjenis kelamin
perempuan, beralamat di Bendosari, Sukoharjo. Nama ayah yaitu Tn. B,
umur 45 tahun, pendidikan terakhir SD, bekerja sebagai pedagang. Nama
ibu Ny. S, umur 34 tahun, pendidikan terakhir SD, tidak bekerja sebagai
ibu rumah tangga dirumah. Dengan diagnosa medis Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR).
40
2. Riwayat Bayi
Dari hasil pengkajian yang dilakukan penulis, pada APGAR
Skor yang terdiri dari penilaian terhadap denyut jantung, pernafasan,
tonus otot, peka terhadap rangsang, dan warna kulit pasien, dinilai pada 1
menit – 5 menit pertama – 5 menit kedua diperoleh hasil yaitu denyut
jantung = 2-2-2, pernafasan = 1-1-2, tonus otot = 1-1-1, peka terhadap
rangsang = 1-2-2, dan warna kulit = 2-2-2, dengan total APGAR Skor
pada 1 menit yaitu skor 7, pada 5 menit pertama yaitu skor 8, dan pada 5
menit kedua dengan skor 9. Penilaian dari APGAR kemudian
dijumlahkan. Jumlah nilai tersebut memiliki arti bahwa nilai APGAR 0 –
3, asfiksia berat, memerlukan resusitasi segera secara aktif dan
pemberian oksigen terkendali; nilai APGAR 4 – 6, asfiksia sedang,
memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat
bernafas kembali; nilai APGAR 7 – 9 bayi normal atau sehat dan asfiksia
ringan; dan nilai APGAR 10 bayi normal atau sehat. Kesimpulan dari
hasil penilaian APGAR skor yang dilakukan By. Ny. S termasuk dalam
kategori bayi sehat, asfiksia ringan.
3. Riwayat Ibu
Pada tanggal 12 Maret 2015, ibu pasien mengatakan By. Ny. S
dirawat di ruang High Care Unit (HCU) Neonatal pada tanggal 7 Maret
2015 karena berat badan lahir rendah dan kurang bulan. Pasien lahir
dengan berat badan 1700 gram dengan usia kelahiran 36 minggu, dengan
41
tujuan agar pasien mendapatkan perawatan intensif di ruang HCU
neonatal.
Riwayat kesehatan lalu, ibu pasien mengatakan saat masa
kehamilan selalu memeriksakan kehamilannya ke bidan terdekat dan
tidak ada masalah saat hamil. Sebelumnya Ny. S sudah mempunyai 3
orang anak. Anak pertama lahir normal dengan berat badan 3000 gram
dan usia sekarang 11 tahun, anak kedua lahir normal dengan berat badan
2.700 gram dan usia sekarang 4 hari, anak ketiga lahir normal dengan
berat badan 2.800 gram dan usia sekarang 15 bulan.
Pada kehamilan anak keempat ini Ny. S juga selalu
memeriksakan kehamilannya ke bidan terdekat, Ny. S juga mengatakan
bahwa pada saat mengandung tidak mengalami masalah. By. Ny. S lahir
dengan cara Sectio Caesarea (SC) dengan indikasi preeklampsia dengan
berat badan 1.700 gram dan panjang badan 41 cm, kondisi berat badan
kurang dan tidak ada cacat. Penyakit sebelumnya, seperti operasi atau
cedera ibu mengatakan pasien tidak pernah melakukan operasi dan
didalam keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan ataupun
penyakit menular.
42
4. Riwayat Sosial
Struktur Keluarga (Genogram)
By. Ny. S
Gambar 4.1. Genogram By. Ny. S
Keterangan:
: Laki – laki : Tinggal dalam satu rumah
: Perempuan : Menikah
: Pasien : Anak
: Meninggal
Keluarga By. Ny. S berbudaya Indonesia, suku Jawa, bahasa
yang biasa digunakan sehari – hari adalah bahasa Jawa – Indonesia.
Lingkungan rumah dan komunitas yaitu penghuni rumah ada 5 orang,
mempunyai 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi, suasana lingkungan
bersih, aman dan terpelihara.
Hubungan orang tua dan bayi saat dirawat di Rumah Sakit
adalah Ny. S (ibu pasien) melakukan kunjungan keanak saat jam
menyesui. Ny. S mulai menyentuh, memeluk, dan mengajak bicara
43
anaknya saat menyusui. Antara Ny. S dan anaknya terlihat kontak mata
yang begitu erat, Ny. S juga mencoba memanggil nama anaknya. Namun,
berbeda dengan Tn. B (ayah klien) hanya dapat melakukan kunjungan
pada jam – jam tertentu saja pada saat korden jendela ruang perawatan
dibuka dan hanya melihat melalui jendela, karena yang dapat masuk
keruangperawatan selain Tim Medis yaitu ibu dari pasien yang ingin
memberikan ASI kepada anaknya.
Orang terdekat yang dapat dihubungi adalah Ayah By. Ny. S
yaitu Tn. B. Orang tua berespon terhadap penyakit yaitu dengan
menerima saran dari pihak Tim medis dan bersedia serta mengizinkan
bila anaknya akan dilakukan tindakan guna untuk kesembuhan anaknya.
Orang tua pasien juga berespon terhadap hospitalisai yaitu dengan
mengawasi, menemani saat dirawat di Rumah Sakit agar anak tidak
mengalami cemas ataupun takut dan menerima segala tindakan
keperawatan yang diberikan.
5. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan, keadaan umum pasien baik. Tingkat
kesadaran pasien sadar penuh (composmentis), dengan hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan pernafasan 48 x/menit irama tidak teratur,
nadi 158 x/menit dengan irama teratur, teraba kuat,saturasi oksigen 95%
dan suhu 36,6 0C. Hasil pemeriksaan Antropometri didapatkan berat
badan 1700 gram, panjang badan 41 cm, lingkar kepala 32 cm, lingkar
dada 28 cm.
44
Pemeriksaan head to toe didapatkan bentuk kepala mecocepal,
fontanel lunak, sutura sagitalis belum menutup sempurna dan tampak
melebar, rambut berwana hitam. Bentuk mata jarak interkantus simetris
kanan dan kiri, sclera tidak ikterik, palpebra terlihat sedikit hitam,
konjungtiva tidak enemis, pupil isokor, reflek pupil positif (mengecil saat
diberi rangsang cahaya). Bentuk telinga kanan dan kiri simetris, bersih
dan tidak ada serumen. Lubang hidung simetris, tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak ada sekret, tidak ada polip, septum terletak di
tengah, terpasang oksigen nasal kanul 1 liter/menit. Mulut simetris,
mukosa bibir kering dan tidak ada stomatitis. Leher tidak ada jejas, tidak
ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada distensi vena leher.
Pada pemeriksaan jantung didapatkan hasil pemeriksaan inspeksi
terlihat bentuk dada kanan dan kiri sama dan tidak ada jejas, ictus cordis
tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba pada ICS ke-IV, perkusi suara
pekak, auskultasi irama regular BJ I – BJ II, “lup dup”, tidak ada suara
tambahan. Pemeriksaan paru didapatkan hasil, inspeksi bentuk dada
simetris, ada retraksi dinding dada, palpasi: ekspansi parukanan dan kiri
sama, perkusi: sonor, auskultasi: vesikuler diseluruh lapang paru.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil pemeriksaan
inspeksi, perut datar, umbilikus bersih, tidak ada jejas, auskultasi: suara
peristaltik usus 28 x/menit, perkusi: suara pekak pada kuadran I (hati),
suara timpani pada kuadran II (lambung), kuadran III (usus besar) dan
kuadran IV (usus buntu), palpasi : tidak ada nyeri tekan.
45
Genetalia dan rektum bersih, tidak ada kelainan. Ekstremitas atas
dan bawah kekuatan otot kanan dan kiri 5 yaitu kekuatan otot penuh,
terpasang infus di kaki kanan, capillary refill kurang dari 2 detik
perabaan akral hangat. Pada integumen kering, kulit tipis, warna merah
muda, ada lanugo di ekstremitas, bokong dan banyak pada punggung.
Reflek menghisap lemah, menggenggam kuat, morrow baik. Aktifitas
menangis dan menghisap lemah.
Pola nutrisi selama dirawat pasien Pola nutrisi ABCD yaitu A :
BB = 1.700 gram dan panjang badan 41 cm. B : Hemoglobin = 13,8 g/dl,
Hematokrit = 47%. C : rambut hitam, kulit tipis, terdapat lanugo di
ekstremitas, bokong dan banyak pada punggung, mukosa bibir kering dan
reflek menghisap lemah. D : minum ASI atau PASI 10 – 15 cc / 3 jam
melalui OGT .
Pola eliminasi urine tidak ada keluhan, 130 cc/hari, 3 – 4 kali
ganti popok/hari dan pola eliminasi alvi tidak ada keluhan, warna kuning
lembek, 50 cc/hari, 3 – 4 kali ganti popok/hari. Pola istirahat tidur pasien
tidur ± 14 jam/hari, tidak ada penghantar tidur.
6. Data Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 didapatkan hasil sebagai
berikut : Hemoglobin sebesar 13,8 g/dL (nilai normal 14,9 - 23,70);
Hematokrit 47 % (nilai normal 47 – 75); Leukosit 4,5 ribu/ul (nilai
normal 5,0 – 19,5); Trombosit 160 ribu/ul (nilai normal 150 – 450);
46
Eritrosit 4,99 juta/ul (nilai normal 3,70 – 6,50); MCV 95,5 /um (nilai
normal 80,0 – 96,0); MCH 32,4 pg (nilai normal 28,0 – 33,0); MCHC
33,7 g/dl (nilai normal 33,0 – 36,0); RDW 13,7 % (nilai normal 11,6 –
14,6); HDW 3,2 g/dl (nilai normal 2,2 – 3,2); MPV 7,2 fl (nilai normal
7,2 – 11,1); PDW 38 % (nilai normal 25 – 65); Eusinofil 2,60 % (nilai
normal 0,00 – 4,00); Basofil 0,70 % (nilai normal 0,00 – 1,00); Netrofil
73,00 % (nilai normal 18,00 – 74,00); Limfosit 60,00 % (nilai normal
60,00 – 66,00); Monosit 0,30 % (nilai normal 0,00 – 6,00); Golongan
Darah B; GDS 69 mg/dl (nilai normal 50 – 80).
7. Terapi
Terapi pada tanggal 12 – 15 Maret 2015 yaitu infus D 10% 7
ml/jam, Cefotaxime 90 mg/12 jam golongan Sefolosporin Antibiotik
fungsinya untuk mengatasi infeksi saluran pencernaan (antibiotik).
Gentamycin 7 mg / 24 jam golongan Antimikroba, Aminoglikosida jenis
obat Antibiotik fungsinya untuk infeksi mata. Aminophilin 3,5 mg / 8 jam
golongan K Antiasma fungsinya untuk megatasi gejala asma, sesak nafas.
Obat oral Erythromycin 3,5 mg / 6 jam golongan Makrolida Antibiotik
fungsinya untuk mencegah dan mengatasi infeksi saluran nafas oleh
kuman spyogenesis. Terapi oksigen Nasal Kanul 1 liter / menit fungsinya
untuk mengatasi sesak nafas.
8. Diit
Tanggal 12 – 15 Maret 2015, pasien mendapatkan susu presinutri
bayi berat lahir rendah 10 – 15 cc / 3 jam untuk memenuhi nutrisi pada
47
bayi prematur atau berat lahir rendah. Selain dari susu formula pasien
juga mendapatkan ASI yang diberikan setiap 3 jam sekali.
B. Analisa Data dan Perumusan Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 12 Maret 2015 jam 14.30
WIB, didapatkan hasil pemeriksaan data subjektif tidak terkaji, objektif yaitu
ada retraksi dinding dada; RR : 48 x/menit, irama tidak teratur teratur; HR :
158 x/menit; saturasi oksigen 95%; terpasang oksigen nasal kanul 1 liter /
menit, maka dapat dirumuskan diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola
nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan.
Jam 14.35 WIB hasil pemeriksaan data subjektif tidak terkaji, objektif
yang didapat adalah A : BB = 1.700 gram dan PB 41 cm. B : Hemoglobin =
13,8 g/dl, Hematokrit = 47%. C : rambut hitam, kulit tipis, terdapat lanugo di
ekstremitas, bokong dan banyak pada punggung, mukosa bibir kering serta
reflek menghisap lemah. D : minum ASI atau PASI 10 – 15 cc / 3 jam
melalui OGT, maka penulis merumuskan masalah keperawatan yang kedua
yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan dengan immaturitas reflek menghisap.
Jam 14.40 WIB hasil pemeriksaan data subjektif tidak terkaji, yang
didapat adalah kulit kering, sistem imunitas belum sempurna, suhu 36,6 0C,
terpasang OGT, Leukosit 4,5 ribu/ul, maka maka penulis merumuskan
masalah keperawatan yang ketiga yaitu resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif.
48
C. Prioritas Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa data diatas, penulis memprioritaskan diagnosa
keperawatan, yang pertama ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
kelemahan otot pernafasan. Prioritas diagnosa keperawatan yang kedua,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dengan immaturitas reflek menghisap. Prioritas diagnosa keperawatan yang
ketiga resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
D. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan hasil analisa data di atas pada tanggal 12 Maret 2015
pada diagnosa pertama penulis membuat tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola nafas pasien efektif dengan
kriteria hasil tidak ada retraksi dinding dada; nafas spontan atau tidak
menggunakan oksigen; pernafasan (RR) 40 – 60 x/menit; saturasi oksigen 95
– 100 % dan suhu normal 36,5 – 37,5 0C. Berdasarkantujuan dan kriteria hasil
tersebut penulis membuat perencanaan tindakan keperawatan yaitu pantau
tanda-tanda vital; observasi pola nafas; posisikan pasien berbaring (semi
fowler); dan berikan terapi obat (injeksi Aminophilin 3,5 mg/ 8jam) sesuai
advis dokter.
Pada diagnosa kedua penulis membuat tujuan, setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan intake nutrisi pasien
terpenuhi dengan kriteria hasil : reflek hisap meningkat; berat badan
meningkat 20 – 30 kg /hari; mukosa bibir lembab; Hemoglobin normal (14,9 -
49
23,70 g/dl); Hematokrit normal (47 – 75 %). Berdasarkan tujuan dan kriteria
hasil tersebut penulis membuat perencanaan tindakan keperawatan antara lain
pantau pola nutrisi pasien; observasi perubahan berat badan dan reflek hisap;
beri minum ASI atau PASI sesuai dengan program (10 – 50 cc / 3 jam);
berikan terapi musik klasik (40 menit/hari); anjurkan ibu untuk menyusui
bayinya; kolaborasi dengan dokter dalam pemberian susu formula.
Pada diagosa ketiga penulis membuat tujuan, setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko infeksi teratasi
dengan kriteria hasil bayi bebas dari tanda-tanda infeksi; kulit lembab; suhu
normal (36,5 – 37,5 0C); Leukosit normal (5,0 – 19,5 ribu/ul). Berdasarkan
tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis membuat perencanaan tindakan
keperawatan antara lain observasi tanda-tanda infeksi; lakukan tindakan
aseptik dan antiseptik bila melakukan tindakan invasif; bersihkan tempat tidur
bayi setiap kali kotor atau basah; kolaborasi dengan dokter dalam
pemeriksaan darah dan terapi obat (injeksi Cefotaxime 90 mg/12 jam dan obat
oral Erythromycin 3,5 mg/6 jam).
E. Implementasi Keperawatan
Pada tanggal 12 Maret 2015, implementasi keperawatan pada
diagnosa pertama yaitu pada jam 14.00 memantau tanda-tanda vital, respon
subjektif tidak terkaji, objektif RR : 48 x/menit, saturasi oksigen : 95 % dan
nadi: 158 x/menit dan suhu : 36,6 0C. Jam 14.10 mengobservasi pola nafas,
dengan respon subjektif tidak terkaji, objektif ada retraksi dinding dada,
50
terpasang oksigen nasal kanul 1 liter / menit danirama nafas tidak teratur
teratur. Jam 15.20 memposisikan pasien berbaring (semi fowler), respon
subjektif tidak terkaji, objektif pasien tampak nyaman, pola nafas mulai
teratur. Jam 16.00 memberikan injeksi Aminophilin 3,5 mg melalui IV,
respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien terbangun, injeksi masuk.
Implementasi keperawatan diagnosa kedua yaitu, pada jam 14.15
memantau pola nutrisi pasien, respon subjektif tidak terkaji, objektif A : BB =
1.700 gram dan panjang badan 41 cm. B : Hemoglobin = 13,8 g/dl,
Hematokrit = 47%. C : rambut hitam, kulit tipis, terdapat lanugo di
ekstremitas, bokong dan banyak pada punggung, mukosa bibir kering, reflek
menghisap lemah. D : minum ASI atau PASI 10 – 15 cc / 3 jam melalui OGT.
Jam 14.25 memberi minum ASI 7 cc melalui OGT, respon subjektif tidak
terkaji, objektif tidak ada residu, pasien tampak tenang, ASI masuk 7 cc, dan
tidak muntah. Jam 16.15 memberikan terapi musik klasik (15 menit), respon
subjektif tidak terkaji, objektif pasien tampak tertidur pulas, rileks. Jam 17.00
memberikan minum susu PASI 10 cc melalui OGT respon subjektif tidak
terkaji, objektif tidak ada residu, pasien tampak tenang, reflek hisap lemah,
tidak muntah, susu PASI masuk 10 cc. Jam 18.10 memberikan terapi musik
klasik (15 menit), respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien mulai tertidur,
rileks. Jam 19.45 memberikan minum susu PASI 10 cc melalui OGT, respon
subjektif tidak terkaji, objektif tidak ada residu, pasien tampak tenang, tidak
muntah, susu PASI masuk 10 cc. Jam 20.10 memberikan terapi musik klasik
51
(10 menit), respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien mulai tertidur dan
tampak rileks.
Implementasi keperawatan diagnosa ketiga yaitu, pada jam 14.20
mengobservasi tanda-tanda infeksi, dengan respon subjektif tidak terkaji,
objektif kulit kering, terpasang OGT, S : 36,6 0C, Leukosit 4,5 ribu/ul. Jam
18.00 memberikan injeksi Cefotaxime 90 mg melalui IV, respon subjektif
tidak terkaji, objektif pasien terbangun, injeksi masuk. Jam 20.00 memberikan
obat oral Erythromycin 3,5 mg melalui OGT, respon subjektif tidak terkaji,
objektif obat oral masuk, pasien terbangun, tidak muntah.
Tanggal 13 Maret 2015, implementasi keperawatan pada diagnosa
pertama yaitu, jam 14.05 memantau tanda-tanda vital, respon subjektif tidak
terkaji, objektif RR : 52 x/menit, saturasi oksigen : 96 % dan nadi: 150
x/menit dan suhu : 36,8 0C. Jam 14.10mengobservasi pola nafas dengan,
respon subjektif tidak terkaji, objektif tampak retraksi dinding dada, irama
tidak teratur teratur.Jam 16.00 memberikan injeksi Aminophilin 3,5 mg
melalui IV, respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien terbangun, injeksi
masuk. Jam 18.20 memposisikan pasien berbaring (semi fowler), respon
subjektif tidak terkaji, objektif pasien tampak nyaman, pola nafas teratur.
Implementasi keperawatan pada diagnosa yang kedua yaitu, jam 14.25
memberi minum susu PASI 10 cc melalui OGT dan mengobservasi reflek
hisap didapatkan, respon subjektif tidak terkaji, objektif tidak ada residu,
reflek hisap lemah, mukosa bibir kering, susu PASI 10 cc masuk semua, tidak
muntah. Jam 14.35 memberikan terapi musik klasik (15 menit), respon
52
subjektif tidak terkaji, objektif pasien tampak tertidur pulas, rileks. Jam 15.10
memantau pola nutrisi pasien, respon subjektif (-), obyektif A : BB = 1.700
gram dan panjang badan 41 cm. B : Hemoglobin = 13,8 g/dl, Hematokrit =
47%. C : rambut hitam, kulit tipis, mukosa bibir kering, reflek menghisap
meningkat. D : minum ASI atau PASI 10 – 15 cc / 3 jam melalui OGT. Jam
17.00 menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya, respon subjektif ibu
mengatakan bersedia menyusui bayinya dan respon objektif pasien tidak
muntah, reflek hisap lemah. Jam 17.30 memberikan terapi musik klasik (15
menit) respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien mulai tertidur pulas. Jam
19.50 memberikan minum susu PASI 10 cc melalui OGT, respon subjektif
tidak terkaji, objektif ada residu 0,3 cc, susu PASI masuk 10 cc. tidak muntah.
Jam 20.10 memberikan terapi musik klasik (10 menit), respon subjektif tidak
terkaji, objektif pasien mulai tertidur, rileks.
Implementasi keperawatan pada diagnosa yang ketiga yaitu, jam
14.15mengobservasi tanda-tanda infeksi, dengan respon subjektif tidak
terkaji, objektif kulit kering, terpasang OGT, S : 36,8 0C dan Leukosit 4,5
ribu/ul. Jam 14.20 mencuci tangan, mengganti popok dan merapikan tempat
tidur, respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien tampak terbangun, popok
sudah diganti, tempat tidur rapi. Jam 18.00 memberikan injeksi Cefotaxime
90 mg melalui IV, respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien terbangun,
injeksi masuk. Jam 20.00 memberikan obat oral Erythromycin 3,5 mg melalui
OGT, respon subjektif tidak terkaji, objektif obat oral masuk, pasien
terbangun, tidak muntah.
53
Tanggal 14 Maret 2015, implementasi keperawatan pada diagnosa
pertama yaitu, jam 14.10 memantau tanda-tanda vital, respon subjektif tidak
terkaji, objektif RR : 56 x/menit, saturasi oksigen : 98 % dan nadi: 154
x/menit dan suhu : 37,3 0C. Jam 14.25 mengobservasi pola nafas, respon
subjektif tidak terkaji, objektif retraksi dinding dada berkurang, masih
terpasang oksigen nasal kanul1 liter / menit danirama nafas teratur. Jam 16.00
memberikan injeksi Aminophilin 3,5 mg melalui IV, respon subjektif tidak
terkaji, objektifpasien terbangun, injeksi masuk. Jam 17.15 memposisikan
pasien berbaring (semi fowler), respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien
tampak nyaman, pola nafas teratur.
Implementasi keperawatan pada diagnosa yang kedua yaitu, jam 14.20
memberi minum PASI 10 cc melalui OGT dan mengobservasi reflek hisap
didapatkan, respon subjektif tidak terkaji, objektif tidak ada residu, reflek
hisap meningkat, mukosa bibir lembab, susu PASI 10 cc masuk semua, tidak
muntah. Jam 14.30 memantau pola nutrisi pasien, respon subjektif tidak
terkaji, objektif A : BB = 1.715 gram dan PB = 41 cm. B : Hemoglobin = 13,8
g/dl, Hematokrit = 47%. C : rambut hitam, kulit tipis, mukosa bibir lembab
dan reflek menghisap meningkat. D : minum ASI atau PASI 10 – 15 cc / 3
jam melalui OGT. Jam 14.50 memberikan terapi musik klasik (15 menit),
respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien tampak tertidur pulas, rileks. Jam
17.00 memberikan minum susu PASI 10 cc melalui OGT, respon subjektif
tidak terkaji, objektif tidak ada residu, tidak muntah, susu PASI masuk 10 cc.
Jam 17.20 memberikan terapi musik klasik (15 menit), respon subjektif tidak
54
terkaji, objektif pasien mulai tertidur pulas. Jam 19.50 memberikan minum
susu PASI 10 cc melalui OGT, respon subjektif tidak terkaji, objektif ada
residu 0,3 cc, PASI masuk 10 cc, tidak muntah. Jam 20.05 mengobservasi
berat badan, respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien tampak tenang, BB
: 1715 gram. Jam 20.10 memberikan terapi musik klasik (10 menit), respon
subjektif tidak terkaji, objektif pasien mulai tertidur, rileks, terdapat
peningkatan berat badan 15 gram.
Implementasi keperawatan pada diagnosa yang ketiga yaitu, jam
14.15mengobservasi tanda-tanda infeksi, dengan respon subjektif tidak
terkaji, objektif kulit lembab, masih terpasang OGT, S : 37,3 0C, Leukosit 4,5
ribu/ul. Jam 14.30 mencuci tangan, mengganti popok dan merapikan tempat
tidur, respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien tampak terbangun, popok
sudah diganti, tempat tidur rapi dan. Jam 18.00 memberikan injeksi
Cefotaxime 90 mg melalui IV, respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien
terbangun, injeksi masuk. Jam 20.00 memberikan obat oral Erythromycin 3,5
mg melalui OGT respon subjektif tidak terkaji, objektif, obat oral masuk,
pasien terbangun, tidak muntah.
Tanggal 15 Maret 2015, implementasi keperawatan pada diagnosa
pertama yaitu, jam 14 00 memantau tanda-tanda vital, respon subjektif tidak
terkaji, objektif RR : 54 x/menit, saturasi oksigen : 96 %, nadi: 158 x/menit
dansuhu : 370C.Jam 14.10 mengobservasi pola nafas dengan, respon subjektif
tidak terkaji, objektif retraksi dinding dada masih tampak dan sudah tidak
terpasang oksigen nasal kanul danirama teratur. Jam 16.00 memberikan
55
injeksi Aminophilin 3,5 mg melalui IV, respon subjektif tidak terkaji, objektif
pasien terbangun, obat masuk. Jam 20.00 memposisikan pasien berbaring
(semi fowler), respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien tampak nyaman,
pola nafas teratur.
Implementasi keperawatan pada diagnosa yang kedua yaitu jam 14.20
memberi minum ASI 15 cc melalui OGT dan mengobservasi reflek hisap
didapatkan, respon subjektif tidak terkaji, objektif tidak ada residu, reflek
meningkat, susu ASI 10 cc masuk semua, tidak muntah, mukosa bibir
lembab. Jam 14.25 memantau pola nutrisi pasien, respon subjektif tidak
terkaji, objektif A : BB = 1.740 gram dan panjang badan 41 cm. B :
Hemoglobin = 13,8 g/dl, Hematokrit = 47%. C : rambut hitam, kulit tipis,
mukosa bibir lembab dan reflek menghisap meningkat. D : minum ASI atau
PASI 10 – 15 cc / 3 jam melalui OGT. Jam 14.40 memberikan terapi musik
klasik (15 menit), respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien tampak
tertidur pulas, rileks. 17.00 menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya,
respon subjektif ibu mengatakan ingin menyusui bayinya dan respon objektif
pasien mau minum, tidak muntah, reflek hisap baik. Jam 18.10 memberikan
terapi musik klasik (15 menit), respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien
mulai tertidur, rileks. Jam 19.45 memberikan minum ASI 15 cc melalui OGT,
respon subjektif tidak terkaji, objektif tidak ada residu, ASI masuk 15 cc.
tidak muntah. Jam 20.50mengobservasi perubahan berat badan pasien,
respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien tampak tenang, BB : 1740 gram.
Jam 20.10 memberikan terapi musik klasik (10 menit), respon subjektif tidak
56
terkaji,objektif pasien mulai tertidur, rileks dan terdapat peningkatan berat
badan 25 gram.
Implementasi keperawatan pada diagnosa yang ketiga yaitu, jam 14.10
mengobservasi tanda-tanda infeksi, dengan respon subjektif tidak terkaji,
objektif kulit lembab, masih terpasang OGT, S : 37 0C, Leukosit 4,5 ribu/ul.
Jam 14.00 mencuci tangan, mengganti popok dan merapikan tempat tidur,
respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien tampak terbangun, popok sudah
diganti, tempat tidur rapi. Jam 18.00 memberikan injeksi Cefotaxime 90 mg
melalui IV, respon subjektif tidak terkaji, objektif pasien terbangun, injeksi
masuk. Jam 20.00 memberikan obat oral Erythromycin 3,5 mg melalui OGT
respon subjektif tidak terkaji, objektif, obat oral masuk, pasien terbangun,
tidak muntah.
F. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kemudian penulis melakukan
evaluasi keperawatan yang dilakukan dengan metode SOAP. Hasil evaluasi
keperawatan tanggal 12 Maret 2015 pada diagnosa pertama jam 20.40 dengan
hasil data Subjektif tidak terkaji, Objektif ada retraksi dinding dada, terpasang
oksigen nasal kanul 1 liter / menit, RR : 48 x/menit, irama tidak teratur,
saturasi oksigen 95%, nadi: 158 x/menit dan suhu 36,6 0C. Analysis masalah
keperawatan ketidakefektifan pola nafas teratasi sebagian. Planning lanjutkan
intervensi dan intervensi yang dilanjutkan meliputi pantautanda-tanda vital;
observasi pola nafas; dan posisikan pasien berbaring (semi fowler)
57
Evaluasi keperawatan yang didapatkan pada diagnosa kedua jam
20.44 data Subjektif tidak terkaji, ObjektifA : BB = 1.700 gram dan panjang
badan 41 cm. B: Hemoglobin = 13,8 g/dl, Hematokrit = 47%. C : rambut
hitam, kulit tipis, terdapat lanugo di ekstremitas, bokong dan banyak pada
punggung, mukosa bibir kering reflek menghisap lemah. D : minum ASI /
PASI 10 –15 cc / 3 jam melalui OGT. Analysis masalah keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi.
Planning lanjutkan intervensi dan intervensi yang dilanjutkan meliputi pantau
pola nutrisi pasien; observasi perubahan berat badan dan reflek hisap; beri
minum ASI atau PASI sesuai dengan program (10 – 15 cc / 3 jam); berikan
terapi musik klasik (40 menit/hari); anjurkan ibu untuk menyusui bayinya.
Evaluasi keperawatan yang didapatkan pada diagnosa ketiga jam
20.50 dengan hasil data Subjektif tidak terkaji, Objektif kulit kering, sistem
imunitas belum sempurna, suhu 36,6 0C, terpasang OGT dan leukosit 4,5
ribu/ul. Analysis masalah keperawatan resiko infeksi teratasi sebagian.
Planning lanjutkan intervensi dan intervensi yang dilanjutkan meliputi
observasi tanda-tanda infeksi; lakukan tindakan aseptik dan antiseptik bila
melakukan tindakan invasif; bersihkan tempat tidur bayi setiap kali kotor atau
basah.
Hasil evaluasi keperawatan pada tanggal 13 Maret 2015, jam 20.45
untuk diagnosa pertama hasilnya adalah data Subjektif tidak terkaji, Objektif
tampak retraksi dinding dada, terpasang oksigen nasal kanul 1 liter /menit,
RR : 52 x/menit, irama tidak teratur teratur, saturasi oksigen 96 %,HR: 150
58
x/menit dan suhu 36,8 0C. Analysis masalah keperawatan ketidakefektifan
pola nafas teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi dan intervensi
yang dilanjutkan meliputi pantau tanda-tanda vital; observasi pola nafas; dan
posisikan pasien berbaring (semi fowler)
Jam 20.50 untuk diagnosa kedua hasilnya, Subjektif tidak terkaji, data
Objektif A : BB = 1.700 gram dan panjang badan 41 cm. B : Hemoglobin =
13,8 g/dl, Hematokrit = 47%. C : kulit tipis, mukosa bibir kering, reflek
menghisap lemah. D : minum ASI atau PASI 10 – 15 cc / 3 jam melalui OGT.
Analysismasalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dan intervensi
yang dilanjutkan meliputipantau pola nutrisi pasien; observasi perubahan
berat badan dan reflek hisap; beri minum ASI atau PASI sesuai dengan
program (10 – 15 cc / 3 jam); berikan terapi musik klasik (40 menit/hari);
anjurkan ibu untuk menyusui bayinya.
Jam 20.55 untuk diagnosa ketiga hasilnya, Subjektif tidak terkaji, data
Objektif kulit pasien kering, suhu 36,8 0C, Leukosit 4,5 ribu/ul, terpasang
OGT. Analysis masalah keperawatan resiko infeksi teratasi sebagian.
Planning lanjutkan intervensi dan intervensi yang dilanjutkan meliputi
observasi tanda-tanda infeksi, lakukan tindakan aseptik dan antiseptik bila
melakukan tindakan invasif, bersihkan tempat tidur bayi setiap kali kotor atau
basah.
Hasil evaluasi keperawatan pada tanggal 14 Maret 2015, jam 20.45
untuk diagnosa pertama hasilnya, Subjektif tidak terkaji, Objektif retraksi
59
dinding dada berkurang, masih terpasang oksigen nasal kanul 1 liter /
menit,RR : 56 x/menit, irama teratur, saturasi oksigen 98 %, HR: 154 x/menit
dan suhu : 37,3 0C. Analysis masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas
teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi dan intervensi yang
dilanjutkan meliputi pantau tanda-tanda vital; observasi pola nafas; dan
posisikan pasien berbaring (semi fowler).
Jam 20.50 untuk diagnosa kedua hasilnya, data Subjektif tidak terjadi,
Objektif A : BB = 1.715 gram dan panjang badan 41 cm. B : Hemoglobin =
13,8 g/dl, Hematokrit = 47%. C : kulit tipis, mukosa bibir lembab dan reflek
menghisap meningkat. D : minum ASI atau PASI 10 – 15 cc / 3 jam melalui
OGT. Analysis masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi dan
intervensi yang dilanjutkan meliputipantau pola nutrisi pasien; observasi
perubahan berat badan dan reflek hisap; beri minum ASI atau PASI sesuai
dengan program (10 – 15 cc / 3 jam); berikan terapi musik klasik (40
menit/hari); anjurkan ibu untuk menyusui bayinya.
Jam 20.55 diagnosa ketiga hasilnya data Subjektif tidak terkaji,
Objektif kulit lembab, masih terpasang OGT, suhu : 37,3 0C, dan Leukosit 4,5
ribu/ul. Analysis masalah keperawatan resiko infeksi teratasi sebagian.
Planning lanjutkan intervensi dan intervensi yang dilanjutkan meliputi
observasi tanda- tanda infeksi, lakukan tindakan aseptik dan antiseptik bila
melakukan tindakan invasif, bersihkan tempat tidur bayi setiap kali kotor atau
basah.
60
Hasil evaluasi keperawatan pada tanggal 15 Maret 2015, jam 20.40
untuk diagnosa pertama hasilnya adalah data Subjektif tidak terkaji, Objektif
retraksi dinding dada masih tampak dan sudah tidak terpasang oksigen nasal
kanul 1 liter / menit, RR : 54 x/menit, irama teratur, saturasi oksigen 96 %,
HR: 158 x/menit dan suhu 37 0C. Analysis masalah keperawatan
ketidakefektifan pola nafas teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi
dan intervensi yang dilanjutkan meliputi pantau tanda-tanda vital; observasi
pola nafas; dan posisikan pasien berbaring (semi fowler).
Jam 20.45 untuk diagnosa kedua hasilnya data Subjektif tidak terkaji,
Objektif A : BB = 1.740 gram dan panjang badan 41 cm. B : Hemoglobin =
13,8 g/dl, Hematokrit = 47%. C : kulit tipis, mukosa bibir lembab dan reflek
menghisap meningkat. D : minum ASI atau PASI 10 – 15 cc / 3 jam melalui
OGT. Analysis masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi dan
intervensi yang dilanjutkan meliputi pantau pola nutrisi pasien; observasi
perubahan berat badan dan reflek hisap; beri minum ASI atau PASI sesuai
dengan program (10 – 15 cc / 3jam); berikan terapi musik klasik (40
menit/hari); anjurkan ibu untuk menyusui bayinya.
Jam 20.50 diagnosa ketiga hasilnya, Subjektif tidak terkaji, data
Objektif kulit klien lembab, suhu 37 0C, terpasang OGT. Analysis masalah
keperawatan resiko infeksi teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi
dan intervensi yang dilanjutkan meliputi observasi tanda-tanda infeksi,
61
lakukan tindakan aseptik dan antiseptik bila melakukan tindakan invasif,
bersihkan tempat tidur bayi setiap kali kotor atau basah.
62
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang pemberian terapi musik
klasik pada asuhan keperawatan By. Ny. S dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) kelahiran prematur yang sudah dilakukan penulis di ruang HCU
Neonatal, RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal 12-15 Maret 2015.
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan,
dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan
(Dermawan, 2012).
Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 12 April 2015 dengan
metode alloanamnesa dan autoanamnesa. Hasil pengkajian yang dilakukan
penulis, pada APGAR Skor yang terdiri dari penilaian terhadap denyut
jantung, pernafasan, tonus otot, peka terhadap rangsang, dan warna kulit
pasien, dinilai pada 1 menit – 5 menit pertama – 5 menit kedua diperoleh
hasil yaitu denyut jantung = 2-2-2, pernafasan = 1-1-2, tonus otot = 1-1-1,
peka terhadap rangsang = 1-2-2, dan warna kulit = 2-2-2, penilaian dari
APGAR kemudian dijumlahkan. Pada menit pertama bernilai 7, pada 5 menit
pertama bernilai 8, dan pada 5 menit kedua bernilai, dengan interpretasihasil
63
By. Ny. S mengalami Asfiksia Ringan dan tidak dilakukan resusitasi.
Sehingga sesuai teori yang telah dikemukakan oleh Proverawati dan Ismawati
(2010), dengan jumlah nilai tersebut memiliki arti bahwa nilai APGAR 0 – 3,
asfiksia berat, memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian
oksigen terkendali; nilai APGAR 4 – 6, asfiksia sedang, memerlukan
resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali; nilai
APGAR 7 – 9 bayi normal atau sehat dan asfiksia ringan; dan nilai APGAR
10 bayi normal atau sehat. Kesimpulan dari hasil penilaian APGAR Skor
yang dilakukan yaitu By. Ny. S termasuk dalam bayi sehat dan asfiksia
ringan.
Ada beberapa penyebab yang menyebabkan bayi tersebut lahir
prematur dengan BBLR, diantaranya perdarahan antepartum, hipertensi,
preeklampsia, kehamilan ganda, jarak kelahiran yang terlalu dekat,
mempunyai riwayat BBLR sebelumnya, ibu perokok, peminum alkohol
(Pantiawati, 2010). Hal tersebut termasuk dalam indikasi dilakukannya
tindakan Sectio Caesarea, yang merupakan tindakan operasi untuk
mengeluarkanbayi dengan melalui insisi pada dinding perut dan di dinding
rahim dengan syarat rahim dalamkeadaan utuh serta berat janin diatas 500
gram(Wiknjosatro, 2007 dalam jurnal Sumelung, dkk, 2013). Pada
pengkajian didapatkan hasil, Ny. S melahirkan bayinya dengan proses Sectio
Caesarea karena Ny. S mempunyai indikasi Preeklampsia, dengan usia
gestasi 36 minggu dan By. Ny. S lahir dengan berat badan lahir rendah yaitu
1.700 gram. Hal tersebut sesuai dengan teori Wiknjosastro (2002) dalam
64
Mitayani (2009). Bayi yang lahir sebelum usia gestasi 37 minggu dengan
berat badan kurang dari 2.500 gram disebut dengan bayi prematur, dimana
bayi tersebut cenderung mengalami lebih banyak masalah dibandingkan
dengan bayi yang lahir cukup bulan dengan berat badan kurang dari 2500
(Karyuni, dkk., 2008).
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum pasien baik,
tingkat kesadaran pasien sadar penuh (composmentis), dengan pemeriksaan
tanda-tanda vital : pernafasan 48 x/menit irama tidak teratur, saturasi oksigen
95 %, nadi 158 x/menit dengan irama teratur, teraba kuat dan suhu 36,60C.
Hasil pemeriksaan Antropometri didapatkan berat badan 1700 gram, panjang
badan 41 cm, lingkar kepala 32 cm, lingkar dada 28 cm. Untuk aktifitas By.
Ny. S menangis dan reflek menghisap lemah. Berdasarkan teori yang didapat,
manifestasi klinis dari BBLR kurang bulan atau prematur yaitu berat badan
kurang dari 2.500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar dada lebih
kecil dari lingkar kepala yaitu lingkar dada 30 cm dan lingkar kepala 33 cm,
umur kehamilan kurang dari 37 minggu, kulit tipis, pernafasan tidak teratur,
pernafasan 40 – 60 x/menit, nadi cepat namun masih dalam batas normal 120
– 160 x/menit, suhu berfluktuasi dengan cepat, aktivitas tangisan lemah,
reflek menghisap lemah (Proverawati dan Ismawati, 2010).
Menurut Proverawati dan Ismawati (2010), hasil pemeriksaan kepala
sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar, penonjolan tulang karena
ketidakadekuatan pertumbuhan Pada pengkajian kepala pada By. Ny. S
didapatkan hasil sesuai dengan teori bahwa betuk kepala mesocephal,
65
fontanel lunak, sutura sagitalis belum menutup sempurna, tampak melebar
dan rambut berwarna hitam
Pada pemeriksaan paru didapatkan hasil, inspeksi bentuk dada
simetris, ada retraksi dinding dada, palpasi: ekspansi paru kanan dan kiri
sama, perkusi: sonor, auskultasi: vesikuler diseluruh lapang paru. Menurut
Riyadi dan Sukarmin (2013) pada pemeriksaan fisik paru-paru, secara
inspeksi : frekuensi irama tidak teratur dan pernfasan dangkal. Palpasi :
peningkatan vokal vremitus pada daerah yang terkena. Perkusi : sonor bila
normal dan hipersonor jika emfisema. Auskultasi : suara pernafasan yang
meningkat intensitasnya, adanya suara mengi (whezing) dan adanya suara
pernapasan tambahan ronchi. Pada By. Ny. S saat dilakukan pengkajian
terhadap APGAR Skortermasuk dalam kategori bayi sehat dan asfiksia
ringan. Pemeriksaan fisik paru ini dilakukan kaitannya dengan bayi yang lahir
prematur dengan BBLR, karena kondisi bayi tersebut dapat timbul
permasalahan salah satunya gangguan pernafasan diakibatkan paru belum
berkembang sempurna (Proverawati dan Ismawati, 2010).
Bayi dengan BBLR kelahiran kurang bulan juga memiliki
manifestasi klinis seperti : kulit tipis dan mengkilap, lanugo (rambut halus
atau lembut) masih banyak ditemukan terutama pada punggung (Proverawati
dan Ismawati, 2010). Pada By. Ny. S hasil pemeriksaan didapatkan pada
integumen kulit tipis, warna merah muda, terdapat lanugo di ekstremitas,
bokong dan banyak pada punggung.
66
Bayi prematur harus dipersiapkan agar dapat mencapai tahapan tumbuh
kembang yang optimal, salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan asupan nutrisi yang mencukupi untuk proses tumbuh kembang
pada bayi prematur yang lebih cepat dari bayi cukup bulan (Ellard, 2004
dalam jurnal Ariani, 2007). Pada status nutrisi dan diit pada pasien By. Ny. S
pada tanggal 12 – 15 April 2015 mendapatkan ASI atau PASI 10 – 15 cc / 3
jam, susu PASI yang didapatkan yaitu susu presinutri khusus untuk bayi berat
lahir rendah guna memenuhi nutrisi pada bayi prematur atau berat lahir
rendah yang diberikan melalui selang OGT. Pola nutrisi ABCD :
Antropometri (A) : BB = 1.700 gram dan panjang badan 41 cm. Biokimia (B)
: Hemoglobin = 13,8 g/dl, Hematokrit = 47%. ClinicalSign (C) : rambut
hitam, kulit tipis dan kering, terdapat lanugo banyak di ekstremitas, bahu dan
bokong, mukosa bibir kering reflek menghisap lemah. Dietary history (D) :
minum ASI atau PASI 10 – 15 cc / 3 jam melalui OGT .
Tujuan dari mengkaji kebutuhan nutrisi yaitu mengidentifikasi adanya
defisiensi nutrisi dan pengaruhnya terhadap status kesehatan, mengumpulkan
informasi khusus guna menetapkan rencana asuhan keperawatan yang
berkaitan dengan nutrisi. Pengkajian nutrisi dinilai dari status gizi dimana
perawat menggunakan ‘ABCD’ (Antropometric Biokimia Clinical sign
Dietary history). Antropometric meliputi berat badan dan tinggi badan,
Biokimia meliputi indikator hemoglobin dan hematokrit, Clinical sign yaitu
gejala klinis, Dietary history yaitu latar belakang diet (Siregar, 2005). Pada
anak yang mengalami kekurangan nutrisi ditandai dengan anoreksia (tidak
67
nafsu makan) yaitu gangguan makanan yang dicirikan oleh penolakan untuk
mempertahankan berat badan yang parah tanpa adanya penyebab fisik yang
jelas. Kebiasaan anak memilih makanan ringan atau makanan yang berperasa
kuat akan menyebabkan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi anak
kecil bervariasi sehingga kebersihan dan kualitas makanan tidak terjamin
(Wong, 2008).
Dalam pemberian nutrisi, By. Ny. S diberikan melalui selang OGT,
karena memiliki menghisap yang lemah. Adanya reflek hisap yang masih
imatur yang mengakibatkan tidak memadainya koodinasi antara reflek hisap,
terutama pada bayi yang lahir kurang bulan. Hal ini mengakibatkan bayi
prematur beresiko mengalami aspirasi dan pemberian makanan dilakukan
melalui intravena atau sonde lambung (Asuhan Neonatal Esensial, 2008
dalam jurnal Wahyuningsri dan Eka, 2014)
Pada pemberian nutrisi secara enteral pada pasien ini sudah tepat karena
memberi keuntungan berupa memberi makan sel – sel usus dan menstimulasi
produksi hormon – hormon usus yang akan mempercepat proliferasi sel-sel
usus yang penting untuk adaptasi usus setelah lahir (Hendarto, 2002 dalam
jurnal Ayu dan Rahmanoe, 2014).
Pemberian susu formula pada By. Ny. S 10 – 15 cc / 3 jam, sesuai
dengan teori Potter dan Perry (2006) dan Pantiawati (2010). Menurut Potter
dan Perry (2006) untuk bayi usia 0 – 1 bulan baik pemberian ASI atau susu
formula porsi yang diberikan yaitu 60 – 150 cc/hari dan pemberian makanan
untuk bayi dilakukan selangkah demi selangkah guna untuk pemenuhan
68
kebutuhan nutrisi tubuh. Pemberian minum pada bayi dengan berat 1.500 –
1.749 gram diberikan 8 kali 24 jam (Pantiawati, 2010). Keuntungan
penggunaan formula preterm pada bayi prematur lebih nyata pada bayi yang
kecil masa kelahiran dan pada bayi laki-laki yang biasanya mempunyai resiko
perlambatan pertumbuhan (Bier, 1997 dalam jurnal Ariani, 2007).
Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 didapatkan hasil sebagai berikut :
Hemoglobin sebesar 13,8 g/dL (nilai normal 14,9 - 23,70), hematokrit 47 %
(nilai normal 47 – 75), leukosit 4,5 ribu/ul (nilai normal 5,0 – 19,5). Pada
pemeriksaan darah lengkap pada BBLR biasanya dijumpai nilai klinis pada
penurunan hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) kurang dari 10.000 /m3
(Doengoes, 2001 dalam penelitian Girsang, 2009). Penurunan pada
hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) bisa menimbulkan anemia atau
kekurangan darah (Mitayani, 2009). Kadar leukosit dapat terjadi akibat
pemindahan imunoglobulin G (Ig G)dari ibu ke janin terganggu, dan rentan
terjadinya infeksi (Mitayani, 2009). Infeksi yang sering menyerang BBLR
selama dalam perawatan di rumah sakit adalah infeksi nosokomial, hal ini
dikarenakan posisi bayi yang sering berpindah – pindah tangan, pemasangan
alat tambahan dan kondisi perawatan inkubator yang belum sepenuhnya
memenuhi standar sehingga perlu adanya pemantauan (Sitohang, 2004; Yoke,
2006 dalam penelitian Girsang, 2009).
Terapi yang diberikan pada By. Ny. S pada tanggal 12 – 14 Maret
2015 yaitu infus D 10% 7 ml/jam, Cefotaxime 90 mg / 12 jam, Gentamycin 7
69
mg / 24 jam, Aminophilin 3,5 mg / 8 jam, Erythromycin 3,5 mg / 6 jam dan
terapi oksigen Nasal Kanul 1 liter / menit. Infus D 10% 7 ml/jam merupakan
larutan glukosa sebagai sumber energi, berfungi untuk mengoptimalkan kadar
gula dalam tubuh dan mencegah terjadinya hipoglikemia (Pantiawati,
2010).Teori Pardo (2007) dalam jurnal Ayu dan Ramanoe (2014) pada bayi
dengan BB 1700 gr, kebutuhan cairannya adalah 100 cc/kg/hr. Sehingga
kebutuhan cairan bayi tersebut = 1,7 x 100 cc/hr = 170 cc/hr. Tetesan infus
D10 melalui infus pump yaitu 170cc/24 jam = 7cc/jam. Cefotaxime 90 mg /
12 jam golongan Sefolosporin Antibiotik fungsinya untuk mengatasi infeksi
saluran pencernaan (antibiotik) (Sirait, 2012). Obat ini diberikan untuk
mrnghindari terjadinya peradangan pada saluran pencernaan yaitu di daerah
lambung yang ditandai dengan adanya diare lendir atau darah, mual, muntah,
nyeri perut dan anoreksia (Betz L.C dan Sowden L.A., 2004 dalam penelitian
Utami, 2012).
Gentamycin 7 mg / 24 jam golongan Antimikroba, Aminoglikosida
jenis obat Antibiotik fungsinya untuk mencegah dan mengobati suatu infeksi
karena bakteri (Mitrea, 2008 dalam penelitian Febiana, 2012). Aminophilin
3,5 mg / 8 jam golongan K Antiasma fungsinya untuk megatasi gejala asma,
sesak nafas (Sirait, 2012). Pemberian Aminophilin pada pasien ini dinilai
tepat karena memiliki efek merangsang pusat napas dengan meningkatkan
kepekaan terhadap karbondioksida, meningkatkan frekuensi napas,
merelaksasi otot termasuk otot polos bronkus, menurunkan hipoksia akibat
depresi napas, meningkatkan aktivitas diafragma (Ayu dan Ramanoe, 2014).
70
Obat oral Erythromycin 3,5 mg / 6 jam golongan Makrolida
Antibiotik fungsinya untuk mencegah dan mengatasi infeksi saluran nafas
oleh kuman spyogenesis (Sirait, 2012). Sesuai dengan teori Stright, (2005)
bahwa medikasi yang digunakan untuk bayi baru lahir adalah pemberian
terapi anti infeksi berupa Erythromycin (akne-mycinllotycin) yang berfungsi
menghambat sintesis protein bakteri.
Terapi oksigen Nasal Kanul 1 liter / menit fungsinya untuk
mengatasi sesak nafas (Sirait, 2012). Pemberian terapi oksigen melalui nasal
kanul dengan dosis 1 liter per menit, hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Proverawati dan Ismawati(2010) bahwa pemberian terapi
oksigen pada bayi ini harus dikendalikan dengan seksama karena jika tidak
dikendalikan akan menyebabkan timbulnya kerusakan jaringan pada retina
bayi sehingga menimbulkan kebutaan.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Capernito 2000 dalam buku Dermawan (2012), diagnosa
keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons individu, keluarga, dan
masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana
berdasarkan pendidikan dan pengalaman, perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga,
menurunkan, membatasi, mencegahdan merubah status kesehatan pasien.
Dari hasil analisa pengkajian diatas penulis melakukan perumusan
diagnosa keperawatan yang pertama yaitu, ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan, karena pada saat pengkajian
71
tanggal 12 Maret 2015 didapatkan hasil dari data subjektif tidak terkaji, data
objektif ada retraksi dinding dada pernapasan pasien 48 x/menit, irama tidak
teratur, nadi 158 x/menit dan saturasi oksigen 95 %, suhu 36,6 0C,
menggunakan oksigen nasal kanul 1 liter per menit.
Ketidakefektifan pola nafas adalah inspirasi dan atau ekspirasi yang
tidak memberi ventilasi yang adekuat. Berdasarkan batasan karakteristik
dalam ketidakefektifan pola napas antara lain dispnea, nafas pendek,
perubahan ekskursi dada, penurunan tekanan inspirasi dan ekspirasi, nafas
cuping hidung, kecepatan respirasi bayi < 25 atau > 60 kali per menit,
penggunaan otot bantu asesorius untuk bernafas (Herdman, 2012)..
Diagnosa keperawatan kedua yang diambil penulis adalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
immaturitas reflek menghisap, karena pada saat pengkajian tanggal 12 Maret
2015 didapatkan hasil dari data subjektif tidak terkaji, data objektif pasien
yaitu, Antropometri (A) : BB = 1.700 gram dan panjang badan 41 cm.
Biokimia (B) : Hemoglobin = 13,8 g/dl, Hematokrit = 47%. Clinical Sign (C):
rambut hitam, kulit tipis, terdapat lanugo di ekstremitas, bokong dan banyak
pada punggung, mukosa bibir kering serta reflek menghisap lemah. Dietary
history (D) : minum ASI atau PASI 10 – 15 cc / 3 jam melalui OGT.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sering terjadi pada
neonatus BBLR dengan kurang bulan karena reflek hisap bayi masih lemah
(Proverawati dan Ismawati, 2010).
72
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah
asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Batasan
karakteristik ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh menurut
Herdman (2012) yaitu kram abdomen, menghindari makan, kerapuhan
kapiler, diare, kurang makanan, kurang informasi, penurunan berat badan
dengan asupan makanan adekuat, membran mukosa pucat, ketidakmampuan
memakan makanan, mengeluh asupan makanan kurang dari RDA
(recomended daily allowance), sariawan dirongga mulut, kelemahan otot
pengunyah (Herdman, 2012).
Diagnosa ketiga yang ditegakkan penulis yaitu, resiko infeksi
berhubungan dengan prosedur invasif, karena pada saat pengkajian tanggal 12
Maret 2015 didapatkan hasil dari data subjektif tidak terkaji, data objektif
yaitu kulit kering, sistem imunitas belum sempurna, suhu 36,6 0C dan
terpasang OGT. Data objektif yang lainnya adalah hasil pemeriksaan
laboratorium Leukosit 4,5 ribu/ ul.
Resiko infeksi yaitu mengalami peningkatan resiko terserang
organisme patogenik. Batasan karakteristiknya yaitu, penyakit kronis;
penekanan sistem imun; ketidakadekuatan imunitas dapatan; pertahanan
tubuh primer yang tidak adekuat (misal : integritas kulit tidak utuh);
pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat (misal : penurunan
hemoglobin); peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen; prosedur
invasif; malnutrisi; ketuban pecah dini; trauma; dan kerusakan jaringan
(Herdman, 2012).
73
Untuk menentukan prioritas masalah keperawatan, penulis
menggunakan Teori Hierarki Maslow yaitu terdapat lima kebutuhan dasar
manusia yang harus terpenuhi, yakni kebutuhan fisiologis; kebutuhan
keselamatan dan rasa aman; kebutuhan cinta dan rasa memiliki; kebutuhan
penghargaan dan harga diri; serta kebutuhan aktualisasi diri (Potter dan Perry,
2005).
Penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan ketidakefektifan
pola napas berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan sebagai diagnosa
keperawatan yang pertama. Alasan penulis memprioritaskan diagnosa
tersebut karena kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan fisiologis yang
paling penting. Oksigenasi berperan penting dalam proses metabolisme sel,
sebagai proses membentuk energi dengan adanya oksigen, dan bergantung
total pada oksigen untuk bertahan hidup (Potter dan Perry, 2005).
Penulis merumuskan diagnosa keperawatan yang kedua,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
immaturitas reflek menghisap. Nutrisi merupakan kebutuhan fisiologis yang
juga harus terpenuhi, namun pemenuhannya tidak seperti oksigenasi yang
harus ada guna untuk bertahan hidup (Potter dan Perry, 2005)
Penulis menegakkan diagnosa keperawatan yang ketiga resiko
infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, karena bayi dengan kelahiran
prematur rentan terjadi infeksi yang dakibatkan oleh pemindahan
imunoglobulin G (lgG) dari ibu ke janin terganggu (Mitayani, 2009).
74
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana melakukan, kapan dilakukan dan siapa yang melakukan dari
semua tindakan keperawatan. Rencana keperawatan ini disesuaikan dengan
kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan keperawatan
dapat dilaksanakan dengan prinsip ONEC, observasi (rencana tindakan untuk
mengkaji atau melakukan observasi terhadap kemajuan pasien untuk
memantau secara langsung yang dilakukan secara terus-menerus), nursing
treatment (rencana tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dan mencegah
perluasan masalah), education (rencana tindakan yang berbentuk pendidikan
kesehatan), colaboratif (tindakan medis yang dilimpahkan pada perawat)
(Sholeh, 2012).
Dalam referensi intervensi dituliskan sesuai dengan kriteria intervensi
NIC (Nursing Intervension Clasification) dan NOC (Nursing Outcome
Clasification) dan diselesaikan secara SMART yaitu Spesifik (jelas atau
khusus), Measurable (dapat diukur), Achievable (dapat diterima), Reasonable
(rasional) dan Time (ada kriteria waktu) (Sholeh, 2012).
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan oleh
penulis pada diagnosa keperawatan yang pertama ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan pada kasus By. Ny. S dengan
tujuan dan kriteria hasil yang sudah ditetapkan. Tujuan yang dibuat penulis
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola
75
nafas efektif dengan kriteria hasiltidak ada retraksi dinding dada; nafas
spontan atau tidak menggunakan oksigen; pernafasan (RR) 40 – 60 x/menit;
saturasi oksigen 95 – 100 % dan suhu normal 36,5 – 37,5 0C.
Alasan penulis melakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
karena ketidakefektifan pola nafas merupakan ketidakmampuan untuk
memberikan ventilasi yang adekuat pada saat ekspirasi atau inspirasi sehingga
apabila pola nafas tidak segera ditangani akan menyebabkan dypsnea bahkan
kematian (Andra, 2013).
Perencanaan tindakan keperawatan yang akan dilakukan yaitu pantau
tanda–tanda vital untuk mengumpulkan dan menganalisa data kardiovaskuler,
pernafasan, dan suhu tubuh pasien guna menemukan dan mencegah
komplikasi (Wilkinson, 2012); observasi pola nafas rasional tindakan ini
untuk mengetahui status pernafasan pasien; berikan posisi pasien berbaring
(semi fowler) rasional tindakan ini untuk meningkatkan ekspansi paru serta
menurunkan kerja otot pernafasan dengan pengaruh grafitasi (Safitri dan
Annisa, 2011); dan berikan terapi obat (injeksi Aminophilin 3,5 mg/ 8jam)
sesuai advis dokter.
Pada diagnosa kedua ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan immaturitas reflek menghisap penulis
membuat tujuan, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan intake nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria hasil : reflek hisap
meningkat; berat badan meningkat 20 – 30 kg /hari; mukosa bibir lembab;
Hemoglobin normal (14,9 - 23,70 g/dl); Hematokrit normal (47 – 75 %).
76
Alasan penulis melakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
karena jika nutrisi pasien buruk mengakibatkan asupan protein dan nutrient
lain tidak adekuat sehingga akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap
infeksi dan menghambat penyembuhan (Potter dan Perry, 2005).
Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis membuat
perencanaan tindakan keperawatan antara lain observasi pola nutrisi pasien
mengetahui kebutuhan nutrisi dan pilihan intervensi yang tepat (Nurarif,
2013); observasi perubahan berat badan dan reflek hisap rasional tindakan ini
untuk mengetahui mengetahui perubahan berat badan dan peningkatan reflek
hisap; pantau polanutrisi pada pasien rasional tindakan ini untuk mengetahui
status nutrisi pada pasien; berikan minum ASI atau PASI sesuai dengan
program (10 – 15 cc / 3 jam) rasional tindakan ini untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi dalam tubuh; berikan terapi musik klasik (40 menit/hari)
rasional tindakan ini untuk membantu meningkatkan berat badan; anjurkan
ibu untuk menyusui bayinya rasional untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien; kolaborasi dengan dokter dalam pemberian susu formula rasional
tindakan ini untuk membantu pemenuhan nutrisi (Wilkinson, 2012).
Pemberian terapi musik selama 40 menit mampu untuk menstimulasi berat
badan sehingga tumbuh kembang bayi prematur menjadi lebih optimal
(Wahyuningsri dan Eka, 2014).
Pada diagosa ketiga penulis membuat tujuan, setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko infeksi teratasi
dengan kriteria hasil bebas dari tanda-tanda infeksi; kulit lembab; suhu
77
normal (36,5 – 37,5 0C); Leukosit normal (5,0 – 19,5 ribu/ul). (Wikinson,
2012).
Alasan penulis melakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
karena BBLR rentan terhadap infeksi dan dalam perawatan di rumah sakit
infeksi yang sering timbul yaitu infeksi akibat dari posisi bayi yang sering
berpindah – pindah tangan, pemasangan alat tambahan dan kondisi perawatan
inkubator yang belum sepenuhnya memenuhi standar (Sitohang, 2004; Yoke,
2006 dalam penelitian Girsang, 2009).
Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis membuat
perencanaan tindakan keperawatan antara lain observasi tanda-tanda infeksi
rasional untuk mengetahui perubahan kondisi pasien; lakukan tindakan
aseptik dan antiseptik bila melakukan tindakan invasif rasional untuk
menghindari timbunya infeksi pada pasien; bersihkan tempat tidur bayi setiap
kali kotor atau basah rasional untuk menghindari timbunya infeksi pada
pasien; ajarkan keluarga untuk menjaga kebersihan diri saat akan berkunjung
(misalnya : cuci tangan) rasional untuk agar bayi tetap dalam keadaan jauh
dari infeksi; kolaborasi dengan dokter dalam terapi obat antibiotik (injeksi
Cefotaxime 90 mg/12 jam dan obat oral Erythromycin 3,5 mg/6 jam)
(Wilkinson, 2012).
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
dan pasien. Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
78
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Dermawan,
2012). Penulis melakukan tindakan keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien sesuai dengan tujuan, kriteria hasil
dan rencana yang ditetapkan
Implementasi keperawatan yang dilakukan taggal 12 – 15 Maret
2015 pada diagnosa keperawatan pertama yaitu memantau tanda-tanda vital,
data subjektif tidak terkaji, data objektif RR : 54 x/menit, nadi 158 x/menit,
saturasi oksigen 95 %, dan suhu 36,6 0C. Pemantauan tanda-tanda vital pasien
digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisa data kardiovaskuler,
pernafasan, dan suhu tubuh pasien guna menemukan dan mencegah
komplikasi (Wilkinson, 2012);
Implementasi berikutnya mengobservasi pola nafas,didapatkan hasil
respon subjektif tidak terkaji, objektif nafas tidak teratur,terdapat retraksi
dinding dada dan menggunakan oksigen nasal kanul 1 liter per menit. Status
pernafasan pasien dilakukan pemeriksaan karena untuk mengetahui adanya
retraksi dinding dada atau penggunaan otot aksesoris disebabkan oleh
penurunan ekspansi paru dan untuk mengetahui adanya suara tambahan pada
paru-paru (Nurarif, 2013).
Implementasi berikutnya memberikan posisi pasien berbaring (semi
fowler), didapatkan hasil respon subjektif tidak terkaji, objektif yaitu pasien
tampak nyaman dan pola nafas teratur. Pada pasien dengan asfiksia ringan
dilakukan sebagai salah satu cara untuk membantu menghindari terjadinya
masalah pernafasan yang berat seperti apneu, dengan memberikan posisi semi
79
fowler diharapkan pasien nyaman dan dapat mengurangi kondisi sesak nafas
(Safitri dan Annisa, 2011).
Implementasi berikutnya memberikan terapi obat Aminophilin 3,5
mg / 8 jam melalui injeksi intravena, didapatkan hasil respon subjektif tidak
terkaji, objektif yaitu pasien terbangun saat dilakukan injeksi dan obat injeksi
masuk. Obat ini diberikan untuk meningkatkan frekuensi napas,
menyebabkan relaksasi otot termasuk otot polos bronkus, menurunkan
hipoksia akibat depresi napas, meningkatkan aktivitas diafragma (Ayu dan
Ramanoe, 2014).
Implementasi keperawatan pada diagnosa keperawatan kedua, yang
dilakukan pada tanggal 12 – 15 Maret 2015, yaitu memantau pola nutrisi pada
pasien, didapatkan hasil respon subjektif tidak terkaji, objektif yaitu pasien
minum ASI / PASI 10 – 15 cc / 3 jam dan tidak muntah saat diberi minum.
Pemantauan nutrisi ini berguna dalam mengetahui keseimbangan antara input
dan output dan juga derajat atau luasnya masalah dan pilihan intervensi yang
tepat (Potter dan Perry, 2006).
Implementasi berikutnya mengobservasi perubahan berat badan
didapatkan hasil respon subjektif tidak terkaji, objektif yaitu pasien tampak
tenang saat ditimbang dan BB : 1.700 gram. Pemantauan berat badan pasien
selama perawatan, karena berat badan bayi akan mengalami penurunan secara
fisiologis dan pada bayi prematur yang sakit dan dirawat di rumah sakit
peningkatan sebesar 15 – 20 gram/kg/hari tidak akan terlihat pada 2 minggu
80
pertama kehidupannya karena komplikasi yang dialami bayi (Berk, 2006
dalam penelitian Hariati, 2010).
Implementasi berikutnya mengobservasi reflek hisap, didapatkan hasil
respon subjektif tidak terkaji, objektif yaitu pada hari pertama reflek hisap
belum ada dan pada hari selanjutnya ada peningkatan terhadap reflek hisap
pasien. Peningkatan reflek hisap ini pada bayi dengan BBLR kelahiran
prematur didapatkan data bahwa dalam aktifitas menghisap lemah
(Proverawati dan Ismawati, 2010).
Implementasi berikutnya memberikan minum ASI atau PASI sesuai
dengan program (10 – 15 cc / 3 jam), didapatkan hasil respon subjektif tidak
terkaji, objektif yaitu pasien tampak tenang, terdapat residu pada pemberian
minum hari ketiga yaitu 0,3 cc, susu ASI atau PASI masuk dengan baik,
reflek hisap meningkat dan pasien tidak muntah. Pememenuhan kebutuhan
nutrisi baik ASI ataupun PASI yang diperlukan bayi usia 0 – 1 bulan per hari
yaitu 60 – 150 cc/hari untuk pemenuhan nutrisi pada tubuh (Potter dan Perry,
2006).
Implementasi berikutnya memberikan terapi musik klasik 40
menit/hari selama 4 hari.Pada bayi dengan BBLR kelahiran prematur
pemberian terapi musik klasik dilakukan sebagai salah satu cara untuk
membantu pertumbuhan yang lebih baik pada bayi prematur (Marwick, 2000
dalam jurnal Wahyuningsri dan Eka, 2014).
Dalam penelitian Sari (2013),Lubetzky, et al. (2009) melakukan
penelitian tentang effect of music by Mozart on energi expenditure in growing
81
preterm infants, pemberian terapi musik tersebut dapat membantu
mengurangi menurunkan Resting Expenditure Energi (REE) pada bayi
prematur yang memiliki metabolik dan suhu yang stabil sehingga dapat
membantu bayi untuk meningkatkan berat badan dan kekutan. Pada saat
pemberian terapi musik posisikan pasien berbaring dengan posisi yang
nyaman, sedangkan tempo harus sedikit lebih lambat, 50 – 70 ketukan/menit,
dan menggunakan irama yang tenang (Schou, 2007 dalam penelitian
Mahanani, 2013).
Penulis sudah mengaplikasikan terapi musik klasik selama 4 hari
dengan alokasi waktu selama 40 menit per hari dan sudah sesuai dengan teori
Wahyuningsri dan Eka (2014). Cara pemberiannya yaitu memposisi bayi
tidur, memutarkan musik klasik tersebut selama 40 menit dengan posisi alat
untuk memutar musik berada 20 – 30 cm dari pasien, dampingi pasien selama
melakukan terapi. Didapatkan hasil respon subjektif tidak terkaji, objektif
pasien yaitu pasien tampak tertidur pulas, pernafsan, saturasi nadi dan suhu
tubuh pasien stabil, berat badan pada hari pertama dan kedua masih sama
yaitu 1.700 gram, pada hari ketiga mengalami peningkatan 15 gram yaitu
menjadi 1.715 gram dan hari keempat juga mengalami peningkatan berat
badan menjadi 1.740 gram.
Dalam teori penelitian Wahyuningsri dan Eka (2014) pemberian terapi
musik klasik (40 menit/hari) pada pasien dengan BBLR kelahiran prematur
dilakukan selama 4 hari, lalu dilakukan penimbangan berat badan pada hari
keempat, dan pasien mengalami peningkatan berat badan dengan rata-rata
82
peningkatan berat badan 123,33 gram. Dalam pengaplikasian tindakan
pemberian terapi musik klasik, penulis juga melakukannya selama 4 hari
dansaat pengkajian hari keempat pasien mengalami peningkatan berat badan,
yaitu 40 gram.
Implementasi berikutnya menganjurkan ibu menyusui bayinya,
didapatkan hasil respon subjektif ibu pasien mengatakan bersedia untuk
memberikan ASI kepada anaknya, sedangkan data objektif pasien yaitupasien
tampak minum ASI langsung dari ibu dan ada peningkatan reflek hisap pada
pasien. Pemberian ASI langsung dari ibu dapat membantu dalam proses
peningkatan berat badan bayi, karena mempunyai konsentrasi protein, asam
lemak dan natrium lebih tinggi, selain itu membantu meningkatkan reflek
hisap bayi (Schelonka, 2005 dalam jurnal Ariani, 2007).
Implementasi berikutnya berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian susu formula untuk memberikan diit yang tepat untuk pasien, agar
dokter dapat memberikan diit yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan pasien
(Nurarif, 2013).
Implementasi keperawatan pada diagnosa keperawatan ketiga yang
dilakukan pada tanggal 12 - 15 Maret 2015 yaitu mengobservasi tanda-tanda
infeksi,didapatkan hasil data subjektif tidak terkaji, objektif suhu tubuh
pasien masih dalam batas normal, pada hari pertama 36, 6 0C, hari kedua 36,8
0C, hari ketiga 37,3
0C dan hari keempat 37
0C, kulit kering, Leukosit 4,5
ribu/ul, terpasang OGT. Mencegah dan mendeteksi dini infeksi yang terjadi
pada pasien yang berisiko terjadi infeksi (Sirait, 2012)
83
Implementasi selanjutnya melakukan tindakan aseptik dan antiseptik
bila melakukan tindakan invasif dan membersihkan tempat tidur bayi setiap
kali kotor atau basah, didapatkan hasil data subjektif tidak terkaji, objektif
mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan, pasien bersih dan
terhindar dari tanda-tanda infeksi. Tindakan invasif dilakukan untuk
menghindari timbulnya selama perawatan dirumah sakit (Sitohang, 2004;
Yoke, 2006 dalam penelitian Girsang, 2009).
Implementasi selanjutnya melakukan pemeriksaan darah, didapatkan
hasil data subjektif tidak terkaji, objektif, Leukosit 4,5 ribu/ul. Pemeriksaan
darah dilakukan untuk mengetahui status imunologi pasien dimana bayi
dengan BBLR kelahiran prematur sangat rentan terhadap infeksi (Mitayani,
2009).
Implementasi selanjutnya memberikan terapi obat Cefotaxime 90
mg/12 jam melalui injeksi intravena dan obat oral Erythromycin 3,5 mg/6 jam
melalui selang OGT, didapatkan hasil data subjektif tidak terkaji, objektif
pasien tampak terbangun saat dilakukan injeksi, obat masuk dengan baik dan
pasien tidak muntah. Pemberian obat Cefotaxime dan Erythromycin
merupakan antibiotik yang fungsinya untuk mencegah dan mengatasi infeksi
akibat dari bakteri (Sirait, 2012).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil atau perbuatan dengan
standar untuk tujuan pengambilan keputusan yang tepat sejauh mana tujuan
tercapai (Dermawan, 2012).
84
Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 12 – 15 Maret 2015
selama 3 x 24 jam dengan masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan pada hari pertama dan
kedua, masalah teratasi sebagian karena belum sesuai dengan kriteria hasil
yang diharapkan, irama nafas tidak teratur, masih ada retraksi dinding dada
dan terpasang oksigen pada pasien. Pada hari ketiga masalah juga teratasi
sebagian karena belum sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan, retraksi
dinding dada masih tampak dan masih terpasang oksigen. Pada hari keempat
masalah juga teratasi sebagian karena belum sesuai dengan kriteria hasil yang
diharapkan, retraksi dinding dada masih tampak.
Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 12 – 15 Maret 2015
selama 3 x 24 jam dengan masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan immaturitas reflek
menghisap pada hari pertama dan kedua belum teratasi, karena belum sesuai
dengan kriteria hasil yang diharapkan, yaitu mukosa bibir kering, reflek hisap
masih lemah, minum ASI atau PASI 10 cc/ 3 jam, berat badan klien 1700
gramdan terpasang OGT. Pada hari ketiga dan keempat masalah teratasi
sebagian karena belum sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan, masih
terpasang OGT dan terdapat peningkatan berat badan pasien yaitu 40 gram
pada hari keempat. Pada hasil Hemoglobin dan Hematokrit belum diketahui
perubahannya karena belum dilakukan pemeriksaan darah kembali.
Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 12 – 15 Maret 2015
selama 3 x 24 jam dengan masalah keperawatan resiko infeksi berhubungan
85
dengan prosedur invasif pada hari pertama dan kedua masalah teratasi
sebagian,karena belum sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan pasien
masih terpasang OGT, kulit kering, Leukosit 4,5 ribu/ul. Pada hari ketiga dan
keempat masalah teratasi sebagian yaitu pasien masih terpasang OGT dan
untuk hasil Leukosit pasien belum diketahui perubahannya karena belum
dilakukan pemeriksaan darah kembali.
Waktu pemberian terapi musik klasik yang diberilkan penulis pada
By. Ny. S sesuai dengan jurnal. Dalam teori penelitian Wahyuningsri dan Eka
(2014) tindakan pemberian terapi musik klasik diberikan selama 4 hari
dengan alokasi waktu 40 menit per hari pemberian terapi.
Dalam penelitian Wahyuningsri dan Eka (2014) pemberian terapi
musik klasik pada kelompok kontrol didapatkan data berat badan bayi
prematur yang meningkat 53%, tetap 26,5%, menurun 20.5%. Rata-rata
peningkatan berat badan pada kelompok kontrol adalah 28 gram, sedangkan
pada kelompok perlakuan dapat dilihat bahwa setelah pemberian musik
mengalami peningkatan berat badan dengan rata-rata peningkatan berat badan
123,33 gram.
Pemberian aplikasi tindakan terapi musik klasik yang dilakukan
penulis pada By. Ny. S dalam waktu tidak langsung diberikan langsung
selama 40 menit, tetapi dilakukan 3 kali yang pertama 15 menit, kedua 15
menit dan yang ketiga 10 menit dikarenakan intervensi yang ada dalam ruang
perawatan sangat banyak dan kebijakan dari kepala ruang. Dan hasil yang
86
didapat setelah dilakukan terapi musk klasik pada hari keempat pasien
mengalami peningkatan berat badan, dari 1.700 gram menjadi 1.740 gram.
Adanya peningkatan berat badan karena terapi musik klasik dapat
memberikan perasaan tenang kepada bayi sehingga bayi lebih banyak tidur,
apabila bayi lebih banyak tidur akan dapat mengurangi pengeluaran energi
sehingga dapat mempertahankan kestabilan berat badan, dimana lagu yang
tenang diberikan selama kurang lebih 40 menit sehari, dalam hari keempat
pemeriksaan bayi prematur, didapatkan kenaikan berat badan, detak jantung
lebih kuat, meningkatkan saturasi oksigen dan memperpendek hari rawat inap
dibanding dengan yang tidak diberikan terapi musik (Marwick, 2000 dalam
jurnal Wahyuningsri dan Eka, 2014).
87
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang Asuhan Keperawatan pada
By. Ny. S dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) kelahiran prematur di
ruang HCU Neonatal RSUD Dr. Moewardi Surakarta mengaplikasikan hasil
metode pemberian terapi musik klasik terhadap peningkatan berat badan,
maka dapat ditarik kesimpulan:
1. Pengkajian Keperawatan
Hasil pengkajian pada By. Ny. S lahir dengan berat badan lahir
rendah 1700 gram, kelahiran prematur 36 minggu, lingkar kepala 32 cm,
lingkar dada 28 cm, panjang badan 41 cm, pernafasan 48 x/menit,
saturasi oksigen 93 %, nadi 158 x/menit, suhu 36,6 0C, mukosa bibir
kering, reflek hisap lemah, terdapat tarikan otot dinding dada, kulit
kering, sistem imunitas belum sempurna, minum ASI atau PASI melalui
OGT (10 – 15 cc/ 3 jam), Leukosit 4,5 ribu/ul, Hemoglobin sebesar 13,8
g/dL, Hematokrit 47 %, terpasang oksigen nasal kanul 1 liter / menitdan
terpasang OGT.
2. Diagnosa Keperawatan
Hasil diagnosa keperawatan yang muncul pada By. Ny. S dengan
berat badan lahir rendah kelahiran prematur yang pertama yaitu
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot
88
pernafasan, kedua ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan immaturitas reflek menghisap, dan ketiga
resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan asuhan keperawatan ketidakefektifan pola nafas pada
pasien dengan BBLR kelahiran prematur antara lain : pantau tanda-tanda
vital; observasi pola nafas; berikan posisi pasien berbaring (semi fowler);
dan berikan terapi obat (injeksi Aminophilin 3,5 mg/ 8jam) sesuai advis
dokter.
Pada diagnosa kedua ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh intervensi atau rencana yang akan dilakukan adalah :
pantau pola nutrisi pasien; observasi perubahan berat badan dan reflek
hisap; beri minum ASI / PASI sesuai dengan program (10 – 50 cc /
3jam); berikan terapi musik klasik (40 menit/hari); anjurkan ibu untuk
menyusui bayinya; kolaborasi dengan dokter dalam pemberian susu
formula.
Pada diagnosa ketiga resiko infeksi intervensi atau rencana yang
akan dilakukan antara lain : observasi tanda-tanda infeksi; lakukan
tindakan aseptik dan antiseptik bila melakukan tindakan invasif;
bersihkan tempat tidur bayi setiap kali kotor atau basah; kolaborasi
dengan dokter dalam pemeriksaan darah dan terapi obat (injeksi
Cefotaxime 90 mg/12 jam dan obat oral Erythromycin 3,5 mg/6 jam).
4. Implementasi Keperawatan
89
Implementasi yang dilakukan oleh penulis pada By. Ny. S dengan
BBLR kelahiran prematur untuk menyelesaikan tindakan pada ketiga
diagnosa telah dilakukan sesuai dengan perencanaan tindakan asuhan
keperawatan yang bertujuan sesuai dengan kriteria hasil.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keparawatan menunjukkan hasil evaluasi pada
diagnosa pertama keadaan pasien dengan kriteria hasil belum tercapai,
maka ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan dengan pendelegasian
kepada perawat ruangan dengan observasi pola nafas dan berikan posisi
pasien berbaring (semi fowler).
Pada diagnosa kedua hasil evaluasi keadaan pasien dengan
kriteria hasil belum tercapai, maka ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan immaturitas reflek menghisap
pada By. Ny. S teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan dengan
pendelegasian kepada perawat meliputi pantau intake nutrisi pasien;
observasi perubahan berat badan dan reflek hisap, beri minum ASI atau
PASI sesuai dengan program (10 – 15 cc / 3jam), berikan terapi musik
klasik (40 menit/hari) dan anjurkan ibu untuk memberikan ASI.
Pada diagnosa ketiga hasil evaluasi keadaan pasien dengan
kriteria hasil belum tercapai, maka resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif pada By. Ny. S teratasi sebagian dan intervensi
dilanjutkan dengan pendelegasian kepada perawat meliputi observasi
90
tanda-tanda infeksi, lakukan tindakan aseptik dan antiseptik bila
melakukan tindakan invasif dan bersihkan tempat tidur bayi setiap kali
kotor atau basah.
6. Analisa Intervensi Keperawatan
Analisa hasil pada pemberian terapi musik klasik terhadap
peningkatan berat badan, bahwa terapi musik mampu meningkatkan berat
badan pasien dengan berat badan lahir rendah dengan kelahiran prematur.
Terdapat peningkatan berat badan 40 gram pada By. Ny. S, dengan berat
berat badan semula 1.700 gram dan setelah diberikan tindakan terapi
musik klasik selama 4 hari didapatkan hasil peningkatan berat badan bayi
By. Ny. S menjadi 1.740 gram.
B. SARAN
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
berat badan lahir rendah dengan kelahiran prematur, penulis akan
memberikan usulan dan masukkan yang positif khususnya dibidang kesehatan
antara lain:
1. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan bisa meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang
berkualitas dan professional kegiatan proses belajar mengajar khusunya
pada neonatus (bayi) dengan berat badan lahir rendah (BBLR) kelahiran
prematur.
2. Bagi Instansi Rumah Sakit
91
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan kerja sama baik antar tim kesehatan maupun dengan
pasien sehingga asuhan keperawatan yang diberikan dapat mendukung
kesembuhan pasien.
3. Bagi Penulis
Diharapkan bisa memberikan tindakan pengelolaan selanjutnya pada
pasien terhadap pemenuhan kebutuhan fisiologis khususnya pada
neonatus (bayi) dengan berat badan lahir rendah dengan kelahiran
prematur dalam pemberian terapi non-farmakologi yaitu terapi musik
klasik untuk peningkatan berat badan.
4. Bagi Pembaca
Diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dan referensi di
bidang keperawatan anak terutama pada neonatus (bayi) tentang
pemberian tindakan terapi musik klasik terhadap peningkatan berat badan
pada asuhan keperawatan berat badan lahir rendah (BBLR) dengan
kelahiran prematur.
DAFTAR PUSTAKA
Andra, S. W. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 1. Nuha Medika : Yogyakarta.
Andriani, Ria. (2011). Studi Fenomenologi Pengalaman Ibu dalam Merawat Bayi
Prematur di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi. Disertasi.
Program Magister. Depok.
Ariani, Ani. (2007). Peningkatan Berat Badan pada Bayi Prematur yang
Mendapat ASI, PASI, dan Kombinasi ASI – PASI. Majalah Kedokteran
Nusantara. 40 (2) : 81 – 85.
Ayu, Adhein M dan Rahmanoe, Murdoyo. (2014). Drug Therapy Of Infant With
Low Birth Weight (LBW). Universitas Lampung : Jurnal Kedoteran.
Dermawan, Deden. (2012). Proses Keperawatan. Penerapan Konsep & Kerangka
Kerja. Gosyen Publishing : Yogyakarta.
Febiana, Tia. (2012). Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik di Bangsal Anak
RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Agustus – Desember 2011.
Disertasi. Program Sarjana Kedokteran. Semarang.
Girsang, Bina Melvia. (2009). Pola Perawatan. Universitas Jakarta : Penelitian
Keperawatan.
Hanifah, Lilik. (2009). Hubungan Antara Status Gizi Ibu Hamil dengan Berat
Badan Bayi Lahir (Studi Kasus di RB Pokasi). KTI. Program Studi D IV
Kebidanan. Surakarta.
Hariati, Suni. (2010). Efektifitas Terapi Musik Terhadap Peningkatan Berat
Badan Dan Suhu Tubuh Bayi Prematur di Makassar. Disertasi. Program
Pasca Sarjana : Depok.
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan. Definisi dan Klasifikasi
2012 -2013. EGC :Jakarta.
Hikmah, Ema, dkk. (2011). Peningkatan Suhu Tubuh Melalui Terapi Sentuhan.
Jurnal Keperawatan Indonesia. 14 (3) : 179 – 184.
Husna, Asmaul. (2012). Hubungan Sectio Caesarea dan Kelahiran Prematur
dengan Kejadian Asfiksia Neonatorium di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Tahun 2012. Palembang : Jurnal Keperawan.
Indriyana, Marita Fera. (2014). Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap
Penurunan Skala Nyeri Post Appendictomy di RSUD Dr. Moewardi.
KTI. Program DIII Keperawatan. Surakarta.
Karyuni, Pamilih Eko, dkk. (2008). Buku Saku Manajemen Masalah Bayi Baru
Lahir. EGC : Penerbit Buku Kedokteran Jakarta.
Krisnadi, S. R., Efendi, J. S., dan Pribadi Adhi. (2009). Prematuritas. Sub Bagian
Kedokteran Fetomaternal, Bagian Obstetri dan Ginekologi, FK UNPAD
RS Dr Hasan Sadikin. Refika Aditama : Bandung.
Mahanani, Anjar. (2013). Durasi Pemberian Terapi Musik Mozart Terhadap
Tingkat Kecemasan pada Anak. Disertasi. Program Pasca Sarjana :
Purwokerto.
Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika : Jakarta.
Ngalifah, Siti. (2010). Pengaruh Musik Klasik Terhadap Kecerdasan Emosional
Anak di TK Kemala Bhayangkari Rt 06 Glondong Tirtomartani Kalasan
Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2009 / 2010. Disertasi. Program Pasca
Sarjana. Yogyakarta.
Novita, Dian. (2012). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri Post Operasi Open
Reduction and Internal Fixation (ORIF) di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Propinsi Lampung. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Depok.
Nuarif, A. M., dan Kusuma, H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA, NIC, NOC. Jilid 1. Media
Action Publishing Yogyakarta.
Nursalam, DR., dkk., (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk
Perawat dan Bidan). Salemba Medika : Jakarta.
Pantiawati, Ika. (2010). Bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Nuha
Medika : Yogyakarta.
Potter dan Perry, (2005). Fundamental Keperawatan. Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4. Volume 1. EGC : Jakarta.
Potter dan Perry, (2006). Fundamental Keperawatan. Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4. Volume 2. EGC : Jakarta.
Proverawati, Atikah dan Ismawati, Cahyo. (2010). BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah) Dilengkapi dengan Asuhan Keperawtaan pada BBLR dan Pijat
Bayi. Nuha Medika : Yogyakarta.
Riyadi, S & Sukarmin. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Graha
Ilmu : Yogyakarta.
Rofiasari, Linda. (2009). Hubungan Berat Badan Bayi Baru Lahir dengan
Derajat Ruptur Perineum pada Persalinan Normal di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Surakarta. KTI. Program DIV Kebidanan.
Surakarta.
Safitri dan Annisa A. (2011). Keefektifan Pemberian Posisi Semifowler Terhadap
Penurunan Sesak Nafas. Pada Pasien Asma di Ruang Rawat Inap Kelas
III RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Gaster. Vol. 8. Prodi S1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta.
htsistp://www.jurnal.stikesaisyiyah.ac.id/index.php/gaster/article/view/29
/26(poi, Diaskes tanggal 21 Maret 2015.
Sari, Yulia Kurnia. (2013). Efektivitas Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap
Suhu Tubuh Bayi Prematur Di Ruang Perinatologi di RSUD Banyumas.
Disertasi. Program Pasca Sarjan. Purwokerto.
Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan. Teori
dan Praktik. Graha Ilmu : Yogyakarta.
Sholeh, Naga. (2012). Ilmu Penyakit Dalam. Diva Press : Yogyakarta.
Sirait, Midian. (2012). Informasi Spesialite Obat Indonesia. Volume 47. PT ISFI:
Jakarta.
Siregar, dkk. (2005). Nutrisi. http://ejournals.usu.ac.id/index.php/jkm. Diakses
tanggal 12 Mei 2015.
Stright, B. R. (2005). Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir. Edisi 3. EGC : Jakarta.
Trisnowiyanto, Bambang. (2012). Instrumen Pemeriksaan Fisioterapi Penelitian
Kesehaan. Nuha Medika : Yogyakarta.
Utami, Widya Susila Nur. (2012). Evaluasi Penggunaan Antibiotik untuk Penyakit
Diare pada Pasien Pediatri Rawat Inap di RUSD “X” Tahun 2011.
Disertasi. Program Pasca Sarjana. Surakarta.
Wahyuningsri, & Eka, Ni Luh Putu. (2014). Pemberian Terapi Musik Klasik
Terhadap Reflek Hisap dan Berat Badan Bayi Prematur. Jurnal
Keperawatan. 5 (1) : 108 – 113.
Wijayanti, Martina Dewi, dkk. (2011). Hubungan Usia dan Paritas Dengan
Kejadian Partusdi Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang Tahun
2010. Jurnal Kebidanan Panti Wilasa. 2 (1).
Wilkinson, Judith M., dan Ahern, Nancy R. (2012). Buku Saku Diagnosa
Keperawatan. Diagnosa NANDA, Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC. Edisi 9. EGC : Jakarta.
Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Edisi 5.EGC :
Jakarta.
Zubaedah, dkk. (2013). Penerapan Model Konservasi Levine Pada Bayi Prematur
Dengan Intoleransi Minum. Jurnal Keperawatan Anak. 1 (2) : 65 – 72.