Pelaksanaan Anggaran

27
RESUME MATERI KULIAH PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA PELAKSANAAN ANGGARAN KELOMPOK 12: DAVID NUGROHO (F1314134) HANNA SRI MULYO DWI KUSUMA (F1314146) R. ARIF YUSRI HANANTO (F1314158)

description

Pelaksanaan Anggaran Pemerintah

Transcript of Pelaksanaan Anggaran

Page 1: Pelaksanaan Anggaran

RESUME MATERI KULIAH PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

PELAKSANAAN ANGGARAN

KELOMPOK 12:DAVID NUGROHO (F1314134)

HANNA SRI MULYO DWI KUSUMA (F1314146)R. ARIF YUSRI HANANTO (F1314158)

Page 2: Pelaksanaan Anggaran

PELAKSANAAN ANGGARAN

A. Prinsip Pelaksanaan Anggaran

Pelaksanaan anggaran merupakan bagian dari siklus anggaran yang terdiri dari

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Dengan

berlakunya ketentuan peraturan Undang-Undang di bidang keuangan negara, yaitu

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang

Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15

tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara,

maka pelaksanaan anggaran di Indonesia mengacu pada ketiga undang-undang

tersebut di atas.

Selanjutnya, peraturan yang melingkupi mekanisme dalam pelaksanaan anggaran

diatur dengan beberapa peraturan perundang-undangan dan peraturan lain di

bawahnya yang antara lain terdiri dari :

1. Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan

Keputusan Presiden Nomor 72 tahun 2004.

2. Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010.

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman

Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN.

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun

Standar.

5. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 tentang

Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban APBN.

6. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-11/PB/2011 tentang

Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor

PER-66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban

APBN

7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor.192/PMK.05/2009 Tentang Perencanaan Kas

8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.05/2010 Tentang Petunjuk

Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian

Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2011

Page 3: Pelaksanaan Anggaran

9. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-03/PB/2010 Tentang

Perkiraan Penarikan Dana Harian Satuan Kerja dan Perkiraan Pencairan Dana

Harian Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

Tahapan pelaksanaan anggaran oleh satker dimulai ketika UU Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disahkan oleh DPR. Setelah APBN ditetapkan

dengan undang-undang, rincian pelaksanaaannya dituangkan lebih lanjut dengan

Peraturan Presiden tentang rincian APBN. Berdasarkan Peraturan Presiden tentang

rincian APBN, Menteri Keuangan memberitahukan kepada menteri/pimpinan lembaga

agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-masing

kementerian negara/lembaga. Menteri/pimpinan lembaga menyusun dokumen

pelaksanaan anggaran untuk kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya,

berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden tentang

rincian APBN.

Wujud dari dokumen pelaksanaan anggaran masing-masing kementerian

negara/lembaga tersebut adalah disusunnya DIPA (Daftar Isian Pelaksanaaan

Anggaran) bagi masing-masing satker lingkup kementerian negara/lembaga

bersangkutan. DIPA memuat pelaksanaan kegiatan satker dalam satu tahun anggaran

yang berimplikasi pada adanya penerimaan maupun pengeluaran anggaran pada

satker tersebut. Jadi secara garis besar pelaksanaan anggaran pada satker terdiri dari

kegiatan penerimaan dan pengeluaran anggaran.

B. Pejabat Perbendaharaan Negara Pada Satuan Kerja

Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

menjelaskan bahwa Pejabat Perbendaharaan Negara terdiri dari :

1) Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.

2) Bendahara Umum Negara/Daerah.

3) Bendahara Penerimaan/Pengeluaran.

Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran terdapat pada

setiap kementerian negara/lembaga. Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum

Negara, sedangkan Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah adalah

Bendahara Umum Daerah.

Page 4: Pelaksanaan Anggaran

a) Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

menyebutkan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Pengguna Anggaran/

Pengguna Barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Dalam rangka

penetapan pejabat yang terkait pelaksanaan anggaran pada satuan kerja (satker) di

lingkungan kementerian negara/lembaganya, menteri/pimpinan lembaga berwenang

antara lain untuk :

a. Menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Barang.

b. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan Negara.

c. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang.

d. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah

pembayaran.

e. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik Negara.

Pada setiap awal tahun anggaran, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna

Anggaran (PA) menunjuk Pejabat Kuasa PA untuk satker/ SKS di lingkungan instansi

PA bersangkutan dengan surat keputusan. Menteri/Pimpinan Lembaga dapat

mendelegasikan kewenangan kepada Kuasa PA untuk menunjuk :

1. Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan

pengeluaran anggaran belanja/penanggung jawab kegiatan/ pembuat komitmen;

2. Pejabat yang diberi kewenangan untuk menguji tagihan kepada negara dan

menandatangani SPM;

3. Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka

pelaksanaan anggaran belanja.

Untuk pelaksanaan anggaran dekonsentrasi, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku

PA mendelegasikan kewenangan menunjuk pejabat Kuasa PA, PPK, PP-SPM dan

Bendahara Pengeluaran kepada Gubernur. Sedangkan untuk pelaksanaan anggaran

dalam rangka tugas perbantuan, Menteri/Ketua Lembaga mendelegasikan kewenangan

untuk menunjuk pejabat KPA, PPK, PP-SPM dan Bendahara Pengeluaran kepada

Gubernur/Walikota/Bupati Kepala Desa.

Dalam menunjuk para pejabat tersebut harus diperhatikan larangan perangkapan

jabatan, sebagai berikut :

1. PA/Kuasa PA tidak boleh merangkap sebagai Bendahara Penerimaan

/Pengeluaran,

2. Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat penerbit SPM, dan Bendahara Pengeluaran

tidak boleh saling merangkap.

Page 5: Pelaksanaan Anggaran

3. Dalam hal pejabat/pegawai pada satuan kerja tidak memungkinkan pemisahan

fungsi karena jumlah pegawai yang sangat terbatas, maka pejabat Kuasa PA

dapat merangkap sebagai Pejabat Penerbit SPM.

Terkait dengan pendelegasian wewenang dari Pengguna Anggaran, Kuasa PA

mendelegasikan wewenang kepada :

1) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

Pejabat Pembuat Komitmen adalah Pejabat yang diberi kewenangan untuk

melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja. Pejabat

ini mempunyai kewenangan untuk mengadakan perikatan-perikatan terkait

dengan pengadaan barang dan jasa, serta mengajukan Surat Permintaan

Pembayaran (SPP) kepada Pejabat Penerbit SPM.

1.2. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PP SPM)

Sesuai Pasal 18 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara, PA/Kuasa PA berhak untuk menguji, membebankan pada mata anggaran

/akun yang telah disediakan dan memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan

atas beban APBN. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan tersebut

dilaksanakan oleh Pejabat Penerbit SPM yang telah ditunjuk oleh PA/Kuasa PA

dengan Surat Keputusan. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut PP-SPM

berwenang untuk :

a. Menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih,

b. Meneliti kebenaran dokumen yang menjadi persyaratan/kelengkapan

sehubungan dengan ikatan/perjanjian pengadaan barang/jasa,

c. Meneliti tersedianya dana yang bersangkutan,

d. Membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran (akun) yang

bersangkutan,

e. Memerintahkan kepada Kuasa BUN untuk melakukan pembayaran atas

beban APBN.

1.3. Petugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP)

Berdasarkan pada Surat Dirjen Perbendaharaan No. S-4331/PB/2009 tanggal 30

Juli 2009 hal penunjukan PPABP, PPABP adalah pembantu Kuasa PA yang diberi

tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan administrasi belanja

pegawai yang meliputi penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban

belanja pegawai pada satuan kerja.

Penunjukan PPABP pada satker ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 133/PMK.05/2008 tentang Pengalihan Pengelolaan Administrasi Belanja

Page 6: Pelaksanaan Anggaran

Pegawai Negeri Sipil Pusat/Anggota Tentara Nasional Indonesia/Anggota

Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada Kementerian Negara/Lembaga

bahwa dalam rangka pengalihan pengelolaan administrasi belanja pegawai, maka

setiap satker diwajibkan untuk segera menunjuk PPABP untuk melaksanakan

pengelolaan adminitrasi belanja pegawai. Dalam hal pengelolaan administrasi

belanja pegawai telah dialihkan, Kuasa PA/Kepala satker bertanggung jawab

terhadap :

a. pengujian, pembebanan pada mata anggaran yang disediakan, dan perintah

pembayaran tagihan-tagihan atas beban belanja pegawai dalam rangka

pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

b. penyelenggaraan pengelolaan administrasi belanja pegawai;

c. pengawasan pengelolaan administrasi belanja pegawai; dan

d. kerugian negara yang timbul sebagai akibat kesalahan dan/atau kelalaian

dalam pengelolaan dan administrasi belanja pegawai.

1.4. Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa

Pejabat pengadaan barang dan jasa adalah personil yang diangkat oleh pengguna

barang atau jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang dan jasa

dengan nilai sampai dengan Rp 50.000.000,00. Tugas dari pejabat pengadaan

barang dan jasa antara lain :

a. Menyusun jadwal dan menetapkan pelaksanaan pengadaan.

b. Menyusun dan menyiapkan harga perkiraan sendiri (HPS).

c. Menyiapkan dokumen pengadaan.

d. Melakukan penilaian kualifikasi penyedia barang dan jasa.

e. Melaksanakan proses penunjukan langsung.

f. Mengawasi pelaksanaan pengadaan oleh penyedia barang dan jasa.

g. Memeriksa hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh penyedia barang dan

jasa.

h. Mengajukan permohonan pembayaran pekerjaan apabila pekerjaan telah

selesai 100%

1.5. Panitia Pengadaan Barang dan Jasa

Panitia pengadaan barang dan jasa adalah tim yang diangkat oleh pengguna

barang/jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa, dan berasal

dari pegawai negeri baik dari instansi sendiri maupun instansi teknis lainnya.

Panitia pengadaan wajib dibentuk untuk semua pengadaan dengan nilai di atas

Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Beberapa persyaratan yang harus

dipenuhi oleh panitia pengadaan adalah sebagai berikut :

Page 7: Pelaksanaan Anggaran

a. Memiliki integritas moral, disiplin, tanggung jawab dalam melaksanakan

tugas;

b. Memahami keseluruhan pekerjaan yang akan diadakan;

c. Memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas panitia pengadaan

yang bersangkutan;

d. Memahami isi dokumen pengadaan/metode dan prosedur pengadaan

berdasarkan Keppres No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

e. Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat yang mengangkat dan

menetapkannya sebagai panitia pengadaan;

f. Memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah.

b) Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran

Dalam pasal 1 angka 14 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

disebutkan bahwa Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk

dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan

uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah. Sehubungan dengan

pelaksanaan anggaran pada satuan kerja, bendahara terdiri:

2.1. Bendahara Penerimaan

Bendahara penerimaan pada satker setiap tahun diangkat oleh menteri/pimpinan

lembaga dalam rangka melaksanakan tugas kebendaharaan dalam pelaksanaan

anggaran pendapatan pada satker di lingkungan kementerian negara/lembaga.

Tugas kebendaharaan tersebut meliputi kegiatan menerima, menyimpan,

menyetor, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan penerimaan Negara

bukan pajak yang berada dalam pengelolaannya. Untuk melaksanakan tugas

tersebut menteri/pimpinan lembaga dapat membuka Rekening Penerimaan pada

Bank Umum/Kantor Pos setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri

Keuangan selaku BUN dan dikuasakan kepada Kuasa BUN di daerah.

Dalam melaksanakan tugasnya, Bendahara Penerima dapat dibantu oleh

sekretariat/anggota yang jumlahnya maksimum 5 orang dan sesuai pasal 10 ayat

4 Undang-Undang No. 1 tahun 2004 jabatan Bendahara Penerimaan ini tidak

boleh dirangkap oleh Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa BUN. Sesuai pasal

4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99 tahun 2006 dinyatakan bahwa

kementerian negara/lembaga mencantumkan seluruh estimasi pendapatan ke

dalam DIPA satuan kerja kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. DIPA

tersebut atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan

dengan DIPA merupakan dokumen sumber untuk mencatat estimasi pendapatan.

Page 8: Pelaksanaan Anggaran

2.2. Bendahara Pengeluaran

Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,

membayarkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang untuk

keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/satker

Kementerian Negara/Lembaga.

Bendahara Pengeluaran diangkat oleh menteri/pimpinan lembaga /gubernur

/bupati/walikota untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka

pelaksanaan anggaran belanja pada kantor/satuan kerja di lingkungan

kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan jabatan Bendahara

Pengeluaran antara lain :

a. Jabatan Bendahara Pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh Kuasa

Pengguna Anggaran/Kuasa Bendahara Umum Negara.

b. Bendahara Pengeluaran dilarang melakukan kegiatan perdagangan,

pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai

penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut.

c. Bendahara Pengeluaran mengelola uang persediaan untuk keperluan

operasional sehari-hari kantor dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas

satuan kerja.

d. Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan

yang dikelolanya setelah :

1) meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;

2) menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah

pembayaran;

3) menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.

e. Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Kuasa PA

apabila persyaratan tidak dipenuhi.

f. Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian

uang negara yang berada di bawah pengelolaannya.

Struktur ideal organisasi pengelola keuangan pada satuan kerja :

Page 9: Pelaksanaan Anggaran

Gambar 1 : Struktur Organisasi Pengelola Keuangan pada Satuan Kerja

C. Pelaksanaan Pengeluaran Pada Satuan Kerja

1. Gambaran Umum Pengeluaran Negara

Pengertian belanja negara menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui

sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Sedangkan pengeluaran negara adalah

uang yang keluar dari kas negara

Gambar 2 : Belanja Negara

Page 10: Pelaksanaan Anggaran

Belanja pemerintah pusat dikelompokkan atas belanja pemerintah pusat

menurut organisasi/bagian anggaran, fungsi, dan jenis belanja. Belanja

pemerintah pusat menurut organisasi adalah semua pengeluaran negara yang

dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga, sesuai dengan program-

program yang akan dijalankan.

Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah semua pengeluaran negara

yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan,

fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi

perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya,

fungsi agama, fungsi pendidikkan, dan fungsi perlindungan sosial.

Belanja pemerintah menurut jenis belanja adalah semua pengeluaran

negara yang digunakan untuk mebiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja

modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan

belanja lain-lain.

Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai

pengurang nilai kekayaan bersih. Pengeluaran daerah adalah semua uang yang

keluar dari kas daerah. Pengeluaran tersebut untuk membiayai dana perimbangan

serta dana otonomi khusus dan penyesuaian. Dana perimbangan adalah semua

pengeluaran negara yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai

kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas

dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.

Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor

134/PMK.06/ 2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN,

peran Menteri Keuangan dalam pengelolaan keuangan negara selaku BUN

adalah mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan

anggaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa KPPN adalah Kuasa BUN di daerah yang

dalam kaitannya dengan pelaksanaan APBN melaksanaan penerimaan dan

pengeluaran negara secara giral.

Pelaksanaan anggaran belanja negara didasarkan atas prinsip-prinsip

sebagai berikut :

a. Hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang

dipersyaratkan.

b. Efektif, terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/kegiatan,

serta fungsi setiap departemen/lembaga/pemerintah daerah.

c. Mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri.

Page 11: Pelaksanaan Anggaran

d. Belanja atas beban anggaran belanja negara dilakukan berdasarkan atas

hak dan bukti-bukti yang sah untuk memperoleh pembayaran. Dengan

demikian, pembayaran atas beban rekening kas negara baru dapat

dilaksanakan jika pekerjaan yang diperjanjikan sudah selesai dikerjakan dan

diserahterimakan.

e. Jumlah dana yang dimuat dalam anggaran belanja merupakan batas

tertinggi untuk tiap-tiap pengeluaran. Pimpinan dan atau pejabat

departemen/lembaga tidak diperkenankan melakukan tindakan yang

mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN jika dana untuk membiayai

tindakan tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam anggaran

belanja negara atau tindakan tersebut tidak sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan dalam anggaran belanja negara.

Pengeluaran yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai belanja Negara

harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, terkait dengan prinsip-prinsip dalam belanja

negara maka terdapat pengeluaran-pengeluaran yang tidak dapat dibebankan

kepada anggaran belanja negara yaitu: (i) perayaan atau peringatan hari besar,

hari raya, hari ulang tahun, pesta untuk berbagai peristiwa, dan pekan olahraga

pada departemen/ lembaga/pemerintah daerah, (ii) pemberian ucapan selamat,

hadiah, tanda mata, karangan bunga, dan sebagainya untuk berbagai peristiwa,

dan (iii) pengeluaran lain-lain untuk kegiatan/keperluan yang sejenis. Untuk

penyelenggaraan rapat, rapat dinas, seminar, pertemuan, lokakarya, peresmian

kantor/proyek dan sejenisnya, dibatasi pada hal-hal yang sangat penting dan

dilakukan sesederhana mungkin.

2. Pembayaran Atas Beban APBN

Pembayaran atas beban APBN dapat dilaksanakan melalui dua cara, yaitu

pembayaran melalui uang persediaan (UP) dan pembayaran langsung (LS).

a. Cara Pembayaran Uang Persediaan (UP)

Cara pembayaran UP adalah melalui uang yang dikelola oleh bendahara

pengeluaran untuk jenis belanja dan jumlah pembayaran tertentu yang tidak dapat

dilakukan dengan pembayaran langsung.

Page 12: Pelaksanaan Anggaran

Gambar 3 : Model Pembayaran Uang Persediaan (UP)

b. Cara pembayaran langsung (LS)

Cara pembayaran langsung (LS) yaitu perintah pembayaran langsung

kepada pihak ketiga yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna

Anggaran atas dasar perjanjian kontrak atau surat perintah kerja lainnya. Perintah

pembayaran ini dilakukan terhadap pengadaan barang dan/atau jasa, dimana

sesuai ketentuan, mekanisme pembayarannya dilakukan secara langsung oleh

Kuasa Bendahara Umum Negara yang berarti terhadap belanja tersebut telah

membebani akun yang berkenaan.

Page 13: Pelaksanaan Anggaran

Gambar 4 : Cara Pembayaran Langsung

Untuk pembayaran atas kegiatan yang telah dilaksanakan, dimana

penerimanya lebih dari satu, dapat diajukan dengan SPP-LS akan tetapi

pembayarannya dilakukan melalui bendahara pengeluaran untuk selanjutnya

disampaikan kepada pihak-pihak yang berhak menerima. Surat permintaan

pembayaran tersebut disebut dengan SPP-LS bendahara yang digunakan untuk

pencairan belanja, antara lain belanja pegawai seperti gaji, lembur, honor/vakasi,

dan belanja perjalanan dinas.

Pembayaran dengan menggunakan cara pembayaran LS antara lain dapat

dilakukan untuk :

a) Pengadaan tanah.

b) LS untuk pembayaran gaji, lembur dan honor/vakasi.

c) LS non Belanja Pegawai, yaitu :

(1) Pembayaran pengadaan barang dan jasa.

(2) Pembayaran biaya langganan daya dan jasa (listrik, telepon, air).

(3) Pembayaran Belanja Perjalanan Dinas.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

pencairan anggaran belanja negara adalah serangkaian proses penarikan dana

APBN dari rekening kas negara ke rekening penerima, dengan syarat dan

prosedur sebagai berikut :

a) Adanya komitmen/perikatan pengadaan barang/jasa terlebih dahulu.

Page 14: Pelaksanaan Anggaran

b) Setelah barang/jasa diserahterimakan, muncul hak tagih dari pelaksana

kegiatan.

c) Berdasarkan hak tagih/bukti pengeluaran, dilakukan pemberkasan dalam

bentuk SPP.

d) Proses pengujian dilakukan atas SPP yang diajukan sebelum diterbitkan

SPM.

e) Berdasarkan SPM yang diajukan satuan kerja, KPPN menerbitkan SP2D,

yaitu perintah pemegang rekening kas negara kepada bank dimana rekening

kas Negara ditempatkan untuk mentransfer dana ke rekening tertentu sesuai

perintah pembayaran.

3. Surat Permintaan Pembayaran (SPP)

a) Pembukaan Rekening Bank/Pos oleh Satuan Kerja

Dalam rangka pelaksanaan pengeluaran atas beban belanja negara,

sebelum mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP), kepala satuan kerja

wajib memiliki rekening bank/pos.

SATKER1

KPPN2

4 3

5

BANK/POS

Gambar 5 : Mekanisme Pembukaan Rekening Satuan Kerja

Keterangan:

1) Satker mengajukan Surat Permohonan persetujuan pembukaan

rekening ke KPPN.

2) KPPN menerbitkan Surat Persetujuan Pembukaan Rekening.

3) Satker Membuka Rekening pada Bank/Pos.

4) Bank/Pos menerbitkan nomor rekening bagi satker.

5) Satker Melaporkan Pembukaan nomor Rekening tersebut kepada

KPPN

Selanjutnya proses pencairan dana APBN yang dilakukan Kuasa PA

menggunakan formulir sebagaimana ditentukan dalam lampiran Peraturan Dirjen

Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 yuncto PER-11/PB/20011 tentang

Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban APBN. Adapun formulir

tersebut adalah :

Page 15: Pelaksanaan Anggaran

1) Surat Permintaan Pembayaran (SPP)

Formulir SPP berisi jumlah permintaan pembayaran yang diajukan oleh

satuan kerja . Satu formulir SPP menampung pengeluaran atas beban mata

anggaran/akun yang berada dalam satu satu klasifikasi belanja dan satu

kegiatan yang sama.

2) Daftar Rincian Permintaan Pembayaran

Daftar ini merupakan lampiran SPP sebagai penjelasan atas penggunaan

dana sesuai mata anggaran/akun per klasifikasi belanja dalam satu

subkegiatan. Daftar Rincian Permintaan Pembayaran tersebut harus

dilampiri dengan dokumen pendukung yang terdiri dari :

1) Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB)

2) Surat Bukti Setoran (SBS)

Dapat berupa Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Bea Cukai

(SSBC), Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP), SSPB (Surat Setoran

Pengembalian Belanja), dan lain-lain.

4. Surat Perintah Membayar (SPM)

Surat Perintah Membayar (SPM) adalah dokumen yang diterbitkan oleh

PA/Kuasa PA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang

bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan. Dalam alur

dokumen pembayaran belanja negara, SPP yang telah ditandatangani oleh

PA/Kuasa PA atau pejabat lain yang ditunjuk beserta dokumen

kelengkapannya dikirimkan kepada Pejabat Penandatangan SPM untuk

dilakukan verifikasi.

5. Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)

Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) adalah surat perintah yang

diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN di daerah untuk pelaksanaan

pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. Proses penyampaian

SPM kepada KPPN dilakukan sebagai berikut :

a. Pengguna Anggaran/Kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk

menyampaikan SPM beserta dokumen pendukung dilengkapi dengan

Arsip Data Komputer (ADK) berupa soft copy (disket) melalui loket

Penerimaan SPM pada KPPN atau melalui Kantor Pos.

b. SPM Gaji Induk harus sudah diterima KPPN paling lambat tanggal 15

sebelum bulan pembayaran.

Page 16: Pelaksanaan Anggaran

c. Petugas KPPN pada loket penerimaan SPM memeriksa kelengkapan

SPM, mengisi check list kelengkapan berkas SPM, mencatat dalam

Daftar Pengawasan Penyelesaian SPM, dan meneruskan check list

serta kelengkapan SPM ke Seksi Perbendaharaan untuk diproses lebih

lanjut.

Apabila pengajuan SPM oleh satker dinyatakan lengkap dan benar

berdasarkan pengujian dan pemeriksaan kelengkapan berkas oleh petugas

loket KPPN, selanjutnya oleh KPPN diterbitkan SP2D dengan ketentuan

sebagai berikut :

a. SPM yang diajukan ke KPPN digunakan sebagai dasar penerbitan

SP2D.

b. SPM dimaksud dilampiri bukti pengeluaran.

c. Bukti asli lampiran SPP merupakan arsip yang disimpan oleh PA/KPA.

d. Pengujian SPM dilaksanakan oleh KPPN mencakup pengujian yang

bersifat substansif dan formal.

e. Keputusan hasil pengujian ditindak lanjuti dengan penerbitan SP2D jika

SPM yang diajukan memenuhi syarat yang ditentukan, tetapi apabila

SPM yang diajukan tidak memenuhi syarat maka SPM dimaksud

dikembalikan kepada penerbit SPM.

f. Pengembalian SPM diatur sebagai berikut :

1) SPM Belanja Pegawai Non Gaji Induk dikembalikan paling lambat

tiga hari kerja setelah SPM diterima;

2) SPM UP/TUP/GUP dan LS dikembalikan paling lambat satu hari

kerja setelah SPM diterima.

g. Penerbitan SP2D wajib diselesaikan oleh KPPN dalam batas waktu

sebagai berikut :

1) SP2D Gaji Induk diterbitkan paling lambat lima hari kerja sebelum

awal bulan pembayaran gaji.

2) SP2D Non Gaji Induk diterbitkan paling lambat lima hari kerja

setelah diterima SPM secara lengkap.

3) SP2D UP/TUP/GUP dan LS paling lambat satu hari kerja setelah

diterima SPM secara lengkap.

Page 17: Pelaksanaan Anggaran

Gambar 6 : Proses Penerbitan SP2D pada KPPN

D. Pelaksanaan Penerimaan Pada Satuan Kerja

1. Prinsip Penerimaan Negara

Menurut pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan negara adalah hak

pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Dari

pengertian tersebut berarti bahwa pemerintah pusat mempunyai berbagai

hak, salah satu hak pemerintah pusat adalah menggali sumber-sumber

penerimaan bagi negara untuk membiayai berbagai belanja negara yang

berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.

Menurut Keputusan Presiden nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman

Pelaksanaan APBN sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden

nomor 72 tahun 2004 di pasal 2 ayat (1) huruf (a) disebutkan bahwa yang

dimaksud dengan pendapatan negara yaitu semua penerimaan yang berasal

dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta

penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri selama tahun anggaran

yang bersangkutan. Pada ayat (2) pasal yang sama disebutkan bahwa

semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui rekening kas

negara pada bank sentral dan atau lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk

oleh Menteri Keuangan.

Page 18: Pelaksanaan Anggaran

2. Jenis-Jenis Pendapatan Negara

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006

tanggal 19 Oktober 2006 tentang Modul Penerimaan Negara, Penerimaan

Negara terdiri dari Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP), Penerimaan Hibah, Penerimaan Pengembalian Belanja,

Penerimaan Pembiayaan, dan Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga.

a) Penerimaan Perpajakan.

Jenis-jenis pajak yang dipungut oleh bendahara pemerintah antara lain:

1) Pajak Penghasilan Pasal 21

2) Pajak Penghasilan Pasal 22

3) Pajak Penghasilan pasal 23

4) Pajak Pertambahan Nilai

5) Bea materai

b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan

pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan, antara lain

sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba BUMN, serta penerimaan

negara bukan pajak lainnya.

c) Penerimaan Hibah

Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal

dari sumbangan swasta dalam negeri serta sumbangan lembaga swasta dan

pemerintah luar negeri yang menjadi hak pemerintah.

Penerimaan hibah dapat berupa uang, barang maupun jasa termasuk

tenaga ahli atau pelatihan. Sumbangan mengandung arti bahwa hibah tidak

perlu dibayar kembali kepada pemberi hibah.

d) Penerimaan Pengembalian Belanja.

Penerimaan Pengembalian Belanja adalah seluruh penerimaan negara

yang berasal dari pengembalian belanja tahun anggaran berjalan.

Penerimaan pengembalian belanja ini dapat terjadi karena kelebihan

pembayaran atas belanja yang dibebankan kepada negara yang diakibatkan

kesalahan/kelalaian bendahara pengeluaran dalam melakukan pembayaran

maupun dalam melakukan pembebanan akun sehingga atas kelebihan

pembayaran tersebut harus disetor ke kas negara.

Page 19: Pelaksanaan Anggaran

e) Penerimaan Pembiayaan.

Penerimaan Pembiayaan adalah semua penerimaan negara yang

digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN, antara lain

berasal dari penerimaan pinjaman dan hasil devestasi.

f) Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga

Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga adalah semua penerimaan

negara yang berasal dari potongan penghasilan pegawai negeri sipil serta

setoran subsidi dan iuran pemerintah daerah dalam rangka penyelengaraan

asuransi kesehatan

2. Penatausahaan Pendapatan Negara

Bendahara Penerimaan wajib menyetor penerimaan negara setiap

akhir hari kerja ke kas negara dan wajib mengirim Rekening Koran

bulan/Laporan Realisasi Penerimaan ke KPPN. Dalam hal penerimaan

negara diterima pada hari libur dan/atau di daerah tersebut tidak terdapat

Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi, maka Bendahara Penerimaan

menyetor penerimaan tersebut selambat-lambatnya pada hari kerja

berikutnya.

Yang dimaksud dengan Bank Persepsi adalah bank umum yang

ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penerima setoran penerimaan negara

bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam

negeri, dan penerimaan bukan pajak. Bank Devisa Persepsi adalah bank

umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran

penerimaan negara dalam rangka ekspor dan impor. Sedangkan Pos

Persepsi adalah kantor pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk

menerima setoran penerimaan negara.

Khusus untuk PNBP dikenal adanya pengecualian dalam

pengelolaannya. Suatu instansi yang mempunyai PNBP fungsional dapat

menggunakan sebagian PNBP tersebut untuk membiayai operasional Satker

tersebut setelah mendapat izin dari Menteri Keuangan. Kegiatan tertentu

yang dapat dibiayai dari PNBP, meliputi kegiatan:

a. Penelitian dan pengembangan teknologi, antara lain meliputi kegiatan

penelitian dan pengembangan di bidang pertanian dan pertambangan;

b. Pelayanan kesehatan, antara lain meliputi kegiatan pelayanan rumah

sakit dan balai pengobatan;

Page 20: Pelaksanaan Anggaran

c. Pendidikan dan pelatihan, antara lain meliputi kegiatan perguruan

tinggi dan balai latihan keja;

d. Penegakan hukum, antara lain kegiatan dalam rangka pembinaan dan

pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum, serta pemberian

hak atas kekayaan intelektual;

e. Pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu, antara

lain kegiatan pemberian jasa konsultasi, jasa analisis, uji mutu dan

pemantauan lingkungan, pembuatan hujan buatan, uji pencemaran

radiasi pada makanan;

f. Pelestarian sumber daya alam, antara lain meliputi kegiatan usaha

pelestarian sumber daya kehutanan dan perikanan.

Sistem pemungutan PNBP mempunyai ciri tersendiri dan dapat dibagi

dalam dua kelompok sehubungan dengan penentuan jumlah PNBP yang

terhutang, yaitu ditetapkan oleh instansi pemerintah atau dihitung sendiri

oleh wajib bayar. Untuk jenis PNBP yang menjadi terhutang sebelum wajib

bayar menerima manfaat atas kegiatan pemerintah, seperti pemberian hak

paten, pelayanan pendidikan, maka penentuan jumlah PNBP yang terhutang

dalam hal ini ditetapkan oleh instansi pemerintah. Namun, dalam hal wajib

bayar menjadi terhutang setelah menerima manfaat, seperti pemanfaatan

sumber daya alam, maka penentuan jumlah PNBP yang terhutang dapat

dipercayakan kepada wajib bayar yang bersangkutan untuk menghitung

sendiri dalam rangka membayar dan melaporkan sendiri (self assessment).

Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib

Setor/Bendahara Penerimaan diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai

dengan tanggal pembayaran. Tata cara pembayaran/penyetoran dilakukan

sebagai berikut :

a. Pembayaran melalui loket/teller Bank/Pos

b. Pembayaran melalui electronic banking (e-banking)

Dokumen yang harus ditatausahakan oleh Bendahara Penerima pada

penatausahaan pendapatan negara pada satker di lingkungan

kementerian/lembaga adalah dokumen sumber penerimaan. Seluruh

dokumen sumber penerimaan Negara dinyatakan sah setelah mendapat

Nomor transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank

(NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP)/Nomor Penerimaan Potongan (NPP).

Page 21: Pelaksanaan Anggaran

NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang

diterbitkan melalui MPN.

NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara

yang diterbitkan oleh Bank. NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran

penerimaan negara yang diterbitkan oleh Kantor Pos. NPP adalah nomor

bukti transaksi penerimaan negara yang berasal dari potongan SPM yang

diterbitkan oleh KPPN. KPPN mengesahkan data penerimaan yang berasal

dari potongan SPM yang sudah diterbitkan SP2D untuk mendapatkan NTPN

paling lambat setiap akhir hari kerja.