Pelaksanaan Anggaran
-
Upload
david-nugroho -
Category
Documents
-
view
23 -
download
0
description
Transcript of Pelaksanaan Anggaran
RESUME MATERI KULIAH PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
PELAKSANAAN ANGGARAN
KELOMPOK 12:DAVID NUGROHO (F1314134)
HANNA SRI MULYO DWI KUSUMA (F1314146)R. ARIF YUSRI HANANTO (F1314158)
PELAKSANAAN ANGGARAN
A. Prinsip Pelaksanaan Anggaran
Pelaksanaan anggaran merupakan bagian dari siklus anggaran yang terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Dengan
berlakunya ketentuan peraturan Undang-Undang di bidang keuangan negara, yaitu
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang
Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15
tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara,
maka pelaksanaan anggaran di Indonesia mengacu pada ketiga undang-undang
tersebut di atas.
Selanjutnya, peraturan yang melingkupi mekanisme dalam pelaksanaan anggaran
diatur dengan beberapa peraturan perundang-undangan dan peraturan lain di
bawahnya yang antara lain terdiri dari :
1. Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Presiden Nomor 72 tahun 2004.
2. Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman
Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun
Standar.
5. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban APBN.
6. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-11/PB/2011 tentang
Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor
PER-66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban
APBN
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor.192/PMK.05/2009 Tentang Perencanaan Kas
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.05/2010 Tentang Petunjuk
Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2011
9. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-03/PB/2010 Tentang
Perkiraan Penarikan Dana Harian Satuan Kerja dan Perkiraan Pencairan Dana
Harian Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
Tahapan pelaksanaan anggaran oleh satker dimulai ketika UU Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disahkan oleh DPR. Setelah APBN ditetapkan
dengan undang-undang, rincian pelaksanaaannya dituangkan lebih lanjut dengan
Peraturan Presiden tentang rincian APBN. Berdasarkan Peraturan Presiden tentang
rincian APBN, Menteri Keuangan memberitahukan kepada menteri/pimpinan lembaga
agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-masing
kementerian negara/lembaga. Menteri/pimpinan lembaga menyusun dokumen
pelaksanaan anggaran untuk kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya,
berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden tentang
rincian APBN.
Wujud dari dokumen pelaksanaan anggaran masing-masing kementerian
negara/lembaga tersebut adalah disusunnya DIPA (Daftar Isian Pelaksanaaan
Anggaran) bagi masing-masing satker lingkup kementerian negara/lembaga
bersangkutan. DIPA memuat pelaksanaan kegiatan satker dalam satu tahun anggaran
yang berimplikasi pada adanya penerimaan maupun pengeluaran anggaran pada
satker tersebut. Jadi secara garis besar pelaksanaan anggaran pada satker terdiri dari
kegiatan penerimaan dan pengeluaran anggaran.
B. Pejabat Perbendaharaan Negara Pada Satuan Kerja
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
menjelaskan bahwa Pejabat Perbendaharaan Negara terdiri dari :
1) Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.
2) Bendahara Umum Negara/Daerah.
3) Bendahara Penerimaan/Pengeluaran.
Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran terdapat pada
setiap kementerian negara/lembaga. Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum
Negara, sedangkan Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah adalah
Bendahara Umum Daerah.
a) Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
menyebutkan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Pengguna Anggaran/
Pengguna Barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Dalam rangka
penetapan pejabat yang terkait pelaksanaan anggaran pada satuan kerja (satker) di
lingkungan kementerian negara/lembaganya, menteri/pimpinan lembaga berwenang
antara lain untuk :
a. Menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Barang.
b. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan Negara.
c. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang.
d. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah
pembayaran.
e. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik Negara.
Pada setiap awal tahun anggaran, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna
Anggaran (PA) menunjuk Pejabat Kuasa PA untuk satker/ SKS di lingkungan instansi
PA bersangkutan dengan surat keputusan. Menteri/Pimpinan Lembaga dapat
mendelegasikan kewenangan kepada Kuasa PA untuk menunjuk :
1. Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran anggaran belanja/penanggung jawab kegiatan/ pembuat komitmen;
2. Pejabat yang diberi kewenangan untuk menguji tagihan kepada negara dan
menandatangani SPM;
3. Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka
pelaksanaan anggaran belanja.
Untuk pelaksanaan anggaran dekonsentrasi, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku
PA mendelegasikan kewenangan menunjuk pejabat Kuasa PA, PPK, PP-SPM dan
Bendahara Pengeluaran kepada Gubernur. Sedangkan untuk pelaksanaan anggaran
dalam rangka tugas perbantuan, Menteri/Ketua Lembaga mendelegasikan kewenangan
untuk menunjuk pejabat KPA, PPK, PP-SPM dan Bendahara Pengeluaran kepada
Gubernur/Walikota/Bupati Kepala Desa.
Dalam menunjuk para pejabat tersebut harus diperhatikan larangan perangkapan
jabatan, sebagai berikut :
1. PA/Kuasa PA tidak boleh merangkap sebagai Bendahara Penerimaan
/Pengeluaran,
2. Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat penerbit SPM, dan Bendahara Pengeluaran
tidak boleh saling merangkap.
3. Dalam hal pejabat/pegawai pada satuan kerja tidak memungkinkan pemisahan
fungsi karena jumlah pegawai yang sangat terbatas, maka pejabat Kuasa PA
dapat merangkap sebagai Pejabat Penerbit SPM.
Terkait dengan pendelegasian wewenang dari Pengguna Anggaran, Kuasa PA
mendelegasikan wewenang kepada :
1) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Pejabat Pembuat Komitmen adalah Pejabat yang diberi kewenangan untuk
melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja. Pejabat
ini mempunyai kewenangan untuk mengadakan perikatan-perikatan terkait
dengan pengadaan barang dan jasa, serta mengajukan Surat Permintaan
Pembayaran (SPP) kepada Pejabat Penerbit SPM.
1.2. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PP SPM)
Sesuai Pasal 18 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, PA/Kuasa PA berhak untuk menguji, membebankan pada mata anggaran
/akun yang telah disediakan dan memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan
atas beban APBN. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan tersebut
dilaksanakan oleh Pejabat Penerbit SPM yang telah ditunjuk oleh PA/Kuasa PA
dengan Surat Keputusan. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut PP-SPM
berwenang untuk :
a. Menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih,
b. Meneliti kebenaran dokumen yang menjadi persyaratan/kelengkapan
sehubungan dengan ikatan/perjanjian pengadaan barang/jasa,
c. Meneliti tersedianya dana yang bersangkutan,
d. Membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran (akun) yang
bersangkutan,
e. Memerintahkan kepada Kuasa BUN untuk melakukan pembayaran atas
beban APBN.
1.3. Petugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP)
Berdasarkan pada Surat Dirjen Perbendaharaan No. S-4331/PB/2009 tanggal 30
Juli 2009 hal penunjukan PPABP, PPABP adalah pembantu Kuasa PA yang diberi
tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan administrasi belanja
pegawai yang meliputi penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban
belanja pegawai pada satuan kerja.
Penunjukan PPABP pada satker ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 133/PMK.05/2008 tentang Pengalihan Pengelolaan Administrasi Belanja
Pegawai Negeri Sipil Pusat/Anggota Tentara Nasional Indonesia/Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada Kementerian Negara/Lembaga
bahwa dalam rangka pengalihan pengelolaan administrasi belanja pegawai, maka
setiap satker diwajibkan untuk segera menunjuk PPABP untuk melaksanakan
pengelolaan adminitrasi belanja pegawai. Dalam hal pengelolaan administrasi
belanja pegawai telah dialihkan, Kuasa PA/Kepala satker bertanggung jawab
terhadap :
a. pengujian, pembebanan pada mata anggaran yang disediakan, dan perintah
pembayaran tagihan-tagihan atas beban belanja pegawai dalam rangka
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. penyelenggaraan pengelolaan administrasi belanja pegawai;
c. pengawasan pengelolaan administrasi belanja pegawai; dan
d. kerugian negara yang timbul sebagai akibat kesalahan dan/atau kelalaian
dalam pengelolaan dan administrasi belanja pegawai.
1.4. Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa
Pejabat pengadaan barang dan jasa adalah personil yang diangkat oleh pengguna
barang atau jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang dan jasa
dengan nilai sampai dengan Rp 50.000.000,00. Tugas dari pejabat pengadaan
barang dan jasa antara lain :
a. Menyusun jadwal dan menetapkan pelaksanaan pengadaan.
b. Menyusun dan menyiapkan harga perkiraan sendiri (HPS).
c. Menyiapkan dokumen pengadaan.
d. Melakukan penilaian kualifikasi penyedia barang dan jasa.
e. Melaksanakan proses penunjukan langsung.
f. Mengawasi pelaksanaan pengadaan oleh penyedia barang dan jasa.
g. Memeriksa hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh penyedia barang dan
jasa.
h. Mengajukan permohonan pembayaran pekerjaan apabila pekerjaan telah
selesai 100%
1.5. Panitia Pengadaan Barang dan Jasa
Panitia pengadaan barang dan jasa adalah tim yang diangkat oleh pengguna
barang/jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa, dan berasal
dari pegawai negeri baik dari instansi sendiri maupun instansi teknis lainnya.
Panitia pengadaan wajib dibentuk untuk semua pengadaan dengan nilai di atas
Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi oleh panitia pengadaan adalah sebagai berikut :
a. Memiliki integritas moral, disiplin, tanggung jawab dalam melaksanakan
tugas;
b. Memahami keseluruhan pekerjaan yang akan diadakan;
c. Memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas panitia pengadaan
yang bersangkutan;
d. Memahami isi dokumen pengadaan/metode dan prosedur pengadaan
berdasarkan Keppres No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
e. Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat yang mengangkat dan
menetapkannya sebagai panitia pengadaan;
f. Memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah.
b) Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran
Dalam pasal 1 angka 14 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
disebutkan bahwa Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk
dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan
uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah. Sehubungan dengan
pelaksanaan anggaran pada satuan kerja, bendahara terdiri:
2.1. Bendahara Penerimaan
Bendahara penerimaan pada satker setiap tahun diangkat oleh menteri/pimpinan
lembaga dalam rangka melaksanakan tugas kebendaharaan dalam pelaksanaan
anggaran pendapatan pada satker di lingkungan kementerian negara/lembaga.
Tugas kebendaharaan tersebut meliputi kegiatan menerima, menyimpan,
menyetor, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan penerimaan Negara
bukan pajak yang berada dalam pengelolaannya. Untuk melaksanakan tugas
tersebut menteri/pimpinan lembaga dapat membuka Rekening Penerimaan pada
Bank Umum/Kantor Pos setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri
Keuangan selaku BUN dan dikuasakan kepada Kuasa BUN di daerah.
Dalam melaksanakan tugasnya, Bendahara Penerima dapat dibantu oleh
sekretariat/anggota yang jumlahnya maksimum 5 orang dan sesuai pasal 10 ayat
4 Undang-Undang No. 1 tahun 2004 jabatan Bendahara Penerimaan ini tidak
boleh dirangkap oleh Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa BUN. Sesuai pasal
4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99 tahun 2006 dinyatakan bahwa
kementerian negara/lembaga mencantumkan seluruh estimasi pendapatan ke
dalam DIPA satuan kerja kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. DIPA
tersebut atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan
dengan DIPA merupakan dokumen sumber untuk mencatat estimasi pendapatan.
2.2. Bendahara Pengeluaran
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang untuk
keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/satker
Kementerian Negara/Lembaga.
Bendahara Pengeluaran diangkat oleh menteri/pimpinan lembaga /gubernur
/bupati/walikota untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka
pelaksanaan anggaran belanja pada kantor/satuan kerja di lingkungan
kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan jabatan Bendahara
Pengeluaran antara lain :
a. Jabatan Bendahara Pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh Kuasa
Pengguna Anggaran/Kuasa Bendahara Umum Negara.
b. Bendahara Pengeluaran dilarang melakukan kegiatan perdagangan,
pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai
penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut.
c. Bendahara Pengeluaran mengelola uang persediaan untuk keperluan
operasional sehari-hari kantor dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas
satuan kerja.
d. Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan
yang dikelolanya setelah :
1) meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
2) menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah
pembayaran;
3) menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.
e. Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Kuasa PA
apabila persyaratan tidak dipenuhi.
f. Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian
uang negara yang berada di bawah pengelolaannya.
Struktur ideal organisasi pengelola keuangan pada satuan kerja :
Gambar 1 : Struktur Organisasi Pengelola Keuangan pada Satuan Kerja
C. Pelaksanaan Pengeluaran Pada Satuan Kerja
1. Gambaran Umum Pengeluaran Negara
Pengertian belanja negara menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Sedangkan pengeluaran negara adalah
uang yang keluar dari kas negara
Gambar 2 : Belanja Negara
Belanja pemerintah pusat dikelompokkan atas belanja pemerintah pusat
menurut organisasi/bagian anggaran, fungsi, dan jenis belanja. Belanja
pemerintah pusat menurut organisasi adalah semua pengeluaran negara yang
dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga, sesuai dengan program-
program yang akan dijalankan.
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah semua pengeluaran negara
yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan,
fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi
perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya,
fungsi agama, fungsi pendidikkan, dan fungsi perlindungan sosial.
Belanja pemerintah menurut jenis belanja adalah semua pengeluaran
negara yang digunakan untuk mebiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja
modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan
belanja lain-lain.
Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih. Pengeluaran daerah adalah semua uang yang
keluar dari kas daerah. Pengeluaran tersebut untuk membiayai dana perimbangan
serta dana otonomi khusus dan penyesuaian. Dana perimbangan adalah semua
pengeluaran negara yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas
dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
134/PMK.06/ 2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN,
peran Menteri Keuangan dalam pengelolaan keuangan negara selaku BUN
adalah mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan
anggaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa KPPN adalah Kuasa BUN di daerah yang
dalam kaitannya dengan pelaksanaan APBN melaksanaan penerimaan dan
pengeluaran negara secara giral.
Pelaksanaan anggaran belanja negara didasarkan atas prinsip-prinsip
sebagai berikut :
a. Hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang
dipersyaratkan.
b. Efektif, terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/kegiatan,
serta fungsi setiap departemen/lembaga/pemerintah daerah.
c. Mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri.
d. Belanja atas beban anggaran belanja negara dilakukan berdasarkan atas
hak dan bukti-bukti yang sah untuk memperoleh pembayaran. Dengan
demikian, pembayaran atas beban rekening kas negara baru dapat
dilaksanakan jika pekerjaan yang diperjanjikan sudah selesai dikerjakan dan
diserahterimakan.
e. Jumlah dana yang dimuat dalam anggaran belanja merupakan batas
tertinggi untuk tiap-tiap pengeluaran. Pimpinan dan atau pejabat
departemen/lembaga tidak diperkenankan melakukan tindakan yang
mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN jika dana untuk membiayai
tindakan tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam anggaran
belanja negara atau tindakan tersebut tidak sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan dalam anggaran belanja negara.
Pengeluaran yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai belanja Negara
harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, terkait dengan prinsip-prinsip dalam belanja
negara maka terdapat pengeluaran-pengeluaran yang tidak dapat dibebankan
kepada anggaran belanja negara yaitu: (i) perayaan atau peringatan hari besar,
hari raya, hari ulang tahun, pesta untuk berbagai peristiwa, dan pekan olahraga
pada departemen/ lembaga/pemerintah daerah, (ii) pemberian ucapan selamat,
hadiah, tanda mata, karangan bunga, dan sebagainya untuk berbagai peristiwa,
dan (iii) pengeluaran lain-lain untuk kegiatan/keperluan yang sejenis. Untuk
penyelenggaraan rapat, rapat dinas, seminar, pertemuan, lokakarya, peresmian
kantor/proyek dan sejenisnya, dibatasi pada hal-hal yang sangat penting dan
dilakukan sesederhana mungkin.
2. Pembayaran Atas Beban APBN
Pembayaran atas beban APBN dapat dilaksanakan melalui dua cara, yaitu
pembayaran melalui uang persediaan (UP) dan pembayaran langsung (LS).
a. Cara Pembayaran Uang Persediaan (UP)
Cara pembayaran UP adalah melalui uang yang dikelola oleh bendahara
pengeluaran untuk jenis belanja dan jumlah pembayaran tertentu yang tidak dapat
dilakukan dengan pembayaran langsung.
Gambar 3 : Model Pembayaran Uang Persediaan (UP)
b. Cara pembayaran langsung (LS)
Cara pembayaran langsung (LS) yaitu perintah pembayaran langsung
kepada pihak ketiga yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran atas dasar perjanjian kontrak atau surat perintah kerja lainnya. Perintah
pembayaran ini dilakukan terhadap pengadaan barang dan/atau jasa, dimana
sesuai ketentuan, mekanisme pembayarannya dilakukan secara langsung oleh
Kuasa Bendahara Umum Negara yang berarti terhadap belanja tersebut telah
membebani akun yang berkenaan.
Gambar 4 : Cara Pembayaran Langsung
Untuk pembayaran atas kegiatan yang telah dilaksanakan, dimana
penerimanya lebih dari satu, dapat diajukan dengan SPP-LS akan tetapi
pembayarannya dilakukan melalui bendahara pengeluaran untuk selanjutnya
disampaikan kepada pihak-pihak yang berhak menerima. Surat permintaan
pembayaran tersebut disebut dengan SPP-LS bendahara yang digunakan untuk
pencairan belanja, antara lain belanja pegawai seperti gaji, lembur, honor/vakasi,
dan belanja perjalanan dinas.
Pembayaran dengan menggunakan cara pembayaran LS antara lain dapat
dilakukan untuk :
a) Pengadaan tanah.
b) LS untuk pembayaran gaji, lembur dan honor/vakasi.
c) LS non Belanja Pegawai, yaitu :
(1) Pembayaran pengadaan barang dan jasa.
(2) Pembayaran biaya langganan daya dan jasa (listrik, telepon, air).
(3) Pembayaran Belanja Perjalanan Dinas.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
pencairan anggaran belanja negara adalah serangkaian proses penarikan dana
APBN dari rekening kas negara ke rekening penerima, dengan syarat dan
prosedur sebagai berikut :
a) Adanya komitmen/perikatan pengadaan barang/jasa terlebih dahulu.
b) Setelah barang/jasa diserahterimakan, muncul hak tagih dari pelaksana
kegiatan.
c) Berdasarkan hak tagih/bukti pengeluaran, dilakukan pemberkasan dalam
bentuk SPP.
d) Proses pengujian dilakukan atas SPP yang diajukan sebelum diterbitkan
SPM.
e) Berdasarkan SPM yang diajukan satuan kerja, KPPN menerbitkan SP2D,
yaitu perintah pemegang rekening kas negara kepada bank dimana rekening
kas Negara ditempatkan untuk mentransfer dana ke rekening tertentu sesuai
perintah pembayaran.
3. Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
a) Pembukaan Rekening Bank/Pos oleh Satuan Kerja
Dalam rangka pelaksanaan pengeluaran atas beban belanja negara,
sebelum mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP), kepala satuan kerja
wajib memiliki rekening bank/pos.
SATKER1
KPPN2
4 3
5
BANK/POS
Gambar 5 : Mekanisme Pembukaan Rekening Satuan Kerja
Keterangan:
1) Satker mengajukan Surat Permohonan persetujuan pembukaan
rekening ke KPPN.
2) KPPN menerbitkan Surat Persetujuan Pembukaan Rekening.
3) Satker Membuka Rekening pada Bank/Pos.
4) Bank/Pos menerbitkan nomor rekening bagi satker.
5) Satker Melaporkan Pembukaan nomor Rekening tersebut kepada
KPPN
Selanjutnya proses pencairan dana APBN yang dilakukan Kuasa PA
menggunakan formulir sebagaimana ditentukan dalam lampiran Peraturan Dirjen
Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 yuncto PER-11/PB/20011 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban APBN. Adapun formulir
tersebut adalah :
1) Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
Formulir SPP berisi jumlah permintaan pembayaran yang diajukan oleh
satuan kerja . Satu formulir SPP menampung pengeluaran atas beban mata
anggaran/akun yang berada dalam satu satu klasifikasi belanja dan satu
kegiatan yang sama.
2) Daftar Rincian Permintaan Pembayaran
Daftar ini merupakan lampiran SPP sebagai penjelasan atas penggunaan
dana sesuai mata anggaran/akun per klasifikasi belanja dalam satu
subkegiatan. Daftar Rincian Permintaan Pembayaran tersebut harus
dilampiri dengan dokumen pendukung yang terdiri dari :
1) Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB)
2) Surat Bukti Setoran (SBS)
Dapat berupa Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Bea Cukai
(SSBC), Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP), SSPB (Surat Setoran
Pengembalian Belanja), dan lain-lain.
4. Surat Perintah Membayar (SPM)
Surat Perintah Membayar (SPM) adalah dokumen yang diterbitkan oleh
PA/Kuasa PA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang
bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan. Dalam alur
dokumen pembayaran belanja negara, SPP yang telah ditandatangani oleh
PA/Kuasa PA atau pejabat lain yang ditunjuk beserta dokumen
kelengkapannya dikirimkan kepada Pejabat Penandatangan SPM untuk
dilakukan verifikasi.
5. Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) adalah surat perintah yang
diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN di daerah untuk pelaksanaan
pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. Proses penyampaian
SPM kepada KPPN dilakukan sebagai berikut :
a. Pengguna Anggaran/Kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk
menyampaikan SPM beserta dokumen pendukung dilengkapi dengan
Arsip Data Komputer (ADK) berupa soft copy (disket) melalui loket
Penerimaan SPM pada KPPN atau melalui Kantor Pos.
b. SPM Gaji Induk harus sudah diterima KPPN paling lambat tanggal 15
sebelum bulan pembayaran.
c. Petugas KPPN pada loket penerimaan SPM memeriksa kelengkapan
SPM, mengisi check list kelengkapan berkas SPM, mencatat dalam
Daftar Pengawasan Penyelesaian SPM, dan meneruskan check list
serta kelengkapan SPM ke Seksi Perbendaharaan untuk diproses lebih
lanjut.
Apabila pengajuan SPM oleh satker dinyatakan lengkap dan benar
berdasarkan pengujian dan pemeriksaan kelengkapan berkas oleh petugas
loket KPPN, selanjutnya oleh KPPN diterbitkan SP2D dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. SPM yang diajukan ke KPPN digunakan sebagai dasar penerbitan
SP2D.
b. SPM dimaksud dilampiri bukti pengeluaran.
c. Bukti asli lampiran SPP merupakan arsip yang disimpan oleh PA/KPA.
d. Pengujian SPM dilaksanakan oleh KPPN mencakup pengujian yang
bersifat substansif dan formal.
e. Keputusan hasil pengujian ditindak lanjuti dengan penerbitan SP2D jika
SPM yang diajukan memenuhi syarat yang ditentukan, tetapi apabila
SPM yang diajukan tidak memenuhi syarat maka SPM dimaksud
dikembalikan kepada penerbit SPM.
f. Pengembalian SPM diatur sebagai berikut :
1) SPM Belanja Pegawai Non Gaji Induk dikembalikan paling lambat
tiga hari kerja setelah SPM diterima;
2) SPM UP/TUP/GUP dan LS dikembalikan paling lambat satu hari
kerja setelah SPM diterima.
g. Penerbitan SP2D wajib diselesaikan oleh KPPN dalam batas waktu
sebagai berikut :
1) SP2D Gaji Induk diterbitkan paling lambat lima hari kerja sebelum
awal bulan pembayaran gaji.
2) SP2D Non Gaji Induk diterbitkan paling lambat lima hari kerja
setelah diterima SPM secara lengkap.
3) SP2D UP/TUP/GUP dan LS paling lambat satu hari kerja setelah
diterima SPM secara lengkap.
Gambar 6 : Proses Penerbitan SP2D pada KPPN
D. Pelaksanaan Penerimaan Pada Satuan Kerja
1. Prinsip Penerimaan Negara
Menurut pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan negara adalah hak
pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Dari
pengertian tersebut berarti bahwa pemerintah pusat mempunyai berbagai
hak, salah satu hak pemerintah pusat adalah menggali sumber-sumber
penerimaan bagi negara untuk membiayai berbagai belanja negara yang
berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
Menurut Keputusan Presiden nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan APBN sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden
nomor 72 tahun 2004 di pasal 2 ayat (1) huruf (a) disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan pendapatan negara yaitu semua penerimaan yang berasal
dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta
penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri selama tahun anggaran
yang bersangkutan. Pada ayat (2) pasal yang sama disebutkan bahwa
semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui rekening kas
negara pada bank sentral dan atau lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan.
2. Jenis-Jenis Pendapatan Negara
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006
tanggal 19 Oktober 2006 tentang Modul Penerimaan Negara, Penerimaan
Negara terdiri dari Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP), Penerimaan Hibah, Penerimaan Pengembalian Belanja,
Penerimaan Pembiayaan, dan Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga.
a) Penerimaan Perpajakan.
Jenis-jenis pajak yang dipungut oleh bendahara pemerintah antara lain:
1) Pajak Penghasilan Pasal 21
2) Pajak Penghasilan Pasal 22
3) Pajak Penghasilan pasal 23
4) Pajak Pertambahan Nilai
5) Bea materai
b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan
pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan, antara lain
sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba BUMN, serta penerimaan
negara bukan pajak lainnya.
c) Penerimaan Hibah
Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal
dari sumbangan swasta dalam negeri serta sumbangan lembaga swasta dan
pemerintah luar negeri yang menjadi hak pemerintah.
Penerimaan hibah dapat berupa uang, barang maupun jasa termasuk
tenaga ahli atau pelatihan. Sumbangan mengandung arti bahwa hibah tidak
perlu dibayar kembali kepada pemberi hibah.
d) Penerimaan Pengembalian Belanja.
Penerimaan Pengembalian Belanja adalah seluruh penerimaan negara
yang berasal dari pengembalian belanja tahun anggaran berjalan.
Penerimaan pengembalian belanja ini dapat terjadi karena kelebihan
pembayaran atas belanja yang dibebankan kepada negara yang diakibatkan
kesalahan/kelalaian bendahara pengeluaran dalam melakukan pembayaran
maupun dalam melakukan pembebanan akun sehingga atas kelebihan
pembayaran tersebut harus disetor ke kas negara.
e) Penerimaan Pembiayaan.
Penerimaan Pembiayaan adalah semua penerimaan negara yang
digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN, antara lain
berasal dari penerimaan pinjaman dan hasil devestasi.
f) Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga
Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga adalah semua penerimaan
negara yang berasal dari potongan penghasilan pegawai negeri sipil serta
setoran subsidi dan iuran pemerintah daerah dalam rangka penyelengaraan
asuransi kesehatan
2. Penatausahaan Pendapatan Negara
Bendahara Penerimaan wajib menyetor penerimaan negara setiap
akhir hari kerja ke kas negara dan wajib mengirim Rekening Koran
bulan/Laporan Realisasi Penerimaan ke KPPN. Dalam hal penerimaan
negara diterima pada hari libur dan/atau di daerah tersebut tidak terdapat
Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi, maka Bendahara Penerimaan
menyetor penerimaan tersebut selambat-lambatnya pada hari kerja
berikutnya.
Yang dimaksud dengan Bank Persepsi adalah bank umum yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penerima setoran penerimaan negara
bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam
negeri, dan penerimaan bukan pajak. Bank Devisa Persepsi adalah bank
umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran
penerimaan negara dalam rangka ekspor dan impor. Sedangkan Pos
Persepsi adalah kantor pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk
menerima setoran penerimaan negara.
Khusus untuk PNBP dikenal adanya pengecualian dalam
pengelolaannya. Suatu instansi yang mempunyai PNBP fungsional dapat
menggunakan sebagian PNBP tersebut untuk membiayai operasional Satker
tersebut setelah mendapat izin dari Menteri Keuangan. Kegiatan tertentu
yang dapat dibiayai dari PNBP, meliputi kegiatan:
a. Penelitian dan pengembangan teknologi, antara lain meliputi kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang pertanian dan pertambangan;
b. Pelayanan kesehatan, antara lain meliputi kegiatan pelayanan rumah
sakit dan balai pengobatan;
c. Pendidikan dan pelatihan, antara lain meliputi kegiatan perguruan
tinggi dan balai latihan keja;
d. Penegakan hukum, antara lain kegiatan dalam rangka pembinaan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum, serta pemberian
hak atas kekayaan intelektual;
e. Pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu, antara
lain kegiatan pemberian jasa konsultasi, jasa analisis, uji mutu dan
pemantauan lingkungan, pembuatan hujan buatan, uji pencemaran
radiasi pada makanan;
f. Pelestarian sumber daya alam, antara lain meliputi kegiatan usaha
pelestarian sumber daya kehutanan dan perikanan.
Sistem pemungutan PNBP mempunyai ciri tersendiri dan dapat dibagi
dalam dua kelompok sehubungan dengan penentuan jumlah PNBP yang
terhutang, yaitu ditetapkan oleh instansi pemerintah atau dihitung sendiri
oleh wajib bayar. Untuk jenis PNBP yang menjadi terhutang sebelum wajib
bayar menerima manfaat atas kegiatan pemerintah, seperti pemberian hak
paten, pelayanan pendidikan, maka penentuan jumlah PNBP yang terhutang
dalam hal ini ditetapkan oleh instansi pemerintah. Namun, dalam hal wajib
bayar menjadi terhutang setelah menerima manfaat, seperti pemanfaatan
sumber daya alam, maka penentuan jumlah PNBP yang terhutang dapat
dipercayakan kepada wajib bayar yang bersangkutan untuk menghitung
sendiri dalam rangka membayar dan melaporkan sendiri (self assessment).
Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib
Setor/Bendahara Penerimaan diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai
dengan tanggal pembayaran. Tata cara pembayaran/penyetoran dilakukan
sebagai berikut :
a. Pembayaran melalui loket/teller Bank/Pos
b. Pembayaran melalui electronic banking (e-banking)
Dokumen yang harus ditatausahakan oleh Bendahara Penerima pada
penatausahaan pendapatan negara pada satker di lingkungan
kementerian/lembaga adalah dokumen sumber penerimaan. Seluruh
dokumen sumber penerimaan Negara dinyatakan sah setelah mendapat
Nomor transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank
(NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP)/Nomor Penerimaan Potongan (NPP).
NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang
diterbitkan melalui MPN.
NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara
yang diterbitkan oleh Bank. NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran
penerimaan negara yang diterbitkan oleh Kantor Pos. NPP adalah nomor
bukti transaksi penerimaan negara yang berasal dari potongan SPM yang
diterbitkan oleh KPPN. KPPN mengesahkan data penerimaan yang berasal
dari potongan SPM yang sudah diterbitkan SP2D untuk mendapatkan NTPN
paling lambat setiap akhir hari kerja.