BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN...

60
BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PERIKANAN DAN KELAUTAN Adam Smith dalam bukunya : "TheWealth of Nations, 1776” mempopulerkan "tangan gaib", suatu gagasan yang mengatakan bahwa orang yang "bermaksud hanya mencari keuntungan sendiri", seolah-olah "dituntun oleh tangan gaib untuk memajukan ... kepentingan umum". Adam Smith tidak menyatakan dengan tegas bahwa ini selalu benar, dan mungkin juga tidak pernah dikatakan oleh para pengikutnya. Tetapi itu telah memdorong suatu kecenderungan umum untuk beranggapan bahwa keputusan-keputusan yang dicapai secara perseorangan akan merupakan keputusan-keputusan yang terbaik untuk seluruh masyarakat. Kalau anggapan ini benar, maka gagasan ini akan membenarkan kelangsungan kebijaksanaan laissez-faire yang kita lakukan dalam segala hal kehidupan kita. 2.1. Tragedi Kebebasan Dalam Kebersamaan Kata "tragedi" mengutip pandangan filsuf Whitehead dari Garett Hardin bahwa: "Intisari dari tragedi dramatis bukanlah ketidakbahagiaan, tetapi terletak pada berlakunya keadaan-keadaan yang benar-benar kejam". Nasib yang tak terhindarkan ini dapat dilukiskan berkaitan dengan drama kehidupan manusia, dimana insiden-insiden yang menyebabkan ketidakbahagiaan terjadi. Dalam drama kehidupan demikian, maka pelarian dari kenyataan tersebut sebagai tindakan yang sia-sia”. Garett Hardin menjelaskan terjadinya tragedi kebersaniaan pada hakekatnya berkembang dari perilaku “kebebasan tanpa kendali”. Bayangkanlah suatu padang rumput yang tersedia untuk semua orang. Dapat dibayangkan bahwa setiap gembala akan mencoba menggembalakan sebanyak mungkin sapi di padang rumput itu. Penyelenggaraan yang demikian berlangsung dengan cukup memuaskan selama berabad-abad, karena perang antar suku, pemburuan semaunya dan penyakit, masih mempertahankan jumlah manusia dan hewan tetap berada di bawah daya dukung lahan. Namun akhirnya tibalah masa dimana stabilitas sosial yang telah lama dicita-citakan

Transcript of BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN...

Page 1: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

BAB 02 :

PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN

KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN

PERIKANAN DAN KELAUTAN

Adam Smith dalam bukunya : "TheWealth of Nations, 1776” mempopulerkan

"tangan gaib", suatu gagasan yang mengatakan bahwa orang yang "bermaksud hanya

mencari keuntungan sendiri", seolah-olah "dituntun oleh tangan gaib untuk memajukan ...

kepentingan umum". Adam Smith tidak menyatakan dengan tegas bahwa ini selalu benar,

dan mungkin juga tidak pernah dikatakan oleh para pengikutnya. Tetapi itu telah

memdorong suatu kecenderungan umum untuk beranggapan bahwa

keputusan-keputusan yang dicapai secara perseorangan akan merupakan

keputusan-keputusan yang terbaik untuk seluruh masyarakat. Kalau anggapan ini benar,

maka gagasan ini akan membenarkan kelangsungan kebijaksanaan laissez-faire yang kita

lakukan dalam segala hal kehidupan kita.

2.1. Tragedi Kebebasan Dalam Kebersamaan

Kata "tragedi" mengutip pandangan filsuf Whitehead dari Garett Hardin bahwa:

"Intisari dari tragedi dramatis bukanlah ketidakbahagiaan, tetapi terletak pada

berlakunya keadaan-keadaan yang benar-benar kejam". Nasib yang tak terhindarkan ini

dapat dilukiskan berkaitan dengan drama kehidupan manusia, dimana insiden-insiden

yang menyebabkan ketidakbahagiaan terjadi. Dalam drama kehidupan demikian, maka

pelarian dari kenyataan tersebut sebagai tindakan yang sia-sia”.

Garett Hardin menjelaskan terjadinya tragedi kebersaniaan pada hakekatnya

berkembang dari perilaku “kebebasan tanpa kendali”. Bayangkanlah suatu padang

rumput yang tersedia untuk semua orang. Dapat dibayangkan bahwa setiap gembala akan

mencoba menggembalakan sebanyak mungkin sapi di padang rumput itu.

Penyelenggaraan yang demikian berlangsung dengan cukup memuaskan selama

berabad-abad, karena perang antar suku, pemburuan semaunya dan penyakit, masih

mempertahankan jumlah manusia dan hewan tetap berada di bawah daya dukung lahan.

Namun akhirnya tibalah masa dimana stabilitas sosial yang telah lama dicita-citakan

Page 2: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

2

menjadi kenyataan. Pada saat itu logika kebebasan dalam kebersamaan tanpa belas

kasihan menimbulkan tragedi.

Sebagai inakhluk yang berakal, setiap gembala akan berusaha untuk

memaksimumkan keuntungan yang mungkin diperolehnya. Dengan tegas atau

diam-diam, setengah sadar, ia akan bertanya dalam hatinya apa manfaatnya yang akan

diperolch dengan menambahkan satu atau lebih kawanan ternaknya. Manfaat itu

mempunyai komponen negatif dan positif, yaitu :

(1) Komponen positif itu ialah fungsi tambahan satu hewan. Karena si penggembala

memperoleh pendapatannya dari penjualan tambahan ternak itu, manfaat positif itu

ialah plus satu.

(2) Komponen yang negatif ialah fungsi penambahan rerumputan yang disebabkan

bertambalmya seekor hewan lagi. Hanya saja akibat tambahan hewan gembala untuk

memanfaatkan kelebihan rerumputan akan sama-sama diderita oleh semua

penggembala. Kegunaan negatif bagi suatu penggembala tertentu yang membuat

keputusan itu adalah satu bagian, yaitu minus satu.

Dengan menjumlahkan manfaat parsial komponen itu, penggembala yang rasional

akan berkesimpulan bahwa satu-satunya jalan yang terbaik untuk dilakukan ialah

menambahkan hewan ke dalam kawanan ternaknya. Tetapi ini adalah kesimpulan setiap

dan semua penggembala berakal dari anggota kebersamaan tersebut. Di sinilah letak

terjadinya tragedi itu. Setiap orang terikat oleh suatu sistem yang mendorong untuk

memperbesar kawanan ternaknya tanpa batas di dunia padang rumput yang justru

terbatas. Kehancuran adalah nasib yang akan dihadapi semua orang, masing-masing

mengejar kepentingannya sendiri dengan sebaik-baiknya, demi kebebasan yang dihormati

bersama. Kebebasan dalam kebersamaan membawa kehancuran kepada semua.

Mungkin kita akan mengatakan bahwa pernyataan tersebut adalah kata-kata

hampa. Walaupun hal itu telah diketahui ribuan tahun yang lalu, tetapi perilaku manusia

lebih menyukai penolakan. Keuntungan pribadi yang diperoleh perseorangan karena

kemampuannya cenderung mengingkari kebenaran, walaupun nyata-nyata masyarakat

secara keseluruhan menjadi menderita karenanya. Pendidikan mungkin dapat melawan

kecenderungan alamiah berbuat salah tersebut, tetapi pergantian generasi yang tak dapat

dihindarkan menuntut agar pemahaman ini terus-menerus disegarkan kembali.

Page 3: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

3

Dalam hubungannya dengan kebebasan dalam kebersamaan tersebut, Hardin

menyelipkan cerita menarik. Katanya, suatu kejadian sederhana di Leeminster,

Massachusetts. Selama musim berbelanja menjelang Natal, tiang meteran parkir di

daerah pusat perdagangan ditutup dengan kantong-kantong plastik yang bertuliskan :

“Jangan dibuka sampai sesudah Natal. Pelayanan parkir cuma-cuma dari Walikota dan

Dewan Kota”. Nampaknya Bapak Wali Kota ingin melembagakan sistem kebersamaan,

sementara tempat parkir semakin sempit. Kita bisa bayangkan akibatnya yang akan

diderita oleh kita semua.

Dengan cara yang agak sama, pengertian kebersamaan dipahami dalam

pemanfaatan lahan pertanian, mungkin sejak pertanian dikenal atau sejak dikenalnya milik

pribadi dalam harta benda yang tidak bergerak. Demikian pula dengan samudera-

samudera di dunia sampai saat ini masih menjadi korban oleh adanya filsafat kebebasan

dalam kebersamaan. Bangsa bahari mungkin akan terusik jika semboyan :”kebebasan di

lautan” dipersoalkan, karena keyakinannya bahwa :”sumberdaya ikan di samudera tidak

akan pernah habis”. Banyak bangsa bahari “bertarung mengadu nasib di lautan dengan

semboyan kebebasan”, sementara ikan paus secara tidak disadari semakin mendekati

kemusnahannya.

Apa daya kita untuk mengamankan itu semua ?. Apa yang dapat kita lakukan

agar sumberdaya itu semua dapat kita wariskan untuk anak cucu kita seperti yang kita

nikmati sekarang ???. Jawabnya macam-macam. Misalnya, ada yang berpendapat agar

kita dapat menjualnya menjadi milik perorangan atau kita tetap mempertahankannya

menjdi milik umum dengan cara membuat penjatahan untuk menggunakannya.

Penjatahan dapat dilakukan dengan lelang atau atas dasar kemanfaatan dengan

berbagai tolok ukur yang disetujui. Atau mungkin, boleh juga dengan cara lotere. Atau

juga berdasarkan asas siapa yang datang terdahulu mendapat pelayanan yang pertama,

yang diselenggarakan dalam suatu urutan yang disepakati. Semua kemungkinan itu

adalah wajar-wajar saja dilakukan. Itu semua mungkin saja tidak sepenuhnya disetujui.

Yang pasti, kita harus melakukan pilihan atau kalau tidak demikian berarti kita secara

diam-diam menyetujui penghancuran milik bersama tersebut.

Mungkin kita sering mendengar kata “pencemaran”. Secara terbalik, tragedi

kebersamaan ini muncul dalam persoalan pencemaran lingkungan. Dalam hal ini soal

Page 4: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

4

yang kita hadapi bukan mengambil sesuatu dari hak milik bersama tetapi memberikan

dalam berbagai bentuk limbah kotoran kimia, radio aktif, dan panas ke dalam air,

gas-gas beracun dan berbahaya ke udara, papan dan lampu-1ampu reklame yang

mengganggu dan merusak pemandangan.

Penghitungan kemanfaatan sama dengan sebelumnya. Orang yang berakal

mengetahui bahwa bagian biaya yang harus dikeluarkan untuk limbah yang dibuang ke

dalam lingkungan bersama adalah kurang dari biaya yang dikeluarkan seandainya limbah

itu dibersihkan lebih dahulu sebelum dibuang. Karena semua orang berpikir demikian,

kita terperangkap dalam suatu sistem : "mencemari tempat sendiri", selama kita bersikap

sebagai pengusaha perseorangan, bebas, rasional. Sekali lagi, kebebasan dalam

kebersamaan membawa akibat buruk terhadap kita bersama.

Udara dan air yang melingkungi kita tidak dapat dipagari. Oleh karena itu tragedi

kebersamaan harus dapat dicegah menjadi tangki WC dengan cara lain, seperti

pemaksaan melalui undang-undang dan mengenakan pemajakan yang memungkinkan

terjadinya keadaan dimana akan lebih murah bagi si pencemar untuk membersihkan

bahan-bahan pencemarnya, daripada membuangnya sebelum dibersihkan.

Kita mengenal konsep milik pribadi, yang menyokong atau tidak peduli dengan

pencemaran. Pemilik pabrik di pinggir sungai, yang miliknya terentang luas sampai ke

tengah sungai, sering kesulitan untuk dapat memahami kenapa bukan menjadi hak yang

wajar baginya untuk mengotori air yang melewati miliknya. Hukum selalu ketinggalan. Ia

memerlukan waktu untuk menyusun dan meninjau kembali aturan untuk disesuaikan

dengan munculnya pengertian baru tentang kebersamaan itu.

Persoalan pencemaran sebagai akibat yang ditimbulkan oleh penduduk selalu

dikatakan oleh kakek-kakek kita bahwa : "air yang mengalir membersihkan dirinya

sendiri dalam setiap jarak sepuluh mil". Dongeng ini cukup mendekati kebenaran waktu

kita masih anak-anak, karena pada waktu itu orang belum begitu banyak. Tetapi setelah

penduduk menjadi padat, dan daur ulang kimiawi dan biologis secara alami telah

menimbulkan beban terlampau berat, maka pengertian hak milik memerlukan peninjauan

kembali.

Persoalan kita kemudian adalah menjawab pertanyaan, bagaimana

mengundangkan tingkah laku ???. Dengan menggunakan milik umum sebagai tangki WC

Page 5: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

5

mungkin tidak merugikan banyak orang, kalau hal itu terjadi di daerah pinggiran kota,

karena di wilayah itu tidak ada khalayak ramai. Namun perbuatan yang sama dan terjadi

di daerah metropolis seperti Surabaya atau Jakarta akan tidak dapat ditolerir. Seseorang

mungkin tidak mengetahui apakah membunuh gajah, membakar padang rumput atau

hutan merugikan orang lain kalau tidak diketahui sistem keseluruhan di mana tindakan

itu dilakukan.

Hukum masyarakat kita mengikuti pola etika sebelumnya, dan karena itu sering

tidak sesuai untuk mengatur suatu dunia yang rumit, penuh sesak, dan berubah. Cara

pemecahannya adalah menambah kekuatan undang-undang dengan peraturan peraturan

administratif. Hanya saja hukum administratif mendatangkan persoalan baru : "siapa

yang akan mengawasi si pengawas". Solusinya adalah kita harus mempunyai pemerintah-

an yang tunduk pada undang-undang bukan pada orang-orang. Pejabat-pejabat yang

mencoba menilai tindakan nyata di lapangan dapat saja dihinggapi korupsi dan dengan

demikian mengakibatkan pemerintahan oleh orang-orang dan bukan lagi oleh

undang-undang.

Larangan mudah dibuat melalui undang-undang, tetapi bagaimana kita dapat

membuat undang-undang tentang tingkah laku. Tantangan besar yang kita hadapi

sekarang dalam menggunakan sumberdaya milik bersama ialah menemukan umpan-balik

pengawasan yang diperlukan untuk memelihara kejujuran petugas. Kita harus

menemukan cara untuk mengesahkan wewenang yang diperlukan oleh para petugas dan

umpan-balik pengawasan dari masyarakat kedua-duanya.Kerugian jangka panjang dari

himbauan kepada hati nurani, juga mempunyai kerugian jangka pendek yang serius.

Kalau kita meminta seseorang yang menguras atau merusak milik umum supaya berhenti

: "atas nama hati nurani", yang sebenarnya kita minta adalah tanggung jawabnya.

Menggugah hati nurani orang lain merupakan harapan bagi setiap orang yang

berhasrat memperluas pengawasannya melampaui batas-batas hukum. Banyak pemimpin

dari tingkat paling tinggi berlindung dibalik harapan ini. Presiden atau Ketua MPR tak

henti-hentinya menyerukan “berantas KKN”. Kebiasaan retorika demikian ditujukan

untuk membangkitkan perasaan bersalah pada mereka yang tidak mau meninggalkan

KKN atau penghancuran milik umum tanpa tindakan hukum.

Page 6: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

6

Paul Goodman berbicara soal dampak himbauan :”atas nama hati nurani”,

mengatakan: "tidak ada sesuatu yang baik pernah datang dari perasaan bersalah, juga

inteligensia, kebijaksanaan maupun keharusan. Mereka yang bersalah tidak

memperhatikan obyek, tetapi hanya diri mereka sendiri, kecuali barangkali terbatas

menyentuh pada perasaan gelisah saja. Jika kita menggunakan kata “tanggungjawab

sosial” tanpa disertai oleh sanksi-sanksi yang nyata adalah tidak ada bedanya dengan

menggertak anak kecil yang egois yang sedang bermain bebas dalam suatu kerumunan

kebersamaan, kemudian secara diam-diam atau setengah sadar bertindak menentang

kita. Kata filsuf Charles Frankel : "pertanggung jawaban" dalam konteks sosial haruslah

dipahami sebagai :"produk dari persetujuan-persetujuan sosial tertentu", bukan retorika,

propaganda atau himbauan apapun.

Persetujuan sosial yang menghasilkan pertanggungjawaban itu adalah

persetujuan-persetujuan yang menciptakan suatu jenis paksaan. Perhatikanlah

perampokan bank. Moralitas perampokan bank sangat mudah dipahami, karena kita

sepenulmya menerima larangan kegiatan seperti ini. Kita dapat mengatakan : "jangan

merampok bank" tanpa memberikan pengecualian. Tetapi pengendalian diri dapat juga

diciptakan dengan paksaan. Mengenakan cukai adalah salah satu bentuk alat paksaan

yang baik untuk membuat para pembelanja di kota menahan diri dalam memakai tempat

parkir. Kita mengadakan alat pengukur waktu parkir untuk waktu singkat, dan

mengenakan denda bagi pemakaian yang terlampau lama. Kita tidak perlu melarang

orang menggunakan tempat parkir berapa lama yang ia kehendaki, tetapi untuk sekedar

membuatnya mengeluarkan biaya yang lebih mahal kalau ia berbuat demikian. Bukan

larangan, tetapi kebebasan pilihian kita tawarkan kepadanya.

Paksaan mengkin dianggap sebagai kata-kata kotor bagi sebagian besar kaum

reformasi kini, tetapi hal itu tentu tidak harus selamanya demikian. Kekotoran kata itu

dapat dibersihkan dengan menjelaskannya, dengan mengatakan berulang kali tanpa

permintaan maaf dan malu-malu. Bagi banyak orang, kata paksaan mengandung arti

tindakan sewenang-wenang dan tidak bertanggung jawab. Namun pasti tidak berlaku

terhadap paksaan timbal-balik, yang disetujui bersama oleh sebagian besar orang yang

bersangkutan.

Page 7: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

7

Kita sama-sama menyetujui paksaan, tidak berarti kita perlu menyukainya atau

kebalikannya, yaitu berpura-pura menyukainya. Siapa yang inenyukai pajak? Kita semua

mengeluh tentang itu. Tetapi kita mnerima kewajiban membayar pajak, karena pajak

sukarela akan nienguntungkan orang yang tidak mempunyai kesadaran. Kita

melembagakan dan dengan bersungut-sungut “mendukung” berbagai aneka pajak dan

alat paksaan lainnya untuk melepaskan diri dari tragedi kebersamaan yang jelas

menakutkan.

Suatu alternatif kebersamaan tentu tidak perlu benar-benar lebih baik. Mengenai

real estate dan harta tak bergerak lainnya, alternatif yang kita pilih adalah kelembagaan

milik perseorangan, yang digabungkan dengan hukum warisan. Apakah sistem ini

betul-betul tepat? Mungkin ada banyak beda pendapat tentang ini. Namun, kalau terdapat

perbedaan-perbedaan dalam pembagian warisan tertentu, pemilikan berdasarkan hukum

harus betul-betul logis, misalnya : bahwa mereka yang secara biologis lebih layak

menjadi pemelihara harta benda dan kekuasaan tentu harus mewarisi leblh banyak secara

hukum, walaupun boleh terjadi seorang dungu dapat mewarisi jutaan, dan suatu dana

perwalian dapat memelihara harta tersebut. Harus diakui bahwa sistem hukum kita

tentang hak milik perseorangan ditambah soal warisan itu mungkin tidak tepat, tetapi kita

mempertahankannya, karena kita tidak yakin bahwa telah ada orang yang menemukan

suatu sistem yang lebih baik. Sayang sekali, harus diketahui kesalahan kita terhadap “hak

milik bersama” jauh lebih mengerikan akibatnya. Ketidak-adilan mungkin lebih dapat

diterima daripada kehancuran total.

Salah satu kepelikan dari pertarungan politik untuk memberlakukan tindakan

tegas kepada para pelanggar penggunaan hak milik umum, antara penganut reformasi

dan status quo ialah kalau diusulkan suatu tindakan pengubahan suatu aturan yang

berpengaruh terhadap perilaku kita atau pendukung “suara politik”, sering dikalahkan

oleh lawan yang menolaknya yang berhasil menemukan suatu kekurangan di dalamnya.

Pemuja status quo terkadang menyatakan secara tidak langsung bahwa tidak mungkin

diadakan perubahan tanpa persetujuan yang bulat, suatu pengertian yang bertentangan

dengan kenyataan kehidupan keseharian kita.

Penolakan serta merta terhadap perubahan yang diusulkan, umumnya dilandasi

oleh satu atau dua anggapan yang tidak disadari, yaitu : (1) bahwa status quo sudah

Page 8: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

8

cukup baik; dan (2) pilihan yang dihadapi antara perubahan dan tidak berbuat sesuatu.

Kalau perubahan yang diusulkan tidak sempurna, kita mungkin tidak akan berbuat

apa-apa, sambil menunggu adanya usul yang sempurna.

Apabila kita sadar bahwa status quo menjadi lemah, kita dapat memperhitungkan

manfaat dan kerugian yang dapat ditemukan dengan manfaat dan kerugian yang dapat

diramalkan dari perubahan aturan yang ditawarkan, dengan sedapat mungkin kita

mengabaikan kekurangan pengalaman kita. Berdasarkan perbandingan yang demikian,

kita dapat membuat keputusan yang rasional yang tidak akan menyangkut perkiraan yang

tak dapat dilaksanakan bahwa hanya aturan yang sempurna saja yang dapat diterima.

Saat ini kita telah banyak mencoba menghapuskan kebersamaan dalam

pengumpulan bahan makanan, menjadi kewajiban perorangan, termasuk tanah garapan

dan membuat pembatasan dalam penggunaan tempat penggembalaan, berburu, dan

penangkapan ikan. Pembatasan-pembatasan ini belum selesai di seluruh dunia. FAO

mempopulerkan CCRF sebuah singkatan darai Code of Conduct for Responsible

Fisheries, semacam penerapan etika dalam memanfaatan sumberdaya perikanan.

Kemudian kita lihat bahwa milik umum seperti tempat pembuangan limbah harus

juga dihapuskan. Pembatasan-pembatasan atas pembuangan aliran limbah rumah tangga

telah diterima luas di dunia kita melalui WC-WC pribadi. Kita masih berjuang untuk

menutup milik umum dari pencemaran oleh kendaraan bermotor, pabrik-pabrik,

penyemprotan insektisida, kegiatan-kegiatan pemupukan, dan instalasi-instalasi energi

nuklir.

Mungkin masih belum populer tentang penerimaan kita atas keburukan

kebersamaan dalam hal kesenangan. Hampir tidak ada pembatasan dalam perambatan

gelombang-gelombang suara dalam media umum atau hubungan bebas antara lelaki dan

wanita, bahkan disyahkan dalam bentuk lokalosasi. Masyarakat yang berbelanja dijejali

dengan musik tanpa persetujuan mereka sendiri. Pemerintah mengijinkan berjuta-juta

mobil untuk memudahkan perjalanan kita, tanpa dipikirkan “keracunan bersama” akibat

asap knalpot yang tidak diatur dengan tindakan yang tegas. lklan-iklan mengotori

gelombang udara radio dan televisi dan mencemari pandangan pejalan kaki. Nampaknya

kita masih jauh dari melarang dengan hukum untuk mengendalikan “kebersamaan dalam

soal-soal kesenangan”.

Page 9: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

9

Haruslah kita sadari, bahwa setiap bentuk yang bernuansa “menutup

kebersamaan” akan menyangkut pelanggaran terhadap kebebasan pribadi seseorang

lainnya. Jauh sebelumnya, pelanggaran ini diterima karena tidak ada orang mengeluh

telah merasa dirugikan. Jeritan tentang "hak" dan "kebebasan" memenuhi udara. Tetapi

apa arti 'kebebasan" kalau orang sama-sama menyetujui penetapan undang-undang

tentang “persetujuan” terhadap KKN dan perampokan, agar umat manusia semakin lebih

bebas. Orang yang terikat dalam logika kebebasan dalam kebersamaan sama halnya

dengan bebas menimbulkan kehancuran universal. Hanya dengan membatasi kebebasan

tertentu saja, maka dengan demikian kita akan dapat menghentikan tragedi dari

kebersamaan ini.

2.2. Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Milik Umum Dalam Regime

Ekonomi Pasar

Sebuah pengertian yang menyesatkan tentang “milik bersama” menurut Ciriacy-

Wantrup dan Bishop (1986) sempat terpikirkan oleh banyak pakar ekonomi, bahwa milik

bersama dipahami sebagai : "milik semua orang yang berarti tidak menjadi milik siapa

pun". Dengan pengertian demikian, jika suatu sumberdaya secara fisik dan hukum dapat

digunakan oleh lebih dari seorang pemakai, sehingga sumberdaya itu boleh digunakan

oleh siapa pun, di mana para pemakai bersaing satu dengan yang lainnya untuk mendapat

bagian yang lebih besar daripada sumberdaya itu, akhirnya merugikan mereka sendiri,

sumberdaya itu sendiri dan masyarakat secara keseluruhan.

Gagasan ini telah diterapkan hampir banyak terjadi pada sekelompok sumberdaya

di negara sedang berkembanag diantaranya perikanan, padang penggembalaan, hutan, air

tanah, udara, bahkan jalan raya, dan gelombang radio. Para pakar mengatakan bahwa

"keadaan milik bersama" merupakan biang keladi kesalahan bagi berbagai keruwetan

sosial-ekonomi termasuk pengurasan sumberdaya, pencemaran, penghamburan surplus

ekonomi, kemiskinan pada pengguna sumberdaya, keterbelakangan teknologi, alokasi

yang salah dari SDM dan modal. Pemecahan persoalan yang diusulkan para ekonom

menuju ke dua arah, yaitu :

Page 10: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

10

(1) Pertama adalah mengubah sumberdaya "milik bersama" yang bersangkutan menjadi

milik tiap individu pengguna, yang melalui "tangan yang tak kelihatan", akan

mengelola sumberdaya tersebut demi kebajikan masyarakat.

(2) Kedua adalah alternatif untuk dipecahkan dengan campur tangan pemerintah, melalui

penarikan pajak atau pemberian subsidi yang ditujukan untuk menyeimbangkan antara

biaya perseorangan dan biaya sosial atau kalau ini gagal, selanjutnya ditempuh dengan

pengendalian input atau output atau keduanya langsung oleh pemerintah.

Nampaknya definisi kata “pemilikan” perlu mendapat penjelasn. “Milik” yang

diterapkan pada sumberdaya alam adalah suatu kelembagaan sosial "primer” baik

karena pentingnya maupun karena beberapa kelembagaan lain seperti perpajakan, kredit

dan penyewaan tanah. "Milik" nienunjuk kepada kumpulan hak-hak dalam penggunaan

dan pengalihan (melalui penjualan, peiiyewaan, pewarisan) atas sumberdaya alam.

Hak-hak lain dapat terbagi dalam macam-macam kombinasi antar perseorangan dan

badan hukum, kelonipok dari beberapa badan milik umum termasuk banyak dinas

pemerintah.

Dengan demikian istilah “milik bersama" merujuk pada pembagian hak milik

atas sumberdaya dimana beberapa pemilik niempunyai hak yang sama untuk

menggunakan sumberdaya tersebut. Ini berarti bahwa haknya tidak akan hilang karena

tidak digunakan. Ini tidak berarti bahwa beberapa permilik yang mempunyai hak yang

sama itu dalam kurun waktu tertentu masing-masing harus pula sama banyak

menggunakan sumberdaya itu.

Dalam hal ini merujuk pada pengertian sumberdaya yang dapat dikenakan hak

untuk penggunaan bersama dan bukan untuk hak penggunaan khusus yang dipunyai oleh

beberapa pemilik. Dalam kepustakaan ilinu hukum, perbedaan ini nampak sebagai “Iahan

umum” di satu pihak dan "penguasaan bersama” di pihak lain. Pengertian konsep "milik

bersama" ini telah mantap pada kelembagaan resmi. Pengertian ini juga telah mantap

dalam persetujuan-persetujuan kelembagaan tak resmi yang berdasarkan pada adat,

tradisi, kekeluargaan dan kebiasaan sosial yang lain.

Kelembagaan maupun sumberdaya yang tunduk kepada lingkungan lembaga yang

bersangkutan disebut sebagai "kebersamaan". Para ekonom tidak bebas seenaknya

menggunakan konsep "sumberdaya milik bersama" atau "kebersamaan" jika tidak ada

Page 11: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

11

persetujuan kelembagaan. Milik bersama tidaklah sama dengan "milik semua orang".

Konsep itu memberi arti bahwa pemakai sumberdaya yang potensial hanyalah anggota

kelompok dari pemilik bersama yang sama derajat.

Untuk diketahui bahawa konsep “pemilikan” tak punya arti apa-apa tanpa

nienyertakan semua mereka yang bukan pemilik atau yang mempunyai persetujuan

tertentu dengan pemilik untuk menggunakan sumberdaya yang bersanglcutan. MisaInya

sumberdaya yang tak ada pemiliknya sebagai milik bersama seperti yang telah dilakukan

oleh banyak orang mengenai perikanan samudra. Persoalan mengelola perikanan di

perairan teritorial dan di perairan samudera mempunyai persamaan, bahwa keduanya

adalah sumberdaya yang berpindah, namun berbeda dalam kemungkinan pengaturan oleh

suatu kelembagaan. Oleh karena itu, kajian sumberdaya yang mempunyai perbedaan

yang besar, seperti antara udara dan perikanan ke dalam konsep "sumberdaya milik

bersama" dapat menyesatkan pengertian kita, terlebih lagi jika kita akan menggkaji

manfaat sosial suatu kelembagaan, dalam perspektif kebijakan sumberdaya tersebut.

Kelembagaan dapat diartikan sebagai sistem pengambilan keputusan pada

tingkatan kedua dari tiga tingkat hirarki sistem pengambilan keputusan. Pada tingkat

pertama atau paling rendah, pengambilan keputusan berhubungan dengan input, output,

dan kumpulan keputusan yang dibuat oleh lembaga ekonomi fungsional, yaitu :

perorangan, perusahaan, industri, dan perusahaan milik pemerintah. Tingkat sistem

pengambilan keputusan ini dapat disebut "tingkat operasional". Sistem pengambilan

keputusan pada tingkat kedua mencakup peraturan kelembagaan untuk pengambilan

keputusan atas tingkat pertama. Kita dapat menyebut tingkat pengambilan keputusan ini

sebagai "tingkat kelembagaan". Pada tingkat ketiga perubahan dalam kelembagaan pada

tingkat kedua menjadi sasaran dari pengambilan keputusan. Tingkat dari pengambilan

keputusan ini dapat disebut sebagai "tingkat kebijakan”.

Sistem pengambilan keputusan pada tiap tingkat dapat dianalisis sehubungan

dengan susunan, cara kerja, dan dayagunanya. Tujuan pengambilan keputusan pada

tingkat “kelembagaan” tidaklah untuk menentukan input dan output secara langsung

pada tingkat operasional, juga tidak untuk niencapai kesejahteraan optimum dalam

jangka panjang. Ukuran dayaguna sistem pengambilan keputusan pada tingkat kedua

(kelembagaan) tidak untuk mencapai kesejahteraan optimum, tapi lebih cenderung untuk

Page 12: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

12

mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan dengan mempengaruhi pengambilan

keputusan pada tingkat bawah secara berkesinambungan menurut syarat-syarat yang

selalu berubah.

Pengalaman umat manusia dengan pemilikan bersama dari sumberdaya alam

dimulai dengan masyarakat berburu dan mengumpulkan bahan makanan komunal.

Apakah kesejahteraan menurun dalam kelembagaan milik bersama? Khususnya, apakah

terdapat kccenderungan pada masyarakat itu untuk menguras sumberdaya mereka

karena pemilikan bersama?

Masyarakat pemburu dan pengumpul bahan makanan sendiri cukup menarik dan

memungkinkan kita membuat kesimpulan tentang sejarah ekonomi kita sendiri. Beberapa

ahli antropologi telah menunjukkan perhatian besar pada masyarakat yang hilang dengan

cepat tersebut. Dalam masyarakat demikian, susunan dan fungsi kelembagaan yang

mengatur sumberdaya lebih didasarkan pada kebiasaan, larangan-larangan, dan

kekeluargaan daripada hubungan formal seperti perundang-undangan dan

keputusan-keputusan pengadilan yang lebih mencirikan masyarakat maju. Walaupun

begitu, kelembagaan tak resmi ini memberi hak yang sama seperti hak untuk

menggunakan sumberdaya pada anggota kelompok dan melarang orang lain, seperti pada

kelembagaan formal yang modern.

Pada masyarakat pemburu dan pengumpul bahan makanan komunal, tanpa

adanya pasar untuk menjual kelebihan, dengan tekanan pada pembagian merata di antara

anggota kclompok, cenderung melenyapkan hasrat menimbun. Masyarakat ini mengatasi

kepadatan penduduk yang meningkat melalui kebiasaan dan larangan yang mengatur

perkawinan, menyusui anak, dan bentuk-bentuk perilaku yang lain. Proses yang paling

penting adalah pemecahan kelompok. Apabila kelompok makin besar, kelompok

cenderung untuk pecah dan menetap di daerah-daerah baru. Proses ini dapat dianggap

sebagai sifat umum dari masyarakat pemburu dan pengumpul bahan makanan.

Kelembagaan seperti itu ternyata efektif untuk niengelola sumberdaya atas dasar

hasil lestari. Populasi tidak dikendalikan menurut teori kelangkaan dari Malthus. Pada

kenyataannya, makanan cenderung lebih dari cukup. Beberapa penulis melukiskan

masyarakat seperti itu bahkan kaya menurut skala kebudayaan mereka. Pemilikan

bersama sumberdaya dianggap sebagai faktor penentu untuk mempertahankan keadaan

Page 13: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

13

ini. Peraturan untuk berbagi dengan yang lain niengurangi dorongan untuk menghabiskan

sumberdaya untuk keuntungan perseorangan. Proses pemecahan kelompok dipercepat

karena tidak ada hak milik perseorangan yang harus diselesaikan. Banyak masyarakat

seperti ini menetap di satu tempat atau berpindah dalam suatu daerah terbatas sesuai

dengan perubahan musim yang mempengaruhi persediaan makanan bagi binatang buruan

dan makanan mereka. Masyarakat seperti itu mampu bertahan sampai waktu yang lama

dalam keseimbangan dengan sumberdayanya kalau tidak diganggu oleh perubahan

lingkungan yang luar biasa atau campur tangan dari luar.

Campur tangan dari luar yang paling penting pada masyarakat ini ialah kontak

dengan ekonomi pasar dan aspek-aspek lain dari kebudayaan modern. Pada umumnya,

sumberdaya menjadi tipis sebagai akibat kontak-kontak ini. Dua hal perlu dibahas, dalam

hal ini.

(1) Pertama, kelompok yang menghabiskan sumberdaya bukan selaku pemburu dan

pengumpul komunal.

(2) Kedua, masyarakat pemburu dan pengumpul yang swasembada mempunyai

kelemahan-kelemahan bawaan dalam menyesuaikan diri terhadap kontak dengan

pasar. Kelemahan ini tak ada hubungannya dengan pemilikan bersama.

Skenario penting yang mempengaruhi biasanya melibatkan para pemburu dan

pengumpul menggunakan sumberdaya mereka secara berlebihan untuk mendapatkan

barang dagangan dan perkenalan dengan pajak yang dibayar dengan uang. Uang hanya

dapat diperoleh dengan cara menggunakan sumberdaya yang berlebihan untuk dapat

memperoleh kelebihan yang dapat dipasarkan.

Jika demikian, timbul pertanyaan, dapatkah pemilikan bersama sumberdaya

berfungsi dengan baik dalam ekonomi pasar? Untuk menjawab pertanyaan itu,

selanjutnya kita melancak berbagai barang umum di Eropa yang beberapa di antaranya

tetap ada sampai sekarang.

Sampai sekarang kita masih dapat menyaksikan beberapa tanah penggembalaan

dan hutan di Eropa dikelola sebagai sumberdaya milik bersama. Susunan, cara kerja, dan

dayaguna kelembagaan ini bahkan telah bertahan dalam kurun waktu yang lebih lama

daripada kelembagaan masyarakat pemburu dan pengumpul bahan makanan.

Page 14: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

14

Penggembalaan di lahan umum menurut pengalaman berbagai negara di Eropa

adalah musiman, dimana permulaan dan akhir musim penggembalaan ditentukan seragam

yang sama haknya sesuai dengan tersedianya makanan ternak. Penggembalaan hanya

diizinkan siang hari. Pengawasan yang keras dalam penggembalaan dipertahankan

dengan persyaratan yang sederhana bahwa setiap pemilik ternak masing-inasing

mempunyai persediaan pokok makanan ternak yang cukup untuk ternaknya di luar

musim penggembalaan dan untuk malam hari. Keadaan penggembalaan yang berlebihan

akan merupakan ancaman. Pembatasan basis makanan ternak karena intensifikasi

pertanian, para pengguna bersama padang penggembalaan umum ditetapkan kuota ternak

yang boleh merumput selama musim penggembalaan, misalnya seekor kuda, dua ekor

sapi, sepuluh ekor babi, enam ekor angsa, suatu proses yang oleh orang Inggris disebut

stinting.

Pengurangan lahan umum di Britania Raya penyebabnya ternyata bukan

penggembalaan yang berlebihan. Faktor penting adalah kenaikan keuntungan tuan tanah

dari penggembalaan domba untuk produksi bulu domba komersial. Banyak tanah yang

sebelumnya digarap oleh petani untuk tanaman bahan makanan untuk konsumsi rumah

tangga, maupun penggembalaan umum, masuk dalam daftar pengelolaan langsung oleh

para tuan tanah.

Faktor lain adalah sistem lahan terbuka sebagai akibat dari kemajuan pertanian.

Bagian-bagian dari kegiatan ekonomi petani saling berhubungan. Setelah panen, ternak

dapat digembalakan di tanah yang telah kosong dan makan jerami di tempat terbuka.

Setelah pertanian menjadi semakin intensif, lapangan terbuka dipagar dan petani diusir

paksa oleh para tuan tanah feodal. Selanjutnya lahan ini sekarang memainkan peranan

yang baru, yang kian bertambah penting dari tahun ke tahun sebagai tempat berlindung

bagi pemukim kota yang sesak dan tercemar.

Pengalaman dengan lahan hutan umum di daratan Eropa pada umumnya sama

dengan penggunaan padang penggembalaan di Britania Raya. Dengan semakin

bertambah menguntungkan tanah hutan sebagai sumber kayu untuk perdagangan,

berbeda dengan peranan tradisionalnya sebagai sumber makanan ternak, kayu bakar

keperluan rumah tangga dan bahan bangunan untuk desa pertanian. Para tuan tanah

Page 15: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

15

feodal kemudian berubah dari penguasa dan pelindung nienjadi pengusaha pengejar

untung..

Hak tuan tanah feodal atas hutan umum semula terbatas pada hak berburu, yang

hanya diperuntukkan khusus sendiri, dari hak menggembalakan dan lain-lain yang

dimilikinya dengan sederajat bersama penduduk desa. Ketika penggunaan kayu makin

menguntungkan, penggembalaan dan pengumpulan kayu menjadi penghalang bagi

produksi kayu. Tuan tanah feodal mempunyai alasan untuk mengurangi dan

menghilangkan hak nienggembalaan dan hak-hak lainnya di atas lahan umum.

Selanjutnya faktor-faktor yang sama seperti yang disebut di atas, dalam

hubungannya dengan penutupan tanah berlangsung di Inggris. Dalam hal ini telah

melemahkan sistem desa dan perampasan hak kaum petani. Para petani diubah dari

pemilik bersama yang sederajat atas tanah umum dengan kedudukan kemudian sebagai

buruh tak bertanah di tanah feodal.

Sistem feodal tidak pernah berkembang di beberapa bagian daratan Eropa,

seperti misalnya di bagian Jerman Barat dan Swis. Dengan makin meiiguntungkannya

produksi kayu, beberapa tanah umum di daerah ini dibagi-bagi antara para penduduk

desa dan menjadi persil hutan petani perseorangan. Tetapi lahan umum itu tetap utuh

dan menjadi basis hutan-hutan kotapraja yang modern. Tanah umum yang tetap utuh

merupakan beberapa contoh terbaik dari pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Di pihak

lain. lahan umum yang dibagi menjadi hutan-hutan milik pribadi, umumnya terlalu kecil

untuk usaha perhutanan yang efisien. Dengan campur tangan pemerintah melalui

peraturan, bantuan dan pendidikan keadaan menjadi berubah. Hasilnya ternyata

berlawanan dengan apa yang diharapkan terjadi dengan dasar teori sumberdaya milik

bersama. Penggantian pemilikan bersama dengan pemilikan pribadi ternyta bukanlah

perubahan yang secara sosial bermanfaat.

Akhirnya kita dapat menyebutkan keberhasilan dari padang penggembalaan

umum di daerah padang rumput Alpen yang sangat produktif misahiya, di Swis, Austria,

dan Bavaria bagian Selatan. Daerah ini terdapat di atas garis hutan dan karena itu tak

terpengaruh oleh perubahan-perubahan yang menguntungkian usaha perhutanan dalam

kondisi ekonomi pasar. Disini kelembagaan milik bersama tak berubah banyak sejak abad

pertengahan. Penggembalaan musiman dan keharusan mempunyai persediaan minimal

Page 16: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

16

makanan ternak di rumah, tetap menjadi hal paling penting. Satu-satunya perbedaan yang

ada dengan sistem penggembalaan feodal seperti diutarakan di atas, hanya terjadi sekali

dalam setahun.

Dengan demikian tetap berfungsinya lahan umum baik di Inggris dan di daratan

Eropa menjawab pertanyaan yang diajukan, apakah milik bersama dapat bertahan dalam

sistem pasar ???. Tanah milik bersama. dengan peraturan kelembagaan yang

dikandungnya ternyata mampu menunjukkan dayagunanya yang memuaskan dalain

pengelolaan sumberdaya alam, seperti padang penggembalaan dan tanah hutan dalam

ekonomi pasar. Hal itu dapat ditunjukkan bahwa konsep milik bersama dapat digunakan

untuk membantu memecahkan persoalan kebijakan sumberdaya.

Kelembagaan pemanfaatan sungai untuk mengatur penggunaan air permukaan

sungai di Inggris dan di daratan Eropa, lama sebelum hukum pemanfaatan sungai yang

resmi berkembang dalam hukum kebiasaan Inggris dan undang~undang agraria Jerman.

Pendapat bahwa para pernakai sumber air permukaan umum adalah sama haknya telah

berakar pada adat dan kebiasaan lama dan ada sebelum undang-undang pemanfaatan

sungai yang dikodifikasi dan menurut hukum formal. Salah satu faktor yang

meenguntungkan perkembangan ini adalah pengalaman yang lama mengenai lahan umum

dalam sumber-sumber daya penggembalaan dan hutan.

Sementara pemecahan persoalan penggunaan air permukaan dengan kelembagaan

pemanfaatan sungai sudah lama, sedangkan persoalan yang ditimbulkan oleh penggunaan

air tanah adalah baru. Memang penggunaan air tanah juga telah lama, seperti misalnya

pada kebanyakan negara-negara Timur Tengah. Memompa air dengan roda model Parsi

tidak menimbulkan persoalan karena dangkalnya dan kapasitasnya kecil. Keadaan

berubah secara radikal dengan datangnya teknologi pompa modern yang berdasarkan

pada pompa sumur dalam dengan daya listrik yang tinggi yang berakibat pada

pengurasan sumberdaya, naiknya biaya pemompaan dan investasi berlebihan..

Persoalan ini pertama kali dipecahkan di California dengan menerapkan apa yang

dikenal dengan doktrin hukum yang dilaksanakan melalui keputusan hakim sebagai

turunan langsung dari hukum pemanfaatan sungai, yang seperti kita ketahui adalah

berdasarkan konsep milik bersama, dimana semua pemompa dari sumber air tanah

tertentu dianggap mempunyai hak sama yang sederajat, tetapi ditetapkan secara hukum,

Page 17: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

17

dalam batas hasil aman dari lembah sungai sesuai dengan perbandingan penggunaannya

pada waktu lampau. Dalam proses keputusan hakim itu penggunaan untuk keperluan

rumah tangga yang pokok dan kecil biasanya tak diperhatikan, dan penggunaan baru

semacam ini diperkenankan. Untuk keperluan rumahtangga, tak ada "pembatasan ikut

serta" untuk pengguna kecil.

Prosedur yang sama dengan keputusan hakim berdasarkan konsep milik bersama

dan penentuan "kuota" secara kuantitatif dari sumberdaya, juga terdapat dalam

perikanan. Situasi perikanan menarik perhatian karena "teori sumberdaya milik bersama”

dapat ditelusuri dalam kepustakaan ekonomi perikanan. Penangkapan ikan secara

berleblhan telah terjadi dengan frekuensi yang bertambah besar dalam abad terakhir ini.

Sebagian besar pendapat menyalahkan persoalan ini terjadi karena keadaan sumberdaya

milik bersama. Nyatanya, kelembagaan milik bersama sepanjang evolusinya dalam

pemanfaatan sumberdaya perikanan terbukti dapat menanggulangi situasi penangkapan

ikan berleblhan.

Misalnya, pembatasan musim penangkapan ikan adalah metoda yang diterapkan

secara luas untuk pengaturan perikanan. Secara ideal musim penangkapan dibuka cukup

lama untuk memberi kesempatan kepada para nelayan untuk penangkapan hasil

maksimum lestari, kemudian ditutup sampai penangkapan selanjutnya dikehendaki. Tegas

kelihatan adanya kesejajaran antara musim penangkapan ikan dan musim penggembalaan

di lahan umum Eropa.

Bagian penting dari evolusi lahan umum di Eropa adalah penentuan batas padang

penggembalaan dari tiap desa dan penentuan siapa yang mempunyai dan siapa yang tidak

mempunyai hak yang sama dan bersama untuk menggembala. Perluasan zona perikanan

nasional eksklusif sampai sejauh 200 mil dari pantai adalah sama halnya dengan

penentuan batas penggembalaan. Sementara zona perikanan eksklusif yang luas

menimbulkan banyak persoalan, zona ini merupakan basis satu kelembagaan alternatif

dalam pengelolaan perikanan yang lebih baik.

Kesejajaran menarik lainnya antara lahan umum dengan perkembangan dalam

pengaturan penangkapan ikan adalah pada penentuan kuota. Sistem seperti ini telah

berlaku selama bertahun-tahun mengikuti Konvensi Perlindungan dan Perluasan Ikan

Salem Daerah Perairan Sungai Fraser, dimana penangkapan yang telah ditentukan

Page 18: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

18

sebelumnya atas dasar penangkapan batas maksinium lestari dibagi rata di antara para

nelayan dari Amerika Serikat dan Kanada. Suatu sistem kuota untuk beberapa jenis ikan

telah diterapkan oleh International Commission for Northwest Atlantic Fisheries

(Komisi Internasional untuk Perikanan Atlantik Barat Daya). Kedua cara pengelolaan ini

berjalan sejajar dengan penentuan jumlah hewan gembalaan (stinting) pada lahan

penggembalaan umum yang telah lama menjadi kebiasaan di Britania Raya.

Ketika harga- harga hasil ikan naik dan teknologi penangkapan ikan semakin

maju, persoalan-persoalan timbul mengenai usaha untuk mengatur perikanan dengan

sistem musim penangkapan saja. Dalam keadaan ekstrem seluruh hasil maksimum lestari

terambil dalam beberapa minggu saja, sehingga mengakibatkan nelayan dan peralatannya

menganggur paling sedikit untuk sebagian dari sisa tahun itu. Kejadian tersebut memberi

ancaman besar bagi fasilitas pengolahan. Para nelayan kemudian melakukan tekanan

politik pada dinas-dinas pengatur waktu untuk memperparjang musim penangkapan dan

membolehkan penangkapan jenis-ienis yang dilindungi di luar musim penangkapan yang

biasa. Sebagai akibat dari tekanan ini, sumberdaya dapat terkuras.

Pendekatan secara milik bersama menyarankan suatu pemecahan untuk memberi

kuota kepada perorangan nelayan sedemikian rupa sehingga membuat jumlah seluruh

kuota sama dengan tangkapan total yang diidamkan yang dalam jangka panjang biasanya

akan sama dengan tangkapan lestari. Dengan demikian, maka sama seperti pada kasus air

tanah, nelayan kecil dapat dlkecualikan dari sistem kuota ini dalam perikanan, karena

mereka menangkap bagian yang kecil saja dari seluruh tangkapan. Bahkan mungkin lebih

baik lagi kalau kuota ini dapat dijual. Perincian pelaksanaannya akan berbeda antara satu

kasus dan lainnya. Hanya untuk menentukan siapa nelaya dan berhak mendapat suatu

kuota, akan memerlukan pengkajian yang cermat di setiap situasi.

Terdapat persamaan antara sistem kuota seperti di atas dan pernbatasan ikut

serta seperti.yang dibicarakan yang lebih teoretis dalam ekonomi perikanan. Tetapi

dalarn pelaksanaannya, program pembatasan ikut serta menekankan pada pembatasan

input produksi. Di British Columbia misalnya, pembatasan diterapkan pada tonage kapal.

Hal ini menekankan pada agar alokasi modal dan tenaga kerja antara perikanan dan

ekonomi lainnya dapat dioptimumkan. Dengan demikian, tujuan dari pernbatasan ikut

Page 19: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

19

serta adalah untuk mengeluarkan modal dan tenaga kerja dari penangkapan ikan dan

memasukkan ke dalam industri lain sampai keseimbangan yang efisien tercapai.

Dengan sistem kuota seperti dianjurkan di atas, tekanannya adalah pada ouput

produksi. Suatu sistem kuota akan memberi tekanan pada tempat dimana diperlukan

untuk melindungi sumberdaya, dan jika dikehendaki dipersiapkan adanya pekerjaan untuk

para nelayan, terutania mereka yang berpendapatan rendah dan hanya sedikit mempunyai

pilihan kerja lain.

Masih banyak lagi yang harus dilakukan sebelum perikanan komersial dunia

dapat dikelola dengan sempurna. Tetapi. contoh ini nienunjukkan bahwa pendekatan

milik bersama dapat memenuhi peranan yang penting. Dengan mengikuti pendapat

mereka yang percaya bahwa perikanan samudera harus diperlakukan sebagai warisan

bersama dari scluruh manusia, timbul pertanyaan apakah pemecahan akhirnya adalah

memperlakukan sumberdaya ini sebagal milik umum raksasa yang dikelola sebagai suatu

perwalian oleh semacam badan internasional.

Ringkasnya, penggembalaan yang berlebihan, penangkapan berlebihan,

penipisan terus-menerus air tanah, pencemaran udara, dan sejenisnya adalah

persoalan-persoalan masa kini yang serius, yang memerlukan perhatian para ekonom.

Sumberdaya yang ada di mana-mana seperti udara, cahaya matahari, hujan dan angin

adalah sumberdaya yang sampai taraf perkembangan tertentu ekonomi saat ini adalah

tidak langka. Tak seorang pun dapat dihalangi untuk menggunakannya.

Lembaga-lembaga yang mengatur penggunaannya dan alokasi sinar matahari

jelas tidak diperlukan sebelum taraf perkembangan ekonomi tertentu dicapai. Dalam

kasus udara taraf itu telah tercapai, dan lembaga yang mengatur penggunaannya telah

berkembang. Sumberdaya yang cepat berpindah adalah sumberdaya yang bergerak dan

harus ditangkap sebelum dapat dialokasikan kepada perorangan. Penangkapan dan

alokasi seperti itu senantiasa menimbulkan masalah tentang pembatasan dan karena itu

pengaturan kelembagaan cenderung perlu dikembangkan lebih dini. Kelembagaan milik

bersama, seperti yang dimaksud disini adalah suatu cara pengaturan yang terpenting.

Konsep milik bersama lebih banyak membantu daripada menghambat.

Kelembagaan yang cukup meluas di berbagai negara maju saat ini adalah

“perwalian umum”. Dengan beberapa perkecualian sumberdaya air, garis pantai, daerah

Page 20: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

20

pertamanan, ikan, binatang buruan, dan sumber daya alam lainnya berada di bawah

perwalian banyak negara bagian atau banyak propinsi atau banyak kabupaten. Untuk

keperluan kebijakan sumberdaya alam, sumberdaya perwalian umum perlu dibedakan dari

sumberdaya milik umum, yaitu :

(1) Pertama, larangan hukum untuk pengalihan sumberdaya perwalian dan

perubahan-perubahan penggunaannya lebih keras daripada atas sumberdaya milik

umum yang tidak tunduk kepada doktrin perwalian.

(2) Kedua, sumberdaya di bawah doktrin perwalian umum tunduk pada pengaturan oleh

pemerintah tanpa kendala "diambil untuk kepentingan umum” dan karena itu tidak

menyangkut penggantian kerugian.

Dari segi kebijakan sumberdaya alam, pendekatan perwalian umum lebih

memberikan manfaat yang lebih mantap daripada pendekatan milik umum. Sering kali

ketentuan penggunaan sumberdaya milik umum dibatalkan atau penggunaannya berubah

akibat pengaruh kepentingan sempit birokrasi pernerintahan, misalnya

kepentingan-kepentingan militer, Kantor Urusan Reklamasi, Kantor Agraria, dan Dinas

Urusan Jalan Raya dari negara-negara bagian atau propinsi. Penerapan doktrin perwalian

umum akan memaksa birokrasi untuk niemperhatikan kepentingan yang lebih luas.

Doktrin perwalian umum dapat diterapkan pada banyak persoalan tentang

"kualitas" sumberdaya , jika penggunaan sumberdaya berdasarkan metoda milik umum

akan kurang efektif atau terlalu mahal. Persoalan kualitas air dan udara adalah contoh

yang telah banyak dikaji. Selain itu, beberapa kepentingan umum yang lebih luas, yaitu

tentang lingkungan, dapat dilindungi dengan menerapkan doktrin perwalian unium.

Perlindungan jenis-jenis satwa liar yang terancam kepunahan dan keindahan tentang

alam, dapat dipecahkan dengan metode perwalian umum.

2.3. Alokasi Sumberdaya Milik Umum

Perbedaan pandangan yang terjadi mengenai alokasi air, kayu, perikanan, batu-

bara dan lahan adalah berkenaan dengan susunan insentif kelembagaan tertentu dimana

orang per orang yang rasional bertindak bertentangan dengan kepentingan kolektifnya.

Persoalan semacam ini dikenal sebagal “dilema kebersamaan". Dalam contoh Hardin,

padang penggembalaan itu terbuka bagi sermua penggembala dan dirumput sampai batas

Page 21: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

21

kemampuannya. Dengan menambah ternak untuk merumput justeru akan merusak

padang penggembalaan itu.

Hardin menunjukkan bahwa penggembala yang rasional akan melihat situasi itu

dan sadar bahwa dengan penambahan ternak untuk merumput di penggembalaan umum

itu, ia akan mendapat semua pencrimaan dari penjualan ternak, tetapi akan berbagi biaya

dari penggembalaan ternak, yaitu akibat negatif yang disebabkan oleh merumput yang

berlebihan oleh ternak tambahan dari semua penggembala. Sayangnya semua

penggembala yang rasional akan sampai pada kesimpulan yang sama dan kesemuanya

akan terus menambah ternaknya sampai padang penggembalaan umum itu rusak.

Memetik kata-kata Hardin :

Letak tragedi milik umum adalah bahwa setiap orang terperangkap dalam suatu

sistem yang memaksanya menambah kawanan ternaknya tanpa batas dalam suatu

dunia yang terbatas. Kehancuran adalah sebuah keniscayaan, setiap orang

mengejar kepentingannya sendiri, mengejar kebebasan dalam kebersamaan.

Kebebasan dalam suatu kebersamaan membawa kehancuran bagi semua.

Pemecahan dilema kebersamaan berkisar dari kediktatoran sampai demokrasi,

dan dari menggantungkan nasib yang lebih besar kepada pasar atau perencanaan

pemerintah. Penggambaran padang penggembalaan umum oleh. Hardin memberi

gambaran sebuah dilema kolektif yang lebih besar dan rumit, dan untuk menunjukkan

bahwa usul untuk memecahkan dilema ini harus memperhitungkan (1) sifat-sifat dari

sumber daya yang bersangkutan; (2) perbedaan dalam bentuk insentif dari orang-orang

yang dipengaruhi oleh penggunaan sumberdaya itu; dan (3) kendala-kendala yang wajar

pada perubahan kelembagaan.

Secara teori, dilema kebersamaan terjadi karena dua keadaan, yaitu : (1) kalau

kerasionalan perorangan mengakibatkan suatu situasi yang tidak memaksimumkan

fungsi kesejahteraan sosial; atau (2) kerasionalan perorangan tak menjurus ke hasil

optimal Pareto. Menurut Godwin dan Shepard (1986), contoh paling baik yang diketahui

dari dilema kebersamaan adalah Permainan Dilema antara Narapidana (Prisoner's Dilema

Game, PDG). Dilema ini menunjuk pada kisah dua orang perampok bank yang

tertangkap dan dituntut karena merampok. Karena polisi tidak memperoleh cukup bukti

Page 22: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

22

guna penuntutannya oleh jaksa, dia mengisolasi kedua narapidana itu dan kepada

masing-inasing narapidana ditawarri perjanjian seperti berikut :

Kalau salah scorang narapidana mengaku dan kawannya tidak, narapidana yang

mengaku hanya akan dihukum enam bulan dan yang tidak mengaku akan menerima

hukuman dua puluh tahun. Kalau keduanya mengaku, masing-masing akan dihukum

sepuluh tahun, dan kalau keduanya tidak mengaku, masing-masing akan dihukum satu

tahun karena membawa senjata gelap tanpa izin. Bentuk hasil akhir seperti ditunjukkan

pada Gambar 1, dilema disebabkan oleh keadaan bahwa masing-masing narapidana

akan bernasib lebili baik dengan mengaku tidak peduli apa yang dilakukan oleh pihak

lainnya.

Contoh yang digunakan Hardin tentang padang penggembalaan umum adalah

dilema PDG dengan sejumlah n-orang berupa rangsangan tidak wajar yang sama. Setiap

pengguna penggembalaan umum akan berkeadaan lebih baik dengan menambah ternak

ke dalam penggembalaan umum jauh melampaui titik dimana batas manfaat sosial dari

seekor ternak tambahan sama dengan marginal biaya sosial. Segi terpenting dari

pemecahan dilema bersama ialah bahwa penetapan kelembagaan harus dapat mengubah

bentuk insentif sedemikian rupa sehingga cukup banyak orang yang akan berpendapat

adalah rasional untuk “bekerja sama" guna memelihara sumber daya milik bersama.

Dalam ilmu ekonomi "milik bersama" merujuk kepada semua sumberdaya yang

tidak khusus dan yang dapat dipergunakan oleh seseorang atas dasar siapa datang dahulu

akan mendapatkan kesempatan pertama. Sumberdaya yang termasuk dalam hak milik

bersama lambat laun akan mengalami penyusutan kualitas dan menimbulkan “tragedi

kebersamaan". Definisi dari milik bersama yang dapat menimbulkan tragedi di atas

menghadapi dua persoalan yang berlainan untuk impilkasinya dalam analisis kebijakan.

(1) Pertama, semua sumberdaya dimana biaya pengeluaran lebih besar daripada manfaat

pencegahan yang bersangkutan.

(2) Kedua bahwa definisi itu melanggar arti dasar dari istilah “milik". “Milik” merujuk

kepada seperanglcat hak dalam penggunaan dan pengalihan sumberdaya.

Tahanan B

Page 23: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

23

Mengaku Menyangkal

Mengaku

Tahanan A

10

10

20

1/2

Menyangkal......

.................

1/2

20

1

1

Gambar 2.1. Permainan Dilema Tahanan (PDG).

Pengertian ganda definisi milik bersama ditunjukkan dengan tidak diikutkannya

lembaga-lembaga dimana istilah ini lebih tepat digunakan. Sumberdaya yang dimiliki oleh

beberapa orang melalui susunan kelembagaan yang telah ada seperti sanak-kerabat, adat-

istiadat, dan kebiasaan sosial adalah tidak sesuai dengan definisi milik bersama dalam

ilmu ekonomi).

Akan lebih tepat jika digunakan istilah "sumberdaya tidak khusus" untuk merujuk

pada setiap sumberdaya dimana hak milik tidak ada atau pengkhususan karena tidak sah

menurut hukum. "Milik yang dipunyai bersama" merujuk pada sumberdaya yang dimiliki

oleh lebih dari satu orang dimana pemakai lain dapat tidak diperkenankan. Sumberdaya

"yang dimiliki" oleh seluruh warga negara melalui kelenibagaan pemerintah (umpamanya

hutan negara) diberi nama "sumber daya umum”. Dalam hal ini pemerintah dapat

menghalangi masuk dan mengatur pemakai sumberdaya dengan menetapkan bea izin

penggunaan, penjualan kayu dan pengawasan oleh dinas pemerintah. Selanjutnya kita

perhatikan Gambar 2.2.

Tak Mengembara

Bergerak

Page 24: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

24

Ada di mana-mana

Kayu

(sebelum tahun 2000)

Angin

sinar matahari

Langka

Kayu (sekarang)

Tanah Umum Inggris

Air sungai

Satwa liar bermigrasi

Gambar 2.2 Tipologi Sumberdaya Bersama

(Godwin dan Shepard, 1986)

Untuk membedakan berbagai karakteristik sumberdaya dapat didasarkan pada

apakah sumberdaya itu “tak bergerak" atau "mengembara" merupakan satu dimensi dari

tipologi dan kelangkaan relatif. Air sungai dan satwa liar yang bermigrasi merupakan

contoh sumberdaya mengembara. Sifat mobilitas sumberdaya ini mengakibatkan lebih

sukar untuk menangkap dan mengkhususkannya dan efek eksternalitas lebih mungkin

terjadi.

Sumberdaya yang ada di mana-mana adalah seperti udara, angin dan sinar

matahari sampai taraf tertentu secra ekonomi adalah tidak langka. Dengan alasan ini,

maka tak seorangpun yang.dapat menghalangi untuk menggunakannya, dan tidak

diperlukan lembaga untuk mengatur alokasi sumberdaya ini. Karena penggunaannya

kelihatan tidak mempunyai biaya, sumberdaya ini merupakan daerah baru untuk

diusahakan. Hanya saja, jika aktivitas ekonomi meningkat yang membuat sumberdaya

menjadi langka, seperti kasus yang sekarang terjadi dengan udara, kita dapat

mengharapkan kelembagaan baru terbentuk untuk menjatah surnber daya itu. Sifat-sifat

dari sumberdaya yang berbeda yang disebut oleh Wantrup dan Bishop menuju keragaman

pada jenis kelembagaan dan hak untuk mengurus alokasi dari sumberdaya itu.

Keragaman dalam hak dan kelembagaan yang berhubungan dengan lahan dan air

memberi gambaran akan hal itu.

Page 25: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

25

Pemilikan lahan biasanya mempunyai seperangkat hak yang lebih banyak

berhubungan dengan pemilikan itu daripada pemilikan air. Pemilikan lahan biasanya

termasuk hak menggunakan dan nienukarkan. Tetapi hak atas air hanya terbatas pada

hak menggunakan dan menikmati hasilnya saja. Seseorang dapat memakai air tidak saja

bergantung pada banyaknya air yang tersedia tetapi juga pada prioritas yang diberikan

untuk penggunaan perorangan. Perbedaan ini dapat dipakai untuk menyelesaikan

persoalan apakah hak ini dimiliki secara pribadi atau bersama.

Seorang petani yang mempunyai hak penggembalaan di tanah umum Inggris

adalah pemilik dengan hak sama dan bersama atas sumberdaya itu. Pelembagan

penggunaan kebersamaan itu dikembangkan dan ditetapkan oleh para pemilik bersama.

Pengaturan sendiri dimungkinkan karena jumlah pemilik yang relatif keciI dan relatif

tidak ada efek keluar lahan bersama ke tanah dan sumberdaya lain.

Hak atas air permukaan, apakah diperuntukkan pribadi atau kelompok, bukanlah

bersama. Derajat arus sungai, kandungan oksigen dan kemurnian air, dapat berperan

dalam melindungi ikan, satwa liar dan penggunaan lainnya. Pemegang hak air dapat

menggunakan haknya hanya setelah syarat ini dipenuhi. .Pemakai air di hulu dapat

menimbulkan pencemaran bagi pemakai di hilir, pemakai di hilir dapat menangkap ikan

anadromus, seperti ikan salem dan dengan cara ini mereka membuat sumberdaya ini tidak

dapat dimanfaatkan oleh pemakai air di hulu. Saling ketergantungan dalam hal air

memerlukan kesadaran atas perlunya mendirikan kelembagaan untuk mengatur

sumberdaya ini.

2.4 Kebijakan Kelembagaan Pengelolaan Milik Umum : Kasus

Perikanan dan Kelautan

Sumberdaya ikan adalah merupakan sumberdaya milik bersama (common

property resources). Istilah “milik bersama” tidak berarti “dimiliki” dalam pengertian

“hak milik individu” yang bermakna sumberdaya yang dapat dikapling atau dibagi-bagi,

dimana masing-masing nelayan memiliki hak untuk memindahkan tangankan,

memperjual-belikan, mewariskan atau menghalangi orang lain untuk memanfaatkannya.

Istilah “milik bersama” juga tidak berarti dimiliki secara bersama dengan pengertian

“tidak ada pemiliknya”. Kata Ciriacy-Wantrup dan Bishop (1975) pengertian common

Page 26: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

26

property resources sempat disalah artikan oleh para ahli ekonomi, seperti yang

dilontarkan oleh Garret Hardin dalam tulisanya : ”Tragedy of the Common” (Hardin,

1968).

Menurut Ciriacy-Wantrup dan Bishop (1975) “institusi” memegang peranan

penting dalam pemanfaatan sumberdaya milik bersama. Dengan adanya „institusi milik

bersama” pada hakekatnya “tidak ada kebebasan” bagi setiap orang untuk

memanfaatakan sumberdaya. Ini sangat berbeda dengan “sumberdaya yang tidak

dimiliki” dimana setiap orang bebas untuk memanfaatkan sumberdaya tersebut.

“Ketidak bebasan pemanfaatan sumberdaya milik bersama” seharusnya nampak

pada cara-cara pemanfaatannya. Pemanfaatan sumberdaya milik bersama tidak harus

bersifat terbuka (open access) dalam pengertian “semaunya” saja. Setiap orang yang

masuk untuk memanfaatakan sumberdaya tersebut harus mentaati aturan yang dibuat

oleh “institusi bersama”. Bahkan “sumberdaya milik bersama” bisa dimengerti secara

bersama jika masyarakat yang memang memegang hak memanfaatkan atas sumberdaya

itu dapat dibedakan dan dipisahkan pada cara-cara pemanfaatannya dari masyarakat lain

yang tidak memanfaatkan sumberdaya itu. Kebutuhan untuk mentaati “institusi

bersama” bagi pengguna sumberdaya milik bersama akan sangat jelas ketika kita

memanfaatkan sumberdaya “udara” sebagai milik bersama untuk tempat buangan

“limbah asap” mobil kita. Sebenarnya kita seharusnya “tidak bebas” memanfaatkan

sumberdaya milik bersama dalam hal ini “udara” yang kita hirup bersama. Tapi kita

bebas memanfatakan “cahaya matahari” karena cahaya matahari merupakan

sumberdaya “tidak ada pemiliknya”.

Udara adalah milik kita bersama, bukan tidak ada pemiliknya. Sedangkan sinar

matahari adalah sumberdaya tidak ada pemiliknya. Dalam bahasa agama, sinar matahari

adalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, pada hakekatnya, kita “tidak bebas” dalam

pengertian semau kita, bahkan dalam memanfaatan sumberdaya “tidak ada pemiliknya”

seprti sinar matahari. .

Kelembagaan “akses terbuka” pada hakekatnya tidak ada pengaturan oleh

lembaga apapun, termasuk tidak ada regulasi pasar yang menentukan pemanfaatan

sumberdaya itu. Jika sumberdaya mendapat tekanan karena pemanfatan berlebihan,

maka akses terbuka akan berakhir pada “tragedi milik bersama”, yaitu kerusakan

Page 27: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

27

sumberdaya, penurunan produktifitas dan kemiskinan nelayan. Prinsip akses terbuka

mengisyaratkan setiap orang memiliki kebebasan memutuskan untuk masuk atau keluar

dari pemanfaatan sumberdaya tersebut. Asumsi akses terbuka adalah setiap individu

memiliki informasi yang sama tentang kondisi sumberdaya, tingkat pemanfaatan dan

keuntungan ekonomi yang dapat diperoleh. Akses terbuka berharap berlangsungnya

seleksi alam dan akan berlangsung peran serta “tangan-tangan yang tidak kelihatan

(invisible hand)”. Persaingan antara peara pelaku yang memanfaatakan sumberdaya

berlangsung secara bebas.

Kelembagaan pengelolaan sumberdaya melalui pengaturan oleh pemerintah

adalah tipe pengelolaan yang sepenuhnya diatur oleh pemerintah, baik pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah. Kelembagaan pengelolaan tipe ini dapat dilakukan oleh

pemerintah secara langsung, atau pemerintah menetapkan “perusahaan pemerintah”

untuk mengelola pemanfatan sumberdaya tersebut. Kelembagaan juga bisa

mempercayakan kepada masyarakat, tapi kendali pemerintah sangan dominan, yaitu

melalui kuasa dan otoritas pemerintah.

Kelembagaan pengelolaan berbasis masyarakat yang diatur oleh masyarakat

adalah tipe pengelolaan yang sepenuhnya berada di tangan masyarakat lokal. Sebagian

besar aktifitas dan tindakan masyarakat berkenaan dengan pemanfaatan sumberdaya

marupakan aksi kolektif dengan mengnandalkan jearifan lokal. Eksistensi kelembagaan

lokal ini tumbuh sejalan dengan perkembangan budaya dan tradisi lokal. Atau tumbuh

karena budaya pasar atau pengaturan oleh pemerintah tidak sesuai dengan harapan atau

gagal mencapai tujuan pengelolaan itu sendiri.

Kelembagaan pengelolaan sumberdaya melalui pengaturan bersama antara

pemerintah dan masyarakat dilakukan dengan cara kerja sama pengelolaan (co-

management) antara pemerintah dan masyarakat. Salah satu dari pemerintah atau

masyarakat mengajukan rencana pengelolaan sumberdaya, kemudian semua “stake

holder” membahas rencana pengelolaan yang ada untuk diputskan bersama antara

pemerintah dan masyarakat.

Kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan berdasarkan regulasi pasar

identik dengan pengelolaan sumberdaya “milik swasta”. Dalam hal ini, mekanisme pasar

diyakini sebagai instrumen untuk mengupayakan kegiatan bisnis yang semakin efisien.

Page 28: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

28

Masalahnya adalah adanya kenyataan bahwa pengelolaan sumberdaya milik bersama

selalu saja dibayangi oleh “kegagalan pasar (market failure)” yang mungkin saja terjadi

karena mekanisme pasar yang tidak berjalan, adanya eksternalitas atau sebab lain yang

hanya bisa dideteksi dalam jangka panjang. Regulasi pasar bisa mengikuti struktur pasar

persaingan sempurna atau dibayangi atau dibarengi oleh intervensi kebijakan

pengelolaan oleh pemerintah pusat maupun daerah.

Dengan demikian pengelolaan sumberdaya perikanan selalu saja kita jumpai

adanya interaksi kegiatan pengelolaan antara berbagai tipe kelembagaan yang ada.

Untuk maksud penyederhanaan, pembahasan pengelolaan sumberdaya milik bersama

dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe :

1. Pengelolaan Sumberdaya Open Access (Bebas Masuk)

2. Pengelolaan Sumberdaya Oleh Pemerintah

3. Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat

4. Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Kolaborasi Antara Masyarakat dan Pemerintah

5. Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Mekanisme Pasar

2.4.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Open Access

Suatu pengelolaan sumberdaya perikanan dikatakan open access , jika stok ikan

dipanen oleh banyak nelayan dilakukan tanpa aturan yang harus ditaati. Nelayan bersaing

secara bebas tanpa rintangan, bebas keluar dan masuk dalam menangkap ikan. Secara

intuitif kondisi open access dalam pemanfaaatan perikanan hampir tidak ada. Bahkan

banyak contoh suatu masyarakat perikanan di suatu lokasi tertentu membuat berbagai

aturan tidak formal yang disetujui oleh komunitas nelayan tersebut.

Kita misalkan Xt menyatakan biomassa atau jumlah individu stok ikan atau

populasi, Et adalah tingkat fishing effort untuk mempanen stok tersebut dan Yt adalah

tingkatan jumlah panen atau hasil tangkapan total selama tahun ke t. Proses produksi

yang deterministik dapat kita tulis dengan persamaan Yt = H(Xt, Et), dimana Xt dan Et

merupakan faktor input dari fungsi H(.) berbentuk concave.

Ada dua kemungkinan bentuk fungsi H(X,E.), yaitu :

(1) Pertama : model Cobb-Douglas, fungsi Yt = α Xtβ. Et

γ dan

Page 29: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

29

(2) Kedua : exponential, fungsi Yt = Xt (1 – e–qEt

)

dimana α, β, γ dan q positif, β + γ ≥ 1.

Kita misalkan perubahan stok ikan pada dua periode berbeda ditulis sebagaimana

pada persamaan (2.1).

X t+1 - Xt = F(Xt) - H (Xt, Et) (2.1)

dimana F(Xt) merupakan fungsi pertumbuhan bersih (surplus) sebagai pertambahan stok

ikan secara biologis, sebelum dipanen. Stok pada periode ke (t+1) akan berubah, yaitu :

(1) Meningkat sebesar (X t+1 - Xt > 0) , jika pertumbuhan bersih melampaui panen pada

tahun ke t;

(2) Yang tinggal tidak berubah, yaitu (X t+1 - Xt = 0), jika pertumbuhan bersih sama

dengan yang dipanen; atau

(3) Menurun, yaitu (X t+1 - Xt < 0), jika jumlah yang dipanen melampau pertumbuhan

bersih stok ikan.

Ada dua kemungkinan bentuk F(Xt) (kembali ke persamaan, yaitu :

(1) Model Schaefer, yaitu : F(Xt) = r Xt (1 – Xt/K), dan

(2) Model exponential, yaitu : : F(Xt) = Xt e r(1 – Xt/K)

.

dimana K = carrying capacity dan r = pertumbuhan intrinsik).

Persamaan (2.1) menggambarkan respon sumberdaya terhadap panen. Untuk

menggambarkan perilaku respon nelayan, diasumsikan bahwa fishing effort terus

meningkat jika keuntungan positif dan terjadi pengurangan jika keuntungannya negatif.

Untuk maksud penyederhanaan, kita anggap p sebagai harga output yang konstan. Jika

fishing effort menyesuaikan dengan dasar keuntungan dan kerugian tahun sebelumnya,

maka :

E t+1 – Et = η [ p H(Xt, Et) - c Et] (2.2)

Page 30: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

30

dimana η > 0 adalah parameter penyesuaian (adjustment parameter) yang diukur dari

responsifitas fishing effort terhadap keuntungan dan kerugian usaha. Adapun c = biiaya

per unit fishing effort.

Secara bersama, persamaan (2.1) dan (2.2) menghasilkan sistem persamaan

dinamik. Jika kita tetapkan kondisi awal (X0, E0), maka persamaan (2.1) dan (2.2) dapat

di-iterasi (dulang-ulang) terhadap waktu dengan hasil untuk setiap Xt dan Et. Dengan

dasar bentuk persamaan H (.) = q Xt Et dan F(.) = r Xt (1 – Xt/ K), dimana q > 0

disebut koefisien hasil tangkap (catchability coeffient) dalam sistem pemgelolaan bebas

masuk, maka persamaan (2.1) dan (2.2) dapat dijadikan menjadi satu sistem persamaan

(2.3).

X t+1 = [ 1 + r ( 1 – Xt /K – q Et] Xt

E t+1 = [ 1 + η [ pq H(Xt, Et) - c ] Et (2.3)

Dengan dasar persamaan (2.3) tersebut kita dapat melakukan iterasi dalam sistem open

access menurut perubahan waktu.

Untuk nilai tertentu parameter r, K, q, η, p dan c dengan dasar kondisi awal (X0,

E0), maka iterasi pertama kita akan peroleh nilai (X1,E1). Kemudian kita substitusikan

(X1,E1) ke dalam persamaan sebelah kanan, kita akan memperoleh nilai (X2, E2),. Dan

begitu seterusnya. Selanjutnya kita buat plot titik-titik (Xt, Et) dalam salib sumbu X -- E

untuk t = 1, 2, 3 ................. T.

Diantara titik-titik (Xt, Et) terjadi suatu keadaan dimana untuk berbagai waktu

kapan saja, hasil Xt dan Et berada pada titik yang tetap (fixed point) yang selanjutnya

kita sebut dalam keadaan keseimbangan yang mantap (steady state equilibrium). Titik

tersebut berada pada keseimbangan Xt+1 = Xt = X dan Et+1 = Et = E. Keseimbangan

mantap pada titik bukan nol, persamaan (2.1) memerlukan persyaratan jumlah ikan yang

dipanen = pertumbuhan stok ikan (surplus) bersih, dan persamaan (2.2) memerlukan

syarat keuntungan = nol. Dengan menggunakan persamaan (2.3) keadaan mantap

membawa implikasi menghasilkan garis E = r ( 1 – X/K)/q dan nilai X = c/pq

sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Page 31: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

31

E (2)

r/q E t+1 = Et = E

E∞ ......................

(1)

Xt+1 = Xt = X

X

0 X∞ = c / pq K

Gambar 2.3 : Kondisi keseimbangan dan dinamika sumberdaya open access

(Conrad, 1995)

Garis pada Gambar 2.3 disebut garis “isocline”, karena titik – titik pada garis

pertama menghasilkan nilai X tidak berubah, dan yang kedua (vertikal) menghasilkan

nilai E tidak berubah. Untuk berbagai nilai parameter r, K, q, η, p dan c untuk kondisi

awal (X0, E0), sistem persamaan (2.3) mampu menunjukkan perilaku dinamiknya. Dua

titik sasaran diperlihatkan pada Gambar 2.4, yaitu titik sasaran (1) dan (2).

Titik sasaran (1) memperlihatkan dalam bentuk konvergensi spiral menuju

keadaan keseimbangan open access pada X∞ = c/pq dan nilai E∞ = r (1- c/ pqK) / q.

Nilai E∞ didefinisikan sebagai “ambang batas” besarnya stok ikan. Oleh karena itu untuk

:

(1) Xt > X∞ , keuntungan positif dan effort meningkat;

(2) Xt < X∞ , keuntungan negatif (rugi) dan effort menurun.

Jika effort keluar dari inhdustri meninggalkan usaha penagkapan ikan cukup

segera, maka panen ikan berada dibawah pertumbuhan (surplus) stok ikan, pada tahap

selanjutnya stok mulai meningkat dan konvergensi spiral pada keseimbangan open access

kemungkinan terjadi lagi.

Titik sasaran (2) adalah keadaan dimana terjadi proses pempunahan stok ikan

pada regim open access. Keadaan demikian terjadi ketika effort yang keluar dari industri

Page 32: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

32

penangkapan ikan yang tidak menguntungkan berlangsung lambat. Kemungkinan ketiga

tidak ditunjukkan pada Gambar 1.3, yaitu ketika “siklus batas” ketika stok dan effort

beranjak secara berlawanan arah pada titik keseimbvangan open access (E∞ , X∞ ). Stok

X∞ merupakan ukuran stok pada titik impas. Sebagai catatan titik ini cenderung tidak

pernah tercapai. Secara teori perilaku ini tidak mungkin dalam kondisi perubahan stok

secara kontinue.

Dinamika open access pada Gambar 2.3 mengasumsikan bahwa nilai parameter r,

K, q, η, p dan c adalah konstan. Dalam dunia nyata adalah berubah dan keseimbangan

open access tidak terjadi, sebagaimana contoh punahnya ikan paus di perairan Antartika

Bagian Barat. Meskipun ancaman pempunahan stok dapat dihindari, namun para ahli

ekonomi sumberdaya menyatakan bahwa bagaimanapun juga, keseimbangan open access

cenderung dibawah optimal. Yang menjadi pertanyaan kebijakn apa yang dapat

membantu agar keadaan optimal dicapai ???.

2.4.2 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Oleh Pemerintah

Pemerintah di banyak negara, yaitu pemerintah pusat maupun daerah, terutama

negara sedang berkembang memiliki otoritas tinggi dalam mengelola sumberdaya

perikanan. Pemerintah dengan segala otoritas yang ada melakukan semua tahapan

pengelolaan sumberdaya perikanan, mulai dari pengumpulan informasi sumberdaya,

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan, eval;uasi dan

penegakan peraturan.

Dalam hal ini, pemerintah memiliki seluruh hak dan wewenang berkenaan dengan

memanfaatkan, mengatur, bahkan mengalihkan sebagian atau seluruh hak yang

dimilikinya. Hak pemerintah tersebut dapat digunakan sendiri melalui badan usaha milik

negara (BUMN) atau dialihkan kepada rakyat, swasta nasional bahkan asing.

1. Tujuan Pengelolaan Optimal

Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa, bumi, air dan segala kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya adalah milik negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Sejalan dengan penegasan ini, Undang-Undang No. 31 tahun 2004

Page 33: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

33

tentang perikanan ditegaskan bahwa pemerintah melaksanakan pengelolaan sumberdaya

ikan secara terpadu dan terarah dengan melestarikan sumberdaya ikan beserta

lingkungannya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Pemerintah

memiliki tanggung jawab untuk menata pemanfaatan sumberdaya perikanan sehingga

rakyat memperoleh manfaat secara maksimum.

Dalam model bioekonomi, pemerintah memaksimumkan pencapaian tujuan

dengan ukuran nilai ekonomi (kesejahteraan) dengan kendali dinamika sumberdaya yang

tersedia. Dalam hal ini, pemerintah dapat menggunakan ukuran manfaat sosial bersih

sebagai ukuran nilai ekonomi yang ingin kita capai.

Kita misalkan , pada periode ke t, nilai manfaat sosial bersih adalah :

πt = π (Xt, Yt)

πt merupakan fungsi manfaat bersih berbentuk konkave. Manfaat bersih akan meningkat

sepanjang Xt, atau Yt. Peningkatan dalam Xt dapat dianggap biaya panen yang lebih

rendah, sementara tambahan dalam Yt mempunyai nilai positif bagi produsen maupun

konsumen.

Kita misalkan jadwal panen Yt untuk t = 0, 1, 2, . . . . . T. Kita tulis kembali

persamaan (2.3), yaitu :

Xt+1 = Xt + F(Xt) – Yt (2.3)

Kemudian kita tentukan kondisi awal X0, maka dengan melakukan iterasi untuk

memperoleh jalur waktu untuk Xt . Manfaat sosial bersih yang telah didiskonto dapat

dihitung dengan persamaan (2.4).

πt =

T

t 0

ρtπ (Xt, Yt) (2.4)

dimana ρ = 1 / ( 1 + δ) sebagai faktor diskonto dan δ sebagai tingkat diskonto

tahuanan (bergantung pada tingkat suku bunga yang kita gunakan).

Page 34: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

34

Misalkan kita ingin mendapatkan nilai Yt yang bertujuan untuk :

Maksimisasi πt =

oo

t 0

ρtπ (Xt, Yt)

Dengan kendala Xt+1 - Xt = F(Xt) – Yt (2.5)

X0 = tertentu

Permasalahan pada persamaan (2.5) selanjutnya kita sebut sebagai masalah

dengan horison waktu tidak terbatas dengan fungsi π (.) dan F (.) berbentuk konkave

dalam kondisi optimum mantap dari (X*, Y*). Untuk mencari solusi optimum kita

dekati dengan multiplier Lagrang λt sehingga persamaan Lagrangian dari masalah ini

dapat kita tulis pada persamaan (2.6).

L =

oo

t 0

ρt [π (Xt, Yt) + ρ λt+1 { Xt + F(Xt) – Yt - Xt+1 }] (2.6)

Multiplier Lagrange tersebut dapat diinterpretyasi nilai harga bayangan wakta sekarang

(current value shadow prices) yang menunjukkan n nilai tambahan satu satuan

sumberdaya ikan pada tahun tertentu. Dalam masalah ini, kita dapat memikirkan tingakat

Xt+1 yang dapat diperoleh pada periode (t+1). Nilai tambahan Xt+1 pada periode (t+1)

adalah λt+1 . Keadaan tersebut menggambarkan tidak hanya pada periode (t+1), tapi

untuk seluruh horison waktu, dengan anggapan bahwa sumberdaya perikanan dikelola

secara optimal.

Setelah persamaan Lagrange terbentuk, kita membuat fungsi turunan partial = 0.

Keseluruhan turunan tersebut digunakin untuk memcahkan masalah optimalisasi Yt, Xt,

dan λt pada kondisi keseimbangan bio-ekonomi secara optimum.

Persamaan turunan dan hasil yang diperoleh ditunjukkan pada persamaan (2.7) -

(2.9) dan (2.10) - (2.12).

∂L/ ∂Yt = ρt [ ∂ π (. )/ ∂Yt - ρ λt+1 = 0 (2..7)

Page 35: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

35

∂L/ ∂Xt = ρt [ ∂ π (. )/ ∂Xt - ρ λt+1 { 1 + F(.) }] - ρ λt = 0 (2.8)

∂L/ ∂( ρ λt+1 ) = ρt { Xt + F(Xt) – Yt - Xt+1 } = 0 (2.9)

Selanjutnya menjadi :

∂ π (. )/ ∂Yt = ρ λt+1 (2.10)

∂ π (. )/ ∂Xt - ρ λt+1 { 1 + F(.) }= λt (2.11)

Xt+1 - Xt = F(Xt) – Yt (2.12)

Sebelah kanan persamaan (2.10) menunjukkan nilai marginal manfaat bersih

karena kenaikan satu unit sumberdaya perikanan yang dipanen pada tahun ke t. Untuk

strategi panen optimal jika nilai tersebut sama dengan discountrd shadow price (yang

selanjutnya disebut user cost ) dari suatu unit sumberdaya perikanan pada periode (t +1),

yaitu sebeesar ρ λt+1 . Oleh karena itu persamaan (2.10) memenuhi perhitungan dua

macam biaya, yaitu marginal cost dari panen untuk waktu sekarang, dan yang kedua

adalah user cost yang menghasilkan tambahan panen dari satu unit dari sumberdaya

perikanan, juga pada saat sekarang.

Adapun sisi kanan pada persamaan (2.11) kita mempunyai nilai λt yaitu nilai dari

tambahan satu unit sumberdaya perikanan pada tahun ke t yang besarnya sama dengan

manfaat marginal bersih pada periode sekarang, yaitu : ∂ π (. )/ ∂Yt ditambah dengan

manfaat marginal yang tidak dipanen, yaitu : ρ λt+1 { 1 + F(.), yang akan dimanfaatkan

untuk periode selanjutnya.

Dengan menggunakan persamaan (2.10) – (2.12) kita akan dapat memcahkan

nilai optimal Yt, Xt dan λt . Untuk maksud tersebut kita memerlukan dua titik pembatas,

yaitu nilai X0, sebut saja nilainya = a, dan nilai ( ρt λt Xt ) mendekati nol pada waktu t

mendekati waktu tidak terhingga.

Dalam keadaan mantap, dimana nilai Yt, Xt dan λt tidak berubah, maka

persamaan (2.10) – (2.12) mengandung implikasi pada persamaan (2.13) – (2.15).

Page 36: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

36

∂ π (. )/ ∂Yt = ρ λ (2.13)

- ∂π (. )/ ∂Xt = λ { 1 + F(.) – (1 + δ)} (2.14)

Y = F(X) (2.15)

Kita lakukan substitusi nilai ( ρ λ ) dari persamaan (2.13) ke dalam persamaan (2.14)

kemudian diusahakan agar nilai δ berada di sisi kanan persamaan, sehingga

menghasilkan persamaan (2.16).

∂π (. )/ ∂X

Ft (X) + ---------------- = δ (2.16)

∂ π (. )/ ∂Y

Persamaan (4.16) menurut Conrad disebut sebagai : “fundamental equation of

renewable resources”.Sepanjang sesuai dengan persamaan (2.15) , nilai X dan Y berada

dalam keadaan optimal mantap. Persamaan (2.16) mengandung interpretasi ekonomi

yang menarik, yaitu nilai Ft (X) menunjukkan pertumbuhan stok marginal, sedeangkan

bagian kedua pada sisi kiri persamaan (2.16) adalah

∂π (. )/ ∂X

-------------- (2.16)

∂ π (. )/ ∂Y

yang selanjutnya disebut oleh Clark dan Munro (Conrad, 1996) dengan istilah :

“marginal stock effect”yaitu : ukuran nilai stok marginal relatif terhadap nilai panen

marginal. Kedua bagian sisi kiri pada persamaan (2.16) selanjutnya disebut sebagai

“resources internal rate of return”. Dari persamaan (2.16) dapat kita jelaskan bahwa

Page 37: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

37

nilai X dan Y pada tingkat optimal mantap akan menyebabkan “resources rate of

return” adalah sama dengan “ discount rate, δ”. Nilai δ tersebut adalah sama dengan

return on investment (ROI) dalam teori ekonomi yang lazim. Atas dasar pemikiran

demikian, maka sumberdaya alam yang dapat diperbaharui pada dasarnya adalah

“kapital” atau aset (modal) sumberdaya suatu lingkungan.

Dengan dasar fungsi implisit, maka persamaan (2.16) selanjutnya dapat kita buat

suatu kurva dalam bidang X---Y. Dengan asumsi fungsi F (X) dan π (X,Y) bentuk

konkave dalam bidang X – Y, maka slope kurva tersebut positif. Bentuk yang pasti

dari fungsi F (X) dan π (X,Y) dalam bidang X – Y ditentukan oleh parameter fungsi

tersebut dan oleh discount rate.

Berbagai kemungkinan kurva, sebut saja kurva Φ, yaitu garis Φ1, Φ2, dan Φ3

sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.4. Dalam gambar tersebut disajikan pula kurva

pertumbuhan stok bersih, Y = F(X) = rX( 1 X/K). Perpotongan antara F(X) dan kurva

Φ tertentu menggambarkan solusi persamaan (2.15) dan (2.16), yaitu sumberdaya dalam

keadaan mantap (steady state) dan optimum secara bio-ekonomi.

Gambar 1.4 menunjukkan empat titik keseimbangan, terdiri dari tiga buah titik

optimum bio-ekonomi dan sebuah titik maximum sustainable yield (MSY) . Titik-titik

tersebut menggambarkan hal berikut :

(1) Perpotongan antara Φ1 dan F(X) pada keadaan dimana pengurasan sumberdaya

mencapai optimal. Keseimbangan semacam ini terjadi jikia sumberdaya tumbuh

perlahan, sementara tingkat suku bunga diskonto cukup tinggi dan biaya panen

populasi ikan terakhir adalah lebih kecil dari harga pasar;

(2) Perpotongan antara Φ2 dan F(X) pada keadaan stok optimal pada titik X2 bernilai

positif, tapi lebih rendah dari K/2 yang mendukung tingkat MSY = rK/4. Pada

tingkat ini efek stok marginal lebih rendah dari tingkat suku bunga dikonto; dan

(3) Kurva Φ3 dimana efek stok marginal cukup besar, yaitu dengan besaran lebih

tinggi dari tingkat suku bungan diskonto. Ini terjadi jika stok ikan yang dipanen

dalam jumlah lebih rendah memerlukan ongkos yang semakin meningkat secara

signifikan.

Φ1 Φ2 Φ3

Page 38: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

38

MSY=

rK/4 ..........................................

Y3 ...............................................

Y2 .............................

F(X) = r X (1 – X/K)

X

O X2 K/2 X3 K

Gambar 2.4. Tingkat MSY dan tiga titk bio-ekonomi optimum (Conrad, 1995)

Kesimpulan dari uraian diatas adalah bahwa pengelolaan stok optimal atas dasar

model bio-ekonomi akan berada pada tingkat lebih rendah atau sedikit lebih tinggi dari

tingkat MSY. Dengan dasar kesimpulan tersebut, maka untuk pendekatan kehati-hatian,

dalam menjaga kelestarian sumberdaya perikanan, tingkat panen optimal menggunakan

ukuran 80% MSY. Pengelolaan sumberdaya perikanan pada tingkat panen optimal ( 80%

MSY) selanjutnya disebut tingkat Total Allowable Catch (TAC).

2. Penentu Keberhasilan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Dengan dasar uraian diatas, maka keberhasilan pengelolaan sumberdaya oleh

pemerintah ditentukan oleh berbagai hal, antara lain :

(1) Validitas hasil pendugaan tingkat MSY yang akan digunakan sebagai dasar untuk

menetapkan TAC sebagai dasar untuk menetapkan berbagai kebijakan pengelolaan

seperti penetapan quota, ijin kapal penagkapan maupun kebijakan yang bersifat bio-

ekonomi lainnya. Jika hasil pendugaan MSY “salah atau tidak valid” maka

implikasi kebijakan yang akan kita buat juga akan tidak valid. Dalam hubungannya

dengan penetapan TAC ini, memerlukan dukungan managemen sistem informasi

(SIM) sumberdaya perikanan secara valid.

Page 39: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

39

(2) Kepercayaan atas penegakan peraturan. Dalam hal ini, penegakan peraturan sangat

penting. Dengan adanya kepercayaan terhadap tegaknya peraturan, maka masyarakat

pengguna sumberdaya akan bertindak rasional. Akan terjadi sebaliknya, jika

peraturan tidak ditegakkan.

(3) Peraturan secara tertulis yang diberlakukan untuk seluruh wilayah pengelolaan.

Sekalipun masyarakat nelayan pada umumnya berkomunikasi dakam meresopon

peraturan secara verbal, namun peraturan tertulis yang disyahkan atau dibuat oleh

pemerintah memudahkan masyarakat untuk mentaatinya.

(4) Kejelasan teknologi yang diijinkan. Adanya penggunaan teknologi di luar skala atau

jenis teknologi yang diijinkan akan memacu timbulnya pelanggaran penggunaan

teknologi yang secara nyata mengarah pada teknologi yang lebih menguntungkan.

(5) Pembangunan industri perikanan sering berdampak negatif terhadap penggunaan

teknologi melaut karena pertimbangan efisiensi dan produktifitas yang semakin besar

dapat melalaikan para pengelola sumberdaya perikanan tidak mensinkronisasikan

penggunaan teknologi dengan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan.

Pembangunan perikanan dan pengelolaan sumberdaya sejak awal harus dilakukan

secara komplementer.

(6) Perdagangan dan harga jenis ikan tertentu yang tinggi akan mendorong nelayan

untuk mengeksplotasi sumberdaya tersebut secara berlebihan. Oleh karena itu

diperlukan berlangsungnya melkanisme harga ikan yang “wajar” untuk menjaga agar

nelayan tidak melakukan pelanggaran dalam eksploitasi sumberdaya ikan karena

alasan ekonomi.

3. Kelebihan dan Kelemahan Pengelolaan Sumberdaya Oleh Pemerintah

Pengelolaan sumberdaya perikanan oleh pemerintah memiliki kelebihan dan

kelemahan. Adapun kelebihannya dapat disebutkan antara lain :

(1) Mengatasi masalah interkomunitas

Page 40: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

40

Pengelolan sumberdaya yang dikelola pemerintah secara nasional maupun pada

tingkat, masalah-masalah yang bersifat interkomunitas akan dapat diselesaikan. Kita

menyadari bahwa ikan adalah makhluk air yang bergerak. Sebagian bergerak secara

lokal, antar kabupaten, antar propinsi bahkan antar negara. Dengan adanya pengelolaan

sumberdaya oleh pemerintah yang memiliki kewenagan pengelolaan, khususnya tingkat

nasional, maka permasalahan yang timbul karena migrasi ikan antar propinsi akan dapat

terpecahkan.

(2) Bersifat nasional

Sifat ikan yang bergerak berakibat masalah lebih tangkap tidak mudah diatasi

dengan membatasi diri pada kewenangan lokal. Sebut saja pengelolaan ikan layang di

Laut Jawa, jelas tidak bisa diatasi hanya kewenangan propinsi tertentu. Kita

mengetahui bahwa ikan layang di Laut Jawa memijah di Laut Flores, kemudian ikan

layang kecil terbawa arus dan besar di Laut Jawa. Dengan demikian pengelolaan

sumberdaya ikan layang harus dikelola oleh kelembagaan antar propinsi. Contoh lain,

seperti pengelolaan ikan lemuru di Selat Bali adalah melibatkan tanggung jawab nelayan

Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur dan nelayan di Propinsi Bali. Dalam hal demikian

pengelolaan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali tidak bisa lepas dari kewenangan

pemerintah Propinsi Jawa Timur dan Bali, termasuk pemerintah pusat secara nasional.

(3) Pengaruh eksternal dapat dikendalikan secara nasional

Beberapa faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pengelolaan sumberdaya

perikanan yang dapat dikendalikan secara nasional, dapat disebutkan, antara lain : (a)

mobilitas nelayan antar wilayah propinsi, (b) gejolak moneter atau kebijakan publik yang

berada di luar kendali sektor perikanan, misalnya kebijakan harga BBM, atau (c)

perkembangan perdagangan bebas pada skala regional yang berdampak luas terhadap

dinamika pemanfaatan sumberdaya di tingkat lokal, hanya bisa dikendalikan secara

nasional.

(4) Pertimbangan skala ekonomi

Page 41: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

41

Pengelolaan sumberdaya perikanan pada skala nasional yang dilanjutkan dengan

pembagian wilayah pengelolan sumberdaya di tingkat regional akan mengurangi biaya

kelembagaan, sehingga secara ekonomi akan menguntungkan dan menjadi lebih efisien

jika dibandingkan dengan pengelolaan sumberdaya secara lokal.

Sekalipun terdapat kelebihan-kelebihan yang dapat kita peroleh karena

kelembagaan pengelolaan yang bersifat nasional, namun kita jumpai beberapa kelemahan

dalam pengelolaan sumberdaya perikanan secara nasional, antara lain sebagai berikut :

(1) Tidak mudah memenuhi aspirasi lokal.

Kita mengetahui bahwa pada kenyataannya di lapangan banyak kebiasaan lokal

bahkan sering bervariasi antar komunitas dalam masyarakat untuk landasan pengelolaan

sumberdaya perikanan. Pengelolaan sumberdaya berbasis kelembagaan pemerintah

nasional cenderung tidak berhasil mengatasi masalah yang timbul pada skala komunitas

lokal.

(2) Tidak diterima masyarakat lokal

Pengelolaan yang bersifat nasional oleh pemerintah, dapat saja terjadi tidak

diterima oleh masyarakat lokal. Adanya konflik kepentingan antara pemerintah lokal

(sebut saja pada skala desa) dan pemerintah pusat sering berakibat membawa ketidak

berhasilan pengelolaan sumberdaya perikanan. Pelanggaran yang semakin serius dalam

pengelolaan sumberdaya perikanan, sering ditengarai karena aturan yang dibuat secara

nasional tidak dapat diterima oleh masyarakat lokal. Ini berakibat sumberdaya perikanan

secara sistematis terkuras habis.

(3) Pengawasan pengelolaan sumberdaya sangat sukar dan biaya tinggi

Indonesia dengan hampir lebih dari 17.000 pulau, bisa dipastikan betapa biaya

yang harus dikeluarkan oleh pemerintah pusat (nasional) maupun daerah untuk

mengawasi pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan oleh pemerintah. Disamping

biaya tinggi juga akan banyak menghadapi kesukaran. Pelanggaran yang terjadi di

tingkat lokal dan tidak mudah terdeteksi oleh pemerintah secara nasional maupun

daerah.

Page 42: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

42

2.4.3 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berbasis Masyarakat

(PSBM)

Tindakan rasional secara ekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan

“milik bersama , common property” bisa berdampak irrasional, kata Hardin dapat

menimbulkan tragedy of the common. Pada tingkat komunitas, masyarakat dengan

kearifan lokal memungkinkan untuk membangun tindakan rasional secara sosial melalui

kelembagaan kerjasama yang berbasis masyarakat. Dalam pengelolaan sumberdaya

perikanan berbasis masyarakat terjadi suatu proses pemberian wewenang, hak dan

tanggung jawab masyarakat untuk mengelola sumberdaya perikanan oleh, dari dan untuk

masyarakat sendiri. Dalam hal ini, kerjasama merupakan solusi untuk menghindarkan diri

masyarakat dari tragedi yang tidak diinginkan.

Dengan adanya kerjasama, masyarakat dalam konsep PSBM adalah komunitas

atau kelompok orang yang memiliki tujuan yang sama. Dari sudut pandang wilayah,

masyarakat disini adalah mereka yang tinggal di suatu kawasan tertentu. Kawasan yang

dimaksud dapat mencakup beberapa pemukiman, desa, kecamatan, kota, kabupaten,

propinsi atau negara. Masyarakat Teluk Jakarta adalah masyarakat yang berasal dari

beberapa dusun, desa, pulau, kecamatan, kabupaten/kota atau propinsi bergantung pada

cakupan wilayah yang kita maksudkan. Selat Bali didiami oleh warga nelayan mencakup

penduduk Propinsi Jawa Timur dan Bali. Kawasan Selat Madura mencakup kawasan

nelayan dari penduduk Kabupaten/Kota yang membatasi Selat Madura, seperti Sumenep,

Pamekasan, Probolinggo, Situbondo dan Banyuwanngi dengan adat istiadat dan

kebiasaan yang berbeda.

Dari sudut pandang status sosial dan pekerjaan, masyarakat yang tinggal di

kawasan tertentu, orang yang berkepentingan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan

dapat terdiri dari para nelayan, pedagang ikan, pembudidaya ikan/ rumput laut, pengolah

ikan, pemilik kapal, tokoh adat ataupun pimpinan formal.

Dengan adanya klasifikasi masyarakat yang berbeda, maka PSBM dapat

dibedakan atas dasar :

(1) Administrasi pemerintahan/ kawasan : PSBM dusun, desa, kecamatan, kabupaten,

propinsi atau kawasan Selat/ Teluk tertentu;

Page 43: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

43

(2) Kegiatan ekonomi masyarakat : PSBM gill-net, petani rumput laut dan lain-

lainnya.

Menurut Nikijuluw (2002) kelembagaan PSBM dapat tumbuh melalui tiga cara,

dengan proses dan jastifikais sebagai berikut :

(1) Pemerintah mengakui praktik pengelolaan sumberdaya perikanan yang selama ini

telah dilakukan masyarakat turun-temurun dan merupakan adat yang dianut oleh

masyarakat;

(2) Pemerintah bersama masyarakat membangkitkan kembali adat dan budaya lokal yang

sempat ada untuk mengelola sumberdaya perikanan di kawasan tertentu; dan

(3) Pemerintah berdasarkan kewenagan yang ada menyediakan kesempatan dan

tanggung jawab serta wewenang penuh oleh masyarakat untuk mengelola

sumberdaya perikanan yang ada di wilayahnya.

Praktik dan proses pembentukan untuk berbagai jenis PSBM di berbagai lokasi

perikanan dijelaskan oleh Nikijuluw (2002) (pengelompokan disusun oleh penulis)

sebagai berikut :

1. Praktik adat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan

(a) Sasi di Pulau Saparua

Di pedesaan Pulau Saparua, Maluku, pemanfaatan sumberdaya laut pesisir dan

hutan umumnya dikelola dengan sistem sasi. PSBM Sasi adalah suatu kelembagaan yang

mengatur masyarakat desa untuk tidak menangkap ikan di daerah dan waktu tertentu,

disamping hakk eksklusif yang dapat dialihkan kepada orang lain. Tujuan larangan ini

adalah supaya ikan dapat berkembang biak, tumbuh mencapai ukuran tertentu, tetap

tersedia sehingga dapat ditangkap pada waktu yang lama, sumberdaya ikan lestari dan

dapat dimanfaatan oleh generasi yang akan datang dengan kondisi seperti yang

dimanfaatkan sekarang. Desa mengenakan kewajiban kepada pemegang hak ekslusif di

kawasan desanya berupa “pajak” tertentu yang dikumpulkan oleh petaugas desa untuk

pendapatan desa.

Page 44: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

44

(b) Pengelolaan Perairan Peisisir Desa Tanjung Barari (Biak)

Di desa Tanjung Barari, Biak, Papua, pemanfaatan sumberdaya perikanan di depan

desa warga sepenuhnya diperuntukkan bagi warga desa dengan hak ekslusif. Bagi

warga di luar desa izin diberikan dengan membayar “pajak” sejumlah uang tertentu

untuk setiap operasi penangkapan dilakukan atau menebang mangrove.

Jika terjadi pelanggaran proses disiplin terhadap peraturan ditempuh, seperti teguran

atau penyitaan alat tangkap.

2. Praktik menumbuhkan adat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan

(a) Pengelolaan terumbu karang di Jemluk, Bali

Pada awalnya ditengarai perairan di depan desa jempuk, Karang Asem, Bali

mengelami tekanan pemanfaatan sumberdaya secara berlebihan. Lingkungan menjadi

rusak, karena nelayan menambang karang untuk berbagai kepentingan. Akibatnya hasil

penagkapan ikan menurun. Rusaknya terumbu karang berpengaruh terhadap kunjungan

wisata laut.

Untuk mengatsi agar kerusakan tidak berlanjut, Kelompok Nelayan Tunas

Mekar (KNTM) dibentuk menyambut program pemerintah membuat terumbu karang

buatan. Untuk mengamankan terumbu karang buatan ini KNTM membuat aturan yang

harus diatati. Bagi para pelanggar dikenakan beban sejumlah uang tertentu. Pada tingkat

awal, wilayah “karang buatan” ini tertutup untuk semua kegiatan penagkapan ikan.

Namun kemudian, setelah terumbu karang buatan terbentu, banyak ikan berdiam, maka

nelayan diberi kesempatan untuk melakukan penangkapan ikan di wilayah terumbu

karang tersebut. Kedatangan wisatawan ke desa ini juga menambah sumber pendapatan

alternatif bagi nelayan setempat, sehingga pendapatan nelayan menjadi meningkat.

(b) PSBM San Pablo, Philipina

Page 45: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

45

PSBM di San Pablo diawali dengan pembentukan Resource Management

Council (RMC) untuk mengurangi konflik antara nelayan dan petani ikan keramba apung

di danau.

RMC membuat petunjuk pemanfaatan danau dimulai dengan kajian tentang potensi

sumberdaya ikan dan kualitas air danau. Kemudian dilakukan implimentasi dan

penegakan hukum, program sosial dan penyelesaian konflik yang mungkin timbul. Juga

membantu pemerintah dalam menentukan ijin bagi nelayan, penetapan zonasi

penangkapan ikan.

(c) Managemen Danau Sentarum, Kalimantan Barat

Pada awalnya ada kasus kematian ikan karena penggunaan tuba dan semakin

menurunya ikan di danau. Pemerintah bersama masyarakat berkumpul membuat

kesepakatan sepeti :

(i) Larangan menggunakan tuba;

(ii) Dilarang penggunaan jermal dengan mata lebih kecil dari 2 inci;

(iii) Dilarang menggunakan jaring dengan mata jaring kurang dari 2 inci;

(iv) Dilarang menagkap ikan ukuran kurang dari 20 cm; dan

(v) Setiap pelanggaran akan diadili secara adat atau diadili oleh insansi pemerintah yang

berwenang. Semua kesepakatan yang disetujui menjadi dasar pengelolaan

sumberdaya perikanan di danau Sentarum.

(d) Managemen rumpon di Brondong, Jawa Timur

Pada awalnya banyak nelayan yang suka “mencuri: ikan” di rumpon milik

orang lain. Untuk mengelola rumpon agar tidak merugikan nelayan pemilik rumpon ,

maka bagi mereka yang menangkap ikan di rumpon milik orang lain ada kewajiban

menyisihkan hasil tangkapan sampai 10% bagi pemilik rumpon tersebut. Bagi saksi yang

menunjukkan bukti bahwa seseorang telah melakukan penangkapan ikan di rumpon

bukan miliknya tanpa ijin juga mendapat bagian dari hasil tangkapan tersebut.

3.Pembentukan PSBM Atas Dasar Undang-Undang /Ketentuan Pemerintah

Page 46: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

46

Contoh yang bagus dari model ini adalah pengaturan hak penangkapan ikan di

Pedesaan Jepang. Dibawah Undang – Undang Perikanan Jepang tahun 1949, pengelolaan

sumberdaya perikanan dibagai ke dalam tiga kategori, yaitu

(1) Perikanan berdasarkan hak penangkapan ikan

(2) Perikanan berdasarkan ijin penangkapan ikan

(3) Perikanan terbuka atau bebas (masuk)

Klasifikasi perikanan menurut UU Perikanan Jepang Tahun 1949 disajikan

pada Gambar 2.5. Perikanan berdasarkan hak penagkapan ikan adalah pemberian hak

penagkapan ikan oleh Gubernur propinsi kepada koperasi perikanan. Hak tersebut

berlaku selama 10 tahun. Di setiap propinsi, Gubernur dibantu oleh suatu Komisi

pengaturan Perikanan propinsi yang anggotanya dipilih dari organisasi dan kopersi

nelayan serta ahli perikanan yang ada di propinsi yang bersangkutan. Komisi mengadakan

dengar pendapat dengan publik, mengumpulkan saran-saran dari masyarakat terutama

yang berkaitan dengan pembagian, pemberian dan pelaksanaan hak di masa yang akan

datang. Tugas Komisi adalah memberikan saran kepada Gubernur dalam mengevaluasi

pelaksanaan hak yang telah diberikan kepada masyarakat serta kemungkinan hak tersebut

diperpanjang setelah habis masa berlakunya.

Page 47: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

47

Gambar 2.5. Klasifikasi Perikanan Jepang (Nikijuluw, 2002)

Hak penangkapan ikan oleh koperasi perikanan dan anggotanya dibagi dalam

tiga kelompok, yaitu :

(1) Hak pemanfaatan milik bersama;

(2) Hak penggunaan jaring bubu; dan

(3) Hak budidaya laut.

Hak pemanfaaatn milik bersama dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

(1) Hak pemanfaatan jenis-jenis ikan yang “menetap” di suatu wilayah (sedentari);

Perikanan Laut

Perikanan Berdasarkan

Hak

Perikanan Bebas (Masuk)

Perikanan Berdasarkan

Izin

Izin Oleh Pemerintah

Pusat

Izin Oleh Pemerintah

Propinsi

Hak Pemanfaatan Milik

Bersama Hak Penggunaan Jaring

Bubu

Hak Budidaya Laut

Hak Pemanfaatan Jenis

Ikan Sedentari

Hak Menggunakan Jaring

Bubu dan Jaring Insang

Ukuran kecil

Hak Menggunakan Pukat Pantai

dan Terumbu Karang Buatan

Page 48: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

48

(2) Hak menggunakan jaring bubu, alat tangkap menetap dan jaring insang skala kecil;

dan

(3) Hak menggunakan pukat pantai, pukat lain yang dioperasikan dengan perahu tanpa

motor, alat tangkap tradisional untuk ikan-ikan di perairan dekat pantai dan

penagkapan ikan di sekitar terumbu karang buatan.

Hak penggunaan jaring bubu diperuntukkan bagi kegiatan perikanan pada

kedalaman air 27 m atau lebih. Adapun hak budidaya laut diberikan kepada koperasi atau

anggota kopersi yang melakukan budidaya laut di daerah yang telah ditentukan. Koperasi

nelayan berkewajiban membuat aturan lokal untuk setiap hak pemanfaatan sumberdaya

perikanan. Aturan lokal ini harus diputuskan oleh rapat pleno koperasi dan harus

disetujui oleh pemerintah propinsi.

Selain sistem pengelolaan perikanan berdasarkan hak, pemerintah propinsi

memiliki juga wewenang dalam sistem oengelolaan sumberdaya perikanan berdasarkan

izin.Sistem izin diberlakukan untuk perikanan trawl dan pukat cincin yang beroperasi di

perairan laut Jepang dan di luar Jepang. Izin diberikan atas nama kapal dan nama

nelayan.

4. Kelebihan dan Kelemahan PSBM

Kelebihan PSBM dapat disebutkan antara lain :

(1) Sesuai aspirasi dan budaya lokal, sehingga akan berdampak positif pada masyarakat

lokal. Jika dalam pelaksanaannya kurang berhasil, maka dengan segera masyarakat

akan menyesuaikan dengan keinginannya.

(2) Diteima oleh masyarakat lokal, karena sepenuhnya berdasarkan pada adat kebiasaan

dan komitmen masyarakat tingkat lokal.

(3) Pengawasan dilakukan dengan mudah, karena masyarakat sendiri yang melakukan

pengawasan.

Disamping terdapat keunggulan PSBM, masih juga mengandung kelemahan,

antara lain :

(1) Mudah dipengaruhi oleh perubahan eksternal. Misalnya saja, ketika terjadi kenaikan

harga ikan, masyarakat mudah terprovokasi untuk mencoba merubah aturan yang

Page 49: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

49

berlaku mengikuti perubahan kondisi ekternal. Konflik kepentingan dapat

memporak-porandakan peraturan yang telah disepakati sebelumnya.

(2) Bersifat lokal sehingga masalah yang cakupannya lebih luas dari kondisi lokal sulit

diatasi oleh PSBM.

(3) Secara individu mungkin banyak mendatangkan manfaat, namun secara bersama-

sama (kelompok) bisa tidak ekonmis. Biaya pengelolaan institusi boleh jadi tidak

tertanggungkan, karena skala ekonomi yang rendah.

(4) PSBM ada kemungkinan tidak mampu memecahkan permasalahan antar komunitas

dalam masyarakat, karena PSBM hanya diakui oleh satu komunitas, sehingga

masalah yang timbul antar komunitas tidak mudah diselesaikan oleh masing-masing

PSBM.

2.4.4 Kolaborasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan : Co –

Management

Kelembagaan ko-managemen merupakan rezim derivatif yang mempertemukan

pendistribusian tanggaung jawab dan wewenang antara pemerintah dan masyarakat lokal

dalam mengelola sumberdaya perikanan. Tujuan utama kelembagaan ko-managemen

adalah pengelolaan sumberdaya perikanan yang lebih efisien dan lebih demokratis

melalui proses aktif dalam keterlibatan masyarakat untuk pelaksanaan pembangunan

perikanan lebih efektif.

Tingkatan tanggung jawab, wewenag dan keterlibatan masyarakat dalam proses

pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan akan menentukan tipe

ko-managemen yang dipilih. Beberapa ahli mengelompokkan bentuk kelembagaan ko-

managemen atas dasar besar kecilnya keterlibatan masyarakat menjadi beberapa tipe,

yaitu : (1) Tipe instruksi, (2) konsultasi, (3) koperasi, (4) advokasi, dan (5) tipe

informasi.

(1) Pertama : pada ko-managemen tipe instruktif tidak banyak informasi yang saling

dipertukarkan antara pemerintah dan masyarakat. Pada tipe ini, pemerintah

menginformasikan rumusan pengelolaan sumberdaya yang direncanakan oleh

pemerintah untuk dilaksanakan oleh nelayan/ masyarakat perikanan.

Page 50: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

50

(2) Kedua : pada tipe konsultatif, hubungan antara masyarakat dan pemerintah saling

berkonsultasi. Masyarakat dan pemerintah saling mendampingi, namun keputusan

ackir ada di tangan pemerintah. Dengan demikian peran pemerintah masih cukup

lebih besar dari peran dan tanggung jawab pemerintah.

(3) Ketiga : pada tipe kooperatif, hubungan antara pemerintah dan masyarakat

sederajad. Semua tahapan managemen berada dalam tanggung jawab di kedua belah

pihak. Dalam hal ini masyarakat nelayan merupakan mitra pemerintah.

(4) Keempat : tipe pendampingan atau advokasi. Peran dan tanggung jawab masyarakat

nelayan lebih besar dari peran pemerintah. Masyarakat dapat mengajukan usulan

keputusan pengelolaan sumberdaya perikanan yang akan dilaksanakan oleh

masyarakat. Peran pemerintah lebih banyak bersifat mendampingi masyarakat.

(5) Kelima : tipe ko-managemen informasi. Dalam hal ini pemerintah hanya memberikan

informasi kepada masyarakat. Masyarakat secara mandiri memanfaatkan semua

informasi untuk memutuskan sendiri dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.

Berdasarkan pada berbagai bentuk tipe proses pengambilan keputusan tadi,

maka ko-managemen akan lahir karena adanya kemauan dan inisiatif pemerintah

danmasyarakat. Kemauan atau inisiatif muncul dimulai karena ada permasalahan

bersama yang disadari memerlukan kersama antara kedua belah pihak untuk

memecahkannya.

Bentuk-bentuk kelembagaan untuk melaksanakan pengelolaan sumberdaya

perikanan yang mengacu pada berbagai tipe ko-managemen tersebut disajikan pada

Tabel 2.1 (Nikijuluw, 2002).

Tabel 2.1 Contoh kegiatan ko.managemen di berbagai lokasi di dunia

No Tipe ko- Lokasi Referensi Keterangan

Page 51: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

51

managemn

1

2

3

4

5

Instruktif

Konsultatif

Kooperatif

Advokatif

Informatif

Perairan Umum-

Bangladesh

Danau Karibia,

Zambia

Danau Malombe,

Malawi

Teluk San Miguel,

Filipina

Kawasan lindung

laut, P. San

Salvador, Filipina

Pengelolaan

perikanan Pasifik

Amerika Serekat

Regulasi waktu

penangkapan,

Denmark

Produsen ikan

sebelah, Belanda

Perikanan herring,

Denmark

Ahmed, 1995

Malasha, 1996

Donda, 1995

Pameroy, 1995

Katon, 1995

Hanna, 1992

Nielsen, 1995

Smith, 1995

Nielsen, 1995

Dimulai kebijakan

pemerintah didukung LSM

Implimentasi penggunaan

gill-net kecil di danau

Ada gejala lebih tangkap.

Komite dibentuk,nelayan

dilatih, rumusan kebijakan

oleh pemrintah.

Proses, idem

Berawal PSBM.

Penghasilan nelayan turun,

ada prakarsa L:SM dan

pemerintah medukung

Dewan pengelola

melibatkan pengguna. dan

pemerintah mendukung

Ada kelompok kerja

masyarakat.

Ada masalah. Rumusan

oleh kelompok kerja minta

persetujuan pemerintah

Hubungan antara nelayan

dan pemerintah buruk.

Nelayan mengatur

kelompok, dan pemerintah

terima informasi

Komite Herring

Denmark, Norwegia dan

Swedia. Pemerinth

terima informasi

Nikijuluw (2002) : Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan (diringkas).

Page 52: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

52

Kelembagaan ko-managemen dinilai lebih demokratis, karena pemerintah secara

sadar mempersiapakan partisipasi aktif masyarakat. Adapun kawasan pengelolaan

perikanan dan kelautan Indonesia disajikan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 : Kawasan pengelolaan perikanan Indonesia (GKP, 2007)

2.4.5 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berbasis Mekanisme Pasar :

Program Individual Transferable Quota (ITQ).

Sasaran pengelolaan optimal sering berbeda diantara para ahli perikanan.

Perdebatan pengelolaan optimal tersebut sering kali menghadapi kesulitan ketika kita

menggunakan berbagai istilah seperti “preservasi” dan “konservasi”. Interpretasi

“preservasi” dapat berarti “kita tidak menggunakan sumberdaya” , sedangkan konservasi

berarti “menggunakan sumberdaya dengan bijaksana”, dimana sumberdaya dipanen tanpa

berakibat punahnya sumberdaya tersebut.

Sekalipun konsep konservasi diterima secara operasional, namun ketika kita

persoalkan tentang ukuran maksimum penerimaan bersih, surplus konsumen dan

Page 53: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

53

produsen yang dianggap cocok dan penilaian atas resiko kepunahan kesimpulannya

selalu kontroversia. Kesamaan pengertian tersebut sangat penting, karena terkait dengan

penetuan “insentif” ekonomi dan pilihan kebijakan pemerintah yang efektif dan mampu

menyesuaikan dengan perubahan lingkungan (Conrad, 1995).

Sebagaimana telah diuraikan pada Bab-Bab sebelumnya, bahwa sekurang-

kurangnya ada empat jenis kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan yang

menekankan pendekatan biologis, yaitu : (a) musim tertutup untuk penangkapan ikan, (b)

pembatasan alat tangkap, (c) ijin masuk, dan (d) quota penangkapan ikan. Kebijakan

tersebut kurang memperhatikan kekuatan ekonomi, seperti harga-harga dan biaya-biaya

input atau kebijakan publik yang lain. Akibatnya pada tataran opersional, kebijakan yang

semata-mata hanya menggunakan pendekatan bio-teknis menjadi tidak efektif.

Pada tataran opersional, untuk melaksanakan ketiga bentuk kebijakan bio-

teknis tersebut, kita sering lemah dalam hal penegakan peraturan sehingga

pelaksanaannya tidak efektif. Bahkan jika sekiranya kebijakan pembatasan fishing effort

dan penetapan quota pada awalnya berhasil (contoh : pengaturan quota purse seine ikan

lemuru di Selat Bali), namun kemudian para nelayan cenderung tergoda dan mengarah

pada penggunaan kapal atau alat tangkap yang lebih besar, dengan harpan hasil lebih

besar, tentu pada akhirnya akan berakibat musim penagkapan yang lebih pendek. Dari

serba kesulitan tersebut diatas, para ahli kemudian memikirkan kemungkinan pengenalan

“pajak penagkapan” seperti yang dilakukan oleh PSBM sasi atau bentuk lain dengan

cara penerapan program Individual Transferable Quota (ITQ).

Secara teori ITQ dapat dijelaskan dari model bio-ekonomi, dimana panen optimal pada

periode ke t dicapai pada saat :

∂ π (. )/ ∂Yt = ρ λt+1

dimana ∂ π (. )/ ∂Yt adalah manfaat nilai sekarang (present value) panen bersih yang

besarnya adalah :

∂ π (. )/ ∂Yt = p - MCt

Page 54: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

54

dimana p adalah harga ikan yang dipanen per satuan, sedangkan MCt adalah biaya

marginal (lihat pada persamaan 4.10). dengan demikian kita perlu menyusun kebijakan

yang dapat mendorong nelayan memperoleh harga output yang sama secara kolektif,

yaitu pada tingkat harga yang besarnya = marginal cost (MC) + user cost . Atau :

p = MCt + ρ λt+1

Secara teori, baik pajak penangkapan (landing tax) (kita mengenal beban non- pajak/

retribusi yang didasarkan pada hasil tangkap, bukan pada kuota hasil tangkap) maupun

sistem ITQ akan dapat menduga nilai ρ λt+1 dan akan dapat mendorong panen optimal.

Pengenalan ITQ ke dalam pengendalian usaha penangkapan ikan dengan program

“pembatasan ijin masuk” akan lebih menumbuhkan industri perikanan yang

“professional” bagi semua pihak dan lebih mudah diadministrasi jika dibandingkan

dengan sitem landing tax (retribusi hasil tangkap).

Cara opersi sistem ITQ tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

(a) Setiap pemilik kapal dengan program ijin masuk untuk melakukan penagkapan ikan

memperoleh sejenis sertifikat ijin yang menyebutkan sejumlah panen ikan sebesar

fraksi tertentu dari TAC tahun tertentu, misalnya 2% (bervariasi dari tahun ke tahun)

misalnya dari TAC 200.000 ton, maka nelayan tersebut dapat menagkap ikan kapan

saja untuk tahun itu sebesar 4.000 ton. Para pemilik kapal dapat menyewa kapal atau

menjual ijin tersebut seluruhnya atau sebagian. Jika pemilik kapal menjual

seluruhnya, berarti ia meninggalkan usaha penangkapannya.

(b) Menteri Perikanan atau yang ditunjuk mencatat pemilikan ITQ, persewaan, penjualan

dan juga dapat membantu para broker, yaitu dengan menfasilitasi pencatatan harga.

(c) Pemegang ijin ITQ harus banyak, demikian juga para pembeli ITQ juga harus

didorong agar juga banyak, sehingga harga kuota, PQ, benar-benar mewakili harga

pasar ikan dan biaya penangkapan, yang tentu saja bergantung pada ukuran stok

ikan yang tersedia. Harga untuk akuisisi permanen untuk tambahan satu satuan ITQ

diasumsikan merefleksikan ekspektasi industri perikanan tentang harga ikan yang

akan datang, juga biaya panen, ukuran stok ikan dan kesanggupan pengelola

sumberdaya perikanan secara berkelanjutan.

Page 55: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

55

(d) mengingat ITQ bisa dijual dan dapat dipakai sebagai dasar untuk menyewa kapal

diharapkan dapat mendorong harga ikan per satuan quota di pasar quota mencapai

sama dengan “user cost”, yaitu PQ - ρ λt+1 . Agar kondisi panen ikan secara optimal

dicapai, nilai bersih dari tambahan satu satuan quota harus dijual pada tingkat harga

yang sama dengan yang terjadi di pasar quota, maka :

p - MCt = PQ = ρ λt+1

Dalam pelaksanaannya para pengelola perikanan akan dapat bekerja cukup

sederhana, yaitu atas dasar model bio-ekonomi yang deterministik. Dengan demikian

para pengelola akan bisa berfikir agar panen dan biomassa dapat dikelola secara optimal.

Sebenarnya hal tersebut tidak akan menghadapi kesulitan yang serius, asal saja para ahli

perikanan dapat menyepakati tentang TAC secara tepat, kemudian digunakn sebagai

dasar penentuan tonage untuk masing-masing ITQ.

Dengan monitoring jumlah ikan yang didaratkan secara benar dan riset sungguh-

sungguh untuk menghasilkan dugaan yang tepat dari stok ikan yang tersedia dengan data

time series , pada akhirnya kita akan dapat memelihara dan menjamin stok ikan yang

tersedia dan dikelola pada tingkat optimal.

Kelembagaan pemanfaaatn sumberdaya perikanan dengan pendekatan ITQ

nampaknya cukup cocok untuk suatu program pengelolaan sumberdaya perikanan

bahkan dalam keadaan dimana pengertian berbagai konsep managemen perikanan masih

simpang siur. Bahkan sekiranya pendugaan stok tahun sebelumnya gagal, maka atas

dasar kegagalan pendugaan stok pada tahun sebelumnya, penetapan jumlah ikan yang

boleh ditangkap ( TAC ) akan dapat diperbaiki secara terarah.

Atas dasar uraian tersebut diatas, maka dalam pengelolaan sumberdaya perikanan

berbasis mekanisme pasar, pemerintah menempatkan dirinya sebagai pengatur

masyarakat. Kegiatan yang bersifat bisnis memperoleh otonomi luas. Melalui program

ITQ yang pelaksanaannya berbasis pada maknisme pasar diharapkan pengelolaan

sumberdaya perikanan menjadi semakin efisien dan berkelanjutan. Dalam program ITQ

pemerintah memperoleh pendapatan melaui pajak, sedangkan “swasta” memperoleh

Page 56: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

56

keuntungan yang wajar, sedangkan sumberdaya akan termanfaatkan secara optimal dan

berkelanjutan.

1. Permasalahan Desain Program ITQ

Perbedaan mendasar antara program ITQ dengan pengelolaan sumberdaya

perikanan secara tradisional, bahwa dalam program ITQ diciptakan adanya hak pemilikan

atas pengelolaan sumberdaya. Bentuk pemilikan bisa diubah atau dibatasi untuk

memmenuhi tujuan keberlanjutan secara biologis, managerial dan kultural. Unsur dasar

dari hak pemilikan tersebut adalah memiliki sifat yang layak untuk dimiliki, mengandung

durasi mpenggunaan, dapat dipindahkan dan pemilikan bisa terbatas.

Kelayakan untuk dipilih dapat diperluas menjadi kepemilikan yang dapat

dilindungi hukum. Pemilikan hak dapat permanen atau terbatas. Dengan hak permanen

dimaksudkan untuk mengamankan perencanaan dan akan memiliki insentif yang lebih

baik untuk membuat investasi menjadi lebih efisien. Adanya pemilikan yang terbatas

membantu dalam pengendalian jangka panjang terhadap sumberdaya. Masalah yang

sangat mendasar dari penerapan ITQ ini adalah karena ITQ dapat dipindahkan, walauan

sebagian ahli masih ada yang menolaknya, mengingat sumberdaya milik publik.. Jika

tanpa adanya kemungkinan untuk dipindahkan, sementara diperlukan, yaitu jika

pemiliknya meninggal atau berhenti dari usaha penangkapan ikan.

Pada alokasi awal ITQ bisa berbeda-beda karena tipe alat tangkap, ukuran

besarnya kapal, besarnya perusahaan, tipe dari produk akhir, pangkalan pendaratan ikan

dan lainnya. Dengan tidak dibatasinya pemindahan hak diantara individu yang terlibat

akan menghasilkan perubahan dalam aspek industri dan budaya dalam pengelolaan

perikanan. Mengingat dalam keadaan tertentu boleh terjadi keadaan dimana ITQ bisa

dikuasai oleh beberapa partisipan, maka UU Anti Trust atau anti monopoli juga ahrus

diberlakukan.

Unit pengelolaan juga merupakan bagian penting dalam program pengelolaan

sumberdaya. Yang dimaksud unit pengelolaan adalah spesies, stok atau agregasi untuk

kepentingan formulasi TAC untuk dasar penetuan hak panen terhadap stok tersebut. Ada

dua pertanyaan penting berkaitan dengan unit pengelolaan tersebut, yaitu :

Page 57: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

57

(a) Berapa jenis ikan yang tercakup dalam program tersebut, sekalipun beda spesies tapi

terkait sebaiknya dijadikan satu program ITQ, dan

(b) bagaimana pengelompokan dilakukan terhadap spesies secara geografis atau stok

yang berbeda, seklipun dari satu spesies, sehingga dapatdipisahkan dengan program

ITQ yang berbeda ?.

Bagaimanapun juga kemampuan pengeelola sumberdaya, makin luas jangkauan unit

pengelolaan akan semakin sukar dalam mengelolan program ITQ.

Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah monitoring dan penegakan

aturan. Dalam pengawasan program ITQ yang terpenting adalah menjaga agar total

panen tidak melebihi jumlah quota yang dimiliki. Dan ini memerlukan pengawasan secara

langsung pada para pemegang ITQ. Pengawasan untuk setiap individu partisipan adalah

sangat penting. Namun sistem monitoring ynag sukses perlu memperoleh dukungan

sistem komputerisasi data pengelolaan. Seharusnya pencatatan menggunakan dual-entry

report. Satu data diperoleh dari “pemanen” dan yang kedua dicatat dari “penerima hasil

panen” yang selanjutnya diadakan cheking silang dari kedua sumber tersebut.

Monitoring di tengah laut sejauh mungkin dilakukan sesedikit mungkin.

Kegiatan yang bersifat pembukuan dapat diperkuat. Mengingat para pemilik ITQ dapat

menggunakan untuk jangka panjang, maka penegakan aturan sangat penting, agar jangan

sampai ada partisipan dirugikan. Adanya ijin untuk partisipan maupun pengolah yang

akan membeli hasil panen akan memperkuat program ITQ tersebut. Pinalti bagi

pelanggar harus ditegakkan.

Jantung dari ITQ adalah penilaian TAC. Kesemuanya diarahkan pada

konservasi sumberdaya. Pengukuran ITQ dapat dilakukan dengan dasar persentase TAC

atau jumlah ton ikan yang dihasilkan per tahun. Mengingat stok ikan di alam sangat sukar

diestimasi dengan tepat, maka harus ada kerja sama yang efektif antara otoritas

pengelola dan nelayan dalam memanfaatkan data fluktuasi produksi dari waktu ke waktu.

Alokasi awal untuyk menetpkan quota sangat penting. Hal tersebut sangat

ditentukan oleh partisipan awal dari usaha penangkapan ikan yang dikelola. Ada dua

cara untuk memulai langkah awal dari penerapan ITQ, yaitu : dengan cara dijual atau

dibagi-bagikan kepada partisipan berdasar historis, ukuran kapal yang digunakan saat ini

atau indikator lain dalam kegiatan penangkapan ikan.

Page 58: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

58

2. Problema Potensial

Beberapa ahli mengatakan bahwa program ITQ tidak akan dapat dilakukan

dalam perikanan salmon dan udang karena sangat sukar untuk menetapkan nilai TAC

nya. Penetapan TAC memang mengandung problema potensial, tapi dalam hal perikanan

udang, menurut Anderson, masalahnya bukan di TAC. Besarnya stok udang sekarang

tidak sepenuhnya ditentukan oleh tekanan penangkapan pada tahun sebelumnya, tapi

juga karena adanya pemborosan sumberdaya karena respon dinamik dari kapal

penmangkapan itu sendiri yang tidak digunakan secara penuh sehingga menimbulkan

bentuk pemborosan yang lain.

Problema lainnya adalah tingkat recovery. Yang dimaksud tingkat recovery

adalah persentase berat hidup dari ikan yang tertangkap yang didaratkan pada berat total

biomassa, sehingga cara menghitung apakah quota sudah dilampaui atau belum perlu

diperhitungkan atas dasar tingkat recovery nya.

Problema potensial lain yang tidak kalah pentingnya adalah highgrading dengan

maksud menghasilkan mutu terbaik, maka bisa saja nelayan mensortir dan membuang

hasil penen di tengah laut untuk ikan-ikan yang harganya dianggap murah. Masalah ini

dampaknya bervariasi bergantung pada sejauh mana pengaruhnya terhadap keuntungan,

jika ikan-ikan nilai rendah disortir di tengah laut. Dalam menghadapi problema tersebut

diperlukan pengawasan yang ketat dan tepat. Atas dasar pengalaman dapat diperkirakan

berapa prosentase yang disortir dan dibuang di tengah laut. Jika jumlah yang diperkirakan

dibuang tidak diperhitungkan, maka hal tersebut jelas akan berdampak negatif terhadap

perhitungan quota apabila didasarkan pada pencatatan panen di pelabuhan perikanan saja.

Problema yang cukup rumit adalah menyangkut perhitungan quota untuk ikan-

ikan multipesies yang merupakan ciri khususu perikanan tropis seperti di Indonesia. Hal

tersebut secara kira-kira dapat diatasi dengan perbandingan tertentu antara spesies yang

tercakup dalam ketentuan quota. Jika ikan yang tertangkap secara simultan sangat

banyak jenisnya akan lebih rumit lagi.

Terlepas dari semua potensi problema tersebut, maka upaya pengelolaan

sumberdaya perikanan dengan pendekatan program ITQ dalam praktek akan kita

peroleh manfaat lebih banyak dibandingkan dengan bentuk pengelolaan tradisional

Page 59: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

59

lainnya. Oleh karena itu, menurut Anderson menyatakan bahwa persoalannya bukan

mempersoalkan kelemahan yang melekat pada berbagai teknik pengelolaan yang ada, tapi

teknik mana saja yang dapat diadopsi dapat dilakukan dan dapat diperkuat serta dapat

dipilih sehingga menunjukkan pencapaian yang makin dekat pada tujuan pengelolaan

sumberdaya, yaitu cadangan dan kelimpahan stok dapat dikelola secara optimal dan

berkelanjutan.

2.5 Catatan Ringkasan

(1) Pembahasan tentang ekonomi milik umum/ bersama, dilema kebersamaan dan

permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan adalah penting untuk mengurangi

kesalahan yang sering terjadi ketika kita menggunakan analogi lahan penggembalaan

milik bersama dengan berbagai pemakai sumberdaya yang sangat berbeda-beda yang

tidak memasukkan unsur kelembagaan yang sangat penting dalam kehidupan sosial

kita. Kita sering cepat menggunakan acuan PDG (Prisoner’s Dilemma Game) untuk

diterapkan pada persoalan dimana terdapat konflik rasionalitas perorangan dengan

keadaan optimaum Pareto atau maksimisasi kesejahteraan sosial. Kekeliruan lain yang

kerap dilakukan ialah memandang sumberdaya yang mengembara seakan-akan

sumberdaya yang menetap.

(2) Hak yang berkenaan dengan sumberdaya apakah sumberdaya itu tidak khusus,

dipunyai bersama atau milik umum mempengaruhi dan merupakan faktor penting

dalam perubahan kelembagaan. Ketika hutan berubah dari sumberdaya yang ada di

mana-mana menjadi sumberdaya langka, kelembagaan yang menyediakan hutan

umum dibatasi oleh sifat pemilikan umum. Dilema yang timbul ketika hutan menjadi

tempat rekresai ditanggulangi melalui mekanisme pasar, sedangkan pergeseran hutan

negara menjadi hutan rakyat ditanggulangi melalui pengaturan melalui kelembagaan

politik.

(3) Dilema itu tidak statis, tetapi berubah sejalan dengan perubahan aspek teknis, hukum

dan permintaan akan sumberdaya. Penggambaran Hardin tentang padang

penggembalaan bersama hanya salah satu contoh dari bidang persoalan yang ternyata

lebih luas lagi. Analisis persoalan ekonomi milik umum/ bersama dengan demikian

beragam menurut jenis sumberdaya dan jarang kita jumpai kemiripan dengan padang

Page 60: BAB 02 : PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN …zenabidin.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/Kebijakan-02-Prof-Sahris...PEMANFAATAN SDA MILIK UMUM DAN PILIHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN

60

penggembalaan bersama seperti yang dicontohkan oleh Hardin atau Prisoner’s

Dilemma Game (PDG) yang kita kenal.

(4) Pilihan kelembagaan pengelolaan adalah : (a) open access, (b) oleh pemerintah, (c)

oleh masyarakat, (d) co-management pemerintah dan masyarakat, dan (e) mekanisme

pasar melalui ITQ.

2.6 Soal Latihan dan Diskusi