PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN...

90
PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN PERTAMA PENATALAKSANAAN EPISTAKSIS MENGGUNAKAN TAMPONADE EPINEPHRINE DI RUANG INTENSIF CARE UNIT RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA SKRIPSI “Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Oleh : Nuri Handayani NIM. S10032 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014 i

Transcript of PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN...

Page 1: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN PERTAMA

PENATALAKSANAAN EPISTAKSIS MENGGUNAKAN TAMPONADE

EPINEPHRINE DI RUANG INTENSIF CARE UNIT

RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA

SKRIPSI

“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan “

Oleh :

Nuri Handayani

NIM. S10032

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2014

i

Page 2: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia
Page 3: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia
Page 4: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nuri Handayani

NIM : S10032

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada

Surakarta maupun perguruan tinggi lain.

2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri,

tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan dari

Tim Penguji.

3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis

atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas

dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang

dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kumudian hari terdapat

pentimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh

karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di

perguruan tinggi.

Surakarta, Juni 2014

Yang membuat pernyataan,

Nuri Handayani

S.10032

iii

Page 5: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karuniaNya serta

hidayahNya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengalaman

Perawat pada Pertolongan Pertama Penatalaksanaan Epistaksis Menggunakan

Tamponade Epinephrine”. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat

bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari tanpa adanya

bimbingan dan dukungan maka kurang sempurna penyelesaian skripsi ini. Untuk

itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, Msi. selaku Ketua STIKes Kusuma Husada

Surakarta

2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns. M.Kep, selaku Pembimbing Utama dan

Ketua Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan serta arahan dalam

penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Ariyani, S.Kep,.Ns. M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping yang telah

memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan dalam penyusunan

skripsi ini.

4. Ibu Happy Indri Hapsari, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku penguji yang telah

memberikan masukan, kritik dan saran saat ujian sidang skripsi.

5. Direktur Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta yang telah memberikan izin

kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

iv

Page 6: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

6. Bapak Joko, AMD.Kep selaku kepala ruang ICU RS Panti Waluyo Surakarta

yang telah membantu dan mengarahkan peneliti dalam proses penelitian.

7. Seluruh partisipan yang telah berperan dalam penelitian ini dan telah

berkenan untuk menjadi partisipan yang tidak dapat disebutkan satu –

persatu.

8. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma

Husada Surakarta yang telah membantu penulis.

9. Bapak dan ibu yang tak pernah berhenti mendoakan penulis, menyediakan

fasilitas dan selalu memberikan motivasi serta dukungan terbesar kepada

penulis.

10. Kakak dan adik- adik tercinta atas doa dan motivasi yang selalu diberikan

kepada penulis.

11. Teman – teman seperjuangan dan seangkatan yang tak pernah berhenti

memberikan semangat, motivasi dan dukungan kepada penulis.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu – persatu dalam penyusunan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan,

untuk itu penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak.

Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat.

Surakarta, Juni 2014

Penulis

v

Page 7: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN .............................................................................. iii

KATA PENGANTAR .................................................................................. iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x

DAFTAR SKEMA ........................................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii

ABSTRAK .................................................................................................... xiii

ABSTRAK .................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah.............................................................. 5

1.3. Tujuan ................................................................................ 6

1.4. Manfaat Penelitian ............................................................ 6

1.5. Keaslian Penelitian ........................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pengalaman ...................................................... 9

2.2. Pengertian Perawat ............................................................ 9

2.3. Konsep Epistaksis .............................................................. 9

viii

Page 8: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

2.3.1. Pengertian ........................................................... 9

2.3.2.

Etiologi ...............................................................

10

2.3.3.

Manifestasi Klinis ...............................................

11

2.3.4.

Anatomi Hidung .................................................

11

2.3.5.

Patofisiologi ........................................................

15

2.3.6.

Penatalaksanaan ..................................................

17

2.3.7.

Pemeriksaan Penunjang ......................................

18

2.4. Tamponade Anterior .......................................................... 19

2.4.1. Indikasi Tampon Anterior ..................................

19

2.5. Konsep Epinephrine...........................................................

20

2.5.1. Pengertian ........................................................... 20

2.5.2.

Indikasi ................................................................

20

2.5.3.

Dosis ....................................................................

20

2.5.4.

Efek Damping ......................................................

20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Fokus Penelitian .................................................................. 22

3.2

Desain Penelitian .................................................................

22

3.3

Tempat dan Waktu Penelitian .............................................

23

3.4

Populasi dan Sampel ...........................................................

24

3.5

Pengumpulan Data ..............................................................

26

3.5.1. Cara Pengumpulan Data .........................................

27

3.5.2. Alat Pengumpul Data ..............................................

28

3.5.3. Tahap Pengumpul Data ...........................................

28

viii

Page 9: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

3.5.4. Keabsahan Data ....................................................... 32

3.6

Analisa Data ........................................................................

34

3.7

Validitas dan Reliabilitas ....................................................

35

3.8

Etika Penelitian ...................................................................

37

DAFTAR PUSTAKA

viii

Page 10: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman

1.1

Keaslian Penelitian

8

ix

Page 11: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman

1 Pembuluh darah di daerah septum nasi 12

2

Pembuluh darah di dinding lateral hidung

13

x

Page 12: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

DAFTAR SKEMA

Nomor Skema Judul Skema Halaman

3.1

Fokus Penelitian

22

xi

Page 13: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : F-1 Usulan topik penelitian Lampiran

2 : F-2 Pengajuan persutujuan judul

Lampiran 3 : F-4 Pengajuan izin studi pendahuluan

Lampiran 4 : Surat ijin studi pendahuluan

Lampiran 5 : F-5 Lembar Oponent

Lampiran 6 : F-6 Lembar Audience

Lampiran 7 : F-7 Pengajuan Ijin Penelitian

Lampiran 8 : Surat Ijin Penelitian

Lampiran 9 : Surat pernyataan selesai penelitian

Lampiran 10 : Persetujuan menjadi responden

Lampiran 11 : Pedoman wawancara

Lampiran 12 : Transkip wawancara

Lampiran 13 : Kategori dan tema

Lampiran 14 : Lembar konsultasi

Lampiran 15 : Jadwal penelitian

xii

Page 14: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

BACHELOR DEGREE PROGRAM IN NURSING SCIENCE

KUSUMA HUSADA SCHOOL OF HEALTH OF SURAKARTA

2014

Nuri Handayani

EXPERIENCES OF NURSES IN THE FIRST AIDS FOR EPISTAXIS

MANAGEMENT BY USING EPINEPHRINE TAMPONADE AT THE

INTENSIVE CARE UNIT OF PANTI WALUYO HOSPITAL OF SURAKARTA

ABSTRACT

Epistaxis is estimated to occur in 60% of people in the world during their life,

and 6% of them are accompanied with nose bleeding and require medical treatments. The

objective of this research is to investigate the experiences of nurses in the first aids for

epistaxis management by using the epinephrine tamponade.

This research used qualitative phenomenological research method. It was

conducted at the ICU of Panti Waluyo Hospital of Surakarta.The population of the

research was the nurses posted in the ICU whose the tenure is at least two years or who

have ever administered epinephrine tamponade. The samples of the research consisted of

three informants. They were taken by using the purposive sampling technique. The data

of the research were gathered through in-depth.

The result of the research reveals five themes, namely: experience to care,

definition of epistaxis, cause of epistaxis, and function of epinephrine tamponade. Based

on the result of the research, conclusions are drawn as follows. The experiences of nurses

at the ICU are varied, namely: when the clients are recovered and discharged, the causes

found are interesting. Epistaxis is the rupture of blood vessels in the nose. The causes of

epistaxis are hypertension, polyp disorder, anterior and posterior trauma, and facial

trauma existence. The first aids administered to the clients when having epistaxis are

gauze tamponade and epinephrine tamponade. The drugs usually administered to the

clients in addition to epinephrine are Vitamin K and kalnex. Their advantages are that

they are cheap and always available at the ICU.

Keywords: Experiences, nurses, epistaxis, and epinephrine tamponade

References: 18 (1997 -2013)

xiv

Page 15: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2014

Nuri Handayani

Pengalaman Perawat pada Pertolongan Pertama Penatalaksanaan Epistaksis Menggunakan Tamponade Epinephrine di Ruang Intensif Care Unit

Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta

Abstrak

Epistaksis diperkirakan terjadi pada 60% dari orang di seluruh dunia selama

hidup mereka dan sekitar 6% dari mereka dengan mimisan memerlukan penanganan

medis. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengalaman perawat

pada pertolongan pertama penatalaksanaan epistaksis menggunakan tamponade

epinephrine.

Populasi penelitian ini adalah perawat ICU dengan masa jabatan 2 tahun atau

dan pernah melakukan tamponade epinephrine. Sampel penelitian ini dengan melibatkan

3 informan. Cara pengambilan sampel adalah menggunakan purposive sampling.

Pengumpulan data dilakukan dengan indepth interview. Metode penelitian adalah

kualitatif dengan fenomenologi. Tempat penelitian adalah di ICU Rumah Sakit Panti

Waluyo Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan lima tema yaitu pengalaman perawat,

pengertian epistaksis, penyebab epistaksis, penatalaksanaan epistaksis, fungsi tamponade

epinephrine.

Kesimpulan dari penelitian ini, pengalaman perawat di ruang ICU yang beragam

yaitu apabila pasien pulang dengan sembuh, kasus yang ditemukan menarik. Epistaksis

adalah pecahnya pembuluh darah di hidung serta disebut juga dengan mimisan. Penyebab

epistaksis adalah hipertensi, gangguan polip, trauma anterior maupun posterior dan

adanya trauma wajah. Pertolongan pertama pada pada saat terjadi epistaksis yaitu dengan

tampon kassa dan tampon epinephrine. Sedangkan obat obat yang biasa digunakan selain

tampon menggunakan epinephrine adalah vitamin K dan kalnex. Keuntungannya adalah

harga ekonomis dan tersedia di ruang ICU.

Kata Kunci : pengalaman, perawat, epistaksis, tamponade epinephrine

Daftar Pustaka : 18 (1997 -2013)

xiii

Page 16: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Epistaksis berasal dari bahasa Yunani epistazo yang berarti hidung

berdarah. Penanganan epistaksis dengan menekan ala nasi telah

diperkenalkan sejak zaman Hipokrates (Nwaorgu dalam Budiman 2012).

Epistaksis atau perdarahan hidung (mimisan) adalah perdarahan akut yang

berasal dari cuping hidung, lubang hidung atau nasofaring. Epitaksis sering

ditemukan sehari-hari dan mungkin 90% dapat berhenti dengan sendirinya

atau dengan tindakan sederhana yang dilakukan oleh pasien itu dengan jalan

menekan hidungnya (Ayu&Indah 2013). Epistaksis atau perdarahan dari

hidung merupakan kegawatdaruratan yang umum ditemukan di bagian

telinga hidung dan tenggorokan (Wormald dikutip dalam Budiman 2011).

Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 - 95%.

Epistaksis anterior ini biasa terjadi spontan atau disebabkan trauma pada

septum nasi (Wormald dikutip dalam Budiman 2011). Studi retrospektif, 45%

dari pasien rawat inap untuk epistaksis memiliki gangguan sistemik dengan

potensi untuk berkontribusi mimisan, termasuk kelainan genetik seperti

hemofilia dan penggunaan obat antikoagulan, atau kanker hematologi.

Penyebab epistaksis dapat berupa penyebab lokal maupun sistemik. Penyebab

lokal termasuk epistaksis idiopatik, trauma, inflamasi, neoplasia, vaskular,

1

Page 17: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia
Page 18: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

2

iatrogenik, kelainan struktural, dan obat-obatan seperti semprot hidung.

Penyebab sistemik berupa kelainan hematologi, lingkungan (temperatur,

kelembaban dan ketinggian), obat-obatan (contoh antikoagulan), gagal organ

(uremia dan gagal hati), serta penyebab lain misalnya hipertensi (Pope dalam

Bidasari 2007).

Cave Michael (1871), James Little (1879) dan Wilhelm Kiesselbach

merupakan ahli-ahli yang pertama kali mengidentifikasi cabang-cabang

pembuluh darah yang berada di bagian anterior septum nasi sebagai sumber

epistaksis (Nwaorgu dalam Yolazenia2012). Epistaksis diperkirakan terjadi

pada 60% dari orang di seluruh dunia selama hidup mereka dan sekitar 6%

dari mereka dengan mimisan memerlukan penanganan medis (WHO 2004).

Suatu penelitian cross-sectional terhadap 1218 anak usia 11-14 tahun

melaporkan bahwa 9% mengalami episode epistaksis sering. Diagnosis dan

penanganan epistaksis bergantung pada lokasi dan penyebab perdarahan.

Kebanyakan kasus epistaksis (80%-90%) merupakan idiopatik (Sari Pediatrik

dalam Bidasari 2007). Penanganan pasien epistaksis penting untuk menggali

riwayat penyakit pasien. Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan

setiap masalah kesehatan yang mendasari epistaksis. Pemeriksaan fisik

terutama difokuskan untuk mencari sumber perdarahan.

(Wormald dikutip dalam Budiman 2011)

Prinsip utama penanggulangan epistaksis meliputi menghentikan

perdarahan, mencegah komplikasi, mencegah berulangnya epistaksis.

Pengobatan disesuaikan dengan keadaan penderita, apakah dalam keadaan

Page 19: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

3

akut atau tidak. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam

posisi duduk kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.

Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat

dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping

hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit. Epistaksis anterior,

jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas, dilakukan kaustik dengan

larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloro asetat 10%, elektrokauter, atau

dengan laser. Penggunaan dengan kaustik perdarahan anterior masih terus

berlangsung, diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain

kasa yang diberi vaselin yang dicampur betadin atau zat antibiotika.

Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau

tampon Bellocq. Pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley

dengan balon. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang

tidak dapat diatasi dengan pemasangan tampon posterior (Gifford dikutip

dalam Budiman2011).

Penanganan epistaksis pada pasien epistaksis berulang dengan

rinosinusitis kronis, spina pada septum dan telangiektasis pada seorang

pasien wanita umur 40 tahun awalnya dengan memencet hidung (ala nasi ke

septum) selama 10 menit, fungsinya sebagai tampon pada pembuluh darah

pada bagian anterior septum. Usaha ini awalnya berhasil, tapi sekitar 2 jam

kemudian pasien kembali mengeluarkan darah. Evaluasi sumber perdarahan

tidak jelas terlihat, dan pasien dipasang tampon anterior pada hidung kiri,

perdarahan berhenti. Hal ini menunjukkan tampon anterior cukup efektif

Page 20: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

4

untuk menghentikan perdarahan. Hussain dkk menemukan tampon anterior

adalah prosedur yang efektif untuk menghentikan perdarahan pada 98,2%

kasus. Tampon anterior harus dilapisi dengan antibiotika topikal, dan pasien

juga diberi antibiotic sistemik selain untuk mencegah infeksi juga untuk

mencegah toxic shock syndrome. Tampon anterior dipertahankan selama 2-3

hari sebelum dibuka, tergantung dari pertimbangan dokter, respon pasien,

factor risiko, nilai koagulopati, dan beratnya perdarahan pada awalnya.

Pembukaan tampon pasien ini dilakukan pada hari ketiga. Sebelum

pembukaan tampon pasien mengeluh adanya perdarahan yang mengalir

ketenggorok, hal ini menunjukkan adanya kemungkinan sumber perdarahan

di belakang tampon yang tidak tercapai oleh tampon tersebut, dimana kita

temukan adanya pelebaran pembuluh darah di belakang konka inferior

(Mangunkusumo dikutip dalam Budiman 2011).

Hasil wawancara yang dilakukan pada saat studi pendahuluan tanggal

12 Desember 2013 dengan Kepala Ruang ICU RS Panti Waluyo, bahwa

kurang lebih 5 dari 13 orang perawat dengan masa kerja lebih dari 2 tahun

pernah melakukan tamponade dengan menggunakan epinephrine pada pasien

epistaksis berulang. Pendapat salah satu perawat di ruang ICU Rumah Sakit

Panti Waluyo Surakarta, tamponade epinephrine dinilai sangat efektif pada

saat pertolongan pertama pada pasien yang mengalami epistaksis berulang

dan jika digunakan untuk penatalaksanaan berlanjut dinilai kurang efektif.

Peran perawat pada saat penatalaksanaan epistaksis adalah menghentikan

perdarahan pada saat pertolongan pertama dan untuk penatalaksanaan lebih

Page 21: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

5

lanjut ditangani oleh dokter. Pasien yang pernah dijumpai pada pasien

epistaksis dan dilakukan tamponade epinephrine rata – rata dengan trauma di

wajah. Perawat di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta menggunakan

tamponade epineprine untuk mengatasi perdarahan berulang dengan alasan

epinephrine sebagai vasokontriksi pada pembuluh darah, dan juga dengan

harga yang ekonomis.

Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini karena setiap tahunnya

perawat di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta menangani kasus

epistaksis yang disebabkan oleh berbagai trauma disekitar wajah atau di

kepala. Hasil wawancara kasus epistaksis di ruang ICU rumah Sakit Panti

Waluyo Surakarta tercatat sekitar 5-6 % setiap tahunnya, dari berbagai

kasus yang ada. Fenomena tersebut melatarbelakangi peneliti untuk meneliti

pengalaman perawat pada pertolongan pertama penatalaksanaan epistaksis

menggunakan tamponade epinephrine.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil wawancara pada saat melakukan studi pendahuluan

didapatkan bahwa perawat ICU RS Panti Waluyo Surakarta pernah melakukan

tamponade epinephrine saat penatalaksanaan epistaksis, sehingga penulis

mengambil judul “Pengalaman Perawat pada Pertolongan Pertama

Penatalaksanaan Epistaksis Menggunakan Tamponade Epinephrine “.

Page 22: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

6

1.3. TujuanPenelitian

1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

pengalaman perawat pada pertolongan pertama penatalaksanaan

epistaksis menggunakan tamponade epinephrine.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1) Mengetahui pengalaman perawat dan tindakan pertolongan

pertama penatalaksanaan epistaksis menggunakan tamponade

epinephrine.

2) Teridentifikasi tingkat keefektifan dari tamponade epinephrine

dalam penatalaksanaan epistaksis.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1.4.1 Rumah Sakit/ masyarakat

1) Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat

ICU agar dapat mengaplikasikan dalam pertolongan pertama

mengatasi epistaksis berulang serta terus meningkatkan

pengetahuan dan ketrampilan yang kompeten di bidangnya.

2) Sebagai bahan bacaan dan menambah pengetahuan bagi

masyarakat tentang pentingnya mencegah perdarahan berulang

pada epistaksis.

Page 23: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

7

1.4.2 Institusi Pendidikan

1) Dapat dijadikan kepustakaan mengenai pengalaman perawat pada

pertolongan pertama penatalaksanaan epistaksis menggunakan

tamponade epinephrine.

2) Tersedianya informasi bagi pengajar tentang pengalaman perawat

pada pertolongan pertama penatalaksanaan epistaksis menggunakan

tamponade epinephrine agar dapat dijadikan bahan untuk

pembelajaran kegawatdaruratan.

1.4.3 Peneliti lain

Peneliti lain dapat mengembangkan penelitan ini di lain tempat

1.4.4 Peneliti

Bertambahnya informasi dan pengalaman bagi peneliti di bidang

kedaruratan

1.5. Keaslian Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada penatalaksanaan epistaksis berulang

dengan menggunakan tamponade epinephrine.

Page 24: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

8

Tabel 1.1KeaslianPenelitian

Resume Penelitian Sejenis yang Pernah dilakukan

Nama

Peneliti

Judul

Penelitian

Metode Hasil

Penelitian

Penelitian

Sekarang

Budiman J Bestari,

Yolazenia

( 2012 )

Pengukuran Sumbatan

Hidung pada

Deviasi Septum

Nasi

Deskriptif korelasi

dengan

pendekatan

cross

sectional

study.

Gejala sumbatan

hidung pada

deviasi septum

dapat

dievaluasi

dengan

pemeriksaan

tambahan

meliputi

pemeriksaan

dengan spatula

lidah, nasal

inspiratory

flow metry,

nasal

expiratory flow

metry,

rinomanometri

, dan rinometri

akustik.

-

Nuri Handayani

( 2014 )

Pengalaman Perawat Pada

Pertolongan

Pertama

Penatalaksanaan

Epistaksis

Menggunakan

Tamponade

Epinephrine

Kualitatif dengan

pendekatan

fenomenologi

- Pengalaman Perawat

Pada

Pertolongan

Pertama

Penatalaksa

naan

Epistaksis

Menggunak

an

Tamponade

Epinephrine

Page 25: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN PENGALAMAN

Pengalaman kata dasarnya ”alami” yang artinya mengalami,

melakoni, menempuh, menemui, mengarungi, menghadapi, menyeberangi,

menanggung, mendapat, menyelami, mengenyam, menikmati, dan

merasakan (Endarmoko, 2006).

2.2. PENGERTIAN PERAWAT

Undang-undang Kesehatan No 23, Tahun 1992 menyebutkan

bahwa perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan

kewenangan dalam melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu

yang dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan.

2.3. KONSEP EPISTAKSIS

2.3.1. Pengertian

Epistaksis atau perdarahan hidung adalah jenis perdarahan

spontan patologis yang sering. Biasanya terjadi sebagai erosi spontan

salah satu pembuluh superfisial mukosa dekat dengan tepi septum

hidung ( Callaham 1997 )

9

Page 26: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

10

2.3.2. Etiologi

Epitaksis atau perdarahan hidung dapat terjadi akibat sebab

lokal dan umum atau (kelainan sistemik ).

Etiologi lokal epistaksis dapat berupa:

a. Idiopatik ( 85 % kasus ), biasanya merupakan epistaksis

ringan dan berulang pada anak dan remaja.

b. Trauma epistaksis dapat terjadi setelah membuang ingus

dengan kuat, mengorek hidung, fraktur hidung atau trauma

maksilofacial

c. Iritasi , epistaksis dapat timbul akibat iritasi gas yang

merangsang, zat kimia udara panas pada mukosa hidung.

d. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksis

ringan unilateral disertai ingus yang berbau busuk.

Etiologi sistemik epistaksis antara lain:

a. Penyakit kardiovaskuler, misalnya hipertensi dan kelainan

pembuluh darah, seperti ateroklerosis, sirosis hepatis, sifilis

dan nefritis kronis.

b. Kelainan darah, misalnya leukemia, trombositopenia, dan

hemofilia.

c. Infeksi, biasanya infeksi akut pada demam berdarah,

influenza, mobili, demam tifoid.

Page 27: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

11

d. Kelainan endokrin, misalnya kehamilan menarche dan

menopause.

( Soepardi et al. 2000 )

2.3.3. Manifestasi Klinik Epistaksis

1) Darah yang berwarna merah cerah yang keluar dari lubang

hidung, berasal dari hidung anterior

2) Darah yang berwarna merah gelap atau cerah dari bagian

belakang tenggorokan, berasal dari hidung posterior (umumnya

disalah artikan sebagai hemoptisis karena adanya ekspektorasi)

3) Pusing, dan sedikit sulit bernapas

4) Perembesan dibelakang septum nasal, ditelinga tengah dan di

sudut mata

5) Hemoragi parah (berlangsung lebih dari 10 menit setelah

ditekan) : hipotensi, denyut nadi cepat, dispnea, dan pucat, darah

yang hilang bisa mencapai 1 L/jam pada orang dewasa.

2.3.4. Anatomi Hidung

Hidung terbagi 3 bagian, yaitu bagian luar, septum, dan bagian

dalam. Hidung luar berbentuk piramid, terdiri dari pangkal hidung

(bridge), batang hidung (dorsum nasi), kolumela, dan lubang hidung

(nares anterior). Septum terdiri dari tulang dan tulang rawan. Tulang

terdiri dari krista nasalis os maxilla, krista nasalin os palatum,

vomer, dan lamina prependikularis os etmoid. Bagian tulang rawan

terdiri dari tulang rawan septum dan kolumela. Sedangkan hidung

Page 28: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

12

bagian dalam terdiri dari konka, meatus, dan vestibulum. Konka

dibagi menjadi 4 bagian, yaitu konka suprema, superior, media, dan

inferior. Meatus terbagi menjadi 3, yaitu meatus superior, media,

dan inferior.

Gambar 1. Pembuluh darah di daerah septum nasi.

Page 29: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

13

Gambar 2. Pembuluh darah di dinding lateral hidung.

( Schlosser dalam Budiman 2011 )

2.3.5. Perdarahan Hidung

Perdarahan pada hidung terdiri dari perdarahan bagian atas,

bawah, dan depan. Bagian depan dipendarahi oleh arteri etmoidalis

anterior dan arteri etmoidalis posterior. Arteri tersebut merupakan

cabang dari arteri oftalmika yang berasal dari arteri carotis interna.

Bagian bawah hidung dipendarahi oleh arteri palatina mayor dan

arteri sfenopalatina, merupakan cabang dari arteri maksilaris

interna. Bagian depan dipendarahi oleh cabang-cabang dari arteri

fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari

cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoidalis anterior, arteri

Page 30: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

14

labialis superior, dan arteri palatine mayor, yang disebut sebagai

pleksus Kiesselbach (Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya

superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi

sumber epistaksis. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama

dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena-vena di hidung

tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi

mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.

2.3.6. Persarafan Hidung

Persarafan hidung bagian depan dan atas oleh persarafan

sensoris dari nervus etmoidalis anterior, cabang dari nervus

nasosiliaris yang berasal dari nervus oftalmikus (n. V1). Bagian

hidung lain dipersarafi juga secara sensoris oleh nervus maksilaris

melalui ganglion palatina.

Ganglion sfenofalatina, slain memberikan persarafan

sensoris, juga membaerikan persarafan vasomotor atau otonam

untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut saraf

sensoris dari nervus maksila (N. V-2), serabut parasimpatis dari

nervus petrosus superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis dari

nervus petrosus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di

belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.

Page 31: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

15

Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. saraf ini

turun melalui lamina kribrsa dari permukaan bawah bulbus

olfaltorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu

pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.

( Schlosser dalam Budiman 2011 )

2.3.7. Patofisiologi

Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis

interna dan arteri karotis eksterna. Arteri karotis eksterna

menyuplai darah ke hidung melalui percabangannya arteri fasialis

dan arteri maksilaris. Arteri labialis superior merupakan salah satu

cabang terminal dari arteri fasialis. Arteri ini memberikan

vaskularisasi ke nasal arterior dan septum anterior sampai ke

percabangan septum. Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa

pterigomaksilaris dan memberikan enam percabangan : arteri

alveolaris posterior superior, arteri palatina desenden, arteri

infraorbitalis, arteri sfenopalatina, pterygoid canal dan arteri

pharyngeal. Arteri palatina desenden turun melalui kanalis palatinus

mayor dan menyuplai dinding nasal lateral, kemudian kembali ke

dalam hidung melalui percabangan di foramen incisivus untuk

menyuplai darah ke septum anterior. Arteri karotis interna

memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke dalam

tulang orbita melalui fisura orbitalis superior dan memberikan

beberapa percabangan. Arteri etmoidalis anterior meninggalkan

Page 32: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

16

orbita melalui foramen etmoidalis anterior. Arteri etmoidalis

posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke foramen etmoidalis

posterior, pada lokasi 2-9 mm anterior dari kanalis optikus. Kedua

arteri ini menyilang os ethmoid dan memasuki fossa kranial anterior,

lalu turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis, masuk ke

percabangan lateral dan untuk menyuplai darah ke dinding nasal

lateral dan septum. Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan “little

area” berada diseptum kartilagenous anterior dan merupakan lokasi

yang paling sering terjadi epistaksis anterior. Sebagian besar arteri

yang memperdarahi septum beranastomosis di area ini. Sebagian

besar epistaksis (95%) terjadi di “little area”. Bagian septum nasi

anterior inferior merupakan area yang berhubungan langsung

dengan udara, hal ini menyebabkan mudah terbentuknya krusta,

fisura dan retak karena trauma pada pembuluh darah tersebut.

Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti

menggosok-gosok hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat

menyebabkan terjadinya trauma ringan pada pembuluh darah

sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada

membran mukosa yang sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi

akibat dari infeksi saluran pernafasan atas, alergi atau sinusitis.

Page 33: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

17

2.3.8. Penatalaksanaan

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu

menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah

berulangnya epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki dulu keadaan

umum pasien.

a. Menghentikan perdarahan

Sumber perdarahan dicari dengan bantuan pengisap untuk

membersihkan hidung dan alat bekuan darah kemudian tampon

kapas yang telah dibasahi adrenalin 1/10.000 dan lidocain atau

pantocain 2% dimasukkan kedalam rongga hidung. Tampon

dibiarkan selama 3-5 menit. Dengan cara ini dapatlah ditentukan

apakah sumber perdarahan letaknya dibagian anterior atau di

bagian posterior( Soepardi 2002 ).

a). Perdarahan anterior

Tindakan sederhana untuk mengatasi perdarahan anterior

adalah dengan memasukkan tampon yang telah dibasahi

dengan adrenalin, kalau perlu dengan obat anestesi lokal

kedalam rongga hidung kemudian menekan ala nasi kearah

septum selama 3-5 menit. Setelah tampon dikeluarkan tepat

asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti 20 –

30 % atau dengan asam triklosetat 10 %. Dapat juga dipakai

elektrokauter untuk kaustik itu.

Page 34: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

18

b). Perdarahan posterior

Untuk menanggulangi perdarahan posterior dilakukan

pemasangan tampon posterior, yang disebut tampon Bellocq.

Tampon ini harus tepat menutup koana. Pada tampon Bellocq

terdapat 3 buah benang, yaitu 2 buah pada satu sisi dan

sebuah benang di sisi lainnya. (Irma & Ayu Intan 2013)

b. Mencegah komplikasi

Komplikasi dapat terjadi akibat langsung dari epistaksis sendiri

sebagai akibat dari usaha penanggulangan epistaksis. Sebagai

akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia.

Pemasangan tampon dapat menyebabkan sinusitis, otitis media

dan bahkan septikemia. (Soepardi 2002)

2.3.9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan :

1). pemeriksaan darah tepi lengkap

2). fungsi hemostasis

3). uji faal hati dan faal ginjal.

4). Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.

5). CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya

rinosinusitis, benda asing dan neoplasma.

Page 35: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

19

Jika diperlukan pemeriksaan radiologi hidung, sinus paranasal dan

nasofaring dapat dilakukan setelah keadaan akut dapat

diatasi. (Soepardi et al.2000 )

2.4. TAMPONADE ANTERIOR

2.4.1. Indikasi Tampon Anterior

Jika sumber perdarahan anterior tidak dapat diidentifikasi atau jika

perdarahan menetap meskipun sudah di kauterisasi, pasang tampon

anterior

a. Tampon hidung Merocel dapat digunakan. Lumasi ujung tampon

dengan lidokain atau antibiotik topikal dan masukkan alat

sepanjang dasar rongga hidung. Perluasan dan tampon peradahan

akan terjadi dengan dimasukkannya 10-20 mL salin.

b. Kasa xerofom selebar ½ inci ( diperlukan strip 72 inci ) juga

dapat digunakan, menggunakan forsceps, jepit kasa sepanjang 4

atau 5 inci dan masukkan ke dalam rongga hidung sejauh

mungkin, kemudian pegang kassa lain 4-5 inci dan buat lapisan

di puncak. (Shah 2013)

Page 36: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

20

2.5. KONSEP EPINEPRHINE

2.5.1. Pengertian

Epinephrine adalah obat yang digunakan untuk penyuntikan

pembuluh darah dalam pengobatan hipersensitivitas akut. Aksi

epinephrine menyerupai pengaruh stimulasi syaraf adrenergic.

2.5.2. Indikasi:

Digunakan untuk mengobati anaphylaxis dan sepsis.

2.5.3. Dosis:

1. 1-10 mcg/menit infus intra vena

2. Tetapkan kadarnya untuk mengoptimalkan respon.

2.5.4. Efek Samping:

1. Efek Central Venous (palpitasi, tachycardia, kedinginan,

hipertensi, hipotensi); Efek Central Nervus System ( kecemasan,

kelelahan, gemetar, lemah, kepeningan, pusing ); Efek lainnya

(berkeringat, hipersalivasi)

2. Overdosis atau pada subjek yang rentan: Cardiac arrhythmias,

peningkatan BP (blood pressure) yang tajam.

Page 37: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

21

2.5.5. Instruksi Khusus:

1. Hipovolemia, metabolic acidosis dan hipoxia atau hipercapnia

harus ditangani terlebih dahulu sebelum pemberian dilakukan.

2. Hindari pada pasien dengan pheochromocytoma.

3. Gunakan dengan hati-hati pada pasien yang menderita

arrhythmias atau tachycardia, Printzmetal's angina, gangguan

thromboembolic, pasien dengan riwayat occlusive vascular

disease, hipertensi, pada pasien yang lebih tua dan pasien

pengidap DM ( Diabetes Mellitus ) (Neal 2006).

Page 38: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Fokus Penelitian

Pengalaman perawat

Pertolongan pertama

pada penatalaksanaan

epistaksis

menggunakan

tamponade epinephrine

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan fenomenologis. Saryono & Anggraeni (2010) penelitian kualitatif

efektif digunakan untuk memperoleh informasi yang spesifik mengenali nilai,

opini, perilaku dan konteks sosial menurut keterangan populasi. Sedangkan

pendekatan fenomenologis merupakan pendekatan yang berusaha untuk

memahami makna dari berbagai peristiwa dan interaksi manusia didalam

situasinya yang khusus (Sutopo 2006). Fenomenologi adalah menggambarkan

riwayat hidup seseorang dengan cara menguraikan arti dan makna hidup serta

pengalaman suatu peristiwa yang dialaminya. Penelitian ini dilakukan dalam

situasi penelitian yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai

atau memahami fenomena yang diteliti. Dengan demikian cara fenomenologis

menekankan pada berbagai aspek subyektif dari perilaku manusia supaya

22

Page 39: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

23

dapat memahami tentang bagaimana dan apa makna yang mereka bentuk dari

berbagai peristiwa di dalam kehidupan informan sehari – harinya (Sutopo

2006).

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengeksplorasi

pertolongan pertama dalam penatalaksanaan epistaksis dengan mengunakan

tamponade epinephrine di ruang ICU RS Panti Waluyo Surakarta sesuai

dengan pengalaman perawat. Pendekatan ini juga memberikan kesempatan

kepada perawat ICU untuk mengungkapkan pengalaman mereka dalam

pertolongan pertama pada epistaksis.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dan waktu penelitian sangat berpengaruh terhadap hasil yang

diperoleh dalam penelitian. Pemilihan tempat penelitian harus disesuaikan

dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, sehingga tempat

ditentukan benar-benar menggambarkan kondisi informan yang

sesungguhnya. Tempat penelitian adalah tempat interaksi informan dengan

lingkungannya yang akan membangun pengalaman hidupnya (Saryono &

Anggraeni 2010).

1.5.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Ruang ICU RS Panti Waluyo Surakarta

terhadap perawat dan telah memenuhi kriteria penelitian yang telah

ditetapkan oleh peneliti. Alasan dilakukan penelitian ini dikarenakan

belum pernah dilakukan penelitian serupa mengenai pengalaman

Page 40: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

24

perawat dalam pertolongan pertama penatalaksanaan epistaksis

menggunakan tamponade epinephrine. Perawat yang pernah

melakukan tamponade adalah perawat dengan masa jabatan 2 tahun

atau lebih sesuai hasil studi pendahuluan, sehingga hal ini sangat

membantu peneliti untuk mendapatkan informan yang sesuai.

1.5.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam rentang waktu 1 bulan, dimulai pada

bulan Februari – bulan Maret 2014.

3.4 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah setiap subyek (misalnya manusia,

pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam 2011).

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subyek penelitian melalui purposive sampling. Purposive sampling

adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili sampel

yang ada (Nursalam 2011). Saryono & Anggraeni (2010) konsep sampel

dalam penelitian kualitatif berkaitan dengan bagaimana memilih informan

atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi yang adekuat dan

terpercaya mengenai elemen-elemen yang ada yang akan diteliti. Penelitian

fenomenologi sampel yang diambil adalah sampel yang pernah mengalami

substansi yang akan diteliti, yang artinya sampel tersebut pernah mengalami

sesuatu hal yang akan diteliti oleh peneliti. Penelitian kualitatif sampel

diartikan sebagai partisipan / informan.

Page 41: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

25

Partisipan dalam penelitian ini adalah perawat yang pernah melakukan

tamponade epinephrine dalam penatalaksanaan epistaksis. Pengambilan dan

rekrutmen partisipan dilakukan dengan cara purposive sampling, yang mana

penelitian mendasarkan pada landasan kaitan teori yang digunakan,

keingintahuan pribadi, dan karakteristik empiris yang dihadapi.

Kecenderungan peneliti untuk memilih informasinya berdasarkan posisi

dengan akses terentu yang dianggap memiliki informasi yang berkaitan

dengan permasalahannya secara mendalam dan dapat dipercaya menjadi

sumber data yang akurat (Sutopo 2006). Fokus penelitian ini adalah perawat

ICU dengan masa jabatan 2 tahun atau dan pernah melakukan tamponade

epinephrine. Partisipan yang terpilih untuk mengikuti penelitian adalah

individu yang memiliki kriteria sebagai berikut :

1) Perawat di Ruang ICU RS Panti Waluyo Surakarta.

2) Pernah melakukan tindakan tamponade epinephrine dalam

penatalaksanaan epistaksis.

3) Masa jabatan 2 tahun atau lebih

Penentuan partisipan penelitian berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama

karena penelitian ini berbentuk penggambaran terhadap pengalaman, sampel

penelitian yang tidak terlalu besar akan sangat mendukung kedalaman hasil

penelitian; kedua sampel penelitian dipilih secara purposive sampling sesuai

dengan tujuan penelitian dan berdasarkan parameter penarikan partisipan yang

terdiri dari latar, perilaku, peristiwa dan proses; ketiga penentuan jumlah

Page 42: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

26

partisipan dianggap telah memadai pada saat informasi yang didapat telah

mencapai saturasi ( Saryono & Anggraeni 2010 ).

Perekrutan partisipan dimulai dengan mengidentifikasi nama – nama

partisipan yang didapatkan dengan wawancara langsung. Pendapat Saryono &

Anggraeni (2010) bahwa fokus penelitian kualitatif adalah pada kedalaman

dan proses sehingga pada penelitian ini hanya melibatkan jumlah partisipan

yang sedikit ( sebanyak 5 – 8 orang ). Jumlah sampel yang relatif kecil pada

umumnya digunakan pada suatu penelitian kualitatif untuk mengeksplor atau

menggali pengalaman yang diungkapkan sesuai perasaan subyek. Pertemuan

dengan setiap partisipan dilakukan secara bertahap. Jumlah partisipan dalam

penelitian ini adalah 3 orang, karena 3 dari 12 perawat ICU yang memenuhi

sesuai dengan kriteria yang telah dibuat dan jawaban dari ketiga partisipan

tersebut sudah mencapai saturasi.

3.5. Pengumpulan Data

Saryono & Anggraeni (2010) dalam proses pengumpulan data penelitian

kualitatif, manusia berfungsi sebagai instrumen utama penelitian. Meskipun

demikian, pada pelaksanaannya peneliti dibantu oleh pedoman

pengumpulan data.

Page 43: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

27

3.5.1 Cara pengumpulan data

Dalam penelitian kualitatif terdapat banyak cara yang dipakai untuk

mengumpulkan data, cara pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah sesuai dengan pedoman menurut Saryono & Anggraeni (2010) :

1) Wawancara

Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap

informasi terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh

sebelumnya. Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian

ini adalah wawancara mendalam (In-depth interview). Wawancara

mendalam (In-depth interview) adalah proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil

bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang

yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman dan

informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.

2) Dokumen

Sejumlah besar data tersimpan dalam bahan yang berbentuk

dokumentasi. Penelitian ini mengambil sumber data dari dokumen

SOP ICU yang bertujuan untuk mengetahui standar

penatalaksanaan epistaksis.

3). Observasi

Sutopo (2006) observasi dibagi menjadi dua yaitu observasi

tak berperan dan observasi berperan. Observasi berperan meliputi

Page 44: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

28

observasi berperan pasif, observasi berperan aktif, dan observasi

berperan penuh (Sutopo 2006).

Pada penelitian ini pengolahan data termasuk kedalam

observasi berperan penuh. Jenis observasi ini diartikan bahwa

peneliti memang memiliki peran dalam lokasi studinya, sehingga

benar-benar terlibat dalam suatu kegiatan yang ditelitinya (Sutopo

2006).

Observasi dilakukan untuk mengetahui dan mendapatkan

data mengenai hal – hal yang dapat dinilai secara obyektif dari

perawat, namun observasi bisa dilakukan ketika perawat menemui

kasus epistaksis.

3.5.2 Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data penelitian terdiri dari :

1) Alat tulis.

2) Lembar catatan lapangan yang meliputi: nama, umur, alamat dan

lama bekerja.

3) Lembar transkrip wawanca dan pertanyaan.

4) Tape recorder atau rekam suara

Page 45: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

29

3.5.3 Tahap Pengumpulan Data

1) Tahap Orientasi

Pengumpulan data biodata segera dilakukan setelah peneliti

memperoleh izin dari Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.

Setelah menentukan partisipan yang sesuai dengan kriteria

penelitian dan mendiskusikannya dengan kepala ruang ICU

Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Kemudian peneliti bertemu

langsung dengan partisipan sesuai dengan jadwal wawancara yang

telah disepakati atau menghubungi lewat telepon untuk

menjelaskan tujuan penelitian, manfaat penelitian, prosedur

penelitian, hak – hak partisipan serta peran partisipan dalam

penelitian. Setelah membina hubungan saling percaya, kemudian

peneliti menanyakan kesediaan partisipan untuk menjadi

partisipan dalam penelitian ini. Jika partisipan bersedia menjadi

partisipan dalam penelitian ini, selanjutnya peneliti membuat

perjanjian tempat dan waktu dilakukannya wawancara. Partisipan

/ informan menandatangani lembar persetujuan (informed consent)

sebagai tanda bahwa partisipan bersedia menjadi informan dalam

penelitian ini.

Page 46: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

30

2) Tahap Pelaksanaan

Setelah peneliti membuat perjanjian dengan partisipan dan

partisipan bersedia untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini,

tindakan selanjutnya adalah wawancara mendalam dengan salah

satu partisipan dan melakukan ujicoba penelitian pada partisipan

tersebut. Ujicoba dilakukan setelah peneliti menghubungi

partisipan dan melakukan kontrak waktu serta tempat. Peneliti

memberikan pertanyaan kepada responden sesuai dengan

pedoman wawancara yang telah dibuat pada saat persiapan,

pertanyaan dapat berkembang sesuai dengan jawaban partisipan.

Setelah wawancara selesai, peneliti segera melakukan transkripsi

hasil wawancara dan melakukan konsultasi dengan pembimbing

tentang pertanyaan yang mungkin perlu untuk dikembangkan dan

ditambahkan. Ujicoba pedoman wawancara juga melatih

kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara mendalam

untuk menggali pengalaman dalam penatalaksanaan epistaksis.

Pedoman wawancara dibuat berdasarkan The World Helath

Organization Quality of Life (WHOQOL) Bref (2004) yang telah

diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia, dengan berbagai

macam pengembangan sesuai dengan keadaan partisipan.

Page 47: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

31

Peneliti mulai melakukan pengambilan data kepada

partisipan setelah selesai melakukan modifikasi pedoman

wawancara hasil ujicoba dan melakukan konsultasi kepada dosen

pembimbing. Peneliti menemui partisipan yang datang sesuai

dengan jadwal dinas atau menghubungi partisipan melalui telepon

dan memberikan penjelasan mengenai penelitian selanjutnya.

Peneliti menggunakan alat bantu perekaman wawancara. Setelah

itu peneliti mulai melakukan pengumpulan data pada kunjungan

yang pertama. Peneliti memulai proses pengambilan data dengan

pertanyaan terbuka dan bersifat umum tentang kabar dan aktivitas

sehari – hari agar partisipan merasa diperhatikan dan akrab

dengan peneliti. Wawancara dilakukan dengan pedoman

wawancara namun tidak bersifat kaku karena pertanyaan dapat

berkembang sesuai dengan proses yang belangsung selama

wawancara, dengan tanpa meninggalkan landasan teori yang telah

ditetapkan dalam penelitian. Hal ini bertujuan untuk

memungkinkan peneliti mendapatkan respon yang luas dari

partisipan. Informasi yang disampaikan partisipan terbebas dari

pengaruh orang lain, karena informasi tersebut diperoleh langsung

dari sumbernya. Jumlah pertemuan antar peneliti dengan

partisipan bervariasi antara dua hingga tiga kali pertemuan.

Peneliti selalu menggali pertanyaan partisipan sehingga jika pada

saat pertemuan pertama belum tercapai semua tujuan penelitian

Page 48: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

32

maka peneliti dan partisipan membuat kesepakatan waktu dan

tempat untuk pertemuan yang selanjutnya.

Wawancara kedua dilakukan setelah semua data dari hasil

wawancara pertama telah dibuat dalam suatu transkrip data dan

peneliti telah mengidentifikasi berbagai kemungkinan tema

sementara dari berbagai pengalaman yang dideskripsikan para

partisipan. Selama wawancara ini, partisipan diminta untuk

mengkonfirmasi tema-tema yang sementara dihasilkan

berhubungan dengan pengalaman mereka berdasarkan intepretasi

data yang telah dibuat oleh peneliti. Pada kesempatan ini peneliti

dapat membuat perbaikan atau koreksi jika terdapat berbagai

kesenjangan dari data yang diperoleh pada wawancara pertama.

Pada wawancara kedua ini juga penting dilakukan untuk

memberikan kesempatan kepada para partisipan melakukan

verifikasi / konfirmasi, memperluas dan menambah deskripsi

mereka dari pengalaman – pengalaman mereka untuk lebih

menambah keakuratan dari penelitian ini.

3.5.4. Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode fenomenologi

deskriptif dengan metode Colaizzi (Polit & Back 2006), adapun langkah –

langkah analisa data adalah sebagai berikut :

Page 49: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

33

3.6.1. Peneliti menggambarkan fenomena dari pengalaman perawat sebagai

partisipan yang diteliti yaitu mengenai pertolongan pertama

penatalaksanaan epistaksis menggunakan tamponade epinephrine.

3.6.2. Peneliti mengumpulkan gambaran fenomena yang pernah terjadi pada

partisipan berupa pengalaman perawat dalam penatalaksanaan

epistaksis.

3.6.3. Peneliti membaca semua protokol atau transkrip untuk mendapatkan

perasaan yang sesuai dari partisipan. Kemudian mengidentifikasi

pernyataan partisipan yang relevan. Serta membaca transkrip secara

berulang – ulang hingga ditemukan kata kunci dari pernyataan –

pernyataan.

3.6.4. Kemudian peneliti mencari makna dan dirumuskan ke dalam tema.

1) Merujuk kelompok tema kedalam transkrip dan protokol asli

untuk memvalidasi

2) Memperhatikan perbedaan antara satu kelompok dengan

kelompok yang lain dan menghindari perbedaan diantara

kelompok tema tersebut.

3.6.5. Peneliti mengintepretasikan hasil kedalam deskripsi lengkap dari

fenomena yang diteliti.

3.6.6. Merumuskan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai

pernyataan tegas dan diidentifikasi kembali.

Page 50: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

34

3.6.7. Kembali kepada partisipan untuk langkah validasi akhir / verifikasi

tema-tema dan peneliti tidak mendapatkan data tambahan baru

selama verifikasi.

3.7. Validitas dan Reliabilitas

Triangulasi merupakan cara yang paling umum digunakan untuk

peningkatan validitas data dalam penelitian kualitatif (Sutopo 2006).

Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi Focus Group Discusion jika

memungkinkan semua dari partisipan dapat dikumpulkan dalam satu

waktu, mengingat jadwal dinas masing-masing partisipan berbeda. Jika

FGD tidak dapat dilakukan maka penelitian ini menggunakan triangulasi

1. Triangulasi Sumber

Teknik ini mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan

data, peneliti wajib menggunakan beragam sumber data yang berbeda-

beda yang tersedia. Data yang sama atau sejenis akan lebih mantap

kebenaranya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda,

sehingga apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji

kebenaranya bilamana dibandingkan dengan data sejenis yang

diperoleh dari sumber lain yang berbeda, baik kelompok sumber

sejenis atau sumber yang berbeda jenisnya.

Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber pada

pembahasan penyebab epistaksis yang diungkapakan oleh partisipan 1

yaitu gangguan polip. Peneliti mengembalikan kembali kepada

Page 51: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

35

partisipan pada pernyataan yang diungkapkan oleh partisipan 1 bahwa

penyebab epistaksis yaitu gangguan polip.

2. Triangulasi Metode

Teknik triangulasi ini bisa dilakukan oleh seorang peneliti

dengan cara mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan

teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Disini yang

ditekankan adalah penggunaan metode pengumpulan data yang

berbeda dan bahkan lebih jelas untuk diusahakan mengarah pada

sumber data yang sama untuk menguji kemantapan informasinya.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan

fenomenologi, berdasarkan fenomena yang ada di ruang ICU Rumah

Sakit Panti Waluyo Surakarta mengenai penatalaksanaan epistaksis

menggunakan tamponade epinephrine dan menggunakan teknik in-

depth interview sehingga peneliti dapat menggali lebih dalam

informasi yang ingin diketahui serta mengembangkan pertanyaan

sesuai dengan situasi dan kondisi ketiga partisipan.

3. Triangulasi Peneliti

Triangulasi peneliti adalah hasil penelitian baik data ataupun

simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji

validitasnya dari beberapa peneliti yang lain. Dari pandangan dan tafsir

yang dilakukan oleh beberapa peneliti terhadap semua informasi yang

berhasil digali dan dikumpulkan yang berupa catatan dan bahkan

sampai dengan simpulan-simpulan sementara, diharapkan bisa terjadi

Page 52: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

36

pertemuan pendapat yang pada akhirnya bisa lebih memantapkan hasil

akhir penelitian.

Penelitian ini merekomendasikan pada penelitian yang sudah

ada yang didapat dari beberapa jurnal, salah satunya jurnal Bestari J

Budiman, 2011 yang meneliti adakah hubungan epistaksis dengan

hipertensi. Hasil wawancara pada tema penyebab epistaksis adanya

faktor dari dalam yang sesuai pernyataan partisipan 1 bahwa penyebab

epistaksis dari dalam atau faktor dari dalam dapat berupa hipertensi.

4. Triangulasi Teori

Triangulasi jenis ini dilakukan oleh peneliti dengan

menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas

permasalahan yang dikaji. Pada triangulasi ini peneliti wajib

memahami teori-teori yang digunakan dan keterkaitannya dengan

permasalahan yang diteliti sehingga mampu menghasilkan simpulan

yang lebih mantap, bisa dipertanggungjawabkan dan benar-benar

memiliki makna yang mendalam serta bersifat multiperspektif. Peneliti

juga dapat menggunakan satu teori khusus yang digunakan sebagai

fokus utama dari kajiannya secara lebih mendalam daripada teori yang

lain yang juga digunakan (Sutopo 2006)

Tinjauan pustaka pada penelitian ini adalah dari berbagai

sumber buku mengenai epistaksis dari Soepardi, Efiaty et al. 2002 dan

penatalaksanaan kegawatdaruratan dari Callaham, Michael L et al.

Page 53: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

37

1997 yang membahas mengenai teori sebagai landasan peneliti yang

sudah dijelaskan di BAB II pada penelitian ini.

3.8. Etika Penelitian

Etika penelitian adalah suatu sistem nilai normal yang harus

dipatuhi oleh peneliti saat melakukan aktivitas penelitian yang melibatkan

responden, meliputi kebebasan dari adanya ancaman, kebebasan dari

adanya eksploitasi keuntungan dari penelitian tersebut, dan resiko yang

didapatkan (Polit & Hungler 2005).

Etika pada penelitian ini antara lain :

1. Meminta izin kepada Direktur Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta

sekaligus memberikan pejelasan tentang maksud dan tujuan

penelitian.

2. Menempatkan ketiga partisipan bukan sebagai objek melainkan orang

yang sama derajatnya dengan peneliti.

3. Menghargai, menghormati dan patuh terhadap semua peraturan,

norma dan nilai dari partisipan.

4. Memegang segala rahasia yang berkaitan dengan informasi yang

diberikan.

5. Informasi tentang ketiga partisipan tidak dipublikasikan bila ketiga

partisipan tidak menghendaki, termasuk nama ketiga partisipan tidak

akan dicantumkan dalam laporan penelitian.

Page 54: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

38

Peneliti meyakini bahwa partisipan harus dilindungi dengan

memperhatikan aspek – aspek : self determination, privacy, anonymity,

informed consent, dan protections for discomfort (Polit & Hungler 2005) :

1. Self determination

Partisipan diberikan kebebasan untuk menentukan apakah

bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian secara

sukarela. Peneliti memberikan kebebasan kepada partisipan untuk ikut

berpartisipasi. Peneliti memberikan penjelasan kepada ketiga

partisipan mengenai tujuan dan manfaat penelitian yang dilakukan.

Peneliti juga menjelaskan bahwa ketiga partisipan yang mengikuti

penelitian tidak dipungut biaya apapun, seluruh biasaya sudah

ditanggung peneliti.

2. Informed consent

Peneliti menegaskan kembali mengenai maksud dan tujuan,

setelah ketiga partisipan mengerti, peneliti memberikan lembar

Informed consent kepada ketiga partisipan.

3. Privacy

Selama dan sesudah penelitian, privacy responden dijaga secara

benar, ketiga partisipan diberlakukan sama, peneliti akan menjaga

kerahasiaan partisipan dari informasi yang diberikan dan hanya

digunakan untuk kegiatan penelitian serta tidak akan dipublikasikan

tanpa izin dari partisipan.

Page 55: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

39

4. Anonymity

Nama partisipan selama penelitian tidak digunakan melainkan

diganti dengan nomor dan inisial penelitian. Nomor dan inisial dari

partisipan ini digunakan dengan tujuan untuk menjaga kerahasiaan

partisipan dan mencegah kekeliruan peneliti dalam memasukkan data.

Penelitian ini menggunakan mana inisial dalam menjaga kerahasiaan

ketiga partisipan yaitu Tn. J, Ny. D dan Ny. Y.

5. Protections for discomfort

Selama pengambilan data penelitian, peneliti memberi

kenyamanan pada ketiga partisipan dengan mengambil tempat

wawancara sesuai dengan keinginan partisipan. Sehingga partisipan

dapat leluasa tanpa ada pengaruh lingkungan untuk mengungkapkan

masalah yang alami.

Penelitian ini menggunakan teknik in-depth interview dan pada

pelaksanaannya peneliti menjalin hubungan saling percaya kepada

ketiga partisipan dan menggunakan komunikasi terapeutik yang

diterapkan dalam suasana yang santai atau rileks . Peneliti melakukan

wawancara kepada ketiga partisipan di ruang perawat secara face to

face dengan jarak pandang antara peneliti dengan partisipan kurang

lebih 1 meter, dengan posisi duduk dan berhadapan. Pada saat

wawancara berlangsung terkadang partisipan meminta ijin untuk

menangani pasien yang darurat dan partisipan berkenan apabila

wawancara dilanjutkan setelah selesai menangani pasien.

Page 56: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan menguraikan tentang hasil penelitian tentang pengalaman

perawat mengenai pertolongan pertama penatalaksanaan epistaksis menggunakan

tamponade epinephrine dalam memberikan asuhan keperawatan di ruang ICU

Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta kemudian akan dibahas berdasarkan

literatur. Hasil penelitian diuraikan menjadi dua bagian, bagian yang pertama

menjelaskan karakteristik partisipan yang terlibat dalam penelitian secara singkat,

bagian yang kedua menguraikan hasil tematik tentang pengalaman partisipan.

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta berdiri pada tanggal 1 September

1937 dengan nama Balai Pengobatan Panti Waloejo, atas prakarsa dari para bidan

dan juru rawat ( Vroedvrouwen, Verpleegsteres & Verpleegers Kristen, yang

disingkat PVK) RS. Zending (Sekarang RSUD. Dr. Moewardi Surakarta) dan atas

bantuan Mr. Soemardi dan Mr. Moch. Daljono. Pada tanggal 1 Januari 1955

menjadi Perhimpunan Pengobatan Kristen Panti Waluyo, dan menggabungkan

diri dengan JRSK Djateng sebagai RB. Panti Waluyo, dengan kapasitas 25 tempat

tidur. Sejak tahun 1980, RB. Panti Waluyo telah menjadi rumah sakit unit kerja

YAKKUM dalam jajaran YAKKUM Cabang Surakarta dengan kapasitas 100

tempat tidur.

40

Page 57: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

41

Pada tahun 1998, sesuai dengan peraturan pemerintah RS Panti Waluyo

Surakarta telah terakreditasi sebagai rumah sakit tipe C dengan kapasitas lebih

dari 160 tempat tidur, hingga sekarang telah mencapai lebih dari 200 tempat tidur

dan mempunyai kurang lebih 30 tenaga dokter umum, 41 tenaga dokter spesialis,

10 tenaga dokter gigi, 200 perawat, 50 tenaga paramedis non perawat dan 119

tenaga non medis. Dengan motto cepat tepat memuaskan dan slogan SEGA

(Sentuhan Kekeluargaan) sehingga Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta

mempunyai visi menjadi rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan prima

dan profesional berdasarkan kasih, sedangkan misinya adalah menyelenggarakan

pelayanan kesehatan yang holistik secara terpadu, berkualitas dan professional.

Ruang Intensif Care Unit (ICU) yang ada di Rumah Sakit Panti Waluyo

Surakarta dibangun pada tahun 1995. Kapasitas tempat tidur di ruang ICU Rumah

Sakit Panti Waluyo Surakarta pasien adalah 8 tempat tidur dan 1 kamar isolasi.

Jumlah perawat yaitu sebanyak 10 orang perawat yang berlatar belakang

pendidikan meliputi DIII keperawatan, Perawat yang bekerja di ruang ICU

Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yaitu

pendidikan minimal DIII dan mempunyai sertifikat pelatihan ICU. Kriteria pasien

yang masuk ke ruang ICU adalah kelompok pasien yang kritis yang memerlukan

terapi intensif dan tertitrasi, seperti:, dukungan, bantuan ventilasi, alat penunjang

fungsi organ sistem yang lain, infus obat-obat vasoaktif/ inotropik, obat anti

aritmia, serta pengobatan lain-lainnya secara kontinyu dan tertitrasi.

Page 58: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

42

Kriteria pasien isolasi adalah kriteria pasien yang memerlukan pelayanan

pemantauan canggih di ruang lCU, sebab sangat berisiko bila tidak mendapatkan

terapi intensif segera misalnya pasien dengan luka bakar. Pasien tersebut

memerlukan perawatan yang lebih intensif karena beresiko untuk terkena infeksi

dari luar, untuk paisen yang berada di kriteria ini di tempatkan di ruangan khusus

dimana hanya di tempati oleh satu pasien saja.

4.2 Karakteristik Partisipan

4.2.1 Partisipan 1

Tn.J berjenis kelamin laki-laki dan berumur 42 tahun, pendidikan terakhir

Tn.J yaitu D III Keperawatan. Pengalaman pekerjaan Tn.J selama kurang lebih

sudah hampir 20 tahun bekerja di ruang ICU, dan Tn.J sudah menjadi Pegawai

Tetap. Sebelum Tn.J diruang ICU Tn. J pertama kali di Rumah Sakit Panti

Waluyo Surakarta di IGD selama 2 tahunan. Tn. J adalah seorang kepala ruang

ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.Tn. J bekerja di Rumah Sakit Panti

Waluyo Surakarta sejak tahun 1993 dan bekerja di ruang ICU sejak tahun 1995

nan. Tn. J sudah pernah menangani kasus epistaksis. Tn. J mengikuti pelatihan –

pelatihan ICU sudah beberapa kali.

4.2.2 Partisipan 2

Ny. D berjenis kelamin perempuan dan berumur 37 tahun, pendidikan

terakhir Ny. D yaitu D III Keperawatan. Ny. D adalah seorang perawat di ruang

ICU. Ny. D mempunyai pengalaman kerja selama 11 tahun baik di ruang ICU.

Page 59: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

43

Ny. D mengikuti pelatihan ICU kurang lebih 3 kali pelatihan. Ny. D sudah

pernah menangani beberapa kasus epistaksis.

4.2.3 Partisipan 3

Ny.Y berjenis kelamin perempuan dan berumur 33 tahun, pendidikan

terakhir D III Keperawatan , pernah mengikuti pelatihan ICU dan Ny.Y bekerja

selama kurang lebih 3 tahun di ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.

Sebelum Ny.Y bekerja sebagai perawat di ruang ICU Ia bekerja sebagai perawat

di IGD Panti Waluyo dan sebelum bekerja di Rumah Sakit Panti Waluyo

Surakarta beliau bekerja di salah satu Rumah Sakit sekitar solo juga. Setelah itu

Ny. Y bekerja di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta selama kurang

lebih 3 tahun ini. Ny. Y menangani kasus epistaksis sudah sekitar 5 kali.

4.3 Hasil Penelitian

4.3.1 Pengalaman Perawat

Beberapa tema dalam pengalaman perawat didapatkan sub tema : 1) Lama

bekerja > 2 tahun 2) Perasaan selama dinas di ruang ICU 3) Pengalaman di ruang

ICU

a. Lama Bekerja > 2 tahun

Dalam kategori lama bekerja perawat ini dapat ditemukan dalam ungkapan

partisipan sebagai berikut :

“......hampir 20 tahunan,,”

“...... sejak tahun 1995-an “(P01)

Page 60: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

44

”......pokoknya dari tahun 2003 ....” (P02)

“.....tiga tahun,mbak...” (P03)

Hasil wawancara peneliti dengan partisipan, semua partisipan mengetahui

bahwa lama bekerja partisipan di ruang ICU lebih dari 2 tahun. Namun demikian

pada pengakuan partisipan yang lama bekerjanya sampai puluhan tahun. Hal ini

memungkinkan pengalaman perawat lebih banyak dan kasus- kasus yang ditemui

lebih variatif.

b. Perasaan selama dinas di ruang ICU

Tema ini dapat ditemukan dalam pernyataan ketiga partisipan tentang

perasaan selama dinas di ruang ICU adalah : 1) Ada suka ada sedih 2)

Menegangkan 3) Menyenangkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan

berikut ini :

“ Ya..kalau ditanya masalah perasaan saat dinas ya macem –

macem, mbak..ada sukanya ada sedihnya......”( P01 )

”kalau perasaannya ya selalu menenggangkan yo mbak...” (P02)

”....ya ..cukup menyenangkan,,......” ( P03 )

Pengalaman merupakan kejadian yang pernah dialami seseorang. Ketiga

partisipan mengungkapkan perasaan selama dinas di ruang ICU Rumah Sakit

Panti Waluyo Surakarta, mereka juga mengungkapkan perasaan senang ada pula

yang membuat perasaan susah,,tiap partisipan mempunyai cara sendiri dalam

mengungkapkan perasaan tersebut. Partisipan 1 mengungkapkan perasaan

senangnya karena dapat menolong pasien dan pasien bisa sembuh, sedangkan

sedihnya apabila pasien ditak dapat tertolong. Partisipan 2 mengungkapkan

Page 61: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

45

selama dinas di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta perasaannya

selalu menegangkan, karena kasus yang ditemui selama ini adalah kasus gawat

darurat atau emergency. Partisipan 3 mengungkapkan cukup menyenangkan

karena sudah terbiasa dengan kasus yang ada di ruang ICU Rumah Sakit Panti

Waluyo Surakarta jadi tidak ada hambatan.

c. Pengalaman mengesankan di ruang ICU

Sub tema dalam pengalaman perawat didapatkan : 1) Pasien sembuh 2)

Kasus yang ditemukan menarik 3 ) Peka terhadap pasien 4 ) Pasien meninggal.

Sub tema ini dapat ditemukan dalam ungkapan ketiga partisipan yang telah

menceritakan pengalaman selama dinas di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo

Surakarta sangat beragam dari lama bekerja, pengalaman yang paling

mengesankan dan kasus – kasus yang sudah ditangani oleh setiap partisipan . Hal

ini ungkapan partisipan sebagai berikut :

”ya,,,semuanya sih mengesankan, ....”

“......kasus yang kami tangani menarik semua,,...” (P01)

”...kalau yang menyenangkan ya,,pasien bisa pulang dengan

sembuh,,..”

“.... yang menyedihkan i,,yoo,,nek nggak bisa

menolong atau pasiennya meninggal,, ..”( P02 )

“ya,,,,untuk pengalamannya kita lebih peka saja dengan pasien

“...,,tanggap gitu aja....” ( P03 )

Beberapa pernyataan tentang pengalaman mengesankan selama dinas di ruang

ICU, dapat diketahui bahwa pengalaman perawat selama dinas di ruang ICU

beragam dengan beberapa analisa. Contoh kasus mengesankan yang diungkapkan

oleh ketiga partisipan, berikut ungkapannya:

Page 62: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

46

“....satu minggu yang lalu ada pasien dengan luka bakar sampai 85

%,,,,itu kami tangani dan kami rawat menggunakan mebo itu lho

mbak,,sudah ada perubahannya,,dan ada juga kemarin yang trauma di

wajahh, , pasien mimisan terus menerus,,ya tindakan kami dengan tampon

epinephrine itu, mbak...” ( P01 )

“...kalau yang menyenangkan ya,,pasien bisa pulang dengan

sembuh,,dengan kondisi yang lebih baik daripada waktu dikirim

kesini,,teruuuss yang menyedihkan i,,yoo,,nek nggak bisa menolong atau

pasiennya meninggal,,karena kebanyakan pasien meninggal disini itu

karena,,dirujuk kesininya wes jelek.”(P02)

“...kalau pasien yang datang ke kita itu sudah jelek.,seperti satu bulan

yang lalu kami terima pasien bayi dari bidan,,usianya empat bulan

dengan dehidrasi berat,,sesampainya di sini nggak ada 10 menit sudah

meninggal,,,,saat di rujuk kesini orang kondisi sudah jelek ya,,mau di

kasih tindakan apapun tidak bisa tertolong,,ya,,kita itu mbak,,tinggal

motivasi ke pasien,,ke keluarganya,,

“....kondisi di rujuknya kesini sudah jelek duluan,itu sih mbak yang,,yang

ap ya,,,menjadikan beban moral,,”( P03 )

Pada partisipan 1 dan 3 mengungkapkan secara jelas gambaran kasus yang

pernah ditangani, yaitu pada pasien dengan luka bakar 85% yang diberikan terapi

mebo dan pasien tersebut juga mengalami trauma di wajah dan mengalami

epistaksis. Untuk terapi epistaksisnya menggunakan tamponade epinephrine,

seperti yang diungkapakan partisipan 1. Sedangkan partisipan 2 menggambarkan

dengan pasien bayi usia empat bulan, pasien tersebut rujukan dari salah satu

rumah sakit dan datang ke ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta sudah dalam

keadaan jelek. Kemudian pada partisipan 2, hanya mengungkapkan secara umum

dari pasien yang sudah ditangani.

4.3.2 Pengertian Epistaksis

Page 63: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

47

Dari kategori pengertian epistaksis ini didapatkan sub tema : 1) Mimisan

di hidung 2) Pecahnya pembuluh darah di hidung

a. Mimisan

Dari partisipan 1 mengungkapkan bahwa epistaksis disebut juga dengan mimisan,

berikut ungkapannya :

“...epistaksis itu sendiri kan biasanya ada yang disebut juga

..mmm...mimisen itu ya,,”(P01 )

b. Pecahnya pembuluh darah di hidung

Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa pengertian dari epistaksis itu sendiri

adalah pecahnya pembuluh darah di hidung, berikut ungkapannya :

“..mimisen itu sendiri kan pecahnya pembuluh darah pada hidung”(P01)

“...epistaksis itu kan pecahnya pembuluh darah ya mbak..” ( P02 )

“.Epistaksis itu kan pecahnya pmbuluh darah di hidung ya”( P03 )

4.3.3 Penyebab Epistaksis

Epistaksis adalah kondisi klinis dengan berbagai variasi penyebabnya. Pada tema

penyebab epistaksis, didapatkan sub tema : 1) Hipertensi 2) Gangguan polip 3)

Trauma anterior maupun posterior 4) Trauma wajah

a. Faktor penyebab epistaksis adalah hipertensi, berikut ungkapannya:

“...mimisen ada penyebabnya itu mbak,,,kalau yang dari dalam itu

kan ada hipertensi,.”( P01 )

Partisipan 1 mengungkapkan bahwa penyebab epistaksis dari dalam bisa berupa

hipertensi. Ada hubungan epistaksis dengan hipertensi, hal ini terdapat di dalam

Page 64: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

48

jurnal dari Bestari 2011, hipertensi merupakan faktor sistemik dari epistaksis.

Teori dari Herkner, dkk ada dua hipotesis yang menerangkan kenapa epistaksis

dapat terjadi pada pasien dengan hipertensi, yang pertama pasien dengan

hipertensi yang lama memiliki kerusakan pembuluh darah yang kronis. Hal ini

berisiko terjadi epistaksis terutama pada kenaikan tekanan darah yang abnormal.

Yang kedua, pasien epistaksis dengan hipertensi cenderung mengalami

perdarahan berulang pada bagian hidung yang kaya dengan persarafan autonom

yaitu bagian pertengahan posterior dan bagian diantara konka media dan konka

inferior.

Teori Knopfholz, dkk mengatakan hipertensi tidak berhubungan dengan

beratnya epistaksis yang terjadi. Tetapi hipertensi terbukti dapat membuat

kerusakan yang berat pada pembuluh darah di hidung (terjadi proses degenerasi

perubahan jaringan fibrous di tunika media) yang dalam jangka waktu yang lama

merupakan faktor risiko terjadinya epistaksis. Sedangkan Herkner dkk (2002)

bahwa angka kejadian epistaksis pasca operasi mengalami peningkatan pada

pasien dengan riwayat hipertensi yang lama. Tidak ditemukan hubungan dengan

beratnya derajat hipertensi.

b. Penyebab epistaksis yaitu gangguan Polip, berikut ungkapannya :

“....gangguan polip...” ( P01 )

Partisipan 1 mengungkapkan penyebab dari epistaksis sesuai kasus yang

partisipan selama ini temui di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta

adalah gangguan polip, yang mana gangguan polip tersebut biasanya diatasi

dengan operasi ringan.

Page 65: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

49

c. Penyebab epistaksis yaitu trauma anterior maupun posterior, berikut

ungkapannya:

“..tapi kalau yang dari luar,,kan ada trauma ya mbak,,dan trauma

itu sendiri kan dibagi menjadi dua,,dibagian anterior dan posterior. Lha

selama ini kita memberikan tamponade yang berani

itu dibagian anterior, bagian depan..”( P01 )

Partisipan 1 mengungkapkan bahwa faktor penyebab dari luar epistaksis adalah

trauma di bagian anterior dan di bagian posterior. Partisipan 1 mengungkapkan

selama dinas di ruang ICU, kasus yang biasanya terjadi adalah epistaksis di

bagian anterior bagian depan. Penyebab epistaksis di bagian posterior biasanya

harus segera dikonsulkan ke dokter THT, karena letak anatominya di bagian

belakang hidung. Jurnal Bestari, Yolazenia 2012 dijelaskan bahwa pada umumnya

terdapat dua sumber perdarahan dari hidung yaitu dari bagian anterior dan bagian

posterior.

d. Trauma wajah

Ketiga partisipan mengungkapkan penyebab dari epistaksis karena adanya

trauma di wajah,berikut ungkapannya:

“..karena adanya trauma wajah,,( P02 )

“..yang biasa kami temui selama ini adanya trauma di wajah..” (P03 )

Partisipan 1, 2 dan 3 mengungkapkan penyebab dari epistaksis yang

selama dinas di ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta sering ditemui adalah

adanya trauma di wajah. Trauma di wajah dapat menyebabkan epistaksis berulang

dan harus segera diatasi perdarahan pada hidung agar tidak terjadi komplikasi.

Jurnal Bestari, Al hafiz 2011 dipaparkan bahwa penyebab epistaksis selain trauma

Page 66: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

50

diwajah adalah faktor lokal yang meliputi: Trauma nasal; obat semprot hidung

(nasal spray), penggunaan obat semprot hidung secara terus menerus, terutama

golongan kortikosteroid, dapat menyebabkan epistaksis intermitten.

Jadi penyebab dari epistaksis berdasarkan dari pernyataan yang

diungkapkan oleh ketiga partisipan ada dua yaitu faktor dari dalam dan faktor dari

luar. Faktor dari dalam misalnya, hipertensi, gangguan polip. Sedangakan faktor

dari luar karena adanya trauma wajah, dan juga trauma dibagian anterior dan

posterior. Pada umumnya kasus epistaksis yang ditemukan di ruang ICU

penyebabnya karena adanya trauma di bagian anterior, hidung bagian depan.

4.3.4 Penatalaksanaan Epistaksis

Dari beberapa tema didapatkan sub tema : 1) Pernah menangani kasus

epistaksis 2) Pertolongan pertama pada epistaksis 3 ) alat dan bahan 4) obat yang

biasa digunakan

a. Pernah menangani epistaksis

Dari sub tema tersebut ketiga partisipan pernah menangani kasus epistaksis. Hal

ini ditemukan dalam ungkapan Partisipan sebagai berikut :

”ya,,pernah to mbakk,,akan tetapi untuk berapa kalinya,,waduhh,,,sudah

tak terhitung mbak – mbak,,heeeeheee” (P01)

”Walah.,,walahh...piro ya mbak,,udah tak terhitung mbak,,mung q ning

kene wis 11 tahunan to mau..”(P02)

”iya,,mbak saya pernah,,.”, “selama ini mbak,,kurang lebih ya sekitar 5

kali nan lah,,.” ( P03 )

Partisipan 1 dan 2 mengungkapkan pernah menangani kasus epistaksis

sudah tidak terhitung lagi, dikarenakan juga lama bekerja yang sudah 11 tahunan.

Page 67: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

51

Sedangkan partisipan 3 mengungkapkan pernah menangani kasus epistaksis

kurang lebih 5 kali.

b. Pertolongan Pertama

Sub tema pertolongan pertama adalah : 1) Tampon kassa 2) Tampon epinephrine

Ketiga partisipan juga mengungkapkan bahwa tindakan yang dilakukan hanya

bersifat sementara dan hanya pertolongan pertamanya saja. Hal ini dapat

ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut :

“...ada yang Cuma pakai tampon kassa steril,,” ( P01 )

“....kita kasih tampon epinephrine...”( P01 )

” ...biasanya dengan tampon..,,tampon menggunakan epinerine...” (P02 )

“...kalau kita disini biasanya pake epinephine,, selama ini dengan tampon

mbak,,tampon epinephrine.... ” ( P03 )

Pada partisipan 1 mengungkapkan pertolongn pertama pada kasus epistaksis

memakai kassa steril, apabila masih rembes atau perdarahannya belum berhenti

segera di tampon dengan menggunakan epinephrine. Partisipan 2 dan 3

mengungkapkan bahwa pertolongan pertama pada epistaksis dengan tampon

epinephrine.

c. Alat dan bahan

Perawat juga harus memperhatian alat dan bahan apa saja yang digunakan dalam

penatalaksanaan epistaksis: 1) Satu ampul epinephrine 2) Handscoon 3) Masker

4) Aquabides 5) Kassa steril 6) Kom kecil 7) Pinset 8) Spuit, hal ini sesuai dengan

pernyataan partisipan sebagai berikut :

Page 68: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

52

1) Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa epinephrine merupakan bahan

yang digunakan dalam pelaksanaan tamponade epinephrine. Satu ampul

epinephrine sama dengan 5 mg, berikut ungkapan ketiga partisipan:

”,,1 ampul epinephrine..”( P01 )

“...,,epineprine satu ampul,..”( P02 )

“....epineprin satu ampul,..”( P03 )

2) Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa handscoon merupakan alat

pelindung diri yang digunakan untuk mencegah infeksi nosokomial, berikut

ungkapannya:

“...handscoon,,” ( P01 )

“...handscoon,,” ( P02 )

“...handscoon,,” ( P03)

3) Ketiga partisipan mengungkapkan alat pelindung diri selain handscoon

yaitu masker, berikut ungkapannya:

“..masker...” ( P01 )

“..masker...” ( P02 )

“..masker...” ( P03)

4) Partisipan 1 dan 3 mengungkapkan bahwa bahan untuk mengoplos

epinephrine adalah aquabides, berikut ungkapannya:

Page 69: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

53

“...aquabides,,” ( P01 )

“..aquabides, ( P03 )

5) Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa kassa yang steril juga digunakan

sebagai bahan untuk menampon epistaksis, berikut ungkapannya:

“....kasaa ..steril...” ( P01 )

“...kassa sterill..” (P02 )

”..,,kasaa,.. tadi kassanya kassa streril ya,,..” ( P03 )

6) Partisipan 1 dan 2 mengungkapkan bahwa untuk mengoplos epinephrine

dan aquabides menggunakan kom kecil, berikut ungkapannya:

“...kom kecil,,...” ( P01 )

“...paling cuman kom..”( P02 )

7) Ketiga partisipan menggungkapkan bahwa menggunakan pinset untuk

memasukkan kassa yang sudah diperas ke hidung dengan perlahan, berikut

ungkapannya:

“...pinset,,..” ( P01 )

“..pinset....umtuk memasukkan kassanya..”( P02 )

“..pinset..” ( P03 )

8) Partisipan 3 mengungkapkan bahwa spuit juga digunakan untuk mengukur

aquabides yang dioplos dengan epinephrine, berikut ungkapannya:

“...spuit..” ( P03 )

Page 70: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

54

d. Obat yang digunakan

Dalam penatalaksanaan epistaksis selain obat yang untuk menampon yaitu

epinephrine, ada obat yang biasa digunakan untuk mencegah perdarahan yaitu : 1)

vitamin K 2) Kalnex. Hal ini sesuai ungkapan Partisipan sebagai berikut :

1) Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa vitamin K bisa mencegah

perdarahan, berikut ungkapannya:

”obat selain tampon epinephrine ini , ya.. vit. K ..”( P01 )

“...vit.K udah itu saja sih biasanya,,” ( P02 )

“mmm,,obat yang lainnya sihh,,biasanya ,,vit.K..” ( P03 )

2) Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa selain vitamin K juga ada kalnex

untuk mencegah perdarahan, berikut ungkapannya:

“...dan kalnex” ( P01 )

”...obatnya selain epinephrune mbak?obatnya ya,,,itu,kalnex ..”( P02 )

“...dan kalnex ya mbak,, ” ( P03 )

4.3.5 Fungsi Tamponade Epinephrine

Tema tamponade epinephrine didapatkan sub tema sebagai berikut : 1) Fungsi

epinephrine 2) Keefektifan 3) Cara tamponade 4) Keuntungan . Hal tersebut juga

diungkapkan oleh partisipan berikut:

a. Fungsi epinephrine

Sub tema fungsi epinephrine dalam setiap obat yang akan perawat berikan kepada

pasien,harus mengerti juga cara kerja obat tersebut dan fungsinya sehingga dapat

Page 71: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

55

sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada kasus epistaksis, epinephrine digunakan

sebagai : 1) Pacu jantung 2) Vasokontriksi pembuluh darah. Hal tersebut juga

diungkapkan oleh partisipan berikut:

1) Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa epinephrine pada kardiovaskuler

biasanya untuk obat pacu jantung, berikut ungkapannya:

“..epinephrine itu kan obat pacu jantung,,mbak,,”( P01 )

”kalau,,cara kerja nya ya itu,,mmmm,,,,untuk pacu jantung,,.” ( P02 )

”Wah,untuk cara kerja dan fungsinya sih,,kalau di jantung ya,,untuk pacu

jantung mbak,..”( P03 )

2) Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa epinephrine pada epistaksis sebagai

vasokontriksi pembuluh darah, berikut ungkapannya:

“ ...sebagai vasokontriksi,,pada pembuluh darah,,” (P01 )

”jika pada epistaksis itu,,,,sebagai vasokotriksi,,..” ( P02 )

” .......pada hidung ini untuk menghentikan perdarahan sementara,,”

”........fungsinya untuk menyempitkan pembuluh darah,,sebagai

vasokontiksi,,di hidung,,.. ,,.” ( P03 )

Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa epinephrine selain untuk obat

kardiovaskular sebagi obat pacu jantung juga untuk menghambat perdarahan yang

juga berfungsi untuk vasokontriksi pembuluh darah pada kasus epistaksis.

b. Keefektifan

Didalam penggunaan obat kita juga perlu mensurvey ulang dan melakukan

observasi ulang setiap kita memberikan obat baik sebelum maupun sesudah

Page 72: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

56

memberikan. Dan penggunaan tamponade epinephrine pada pasien epistaksis

sangat efektif. Hal ini diungkapkan oleh partisipan sebagai berikut:

”ya sangat efektiff,,mbak,,dalam artian ( efektif pada saat pertolongan

pertamanya saja )..” ( P01 )

”ya,,,mmm,,efektif mbak,,selama ini itu kita gunakan kok,.” ( P02 )

“Kalau....mmm,,efektif nggaknya,,jelas efektif,,karena kenyataaan

dilapangan memang bisa menghentikan perdarahan ya mbak,, ,,.” ( P03 )

Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa pertolongn pertama menggunakan

tamponade epinephrine sangat efektif pada pasien dengan epistaksis.

c. Cara tamponade

Cara untuk menampon menggunakan epinephrine pada pasien dengan epistaksis

ada beberapa pendapat menurut pengalaman ketiga partisipan, akan tetapi pada

dasarnya sama,yaitu : 1) Posisi setengah duduk 2) Menengadah 3) Kassa yang

dibasahi dengan epinephrine 4) Kemudian di masukkan ke dalam hidung. Hal ini

diungkapkan partisipan sebagi berikut :

1) Posisi setengah duduk

Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa cara menampon yang pertama adalah

memposisikan pasien setengah duduk, berikut ungkapannya:

“ untuk posisi kepalanya ,,posisi kepala ,,,mm...itu yg bnr harusnya

setengah duduk,,sebenarnya kalau pada pasien yang sadar duduk”( P01 )

“...atau setengah duduk..” ( P02 )

“..yang paling penting kita posisikan si pasien itu ndangak mbak...”( P03 )

2) Menengadah

Page 73: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

57

Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa selain memposisikan pasien dengan

setengah duduk adalah posisi kepala menengadah, berikut ungkapannya:

“...sambil kepala menengadah atau agak ndangak gitu,,”( P01 )

“...kemudian kita posisikan pasien dengan kepala menengadah ..”( P02 )

“...dengan kepala kita sangga di bagian janggut e....”( P03 )

3) Kassa yang dibasahi dengan epinephrine

Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa sebelum memasukkan kassa ke dalam

hidung, kassa dibasahi dengan epinephrine yang sudah dioplos dengan aquabides,

berikut ungkapannya:

“.....kemudian kasa kita rendam ..”( P01 )

“....peras kasaa,,yang sudah terendam dikom ( P02 )

“....kemudian kita rendam kassa sterilnya di kom,,kita rendam dengan

epineprinenya dan dicampur atau dioplos dengan aquabides,,( P03 )

4) Kemudian di masukkan ke dalam hidung

Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa setelah kassa di peras, kemudian

dimasukkan ke dalam hidung dengan perlahan. Berikut ungkapannya:

“....langsung kita masukkan ke hidung pelan – pelan..dengan pinsett....”

( P01 )

“....kemudian masukkan ke hidung dengan pelan menggunakan

pinsett,....”( P02 )

“.....kita peras to mbak,,kita masukkan pelan – pelan ke hidung,,anterior

ya,,dengan pinset kita masukkannya mbak,,tapi memang harus hati hati

sekali karena di situ banyak serabut pembuluh darah yang kecil –

kecil,.....”( P03 )

Page 74: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

58

Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa cara tamponade menggunakan

epinephrine adalah menyiapkan alat dan bahan, kemudian memakai alat

pelindung diri. Kassa steril di rendam kedalam kom yang sudah berisi epinephrine

satu ampul dan aquabides 10 cc, kemudian di peras sampai setengah basah. Kassa

yang sudah diperas kemudian di masukkan ke dalam hidung menggunakan pinset

dan harus dengan pelan – pelan.

d. Keuntungan

Dalam melakukan tindakan tamponade epinephrine ada beberapa keuntungannya

yaitu: 1) Harga ekonomis 2) Tersedia di ruang ICU. Hal tersebut diungkapkan

partisipan sebagai berikut :

1) Harga ekonomis

Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa harga epinephrine yang relatif murah

menjadi keuntungan dalam tindakan tamponade epinephrine, berikut

ungkapannya:

“...harga yang dibebankan ke administrasi pasien juga ekonomis,.”( P01 )

“....selain harga murah terjangkau,,..” ( P02 )

“....,,harga ekonomis,,..” ( P03 )

2) Tersedia di ruang ICU

Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa epinephrine tersedia disetiap ruang

ICU, berikut ungkapannya:

”.....epinephrine mudah dicarinya,,kalau di ICU, ( P01 )

”......ya setiap ruang ICU pasti ada epineprine,,jadi mudah kita

dapatkan,,...” ( P02 )

”.....ya,,seperti yang saya bilang tadi mbak pasti ada di rung ICU seluruh

rumah sakit,,...”( P03 )

Page 75: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

59

4.4 Pembahasan

4.4.1 Pengalaman Perawat

Dari hasil wawancara, partisipan mengungkapkan pengalamannya masing

– masing secara terperinci, meskipun waktunya terbatas karena harus melayani

pasien yang ada di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Pada saat

partisipan mngungkapkan pengalamannya sesuai kasus yang partisipan temui,

dengan riwayat pasien yang berbeda pada partisipan 1 dan 3. Sedangkan

partisipan 2 lebih mengungkapkan pengalamannya secara gambaran umumnya

saja.

Pengalaman yang di dapat patisipan berdasarkan lama bekerja, perasaan

saat di dinas diruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta dan pengalaman

yang mengesankan. Di tinjau dari lama bekerja partisipan tidak menjadi

perbedaan yang signifikan. Karena partisipan 3 dengan lama bekerja di ruang ICU

Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta tiga tahun, partisipan juga mengungkapkan

kasus pasien yang pernah ditangani. Ketiga parisipan juga mengungkapkan hal

yang sama mengenai perasaan saaat dinas di ruang ICU Rumah Sakit Panti

Waluyo Surakarta yaitu ada suka dan dukanya.

Ungkapan ketiga partisipan mengenai pengalaman juga sama dengan teori

yaitu, Pengalaman kata dasarnya ”alami” yang artinya mengalami, melakoni,

menempuh, menemui, mengarungi, menghadapi, menyeberangi, menanggung,

mendapat, menyelami, mengenyam, menikmati, dan merasakan ( Endarmoko,

2006 ). Bahwa ketiga partisipan juga mengalami, merasakan dan mendapat suatu

Page 76: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

60

pengalaman dari fenomena yang ada di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo

Surakarta.

Ketiga partisipan dan juga perawat di ICU Rumah Sakit Panti Waluyo

Surakarta pernah mengikuti pelatihan – pelatihan ICU, akan tetapi tiap partisipan

berbeda untuk frekuensi mengikuti pelatihannya. Perawat yang ada merupakan

tenaga kesehatan yang mampu dalam melayani dan merawat klien serta

melakukan tindakan sesuai ilmu yang sudak diperoleh di pendidikan yang

ditempuh. Hal ini juga tertera di Undang-undang Kesehatan No 23, Tahun 1992

menyebutkan bahwa perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan

kewenangan dalam melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang

dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan.

4.4.2 Pengertian Epistaksis

Hasil wawancara dengan ketiga partisipan, mengungkapkan bahwa

epistaksis juga disebut dengan mimisan dan epistaksis merupakan pecahnya

pembuluh darah di hidung. Pernyataan partisipan ini juga ada di dalam teori,

bahwa epistaksis atau perdarahan hidung adalah jenis perdarahan spontan

patologis yang sering. Biasanya terjadi sebagai erosi spontan salah satu pembuluh

superfisial mukosa dekat dengan tepi septum hidung. ( Callaham, 1997 )

4.4.3 Penyebab Epistaksis

Page 77: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

61

Hasil wawancara ketiga partisipan mengatakan bahwa penyebab dari

epistaksis adanya trauma di wajah, dan satu partisipan juga ada yang

mengungkapkan bahwa trauma diwajah adalah penyebab dari luar sedangkan

penyebab dari dalam adalah hipertensi,gangguan polip dan trauma anterior

maupun posterior. Sumber lain menyebutkan dua faktor faktor penyebab lokal

maupun umum atau kelainan sistemik pada epistaksis. Penyebab lokal epistaksis

dapat berupa: Idiopatik ( 85 % kasus ), biasanya merupakan epistaksis ringan dan

berulang pada anak dan remaja, trauma epistaksis dapat terjadi setelah membuang

ingus dengan kuat, mengorek hidung, fraktur hidung atau trauma maksilofacial,

Iritasi , zat kimia udara panas pada mukosa hidung, benda asing dan rinolit, dapat

menyebabkan epistaksis ringan unilateral disertai ingus yang berbau busuk.

Sedangkan penyebab sitemik atau penyebab umum epistaksis berupa : Penyakit

kardiovaskuler, misalnya hipertensi. ( Soepardi et al. 2000 ).

Partisipan 1 mengungkapkan bahwa penyebab epistaksis dari dalam bisa

berupa hipertensi. Ada hubungan epistaksis dengan hipertensi, hal ini terdapat di

dalam jurnal dari Bestari 2011 , hipertensi merupakan faktor sistemik dari

epistaksis. Teori dari Herkner, dkk ada dua hipotesis yang menerangkan kenapa

epistaksis dapat terjadi pada pasien dengan hipertensi, yang pertama pasien

dengan hipertensi yang lama memiliki kerusakan pembuluh darah yang kronis.

Hal ini berisiko terjadi epistaksis terutama pada kenaikan tekanan darah yang

abnormal. Yang kedua, pasien epistaksis dengan hipertensi cenderung mengalami

perdarahan berulang pada bagian hidung yang kaya dengan persarafan autonom

Page 78: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

62

yaitu bagian pertengahan posterior dan bagian diantara konka media dan konka

inferior.

Teori Knopfholz, dkk mengatakan hipertensi tidak berhubungan dengan

beratnya epistaksis yang terjadi. Tetapi hipertensi terbukti dapat membuat

kerusakan yang berat pada pembuluh darah di hidung (terjadi proses degenerasi

perubahan jaringan fibrous di tunika media) yang dalam jangka waktu yang lama

merupakan faktor risiko terjadinya epistaksis. Sedangkan Herkner dkk (2002)

bahwa angka kejadian epistaksis pasca operasi mengalami peningkatan pada

pasien dengan riwayat hipertensi yang lama. Tidak ditemukan hubungan dengan

beratnya derajat hipertensi.

Partisipan 1 mengungkapkan penyebab dari epistaksis sesuai kasus yang

partisipan selama ini temui di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta

adalah gangguan polip, yang mana gangguan polip tersebut biasanya diatasi

dengan operasi ringan. Partisipan 2 juga mengungkapkan pasien post operasi

polip mengalami perdarahan di hidung secara berulang.

Partisipan 1 mengungkapkan bahwa faktor penyebab dari luar epistaksis

adalah trauma di bagian anterior dan di bagian posterior. Partisipan 1

mengungkapkan selama dinas di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta,

kasus yang biasanya terjadi adalah epistaksis di bagian anterior bagian depan.

Penyebab epistaksis di bagian posterior biasanya harus segera dikonsulkan ke

dokter THT, karena letak anatominya di bagian belakang hidung.

Jurnal Bestari, Yolazenia 2012 di jelaskan bahwa pada umumnya terdapat

dua sumber perdarahan dari hidung yaitu dari bagian anterior dan bagian

Page 79: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

63

posterior. Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus Kiesselbach (

yang paling banyak terjadi dan sering ditemukan pada anak-anak), atau dari arteri

etmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien

duduk, darah akan keluar melalui lubang hidung. Seringkali dapat berhenti

spontan dan mudah diatasi. Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari

arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering

terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi.

Partisipan 1, 2 dan 3 mengungkapkan penyebab dari epistaksis yang

selama dinas di ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta sering di temui adalah

adanya trauma di wajah. Trauma di wajah dapat menyebabkan epistaksis berulang

dan harus segera diatasi perdarahan pada hidung agar tidak terjadi komplikasi.

Jurnal Bestari, Al hafiz 2011 dipaparkan bahwa penyebab epistaksis salah satunya

adalah faktor lokal yang meliputi: Trauma nasal; obat semprot hidung (nasal

spray), penggunaan obat semprot hidung secara terus menerus, terutama golongan

kortikosteroid, dapat menyebabkan epistaksis intermitten. Terdapat kerusakan

epitel pada septum nasi. Epitel ini akan mudah berdarah jika krusta terlepas.

Pemakaian fluticasone semprot hidung selama 4-6 bulan, belum menimbulkan

efek samping pada mukosa; Kelainan anatomi: adanya spina, krista dan deviasi

septum; Tumor intranasal atau sinonasal. Sering ditandai dengan adanya riwayat

epistaksis yang berulang.

Jadi penyebab dari epistaksis berdasarkan dari pernyataan yang

diungkapkan oleh ketiga partisipan ada dua yaitu faktor dari dalam dan faktor dari

luar. Faktor dari dalam misalnya, hipertensi, gangguan polip. Sedangkan faktor

Page 80: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

64

dari luar karena adanya trauma wajah, dan juga trauma dibagian anterior dan

posterior. Pada umumnya kasus epistaksis yang ditemukan di ruang ICU Rumah

Sakit Panti Waluyo Surakarta penyebabnya karena adanya trauma di bagian

anterior, hidung bagian depan.

4.4.4 Penatalaksanaan Epistaksis

Hasil dari wawancara, ketiga partisipan pernah menangani kasus

epistaksis yang sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, dan satu partisipan baru

menangani kasus epistaksis sebanyak kurang lebih lima kali. Partisipan juga

mengungkapkan bahwa obat yang biasa digunakan saat menangani kasus

epistaksis selain menggunakan tampon epinephrine adalah dengan vitamin K dan

Kalnex karena pada prinsipnya juga sama – sama menghentikan perdarahan.

Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa pertolongan pertama pada

epistaksis adalah menggunakan tamponade epinephrine, yang mana alat dan

bahannya adalah sebagai berikut: satu ampul epinephrine, aquabides, kassa steril,

kom kecil, pinset untuk membantu memasukkan kassa yang sudah di masukkan

ke dalam kom yang berisi denagan aquabides dan epinephrine kemudian diperas

dan di masukkan ke hidung sebagai tampon. Hal ini sesuai dengan teori yang ada

bahwa ada tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu

menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya

epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki dulu keadaan umum pasien. ( Soepardi 2002)

Menghentikan perdarahan, sumber perdarahan dicari dengan bantuan

pengisap untuk membersihkan hidung dan alat bekuan darah kemudian tampon

kapas yang telah dibasahi adrenalin 1/10.000 dan lidocain atau pantocain 2%

Page 81: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

65

dimasukkan kedalam rongga hidung. Tampon dibiarkan selama 3-5 menit.

Dengan cara ini dapatlah ditentukan apakah sumber perdarahan letaknya dibagian

anterior atau di bagian posterior. ( Soepardi 2002 )

Tindakan sederhana untuk mengatasi perdarahan anterior adalah dengan

memasukkan tampon yang telah dibasahi dengan adrenalin, kalau perlu dengan

obat anestesi lokal kedalam rongga hidung kemudian menekan ala nasi kearah

septum selama 3-5 menit. Setelah tampon dikeluarkan tepat asal perdarahan

dikaustik dengan larutan Nitras Argenti 20 – 30 % atau dengan asam triklosetat

10 %. Dapat juga dipakai elektrokauter untuk kaustik itu. Dari teori yang ada

dijelaskan bahwa, perdarahan di posterior dilakukan pemasangan tampon

posterior, yang disebut tampon Bellocq. Tampon ini harus tepat menutup koana.

Pada tampon Bellocq terdapat 3 buah benang, yaitu 2 buah pada satu sisi dan

sebuah benang di sisi lainnya. (Irma & Ayu Intan 2013)

Perlu diketahui juga bahwa pemasangan tampon dapat menyebabkan

sinusitis, otitis media dan bahkan septikemia (Soepardi 2002). Apabila dengan

tampon epinephrine perdarahan masih sukar untuk di hentikan lakukan

pemeriksaan penunjang yaitu dengan pemeriksaan laboratorium misalnya :

pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi hemostasis, uji faal hati dan faal ginjal.,

pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring, CT scan dan MRI

dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan

neoplasma. (Soepardi et al.2000 )

Page 82: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

66

4.4.5 Fungsi Tamponade Epinephrine

Hasil dari wawancara, ketiga partisipan mengungkapkan bahwa

tamponade menggunakan epinephrine pada pasien epistaksis adalah sebagai

vasokontriksi, yaitu membantu menghentikan perdarahan yang terus menerus

ataupun menyempitkan pembuluh darah di hidung, Pertisipan juga

mengungkapkan bahwa tampon menggunakan epinephrine pada pasien dengan

epistaksis sangat efektif, selain harga yang ekonomis juga pasti tersedia di setiap

ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Teori yang sudah ada

mengungkapkan bahwa, epinephrine adalah obat yang digunakan untuk

penyuntikan pembuluh darah dalam pengobatan hipersensitivitas akut. Aksi

epinephrine menyerupai pengaruh stimulasi syaraf adrenergic. ( Neal 2006 )

Untuk cara menamponnya sendiri dengan memperhatikan posisi kepala

yaitu setengah duduk atau menengadah, kemudian satu ampul epinephrine

dimasukkan ke dalam kom kecil, kemudian di campur denagn aquabides dan

diperas lalu dimasukkan ke hidung menggunakan pinset. Perlu diketahui lagi

bahwa Alat pelindung diri sangat penting. Hal ini juga disebutkan dalam teori ,

Jika sumber perdarahan anterior tidak dapat diidentifikasi atau jika perdarahan

menetap meskipun sudah di kauterisasi, pasang tampon anterior. Tampon hidung

Merocel dapat digunakan.

Lumasi ujung tampon dengan lidokain atau antibiotik topikal dan

masukkan alat sepanjang dasar rongga hidung. Perluasan dan tampon peradahan

akan terjadi dengan dimasukkannya 10-20 mL salin. Kemudian kasa xerofom

selebar ½ inci ( diperlukan strip 72 inci ) juga dapat digunakan, menggunakan

Page 83: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

67

forsceps, jepit kasa sepanjang 4 atau 5 inci dan masukkan ke dalam rongga hidung

sejauh mungkin, kemudian pegang kassa lain 4-5 inci dan buat lapisan di puncak.

(Shah 2013)

Kesimpulan yang dapat penulis ambil dari hasil pembahasan ketiga

partisipan adalah pengalaman yang di dapat patisipan berdasarkan lama bekerja,

perasaan saat di dinas dirung ICU dan pengalaman yang mengesankan. Di tinjau

dari lama bekerja partisipan tidak menjadi perbedaan yang signifikan. Karena

partisipan 3 dengan lama bekerja di ruang ICU tiga tahun, partisipan juga

mengungkapkan kasus pasien yang pernah ditangani. Ketiga parisipan juga

mengungkapkan hal yang sama mengenai perasaan saaat dinas diruang ICU yaitu

ada suka dan dukanya.

Ketiga partisipan mengungkapkan mengenai pengalaman bahwa ketiga

partisipan juga mengalami, merasakan dan mendapat suatu pengalaman dari

fenomena yang ada di ruang ICU sesuai dengan teori Endarmoko 2006 .

Ketiga partisipan dan juga perawat di ruang ICU Rumah Sakit Panti

Waluyo Surakarta pernah mengikuti pelatihan – pelatihan ICU, akan tetapi tiap

partisipan berbeda untuk frekuensi mengikuti pelatihannya. Perawat yang ada

merupakan tenaga kesehatan yang mampu dalam melayani dan merawat klien

serta melakukan tindakan sesuai ilmu yang sudak diperoleh di pendidikan yang

ditempuh. Hal ini juga tertera di Undang-undang Kesehatan No 23, Tahun 1992

menyebutkan bahwa perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan

kewenangan dalam melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang

dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan.

Page 84: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

68

Hasil wawancara dengan ketiga partisipan, mengungkapkan bahwa

epistaksis juga disebut dengan mimisan dan epistaksis merupakan pecahnya

pembuluh darah di hidung. Hasil wawancara ketiga partisipan mengatakan bahwa

penyebab dari epistaksis adanya trauma di wajah, dan satu partisipan juga ada

yang mengungkapkan bahwa trauma diwajah adalah penyebab dari luar

sedangkan penyebab dari dalam adalah hipertensi,gangguan polip dan trauma

anterior maupun posterior.

Hasil dari wawancara, ketiga partisipan pernah menangani kasus epistaksis

yang sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, dan satu partisipan baru menangani

kasus epistaksis sebanyak kurang lebih lima kali. Partisipan juga mengungkapkan

bahwa obat yang biasa digunakan saat menangani kasus epistaksis selain

menggunakan tampon epinephrine adalah dengan vitamin K dan Kalnex karena

pada prinsipnya juga sama – sama menghentikan perdarahan.

Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa pertolongan pertama pada

epistaksis adalah menggunakan tamponade epinephrine, yang mana alat dan

bahannya adalah sebagai berikut: satu ampul epinephrine, aquabides, kassa steril,

kom kecil, pinset untuk membantu memasukkan kassa yang sudah di masukkan

ke dalam kom yang berisi denagan aquabides dan epinephrine kemudian diperas

dan di masukkan ke hidung sebagai tampon.

Hasil dari wawancara, ketiga partisipan mengungkapkan bahwa

tamponade menggunakan epinephrine pada pasien epistaksis adalah sebagai

vasokontriksi, yaitu membantu menghentikan perdarahan yang terus menerus

ataupun menyempitkan pembuluh darah di hidung, Pertisipan juga

Page 85: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

69

mengungkapkan bahwa tampon menggunakan epinephrine pada pasien dengan

epistaksis sangat efektif, selain harga yang ekonomis juga pasti tersedia di setiap

ruang ICU. Cara menamponnya sendiri dengan memperhatikan posisi kepala yaitu

setengah duduk atau menengadah, kemudian satu ampul epinephrine dimasukkan

ke dalam kom kecil, kemudian di campur dengan aquabides dan diperas lalu

dimasukkan ke hidung menggunakan pinset. Perlu diketahui lagi bahwa Alat

pelindung diri sangat penting.

Page 86: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pengalaman Perawat

Beberapa tema dalam pengalaman perawat didapatkan sub tema

yang pertama adalah lama bekerja perawat di ruang ICU lebih dari 2

tahun, yang kedua adalah perasaan selama dinas di ruang ICU. Ketiga

partisipan mengungkapkan bahwa perasaan selama dinas di ruang ICU ada

suka ada sedih, menegangkan dan menyenangkan. Ketiga adalah

pengalaman perawat di ruang ICU yang beragam yaitu apabila pasien

pulang dengan sembuh, partisipan juga mengungkapkan bahwa kasus yang

ditemukan menarik. Pengalaman perawat di ruang ICU yang lain adalah

peka terhadap pasien dan cepat tanggap dalam penanganannya, kemudian

pengalaman yang menyedihkan apabila pasien meninggal.

2. Pengertian epistaksis

Pengertian epistaksis adalah pecahnya pembuluh darah di hidung

serta disebut juga dengan mimisan.

70

Page 87: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

71

3. Penyebab epistaksis

Epistaksis adalah kondisi klinis dengan berbagai variasi

penyebabnya. Beberapa penyebab epistaksis adalah hipertensi, gangguan

polip, trauma anterior maupun posterior dan adanya trauma wajah.

4. Penatalaksanaan Epistaksis

Penatalaksanaan epistaksis berdasarkan dari pernah menangani

kasus epistaksis dan kira – kira sudah berapa kali menanganinya selama

dinas di ruang ICU, pertolongan pertama pada pada saat terjadi epistaksis

yaitu dengan tampon kassa dan tampon epinephrine yang mana tindakan

tampon tersebut bersifat sementara dan hanya pertolongan pertamanya

saja. Alat dan bahan yang digunakan dalam penatalaksanaan epistaksis

adalah satu ampul epinephrine, handscoon, masker, aquabides, kassa

steril, kom kecil, pinset dan spuit. Sedangkan obat obat yang biasa

digunakan selain tampon menggunakan epinephrine adalah vitamin K dan

kalnex.

5. Fungsi Tamponade Epinephrine

Fungsi tamponade epinephrine pada kasus epistaksis di

kardiovaskuler adalah sebagai obat pacu jantung, sedangkan fungsi

epinephrine pada kasus epistaksis sebagai vasokontriksi pembuluh darah

sehingga perdarahan di hidung dapat dihentikan. Keefektifan dari

tamponade menggunakan epinephrine adalah sangat efektif digunakan

pada saat pertolongan pertama penatalaksanaan epistaksis. Cara untuk

menampon menggunakan epinephrine pada pasien dengan epistaksis ada

Page 88: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

72

beberapa pendapat menurut pengalaman ketiga partisipan, akan tetapi

pada dasarnya sama, yang pertama dengan memposisikan pasien setengah

duduk dengan kepala menengadah kemudian kassa yang dibasahi dengan

epinephrine di masukkan ke dalam hidung. Keuntungan melakukan

tindakan tamponade epinephrine pada pasien dengan epistaksis adalah

harga satu ampul epinephrine yang ekonomis dan juga tersedia di ruang

ICU.

5.2 Saran

1. Bagi perawat Intensif Care Unit lebih peka atau cepat tanggap dalam

mengahadapi kasus – kasus yang terjadi di ruang Intensif Care Unit,

khusunya pada pertolongan pertama pada penatalaksanaan epistaksis.

2. Bagi instansi rumah sakit apabila menemui kasus epistaksis, pertolongan

pertamanya adalah dengan tamponade menggunakan epinephrine. Selain

harga yang ekonomis,harga yang terjangkau dengan biaya yang akan

dibebankan kepada administrasi pasien juga di setiap ruang ICU selalu

tersedia,karena fungsinya selain untuk menghentikan perdarahan pada

kasus epistaksis adalah untuk obat kardiovaskuler.

3. Bagi institusi pendidikan, dapat dijadikan bahan acuan dalam mata kuliah

gawat darurat dalam penanganan kasus dengan epistaksis

4. Bagi peneliti selanjutnya bisa dilakukan penelitian “ keefektifan

penggunaan tamponade epinephrine pada pertolongan pertama

penatalaksaan epistaksis “, peneliti selanjutnya juga bisa dilakukan dengan

metode penelitian kuantitatif.

Page 89: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

DAFTAR PUSTAKA

Bidasari L, Rina A C Saragih 2007, Tata Laksana Epistaksis Berulang Pada

Anak, Vol. 9, No. 2, diakses 7 Desember 2013,

Budiman J Bestari, Al Hafiz 2011, Epistaksis Berulang dengan Rinosinusitis

Kronik, Spina, pada Septum dan Telangiektasis, diakses 6 Desember 2013,

Budiman J Bestari, Yolazenia2012, Epistaksis dan Hipertensi, diakses 7

Desember 2013, {“http://jurnal.fk.unand.ac.id”}.

Callaham, Michael L et al. 1997, Seri Skema Diagnosis dan

PenatalaksanaanGawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.

Corwin, EJ 2009, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta.

Haryadi, Putra 2012, Asuhan Keperawatan Epistaksis, diakses 19 Desember 2013,

putra hariyadi

Irma, Indah & Ayu Intan2013, Penyakit Gigi, Mulut dan THT, Nuha Medika,

Yogyakarta.

Moleong, J Lexy 2013, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Neal, Michael J 2006, At a Glance Farmakologi Medis, Erlangga, Jakarta.

Nursalam 2011, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan

Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Salemba

Medika, Jakarta.

Polit, DF & Beck, CT 2006, Essentials Of Nursing Research Methods, Appraisal,

and Utilization, 6th edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.

Page 90: PENGALAMAN PERAWAT PADA PERTOLONGAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-nurihanday...Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior 90 ... hemofilia

Polit, DF & Hungler, BP 2005, Nursing Research : Principles and Methods, 6th

edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.

Potter, PA & Perry, Ag 2005, Fundamental of Nursing concept, Process and

Practice, 4th edition, Mosby Company, St Louis.

Saryono & Anggraeni, MD 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Bidang

Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta.

Shah, Kaushal, 2013, Prosedur Penting dalam Kedaruratan, EGC, Jakarta.

Soepardi, Efiaty et al. 2002, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Lehe edisi 5, FKUI, Jakarta.

Soepardi, Efiaty et al. 2000, Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga-

Hidung-Tenggorok edisi 2, FKUI, Jakarta.

Sutopo, HB 2006, Metodologi Dasar Teori danTerapannya Dalam Penelitian,

Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta.