Pembahasan Protein

22
A. Hasil dan Pembahasan Tabel 4.1 Kurva Standar Protein Lowry (BSA 6,1 mg/10ml) Sumber: Laporan Sementara Protein merupakan salah satu unsur gizi penting dalam bahan pangan. Kandungan protein dalam bahan pangan beragam, untuk memperoleh protein dalam konsentrasi tinggi, dibuat protein dalam bentuk konsentrat atau isolat. Fungsi dari protein itu sendiri secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai bahan struktural dan sebagai mesin yang bekerja pada tingkat molekular (Triyono, 2010). Dalam praktikum acara IV Evaluasi Kadar Protein Terlarut dalam Produk, kadar protein ditentukan dengan menggunakan metode Lowry. Metode Lowry adalah kombinasi antara reaksi biuret dengan aktivitas reagen merkuri dari fenol dan reagen folin-ciocalteus. Lowry ml Larutan Konsentrasi Protein (mg/ml) (x) Absorbansi (A o ) (y) 0 0 0,058 0,2 0,122 0,200 0.4 0,244 0,306 0,6 0,366 0,525 0,8 0,488 0,645 1 0,610 0,815

Transcript of Pembahasan Protein

A. Hasil dan Pembahasanml LarutanKonsentrasi Protein (mg/ml)(x)Absorbansi (Ao)(y)

000,058

0,20,1220,200

0.40,2440,306

0,60,3660,525

0,80,4880,645

10,6100,815

Tabel 4.1 Kurva Standar Protein Lowry (BSA 6,1 mg/10ml)Sumber: Laporan SementaraProtein merupakan salah satu unsur gizi penting dalam bahan pangan. Kandungan protein dalam bahan pangan beragam, untuk memperoleh protein dalam konsentrasi tinggi, dibuat protein dalam bentuk konsentrat atau isolat. Fungsi dari protein itu sendiri secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai bahan struktural dan sebagai mesin yang bekerja pada tingkat molekular (Triyono, 2010).Dalam praktikum acara IV Evaluasi Kadar Protein Terlarut dalam Produk, kadar protein ditentukan dengan menggunakan metode Lowry. Metode Lowry adalah kombinasi antara reaksi biuret dengan aktivitas reagen merkuri dari fenol dan reagen folin-ciocalteus. Lowry merupakan metode yang paling sering digunakan untuk menentukan jumlah protein. Namun, keadaan lingkungan sekitar yang sering berubah-ubah dimana terdapat kandungan molekul lain yang dapat berinteraksi dengan protein yang akan diukur. Hal tersebut bisa mengakibatkan kesalahan dalam estimasi kandungan protein dari metode ini. Oleh karena itu, dalam metode ini, perlu diperiksa efek dari bernagai bahan kimia (mineral dan asam-asam organik, pelarut organik, senyawa fenolik, mineral, dan garam organik) pada akurasi pengukuran protein oleh metode Lowry (Niamke, 2005).Pengujian protein terlarut pada praktikum acara IV menggunakan metode Lowry. Untuk dapat mengetahui kadar protein sampel dibutuhkan kurva standar dari larutan standar yang dibuat dengan cara melarutkan BSA sebanyak 3,7 mg/5ml sebanyak 0 ml, 0,2 ml, 0,4 ml, 0,6 ml, 0,8 ml, dan 1 ml larutan BSA dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambah akuades hingga volumenya mencapai 1 ml. Kemudian pada masing-masing tabung reaksi ditambah reagen Lowry B sebanyak 8 ml dan dibiarkan selama 10 menit. Setelah itu, masing-masing tabung reaksi ditambahkan 1 ml reagen Lowry A dan dibiarkan selama 20 menit. Larutan kemudian ditera absorbansinya dengan panjang gelombang 600 nm dan dibuat persamaan regresi linier hubungan antara absorbansi larutan standar dan konsentrasi protein BSA.Reagen Lowry A dibuat dari larutan asam fosfotungstat dan asam fosfomolibdat dengan perbandingan (1 : 1). Sedangkan untuk reagen Lowry B dibuat dengan mencampurkan 2% Na2CO3 dalam 100 ml NaOH 0,1N, kemudian ditambahkan ke dalam larutan tersebut 1 ml CuSO4 1% dan 1 ml Na K Tartat 2%. Sedangkan untuk pembuatan Larutan BSA (Bovin Serum Albumin) dari 500 mg Bovin Serum Albumin dilarutkan dalam aquades sampai 10,0 ml sehingga kadar larutan induk 5,0%.

Gambar 4.1 Kurva Standar protein Lowry (BSA 6,1 mg/10ml)Penentuan konsentrasi protein standar menggunakan rumus pengenceran M1 . V1 = M2 . M2 sehingga didapatkan nilai konsentrasi protein standar untuk 0 ml, 0,2 ml, 0,4 ml, 0,6 ml, 0,8 ml, dan 1 ml berturut-turut adalah 0 mg/ml, 0,122 mg/ml, 0,244 mg/ml, 0,366 mg/ml, 0,488 mg/ml dan 0,610 mg/ml. Hasil peneraan absorbansi oleh spektrofotometer berturut-turut sebesar 0,058, 0,200, 0,306, 0,525, 0,645 dan 0,815 (Ao). Konsentrasi berbanding lurus dengan nilai absorbansi, semakin kecil konsentrasi larutan maka semakin rendah nilai absorbansi. Sebaliknya, semakin besar konsentrasi larutan maka semakin tinggi nilai absorbansinya. Hubungan konsentrasi dengan absorbansi dapat dihitung berdasarkan perbandingan absorban sampel dengan absorban standar, penggunaan kurva kalibrasi dan penggunaan hukum Lambert-Beer (Rivai, 2013).Berdasarkan Tabel 4.1 Kurva Standar Protein Lowry (BSA 6,1 mg/10ml), maka konsentrasi protein terlarut dalam larutan sampel dapat ditentukan dengan mensubstitusikan data absorbansi sampel kedalam garis regresi linear larutan protein standarnya. Persamaan garis regresi linear protein standar adalah Y=1,25X+0,043, dimana X adalah konsentrasi dan Y adalah absorbansi.Tabel 4.2 Data Absorbansi Pada SampelNo.SampelAbsorbansi (Ao)% Protein Terlarut

1Kacang Hijau Mentah0,4950,3616

2Kecambah Kacang Hijau1,2190,9408

3Tempe Goreng1,5311,1904

4Tempe Mentah1,5771,2272

5Tahu Mentah0,6430,4080

6Kacang Hijau Mentah1,8202,8432

7Kecambah Kacang Hijau1,1171,1184

8Kacang Kedelai Mentah0,7980,6040

9Tempe Goreng0,7891,1936

10Tahu Goreng0,7351,1072

Sumber: Laporan SementaraProtein terlarut merupakan oligopeptida dan terdapat kurang dari 10 rantai asam amino serta memiliki sifat yang mudah diserap oleh sistem pencernaan. Asam amino yang diperlukan tubuh adalah asam amino essensial karena asam amino esensial lebih cepat diserap bila dibandingkan asam amino non essensial didalam tubuh. Selain itu, ketersediaan asam amino essensial juga menentukan kualitas gizi protein (Andriani, 2012).Reaksi yang terjadi saat protein terlarut direaksikan dengan Folin adalah suasana sedikit basa, ikatan peptida pada protein akan membentuk senyawa kompleks yang berwarna biru yang dapat dideteksi menggunakan spektrofotometer. Semakin tinggi intensitas warna biru menandakan banyaknya senyawa kompleks yang terbentuk yang berarti semakin besar konsentrasi protein terlarut dalam sampel.Pada praktikum acara IV Evaluasi Kadar Protein Terlarut dalam Produk Kacang Hijau dan Kacang Kedelai, digunakan 10 macam sampel yaitu kacang hijau mentah, kecambah kacang hijau, tempe goreng, tempe mentah, tahu mentah, kacang hijau mentah, kecambah kacang hijau, kacang kedelai mentah, tempe goreng dan tahu goreng. Kelompok 1 menggunakan sampel berupa kacang hijau mentah. Pertama-tama sebanyak 10 g sampel dihancurkan, kemudian dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan dengan akuades sampai tanda tera. Larutan kemudian ditambahkan dengan ammonium sulfat kristal. Tujuan dari penambahan ammonium sulfat kristal adalah untuk mengendapkan sampel protein dengan supernatannya. Kemudian protein yang mengendap tersebut diberi perlakuan selanjutnya untuk analisa proteinnya. Penambahan amonium sulfat kristal jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan (Ahmad, 2013).Pengendapan protein dengan garam dilakukan dengan menambahkan sedikit demi sedikit garam amonium sulfat ke dalam larutan protein secara kontinyu sampai larutan jenuh. Pada percobaan ini, ketika ke dalam larutan protein ditambahkan garam amonium sulfat sampai jenuh, larutan protein mengendap membentuk endapan putih. Mengendapnya protein disebabkan karena adanya kompetisi antara ion-ion garam amonium dengan molekul protein untuk mengikat air. Karena ion-ion dari garam amonium lebih mudah dalam mengikat air, menyebabkan kelarutan protein dalam air berkurang. Dengan penambahan garam secara kontinyu, molekul air akan keluar dari larutan dan mengendap. Proses ini disebut dengan salting out.Setelah itu larutan disaring dengan menggunakan kertas saring dan ditambahkan buffer asetat pH 5. Larutan yang sudah diperoleh kemudian diambil sebanyak 1 ml untuk kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 600 ml. Larutan buffer atau larutan penyangga berfungsi untuk mempertahankan nilai pH tertentu. Sifat yang paling menonjol dari larutan buffer adalah pH larutan penyangga hanya berubah sedikit pada penambahan asam kuat. Larutan penyangga asam, misalnya asam asetat dapat mempeertahankan pH pada daerah asam pH < 7. Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari asam lemah dan garamnya yang merupakan basa konjugasi dari asamnya (Utami, 2011).Penambahan buffer asetat dan pemanasan ini menyebabkan timbulnya endapan putih. Endapan putih yang terbentuk mengindikasikan terjadinya denaturasi protein. Denaturasi ini disebabkan karena buffer asetat sangat kuat mempertahankan pHnya pada pH 4,7 sehingga dapat merusak keseimbangan switer ion ke kondisi asam di bawah titik isoelektrik. Perubahan struktur yang diakibatkan proses denaturasi adalah perubahan konfigurasi protein -heliks menjadi memanjang. Hal ini disebabkan karena rusaknya ikatan hidrogen dan ikatan nonpolar yang terjadi pada struktur berlipat dari protein.Faktor pengencer yang digunakan adalah 100 x untuk sampel kacang hijau mentah, kecambah kacang hijau, tempe goreng, tempe mentah dan tahu mentah shift 1. Sedangkan untuk faktor pengencer 200 x digunakan untuk sampel kacang hijau mentah, kecambah kacang hijau, kacang kedelai mentah, tempe goreng dan tahu goreng shift 2. Perbedaan penggunaan faktor pengencer ini adalah dikarenakan sampel larutan shift 2 yang diperoleh terlalu pekat, sehingga sampel yang diambil berjumlah setengah dari banyaknya sampel shift I yaitu sebesar 0,5 g sehingga factor pengencerr yang didapatkan sebesar 200 x.Nilai absorbansi sampel berturut-turut sebesar 0,495, 1,219, 1,531, 1,577, 0,643, 1,820, 1,117, 0,798, 0,789, dan 0,735. Nilai absorbansi yang baik seharusnya < 1, hal ini dikarenakan absorbansi pada rentang 0,1-1 kesalahan akan bernilai minimum (Hadiyanti, 2011). Dalam praktikum diperoleh beberapa nilai absorbansi yang > 1, yaitu 1,219, 1,531, 1,577, 1,820, dan 1,117. Hal ini mungkin dikarenakan sampel yang diabsorbansi kotor atau terlalu pekat sehingga hasil absorbansi yang terbaca bernilai > 1.% protein terlarut diketahui dengan menggunakan persamaan regresi linier kurva standar. Dari hasil praktikum kadar protein terlarut shift I kacang hijau mentah sebesar 0,3616 %, kecambah kacang hijau sebesar 0,9408 %, tempe goreng sebesar 1,1904 %, tempe mentah sebesar 1,2272 %, dan tahu mentah 0,4080 %. Untuk kadar protein terlarut shift II kacang hijau mentah sebesar 2,8432 %, kecambah kacang hijau sebesar 1,1184 %, kacang kedelai mentah sebesar 0,6040 %, tempe goreng sebesar 1,1936 % dan tahu goreng sebesar 1,1072 %. Dari data tersebut dapat diketahui urutan kadar protein terlarut rata-rata sampel dari yang terendah ke tertinggi adalah tahu mentah sebesar 0,4080 %, kacang kedelai mentah sebesar 0,6040 %, kecambah kacang hijau sebesar 1,0296 %, tahu goreng sebesar 1,1072 %, tempe goreng sebesar 1,1920 %, tempe mentah sebesar 1,2272 % dan kacang hijau mentah 1,6024 %.Kadar protein kecambah kacang hijau 2,9 %, kacang hijau mentah 22,2 %, tahu mentah , kacang hijau mentah, tahu goreng sebesar 9,6 %, tempe goreng sebesar 4,6 %, kacang kedelai mentah sebesar 35-38 % (DKBM, 2014). Walaupun kadar seratnya baik untuk pencernaan, protein kedelai segar tidak dapat diserap tubuh. Kecuali bila kedelai diolah lebih lanjut melalui tahap perebusan dan penggumpalan (pada tahu) atau fermentasi (pada tempe, kecap, taoco, dan miso). Dalam kecambah kedelai, enzim protease biji menghidrolisis protein kedelai sehingga meningkatkan kadar protein terlarut kedelai karena protein diubah menjadi asam amino yang lebih sederhana. Kandungan gizi pada biji sebelum dikecambahkan, berada dalam bentuk terikat (tidak aktif), tetapi setelah perkecambahan bentuknya menjadi aktif, sehingga meningkatkan daya cerna. Pada saat perkecambahan juga terjadi hidrolisis komponen karbohidrat, protein, dan lemak menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Proses fermentasi menyebabkan tempe memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kacang kedelai. Pada tempe, terdapat enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, sehingga protein, lemak, dan karbohidrat menjadi lebih mudah dicerna. Kapang yang tumbuh pada tempe mampu menghasilkan enzim protease untuk menguraikan protein menjadi peptida dan asam amino bebas (Boga, 2005; Astawan, 2009; Winarsi, 2010). Menurut Miswar (2013) dalam biji kedelai, protein cadangan akan dihidrolisis menjadi asam amino untuk membentuk jenis protein baru. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan protein kotiledon semakin menurun dengan bertambahnya umur kecambah sampai dengan hari ke 12. Meskipun pada kecambah protein telah dihidrolisis menjadi asam amino yang lebih sederhana, kadar protein terlarut pada kecambah kedelai lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein terlarut kedelai mentah karena protein dalam biji kedelai digunakan sebagai sumber energi dalam perkecambahan.Wong et al. (1996) dalam Pelegrine dan Gomes (2008) menambahkan bahwa suhu juga merupakan faktor yang mempengaruhi kelarutan protein. Pada umumnya kelarutan protein meningkat dengan suhu 45-50C. Ketika suhu larutan meningkat, protein terdenaturasi. Protein terdenaturasi oleh efek suhu pada ikatan non kovalen yang melibatkan kestabilan dari struktur sekunder dan tersier, contohnya, ikatan hidrogen, hidrofobik, dan elektrostatik. Ketika protein terdenaturasi, protein berubah menjadi senyawa yang sederhana dan protein terlarut semakin tinggi. Namun, suhu yang tinggi dan lama perebusan mengakibatkan kandungan protein seperti albumin pada kedelai turun akibat denaturasi dan protein terlarut kedelai turun. Oleh karena itu berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan urutan kadar protein terlarut dari yang terkecil ke terbesar seharusnya adalah kecambah kacang hijau, kecambah kacang kedelai, kacang hijau mentah, kedelai mentah, tahu mentah, tempe mentah, tahu goreng dan tempe goreng.Jenis asam dan pengaruh pH larutan (filtrat) sangat berpengaruh pada kemampuan untuk mengkoagulasi protein dan endapan protein yang terjadi. Kelarutan protein akan meningkat jika diberi perlakuan asam yang berlebih, hal ini terjadi karena ion positif pada asam yang menyebabkan protein yang semula bemuatan netral atau nol menjadi bermuatan positif yang menyebabkan kelarutannya bertambah. Semakin jauh derajat keasaman larutan protein dari titik isoelektrisnya, maka kelarutannya akan semakin bertambah (Triyono, 2010). Selain itu, Menurut Ghelichpour dan Shabanpour (2011), kelarutan protein tergantung pada struktur protein, pH, konsentrasi garam, suhu, durasi ekstraksi, dan berbagai faktor intrinsik lainnya. Daya cerna protein adalah kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan, di mana daya cerna protein tinggi berarti protein dapat dihidrolisis dengan baik menjadi asam-asam amino sehingga jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh tinggi, sedangkan daya cerna protein rendah berarti protein sulit untuk dihidrolisis menjadi asam amino sehingga jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh rendah karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses. Sehingga semakin tinggi kadar protein terlarut maka semakin mudah protein untuk diserap oleh tubuh. Daya cerna protein berbanding lurus dengan sifat protein terlarut. Semakin tinggi protein terlarut maka daya cerna protein juga semakin tinggi. Hal tersebut karena protein yang terlarut akan lebih mudah dicerna oleh enzim dan diserap oleh tubuh. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna protein, misalnya dari kacang-kacangan mentah lebih sulit dicerna daripada yang sudah mengalami denaturasi oleh panas. Demikian pula terdapatnya faktor anti gizi seperti antitrypsin, antikimotripsin/hemaglutinin, dapat merendahkan daya cerna suatu protein. Disamping itu terjadi reaksi antara protein atau asam amino dengan komponen lain (gula pereduksi, polifenol, lemak, dan produksi oksidasi) dan bahan kimia aditif (alkali, belerang oksida atau hidrogen peroksida) dapat mengakibatkan menurunnya daya cerna protein (Asrullah dkk, 2012). Dalam pemasakan yang ditambahkan garam, jika konsentrasi garam terlalu tinggi juga kana menyebabkan salting out dan protein akan terendap sehingga kadar protein terlarut juga menurun. Proses perendaman yang lama dan air perendaman tidak diganti dapat menjadikan pertumbuhan bakteri yang nantinya akan menyebabkan penurunan pH yang juga dapat mempengaruhi kadar protein terlarut.

B. KesimpulanKesimpulan dari acara IV Evaluasi Kadar Protein Terlarut dalam Produk Olahan Kacang Hijau dan Kacang Kedelai adalah :1. Protein terlarut merupakan oligopeptida dan terdapat kurang dari 10 rantai asam amino serta memiliki sifat yang mudah diserap oleh sistem pencernaan.2. Konsentrasi berbanding lurus dengan nilai absorbansi, semakin kecil konsentrasi larutan maka semakin rendah nilai absorbansi.3. Tujuan dari penambahan ammonium sulfat kristal adalah untuk mempercepat pemisahan antara larutan dengan padatan.4. Urutan kadar protein terlarut rata-rata sampel dari yang terendah ke tertinggi adalah tahu mentah sebesar 0,4080 %, kacang kedelai mentah sebesar 0,6040 %, kecambah kacang hijau sebesar 1,0296 %, tahu goreng sebesar 1,1072 %, tempe goreng sebesar 1,1920 %, tempe mentah sebesar 1,2272 % dan kacang hijau mentah 1,6024 %.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi protein terlarut adalah struktur protein, pH, konsentrasi garam, suhu, lama pemanasan, dan berbagai faktor intrinsik lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Devi. 2012. Analisis Protein dan Identifikasi Asam Amino pada Tepung Gaplek Terfortifikasi. Hal 2.Asrullah, Muhammad, Ayu Hardiyanti Mathar, Citrakesumasari, Nurhaedar Jafar, dan St Fatimah. 2012. Denaturasi dan Daya Cerna Protein pada Proses Pengolahan Lawa Bale (Makanan Tradisoinal Sulawesi Selatan). Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol.1,No.2: 84-90.Ghelichpour, M dan B. Shabanpour. 2011. The Investigation of Proximate Composition and Protein Solubility in Processed Mullet Fillets. International Food Research Journal, Vol. 18, No. 4: hal 1343-1347.Kurniasari, Kholifah dan Nurul Fithri D. W. 2009. Optimasi Penambahan Alginat Sebagai Emulsifier pada Susu Kedelai dengan Variasi Kecepatan, Waktu dan Suhu Pengadukan. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.Miswar. 2013. Isolasi dan Purifikasi Fitase dari Kotiledon Kedelai [Glycine max (L.) Merr.] Hasil Perkecambahan. Pusat Penelitian Biologi Molekul dan Fakultas Pertanian Universitas Jember, Jember.Niamke, Sebastian, Lucien Patrice Kouame, dkk. 2005. Effect of Some Chemicals on The Accuracy of Protein Estimation by The Lowry Method. University de Cocody-Abidjan. Nigeria. Vol. 17, No. 2.Pelegrine, Daniela H. G. dan M. T. de Moraes Santos Gomes. 2008. Whey Protein Solubility Curves at Several Temperatures Values. Ciencia e Natura, UFSM, Vol. 30, No. 1: hal 17-25.Rivai, Harrizul. 2013. Penggunaan Spektrofotometer UV-Vis (Analisis Kuantitatif). Fakultas Farmasi Universitas Andalas. Utami, Sri. 2011. Larutan Buffer. Publish : 10-07-2011 15:15:32. Triyono, Agus. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam Pada Proses Isolasi Protein terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau (Phaseolus Radiatus L.). Seminar Rekayasa Kimia Dan Proses, 4-5 Agustus 2010 ISSN : 1411-4216.Astawan, Made. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Penebar Swadaya. DepokBoga, Yasa. 2005. Tahu dan Tempe plus Susu Kedelai. Gramedia Pustaka Utama. JakartaWinarsi, Hery. 2010. Protein Kedelai dan Kecambah Manfaatnya Bagi Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta.Achmad, Nurdin. 2013. Reaksi Analisa Protein. skp.unair.ac.id

LAMPIRAN PERHITUNGANPerhitungan untuk Tabel 4.1 Kurva Standar Protein Lowry (BSA 6,1mg/ 10ml)Penentuan Konsentrasi ProteinM1.V1=M2.V2

6,1 mg/ 10 ml.0,2 ml=M2.1 ml

M2=0,122 mg/ml

M1.V1=M2.V2

6,1 mg/ 10 ml.0,4 ml=M2.1 ml

M2=0,244 mg/ml

M1.V1=M2.V2

6,1 mg/ 10 ml.0,6 ml=M2.1 ml

M2=0,366 mg/ml

M1.V1=M2.V2

6,1 mg/ 10 ml.0,8 ml=M2.1 ml

M2=0,488 mg/ml

M1.V1=M2.V2

6,1 mg/ 10 ml.1 ml=M2.1 ml

M2=0,610 mg/ml

Perhitungan untuk Tabel 4.2 Data Absorbansi pada SampelPenentuan % Protein Terlarutfp = 10 gr/ 100 ml 1 ml fp = 100 x1. y = 0,4951,25 x + 0,043 = 0,495x = 0,3616 = 0,3616 %2. y = 1,2191,25 x + 0,043 = 1,219x = 0,9408 = 0,9408%3. y = 1,5311,25 x + 0,043 = 1,531x = 1,1904 = 1,1904%4. y = 1,5771,25 x + 0,043 = 1,577x = 1,2272 = 1,2272%5. y = 0,6431,25 x + 0,043 = 0,643x = 0,48 = 0,48%6. y = 1,8201,25 x + 0,043 = 1,820x = 1,4216 = 2,8432%7. y = 1,1171,25 x + 0,043 = 1,117x = 0,8592 = 1,7184%8. y = 0,7981,25 x + 0,043 = 0,798x = 0,604 = 0,604%9. y = 0,7891,25 x + 0,043 = 0,789x = 0,5968 = 1,1936%

10. y = 0,7351,25 x + 0,043 = 0,735x = 0,5536 = 1,1072%