PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL...

105
PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL MAAL WA TAMWIL (BMT) DI KOTA TANGERANG SELATAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: MOHAMAD ALEN ALIANSYAH NIM. 11140460000021 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2018 M

Transcript of PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL...

Page 1: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL MAAL

WA TAMWIL (BMT) DI KOTA TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

MOHAMAD ALEN ALIANSYAH

NIM. 11140460000021

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 2: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL MAAL

WA TAMWIL (BMT) DI KOTA TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Memenuhi Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Mohamad Alen Aliansyah

11140460000021

Pembimbing:

Dr. Khamami Zada, S.H., M.A

NIP. 197501022003121001

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 3: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

Jakarta, Oktober 2018

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A.

NIP. 196912161996031001

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Pelaksanaan Pilihan Bentuk Kelembagaan Baitul Maal wa

Tamwil (BMT) di Kota Tangerang Selatan”, yang ditulis oleh Mohamad Alen

Aliansyah, NIM. 11140460000021, telah diujikan dalam sidang skripsi pada

Jum’at, 05 Oktober 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Program Studi Hukum

Ekonomi Syariah (Muamalat) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

PANITIA UJIAN

Ketua : A.M Hasan Ali, M.A.

NIP. 197512012005011005

Sekretaris : Dr. Abdurrauf, Lc., M.A.

NIP. 197312152005011002

Pembimbing : Dr. Khamami Zada, S.H., M.A.

NIP. 197501022003121001

Penguji I : Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A.

NIP. 196912161996031001

Penguji II : Dr. Muh. Fudhail Rahman, Lc., M.A.

NIP. 197508102009121001

(……………..)

(……………..)

(……………..)

(……………..)

(……………..)

Page 4: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

Jakarta, 08 Oktober 2018

Mohamad Alen Aliansyah

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa penulisan ini merupakan plagiasi dari

karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 5: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

ABSTRAK

Mohamad Alen Aliansyah. NIM 11140460000021. PELAKSANAAN PILIHAN

BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL MAAL WA TAMWIL (BMT) DI KOTA

TANGERANG SELATAN. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440

H/2018 M. X + 71 halaman 13 halaman lampiran

Studi ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan terhadap potensi dari 2

(dua) bentuk pilihan kelembagaan bagi Baitul Maal wa Tamwil (BMT) di Kota

Tangerang Selatan, yakni lembaga Koperasi Simpan Pinjam Syariah (KSPPS)

yang didasarkan pada Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

Republik Indonesia (KemenKUKM RI) Nomor 11/PER/M.KUKM/XII/2017

tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah

oleh Koperasi dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang mengacu

pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro di

Kota Tangerang Selatan dan untuk mengetahui alasan-alasan yang menjadikan

BMT di Kota Tangerang Selatan dalam melakukan pilihan kelembagaan tersebut.

Alasan-alasan tersebut ditinjau melalui komponen-komponen sistem hukum dari

perspektif sosial.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian empiris melalui pendekatan

sosiologis dengan ranah yuridis sosiologis. Sumber penelitian ini didapatkan

melakukan teknik wawancara kepada BMT di Kota Tangerang Selatan dengan

dibantu oleh sumber peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal-jurnal,

serta beberapa dokumentasi yang berkaitan dengan judul skripsi ini .

Hasil penelitian menemukan bahwa 4 (empat) BMT di Kota Tangerang

Selatan memilih bentuk kelembagaan KSPPS. BMT tersebut adalah BMT Al-Fath

IKMI, BMT UMJ, BMT At-Taqwa, dan BMT Al-Bayan. Implikasi pilihan

kelembagaan tersebut bagi BMT di Kota Tangerang Selatan adalah terkait

kegiatan, cakupan wilayah, dan pengawasan tunduk kepada Peraturan Menteri

Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (KemenKUKM RI)

Nomor 11/PER/M.KUKM/XII/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan

Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi. Alasan dalam melakukan pilihan

kelembagaan tersebut didasarkan kepada keuntungan atau kemanfaatan dari

kelembagaan KSPPS yang didapatkan jauh lebih baik, sedangkan kelembagaan

LKMS dianggap menimbulkan kerugian bagi BMT.

Keuntungan dan kerugian yang menjadi alasan dalam memilih kelembagaan

oleh BMT di Kota Tangerang Selatan dipengaruhi oleh 2 (dua) komponen dari

sistem hukum, yaitu substansi dan struktur hukum. Akan tetapi, secara dominan

komponen hukum tersebut dipengaruhi oleh substansi hukum dari pengaturan

LKMS. Terdapat 3 (tiga) BMT di Kota Tangerang Selatan yang memilih

komponen substansi hukum tersebut, BMT tersebut adalah BMT Al-Fath IKMI,

BMT Al-Bayan, dan BMT UMJ. BMT At-Taqwa beralasan bahwasannya

komponen struktur hukum yang lebih melandasi terciptanya kerugian apabila

BMT At-Taqwa memilih LKMS. Perbedaan tersebut karena masing-masing

keadaan, kondisi, serta waktu dari masing-masing BMT berbeda-beda.

Page 6: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

Kata kunci: Pelaksanaan Peraturan, Pilihan Hukum, Kelembagaan, BMT.

Pembimbing : Dr. Khamami Zada, S.H., M.A.

Daftar Pustaka : 1979 s.d 2018

Page 7: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

dan hidayah-Nya, serta sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW

sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PELAKSANAAN

PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL MAAL WA TAMWIL (BMT)

DI KOTA TANGERANG SELATAN”. Banyak pihak yang telah membantu

Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak

langsung. Maka dalam kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak A.M. Hasan Ali, M.A. dan Bapak Dr. Abdurrauf, Lc., M.A., selaku

Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Khamami Zada, S.H., M.H. dosen pembimbing skripsi yang

senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan masukan bagi

Penulis sehingga dapat meyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Muchtiar selaku Direktur BMT UMJ, Bapak Saimin selaku Manajer

BMT Al-Fath IKMI sekaligus Ketua HIMKOPSYAH Banten, Ibu Dwi Lestari

Handayani selaku Manajer BMT At-Taqwa, dan Ibu Dini Rohdiani selaku

Manajer BMT Al-Bayan yang telah memberikan kesempatan Penulis untuk

memberikan informasi serta menjadi obyek penelitian ini.

6. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang senantiasa ikhlas dalam menyalurkan ilmunya kepada Penulis selama

masa kuliah.

7. Staff karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Perpustakaan

Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan staff akademik Fakultas Syariah

dan Hukum.

Page 8: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

iii

8. Kepada Orang Tuaku Musawir dan Siti Prihatin serta Abangku M. Irvan

Septiar Musti, M.Si dan Adik tertampan M. Alvan Zulfikhar, terimakasih atas

segala pengorbanan dan jerih payah yang telah engkau berikan untukku,

sehingga dapat mengantarkan Penulis hingga ke titik saat ini.

9. Keluarga Besar N.A Rasyid dan Kasmari, terimakasih telah memberikan

motivasi, dukungan serta do’a sehingga Penulis dapat mempersembahkan dan

memberikan manfaat atas pendidikan ini di dalam keluarga.

10. Keluarga idealisme C.O.I.N.S dan New Forward yang telah membantu Penulis

dalam membentuk jalur berpikir dan memperkuat idealisme dalam belajar,

sehingga dapat mempermudah dalam penyelesaian skripsi ini.

11. Keluarga non-formal KKN Berpadu 42 UIN Jakarta 2017 yang telah

memberikan apa arti kekeluargaan yang sesungguhnya.

12. Kepada GIBEI UIN Jakarta, ISP Tangerang, dan SCBD Toastmasters terima

kasih atas do’a dan dukungan kepada Penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Sahabat-sahabat seperjuangan Hukum Ekonomi Syariah 2014 - 2016 yang

selalu membantu dan memberikan saran selama perkuliahan. Terkhusus

sahabat Achmad Fauzan K, Adam Apriliyanto, Andi Siti Chaerunnisa, Desya

Ramadanty, Farihah Mahmuda, Kholid Abdul Aziz, Maya Agustina Waluyo,

M. Fahmi Fahrurrodzi, Sami Makarim, Rifqon Khairazi, dan Tomi Abdul

Aziz.

14. Terimakasih kepada Ghina Octaviana yang telah memberikan do’a terbaik

dalam pengerjaan Skripsi ini.

15. Serta teman-teman yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu, terimakasih

atas doa-doa terbaiknya.

Jakarta, 17 September 2018

Mohamad Alen Aliansyah

Page 9: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah ........................ 9

1. Identifikasi Masalah ................................................................ 9

2. Pembatasan Masalah ............................................................... 10

3. Rumusan Masalah ................................................................... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 11

1. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 11

2. Manfaat Penelitian .................................................................. 11

D. Metodelogi Penelitian ................................................................... 11

1. Tipe Penelitian ........................................................................ 11

2. Pendekatan Penelitian ............................................................. 12

3. Sumber Data ............................................................................ 12

4. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 13

5. Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 13

E. Teknik Penulisan ........................................................................... 13

F. Sistematika Penulisan ................................................................... 13

BAB II KAJIAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL

MAAL WA TAMWIL DAN SISTEM HUKUM DARI

PERSPEKTIF SOSIAL .................................................................... 16

A. Sekilas Tentang Baitul Maal wa Tamwil ..................................... 16

Page 10: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

v

1. Pengertian Baitul Maal wa Tamwil ........................................ 16

2. Sistem Operasional Baitul Maal wa Tamwil .......................... 17

B. Awal Mula Terciptanya Pilihan Hukum bagi Baitul Maal wa

Tamwil .......................................................................................... 20

1. Sejarah Pengaturan Baitul Maal wa Tamwil pada Undang-

Undang Lembaga Keuangan Mikro ........................................ 20

2. Tenggang Waktu Penerapan Izin Baitul Maal wa Tamwil

sebagai Lembaga Keuangan Mikro ......................................... 22

3. POJK Nomor 61 Tahun 2015 yang Menghapus Kewajiban

Memperoleh Izin Baitul Maal wa Tamwil kepada Otoritas

Jasa Keuangan ......................................................................... 22

C. Baitul Maal wa Tamwil dalam Lembaga Keuangan Mikro

Syariah........................................................................................... 23

1. Sekilas mengenai Lembaga Keuangan Mikro......................... 23

2. Pengertian Lembaga Keuangan Mikro berdasarkan

Peraturan Perundang-Undangan.............................................. 25

3. Konsep Lembaga Keuangan Mikro Syariah ........................... 25

D. Baitul Maal wa Tamwil dalam Koperasi Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah ...................................................................... 27

E. Kajian mengenai Teori Kelembagaan ........................................... 29

F. Konsep Pilihan Hukum ................................................................. 29

G. Hukum sebagai Suatu Sistem dari Perspektif Sosial..................... 30

H. Tinjauan Ulang Kajian Terdahulu ................................................. 34

BAB III GAMBARAN UMUM BAITUL MAAL WA TAMWIL DI

KOTA TANGERANG SELATAN .................................................. 40

A. Seputar Kota Tangerang Selatan .................................................. 40

B. Gambaran Umum Baitul Maal wa Tamwil di Kota Tangerang

Selatan ........................................................................................... 41

1. Gambaran Perekonomian di Kota Tangerang Selatan ............ 41

2. Gambaran Lembaga Keuangan Syariah di Kota Tangerang

Selatan ..................................................................................... 42

Page 11: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

vi

3. Gambaran Umum Baitul Maal wa Tamwil di Kota

Tangerang Selatan ................................................................... 43

BAB IV PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN

BAITUL MAAL WA TAMWIL DI KOTA TANGERANG

SELATAN .......................................................................................... 46

A. Pelaksanaan Pilihan Bentuk Kelembagaan Baitul Maal wa

Tamwil di Kota Tangerang Selatan............................................... 46

1. Keberadaan Potensi Pilihan Kelembagaan bagi Baitul Maal

wa Tamwil ............................................................................... 46

2. Baitul Maal wa Tamwil Jasa Keuangan Syariah di Kota

Tangerang Selatan ................................................................... 50

3. Pelaksanaan Pilihan Bentuk Kelembagaan Baitul Maal wa

Tamwil di Kota Tangerang Selatan......................................... 51

B. Alasan Maal wa Tamwil di Kota Tangerang Selatan dalam

Memilih Bentuk Kelembagaannya ................................................ 59

1. Untung-Rugi Baitul Maal wa Tamwil di Kota Tangerang

Selatan dalam Memilih Bentuk Kelembagaannya .................. 59

2. Komponen Sistem Hukum terhadap Pelaksanaan Pilihan

Bentuk Kelembagaan Baitul Maal wa Tamwil di Kota

Tangerang Selatan ................................................................... 60

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 69

A. Kesimpulan ................................................................................... 69

B. Saran .............................................................................................. 70

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 72

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 79

Page 12: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

vii

DAFTAR TABEL

No. Judul Tabel Hal

Tabel 3.1 Jumlah BMT di Kota Tangerang Selatan berdasarkan Data

Departemen Koperasi 41

Tabel 4.1 Perbandingan Konsep Kegiatan BMT, LKMS, dan KSPPS 46

Tabel 4.2 Perbandingan Konsep Pengaturan LKMS dan KSPPS 48

Tabel 4.3 Gambaran Umum Obyek Penelitian BMT di Tangerang Selatan 51

Tabel 4.4

Lingkup Wilayah Usaha pada Obyek Penelitian BMT di

Tangerang Selatan

55

Tabel 4.5

Wewenang Pembinaan dan Pengawasan BMT di Tangerang

Selatan

57

Tabel 4.6

Alasan BMT di Kota Tangerang Selatan dalam Memilih

Bentuk Kelembagaan Berdasarkan Komponen Sistem Hukum

dari Perspektif Sosial

61

Tabel 4.7

Komponen Struktur Hukum dalam Kultur Hukum BMT di

Kota Tangerang Selatan

63

Tabel 4.8 Komponen Substansi Hukum dalam Kultur Hukum BMT di

Kota Tangerang Selatan terkait Cakupan Wilayah Usaha

66

Page 13: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Baitul Mal wa Tamwil (BMT) adalah lembaga keuangan yang bergerak

secara mikro dengan menjalankan sistem yang berprinsip syariah yang

dikategorikan sebagai lembaga Bukan Bank Bukan Koperasi (B3K).

Masuknya BMT ke dalam kategori B3K dikarenakan secara legalitas BMT

tidak diatur secara khusus baik dari payung hukum Undang-Undang

Perbankan yakni pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah maupun dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992

tentang Perkoperasi. Namun, kegiatan operasional yang dilakukan BMT

memiliki kesamaan layaknya kegiatan perbankan atau istilah ini sering disebut

juga sebagai lembaga shadow banking1. Oleh karena itu, BMT menjadi salah

satu alternatif “3rd window” oleh masyarakat dari lembaga keuangan lain

yang cukup ketat.2

Kegiatan yang dilakukan oleh BMT layaknya bank berupa menghimpun

dana nyatanya bertentanganan dengan Pasal 22 UU Perbankan Syariah. Pasal

22 UU Perbankan Syariah mengatakan bahwa “Setiap pihak dilarang

melakukan kegiatan penghimpunan dan dalam bentuk Simpanan atau Investasi

berdasarkan Prinsip Syariah tanpa izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia,

kecuali diatur dalam undang-undang lain.”

Tidak adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur BMT

tentunya menjadi permasalahan yang cukup penting bagi BMT. Salah satunya

1 Shadow banking merupakan pesaing bank dalam hal intermediasi kredit kepada rumah

tangga dengan kegiatan bisnis layaknya bank. Yakni menghimpun dana, memberi kredit dengan

bunga yang tinggi, namun syarat yang lebih mudah dipenuhi dibandingkan syarat yang diwajibkan

perbankan. Karena hal tersebut, shadow banking dapat mempengaruhi sistem keuangan nasional.

Shadow banking bukanlah perbankan tradisional dan karena perbankan tradisional cenderung

diatur dengan ketat sehingga shadow banking kurang diatur daripada perbankan pada umumnya.

Lihat: Upaya Menutup Celah Agar Fintech Tidak Berpraktik Shadow Banking,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a4e02600e517/upaya-menutup-celah-agar-fintech-

tak-berpraktik-shadow-banking. 2 Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan Mikro,

Nopember, 2010, h. 5.

Page 14: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

2

regulasinya dianggap yang belum lengkap menjadi permasalahan yang utama

yang harus diperhatikan.3 Sebagaimana dalam Asian Development Bank

mengatakan bahwa hukum, informasi, pengaturan, dan pengawasan yang tidak

memadai menjadi permasalahan besar terhadap struktur lembaga keuangan

mikro.4 Salah satunya juga terkait kegiatan keuangan yang dilakukan BMT

dengan begerak secara mikro untuk memberikan kredit seharusnya menjadi

subyek yang diatur secara ketat.5

Permasalahan hukum bagi BMT nyatanya berbanding terbalik dari jasa

yang telah BMT berikan kepada perekonomian masyarakat.Jumlah BMT di

Indonesia pada tahun 2015 terdapat 4.500 BMT dan total keseluruhan aset

mencapai Rp 16 Triliun.6 Jumlah BMT tersebut tersebar baik di perkotaan,

daerah-daerah terpencil dan bahkan hingga daerah yang tidak bisa dijangkau

oleh institusi perbankan. Target bagi BMT itu sendiri adalah untuk

mengembangkan masyarakat mikro dan kecil yang mengalami kesulitan untuk

mengakses keuangan kepada institusi perbankan dan bertujuan untuk

menghindari sistem rentenir yang berbasis ribawi. Tugas dan peranan yang

dilakukan oleh BMT tersebut terbukti mampu untuk mendorong

perekonomian usaha masyarakat mikro dengan meningkatkan keuntungan dan

pendapatan dari usaha masyarakat yang mengakses keuangan dari BMT.7

Tahun 2011 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hadir dengan dilandasi oleh

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Tujuan dari kehadiran OJK sebagaimana terdapat dalam Pasal 4 bagian c UU

3 Novita Dewi Masyitoh, “Analisis Normatif UU Nomor 1 Tahun 2013 tentang LKM atas

Satus Badan Hukum dan Pengawasan BMT”, Jurnal Economica, Vol. V Edisi 2, (Oktober, 2014),

h. 25. 4 Asian Development Bank, Finance for the Poor: Microfinance Development Strategy, 2000,

h. 15 – 16. 5 Namiza Haq, dkk, “Regulation of Microfinance Institutios in Asia: A Comparative

Analysis”, International Reviews of Business Research Papers, Vol. 4, No. 4, (Augst-Sept 2008),

h. 442. 6 Perhimpunan BMT Indonesia Selaras Reformasi Koperasi,

www.Bertiasatu.com./ekonomi/399663-perhimpunan-bmt-indonesia-selaras-reformasi-

koperasi.html., 17 Nopember 2016. 7 Sri Murwanti dan Muhammad Sholahuddin, “Peran Keuangan Lembaga Keuangan Mikro

Syariah untuk Usaha Mikro di Wonogiri”, dalam Seminar Nasional dan Call for Papers

SANCALL 2013, h. 305

Page 15: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

3

OJK mengatakan bahwa “Tujuan dari dibentuknya OJK adalah untuk

mengawasi lembaga jasa keuangan agar mampu melindungi kepentingan

konsumen dan masyarakat.” Selanjutnya pada Pasal 5 UU OJK mengatakan

bahwa: “OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan

yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa

keuangan.” Karena, permasalahan moral hazard, perlindungan konsumen,

serta stabilitas sistem keuangan di sektor jasa keuangan permasalahan utama

untuk ditangani oleh lembaga yang bersifat independen seperti OJK.8

Pengawasan terhadap jasa keuangan yang sebelumnya terpisah-pisah di

antara Bank Indonesia (BI), Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga

Keuangan (Bapepam-LK), dan Menteri Keuangan berpindah menjadi satu atap

di bawah kewenangan OJK.9 Akibat dari adanya kebijakan perpindahan

pengawasan kepada lembaga tersebut banyak pertentangan antara institusi

keuangan yang berujung digugatnya UU OJK ke Mahkamah Konstitusi untuk

dilakukan uji materiil agar operasional OJK dihentikan dan tugas OJK agar

diambil alih kembali oleh BI. Akan tetapi, Putusan Mahkamah Konstitusi

menolak hal tersebut berdasarkam pada Nomor 25/PUU-XII/2014, sehingga

kewenangan dalam mengawasi dan mengatur lembaga keuangan di Indonesia

tetap berada di bawah OJK dan terus berjalan hingga saat ini.

Pengawasan terhadap seluruh jasa keuangan di Indonesia pada dasarnya

dimiliki oleh OJK. Pengawasan OJK tersebut nyatanya bolong dalam

mengawasi BMT. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya pengaturan yang

secara eksplisit mengatakan bahwa OJK berhak mengawasi BMT. Secara

hukum OJK hanya dapat mengawasi lembaga keuangan yang apabila secara

eksplisit terdapat pengaturan yang mencantumkan bahwasannya OJK

memiliki kewenangan atas tersebut. Jasa keuangan yang diawasi oleh OJK

berdasarkan pada Pasal 1 Ayat (4) UU OJK di antaranya adalah “lembaga

yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian,

Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.”

8 Lihat Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan. 9 Lihat Pasal 55 UU OJK.

Page 16: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

4

Terminologi dari Lembaga Jasa Keuangan Lainnya diatur pada Pasal 1

Ayat (10) UU OJK adalah “pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga

pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan,

dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang

bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan

kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan

mengenai pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia,

perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana

masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang

dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan.”

Pemerintah melalui kekuasaan legislasinya mencoba memberikan jawaban

permasalahan atas kepastian hukum (rechtszekerheid) bagi BMT. Jawaban

tersebut dengan menghadirkan Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang

Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Lahirnya UU LKM ini dianggap sebagai

era baru bagi LKM Syariah untuk mengatur dan megakomodir aturan hukum

BMT yang sebelumnya tidak ada.10

UU LKM pun bertujuan juga untuk

mensinergikan dengan sistem desentralisasi daerah dan memberikan

kewenangan kepada OJK untuk mengatur dan mengawasi LKM yang

sebelumnya tidak dimilikinya.

BMT secara eksplisit diatur dalam UU LKM. Berdasarkan pada Ketentuan

Peralihan UU LKM pada BAB XIII. Pasal 39 Ayat (1) berbunyi: “Pada saat

Undang-Undang ini mulai berlaku, Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar,

Bank Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK),

Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK),

Bank Karya Produksi Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP),

BMT, BTM dan lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu

tetap beroperasi sampai dengan 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang

ini berlaku.” Selanjutnya pada Pasal 39 Ayat (2) mengatakan bahwa

“Lembaga-lembaga sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (1) wajib

10

I Gde Kajeng Baskara, “Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia”, Jurnal Buletin Studi

Ekonomi, Vol. 18, No. 2,(Agustus 2013), h. 123.

Page 17: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

5

memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) paling lama 1

(satu) tahun sejak terhitung Undang-Undang ini berlaku.” Pengawasan

terhadap BMT nantinya dilakukan setelah BMT tersebut memperoleh izin oleh

OJK.11

Permohonan izin yang diberikan dibatasi oleh waktu, yakni selama 3

(tiga) tahun berdasarkan dari UU LKM itu disahkan. Jangka waktu 3 (tiga)

tahun ini terdiri dari waktu berlakunya UU LKM yaitu 2 (dua) tahun dari UU

LKM ini diundangkan pada 8 Januari 2013. Kemudian dibatasi oleh waktu 1

(satu) tahun untuk memperoleh izin kepada OJK setelah UU LKM ini berlaku.

Maka, waktu permohonan izin tersebut berakhir pada 8 Januari 2016.

Kewajiban izin tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan

Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro. Pasal 29 ayat (1) POJK 12 Tahun

2014 menyebutkan bahwa “Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank

Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit

Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank

Karya Produksi Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP), Baitul

Maal wa Tamwil (BMT), Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM), dan/atau

lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu yang telah berdiri

dan telah beroperasi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, serta belum mendapatkan izin usaha

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, wajib memperoleh

izin usaha melalui pengukuhan sebagai LKM kepada OJK paling lambat

tanggal 8 Januari 2016.”

Ketentuan Pasal 29 ayat (1) POJK Nomor 12 Tahun 2014 tersebut

selanjutnya dihapus oleh POJK Nomor 61/POJK.05/ 2015 tentang Perubahan

atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.05/2014 tentang

11

Pengawasan yang dilakukan oleh OJK tidak semata-mata hanya dilakukan oleh OJK, akan

tetapi berdasarkan Pasal 28 Ayat (1) UU LKM dengan cara mendelegasikan pengawasan kepada

Pemerintah Daerah (Pemda). Lebih lanjut berdasarkan Pasal 2 Ayat (2) POJK Nomor

14/POJK.05/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro, pengawasan

dan pembinaan yang dilakukan OJK dikoordinasikan kepada Kementerian Dalam Negeri dan

Kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi.

Page 18: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

6

Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro. Implikasi dari

penghapusan peraturan tersebut memberikan arti bahwa BMT tidak diatur

untuk memberikan izin kepada OJK dan tunduk kepada UU LKM. Hal

tersebut berarti dengan adanya POJK tersebut membuka potensi pilihan

hukum (choice of law) terkait kelembagaan bagi BMT untuk secara bebas

memilih apakah ingin menjadi LKMS dengan mengikuti UU LKM atau

tidak.12

Saimin selaku ketua Himpunan Koperasi Syariah (HIMKOPSYAH)

Banten mengatakan bahwa “UU LKM memberikan keluasaan bagi BMT.”13

Hal tersebut sebagaimana menurut Deputi Komisioner Pengawasan IKNB 1

OJK Edy Setiadi mengatakan bahwa “LKM Syariah yang kebanyakan berupa

BMT, umumnya sudah berbadan hukum koperasi. BMT tinggal menentukan,

jika usaha mereka di jasa keuangan regulatornya adalah OJK. Sementara jika

koperasi biasa, BMT bisa mengajukan izin ke Kementerian Koperasi dan

UMKM.”14

BMT yang telah mendaftarkan diri kepada UU LKM dapat memperoleh

beberapa fasilitas. Yaitu, integrasi antar lembaga keuangan untuk mengetahui

jumlah plafon pembiayaan, keberlanjutan usaha, perlindungan hukum,

kepastian hukum baik bagi nasabahnya juga bagi BMT itu sendiri, dan untuk

menghindari dari kasus-kasus yang marak saat ini terkait penghimpunan dana

oleh lembaga jasa keuangan. Rektor Universitas Islam Indonesia (UII)

Harsoyo mengatakan bahwa “dengan diatur dan diawasi secara integral oleh

OJK, tentu akan menjadikan BMT lebih kuat dan memiliki sistem yang baik,

bahkan diharapkan menjadi lembaga keuangan mikro andalan pemerintah

yang berdasarkan aturan ekonomi Islam, sehingga memberikan manfaat

sebanyak-banyaknya bagi masyarakat”.15

12

https://www.ojk.go.id/Files/box/LKM/faq-lkm.pdf 13

Saimin, Ketua HIMKOPSYAH Banten, Interview Pribadi, Ciputat, 10 Agustus 2018. 14

OJK Minta BMT Segera Urus Perizinan, Koran

https://republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/16/01/11/o0s3ye383-ojk-minta-bmt-

segera-urus-perizinan, Senin, 11 Januari 2016. 15

BMT Gerakkan Ekonomi Rakyat, https://republika.co.id/berita/koran/syariah-

koran/14/06/13/n73i462-bmt-gerakkan-ekonomi-rakyat, Jum’at 13 Juni, 2014 Pukul 14:00 WIB.

Page 19: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

7

Kasus terkait BMT pun masih banyak yang bermunculan. Sebagaimana

yang terjadi di BMT Istiqomah pada April 2018. Kasus tersebut terkait atas

nasabah tidak dapat menarik dana tabungan mereka masing-masing. Jumlah

tabungan tersebut diperkirakan sebesar Rp 3 Miliar.16

Kemudian pada tahun

2016 di Cirebon masih terdapat BMT yang terlibat kasus penghimpunan dana

tanpa izin. Kasus tersebut melibatkan 2 (dua) BMT yakni BMT Madani

Nusantara dan BMT Sejahtera Mandiri. BMT tersebut telah menghimpun dana

sebesar Rp 2 Triliun tanpa izin, sehingga atas kasus tersebut akhirnya kedua

BMT mendapatkan perhatian khusus oleh OJK dan Bareskrim Polri.17

Pengawasan dan perlindungan BMT oleh OJK tentunya dapat

meminimalisir dan mencegah kejadian tersebut. Karena dengan pengawasan

satu atap yang terpadu dan terintegrasi antar sub-sektor mulai dari perbankan,

pasar modal, asuransi, hingga kopersi simpan pinjam, dan multi level

marketing dapat meminimalisir risiko dan mempekuat lembaga keuangan

yang sistemik. Karena, kelemahan koordinasi antar instansi yang mengawas

dan mengatur dikhawatirkan akan menghambat pengambilan tindakan yang

tepat sasaran dan tepat waktu.18

Data direktori OJK pada 20 Juli 2018 memaparkan bahwa sudah terdapat

2 (dua) BMT dan dari 191 LKM yang terdaftar di OJK. BMT tersebut adalah

Koperasi LKM Syariah Baitul Maal wa Tamwil Sumber Harapan Maju yang

berada di Kabupaten Semarang dengan mendapatkan izin usaha pada 8

Oktober 2015 dan Koperasi LKMS BMT Talaga yang berada di Kabupaten

16

Uang Rp 3 Miliar Lenyap, Nasabah Gruduk Kantor BMT Istiqomah,

http://jabar.tribunnews.com/2018/04/21/uang-rp-3-miliar-lenyap-nasabah-geruduk-kantor-bmt-

istiqomah, Sabtu, 21 April 2018. 17

Dua BMT Syariah Himpun Dana Masyarakat Tanpa Izin, koran

ekonomi.Kompas.com/read/2016/11/01/15282836/dua.bmt.syariah.himpun.dana.masyarakat.tanpa

.izin., 1 Nopember 2016. 18

Early Ridho Kismawandi, “Otoritas Jasa Keuangan (Financial Services Authority) dan

Industri Perbankan di Indonesia”, Jurnal J-Ebis, Vol. 1 No. 2, (Juni, 2016), h. 5-6.

Page 20: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

8

Majalengka dengan izin usaha pada tanggal 30 Januari 2018.19

Angka tersebut

patut disayangkan karena masih sedikitnya BMT yang mendaftar.

Terbukanya pilihan kelembagaan bagi BMT tersebut dapat menimbulkan

beberapa implikasi pada pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Akibat

pertama adalah dapat membuka ajakan yang lebih lebar bagi seluruh BMT

untuk mengikuti UU LKM yang sebelumnya hanya dapat dilakukan bagi

BMT yang belum memiliki izin, telah berdiri sebelum adanya UU LKM lahir

dan bagi BMT yang baru saja dirintis setelah adanya UU LKM. Akibat kedua

adalah dengan adanya pilihan hukum tersebut menimbulkan pertanyaan,

apakah dengan adanya pilihan hukum tersebut secara logis mungkin

dilaksanakan?20

Hal tersebut dikarenakan terdapat pula keberadaan

kelembagaan lain yang sebelumnya turut mengakomodir kelembagaan BMT,

yakni melalui Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS).

BMT secara historis telah lama tunduk kepada Perkoperasian.21

Karena

diawali terkait pemilihan bentuk badan hukum bagi BMT antara Kelompok

Swadaya Masyarakat (KSM) yang merupakan bentuk legalitas informal yang

berada di bawah Undang-Undang Organisasi Masyarakat, Perseoran Terbatas

(PT), Koperasi, atau Yayasan. Badan hukum koperasi akhirnya dipilih, karena

badan hukum koperasi yang dianggap lebih mendekati dengan prinsip-prinsip

yang dimiliki BMT.22

Sehingga, hal tersebut berujung kepada hadirnya

kelembagaan KSPPS yang bertujuan juga untuk mengakomodir BMT.

Kelembagaan KSPPS diatur dalam Permen KUKM Nomor

11/PER/M.KUKM/XII/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan

Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi yang menyempurnakan

19

Direktori LKM OJK diakses melalui https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-

statistik/direktori/direktori-lkm/Pages/Direktori-Lembaga-Keuangan-Mikro---Juli-2018.aspx. 20

Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional, Jilid II Bagian 4 Buku Ke-5, (Bandung,

P.T. Alumni, Cet. Ke-2, 1998), h. 10 21

Muhammad Kholim, “Eksistensi Baitul Maal Wattamwil dan Permasalahan dalam

Operasionalisasinya (Studi di Propinsi Jawa Tengah)”, Tesis, Magister Ilmu Hukum Pascasarjana

Universitas Diponegoro, Semarang, 2004, h. 102. 22

Solikhah, Burhanudin Harahap, dan Luthfiyah Trini Hastuti, “Bentuk Badan Usaha Ideal

untuk Dapat Dipertanggungjawabkan secara Hukum dalam Pengelolaan Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) berdasarkan Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro di Eks Karisidenan Surakarta”,

Jurnal Yustitia, edisi 93, (September –Desember, 2015), h. 82.

Page 21: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

9

Permen KUKM Nomor 16/PER/M.KUKM/IX/2015. KSPPS ini hadir untuk

menggantikan kelembagaan koperasi syari’ah sebelumnya, yakni Koperasi

Jasa Keuangan Syariah (KJKS).

Keberadaan kedua potensi pilihan kelembagaan tersebut, baik LKMS dan

KSPPS tentunya masing-masing lembaga memiliki klasifikasi substansi

peraturan yang berbeda-beda dan dapat menimbulkan implikasi yang berbeda-

beda pula terhadap BMT. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang di atas,

penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui secara logis terkait

pelaksanaan pilihan kelembagaan BMT. Fokus BMT yang menjadi obyek

penelitian ini adalah kepada BMT yang berkegiatan di sektor jasa keuangan

syari’ah. Lingkup penelitian ini dilakukan kepada BMT di daerah Kota

Tangerang Selatan. Untuk mengetahui pelaksanaan pilihan hukum tersebut

penelitian ini dilakukan dengan cara terjun ke lapangan untuk mengetahui

realitas yang terjadi. Artinya penelitian ini dilakukan dengan mengetahui fakta

realitas yang terjadi terkait pilihan kelembagaan bagi BMT yang dilaksanakan

oleh BMT di Kota Tangerang Selatan. Sedangkan, untuk mengetahui logis

atau tidaknya Penelitian ini akan menggunakan konsep komponen sistem

hukum dari perspektif sosial.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas. Penelitian ini diberi judul

“PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL MAAL

WA TAMWIL (BMT) DI KOTA TANGERANG SELATAN”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah yang dapat

diidentifikasi Penulis adalah sebagai berikut :

a. Baitul Maal wa Tamwil (BMT) termasuk ke dalam Bank Bukan

Koperasi Bukan Koperasi (B3K) yang tidak diakomodir secara khusus

dalam perundang-undangan pada awalnya.

b. Tidak diatur secara jelas dalam undang-undang menjadi salah satu

permasalahan utama bagi BMT.

Page 22: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

10

c. OJK lahir dengan didasarkan pada UU OJK yang bertujuan untuk

mengawasi dan mengatur lembaga jasa keuangan, nyatanya tidak

memiliki wewenang mengawasi BMT.

d. UU LKM lahir untuk mengatasi permasalahan aturan hukum bagi

BMT dan memberikan kewenangan bagi OJK untuk mengawasi BMT.

Akan tetapi, nyatanya baru 2 (dua) BMT saja memilih LKM

sedangkan telah melampauinya tenggang waktu memperoleh perizinan

dari BMT kepada OJK.

e. Permasalahan aturan hukum tersebut akhirnya melahirkan POJK

Nomor 61 Tahun 2015 yang telah menghapus pelaksanaan kewajiban

izin BMT kepada OJK sebagaimana yang diatur sebelumnya pada

POJK Nomor 16 Tahun 2014.

f. Masih banyak munculnya kasus BMT terkait akibat aturan yang belum

jelas dan tegas terhadap BMT.

g. Adanya POJK Nomor 61 Tahun 2015 menciptakan kebebasan dan

memberi peluang lebih besar bagi BMT yang bergerak di jasa

keuangan untuk memilih aturan kelembagaan yang sesuai bagi BMT.

h. Keberadaan dari konsep pilihan kelembagaan tersebut menimbulkan

pertanyaan bagaimana kelogisan dari pelaksanaan dari pilihan tersebut,

karena terdapat juga KSPPS yang sama-sama bertujuan untuk

mengakomodir kelembagaan BMT, namun didasari dari peraturan

yang berbeda-beda.

2. Pembatasan Masalah

Setelah latar belakang dan identifikasi masalah diuraikan, untuk

membuat penelitian ini menjadi lebih terarah dan untuk menghindari

tumpang-tindih (overlapping) dengan masalah di luar wilayah tema

penelitian, maka pembatasan masalah perlu dilakukan. Batasan masalah

penelitian ini adalah terkait pelaksanaan pilihan bentuk kelembagaan

BMT. Permasalahan pelaksanaan kelembagaan ini akan dilihat di wilayah

Kota Tangerang Selatan.

Page 23: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

11

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pembatasan masalah di atas, maka penelitian ini

merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana pelaksanaan pilihan bentuk kelembagaan bagi Baitul Maal

wa Tamwil (BMT) di Kota Tangerang Selatan?

b. Alasan-alasan apa yang menjadikan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) di

Kota Tangerang Selatan dalam memilih kelembagaan tersebut?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan bertujuan untuk :

a. Mengetahui pelaksanaan pilihan bentuk kelembagaan bagi Baitul Maal

wa Tamwil (BMT) di Kota Tangerang Selatan.

b. Mengetahui alasan-alasan yang menjadikan Baitul Maal wa Tamwil

(BMT) di Kota Tangerang Selatan dalam memilih bentuk kelembagaan

tersebut.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, di antaranya:

a. Manfaat teoritis yaitu untuk memberikan sumbangsih bagi ilmu

pengetahuan dan fakta mengenai logisnya pelaksanaan pilihan hukum

bagi Baitul Maal wa Tamwil.

b. Manfaat praktis yaitu untuk memberikan kontribusi positif bagi

kelangsungan Baitul Maal wa Tamwil.

c. Manfaat adjukasi yaitu memberikan sebuah arah kebijakan kepada

pemerintah terkait pelaksanaan pilihan hukum Baitul Maal wa Tamwil.

d. Manfaat konstitusi yaitu optimalisasi Peraturan Perundang-Undangan

yang ada terhadap Baitul Maal wa Tamwil.

D. Metodelogi Penelitian Hukum

1. Tipe Penelitian

Penelitian hukum ini mengkaji menggunakan penelitian hukum

empiris. Kajian hukum empiris berarti kajian yang memandang hukum

sebagai kenyataan, mencakup kenyataan sosial, kenyataan kultur, dan lain-

Page 24: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

12

lain.23

Dipakainya tipe penelitian empiris dikarenakan penelitian dilakukan

dengan cara terjun secara langsung dengan melihat realitas yang terjadi

terkait pelaksanaan pilihan kelembagaan di BMT.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan sosiologis

(sociological approach). Ranah pendekatan sosiologis yang dipakai adalah

ranah yuridis sosiologis (sosciological jurisprudence). Penelitian ilmu

yuridis sosiologis ini berbasis pada reaksi dan interaksi yang terjadi atas

hukum nomatif (peraturan perundangan) ketika sistem norma hukum itu

bekerja di dalam masyarakat.24

Penelitian ini akan diberangkatkan dari

aturan-aturan norma hukum yang kemudian melihat secara realitas

pelaksanaan yang dilakukan oleh BMT di Kota Tangerang Selatan .

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini didasarkan pada sumber data yang

dilakukan dalam penelitian hukum empiris, yang terbagi menjadi 2 (dua)

sumber data, yakni sumber data primer dan sekunder. 25

a. Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara

langsung dari hasil wawancara kepada pengurus BMT yang melakukan

kegiatannya di bidang jasa keuangan di daerah Kota Tangerang

Selatan.

b. Sumber data sekunder adalah sumber data yang bersifat kepustakaan

terdiri dari bahan-bahan hukum yang tertuang dalam peraturan

perundang-undangan dan sumber-sumber yang merujuk kepada buku,

jurnal, artikel, hasil penelitian, laporan-laporan yang mendukung data-

data penelitian, serta bahan-bahan lainnya yang memberi penjelasan

atas suber-sumber penelitian primer.

23

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Menjelajahi Kajian Empiris terhadap Hukum, (Jakarta:

Kencana, Cet. Kedua. 2013), h. 2. 24

Mukhti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. Ketiga, 2015), h. 47. 25

Sri Mamudji dkk, Metode Penulisan Hukum, (T.t: Badan Penerbit Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2005), h. 19.

Page 25: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

13

4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah melakukan

wawancara kepada Baitul Maal wa Tamwil yang kegiatannya berfokus di

bidang jasa keuangan syariah yang berada di daerah Kota Tangerang

Selatan.

5. Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data dan bahan hukum dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah

dilakukan pengolahan data. Pengolaahan data dilakukan sedemikian rupa

yang bertujuan agar data dan bahan hukum tersusun secara runut,

sistematis, dan memudahkan dalam menganalisis data. Pengolahan data

yang dilakukan yakni dengan cara memerhatikan konsistensi jawaban atau

informasi oleh nara sumber (data primer) dan relevansinya pada penelitian.

Dilakukan pula seleksi bahan hukum secara sistematis dan logis yang

menjadi sumber data penelitian hukum.

Data tersebut selanjutnya akan ditelaah dan dianalisis dengan dibantu

berdasarkan teori hukum yang dipakai. Hasil analisis tersebut dibantu

dengan analisis yang bersifat deskriptif yang bertujuan untuk memberi

gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian yang

dilakukan.26

E. Teknik Penulisan

Peyusunan penelitian ini, Penulis menggunakan teknik penulisan yang

terdapat pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.27

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian ini dibagi menjadi 5 (lima) bab. Adapun sistematika

penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, identifikasi, batasan, dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian

26

Ibid., h. 183. 27

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman Penulisan Skripsi,

(Jakarta: t.p., 2017).

Page 26: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

14

terdahulu, metodelogi penelitian hukum dan sistematika penulisan

skripsi.

BAB II KAJIAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL

MAAL WA TAMWIL DAN KONSEP SISTEM HUKUM

DARI PERSPEKTIF SOSIAL

Bab ini memuat kajian pilihan kelembagaan Baitul Maal wa

Tamwil (BMT) yang dimulai dari kajian konsep dan teori yang

menjadi landasan pada penelitian hukum ini. Kajian konsep

berkaitan dengan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dan 2 (dua)

bentuk kelembagaannya dimulai dari terminologi, sistem

operasional, hingga landasan regulasinya. Kemudian bab ini

memuat juga konsep dan teori sebagai alat analisis penelitian ini

yang terdiri dari teori pilihan hukum, kelembagaan, dan sistem

hukum dari perspektif sosial dengan komponen-komponennya.

BAB III GAMBARAN UMUM BAITUL MAAL WA TAMWL DI

KOTA TANGERANG SELATAN

Bab ini berisi gambaran umum geografis dan wilayah Kota

Tangerang Selatan, keadaan ekonomi Islam di Kota Tangerang

Selatan, dan keadaan BMT di Kota Tangerang Selatan.

BAB IV PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN

BAITUL MAAL WA TAMWIL DI KOTA TANGERANG

SELATAN

Bab ini memuat hasil temuan untuk menjawab latar belakang

penelitian yang didasari kepada isi dari bab sebelumnya. Substansi

dari bab ini terdiri dari 2 (dua) bagian, yakni terkait pelaksanaan

pilihan kelembagaan BMT di Kota Tangerang Selatan dan alasan-

alasan BMT dalam memilih kelembagaan tersebut yang didasarkan

kepada konsep dan kajian teori yang menjadi landasan yang

terdapat pada bab sebelumnya.

BAB V PENUTUP

Page 27: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

15

Bab ini berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi hasil

analisis dari yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya yang

berkaitan dengan rumusan masalah yang dibuat secara ringkas.

Saran berisi rekomendasi yang bersifat konstruktif solutif atas hasil

penelitian hukum yang telah dilakukan, sehingga diharapkan

memiliki nilai guna dan manfaat secara luas.

Page 28: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

16

BAB II

KAJIAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL MAAL WA

TAMWIL DAN SISTEM HUKUM DARI PERSPEKTIF SOSIAL

A. Sekilas Mengenai Baitul Maal wa Tamwil

1. Pengertian Baitul Maal wa Tamwil

Baitul Maal wa Tamwil (BMT) berasal dari 2 (dua) kata yakni, baitul

maal dan baitul tamwil. Secara historis kata baitul maal berasal dari

bahasa Arab yang berarti rumah harta atau kas negara, yaitu lembaga yang

disediakan oleh pemerintah Islam untuk mengurus masalah keuangan

negara, atau suatu lembaga keuangan negara yang bertugas menerima,

menyimpan, dan mendistribusikan uang negara sesuai dengan syariat

Islam.1

Mulanya baitul maal adalah sebagai lembaga keuangan yang dibentuk

pemerintah Islam guna mengatur segala aktivitas perputaran keuangan,

baik mulai penerimaan, penyimpanan, maupun pendistribusian untuk

kepentingan kesejahteraan masyarakat berdasarkan syariat Islam.2

Sedangkan, saat ini baitul maal pada BMT di Indonesia lebih mengarah

kepada usaha-usaha pengumpulan dana penyaluran dana yang bersifat

non-profit, seperti halnya, zakat, infaq, dan shadaqoh.3

Sejarah besar hadirnya BMT di Indonesia tidak terlepas dari peranan

kegiatan penolakan ribawi. Kehadiran BMT tersebut diprakarsai oleh

mahasiswa ITB BMT Masjid As-Salman ITB pada tahun 1984.4 Pendirian

BMT tersebut pada dasarnya untuk mengaplikasikan Q.S Al-Baqarah (2) :

275:

1 M. Zaidi Abdad, Lembaga Perekonomian Umat di Dunia Islam, (Bandung: Penerbit

Angkasa, cet.pertama, 2003), h. 78. 2 Ibid., h. 79.

3 Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Ciputat: UIN Jakarta Press, Cet.

Pertama, 2013), h. 20. 4 Rana Ayu Azizah dan Noven Suprayogi, “Analisis Keoptimalan Fungsi Baitul Maal pada

Lembaga Keuangan Mikro Islam (Studi Kasus pada BMT Nurul Jannah di Gresik dan BMT Muda

di Surabaya)”, Jurnal JESTT, Vol. 1, No. 12, (Desember 2014), h. 842.

Page 29: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

17

ن م ال ز يتخجت الش يطي هي الوس رلك ثأ ى االكوبيق ه ا ال يق ث الش الزيي يأكل

ث ي س عظة ه ا فوي جبء ه ث م الش حش الجيع احل للا ا ث ااوب الجيع هثل الش قبل

ن ت البس ئك أصح ل هي ع ب دفأ أهش أ ل للا فل هبسلف ت ے فب

ى لذ بخ في

Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri

melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran

(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah

disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan

dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya

apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan

urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),

maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di

dalamnya.”

BMT sebagai baitul tamwil berasal dari kata bait yang artinya rumah,

dan tamwil merupakan bentuk mashdar yang artinya pengumpulan harta.1

Sedangkan, BMT di Indonesia selaku baitul tamwil bergiat untuk

mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam

mengembangkan kualitas kegiatan pengusaha kecil dengan mendorong

kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan ekonomi.2 BMT sebagai

baitul tamwil lebih mengarah pada usaha pengumpulan dan penyaluran

dana komersial.3.

2. Sistem Operasional Baitul Maal wa Tamwil

Secara umum ciri-ciri pendukung utama dalam sistem operasional

BMT di antaranya:

1 Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, h. 21.

2 Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM

di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 85. 3 Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, h. 20.

Page 30: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

18

a. Ditumbuhkan dari bawah berdasarkan peran serta masyarakat sekitar.

b. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan

ekonomi paling banyak untuk anggota dan lingkungan.

c. Bukan merupakan lembaga sosial, tetapi dapat dimanfaatkan untuk

mengefektifkan pengunaan zakat, infaq, dan shadaqah bagi

kesejahteraan orang banyak.

d. Milik bersama masyarakat kecil dan bawah dari lingkungan BMT itu

sendiri, bukan milik orang perorang atau orang dari luar masyarakat

itu.

BMT dirancang sebagai lembaga keuangan yang berlandaskan pada

ekonomi rakyat. Artinya secara konsep BMT berfokus kepada penyaluran

dana kepada masyarakat bawah yang miskin dan nyaris miskin.4

Kegiatannya yang berbentuk penyaluran dana terdapat 2 (dua) jenis, yakni

dana yang murni hibah dan dana pinjaman. Hibah berupa bantuan

langsung untuk kehidupan yang mendesak atau darurat, dan bagi mereka

yang memang sangat membutuhkan seperti kebutuhan obat, biaya sekolah,

dll. Penyaluran dana yang bersifat pinjaman diberikan berupa modal

produktif dan juga memberi bantuan teknis bantuan berupa pelatihan,

konsultasi, manajemen, dan pemasaran.5

Kegiatan BMT sebagai baitul maal berupa menerima titipan zakat,

infaq, dan sedekah, serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan

amanatnya.6 Penyaluran dana maal tersebut didasarkan kepada alur

penghimpunan dana yang didapat sebelumnya, baik dari klasifikasi zakat,

infaq, sedekah, atau waqaf. Hal tersebut dikarenakan masing-masing

klasifikasi tersebut memiliki peruntukkan penyaluran yang telah diatur

dalam hukum seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23

4 Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM

di Indonesia, h. 83. 5 Ibid., h. 86.

6 A. Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengantar),

(Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2002), h. 183.

Page 31: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

19

Tahun 2011 tentang Zakat yang tidak terlepas dari Al-Qur’an.

Sebagaimana berbunyi dalam Q.S At-Taubah (9): 60:

قبة إ في الش ن ث الوؤلفة قل ب العبهليي علي الوسبكيي ذقبت للفقشاء وب الص

اثي السجيل في سجيل للا الغبسهيي علين حكين فشيضة هي للا للا

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang

fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang

dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang

berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam

perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah

Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Kegiataan baitul tamwil yang berupa penghimpunan dana oleh BMT

harus mengikuti Fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI. Produk-

produk penghimpunan dana yang secara umum dilakukan BMT, di antara

lain:7

a. Giro Wadiah, merupakan produk simpanan yang berasal dari dana

nasabah yang dititipkan di BMT dan boleh dikelola. Setiap saat

nasabah berhak mengambilmua dan berhak mendapatkan bonus dari

keuntungan pemanfaatan dana giro tersebut oleh BMT. Sebsarnya

bonus tidak ditetapkan di muka tetapi benar-benar merupakan

kebijaksanaan BMT. Sungguhpun demikian, nominalnya sedemikian

rupa untuk kompetitif (Fatwa DSN-MUI No. 1/DSN-MUI/IV/2000).

b. Tabungan Mudharabah, yakni dana yang disimpan nasabah akan

dikelola BMT untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan aka

diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan nasabah dan pihak

BMT. Nasabah dalma hal ini bertindak sebagai shahibul mal dan BMT

sebagai mudharib (Fatwa DSN-MUI No. 02/DSN-MUI/IV/2000)

7 Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, h. 25.

Page 32: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

20

c. Deposito Mudharabah dengan 2 (dua) konsep yang ditawarkan. Pertaa,

BMT bebas melakukan usaha yang tidak bertentangan dengan Isam

dan terus mengembangkannya yang didasarkan pada konsep

mudharabah muthlaqah. Atau dengan konsep mudharabah

muqayyadah di mana nasabah menentukan dana yang disipan harus

dikelola pada suatu usaha saja.

Kegiatan usaha BMT yang terkait dengan memobilisasi dana terdapat

dua jenis. Jenis mobilisasi yang pertama berupa akad investasi dengan

akad mudharabah atau titipan (wadiah) dan pembiayaan yang berdasarkan

pada prinsip bagi hasil dengan akad mudharabah/musyarakah, aktivitas

jual beli dengan akad murabahah dan cicilan dengan akad ba’i bitsaman

ajil atau pembiayaan qardh hasan.8 Kedua mobilisasi dana non keuangan,

seperti perkenalan teknologi untuk meningkatkan produktifitas hasil

anggota, mendorong tumbuhnya industri, dan mempersiapkan jaringan

pemasaran.

Dengan demikian konsep BMT adalah lembaga keuangan yang bersifat

dwifungsi. Pertama, BMT berfungsi sebagai lembaga sosial (non profit

department) dengan nama kegiatan baitul maal yang berfungsi sebagai

penghimpun dan penyalur dana umat juga sebagai penyeimbang

perekonomian melalui zakat, infaq, dan shadaqah tanpa memungut keutungan.

Fungsi yang kedua adalah lembaga yang bertujuan untuk mencari keuntungan

(profit deparment) dengan nama kegiatan baitul tamwil sebagai kepanjangan

tangan lembaga keuanga syariah, hal tersebut dikarenakan kemampuan

perbankan sangat terbatas untuk menjangkau sektor usaha mikro dan kecil.9

BMT mampu sebagai penopang dan pendorong sektor-sektor usaha mikro

yang belum terjangkau lembaga keuangan oleh masyarakat bawah.

8 Ibid., h. 26.

9 Ibid., h. 20.

Page 33: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

21

B. Awal Mula Terciptanya Pilihan Kelembagaan bagi Baitul Maal wa

Tamwil

1. Sejarah Pengaturan BMT pada UU LKM

Baitul Maal wa Tamwil (BMT) secara eksplisit terdapat dalam UU

LKM. Bab XIII Ketentuan Peralihan10

menjelaskan bahwa “…BMT, BTM

dan lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu tetap

beroperasi sampai dengan 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang

ini berlaku.” Selanjutnya pada Pasal 39 ayat (2) mengatakan bahwa

“Lembaga-lembaga sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) wajib

memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) paling lama 1

(satu) tahun sejak terhitung Undang-Undang ini berlaku.”

Pelaksanaan UU LKM tersebut lebih lanjut diatur pada Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.05/2014 tentang

Perizinan Usaha dan Kelembagaan Keuangan Mikro. Pasal 29 ayat (1)

POJK Nomor 12/POJK.05/2014 menjelaskan bahwa “Bank Desa,

Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD),

Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Kredit Usaha Rakyat Kecil

(KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi

Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP), Baitul Maal wa

Tamwil (BMT), Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM), dan/atau

lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu yang telah berdiri

dan telah beroperasi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, serta belum mendapatkan izin

usaha berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, wajib

memperoleh izin usaha melalui pengukuhan sebagai LKM kepada OJK

paling lambat tanggal 8 Januari 2016.”

10

Ketentuan Peralihan dalam butir 127 Lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

disebutkan bahwa Ketentuan Peralihan memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau

hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang lama terhadap

Peraturan Perundang-undangan yang baru, yang bertujuan untuk: (a) menghindari kekosongan

hukum; (b) menjamin kepastian hukum; (c) memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang

berdampak perubahan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan (d) mengatur hal-hal yang

bersifat transisional atau bersifat sementara.

Page 34: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

22

Alasan yang menjadikan BMT masuk ke dalam UU LKM adalah

karena pada dasarnya BMT merupakan bagian dari lembaga Bukan Bank

dan Bukan Koperasi (B3K) yang keberadaan regulasinya tidak secara

tegas mengatur. Payung hukum, pengakuan keberadaan, juga kepastian

hukum sangat diperlukan bagi BMT, baik dari sisi kelembagaan juga di

sisi nasabah atau anggota. Hal tersebut bertujuan agar dapat mendorong

terciptanya industri LKM yang berkelanjutan (sustainable) dalam

pelayanannya terhadap usaha mikro dan masyarakat miskin.11

2. Tenggang Waktu Penerapan Izin BMT sebagai Lembaga Keuangan

Mikro

Pasal 42 Undang-Undang LKM mengatakan bahwa mulai berlakunya

UU LKM adalah setelah 2 (dua) tahun UU ini diundangkan. UU LKM

diundangkan pada tanggal 8 Januari 2013 dan mulai berlaku pada 8

Januari 2015. Berlakunya UU LKM ini menandakan bahwa UU LKM

harus dilaksanakan dan dipatuhi secara nyata oleh BMT melalui

memberikan izin usahanya kepada OJK sebagaimana dalam Pasal 39 ayat

(2) yang mewajibkan bagi BMT untuk memperoleh izin OJK dengan

tenggang waktu selama 1 (satu) tahun. Hal ini berarti pada tanggal 8

Januari 2016 seluruh LKM yang menjadi subyek aturan hukum dalam UU

LKM salah satunya adalah BMT sebagaimana pada Pasal 39 ayat (1) harus

telah mendapatkan izin dari OJK.

3. POJK Nomor 61 Tahun 2015 yang Menghapus Kewajiban

Memperoleh Izin BMT kepada OJK

POJK Nomor 61/POJK.05/2015 tentang Perubahan atas POJK Nomor

12/ POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Keuangan

Mikro lahir bertujuan untuk menghapus pelaksanaan kewajiban

memperoleh izin bagi LKM, salah satunya BMT. Ketentuan Nomor 11

POJK Nomor 61/POJK.05/2015 ini menghapus Pasal 29 Peraturan

11

Lihat Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan Mikro,

Nopember, 2010, h. 13.

Page 35: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

23

Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/ POJK.05/2014. Sehingga, Pasal 29

ayat (1) POJK Nomor 12/ POJK.05/2014 yang berbunyi:

“(1) Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Badan

Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha

Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank

Karya Produksi Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP),

Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM),

dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu yang

telah berdiri dan telah beroperasi sebelum berlakunya Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, serta belum

mendapatkan izin usaha berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, wajib memperoleh izin usaha melalui pengukuhan sebagai LKM

kepada OJK paling lambat tanggal 8 Januari 2016.”

Penghapusan Pasal 29 Ayat (1) oleh POJK Nomor 61/POJK.05/2015

tersebut menjadikan ketentuan bagi BMT baik yang telah beroperasi atau

belum beropersi setelah berlakunya UU LKM, baik yang belum mendapat

izin ataupun sudah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, sudah tidak diterapkan.

Tidak adanya ketentuan bagi BMT untuk memerikan izin kepada OJK

menandakan bahwa dapat memberi peluang bagi seluruh LKM terkhusus

BMT untuk dapat memilih UU LKM tanpa terkecuali baik dia telah

berizin atau belum dan baik telah ada sebelum UU LKM lahir ataupun

baru didirikan setelah UU LKM muncul.

C. Baitul Maal wa Tamwil dalam Lembaga Keuangan Mikro Syariah

1. Sekilas mengenai Lembaga Keuangan Mikro

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) atau lebih populer menurut

Ledgerwood disebut sebagai microfinance institutions (MFIs)

didefinisikan sebagai penyedia jasa keuangan bagi pengusaha kecil dan

mikro yang berfungsi sebagai alat pembangunan masyarakat pedesaan.

Menurut Tohari, LKM adalah lembaga yang memberikan jasa keuangan

kepada pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah, baik

Page 36: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

24

formal, semi formal, dan informal. LKM formal adalah LKM yang

beroperasi di bawah pengaturan yang ketat seperti bank mikro (BRI unit

desa dan BPR atau BPRS). LKM semi formal adalah yang tidak memiliki

spesifikasi aturan tetapi dapat memilih kepada peraturan yang ada.

Sedangkan, LKM informal tidak memiliki regulasi dan tidak mendaftarkan

kepada aturan yang ada.12

Pengertian lain mengatakan bahwa, LKM merupakan lembaga yang

melakukan kegiatan penyediaan jasa keuangan baik bagi pengusaha kecil

dan mikro, serta masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak terlayani

oleh lembaga keuangan formal dan telah berorientasi pasar untuk tujuan

bisnis.13

Hal tersebut berarti LKM sebagai intermediasi keuangan yang

bertujuan untuk menciptakan keuntungan dan memiliki motif sosial untuk

mengembangkan kegiatan masyarakat.14

Krishnamurti meringkas pengertian LKM menjadi 3 (tiga) elemen.

Pertama, menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan. Kedua,

melayani masyarakat miskin. Dikarenakan lembaga keuangan mikro pada

awalnya hidup dan berkembang memang untuk rakyat terpinggirkan oleh

sistem keuangan formal yang ada sehingga memiliki karakteristik

konstituen yang khas. Ketiga, menggunakan prosedur dan mekanisme

yang kontekstual dan fleksibel. Hal ini dikarenakan konsekuensi dari

kelompok masyarakat yang majemuk, sehingga prosedur dan mekanisme

yang dikembangkan untuk keuangan mikro senantiasa kontekstual dan

fleksibel.15

Di Indonesia, LKM memiliki ciri lain yaitu terkait keanekaragaman

masing-masing LKM. Karena LKM di Indonesia cukup banyak jumlahnya

dan beraneka-ragam. Keanekaragamaan LKM disebabkan oleh

12

Namiza Haq, dkk, “Regulation of Microfinance Institutios in Asia: A Comparative

Analysis”, International Reviews of Business Research Papers, Vol. 4, No. 4, (Augst-Sept 2008),

h. 427-428. 13

Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM

di Indonesia, h. 49. 14

Devi Erna Rachmawati, “Market Opportunities and Regulations Microfinance in Indonesia,

Jurnal of East Asian Studies”, No. 13, h. 184. 15

Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, h. 8.

Page 37: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

25

heterogenitas masyarakat Indonesia.16

LKM yang satu dengan yang

lainnya dapat saling berbeda, bahkan LKM yang sejenis pun nyatanya

dapat pula berbeda. Karena setiap entitas hukum LKM memiliki ciri khas

dan karakter yang berbeda.17

2. Pengertian Lembaga Keuangan Mikro berdasarkan Peraturan

Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan

Mikro (LKM) mendefinisikan Lembaga Keuangan Mikro yang

selanjutnya disingkat LKM berdasarkan pada Pasal 1 ayat (1) adalah

“lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa

pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui

pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan

masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi

pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.”

Lebih lanjut maksud dari usaha skala mikro adalah salah satu dari

kategori usaha yang terdapat dalam Usaha Mikro Kecil Menengah

(UMKM). Pengaturan tentang UMKM terdapat dalam Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2008 Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Pasal 1

UU UMKM menyebutkan bahwa “Usaha Mikro adalah usaha produktif

milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi

kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”

Kriteria Usaha Mikro menurut Pasal 6 UU UMKM adalah “(a) Memiliki

kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (b) Memiliki hasil

penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)

sampai dengan Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).”

16

I Gde Kajeng Baskara, “Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia”, Jurnal Buletin Studi

Ekonomi, Vol. 18, No. 2, (Agustus, 2013), h. 115. 17

Muhammad Muhtarom, “Reformulasi Peraturan Hukum Lembaga Keuangan Mikro Syariah

di Indonesia”, Profetika Jurnal Studi Islam, XVII, 1, (Juni, 2016), h. 99.

Page 38: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

26

3. Konsep Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) hanya

memberikan definisi terkait LKM dan tidak memberikan definisi secara

konkret dari pengertian Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS).

Pengertian LKMS dapat didefinisikan secara eksplisit pada Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 62/POJK.03/2016 tentang

Transformasi Lembaga Keuangan Mikro Konvensional (LKMK) menjadi

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah

(LKMS) menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Kemudian

terdapat pula dalam POJK Nomor 62/POJK.05/2015 tentang Perubahan

atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.05/2014 tentang

Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro.

Pengertian Lembaga Keuangan Mikro Syariah berdasarkan Pasal 1

ayat (3) POJK Nomor 62/POJK.03/2016 tentang Transformasi Lembaga

Keuangan Mikro Konvensional menjadi Bank Perkreditan Rakyat dan

Lembaga Keuangan Mikro Syariah menjadi Bank Pembiayaan Syariah

adalah “Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang selanjutnya disingkat

LKMS adalah lembaga keuangan mikro sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro

yang menyelenggarakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah”.

Definisi dari kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dijelaskan

pada Pasal 12 ayat (2) UU LKM di mana “kegiatan usaha berdasarkan

prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan

sesuai dengan fatwa syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah

Nasional, Majelis Ulama Indonesia”. Lebih lanjut berdasarkan Pasal 13

POJK Nomor 62/POJK.05/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha

Lembaga Keuangan Mikro menjelaskan bahwa bagi LKMS yang

melakukan kegiatan usaha syariah seperti pinjaman, pembiayaan,

pengelolaan simpanan, maupun pemberian konsultasi harus disetujui

terlebih dahulu kepada OJK dan melampirkan fatwa DSN-MUI.

Page 39: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

27

Berdasarkan pada Pasal 13 Ayat (4) POJK Nomor 62/POJK.05/2015

tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan

Mikro LKMS dapat pula melakukan kegiatan pengelolaan dana sosial

seperti zakat, infak, wakaf dan sodaqoh yang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Badan hukum LKMS terdapat 2 (dua) jenis. Berdasarkan Pasal 5 Ayat

(1) UU LKM menyatakan bahwa terdapat 2 (dua) jenis badan hukum yang

terdapat dalam UU LKM, yakni Koperasi atau Perseroan Terbatas (PT).

Apabila LKM yang berbadan hukum koperasi tentunya tidak terlepas dari

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. LKMS yang

berbadan hukum koperasi dapat pula berbadan usaha koperasi sebagaimana

tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) UU Perkoperasian. Konsep dari

perkoperasian berarti tidak terlepas pula pada Undang-Undang Dasar RI

1945 Pasal 33 Ayat (1) yang berbunyi “Perekonomian disusun sebagai

usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.

LKMS yang berbadan hukum PT tunduk kepada Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.18

Bagi LKM yang

berbadan hukum PT berdasarkan Pasal 5 Ayat (2) saham LKM paling

sedikit dimiliki 60% (enam puluh persen) oleh Pemerintahan Daerah.

D. Baitul Maal wa Tamwil dalam Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan

Syariah

Kegiatan koperasi sejatinya terdapat 5 (lima) jenis, berdasarkan Pasal 16

UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian di antaranya; Koperasi

Produsen, Koperasi Konsumen, Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Koperasi

Pemasaran, dan Koperasi Jasa. Ada pula koperasi yang memiliki kegiatan

campuran, yakni Koperasi Serba Usaha (KSU).19

Koperasi yang bergerak di

jasa keuangan adalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP). KSP disejajarkan pada

18

Lihat Pasal 1 ayat (7) bagian a dan b POJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang

Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro. 19

Andjar Pachta, Myra Rosana Bachtiar, dkk, Hukum Koperasi Indonesia: Pemahaman,

Regulasi, Pendirian, dan Modal usaha, (Jakarta: Kencana, Cet. Kedua, 2007), h. 26.

Page 40: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

28

koperasi kredit yang memberikan tabungan serta kredit. Koperasi ini berfungsi

sebagai intermediasi dana milik anggota untuk disalurkan kepada anggota

yang membutuhkan.20

Anggota dalam KSP berkedudukan sebagai pemilik (owner) serta sebagai

nasabah (customers). Namun, pelayanan kepada anggota yang menabung

dalam simpanan wajib, simpanan sukarela, serta deposito, menjadi modal

koperasi yang kemudian disalurkan kepada anggota dan/atau calon anggota.

Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) adalah bentuk

dari KSP yang berkegiatan secara syariah. KSPPS diatur dalam Peraturan

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia Nomor

11/PER/M.KUKM/XII/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan

Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi yang menyempurnakan

Permen KUKM Nomor 16/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi.

Berdasarkan Permen KUKM Nomor 11/PER/M.KUKM/XII/2017 tentang

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh

Koperasi Pasal 1 Ayat (2) KSPPS adalah Koperasi yang berkegiatan usaha

simpan, pinjam, dan pembiayaan sesuai prinsip syariah, termasuk mengelola

dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Berdasarkan pada Pasal 19 ayat (4) dan

(5) KSPPS memiliki memiliki 2 (dua) unit kegiatan, yakni unit kegiatan sosial

(maal) dan unit kegiatan usaha bisnis (tamwil). Menurut Pasal 19 Ayat (5)

bagian a dan Pasal 22 Ayat (1) kegiatan dari maal adalah untuk

menyelenggarakan pemberdayaan Anggota dan masyarakat di bidang sosial

dan ekonomi. Kegiatan dari tamwil terdapat 2 (dua) jenis yakni kegiatan

tamwil simpanan berdasarkan padal Pasal 23 dan tamwil Pinjaman dan

Pembiayaan Syariah yang mengacu pada Pasal 24 Permen KUKM Nomor

11/PER/M.KUKM/XII/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan

Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi.

20

Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan Usaha

Kecil dan Menengah pada Tahun 2010, diakses melalui dinkopukm.slemankab.go.id/wp-

content/uploads/2018/07/Jenis-Koperasi.pdf.

Page 41: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

29

E. Kajian mengenai Teori Kelembagaan

Kelembagaan atau istilah bahasa inggrisnya bernama institution dapat

diartikan dari berbagai sudut pandang, yaitu sebagai sebuah kegiatan dan

perilaku ekonomi, pengaturan terhadap individu, dan dapat dimaknai pula

sebagai pengawasan. Secara terminologi menurut Rutherford kelembagaan

dimaknai sebagai sebuah regulasi dari prilaku yang secara umum diterima

oleh anggota-anggota kelompok sosial, untuk perilaku khusus dan spesifik,

dan baik yang diawasi sendiri maupun dimotori oleh otoritas luar (external

authority).21

Kelembagaan itu sendiri merefleksikan sistem nilai dan norma

dalam masyarakat; akan tetapi, nilai dan norma itu bukanlah kelembagaan itu

sendiri.22

Douglass C. North memaknai kelembagaan sebagai aturan-aturan yang

membatasi perilaku yang menyimpang dari manusia untuk membangun

struktur interaksi politik, ekonomi, dan sosial. Secara historis, kelembagaan

ini mampu menciptakan ketertiban dan mengurangi ketidakpastian.

Menurutnya, kelembagaan terdiri dari 2 (dua) komponen yakni komponen

informal yang berisi kebiasaan, tradisi, dll, dan komponen formal yang berupa

konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan hak asasi.23

Tanpa adanya

penegakkan, kelembagaan tidak akan efektif apabila tidak diiringi mekanisme

penegakkan. Sehingga, akibat dari kegagalan dari kelembagan tersebut

didasarkan kepada struktur substansinya, serta regulasi dari penegakkan yang

lemah, padahal hal tersebut harus diperkuat.24

F. Konsep Pilihan Hukum

Pilihan hukum (choice of law) pada dasarnya diberikan kepada manusia-

manusia pribadi sejalan dengan kemauan mereka dalam memilih dan

menentukan hukum yang akan diperlukan bagi hubungan-hubungan hukum

antara mereka “autonomi de la volonte” atau otonomi para pihak. Pilihan

21

Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, & strategi, (Malang,

Bayumedia, 2006), h. 40. 22

Ibid., h. 41. 23

Douglass C. North, “Institutions”, The Journal of Economic Perspectives, Vol. 5, No. 1.

(Winter, 1991), h. 1 24

Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, & strategi, h. 54.

Page 42: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

30

hukum dapat diartikan bahwa para pihak memiliki kewenangan untuk memilih

hukum yang hendak dipergunakan.25

Adanya pilihan hukum tesebut dikritisi oleh Hijmans, menurutnya “sampai

sejauh mana arti daripada kemauan manusia dalam hukum? Apakah peranan

keinginan manusia dalam menentukan hukum yang harus diperlakukan?”.26

Berdasarkan hal tersebut, maka menciptakan pendekatan terhadap falsafah

peranan kemauan individu terhadap hukum yang berlaku.27

Maka dengan

adanya pilihan hukum tersebut timbul kembali kritik yang lebih tajam, yakni

“Apakah pilihan hukum secara logis mungkin untuk dilakukan? 28

Karena

akibat dari dengan adanya pilihan hukum tersebut dapat menciptakan

penyelundupan hukum yang menciptakan pergeseran pelaksanaan hukum dari

titik-titik yang seharusnya.

Terdapat pro dan kontra terkait pelaksanaan pilihan hukum. Pihak yang

setuju terhadap pilihan hukum beralasan bahwa pihak-pihak tersebut lah yang

paling mengetahui apa yang terbaik baginya. Karena yang dianggap baik bagi

keadaan dan kondisinya, maka pihak tersebut berhak untuk memilihnya.

Sedangkan pihak kontra berpendapat, bahwa kebebasan sendiri oleh para

pihak tersebut tidak dapat dipertahankan.29

Hal tersebut dikarenakan akan

menimbulkan kesemena-menaan dan akan menciptakan pergeseran dari

pelaksanaan hukum.

G. Hukum sebagai Suatu Sistem dari Perspektif Sosial

Sistem hukum terdiri dari dua suku kata, yakni sistem dan hukum. Sistem

adalah sebuah unit yang beroperasi dengan batas-batas tertentu.30

Hukum

adalah sekumpulan norma atau aturan yang tertulis atau tidak tertulis yang

berkenaan dengan perilaku benar dan salah, hak dan kewajiban.31

25

Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional, Jilid II Bagian 4 Buku Ke-5, (Bandung,

P.T. Alumni, Cet. Ke-2, 1998), h. 5-6. 26

Ibid., h. 7. 27

Ibid., h. 8. 28

Ibid., h. 10. 29

Ibid., h. 84. 30

Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial, (Bandung: Nusa Media,

2013), h. 6. 31

Ibid., h. 1.

Page 43: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

31

Hukum dalam kadar tertentu adalah produk sosial, karena Aristoteles

mengatakan bahwa manusia itu sendiri adalah makhluk sosial (Zoon

Politicon). Hasil dari kegiatan-kegiatan manusia menjadi rujukan kepada

hukum tertulis, namun hukum yang tertulis tersebut dan hukum yang berlaku

di masyarakat nyatanya tidak sejalan.32

Hukum sebagai struktur terdapat 3 (tiga) fenomena. Pertama, ada

kekuatan- kekuatan sosial-legal yang mendesak masuk dan membentuk

hukum. Kedua, hukum muncul sebagai struktur peraturan itu sendiri. Ketiga,

ada dampak dari hukum tersebut terhadap perilaku di dunia luarnya.33

Karena

dunia ilmu hukum telah mengabaikan suatu output dari sebuah peraturan dan

keputusan. Hasil (output) tersebut adalah realitas ketiga, yakni dampak

terhadap dunia luar. Dampak tersebut adalah mengenai efek hukum terhadap

masyarakat.34

Sistem hukum ini dipopulerkan oleh Lawrence M. Friedman yang lebih

menekankan kepada sistem hukum dari perspektif sosial. Karena pada saat itu

sistem hukum hanya dalam perdebatan intelektual saja terkait substansi dari

hukum dan struktur otoritas hukum. Menurutnya, hukum harus dilihat lebih

dalam di sisi faktor ketiga yang menjadi fokus pada penggerak dari sistem

hukum, yakni sosial atau masyarakat yang berdampak (kultur hukum). Sistem

hukum tersebut kemudian diklasifikasikan kepada 3 (tiga) komponen utama

yang cukup terkenal. Komponen-komponen tersebut terdiri dari substansi

hukum (legal substance), struktur hukum (legal structure), dan kultur hukum

(legal culture).35

Substansi Hukum (Legal Substance) adalah komponen faktor yang berisi

atas susunan peraturan-peraturan dan ketentuan mengenai bagaimana institusi

berperilaku.36

Isi dari substansi hukum adalah hasil nyata yang diterbitkan dari

sistem hukum. Berupa hukum in concreto (kaidah hukum individual) yang

32

Ibid., h. 2. 33

Ibid., h. 2. 34

Ibid., h. 4. 35

Ibid., h. 15-17. 36

Ibid., h. 16.

Page 44: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

32

berarti kaidah hukum yang berlaku ditujukan kepada orang tertentu dan

hukum in abstracto (kaidah hukum umum) yang berarti kaidah hukum yang

berlaku ditujukan kepada orang-orang atau pihak-pihak tertentu, tetapi kepada

siapa saja yang dikenai perumusan kaidah hukum.37

Struktur Hukum (legal structure) adalah bagian-bagian dari sistem hukum

yang bergerak di dalam suatu mekanisme.38

Jadi, struktur hukum ini berkaitan

dengan kelembagaan, yakni lembaga yang berwenang meneggakkan dan

melaksanakan hukum.39

Sama seperti Soerjono Soekanto struktur hukum

berupa pihak-pihak yang membentuk atau menerapkan hukum.40

Hubungan

serta ruang lingkup kewenangan dari berbagai lembaga atau badan yang

masuk dalam komponen ini secara garis besar biasanya dapat dilihat dalam

konstitusi atau undang-undang dasar dari suatu negara.

Kultur hukum (legal culture) adalah komponen sistem hukum yang dapat

menggerakkan hukum yang berupa elemen sikap dan nilai sosial mengacu

kepada sikap dan opini terhadap hukum. Komponen ini mempertanyakan

sebab atau alasan-alasan masyarakat mengikuti hukum.41

Alasan-alasan

hukum tersebut nantinya akan diterjemahkan untuk menghidupkan mesin

sistem hukum agar dapat bergerak atau dapat pula mematikan mesin sistem

hukum.42

Komponen ini menjadi komponen yang penting dalam hal

penerapan hukum karena komponen ini dapat menjadi penelaah terhadap

kualitas potensi dan fungsi dari setiap komponen sistem hukum.43

Peranan dari komponen kultur hukum atau alasan hukum ini menjadi latar

belakang yang berkaitan dengan masalah efektivitas berlakunya hukum.

37

Winarno Yudho dan Heri Tjandrasari, “Efektivitas Hukum dalam Masyarakat”, Jurnal

Hukum dan Pembangunan, Vol. 17, No. 1, 1987, h. 59. 38

Ibid., h. 58. 39

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan

Disertasi, (Depok: PT Rajagrafindo Persada, Cet. Ke-3, 2014), h. 306. 40

Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, (Jakarta:

Rajawali, 1987), h.16. 41

Ibid., h.18. 42

Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial, h. 17. 43

Emeritus, dkk, Hukum sebagai Suatu Sistem, (Bandung, Fikahati Aneska, 2012), h. 166.

Page 45: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

33

Sehingga, atas dasar kajian tersebut berkembanglah menjadi keilmuan

mengenai berlakunya hukum di masyarakat atau efektivitas hukum.44

Efektivitas hukum tidak terlepas di samping dari peranan hukum oleh

Lawrence M. Friedman juga kepada Soerjono Soekanto, Clearence J. Dias,

Howard, dan Mummers.45

Konsep dari efektivitas hukum yang menyajikan

bagaimana pendapat hukum oleh masyarakat yang diterjemahkan kepada

pelaksanaan hukum melalui perspektif sosialnya dilihat berdasarkan kepada

komponen-komponen dalam sistem hukum.

Teori efektivitas hukum berkembang kepada penjelasan mengenai

bekerjanya sebuah aturan perundang-undangan ketika diterapkan di dalam

masyarakat. Tema pokok studi hukum ini adalah apakah hukum tersebut

berlaku, dan mengetahui berlakunya hukum.46

Termasuk di dalamnya adalah

penjelasan mengenai hambatan-hambatannya.47

Tidak hanya terkait hambatan-

hambatannya saja, teori efektivitas hukum berfokus juga dalam mengkaji

keberhasilan pelaksanaan hukum, kegagalan pelaksanaan hukum, dan faktor-

faktor yang mempengaruhinya.48

Kajian pelaksanaan hukum ini tidak terlepas

dengan “yang seharusnya” (das sollen) dalam hukum dan kenyataannya (das

sein) pada pelaksanaan hukum.

Efektivitas hukum merupakan suatu bagian dari sebuah studi yang tidak

terlepas atas hukum kepada masyarakat. Artinya, efektivitas hukum menyoroti

kepada arti efektivikasi hukum kepada masyarakat, di mana fokus kepada

tujuan yang ingin dicapai dari hukum.49

Efektivitas hukum tidak terlepas pada

44

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Cet. Keenam, 2006), h.

157. 45

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan

Disertasi, h. 304. 46

Soleman B. Taneko, Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat, (Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada, cet. Pertama, 1993), h. 49. 47

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum: Normatif & Empiris,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 141. 48

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan

Disertasi, h. 303. 49

Soerjono Soekanto, Efektivitasi Hukum dan Peranan Sanksi, (Bandung: CV. Remadja

Karya, cet. pertama, 1985), h. 2.

Page 46: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

34

kegunaannya pada kehidupan sosial, sehingga efektivitas hukum berterkaitan

dengan realitas sosial dan menjadi bagian dari ilmu sosiologi hukum.50

Konsep efektivitas hukum bergantung kepada maksud atau tujuan dari

suatu kaedah hukum itu sendiri. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa

kaedah hukum tidak terlepas pada kaidah sosial yang berarti apa yang berada

atas nilai-nilainya (values) yang berlaku di masyarakat, bahkan dapat

dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan daripada nilai-nilai yang

berlaku dalam masyarakat.51

Tujuan kaedah hukum itu sendiri berkaitan

secara erat dengan tugas hukum yaitu pemberian kepastian hukum dan

pemberian kesembandingan hukum. Pemberian kepastian hukum, tertuju

kepada ketertiban dan kesembandingan hukum tertuju kepada ketenteraman.52

Terdapat faktor-faktor kendala atas tidak tercapainya pelaksanaan

perubahan hukum yang ada. Menurut pendapat Selo Soemardja karena

beberapa alasan, antara lain:53

a. Mereka tidak memahaminya;

b. Bertentangan dengan nilai-nilai dan norma yang ada;

c. Para anggota masyarakat yang berkepentingan dengan keadaan yang ada

(vested interest) cukup kuat untuk menolak hal tersebut;

d. Risiko yang terkandung lebih besar daripada jaminan sosial dan ekonomi

yang bisa diusahakan.

H. Tinjauan Ulang Kajian Terdahulu

Tinjauan kajian terdahulu dikumpulkan dan difokuskan yang masih

bersifat relevan dengan judul penelitian ini. Kajia terdahulu yang menjadi

acuan dan yang menjadi perbedaan dengan penelitian ini di antaranya:

Hasil penelitian Umi Rohmah (2013) yang berjudul “Konstruksi Identitas

Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) pasca UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga

50

Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiologi Hukum bagi Kalangan Hukum, (Bandung: Penerbit

Alumni, 1979), h. 14. 51

Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat terhadap Hukum Waris, (Bandung: Alumni,

1983), h.36. 52

Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, (Jakarta:

Rajawali, 1987), h. 10 53

Soleman B. Taneko, Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat, h. 59-60.

Page 47: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

35

Keuangan Mikro” dilatarbelakangi pada keunikan identitas BMT baik dari

karakter, nilai, dan budaya dan terus memperkenalkannya dengan berbagai

cara dan media. Keunikan BMT ini menjadi tantangan pada pelaksanaan

payung hukum BMT. Namun karena keunikannya tersebut, BMT tidak

sepenuhnya mengikuti aturan yang ada di koperasi sebagaimana mestinya.

Demi menjaga ciri khasnya, BMT melakukan berbagai peran dengan

membetuk sistem keanggotaan, produk, modal, pengawasan, struktur, dan

status hukumnya yang diyakini menjadi ciri khasnya dan menjadi esensinya.

Metode penelitian yang dilakukan penelitian tersebut adalah dengan cara

wawancara pada Pengurus Paguyuban BMT DIY, BMT Amanah Kendari,

Puskopsyah BMT DIY dan Pengurus PINBUK di Sulawesi Tenggara

mengenai identitas BMT dan dengan adanya UU LKM. Hasil dari penelitian

ini adalah demi menjaga identitasnya, BMT menolak menjadi Lembaga

Keuangan Mikro (LKM) karena BMT masih sulit menemukan posisinya,

menghindari pajak, dan audit yang ketat, serta khawatir akan kehilangan

esensi jiwa kerakyatannya.54

Aspek yang menjadi pembeda dari penelitian di atas adalah topik yang

diangkat, penggunaan landasan dasar teori hukum yang digunakan dan obyek

penelitian. Penelitian ini diangkat atas dasar kelogisan terkait pelaksanaan

pilihan kelembagaan BMT yang didasarkan pada teori hukum yang didasarkan

kepada komponen-komponen sistem hukum, sedangkan penelitian di atas

didasarkan pada teori identitas. Obyek penelitian ini dilakukan wawancara

hanya kepada beberapa BMT di Kota Tangerang Selatan dan tidak kepada

lembaga-lembaga lainnya sebagaimana pada penelitian yang dilakukan dalam

penelitian ini .

Muhammad Muhtarom (2016) dalam penelitiannya yang berjudul

“Reformulasi Peraturan Hukum Lembaga Keuangan Mikro Syariah di

Indonesia”, mendasarkan penelitiannya menggunakan metode dogmatis yang

bersifat normatif. Penelitian Muhammad Muhtarom ini lebih menekankan

54

Umi Rohma, “Konstruksi Identitas Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) pasca UU No. 1 Tahun

2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro”, Istiqro, XIII, 2, (2013).

Page 48: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

36

kepada solusi hukum melalui sinkronisasi hukum. Hal tersebut disebabkan

karena disharmoni antara BMT dan UU LKM, karena terdapat ketidakpatuhan

pada asas materi muatan pembentukan perundang-undangan dalam UU LKMS

yang menyimpang dari asas principles of legality. Penyeragaraman asas dan

tujuan pengaturan LKMS, rekonseptualitasi kerangka hukum LKMS dan

reformulasi norma-norma hukum menjadi keharusan. Rekonseptualiasi yang

dimaksud didasarkan pada tringular concept of legal pluralism dengan

pendekatan serentak pemberlakuan hukum negara, masyarakat, dan hukum

etika moral.55

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Muhtarom berbeda dengan

penelitian Penulis. Karena jenis Muhammad Muhtarom dilakukan dengan cara

dogmatis, sedangkan penelitian ini dilakukan dengan cara empiris. Perbedaan

selanjutnya dalam penelitian Muhammad Muhtarom adalah penekanan

penelitian untuk memberikan arahan kebijakan dalam pembuatan perundang-

undangan yang didasarkan kepada asas-asas perbedaan hukum BMT.

Sedangkan penelitian ini menyajikan secara realistis terkait pelaksanaan

pilihan kelembagaan BMT.

Penelitian berikutnya adalah penelitian Ifelda Ningsih, Irma Sryani, dan

Sulastri Caniago (2017) yang berjudul “Baitul Maal Wat Tamwil in

Regulation (Easy or Diffcult)” menekankan kepada pelaksanaan izin LKM

oleh OJK kepada BMT. Hasil penelitian tersebut berkaitan dengan

pelaksanaan proses izin yang diberikan OJK dalam jangka waktu yang telah

ditetapkan dalam UU LKM. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa

BMT belum memperoleh izin OJK. Hal tersebut dikarenakan berbelit-belitnya

izin dan banyaknya persyaratan yang harus dilengkapi. Sehingga, atas hal

tersebut menciptakan pelaksanaan hukum yang kurang baik bagi BMT.

Karena pada Tahun 2015 harusnya sudah terjadi batas waktu permohonan izin

BMT kepada OJK.56

55

Muhammad Muhtarom, “Reformulasi Peraturan Hukum Lembaga Keuangan Mikro Syariah

di Indonesia”, Profetika Jurnal Studi Islam, XVII, 1, (Juni, 2016). 56

Ifelda Ningsih, Irna Sryani, dan Sulastri Caniago, “Baitul Maal Wat Tamwil in Regulation

(Easy or Diffcult)”, Batusangkar International Conference 11, (14-15 Oktober, 2017).

Page 49: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

37

Penelitian selanjutnya adalah oleh Nourma Dewi (2017) yang berjudul

“Regulasi Keberadaan BMT dalam Sistem Perekonomian Indonesia”.

Penelitian tersebut bersifat normatif dengan cara memberikan gambaran

terkait keberadaan aturan hukum bagi BMT yang beragam. Aturan tersebut

adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro,

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, dan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.57

Penelitian yang dilakukan oleh Nourma Dewi memiliki 2 (dua) perbedaan.

Perbedaan pertama adalah dari metode penelitian yang dilakukan. Perbedaan

kedua adalah penekanan tujuan penelitian. Hal tersebut dikarenakan,

penelitian yang dilakukan Penulis adalah bersifat empiris dan bertujuan untuk

mengetahui realitas pilihan kelembagaan bagi BMT di Kota Tangerang

Selatan.

Penelitian Novita Dewi Masyitoh (2014) yang berjudul “Analisis

Normatif UU Nomor 1 Tahun 2013 tentang LKM atas Status Badan Hukum

dan Pengawasan BMT”. Penelitian tersebut mengenai akibat normatif hukum

dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga

Keuangan Mikro kepada BMT. Berdasarkan kajian normatif tersebut

ditemukan bahwa terdapat perubahan baik dari status badan hukum BMT dan

pengawasan hukum akibat lahirnya UU LKM. Sebelum adanya UU LKM,

badan hukum BMT yakni koperasi, yayasan, dan Perseroan Terbatas (PT).

Namun setalah adanya UU LKM, BMT berbadan hukum koperasi atau PT.

Kemudian pembinaan dan pengawasan pun ikut berubah yang dilakukan oleh

Mendagri, Menkop, dan OJK.58

Substansi penelitian yang dilakukan oleh Novita Dewi Masyitoh lebih

menekankan kepada akibat hukum sesudah lahirnya UU LKM. Penelitian

akibat hukum tersebut didasarkan pada analisis normatif dengan

57

Nourma Dewi, “Regulasi Keberadaan BMT dalam Sistem Perekonomian Indonesia”, Jurnal

Serambi Hukum, Vol.11 No. 1, (Februari-Juli, 2017). 58

Novita Dewi Masyitoh, “Analisis Normatif UU Nomor 1 Tahun 2013 tentang LKM atas

Satus Badan Hukum dan Pengawasan BMT”, Jurnal Economica, Vol. V Edisi 2, (Oktober, 2014).

Page 50: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

38

membandingkan akibat hukum UU LKM kepada bagi BMT dengan sebelum

adanya UU LKM. Oleh karena itu, metode dan teori yang digunakan oleh

Novita Dewi Masyitoh tidaklah sama.

Penelitian Solikhah, Burhanudin Harahap, dan Luthfiyah Trini

Hastuti (2015) yang berjudul “Bentuk Badan Usaha Ideal untuk Dapat

Dipertanggungjawabkan secara Hukum dalam Pengelolaan Baitul Maal Wat

Tamwil (BMT) berdasarkan Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro di

Eks Karisidenan Surakarta” menitikberatkan pada pemberian konsep badan

usaha yang baik bagi BMT. Penelitian ini bertujuan kepada pemberian solusi

ideal atas kajian empiris terkait badan usaha kepada BMT di Eks Karisidenan

Surakarta. Hasil penelitian tersebut bertujuan memberikan pemisahan badan

usaha bagi BMT dengan bentuk bersyirkah, yakni syirkah inan.59

Penelitian pemberian konsep solutif bukanlah fokus dalam penelitian ini.

Maka, secara jelas memberikan pembedaan secara signifikan dari penelitian

Salikhah dkk dengan penelitian ini. Selain itu, lingkup obyek penelitian yang

dilakukan sangatlah berbeda dan pengunaan dasar teori yang dipakai sangat

terlihat jelas tidaklah sama.

Sutrisna dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Yuridis BMT

menurut UU No. 1 Tahun 2013 tentang LKM dan menurut UU No. 25 Tahun

1992 tentang Perkoperasian di Indonesia” memiliki perbedaan dengan

penelitian yang Penulis angkat. Hal tersebut dikarenakan penelitian Sutrisna

hanya memberikan sajian kajian yuridis yang didasarkan pada metode

normatif terkait keberadaan 2 (dua) aturan hukum BMT. Hasil kajian tersebut

adalah secara umum BMT diatur dalam UU LKM dan tentu juga dalam UU

Perkoperasian. Antara 2 (dua) aturan tersebut secara sitematis tidak memiliki

perbedaan jauh. Perbedaan tersebut nampak di sisi pengawasan, yaitu

pengawasan dilakukan oleh 2 (dua) lembaga yakni koperasi dan OJK apabila

59

Solikhah, Burhanudin Harahap, dan Luthfiyah Trini Hastuti, “Bentuk Badan Usaha Ideal

untuk Dapat Dipertanggungjawabkan secara Hukum dalam Pengelolaan Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) berdasarkan Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro di Eks Karisidenan Surakarta”,

Jurnal Yustitia, edisi 93, (September –Desember, 2015).

Page 51: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

39

BMT berbadan hukum koperasi, sedangkan BMT yang diatur penuh oleh OJK

adalah BMT yang berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT).60

Penelitian normatif Sutrisna tersebut berbeda dengan penelitian ini. Karena

penelitian di atas lebih menekankan kepada penelitian normatif antara 2 (dua)

keberadaan hukum yang mengepung BMT. Sedangkan, penelitian ini melihat

pelaksanaan terkait 2 (dua) kelembagaan tesebut kepada BMT dengan di

dasarkan keberadaan pengaturan hukum yang ada.

60

Sutrisna, “Kajian Yuridis BMT menurut Undang-Undang No.1 Tahun 2013 tentang

Lembaga Keuangan Mikro dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi di

Indonesia”, (Jurnal Penelitian, Fakultas Hukum, Universitas Slamet Riyadi, Surakarta, 2017).

Page 52: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

40

BAB III

GAMBARAN UMUM BAITUL MAAL WA TAMWIL DI KOTA

TANGERANG SELATAN

A. Seputar Kota Tangerang Selatan

Kota Tangerang Selatan adalah sebuah kota yang berada di Provinsi

Banten yang dibentuk berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 51 Tahun

2008 tentang Pembentukan Kota Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten.

Kota Kota Tangerang Selatan pada mulanya berasal dari cakupan wilayah

Kabupaten Tangerang yang kemudian selanjutnya cakupan tersebut dikurangi

oleh cakupan wilayah Kota Kota Tangerang Selatan. Luas wilayah dari Kota

Kota Tangerang Selatan sebesar 147,2 km2.

Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UU Pembentukan Kota Kota Tangerang

Selatan cakupan wilayah Kota Kota Tangerang Selatan terdiri dari wilayah:

a. Kecamatan Serpong;

b. Kecamatan Serpong Utara;

c. Kecamatan Pondok Aren;

d. Kecamatan Ciputat;

e. Kecamatan Ciputat Timur;

f. Kecamatan Pamulang; dan

g. Kecamatan Setu.

Batas-batas wilayah Kota Kota Tangerang Selatan berdasrkan Pasal 5 Ayat

(1) UU Pembentukan Kota Kota Tangerang Selatan terdiri dari:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pinang, Kecamatan

Larangan, dan Kecamatan Ciledug Kota Tangerang;

b. Sebelah timur berbatasan dengan Kota Jakarta Selatan Provinsi DKI

Jakarta;

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok dan Kabupaten Bogor

Provinsi Jawa Barat; dan

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cisauk, Kecamatan

Pagedagangan, dan Kecamatan Kelapa Dua Kabupaten Tangerang.

Page 53: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

41

B. Gambaran Umum BMT di Kota Tangerang Selatan

1. Gambaran Perekonomian di Kota Tangerang Selatan

Perekonomian di daerah Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016

mengalami perlambatan. Tahun 2016 Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) Kota Kota Tangerang Selatan hanya sebesar 6.98% yang

sebelumnya mencapai 7.20%. Perekonomian di Kota Tangerang Selatan

sendiri didominasi oleh kelompok usaha tersier. Tahun 2016 lapangan

usaha tersier berkontribusi sebesar 73,39%.1 Lapangan usaha tersier terdiri

dari perdagangan besar dan reparasi kendaraan, transportasi dan

pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan dan minum, informasi

dan komunikasi, jasa keuangan, real estate, jasa perusahaan, administrasi

pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial, jasa pendidikan, jasa

kesehatan dan kegiatan sosial, dan jasa lainnya. Di sisi di bidang jasa

1 Kerjasama Dinas Komunikasi dan Informatika dengan Badan Pusat Statistik Tangerang

Selatan, Laporan Akhir Kegiatan Survei dan Kompilasi Produk Administrasi Bidang Ekonomi

Tangerang Selatan Tahun 2017, h.10.

Gambar 1: Peta Wilayah Kota

Tangerang Selatan Provinsi Banten

Page 54: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

42

keuangan, struktur perkembangannya hanya sebesar 1,28% di tahun yang

sama.

Usaha Mikro kecil (UMK) mendominasi seluruh jumlah struktur usaha

di daerah Kota Kota Tangerang Selatan. Keseluruhan jumlah struktur

usaha di Kota Kota Tangerang Selatan terdapat sebanyak 105.773 usaha.

UMK mendominasi aktivitas ekonomi dengan proporsi sebesar 94.80%

(100.272 usaha). Berdasarkan data UMK di atas, kategori usaha skala

mikro adalah yang paling mendominasi yakni sebanyak 86.38% (86.611

usaha) dan sisanya termasuk kepada kategori usaha kecil dan kategori

lainnya. 2

2. Gambaran Lembaga Keuangan Syariah di Kota Tangerang Selatan

Banten sebagai suatu provinsi dari Kota Tangerang Selatan memiliki

Lembaga Keuangan Syariah (LKS) cukup besar. Hal ini terlihat pada

pangsa pasar (market share) perbankan syariah di provinsi Banten

pertanggal 31 Desember 2016 sebesar 4.07%.3 Pangsa pasar tersebut

cukup kecil namun berada di angka yang cukup apabila dibandingkan

dengan provinsi lainnya. Sebagaimana pangsa pasar Provinsi DKI Jakarta

hanya sebesar 3.96% dan Provinsi Jawa Barat yang sebesar 5.90%.

Tahun 2014 LKS di daerah Kota Tangerang Selatan yang berbentuk

Koperasi Lembaga Jasa Keuangan Syariah (KJKS) terdapat sebanyak 15

Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS).4 Jumlah KJKS tersebut apabila

diklasifikasikan berdasarkan kecamatan terdiri dari Kecamatan Setu

2 Ibid., h. 73.

3 Otoritas Jasa Keuangan, Snapshot Perbankan Syariah Indonesia Posisi 30 September 2017,

h. 4. 4 Sebelum lahirnya Peraturan Menteri Nomor 11/PER/M.KUMKM/XII/2017 tentang

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi yang

menghapus Permen KUKM RI Nomor 16/Per/M.KUKM/X/2015 tentang Pelaksanaan Koperasi

Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi. BMT yang berbentuk koperasi tersebut

sebelumnya berupa Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Hal tersebut berdasarkan Keputusan Menteri

Negara KUKM RI Nomor 91/Kep/M.KUKM/XI/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan

Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah, Permen Negara KUKM RI Nomor:

35.3/Per/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Jasa Keuangan

Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi, Permen Negara KUKM RI Nomor:

35.2/PER/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Jasa

Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah.

Page 55: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

43

sebanyak 2, Kecamatan Serpong sebayak 4, Kecamatan Pamulang

sebanyak 4, Kecamatan Ciputat sebanyak 2, Kecamatan Ciputat Timur

sebanyak 2, tidak ada jumlah KJKS di Kecamatan Pondok Aren, dan

hanya terdapat 1 KJKS di Kecamatan Serpong Utara.5

3. Gambaran Umum Baitul Maal wa Tamwil di Kota Tangerang Selatan

Perkembangan BMT di daerah Kota Tangerang Selatan saat ini sedang

mengalami fase stagnan. Hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan

ekonomi nasional yang kurang kondusif terhadap siklus UMKM. Ketika

daya beli UMKM melemah maka usaha BMT pun ikut melemah juga.

Karena dengan tidak berkembangnya UMKM, maka akan menyulitkan

BMT dalam pemberian pendanaan, bahkan lebih parah lagi akan

memberikan dampak kredit macet (non performing loan) yang tinggi

terhadap BMT. Fase tersebut dipengaruhi oleh tingginya persaingan yang

telah menyasar kepada UKM, seperti menjamurnya minimarket,

digitalisasi kegiatan usaha, dan kemajuan sistem e-commerce.6 Akan

tetapi, jumlah BMT di daerah Kota Tangerang Selatan masih dapat

bertahan di tengah faset tersebut dan bahkan BMT Al-Fath IKMI

dipercaya menjadi pusat dari perkumpulan HIMKOPSYAH Banten. BMT

sebagai lembaga keuangan yang bergerak secara mikro dengan prinsip

syariah cukup tangguh dibandingkan dengan lembaga keuangan mikro non

syariah yang berada di Kota Tangerang Selatan.

Jumlah BMT di daerah Kota Tangerang Selatan berdasarkan pada data

HIMKOPSYAH Banten saat ini terdapat 12 BMT. Jumlah BMT tersebut

di antaranya adalah BMT Al Bayan, BMT Al Fath IKMI, BMT Syahida

Ikaluin Jakarta, BMT Al Ittihad, BMT Al Mujahidin, BMT Al

Munawwarah, BMT Mekar Dakwah, BMT UMJ, BMT BISS, BMT Al

Jibal, BMT Bumi Syariah, dan BMT Pondok Hijau. Sedangkan,

berdasarkan data Departemen Koperasi Kementerian dan Usaha Kecil dan

5 Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang Selatan dalam Angka 2014,

h. 262. 6 Saimin, Ketua HIMKOPSYAH Banten, Interview Pribadi, Ciputat, 10 Agustus 2018.

Page 56: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

44

Menengah Republik Indonesia terdapat 19 BMT di daerah Kota Tangerang

Selatan yang terklasifikasi sebagai berikut:7

7 Diakses melalui http://nik.depkop.go.id/.

No. Nama BMT Kelompok Koperasi

1. BMT Mekar Dakwah Koperasi Serba Usaha

2. BMT Al Ittihad Koperasi Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah

3. BMT Al Fath IKMI Koperasi Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah

4. BMT Al Munawwarah Koperasi Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah

5. BMT Bina Insan Sejati

Sejahtera

Koperasi Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah

6. BMT Al Muqrin Koperasi Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah

7. BMT At Taqwa Koperasi Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah

8. BMT Mujahidin Koperasi Lainnya

9. BMT Al Hurriyah Koperasi Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah

10. BMT Bintaro Koperasi Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah

11. BMT Mentari Koperasi Lainnya

12. BMT Sejahtera Mandiri Koperasi Lainnya

13. BMT Al Jibaal Koperasi Konsumen

14. BMT Sejahterah Koperasi Simpan Pinjam dan

Tabel 3.1 : Jumlah BMT di Tangerang Selatan berdasarkan Data

Departemen Koperasi

Page 57: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

45

Pembiayaan Syariah

15. BMT Rancang Bangun

Sejahterah

Koperasi Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah

16. BMT Rezeki Amanah Koperasi Lainnya

17. BMT Amaliah Dewi Koperasi Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah

18 BMT Al Ikhlas Koperasi Lainnya

19 BMT Al Bayan Koperasi Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah

Page 58: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

46

BAB IV

PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL

MAAL WA TAMWIL DI KOTA TANGERANG SELATAN

A. Pelaksanaan Pilihan Bentuk Kelembagaan Baitul Maal wa Tamwil di

Kota Tangerang Selatan

1. Keberadaan Potensi Pilihan Kelembagaan bagi Baitul Maal wa

Tamwil

Terdapat 2 (dua) bentuk dari keberadaan kelembagaan bagi BMT saat

ini, yaitu yang berbentuk sebagai Koperasi Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah (KSPPS) dan yang berbentuk sebagai Lembaga

Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Konsep kegiatan dari BMT dengan

substansi dari pilihan kelembagaan bagi BMT tidaklah jauh berbeda di

antara keduanya. Sebagaimana dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Nama

Kegiatan BMT

LKMS

(UU LKM dan

POJK)

KSPPS

(PermenKUKM

RI)

Obyek yang

Dituju

Penyaluran

kepada

masyarakat

miskin.

Pengembangan

usaha dan

pemberdayaan

masyarakat

yang memiliki

usaha skala

mikro.

Hanya kepada

anggota, calon

anggota, koperasi

lain dan/

anggotanya.

Kegiatan

Maal

Menerima titipan

dan menyalurkan

Pengelolaan

dana sosial

Penghimpunan,

pengelolaan dan

penyaluran dana

Tabel 4.1: Perbandingan Konsep Kegiatan BMT, LKMS, dan

KSPPS

NO. NAMA BMT JENIS

KOPERASI

ASET

(Dalam

Rupiah)

Tanggal

Badan

Hukum

1. BMT At-Taqwa KSPPS 1,1 Miliar 2012

2. BMT Al-Fath

IKMI KSPPS 16 Miliar 1998

3. BMT Al-Bayan KSPPS 3 Miliar 1999

4. BMT UMJ KSU 3 Miliar 2009

Tabel 2 : Gambaran Umum Obyek Penelitian BMT di Tangerang

Selatan

Page 59: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

47

zakat, infaq, dan

sedekah.

seperti zakat,

infak, wakaf

dan sodaqoh.

Zakat, Infak,

Sedekah, dan

Wakaf serta dana

kebajikan dan

sosial lainnya.

Kegiatan

Tamwil

Memberikan

penyaluran dana

untuk

mengembangkan

usaha masyarakat

yang bersifat

profit oriented.

Pinjaman,

pembiayaan,

pengelolaan

simpanan,

maupun

pemberian

konsultasi

secara syariah.

Tamwil simpanan

dan tamwil

pinjaman dan

pembiayaan.

Berupa

menghimpun dan

menyalurkan

dana sesuai

syariah.

Dilihat dari kegiatan yang dilakukan sama-sama memiliki kesamaan

yakni terdapat kegiatan baitul maal dan baitul tamwil di masing-masing

lembaga. Karena pengaturan dari pilihan kelembagaan tersebut sama-sama

bertujuan untuk memberian akomodir kepastian hukum bagi BMT yang

memiliki konsep awal dari kegiatan baitul maal dan baitul tamwil.

Terdapat perbedaan dari obyek yang dituju antara BMT dan LKMS

dengan KSPPS memiliki perbedaan. BMT dan LKMS sama-sama

memiliki fokus pengembangan usaha dan masyarakat kecil (mikro),

namun KSPPS tidak mengatur secara eksplisit hal tersebut. Hal tersebut

bukan berarti kelembagaan KSPPS tidak dapat berkegiatan secara mikro,

tetapi hal tersebut dapat dilakukan dengan bergantung pada tujuan serta

target pasar dari masing-masing lembaga yang menggunakan kelembagaan

dari KSPPS.

Hal lain yang menonjol antara KSPPS dan LKMS adalah sama-sama

dilandasi oleh peraturan perundang-undangan. Namun, kedudukan hirarki

peraturan perundang-undangan dari payung hukum antara KSPPS dan

Page 60: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

48

LKMS tidaklah sama. Pengaturan KSPPS berada di bawah Kementerian

Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenKUKM) melalui Peraturan

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia (Permen

KUKM RI), sedangkan pengaturan LKMS menginduk kepada Undang-

Undang Lembaga Keuangan Mikro dengan pelaksanaan pengaturannya

dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Nama LKMS KSPPS

Landasan

Hirarki

Peraturan

PermenKUKM RI Nomor

11/PER/M.KUKM/XII/2017

POJK Nomor

62/POJK.05/2015

tentang Perubahan atas

Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor

13/POJK.05/2014

tentang

Penyelenggaraan

Usaha Lembaga

Keuangan Mikro

Sumber

Peraturan

Undang-Undang Nomor 25

Tahun 1992 tentang

Perkoperasian

Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2013

tentang Lembaga

Keuangan Mikro

Penegak Hukum Kementerian Koperasi dan

UKM Republik Indonesia

Otoritas Jasa

Keuangan

Kedudukan KSPPS diatur dalam PermenKUKM RI Nomor

11/PER/M.KUKM/XII/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan

Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi. PermenKUKM RI Nomor

11/PER/M.KUKM/XII/2017 ini adalah bentuk dari penyempurnaan dari

PermenKUKM RI Nomor 16/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang

Tabel 4.2: Perbandingan Konsep Pengaturan LKMS dan KSPPS

NO. NAMA BMT JENIS

KOPERASI

ASET

(Dalam

Rupiah)

Tanggal

Badan

Hukum

1. BMT At-Taqwa KSPPS 1,1 Miliar 2012

2. BMT Al-Fath

IKMI KSPPS 16 Miliar 1998

3. BMT Al-Bayan KSPPS 3 Miliar 1999

4. BMT UMJ KSU 3 Miliar 2009

Tabel 2 : Gambaran Umum Obyek Penelitian BMT di Tangerang

Selatan

Page 61: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

49

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh

Koperasi yang sebelumnya telah terbit.

Penegakkan hukum terhadap KSPPS dilakukan oleh Kementerian

Koperasi dan UKM Republik Indonesia (KemenKUKM RI). Hal tersebut

dikarenakan sebagaimana dalam penjelasan dari Undang-Undang Nomor

25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian bahwasannya wewenang yang

melakukan pelaksanaan dari UU Perkoperasian adalah Pemerintah.

Pemerintah di sini melakukan pelimpahan wewenang kepada Menteri.

Menteri yang dimaksud adalah Menteri yang membidangi koperasi.

Pengaturan LKMS diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang secara eksplisit juga

tidak memberikan pengertian secara konkret mengenai LKMS. Karena di

dalam UU LKM tersebut hanya menjelaskan mengenai kegiatan usaha

LKM yang berprinsip syariah dan bukan mengenai kelembagaan LKMS

secara komprehensif, sebagaimana pada Pasal 12 UU LKM yang

mengatakan bahwa “(1) Penyaluran Pinjaman atau Pembiayaan dan

pengelolaan Simpanan oleh LKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11

ayat (1) dilaksanakan secara konvensional atau berdasarkan prinsip

syariah”. Istilah pengaturan LKMS baru ditemukan pada Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 62/POJK.03/2016 tentang

Transformasi Lembaga Keuangan Mikro Konvensional (LKMK) menjadi

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah

(LKMS) menjadi Bank Pembiayaan Syariah (BPRS).

Pengawasan terhadap LKMS dilakukan oleh OJK. Sebagaimana pada

Pasal 28 Ayat (1) mengatakan bahwa “Pembinaan, pengaturan, dan

pengawasan LKM dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan”. Kewenangan

terhadap pengawasan tersebut didasari oleh Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Page 62: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

50

2. Baitul Maal wa Tamwil Jasa Keuangan Syariah di Kota Tangerang

Selatan

Himpunan Koperasi Syariah (HIMKOPSYAH) Banten mencatat

bahwasannya terdapat 12 BMT di daerah Kota Tangerang Selatan,

sedangkan berdasarkan Departemen Koperasi (Depkop) terdapat 19 BMT

di Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan jumlah data BMT tersebut dapat

diketegorikan menjadi 2 (dua) jenis BMT, yakni BMT yang benar-benar

melakukan kegiatan di jasa keuangan syariah dan BMT yang tidak

memiliki fokus pada kegiatan jasa keuangam syariah.

Berdasarkan data Departemen Koperasi terdapat 11 BMT yang

dikategorikan hanya melakukan kegiatan di bidang jasa keuangan syariah.

Kegiatan dari sebelas BMT tersebut adalah hanya seputar melakukan

kegiatan simpanan, pinjaman, dan pembiayaan syariah kepada para

nasabah. Sebelas BMT tersebut di antaranya adalah BMT Mekar Dakwah,

BMT Al-Fath IKMI, BMT Al-Ittihad, BMT Al-Munawwarah, BMT Bina

Insan Sejati Sejahtera, BMT At-Taqwa, BMT Hurriyah, BMT Bintaro,

BMT Sejahterah, BMT Rancang Bangun Sejahtera dan BMT Amaliah

Dewi. Sisanya terdapat 7 (tujuh) BMT yang tidak menjalankan fokusnya

pada kegiatan jasa keuangan syariah, di antaranya adalah BMT Al-

Mujahidin, Mekar Dakwah, BMT Mentari, BMT Sejahterah Mandiri,

BMT Al-Jibaal, BMT Al-Ikhlas dan BMT Rezeki Amanah. Sebagaimana

pada BMT Al-ikhlas, kegiatan yang dilakukan BMT Al-Ikhlas lebih

menekankan kepada jasa penjualan produk-produk dari anggota koperasi

kepada masyarakat, sedangkan kegiatan keuangannya hanya berbentuk

tabungan simpanan bagi anggota tanpa mengambil keuntungan semata.1

Eksistensi keberadaan beberapa BMT jasa keuangan syariah di atas

nyatanya banyak yang sudah tidak diketahui keberadaannya. Seperti

halnya yang terjadi pada BMT Amaliah Dewi dan BMT Al-Mujahidin

yang sudah tidak ditemukan di tempatnya. Keadaan tersebut menurut

Bapak Saimin sebagai Ketua HIMKOPSYAH Banten disebabkan karena

1 Hosen, Pegawai BMT Al-Ikhlas, Interview Pribadi, Pamulang, 16 Juli 2018.

Page 63: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

51

persaingan digitalisasi UMKM yang ketat, sehingga menyebabkan

perkembangan BMT saat ini stagnan.2

Beberapa BMT yang kegiatannya benar-benar dibidang jasa keuangan

syariah terdapat 4 (empat) BMT yang menjadi obyek penelitian ini. BMT

tersebut di antaranya adalah BMT At-Taqwa, BMT Al-Fath IKMI, BMT

Al-Bayan, dan BMT UMJ. Keempat BMT tersebut telah lama berbadan

hukum koperasi, bahkan sebelum adanya UU LKM lahir. Gambaran dari

Keempat BMT tersebut adalah sebagai berikut:

3. Pelaksanaan Pilihan Bentuk Kelembagaan Baitul Maal wa Tamwil di

Kota Tangerang Selatan

BMT diberi kebebasan dalam menentukan pilihan bentuk

kelembagaan. Kebebasan pelaksanaan pilihan kelembagaan terhadap 4

(empat) BMT di Kota Tangerang Selatan menemukan bahwa keempat

tersebut memilih kepada kelembagaan KSPPS daripada sebagai LKMS.

Secara dominan 3 (tiga) BMT sudah mengikuti peraturan mengenai

KSPPS, sedangkan hanya 1 (satu) BMT yang belum menjadi KSPPS.

BMT tersebut adalah BMT UMJ yang saat ini masih berbentuk Koperasi

2 Saimin, Selaku Ketua HIMKOPSYAH Banten, Interview Pribadi, Ciputat, 10 Agustus 2018.

Tabel 4.3: Gambaran Umum Obyek Penelitian BMT di Kota

Tangerang Selatan

NO. NAMA BMT JENIS

KOPERASI

ASET

(Dalam

Rupiah)

Tanggal

Badan

Hukum

1. BMT At-Taqwa KSPPS 1,1 Miliar 2012

2. BMT Al-Fath

IKMI KSPPS 16 Miliar 1998

3. BMT Al-Bayan KSPPS 3 Miliar 1999

4. BMT UMJ KSU 3 Miliar 2009

Tabel 2 : Gambaran Umum Obyek Penelitian BMT di Tangerang

Selatan

Page 64: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

52

Serba Usaha (KSU)3, namun fokus kegiatan usaha simpan pinjam dan

pembiayaan syariah BMT UMJ tersebut sudah lama dilakukan, bahkan

kegiatan tersebut telah dimulai sejak terjadi jebolnya tanggul Situ Gintung

pada tahun 2009. Kegiatan jasa keuangan syariah yang dilakukan BMT

UMJ hungga saat ini dapat dikatakan dapat bertahan (sustainable) dan

bahkan sudah cukup besar.

Kegiatan operasional simpan pinjam dan pembiayaan syariah BMT

UMJ ditekankan kepada unit usahahya dan bukan pada kegiatan intinya.

Atas permasalahan tersebut, BMT UMJ tengah mempersiapkan perubahan

kelembagaannya menjadi KSPPS agar dapat lebih berfokus pada kegiatan

simpan pinjam syariahnya.4

Pilihan kelembagaan BMT di Kota Tangerang Selatan sebagai KSPPS

memberikan implikasi kepada tunduknya BMT terhadap payung hukum

dari KSPPS dan UU Perkoperasian. Karena Paul Scholten mengatakan

bahwa hukum yang berlaku adalah hukum yang diterapkan oleh

masyarakat.5 Implikasi yuridis tersebut kepada BMT dalam memilih

kelembagaannya adalah berdampak pada kegiatan usaha, lingkup wilayah

usaha, dan pengawasannya.

a. Implikasi Hukum terhadap Kegiatan Usaha BMT

Kegiatan operasional yang dilakukan oleh BMT terdiri dari 2 (dua)

jenis, yakni kegiatan yang berupa maal (sosial) dan tamwil (mencari

keuntungan). Kegiatan BMT tersebut nyatanya tidak jauh berbeda di

dalam Permen KUKM RI tentang KSPPS mengenai kegiatan usaha

KSPPS. Sebagaimana dalam Pasal 19 Ayat (4) PermenKUKM RI

Nomor 11/PER/M.KUKM/XII/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan

Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi, KSPPS

diharuskan memiliki 2 (dua) unit kegiatan, yaitu kegiatan maal dan

3 Koperasi Serba Usaha (KSU) adalah koperasi jasa dengan lebih dari 1 (satu) kegiatan usaha.

Lihat Jenis Koperasi, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian

Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, Tahun 2010, h. 7. 4 Muchtiar, Manajer BMT UMJ, Interview Pribadi, Cirendeu, 15 Agustus 2018.

5 Paul Scholten, Struktur Ilmu Hukum, Penerjemah B. Arief Sidharta, (Bandung: Alumni, Cet.

Kedua, 2005), h. 87.

Page 65: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

53

kegiatan tamwil. Lingkup kegiatan maal berdasarkan pada Pasal 19

Ayat (5) bertujuan untuk memperdayakan anggota dan masyarakat di

bidang sosial dan ekonomi. Kegiatan maal tersebut sebagaimana Pasal

22 Ayat (2) dilakukan berupa penghimpunan, pengelolaan, dan

penyaluran dana Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf serta dana

kebajikan dan sosial lainnya sesuai peraturan perundang-undangan dan

prinsip syariah.

Lingkup kegiatan tamwil berdasarkan Pasal 23 dan Pasal 24

Permen KUKM RI tentang KSPPS terdiri dari 2 (dua) kegiatan, yaitu

kegiatan tamwil simpanan dan tamwil pinjaman dan pembiayaan

syariah. Kegiatan tamwil tersebut diberikan kewenangannya kepada

rapat anggota untuk menerbitkan produk yang diinginkan dan

penentuan dari imbal hasil yang akan dilakukan, namun hal tersebut

tetap harus berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan dan

ketetapan prinsip syariah yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI.

Kegiatan usaha yang tidak diatur secara ketat memberikan

keleluasaan BMT dalam mengembangkan produk-produknya.

Sebagaimana BMT UMJ terdapat kegiatan yang berupa tabungan

walimah untuk persiapan pernikahan, Bungkesmas yang bertujuan

sebagai tabungan kesehatan, dan berbagai produk-produk lainnya.

Produk-produk tersebut tetap mengacu dalam prinsip-prinsip syariah.

Pengaturan mengenai kegiatan usaha KSPPS yang tertuang dalam

Permen KUKM RI tentang KSPPS kenyataannya tidak semua

peraturan ditaati oleh BMT di Kota Tangerang Selatan. Terdapat

beberapa bentuk ketidaktaakan yang dilakukan BMT. Ketidaktaatan

tersebut dikarenakan kegiatan usaha yang hanya dapat ditujukan

kepada anggota, calon anggota, koperasi lain dan/atau anggotanya

sebagaimana terdapat dalam Pasal 19 Ayat (5) bagian b dan c Permen

KUKM RI tentang KSPPS.

Ketidaktaatan tersebut dicontohkan oleh BMT Al-Bayan yang

nyatanya kegiatan pemberian pinjaman dan pembiayaan masih

Page 66: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

54

ditujukan kepada nasabah yang berstatus sudah lama menjadi calon

anggota, namun nasabah tersebut tidak ingin menjadi anggota dari

BMT Al-Bayan. Implikasinya adalah pelaksanaan Rapat Anggota

Tahunan (RAT) menjadi tidak jelas mengenai siapa yang berhak untuk

mengikuti RAT, sehingga kegiatan RAT menjadi tidak tersistem

dengan baik.6

Ketidaktaan tersebut juga terjadi kepada BMT Al-Fath IKMI dan

juga BMT At-Taqwa yang belum melakukan kegiatan RAT.

Sebagaimana dalam data Depkop, BMT Al-Fath IKMI melakukan

RAT terakhir pada tahun 2016 dan BMT At-Taqwa pada tahun 2016.7

Padahal RAT berdasarkan Pasal 21 UU Perkoperasian mengatakan

bahwa rapat anggota merupakan salah satu perangkat dari organisasi

koperasi dan lebih lanjut mengacu kepada Pasal 22 Ayat (1) rapat

anggota adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Permen

KUKM RI Nomor 19/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang

Penyelenggaraan Rapat Anggota mengatakan bahwa keududukan dari

rapat anggota adalah kedudukan tertinggi untuk dilakukan

pengambilan keputusan koperasi, sebagai pelaksanaan prinsip

demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam tata kelola koperasi.

b. Implikasi Hukum terhadap Lingkup Wilayah BMT

Permen KUKM RI tentang KSPPS mengatur masing-masing

lingkup wilayah usaha dari KSPPS. Lingkup wilayah usaha tersebut

didasarkan kepada lingkup wilayah keanggotaan dari 1 (satu) KSPPS.

Hal ini dapat diartikan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh KSPPS

hanya boleh dilakukan pada masing-masing lingkup wilayahnya saja.

Lingkup wilayah yang diatur ini pun bertujuan untuk memberikan

desentralisasi kewenangan atas otoritas terhadap daerahnya.

Terdapat 3 (tiga) lingkup wilayah KSPPS, yaitu lingkup wilayah

keanggotaan kabupaten/kota, lingkup wilayah lintas daerah

6 Dini Rohdiani, Manajer BMT Al-Bayan, Interview Pribadi, Serpong, Tanggal 16 Agustus

2018. 7 Data diolah melalui nik.depkop.go.id.

Page 67: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

55

kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi, dan lingkup keanggotaan

lintas daerah provinsi (nasional). Pengaturan dari lingkup wilayah ini

sangat mempengaruhi kegiatan KSPPS. Seperti dimulai dari izin,

modal awal, penilaian, pembinaan, dan pengawasan.

1) Lingkup Wilayah KSPPS Sekabupaten/Kota

KSPPS dan/atau USPPS dengan lingkup wilayah

keanggotaan 1 (satu) kabupaten/kota baik KSPPS/USPPS

tersebut berbentuk primer dan/atau sekunder dalam hal

kewenangan mengenai pemberian izin, penilaian, pembinaan,

dan pengawasan dilakukan oleh bupati/walikota. Sedangkan,

terkait modal awal bagi KSPPS Primer dengan wilayah

Kabupaten/Kota berdasarkan Pasal 17 Ayat (3) bagian a

minimal Rp 15.000.000 sedangkan modal awal KSPPS

Sekunder berdasarkan Pasal 17 Ayat (4) bagian a minimal Rp

50.000.000.

2) Lingkup Wilayah KSPPS Lintas Kabupaten/Kota dalam 1

(satu) Provinsi

KSPPS dan/atau USPPS dengan lingkup wilayah

keanggotaan lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu)

provinsi baik KSPPS tersebut berbentuk primer dan/atau

sekunder dalam hal kewenangan mengenai segala pemberian

NO. NAMA BMT LINGKUP WILAYAH USAHA

1. BMT At-Taqwa Kabupaten/Kota

2. BMT Al-Fath IKMI Nasional

3. BMT Al-Bayan Kabupaten/Kota

4. BMT UMJ Nasional

Tabel 4.4: Lingkup Wilayah Usaha pada Obyek Penelitian BMT

di Tangerang Selatan

NO. NAMA BMT JENIS

KOPERASI

ASET

(Dalam

Rupiah)

Tanggal

Badan

Hukum

1. BMT At-Taqwa KSPPS 1,1 Miliar 2012

2. BMT Al-Fath

IKMI KSPPS 16 Miliar 1998

3. BMT Al-Bayan KSPPS 3 Miliar 1999

4. BMT UMJ KSU 3 Miliar 2009

Tabel 2 : Gambaran Umum Obyek Penelitian BMT di

Tangerang Selatan

Page 68: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

56

izin, penilaian pembinaan, dan pengawasan dilakukan oleh

gubernur. Sedangkan untuk pendirian KSPPS Primer modal

awalnya berdasarkan Pasal 17 Ayat (3) bagian b minimal Rp

75.000.000 sedangkan untuk KSPPS Sekunder berdasarkan

Pasal 17 Ayat (4) bagian b minimal Rp 175.000.000.

3) Lingkup Wilayah KSPPS Lintas Provinsi (Nasional)

KSPPS dan/atau USPPS dengan lingkup wilayah

keanggotaan lintas daerah provinsi baik berbentuk primer

dan/atau sekunder akan ditangani langsung oleh menteri,

namun akan didelegasikan kepada masing-masing deputi.

Pemberian izin koperasi akan didelegasikan kepada Deputi

Kelembagaan, penilaian didelegasikan kepada Deputi

Pengawasan, pembinaan kepada Deputi Bidang Pembiayaan,

dan pengawasan kepada Deputi Bidang Pengawasan.

Kemudian, terkait modal awal KSPPS Primer lintas provinsi

berdasarkan Pasal 17 Ayat (3) bagian c minimal Rp

375.000.000 dan modal awal bagi KSPPS Sekunder

berdasarkan Pasal 17 Ayat (4) bagian c minimal Rp

500.000.000.

c. Implikasi Hukum terhadap Pembinaan dan Pengawasan KSPPS

Wewenang pembinaan dan pengawasan terhadap KSPPS dilakukan

oleh pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Koperasi dan

UKM. Namun, tugas yang diemban Kementrian KUKM RI tersebut

lebih menekankan kepada wewenang pembinaan ketimbang dari

pengawasan. Karena hanya KemenKUKM yang berhak melakukan

pembinaan. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 37 Peraturan Menteri Nomor

11/PER/M.KUMKM/XII/2017 tentang KSPPS, pembinaan adalah

upaya yang dilakukan Pemerintah untuk menciptakan dan

mengembangkan iklim yang kondusif yang mendorong

pemasyarakatan koperasi melalui pemberian bimbingan, kemudahan,

dan perlindungan kepada Koperasi.

Page 69: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

57

Salah satu rincian tugas dari pembinaan yang dilakukan oleh

Kementerian KUKM RI ini adalah cara memberikan rumusan

kebijakan pemerintah dalam hal pembinaan koperasi dan usaha kecil

menengah.8 Ttujuan dari dilakukannya pembinaan tersebut harus

sesuai dengan Pasal 60 UU Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992

dilakukan adalah untuk menciptakan dan mengembangkan iklim dan

kondisi mendorong pertumbuhan serta pemasyarakatan Koperasi dan

menciptakan kemudahan, serta perlindungan kepada Koperasi.

Tugas dari pengawasan kepada KSPPS di samping oleh

kementerian juga dilakukan oleh pengawasan internal dari koperasi

tersebut. Pasal 1 Ayat 38 Permen KUKM tentang KSPPS mengatakan

bahwa pengawasan adalah adalah upaya yang dilakukan oleh

pengawas koperasi, Dewan Pengawas Syariah (DPS), pemerintah,

gerakan Koperasi, dan masyarakat, agar organisasi dan usaha KSPPS

dan USPPS Koperasi diselenggarakan dengan baik sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan. Meskipun begitu, pengawas tersebut

nantinya memberikan laporannya kepada otoritas yang berkaitan yang

berujung kepada kementerian.

8 http://www.depkop.go.id/tentang-kementerian/kementerian-koperasi-dan-ukm/.

NO. NAMA BMT OTORITAS PEMBINAAN

DAN PENGAWASAN

1. BMT At-Taqwa Bupati/Walikota

2. BMT Al-Fath IKMI Kementerian KUKM RI

3. BMT Al-Bayan Bupati/Walikota

4. BMT UMJ Kementerian KUKM RI

Tabel 4.5: Wewenang Pembinaan dan Pengawasan BMT di

Tangerang Selatan

NO. NAMA BMT JENIS

KOPERASI

ASET

(Dalam

Rupiah)

Tanggal

Badan

Hukum

1. BMT At-Taqwa KSPPS 1,1 Miliar 2012

2. BMT Al-Fath

IKMI KSPPS 16 Miliar 1998

3. BMT Al-Bayan KSPPS 3 Miliar 1999

4. BMT UMJ KSU 3 Miliar 2009

Tabel 2 : Gambaran Umum Obyek Penelitian BMT di Tangerang

Selatan

Page 70: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

58

Terdapat 2 (dua) otoritas pembinaan dan pengawasan terhadap 4

(empat) BMT di Kota Tangerang Selatan. Ototritas tersebut dilakukan

oleh Bupati/Walikota dan oleh Kementerian KUKM RI. Otoritas yang

melakukan pengawasan oleh Bupati/Walikota, di antaranya adalah

BMT At-Taqwa dan BMT Al-Bayan sedangkan 2 (dua) BMT lainnya

dibina dan diawasi langsung oleh Kementerian KUKM RI yakni BMT

Al-Fath IKMI dan BMT UMJ. Pembinaan dan pengawasan yang

dimaksud kepada Bupati/Walikota di sini adalah bukan yang secara

otoritatif langsung dilakukan oleh Bupati/Walikota dari masing-masing

daerah. Akan tetapi, pembinaan dan pengawasan yang dilakukan

adalah melalui Kementerian Koperasi dan UKM yang berada di tingkat

Kabupaten/Kota. Sebagaimana pada BMT At-Taqwa dan BMT Al-

Bayan pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui Kemenkop

UKM Kota Tangerang Selatan yang berada di Pemerintah Kota

(Pemkot) Kota Tangerang Selatan.9

Pembinaan dan pengawasan bagi BMT UMJ dan BMT Al-Fath

IKMI yang memiliki lingkup wilayah skala nasional dilakukan oleh

Kementerian KUKM RI. Terkait pembinaan yang dilakukan oleh

menteri tidak serta merta tugasnya dilakukan oleh menteri secara

langsung. Pasal 28 Ayat (4) menjelaskan bahwa pembinaan yang

dilakukan Menteri ini didelegasikan kepada Deputi II di bidang

Pembiayaan. Pembinaan yang dilakukan oleh Deputi II akan

bertanggung jawab kepada KemenKUKM RI secara langsung. Tugas

dari Deputi II ini melaksanakan fungsi dari pemberdaayaan KUKM di

bidang pembiayaan, meningkatkan peran serta masyarakat dalam

pengembangan KUKM, memberikan kemudahan dan dukungan

pengembangan pembiayaan KUKM dan kerja sama antar KUKM,

dst.10

9 Dwi Lestari Handayani, Manajer BMT At-Taqwa, Interview Pribadi, Serpong, Tanggal 18

Juli 2018. 10

http://www.depkop.go.id/tentang-kementerian/kementerian-koperasi-dan-ukm/.

Page 71: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

59

B. Alasan Baitul Maal wa Tamwil di Kota Tangerang Selatan dalam

Memilih Bentuk Kelembagaannya

1. Untung-Rugi Baitul Maal wa Tamwil di Kota Tangerang Selatan

dalam Memilih Kelembagaannya

Keuntungan dan kerugian yang akan diterima dari pelaksanaan pilihan

dari kelembagaan kepada BMT di Kota Tangerang Selatan adalah hal yang

melatarbelakangi alasan utama bagi BMT dalam memilih hukum. BMT di

Kota Tangerang Selatan berpendapat bahwasannya keuntungan dapat

diperoleh dengan dipilihnya pengaturan kelembagaan KSPPS, sedangkan

sebaliknya dengan memilih pengaturan LKMS berarti dapat memberikan

dampak kerugian bagi BMT. Didasarkan pada alasan hal tersebut, berarti

pengaturan hukum dari kelembagaan KSPPS memberi akibat yang baik

sedangkan pengaturan hukum LKMS memberi akibat yang buruk. Karena

hukum yang buruk akan melahirkan akibat-akibat buruk dan hukum yang

baik akan memberikan akibat-akibat yang baik.11

Akibat dari adanya alasan keuntungan dan kerugian bagi BMT di Kota

Tangerang Selatan tersebut memberikan ruang pengertian bahwasannya

dengan adanya keuntungan yang diterima BMT, maka memberikan

kecocokan kelembagaan bagi BMT, begitu pula sebaliknya. Hal tersebut

sebagaimana diungkapkan oleh Jeremy Bentham yang beraliran

utilitarianisme mengatakan bahwasannya, “Apa yang cocok digunakan

oleh, atau cocok untuk kepentingan individu, adalah apa yang cenderung

untuk mendapatkan kesenangannya12

. Apa yang cocok untuk digunakan

oleh, atau cocok untuk kepentingan masyarakat, adalah apa yang

cenderung untuk mendapatkan kesenangan individu-individu yang

merupakan anggota-anggota masyarakat itu.”13

11

Emeritus, dkk, Hukum sebagai Suatu Sistem, (Bandung: PT. Fikahati Aneska, Cetakan

Kedua, 2003), h. 166. 12

Aliran utiliarianisme meletakkan manfaat sebagai tujuan utama hukum. Sehingga,

kesenangan di sini dapat diartikan sebagai kebahagiaan, keburukan, atau kemanfaatan. 13

W. Lawerence, Teori & Filsafat Hukum: Idealisme Filosofis & Problem Keadilan,

terjemahan dari Legal Theori. Penerjemah Mohamad Arifin, (Jakarta: CV. Rajawali, 1990), h. 112.

Page 72: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

60

Baik-buruk sebuah peraturan harus tetap mengedepankan bahwa

hukum tersebut dapat bermanfaat ketika dilaksanakan. Karena tidak hanya

sebuah kaedah hukum secara filosofis dan yuridis yang ditekankan, akan

tetapi peranan kaedah hukum secara sosiologis sangat berpengaruh.

Karena dengan memenuhinya kaedah sosiologis, maka peraturan tersebut

dapat dipaksakan kepada BMT atau BMT itu sendiri dapat menerima

(mengakui) peraturan tersebut.

Adanya dampak dari kerugian dan keuntungan atas aturan

kelembagaan kepada 4 (empat) BMT di Kota Tangerang Selatan

menjadikan BMT di Kota Tangerang Selatan memberikan keputusan

bahwasannya pilihan pengaturan lembaga yang memberikan keuntungan

akan diimpelementasikan dan dapat diterima dengan baik, sedangkan yang

bersifat merugikan tidak akan dilaksanakan. BMT di Kota Tangerang

Selatan beralasan bahwasannya pelaksanaan pilihan pengaturan hukum

didasarkan untuk memperoleh kemanfaatan (mashlahah) yang berarti

dapat mensejahterakan dan membahagiakan manusia, bukan hukum yang

tidak mashlahah (mafsadat) yang menyulitkan dan menderitakan

manusia.14

Oleh karena itu, hukum yang saat ini tidak memberikan

keuntungan atau kemanfaatan kepada BMT di Kota Tangerang Selatan,

maka tidak dipilih oleh BMT di Kota Tangerang Selatan. Karena tentunya

BMT ingin memperoleh keuntungan atas pilihan kelembagaannya. Hal

tersebut sesuai dengan kaidah fiqh yang berbunyi:

دسء الوفبسذ جلت الوصبلح

“Meraih Kemashlahatan dan Menolak Kemafsadatan”

2. Komponen Sistem Hukum terhadap Pelaksanaan Pilihan

Kelembagaan Baitul Maal wa Tamwil di Kota Tangerang Selatan

Keuntungan dan kerugian yang menjadi alasan utama pelaksanaan

pilihan hukum BMT di Kota Tangerang Selatan disebabkan oleh 2 (dua)

alasan komponen hukum. Komponen hukum tersebut terdiri dari

14

Abu Rokhmad, “Gagasan Hukum Progresif Perspektif Teori Maslahah”, Jurnal al-

Manahij, Vol. VII, No. 1, (Januari, 2013), h. 11.

Page 73: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

61

komponen substansi hukum dan komponen pada struktur hukum.

Komponen struktur hukum berkaitan dengan kelembagaan, yakni lembaga

yang berwenang meneggakkan dan melaksanakan hukum.15

Struktur

hukum ini adalah Kementerian KUKM RI bagi kelembagaan KSPPS dan

OJK dalam hal kelembagaan LKMS. Substansi hukum berisi atas susunan

peraturan-peraturan dan ketentuan mengenai bagaimana institusi

berperilaku.16

Yakni, isi dari masing-masing pengaturan yang memayungi

2 (dua) pilihan kelembagaan bagi BMT.

No. Nama BMT

Alasan BMT di Kota Tangerang Selatan

berdasarkan Komponen Sistem Hukum

dari Perspektif Sosial

1. BMT At-Taqwa Struktur Hukum

2. BMT Al-Fath IKMI Substansi Hukum

3. BMT Al-Bayan Substansi Hukum

4. BMT UMJ Substansi Hukum

Empat BMT di Kota Tangerang Selatan melalui tinjauan komponen-

komponen sistem hukum yang dipopulerkan oleh Lawrence M. Friedman

menemukan bahwasannya penyebab alasan BMT di Kota Tangerang

Selatan dalam memilih aturan hukum didominasi oleh alasan substansi

hukumnya. BMT yang memilih substansi hukum menjadi alasan dalam

memilih hukum antara lain, BMT Al-Fath IKMI, BMT Al-Bayan, dan

BMT UMJ, sedangkan BMT At-Taqwa berpendapat bahwasannya struktur

15

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan

Disertasi, (Depok: PT Rajagrafindo Persada, Cet. Ke-3, 2014), h. 306. 16

Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial, (Bandung: Nusa Media,

2013), h. 6.

Tabel 4.6: Alasan BMT di Kota Tangerang Selatan dalam Memilih

Bentuk Kelembagaan Berdasarkan Komponen Sistem Hukum dari

Perspektif Sosial

NO. NAMA BMT JENIS

KOPERASI

ASET

(Dalam

Rupiah)

Tanggal

Badan

Hukum

1. BMT At-Taqwa KSPPS 1,1 Miliar 2012

2. BMT Al-Fath

IKMI KSPPS 16 Miliar 1998

3. BMT Al-Bayan KSPPS 3 Miliar 1999

4. BMT UMJ KSU 3 Miliar 2009

Tabel 2 : Gambaran Umum Obyek Penelitian BMT di Tangerang

Selatan

Page 74: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

62

hukum lah yang menjadi penyebab kerugiannya, maka BMT At-Taqwa

tidak ingin memilih pengaturan kelembagaan dari LKMS.

Perbedaan yang terjadi melalui tinjauan komponen hukum di atas

didasarkan karena LKM bersifat heterogen, sehingga sifat ini juga

mewarisi kepada sifat BMT. Keanekaragaman tersebut tersebut

dikarenakan BMT hadir dan tumbuh dari bawah atas kebutuhan dari

masyarakat itu sendiri.17

Sehingga, pluralitas dari subyek kultur hukum

tersebut akan menimbulkan pluralitas alasan hukum. Karena pluralitas

hukum terjadi pada dasarnya disebabkan keadaan, kondisi, dan struktur

waktu masyarakat yang berbeda-beda.18

Berikut adalah pengaruh dari

masing-masing kultur hukum BMT di Kota Tangerang Selatan terhadap

pelaksanaan pilihan hukum BMT terhadap komponen substansi hukum

dan struktur hukum:

a. Komponen Struktur Hukum dalam Kultur Hukum BMT di Kota

Tangerang Selatan dalam Memilih Kelembagaan

1) Kultur Hukum At-Taqwa dalam Memilih Kelembagaannya19

BMT At-Taqwa merupakan BMT di Kota Tangerang Selatan

yang memiliki kegiatan di dalam Masjid At-Taqwa Pamulang.

Sehingga, BMT At-Taqwa dinamakan serupa dengan nama masjid

yang ditempatinya. Keadaan dan kondisi BMT At-Taqwa dapat

dikatakan kecil dengan aset sebesar 1.1 Miliar dibanding BMT

lainnya yang ada di Kota Tangerang Selatan, kemudian kegiatan

operasional BMT At-Taqwa dikelola dengan apa adanya dan

belum sistematis, dan memiliki Sumber Daya Manusia (SDM)

yang minim. Kemudian, kegiatan operasional dari BMT At-Taqwa

saat ini sedang dalam kesulitan, terutama terkait pembayaran pajak

dan pembayaran gaji bagi pegawai BMT.

17

Neni Sri Imaniyati, “Aspek-Aspek Hukum Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dalam Perspektif

Hukum Ekonomi”, Prosiding SNaPP2011, Vol. 2, No.1, Tahun 2011, h. 135. 18

Yayasan Obor Indonesia, Hukum dan Kemajemukan Budaya, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, Cet. Kedua, 2003), h. 34. 19

Dwi Lestari Handayani, Manajer BMT At-Taqwa, Interview Pribadi, Pamulang, 18 Juli

2018.

Page 75: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

63

Nama KSPPS LKMS

Pengawas Kemnkop UKM RI OJK

Tugas Pembinaan Pengawasan

Kewajiban Laporan triwulan

dan tahunan

Setiap 4 (empat) bulan

Jenis Laporan Laporan keuangan

dan laporan

transaksi

mencurigakan.

Kinerja keuangan,

posisi keuangan, imbal

hasil, kesehatan

keuangan,

pengembangan produk,

dan laporan lainnya.

Sanksi Teguran, sanksi

administrasi,

pembekuan,

pencabutan izin

usaha, dan

pembubaran.

Sanksi peringatan

tertulis, denda,

pembekuan usaha,

pemberhentian direksi

atau pengurus,

pencabutan izin usaha,

dan sanksi pidana.

OJK sebagai otoritas yang berwewenang untuk melaksanakan,

mengatur dan mengawasi hukum sebagaimana yang tertuang pada

Pasal 28 Ayat (1) UU LKM adalah komponen dari struktur hukum

kelembagaan LKMS. Karena struktur hukum berkaitan dengan

kelembagaan, yakni lembaga yang berwenang meneggakkan dan

melaksanakan hukum.20

Struktur hukum yang diberikan kepada

OJK menjadi alasan BMT dalam memilih kelembagaannya. Hal

tersebut dikarenakan OJK dalam melaksanakan tugasnya sangat

20

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan

Disertasi, (Depok: PT Rajagrafindo Persada, Cet. Ke-3, 2014), h. 306.

Tabel 4.7: Komponen Struktur Hukum dalam Kultur Hukum BMT

di Kota Tangerang Selatan

NO. NAMA BMT JENIS

KOPERASI

ASET

(Dalam

Rupiah)

Tanggal

Badan

Hukum

1. BMT At-Taqwa KSPPS 1,1 Miliar 2012

2. BMT Al-Fath

IKMI KSPPS 16 Miliar 1998

3. BMT Al-Bayan KSPPS 3 Miliar 1999

4. BMT UMJ KSU 3 Miliar 2009

Tabel 2 : Gambaran Umum Obyek Penelitian BMT di Tangerang

Selatan

Page 76: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

64

memerlukan laporan-laporan, audit secara rutin, dan sangat

memerhatikan tingkat kesehatan keuangan BMT At-Taqwa, maka

dapat memberikan kesulitan bagi BMT At-Taqwa. Terlebih

terdapatnya denda apabila BMT At-Taqwa tidak mampu

melakukan hal tersebut. Oleh karena itu, lebih baik BMT At-

Taqwa tetap berada di bawah kementerian koperasi ketimbang

OJK yang dapat mempersulit dan menciptakan kerugian bagi BMT

At-Taqwa.

Sebagaimana laporan dan denda yang harus diberikan kepada

OJK terdapat pada Pasal 30 UU LKM yang membagi kepada 2

bentuk laporan, yakni laporan keuangan setiap 4 (empat) bulan;

dan/atau laporan lain yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan. POJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang

Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro lebih lanjut

terkait laporan terdapat pada Pasal 4 Ayat (2) megatakan bahwa

laporan tersebut berupa laporan suku bunga maksimum Pinjaman

atau imbal hasil maksimum Pembiayaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) kepada OJK setiap 4 (empat) bulan. Kemudian pada

Pasal 25 terkait melakukan laporan berkala yang berbunyi “LKM

wajib menyampaikan laporan keuangan secara berkala setiap 4

(empat) bulan untuk periode yang berakhir pada tanggal 30 April,

31 Agustus, dan 31 Desember kepada OJK.”

Bagi pihak yang tidak mematuhi Pasal 25 dalam menyetorkan

laporan berkala, Pasal 31 mengatakan bahwa akan dikenakan

sanksi administratif, yaitu Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah) perhari

dan maskimal Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah) bagi LKM

wilayah 1, Rp 20.000 (dua puluh ribu) perhari dan maskimal Rp

1.000.000 (satu juta rupiah) bagi LKM wilayah 2, dan Rp 50.000

(lima puluh ribu rupaiah) perhari dan maskimal Rp 2.500.000 (dua

juta lima ratus ribu rupiah bagi LKM wilayah 3.

Page 77: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

65

Komponen substansi hukum tidak menjadi alasan yang utama

bagi BMT At-Taqwa. Komponen substansi hukum tersebut terkait

kegiatan usaha dan cakupan wilayah dari BMT At-Taqwa. BMT

At-Taqwa beralasan bahwasannya kegiatannya yang saat ini dan

cakupan Kabupaten/Kota yang dimilikinya tidak menjadi masalah.

Karena cakupan wilayah antara KSPPS dan LKMS tidak jauh

berpengaruh kepada BMT yang berkegiatan dengan lingkup

Sekabupaten/Kota. Karena cakupan usaha tersebut memiliki

kesamaan dengan cakupan usaha dari LKMS, sebagaimana

berdasarkan pada Pasal 16 UU LKM bahwasannya cakupan

wilayah maksimal LKMS adalah cakupan wilayah Kabupaten/Kota

serta Peraturan Pemerintah Nomor 89 Tahun 2014 tentang Suku

Bunga Pinjaman atau Imbal Hasil Pembiayaan dan Luas Jangkauan

Usaha Lembaga Keuangan Mikro.

b. Kultur Hukum BMT di Kota Tangerang Selatan dalam Memilih

Komponen Struktur Hukum

1) Kultur Hukum BMT Al-Fath IKMI dalam Memilih Hukum21

BMT Al-Fath IKMI adalah salah satu BMT yang memiliki aset

yang besar dan kegiatan operasional yang cukup baik di Kota

Tangerang Selatan. Aset BMT Al-Fath IKMI saat ini berjumlah 16

Miliar Rupiah, kemudian BMT Al-Fath IKMI memiliki 3 (tiga)

cabang di antaranya cabang pertama yang berada di daerah

Jombang Ciputat, Legoso, dan Pondok Aren, selain itu sistem

operasional yang dimilikinya pun sudah tersistem sangat baik.

21

Saimin, Manajer BMT Al-Fath IKMI, Interview Pribadi, Ciputat, 10 Agustus 2018.

Page 78: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

66

Wilayah KSPPS LKMS

Skala 1

(Keanggotaan

atau Nasabah)

Wilayah dalam 1 (satu)

daerah kabupaten/kota.

Skala usaha untuk 1

(satu) desa/kelurahan.

Skala 2

(Keanggotaan

atau Nasabah)

Wilayah

keanggotaannya lintas

daerah kabupaten atau

kota dalam 1 (satu)

daerah provinsi.

Skala usaha untuk 1

(satu) kecamatan.

Skala 3

(Keanggotaan

atau Nasabah)

Wilayah

keanggotaannya lintas

daerah provinsi.

Skala usaha untuk 1

(satu)

kabupaten/kota.

BMT Al-Fath IKMI beralasan bahwa substansi hukum yang

dapat memperburuk perkembangan kegiatan BMT, sehingga hal

tersebut akan menyulitkan BMT untuk melakukan ekspansi dan

berkembang. Substansi hukum tersebut adalah megenai cakupan

wilayah kerja dari BMT Al-Fath IKMI. Karena saat ini kegiatan

usaha BMT Al-Fath memiliki cakupan skala nasional. Sedangkan,

berdasarkan pada Pasal 16 UU LKM cakupan wilayah maksimal

kepada LKMS adalah sekabupaten/kota. Sehingga, apabila

memilih LKMS UU LKM, maka BMT Al-Fath IKMI harus

memperkecil cakupan wilayah usahanya menjadi berskala

Kabupaten/Kota atau apabila BMT Al-Fath IKMI tetap mengikuti

skalanya yang bersifat nasional, maka BMT Al-Fath IKMI harus

berubah menjadi BPRS sebagaimana yang terdapat padal Pasal 27

Ayat (1) UU LKM dan POJK Nomor 62/POJK.03/2016 tentang

Transformasi Lembaga Keuangan Mikro Konvensional menjadi

Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Tabel 4.8: Komponen Substansi Hukum dalam Kultur Hukum BMT

di Kota Tangerang Selatan terkait Cakupan Wilayah Usaha

NO. NAMA BMT JENIS

KOPERASI

ASET

(Dalam

Rupiah)

Tanggal

Badan

Hukum

1. BMT At-Taqwa KSPPS 1,1 Miliar 2012

2. BMT Al-Fath

IKMI KSPPS 16 Miliar 1998

3. BMT Al-Bayan KSPPS 3 Miliar 1999

4. BMT UMJ KSU 3 Miliar 2009

Tabel 2 : Gambaran Umum Obyek Penelitian BMT di Tangerang

Selatan

Page 79: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

67

menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan kepemilikannya

harus dimiliki oleh pemerintah sebesar 60%. Kepemilikan

pemerintah ini tentunya memiliki akibat, karena telah terbukti

dengan kepemilikan yang dilakukan pemerintah dapat menciptakan

korupsi pada lembaga tersebut.22

Komponen dari struktur hukum tidak menjadi permasalahan

oleh BMT Al-Fath IKMI. Meskipun demikian BMT Al-Fath

beralasan bahwasannya hanya pendekatan yang dilakukan oleh

OJK saja yang dipermasalahkan. Karena pendekatan yang

dilakukan tersebut layaknya pendekatan perbankan, padahal BMT

Al-Fath meskipun cukup besar tetap merupakan koperasi.

Sehingga, pendekatan baik kepada bank dan yang bukan bank

(koperasi) tidak dapat disama ratakan.

2) Kultur Hukum BMT Al-Bayan dalam Memilih Hukum23

BMT Al-Bayan saat ini memiliki aset sekitar 3 miliar dengan

jumlah nasabah (anggota dan calon anggota) yang beragam dan

juga memiliki cukup pengurus di dalam organisasinya. Meskipun

tidak sebesar BMT Al-Fath IKMI, kultur hukum dari BMT Al-

Bayan berpendapat bahwa substansi hukum menjadi alasan utama

BMT Al-Bayan untuk tetap memilih tunduk kepada UU

Perkoperasian.

BMT Al-Bayan beralasan bahwasannya kegiatan BMT Al-

Bayan yang saat ini berskala Kabupaten/Kota dianggap kurang

cukup dan memerlukan tambahan cakupan skala wilayah

keanggotaan. Hal tersebut dikarenakan BMT Al-Bayan berada di

pinggir daerah Kota Tangerang Selatan dan banyak calon nasabah

telah melewati dari cakupan wilayah BMT Al-Bayan yang ingin

22

Namiza Haq, dkk, “Regulation of Microfinance Institutios in Asia: A Comparative

Analysis”, International Reviews of Business Research Papers, Vol. 4, No. 4, (Augst-Sept 2008),

h. 442. 23

Dini Rohdiani, Manajer BMT Al-Bayan, Interview Pribadi, Serpong, Tanggal 16 Agustus

2018.

Page 80: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

68

melakukan kegiatan usaha simpan, pinjam, dan pembiayaan

syariah kepada BMT Al-Bayan. Sehingga, sebagaimana substansi

hukum LKMS dalam UU LKM yang maksimal cakupan

wilayahnya adalah sekabupaten/kota, maka akan membatasi

perkembangan BMT Al-Bayan dan merugikan BMT Al-Bayan

serta nasabah tersebut.

BMT Al-Bayan mengungkapkan di lain sisi bahwa BMT sulit

untuk melakukan tinjauan terhadap nasabah yang melakukan

pengajuan pinjaman atau pembiayaan kepada lembaga lain. Karena

beberapa waktu lalu terdapat nasabah yang macet diakibatkan

melakukan pinjaman lain kepada lembaga lainnya. Akan tetapi,

BMT At-Bayan tidak dapat berbuat apa-apa atas hal tersebut, baik

berupa penarikan barang yang sudah dilakukan pembiayaan.

3) Kultur Hukum BMT UMJ dalam Memilih Hukum24

Banyak pertimbangan BMT UMJ untuk tidak mengikuti

kelembagaan LKMS dan lebih memilih untuk berubah dari KSU

kepada KSPPS. Pertimbangan tersebut mengenai kedua dari

komponen hukum, yakni komponen dari substansi hukum dan

komponen struktur hukum. Karena kedua-duanya cukup

mempengaruhi BMT UMJ. BMT UMJ beralasan bahwasannya dari

substansi hukum dan struktur hukum tersebut, yang paling

mempengaruhi BMT UMJ berubah menjadi KSPPS adalah

substansi hukumnya. Hal tersebut dikarenakan BMT UMJ saat ini

berkegiatan skala nasional yang ditunjukkan dengan pengawasan

yang dilakukan Menteri. Apabila BMT UMJ mengikuti LKMS,

maka sama layaknya BMT Al-Fath dan BMT Al-Bayan akan

mempersempit perkembangan BMT UMJ.

24

Muchtiar, Direktur BMT UMJ, Interview Pribadi, Cirendeu, 15 Agustus 2018.

Page 81: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

69

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian sebagaimana yang telah dikemukakan dalam bab-bab

sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Hasil pelaksanaan pilihan bentuk kelembagaan Baitul Maal wa Tamwil

(BMT) di Kota Tangerang Selatan menemukan bahwasanya 4 (empat)

BMT di Kota Tangerang Selatan memilih bentuk kelembagaan Koperasi

Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) yang diatur dalam

PermenKUKM RI Nomor 11/PER/M.KUKM/XII/2017 tentang

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh

Koperasi dan menolak untuk memilih kelembagaan Lembaga Keuangan

Mikro Syariah (LKMS) yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Empat BMT

tersebut adalah BMT Al-Fath IKMI, BMT Al-Bayan, BMT At-Taqwa, dan

BMT UMJ. Implikasi dari pelaksanaan pilihan tersebut adalah menjadikan

BMT mengikuti pengaturan KSPPS yang diatur oleh Kementerian

Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia. Akibat hukum

dari dipilihnya kelembagaan KSPPS tersebut menjadikan kegiatan,

cakupan wilayah, dan pengawasan serta pembinaan BMT di Kota

Tangerang Selatan yang seluruhnya mengacu kepada peraturan

KemenKUKM RI tentang KSPPS .

2. Alasan BMT di Kota Tangerang Selatan dalam melakukan pilihan bentuk

kelembagaan tersebut adalah apabila diterapkannya LKMS menjadi

lembaga BMT, maka hal tersebut dapat memberikan kerugian dan

kesulitan kepada BMT. Sedangkan, dengan dipilihnya KSPPS sebagai

lembaga dari BMT di Kota Tangerang Selatan, maka hal tersebut dapat

memberikan keuntungan dan kemanfaatan kepadanya. Oleh karena alasan

tersebut, pengaturan KSPPS dianggap tepat untuk diterapkan kepada

Page 82: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

70

BMT. Atas dasar menghasilkan keuntungan dan kerugian yang tercipta

dalam memilih kelembagaan dan aturannya, maka pelaksanaan pilihan

pengaturan hukum secara logis tidak dapat tercipta pada BMT di Kota

Tangerang Selatan.

Hasil tinjauan melalui komponen sistem hukum dari perspektif sosial

menemukan bahwasannya alasan dari adanya keuntungan dan kerugian

yang diterima oleh BMT di Kota Tangerang Selatan dalam melaksanakan

pilihan kelembagaannya tersebut didasarkan kepada 2 (dua) komponen

hukum. Yaitu, komponen susbtansi hukum dan komponen struktur hukum.

Secara dominan, komponen susbtansi hukum yang menjadi penyebab

dominan dari timbulnya kerugian yang menghambat pelaksanaan pilihan

kelembagaan BMT. Substansi hukum tersebut mengenai perbedaan

pengaturan cakupan wilayah BMT antara KSPPS dan LKMS. BMT yang

beralasan bahwasannya susbtansi hukum yang menjadi komponen

penyebab kerugian adalah BMT Al-Fath IKMI, BMT UMJ, dan BMT Al-

Bayan. Sedangkan hanya BMT At-Taqwa yang beralasan struktur hukum

menjadi penyebab yang menciptakan kerugian apabila diterapkan kepada

BMT At-Taqwa. Perbedaan-perbedaan alasan dalam memilih komponen

hukum ini tercipta karena kondisi, keadaan, dan waktu dari masing-masing

BMT yang berbeda-beda.

B. Saran

Atas hasil penelitian di atas, maka penulis menyarakan bahwa:

1. Bagi otoritas pembuat peraturan, terdapat 2 (dua) opsi rekomendasi

yang Penulis sarankan. Pertama, agar dapat diterapkan dengan baik

terkait pilihan kelembagaan bagi BMT, maka diharapkan untuk

dilakukannya revisi substansi pengaturan dengan cara mendasarkan

dalam pembuatan peraturan dengan cara mengklasifikasikan BMT

berdasarkan kondisi, keaadan, dan waktu dari masing-masing BMT.

Saran kedua adalah memperkuat dan mengharmonisasikan dari 2 (dua)

aturan kelembagaan tersebut dengan mengacu kepada salah satu

pengaturan hukum bagi BMT yang dianggap lebih tepat dan sesuai

Page 83: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

71

dengan peraturan perundang-undangan. Karena terlalu banyak

peraturan berpotensi memperburuk keadaan BMT dalam bermanuver.

Oleh karena itu, penguatan, senergisitas, dan harmonisasi hukum harus

dirumuskan dengan baik dan harus didasarkan pada substansi dan

struktur hukum BMT dengan mempertimbangkan dampak kerugian

dan keuntungan yang disesuaikan juga pada kondisi BMT yang

berbeda-beda.

2. Bagi BMT, meskipun atas dasar dapat menciptakan keuntungan dan

kerugian dalam kegiatan operasionalnya, maka BMT diharapkan agar

tetap patuh kepada peraturan yang menjadi payung hukumnya. Hal

tersebut bertujuan agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan baik

kepada BMT itu sendiri maupun kepada para anggotanya.

3. Bagi akademisi, diharapkan adanya penelitian lanjutan yang lebih luas

baik secara wilayah dan jumlah BMT. Hal tersebut bertujuan untuk

mengkonfirmasi dan membandingkan dengan hasil penelitian ini.

Kemudian, diperlukan juga penelitian kepada BMT yang sudah

menjadi LKMS dengan melihat dampak serta akibat atas perubahan

kelembagaan tersebut agar dapat menciptakan hasil yang solutif dan

berkelanjutan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan.

Page 84: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

72

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdad, M. Zaidi. Lembaga Perekonomian Umat di Dunia Islam. Bandung:

Penerbit Angkasa, Cet. Pertama, 2003.

Ali, Achmad dan Heryani, Wiwie. Menjelajahi Kajian Empiris terhadap Hukum.

Jakarta: Kencana, Cet. Kedua. 2013.

Amalia, Euis. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM

dan UKM di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009.

Asian Development Bank, Finance for the Poor: Microfinance Development

Strategy. 2000.

B. Taneko, Soleman. Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat. (Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada, Cet. Pertama, 1993.

Badan Pusat Statistik Kota Kota Tangerang Selatan. Kota Kota Tangerang

Selatan dalam Angka 2014.

Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan

Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Jenis Koperasi. Tahun

2010.

Djazuli, A dan Janwari, Yadi. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah

Pengantar). Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2002.

Emeritus, dkk, Hukum sebagai Suatu Sistem. .Bandung: PT. Fikahati Aneska,

Cetakan Kedua, 2003.

Erani Yustika, Ahmad. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, & strategi.

Malang, Bayumedia, 2006.

Fajar, Mukhti dan Achmad, Yulianto. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pedoman

Penulisan Skripsi. Jakarta: t.p., 2017.

Gautama, Sudargo. Hukum Perdata Internasional. Jilid II Bagian 4 Buku Ke-5.

Bandung, P.T. Alumni, Cet. Ke-2, 1998.

Page 85: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

73

HS, Salim dan Septiana Nurbani, Erlies. Penerapan Teori Hukum pada Penelitian

Tesis dan Disertasi. Depok: PT Rajagrafindo Persada, Cet. Ke-3, 2014.

Kerjasama Dinas Komunikasi dan Informatika dengan Badan Pusat Statistik Kota

Tangerang Selatan. Laporan Akhir Kegiatan Survei dan Kompilasi Produk

Administrasi Bidang Ekonomi Kota Tangerang Selatan Tahun 2017.

Lawerence, W. Teori & Filsafat Hukum: Idealisme Filosofis & Problem

Keadilan. Terjemahan dari Legal Theori. Penerjemah Mohamad Arifin.

Jakarta: CV. Rajawali, 1990.

M. Friedman, Lawrence. Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial. Bandung: Nusa

Media, 2013.

Mamudji, Sri dkk. Metode Penulisan Hukum. T.t: Badan Penerbit Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan

Mikro. Nopember, 2010.

Otoritas Jasa Keuangan. Snapshot Perbankan Syariah Indonesia Posisi 30

September 2017.

Pachta, Andjar, dkk. Hukum Koperasi Indonesia: Pemahaman, Regulasi,

Pendirian, dan Modal usaha. Jakarta: Kencana, Cet. Kedua, 2007.

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Cet. Keenam,

2006.

Rahmawati, Yuke. Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Ciputat: UIN Jakarta

Press, Cet. Pertama, 2013.

Salman, Otje. Kesadaran Hukum Masyarakat terhadap Hukum Waris. Bandung:

Alumni, 1983.

Scholten, Paul. Struktur Ilmu Hukum. Penerjemah B. Arief Sidharta. Bandung:

Alumni, Cet. Kedua, 2005.

Soekanto, Soerjono dan Abdullah, Mustafa. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat.

Jakarta: Rajawali, 1987

Soekanto, Soerjono. Efektivitasi Hukum dan Peranan Sanksi.Bandung: CV.

Remadja Karya, Cet. Pertama, 1985.

Page 86: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

74

-------------- Kegunaan Sosiologi Hukum bagi Kalangan Hukum, Bandung:

Penerbit Alumni, 1979.

Yayasan Obor Indonesia, Hukum dan Kemajemukan Budaya. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, Cet. Kedua, 2003.

Jurnal dan Penelitian yang Dipublikasikan

Ayu Azizah, Rana dan Suprayogi, Noven. “Analisis Keoptimalan Fungsi Baitul

Maal pada Lembaga Keuangan Mikro Islam (Studi Kasus pada BMT Nurul

Jannah di Gresik dan BMT Muda di Surabaya)”. Jurnal JESTT, Vol. 1, No.

12, (Desember 2014).

C. North, Douglass. “Institutions”, The Journal of Economic Perspectives, Vol. 5,

No. 1. (Winter, 1991).

Dewi Masyitoh, Novita. “Analisis Normatif UU Nomor 1 Tahun 2013 tentang

LKM atas Satus Badan Hukum dan Pengawasan BMT”. Jurnal Economica,

Vol. V Edisi 2, (Oktober, 2014).

Erna Rachmawati, Devi. “Market Opportunities and Regulations Microfinance in

Indonesia”. Jurnal of East Asian Studies. No. 13.

Haq, Namiza, dkk. “Regulation of Microfinance Institutios in Asia: A

Comparative Analysis”. International Reviews of Business Research Papers,

Vol. 4, No. 4, (Augst-Sept 2008).

Kajeng Baskara, I Gde. “Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia”. Jurnal Buletin

Studi Ekonomi, Vol. 18, No. 2,(Agustus 2013).

Kholim, Muhammad. “Eksistensi Baitul Maal Wattamwil dan Permasalahan

dalam Operasionalisasinya (Studi di Propinsi Jawa Tengah)”. Tesis,

Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang,

2004.

Muhtarom, Muhammad. “Reformulasi Peraturan Hukum Lembaga Keuangan

Mikro Syariah di Indonesia”. Profetika Jurnal Studi Islam, XVII, 1, (Juni,

2016).

Murwanti, Sri dan Sholahuddin, Muhammad. “Peran Keuangan Lembaga

Keuangan Mikro Syariah untuk Usaha Mikro di Wonogiri”. Seminar

Nasional dan Call for Papers SANCALL 2013.

Page 87: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

75

Ningsih, Ifelda, dkk. “Baitul Maal Wat Tamwil in Regulation (Easy or Diffcult)”.

Batusangkar International Conference 11, (14-15 Oktober, 2017).

Nourma Dewi, “Regulasi Keberadaan BMT dalam Sistem Perekonomian

Indonesia”, Jurnal Serambi Hukum, Vol.11 No. 1, (Februari-Juli, 2017).

Ridho Kismawandi, Early. “Otoritas Jasa Keuangan (Financial Services

Authority) dan Industri Perbankan di Indonesia”. Jurnal J-Ebis, Vol. 1 No.

2, (Juni, 2016).

Rohma, Umi. “Konstruksi Identitas Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) pasca UU No.

1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro”. Istiqro, XIII, 2, (2013).

Rokhmad, Abu. “Gagasan Hukum Progresif Perspektif Teori Maslahah”. Jurnal

al- Manahij, Vol. VII, No. 1, (Januari, 2013).

Solikhah, dkk. “Bentuk Badan Usaha Ideal untuk Dapat dipertanggungjawabkan

secara Hukum dalam Pengelolaan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)

berdasarkan Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro di Eks Karisidenan

Surakarta”. Jurnal Yustitia, edisi 93, (September – Desember, 2015).

Sri Imaniyati, Neni. “Aspek-Aspek Hukum Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dalam

Perspektif Hukum Ekonomi”. Prosiding SNaPP2011, Vol. 2, No.1, Tahun

2011.

Sutrisna, “Kajian Yuridis BMT menurut Undang-Undang No.1 Tahun 2013

tentang Lembaga Keuangan Mikro dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992

tentang Koperasi di Indonesia”. (Jurnal Penelitian, Fakultas Hukum,

Universitas Slamet Riyadi, Surakarta, 2017).

Yudho, Winarno dan Tjandrasari, Heri. “Efektivitas Hukum dalam Masyarakat”.

Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 17, No. 1, 1987.

Interview

Interview Pribadi dengan Hosen, Pegawai BMT Al-Ikhlas, Pamulang, 16 Juli

2018.

Interview Pribadi dengan Saimin, Ketua HIMKOPSYAH Banten, 10 Agustus

2018.

Interview Pribadi dengan Dwi Lestari Handayani, Manajer BMT At-Taqwa,

Pamulang, 18 Juli 2018.

Page 88: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

76

Interview Pribadi dengan Muchtiar, Direktur BMT UMJ, Cirendeu, 15 Agustus

2018.

Interview Pribadi dengan Saimin, Manajer BMT Al-Fath IKMI, Ciputat, 10

Agustus 2018.

Interview Pribadi, Dini Rohdiani, Manajer BMT Al-Bayan, Serpong, Tanggal 16

Agustus 2018.

Berita dan Internet

BMT Gerakkan Ekonomi Rakyat, https://republika.co.id/berita/koran/syariah-

koran/14/06/13/n73i462-bmt-gerakkan-ekonomi-rakyat. Jum’at 13 Juni,

2014 Pukul 14:00 WIB.

Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan

Usaha Kecil dan Menengah pada Tahun 2010.

dinkopukm.slemankab.go.id/wp-content/uploads/2018/07/Jenis-

koperasi.pdf.

Direktori LKM OJK diakses melalui https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-

dan-statistik/direktori/direktori-lkm/Pages/Direktori-Lembaga-Keuangan-

Mikro---Juli-2018.aspx.

Dua BMT Syariah Himpun Dana Masyarakat Tanpa Izin, koran

ekonomi.Kompas.com/read/2016/11/01/15282836/dua.bmt.syariah.himpun.

dana.masyarakat.tanpa.izin., 1 Nopember 2016.

http://www.depkop.go.id/tentang-kementerian/kementerian-koperasi-dan-ukm/.

https://www.ojk.go.id/Files/box/LKM/faq-lkm.pdf

nik.depkop.go.id.

OJK Minta BMT Segera Urus Perizinan, Koran

https://republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-konomi/16/01/11/o0s3ye383-

ojk-minta-bmt-segera-urus-perizinan, Senin, 11 Januari 2016.

Perhimpunan BMT Indonesia Selaras Reformasi Koperasi,

www.Bertiasatu.com./ekonomi/399663-perhimpunan-bmt-indonesia-selaras-

reformasi-koperasi.html., 17 Nopember 2016.

Page 89: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

77

Uang Rp 3 Miliar Lenyap, Nasabah Gruduk Kantor BMT Istiqomah,

http://jabar.tribunnews.com/2018/04/21/uang-rp-3-miliar-lenyap-nasabah-

geruduk-kantor-bmt-istiqomah, Sabtu, 21 April 2018.

Upaya Menutup Celah Agar Fintech Tidak Berpraktik Shadow Banking,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a4e02600e517/upaya-menutup-

celah-agar-fintech-tak-berpraktik-shadow-banking.

Yurisprudensi dan Peraturan Perundang-Undangan

Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-XI/2013.

Peraturan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia

Nomor 11/PER/M.KUMKM/XII/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah.

Permen KUKM Nomor 16/PER/M.KUKM/IX/2015tentang Pelaksanaan Kegiatan

Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi.

Permen KUKM RI Nomor 19/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Penyelenggaraan

Rapat Anggota.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 62/POJK.03/2016 tentang Transformasi

Lembaga Keuangan Mikro Konvensional menjadi Bank Perkreditan Rakyat

dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah menjadi Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan

Usaha dan Kelembagaan Keuangan Mikro

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 61/POJK.05/2015 tentang Perubahan

atas POJK Nomor 12/ POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan

Kelembagaan Keuangan Mikro.

Peraturan Pemerintah Nomor 89 Tahun 2014 tentang Suku Bunga Pinjaman atau

Imbal Hasil Pembiayaan dan Luas Jangkauan Usaha Lembaga Keuangan

Mikro.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.05/2014 tentang

Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro.

Page 90: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

78

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.05/2004 tentang Pembinaan

dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil Mikro dan

Menengah

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Page 91: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

79

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 92: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

Bahan Wawancara

HIMKOPYSAH

Nama Nara Sumber : Saimin., S.E., M.Si

Jabatan : Ketua HIMKOPSYAH BANTEN

Tanggal/Waktu : 10, Agustus 2018/ 14:05 – 15:05

1. Terdapat berapa BMT yang ada di Kota Tangerang Selatan?

Sekitar 30an

2. Bagaimana perkembangan BMT di Kota Tangerang Selatan dari tahun ke

tahun?

Perkembangan BMT di Kota Tangerang Selatan saat ini tidak terlepas

dengan perekonomian secara nasional. Di mana kondisi ekonomi terdapat

3 (tiga) yakni baik, kondusif, dan kurang baik. Nah, BMT masuk ke dalam

kategori kondusif (stagnan). Kondisi BMT tersebut dipengaruhi siklus

ekonomi secara nasional.

Siklus tersebut disebabkan oleh kekuatan daya beli UMKM yang menurun

yang disebabkan oleh maraknya mini market di Indonesia dan digitalisasi

e-commerce yang menjadi pesaing dari UMKM tradisional. Sehingga,

BMT di Kota Tangerang Selatan sedang diuji ketahanan BMT itu sendiri

terhadap siklus ekonomi nasional saat ini.

Mesikpun begitu, BMT masih sanggup untuk berdiri dibanding beberapa

koperasi konvensional lainnya. Oleh karena itu, saat ini sedang

mendorong untuk pengembangan sistem IT di BMT agar dapat bersaing.

Page 93: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

Bahan Wawancara

BMT

Nama BMT : BMT UMJ

Badan Hukum : KSU

Nama Nara Sumber : Bapak Mukhtiar

Jabatan : Direktur

Tanggal/Waktu : 15-Agustus-2018/08:30

Seputar BMT

1. Bagaimana profile dari BMT?

BMT UMJ saat ini berbentuk KSU (Koperasi Serba Usaha). Akan tetapi,

BMT UMJ juga memiliki kegiatan jasa keuangan syariah. Karena BMT

UMJ memiliki USPPS (Unit Usaha Simpan Pinjam Syariah). Kegiatan

keuangan syariah itu sendiri sudah lama sejak terjadinya kejadian

jebolnya Situ Gintung. Namun, saat ini tengah penggodokan untuk

menjadi KSPPS secara penuh.

2. Berapa aset dari BMT?

BMT UMJ memiliki aset sebesar 3 Miliar

3. Lingkup wilayah kegiatan BMT apa saat ini?

BMT UMJ di bawah pembinaan menteri. Berarti bersifat nasional.

Pilihan Hukum

1. Kemana BMT memilih aturan hukum saat ini? (Undang-Undang LKM)

atau (Undang-Undang Koperasi)

Pilihan hukum saat ini adalah tetap koperasi. Banyak pertimbangn atas

itu karena tidak hanya peraturannya juga pertimbangan ketatnya OJK.

Dalam UU LKM itu bergantung pada modal dan bukan bergantung pada

nilai kebersamaannya. Kemudian, peraturan LKM dikatakan belum siap

untuk diterapkan.

Page 94: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

2. Apakah dengan pilihan hukum tersebut. BMT patuh secara keseluruhan?

Tidak, terlebih terkait dengan anggota. Karena BMT UMJ masih melayani

non-anggota (nasabah) yang seharusnya BMT itu untuk anggota.

3. Apakah dengan memilih peraturan saat ini oleh BMT lebih menciptakan

kemanfaatan kepada BMT? (Ya)/(Tidak)

4. Alasan apa bagi BMT untuk tidak memilih aturan sebaliknya?

Karena dapat mempersempit kegiatan dari BMT.

Alasan dari Komponen Sistem Hukum

(Komponen dalam wawancara ini memiliki peran untuk mengetahui alasan dan

tolak ukur apa BMT dalam memilih peraturan)

1. Faktor dominan apakah BMT tidak memilih peraturan yang sebaliknya

atau dalam artian factor dominan yang menjadikan BMT memilih

peraturan yang saat ini digunakan? (Pilih Salah Satu)

a. Substansi Hukum/Terkait isi dari peraturan (X)

Seperti :

i. Tujuan hukum yang diatur berbeda dengan tujuan yang dianut

BMT;

ii. Peraturan mempersempit ruang kegiatan dan perkembangan

BMT/memberikan kelonggaran kepada BMT.

b. Struktur Hukum/Terkait Pengawasan dan Penegakkan Hukum ( )

i. OJK/Kemenkop yang mengikat dalam mengawasi BMT;

ii. Tidak sesuainya kewenangan pengawasan apabila mengawasi

BMT;

iii. Ketatnya pengawasan dan sanksi/kendurnya pengawasan

Page 95: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

Bahan Wawancara

BMT

Nama BMT : BMT At-Taqwa

Badan Hukum : KSPPS

Nama Nara Sumber : Ibu Dwi Lestari handayani

Jabatan : Manajer

Tanggal/Waktu : 18-Juli-2018/14:15

Seputar BMT

1. Bagaimana profile dari BMT?

BMT At-Taqwa sebagaimana namanya berada di Masjid At-Taqwa. BMT

At-Taqwa operasionalnya berbentuk KSPPS pada tahun 2013. Kegiatan

dari BMT At-Taqwa memberikan modal usaha di sekitar BMT baik kepada

kaum dhuafa atau anggota-anggota yang berkegaitan sebagai UKM.

2. Berapa aset dari BMT?

BMT At-Taqwa memiliki aset sebesar 1.1 Miliar

3. Lingkup wilayah kegiatan BMT apa saat ini?

Kegiatan wilayah yang dilakukan hanya di sekitar BMT dan tidak jauh

Pamulang.

Pilihan Hukum

1. Kemana BMT memilih aturan hukum saat ini? (Undang-Undang LKM)

atau (Undang-Undang Koperasi)

Pilihan hukumnya saat ini mengikuti koperasi.

2. Apakah dengan pilihan hukum tersebut. BMT patuh secara keseluruhan?

Tidak.

3. Apakah dengan memilih peraturan saat ini oleh BMT lebih menciptakan

kemanfaatan kepada BMT? (Ya)/(Tidak)

4. Alasan apa bagi BMT untuk tidak memilih aturan sebaliknya?

Takut. Asetnya masih kecil, gaji pegawai pun belum besar masih belum

UMR dan beberapa gaji pengurus belum diberikan. Kemudian, BMT At-

Page 96: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

Ataqwa belum membayar pajak. Nanti kalau ikut OJK semakin rugi. Kaya

tahun 2017 Bumiputera yang akhirnya rugi karena ikut aturan OJK.

Kalau untuk BMT At-Taqwa sekecil ini tidak bisa sistemnya pun belum

sebesar bank yang lain. Jadi, kalau ada OJK yang ada biaya-biaya lebih

mempersulit BMT.

Alasan dari Komponen Sistem Hukum

(Komponen dalam wawancara ini memiliki peran untuk mengetahui alasan dan

tolak ukur apa BMT dalam memilih peraturan)

1. Faktor dominan apakah BMT tidak memilih peraturan yang sebaliknya

atau dalam artian factor dominan yang menjadikan BMT memilih

peraturan yang saat ini digunakan? (Pilih Salah Satu)

a. Substansi Hukum/Terkait isi dari peraturan ( )

Seperti :

i. Tujuan hukum yang diatur berbeda dengan tujuan yang

dianut BMT;

ii. Peraturan mempersempit ruang perkembangan BMT.

b. Struktur Hukum/Terkait Pengawasan dan Penegakkan Hukum

(X)

i. OJK/Kemenkop yang mengikat dalam mengawasi BMT;

ii. Tidak sesuainya kewenangan pengawasan apabila

mengawasi BMT;

iii. Ketatnya pengawasan dan sanksi/kendurnya pengawasan..

Page 97: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

Bahan Wawancara

BMT

Nama BMT : BMT Al-Bayan

Badan Hukum : KSPPS

Nama Nara Sumber : Ibu Dini Rohdiani

Jabatan : Manajer

Tanggal/Waktu : 16-Agustus-2018

Seputar BMT

1. Bagaimana profile dari BMT?

BMT Al-Bayan beroperasi sebagai KSPPS. Di mana aset yang ada saat

ini sekitar 3 Miliar. Anggota yang melakukan pinjaman pun banyak dan

beragam. Tapi, karena beragam tersebut BMT sulit untuk mengajak

anggota untuk ikut RAT dan kegiatan-kegaitan lainnya. Sehingga, lebih

baik untuk diperkecil anggota-anggotanya. Anggota-anggota tersebut

banyak dari di sekitar pasar Serpong dan adapula di Pamulang. Sifatnya

pun menggiring bola agar dapat menjangkau masyarakat-masyarakat

tersebut.

Tetapi, kesulitannya kadang ada nasabah yang macet karena tidak

terdeteksi telah melakukan pinjaman dari lembaga lain. Jadi, mau tidak

mau BMT tidak bisa berbuat apa-apa atas hal tersebut.

2. Berapa aset dari BMT?

BMT Al-Bayan memiliki aset sebesar 3 Miliar

3. Lingkup wilayah kegiatan BMT apa saat ini?

Kegiatan wilayah yang dilakukan hanya di sekitar BMT dari Pamulang

juga Serpong. Tetapi ada juga anggota yang lewat lintas kewilayahan

BMT. Karena BMT Al-Bayan ini sendiri berada diperbatasan.

Pilihan Hukum

Page 98: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

1. Kemana BMT memilih aturan hukum saat ini? (Undang-Undang LKM)

atau (Undang-Undang Koperasi)

Pilihan hukumnya saat ini mengikuti koperasi.

2. Apakah dengan pilihan hukum tersebut. BMT patuh secara keseluruhan?

Tidak. Karena sulit dalam melaksanakan RAT bagi anggota-anggota

tersebut.

3. Apakah dengan memilih peraturan saat ini oleh BMT lebih menciptakan

kemanfaatan kepada BMT? (Ya)/(Tidak)

4. Alasan apa bagi BMT untuk tidak memilih aturan sebaliknya?

Karena tidak mengakomodir dan sulit bagi BMT Al-Bayan. BMT Al-Bayan

dengan kegaitan yang berada di perbatasan dan banyak anggota yang

berada di luar perbatasan dan menyindir-nyindir serta memohon agar

dapat memenuhi pinjamannya. Oleh karena itu, sekarang BMT Al-Bayan

sedang melakukan pengurusan agar dapat memperluas wilayahnya

menjadi skala nasional. Sedangkan, dalam LKM kan skalanya terbatas.

Namun untuk pelayanan kepada nasabah kita sulit mengetahui nasabah

mana yang telah meminjam kepada lembaga lain dan yang tidak. Karena,

pernah ada nasabah yang baru mengajukan pembiayaan untuk

operasional pasar, tiba-tiba mendapatkan pembiayaan lagi. Sehingga,

nasabah itu macet dan kita tidak bisa apa-apa terkecuali kita sudah

melakukan simpanan minimum dana dari persentase pembiayaan itu.

Alasan dari Komponen Sistem Hukum

(Komponen dalam wawancara ini memiliki peran untuk mengetahui alasan dan

tolak ukur apa BMT dalam memilih peraturan)

1. Faktor dominan apakah BMT tidak memilih peraturan yang sebaliknya

atau dalam artian factor dominan yang menjadikan BMT memilih

peraturan yang saat ini digunakan? (Pilih Salah Satu)

a. Substansi Hukum/Terkait isi dari peraturan (X)

Seperti :

i. Tujuan hukum yang diatur berbeda dengan tujuan yang dianut

BMT;

Page 99: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

ii. Peraturan mempersempit ruang perkembangan BMT.

b. Struktur Hukum/Terkait Pengawasan dan Penegakkan Hukum ( )

i. OJK/Kemenkop yang mengikat dalam mengawasi BMT;

ii. Tidak sesuainya kewenangan pengawasan apabila mengawasi

BMT;

iii. Ketatnya pengawasan dan sanksi/kendurnya pengawasan.

Page 100: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

Bahan Wawancara

BMT

Nama BMT : BMT Al-Fath IKMI

Badan Hukum : KSPPS

Nama Nara Sumber : Bapak Saimin, S.E., M.Si

Jabatan : Manajer

Tanggal/Waktu : 10 Agustus 2018/14:05 – 15: 10 WIB

Seputar BMT

1. Bagaimana profile dari BMT?

BMT Al-Fath IKMI saat ini beroperasi sebagai KSPPS. Aset yang ada

sebesar 16 Miliar. BMT Al-Fath IKMI memiliki 3 (tiga) cabang di

antaranya cabang pertama di Jombang Ciputat, Legoso, dan Pondok

Aren.

2. Berapa aset dari BMT?

BMT Al-Fath IKMI memiliki aset sebesar 16 Miliar

3. Lingkup wilayah kegiatan BMT apa saat ini?

Lingkup kegiatan BMT Al-Fath IKMI diawasi oleh Menteri maka BMT Al-

Fath IKMI skalanya nasional.

Pilihan Hukum

1. Kemana BMT memilih aturan hukum saat ini? (Undang-Undang LKM)

atau (Undang-Undang Koperasi)

Koperasi.

2. Apakah dengan pilihan hukum tersebut. BMT patuh secara keseluruhan?

Tidak..

3. Apakah dengan memilih peraturan saat ini oleh BMT lebih menciptakan

kemanfaatan kepada BMT? (Ya)/(Tidak)

4. Alasan apa bagi BMT untuk tidak memilih aturan sebaliknya?

Pada dasarnya UU LKM memberikan keleluasaan bagi BMT dalam

pengaturan hukum. Akan tetapi hal tersebut akan sulit bagi BMT untuk

berekspansi. Di samping itu, kegiatan yang dilakukan BMT akan dibatasi

Page 101: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi

wilayah kerjanya. Jadi, dengan tunduk tersebut memberikan kerugian bagi

BMT.

Saat ini banyak LKM yang tersebar di seluruh Indonesia, maka pasti sulit

bagi OJK mengawasi masing-masing LKM. Kalau OJK pernah datang

kemari,, namun pendekatan yang dilakukan layaknya bank bukan seperti

koperasi.

Alasan dari Komponen Sistem Hukum

(Komponen dalam wawancara ini memiliki peran untuk mengetahui alasan dan

tolak ukur apa BMT dalam memilih peraturan)

1. Faktor dominan apakah BMT tidak memilih peraturan yang sebaliknya

atau dalam artian factor dominan yang menjadikan BMT memilih

peraturan yang saat ini digunakan? (Pilih Salah Satu)

a. Substansi Hukum/Terkait isi dari peraturan (X)

Seperti :

i. Tujuan hukum yang diatur berbeda dengan tujuan yang dianut

BMT;

ii. Peraturan mempersempit ruang perkembangan BMT.

b. Struktur Hukum/Terkait Pengawasan dan Penegakkan Hukum ( )

i. OJK/Kemenkop yang mengikat dalam mengawasi BMT;

ii. Tidak sesuainya kewenangan pengawasan apabila mengawasi

BMT;

iii. Ketatnya pengawasan dan sanksi/kendurnya pengawasan.

Page 102: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi
Page 103: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi
Page 104: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi
Page 105: PELAKSANAAN PILIHAN BENTUK KELEMBAGAAN BAITUL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43030/1/MOHAMAD... · pilihan bentuk kelembagaan baitul maal ... program studi