PBL
-
Upload
cystanarisa -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
description
Transcript of PBL
1
BAB I
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD/Dengue Hemmoragic Fever) merupakan
masalah kesehatan yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis, terutama di
daerah perkotaan. DBD merupakan penyakit dengan potensi fatalitas yang cukup
tinggi, yang ditemukan pertama kali sekitar tahun 1950 di Filipina dan Thailand,
saat ini dapat ditemukan di sebagian besar negara di Asia. Jumlah negara yang
mengalami wabah DBD telah meningkat empat kali lipat setelah tahun 1995.
Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus DBD
dapat mencapai lebih dari 20%, namun dengan penanganan yang baik dapat
menurun hingga kurang dari 1 % (WHO, 2008).
Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama
30 tahun terakhir. Jumlah kasus DBD pada tahun 2007 telah mencapai 139.695
kasus, dengan angka kasus baru (insidensi rate) 64 kasus per 100,000 penduduk.
Total kasus meninggal adalah 1.395 kasus /Case Fatality Rate sebesar 1%
(Depkes RI, 2008a). Pada saat ini kasus DBD dapat ditemukan di seluruh propinsi
di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD
(Depkes RI, 2008b)
Pola penularan DBD dipengaruhi iklim dan kelembaban udara.
Kelembaban udara yang tinggi dan suhu panas justru membuat nyamuk Aedes
aegypti bertahan lama. Sehingga kemungkinan pola waktu terjadinya penyakit
mungkin akan berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat yang lain tergantung
dari iklim dan kelembaban udara. Di Jawa, umumnya kasus DBD merebak mulai
awal Januari sampai dengan April-Mei setiap tahun (Dinas Kesehatan Propinsi
Jawa Tengah, 2006).
.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infeksi virus dengue termasuk variannya demam dengue (DD) dan demam
berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh salah satu dari empat virus dengue yang
berbeda namun masih berhubungan dekat yakni DENV-1, -2, -3, dan -4. Virus
yang berukuran kira-kira 30 nanometer tersebut termasuk dalam kelompok virus
RNA rantai tunggal (single-stranded RNA) yang tergabung dalam famili
flaviviridae dan genus flavivirus, dimana dalam family virus ini tergabung virus –
virus lainnya yang ditularkan melalui bantuan vektor. Virus dengue merupakan
abrovirus (virus yang ditularkan melalui vektor artropoda) yang bertransmisi ke
manusia lewat gigitan nyamuk spesies aedes yang terinfeksi. Transmisi juga dapat
terjadi melalui transfusi darah atau transplantasi organ yang sebelumnya telah
terjangkit virus ini. Transmisi pada manusia dapat juga terjadi pada lingkup
perawatan medis (misalnya tertusuk jarum tanpa sengaja) dan transmisi vertical
seperti yang telah dilaporkan pada berbagai literature, terjadi dari ibu yang
terinfeksi pada bayinya semasih di dalam kandungan atau pada saat proses
kelahiran.
Demam dengue bersifat akut yang sering kali muncul dengan gejala sakit
kepala, sakit pada tulang, sendi, dan otot, serta ruam merah pada kulit. Demam
Berdarah Dengue (DBD) sendiri ditandai dengan beberapa manifestasi klinik
yang utama, yakni demam tinggi selama 2 hingga 7 hari tanpa penyebab yang
jelas, gelisah, nyeri pada ulu hati, pendarahan, pembengkakan hati, dan pada
beberapa kasus yang parah terjadi kegagalan sirkulasi darah yang dapat mengarah
ke kondisi syok (SSD) (Hairani LK, 2009).
2.2 Cara Penularan Demam Berdarah Dengue
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan Virus Dengue, yaitu
manusia, virus, dan vektor perantara. Virus Dengue ditularkan kepada manusia
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopticus, atau Aedes
polynesiensis (WHO, 2009). Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung Virus
3
Dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian
virus yang berada di kelenjar liur nyamuk berkembang biak dalam waktu 8-10
hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada
manusia pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus dapat masuk dan berkembang
biak dalam tubuh nyamuk maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus
selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa
tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.
Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah panas timbul.
2.3 Epidemiologi
Pada tahun 1950-an hanya ada 9 negara yang merupakan daerah penyebaran
DBD, tetapi pada tahun 2004 daerah penyebarannya sudah meliputi 100 negara di
dunia (Gubler DJ, 1997). Epidemi demam dengue pertama di Indonesia
dilaporkan oleh David Beylon di Batavia pada tahun 1779 (Gubler DJ, 2002).
Namun DBD baru dikenal pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya dengan case
fatality rate (CFR) sangat tinggi, yaitu 41,3% dan sejak tahun 1994 penyakit itu
telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia (Gubler DJ, 2002).
DBD umumnya terdapat di daerah tropis terutama negara ASEAN dan
Pasifik Barat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran kasus, antara
lain pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali,
tidak adanya kontrol nyamuk di daerah endemis dan peningkatan sarana
transportasi. Pola berjangkit infeksi Virus Dengue dipengaruhi oleh iklim dan
kelembaban udara. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di
setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit berbeda untuk setiap tempat.
Penderita DBD umumnya berumur di bawah 15 tahun. Risiko tertinggi pada
kelompok umur 5-9 tahun dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan
1:1,2. Sejak tahun 1980-an berdasarkan penelitian di Amerika Latin dan Asia
Tenggara menunjukkan pergeseran umur penderita DBD ke umur yang lebih tua
(CDC, 2005).
4
Morbiditas dan mortalitas infeksi Virus Dengue dipengaruhi oleh faktor
status imunitas penjamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi Virus Dengue,
virulensi Virus Dengue, dan kondisi geografis setempat.
Sejak Januari sampai tanggal 17 Maret 2004 Kejadian Luar Biasa DBD di
Indonesia telah menimbulkan 39.938 kasus dengan 498 kematian atau CFR 1,3%
dan Incidence Rate 15/100.000 penduduk. Di provinsi Bali pada tahun 2003,
jumlah penderita adalah sebesar 2.363 orang dan 7 orang diantaranya meninggal,
sedangkan pada tahun 2004 sebesar 1.890 orang dan 8 orang diantaranya
meninggal, dan pada tahun 2005 sebesar 3.594 orang dan 18 orang diantaranya
meninggal (Candra A, 2010).
2.4 Patogenesis
Terdapat dua teori atau hipotesis yang utama terkait patogenesis DBD dan
SSD yang masih kontroversial yaitu infeksi sekunder heterogen (secondary
heterologus infection) dan antibody dependent enhancement (ADE).
Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder heterogen disebutkan, bila
seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan
terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk
jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder
oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini
terjadi karena antibody heterologus yang terbentuk pada infeksi primer, akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda
yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk kompleks yang
infeksius dan bersifat opsonisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan
memproduksi IL-1, IL- 6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan platelet
activating factor (PAF) akibatnya akan terjadi peningkatan infeksi virus dengue
(Hairani LK, 2009).
Peningkatan replikasi virus ini selanjutnya akan menagkibatkan beberapa
hal antara lain aktivasi sistem komplemen C3 dan C5 menyebabkan pelepasan
C3a dan C5a yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah. Perembesan plasma yang diakibatkan oleh meningkatnya permeabilitas tadi
dapat terlihat dari peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium, dan adanya
5
cairan pada rongga serosa misalnya efusi pleura dan acites. Selain aktivasi sistem
komplemen, kompleks antibodi-virus juga merangsang agregasi trombosit. Akibat
agregasi trombosit ini, RES (reticulo endothelial system), akan menghancurkan
trombosit sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit juga
menyebabkan pengeluaran PF III (platelet factor III) yang menyebabkan
koagulopati konsumtif atau DIC. Gangguan fungsi dan jumlah trombosit
mengakibatkan perdarahan masif (Hadinegoro S, Soegijanto S, dkk, 2001).
Hipotesis berikutnya tentang Antibody Dependent Enhancement (ADE)
pada infeksi dengue telah lama dibicarakan memiliki peran penting dalam proses
pathogenesis DBD. Hipotesis ADE disusun untuk menjelaskan temuan bahwa
manifestas klinis yang parah pada kejadian DBD/SSD terjadi pada anak yang
mengalami infeksi sekunder dengan serotipe berbeda dibandingkan infeksi
sebelumnya. Dikatakan bahwa terdapat antibodi yang terbentuk pada infeksi
sebelumnya namun antibodi tersebut tidak dapat menetralisir infeksi sekunder,
namun malah memperparah infeksi secara in vitro. Bayi yang berumur kurang
dari 1 tahun yang mendapatkan anti-dengue IgG juga sangat rentan mengalami
DBD/SSD pada infeksi primernya (Lei HY, Huang KJ, dkk, 2008).
Pada infeksi sekunder dengan serotipe yang berbeda antibodi reaksi silang
(cross reactive) yang terbentuk pada infeksi primer tetap tinggal dalam tubuh.
Pada konsentrasi antibodi dibawah ambang batas untuk netralisasi, virus yang
datang teropsonisasi dan berikatan dengan sel-sel yang mengekspresikan reseptor
Fc gamma seperti monosit primer, makrofag, dan sel dendritik. ADE membantu
akses virus memasuki sel sel diatas dan menyebabkan meningkatkan produksi
virus secara keseluruhan melebihi infeksi primer, sehingga menghasilkan gejala
klinis yang lebih berat (Quinn M, 2011).
Jumlah dari virus yang menginvasi monosit meningkat, sehingga level dari
aktivasi sel T yang spesifik terhadap virus dengue juga ikut meningkat. Sel T,
terutama cross reactive sel T, memproduksi sitokin-sitokin seperti IFN-,γ IL-2,
TNF-α dan CSF (colony stimulating factors) yang selanjutnya akan mehancurkan
monosit yang terinfeksi dengue. TNF-α juga dihasilkan apabila monosit
teraktivasi. Kaskade komplemen juga teraktivasi oleh adanya kompleks virus-
antibodi bersama dengan beberapa sitokin, menghasilkan C3a dan C5a yang
6
memilki efek langsung terhadap permeabilitas vascular. Efek sinergis dari IFN-,γ,
TNF-α dan aktivasi komplemen memicu kebocoran plasma dari sel endotel pada
infeksi sekunder. Colony Stimulating Factor (CSF) akan merangsang neutrophil,
oleh pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan
beradhesi dengan sel endothel dan mengeluarkan lisosim yang mambuat dinding
endothel lisis dan endothel terbuka. Neutrophil juga membawa superoksid yang
akan mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs, sehingga
endothel menjadi nekrosis dan mengakibatkan terjadi gangguaan vaskuler.
Namun, terdapat beberapa hal yang masih belum jelas tekait teori ini.
Tidak semua DBD/SSD pda anak merupakan infeksi sekunder, seperti pada bayi,
DBD/SSD merupakan infeksi primer. Aktivasi kompelemen bisa jadi
memperberat derajat infeksi, namun bukan penyebab dari DBD/SSD. Belum
dapat dijelaskan juga mengapa endothelial sel dan platelet merupakan target
utama pada infeksi dengue (Lei HY, Huang KJ, dkk, 2008).
Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang patogenesis
DBD, di antaranya adalah teori virulensi virus yang ditemukan pada kasus-kasus
fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Selanjutnya ada teori
antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita atau kejadian DBD dimana
terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai penurunan kadar C3,
C4 dan C5. Disamping itu, pada 48- 72% penderita DBD, terbentuk kompleks
imun antara IgG dengan virus dengue yang dapat menempel pada trombosit, sel B
dan sel organ tubuh lainnya dan akan mempengaruhi aktivitas komponen sistem
imun yang lain. Selain itu ada teori moderator yang menyatakan bahwa makrofag
yang terinfeksi virus dengue akan melepas berbagai mediator seperti interferon,
IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain, yang bersama endotoksin bertanggungjawab
pada terjadinya sok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler (Hairani
LK, 2009).
2.5 Patofisiologi
Pada awal gejala Demam Dengue (DD) memiliki persentasi yang sama
dengan DBD atau SSD. Oleh karena itu, masih banyak perdebatan tentang apakah
patofisiologi DBD/SSD memiliki patofisiologi tersendiri atau merupakan
7
kesinambungan dari demam dengue.
Manifestasi klinis DD timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus
yang berkembang di dalam peredaran darah dan ditangkap oleh makrofag dan
terjadi viremia selama 2 hari. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus de-
ngue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah,
nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian
menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini,
dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan
bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur
virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel (Hairani
LK, 2009).
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia tersebut seperti demam, sakit kepala, mual,
nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan
kelainan lain yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial, seperti
pembesaran kelenjar getah bening, hati, dan limpa. Ruam pada DBD disebabkan
oleh kongesti darah di bawah kulit. (Perdana RA, 2007). Ada dua perubahan
patofisiologis utama terjadi pada kasus DBD. Pertama adalah peningkatan
permeabilitas vaskular yang meningkatkan kehilangan plasma dari kompartemen
vaskular. Hal ini dibuktikan dengan adanya cairan pada rongga serosa, yaitu
rongga peritoneum, pleura, dan pericardium. Keadaan ini mengakibatkan
hemokonsentrasi, tekanan nadi rendah, dan tanda syok lain, bila kehilangan
plasma sangat membahayakan. Perubahan kedua adalah gangguan pada
hemostatis yang mencakup perubahan vaskular, trombositopenia, dan koagulopati
(Hairani LK, 2009). Trombositopenia dihubungkan dengan meningkatnya
megakariosit muda dalam sumsum tulang, pendeknya masa hidup trombosit
menimbulkan dugaan menigkatnya destruksi trombosit, atau proses imunologis
dari kompleks antibodi-virus dalam darah.
Tidak terjadi lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa
perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator yang singkat.
Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorpsi
dengan cepat, menimbulkan penurunan hematocrit (Perdana RA, 2007).
8
2.5 Manifestasi Klinis
Kasus tipikal DBD dicirikan dengan empat gejala klinis utama: demam
tinggi, perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Trombositopenia
sedang hingga tinggi bersamaan dengan hemokonsentrasi merupakan ciri khas
dari temua laboratorium pada DBD. Perubahan patofisiologi yang utama yang
membedakan DBD dengan demam dengue terletak pada ada tidaknya kebocoran
plasma, yang biasanya bermanifestasi dengan meningkatnya hematokrit
(hemokonsentrasi), efusi serosa atau hipoproteinemia.
Anak dengan DBD biasanya memiliki gejala demam tinggi yang tiba-tiba
diikuti dengan wajah yang kemerahan dan gejala-gejala non spesifik yang
menyerupai demam dengue seperti anoreksia, muntah, sakit kepala, dan nyeri
tulang, otot, dan sendi. Beberapa pasien mengeluh nyeri menelan namun rhinitis
dan batuk biasanya jarang ditemui. Nyeri epigastrik, tenderness pada tepi rusuk
kanan dan nyeri perut juga sering ditemukan. Suhu tubuh biasanya mencapai
>39°C dan tetap tinggi selama 2-7 hari. Pada kasus yang jarang suhu tubuh dapat
mencapai 40-41 C, kejang demam juga muncul terutama pada bayi. Manifestasi
perdarahan yang paling sering adalah tes tourniquet positif, mudah lebam dan
berdarah pada lokasi venepucture. Terlihat pada beberapa kasus petechiae yang
berbatas tegas tersebar di ekstrimitas, aksila, wajah, dan palatum mole yang
biasanya mulai terlihat pada fase febril/demam. Mimisan dan perdarahan gusi
jarang terjadi, perdarahan perut yang ringan juga dapat terlihat.
Pada fase ini juga dapat teraba pembesaran hati yang ukurannya bervariasi,
2-4 cm dibawah tepi rusuk. Meskipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan
tingkat keparahan DBD, namun hepatomegali ini sering dijumpai pada kasus SSD
dibanding non-SSD. Splenomegali jarang dijumpai pada bayi, namun tampak
adanya pembesaran pada pemeriksaan X-Ray (WHO, 1997).
Fase kritis terjadi setelah 2-7 hari demam, menurunnya suhu tubuh biasanya
diiringi dengan gangguan sirkulasi dengan tingkat keparahan yang bervariasi.
Pasien terlihat berkeringat, gelisah, ektrimitas yang dingin, dan perubahan denyut
nadi serta tekanan darah. Pada sedikit kasus, manifestasi ini terlihat minim yang
merupakan derajat ringan dari kebocoran plasma. Banyak yang sembuh secara
spontan, atau setelah mendapatkan terapi cairan dan elektrolit. Pada kasus yang
9
parah, terjadi syok dan dapat mengarah ke kematian bila tidak ditangani dengan
segera (WHO, 1997).
2.6 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue
Definisi kasus dari demam berdarah dengue harus memenuhi empat
kriteria yaitu demam (berlangsung selama 2-7 hari, biphasic) perdarahan (minimal
satu dari positif tes torniquete; petechiae, ekimosis, purpura; perdarahan mukosa
dan gastrointestinal; hematemesis atau melena) trombositopenia (100.000 sel per
mm3 atau kurang) dan bukti-bukti kebocoran plasma (salah satu dari
meningkatnya hematocrit; menurunnya hematocrit setelah diterapi cairan, efusi
pleura, ascites atau hipoproteinemia).
Definisi kasus untuk Sindrom syok dengue (SSD) adalah semua kriteria
DBD harus terpenuhi ditambah tanda tanda kegagalan sirkulasi seperti : nadi
cepat dan lemah; Narrow pulse pressure <20 mmHg; hipotensi menurut batasan
umur; kulit basah dan dingin serta gelisah.
Menurut kriteria WHO tahun 1997 DBD dibagi menjadi empat derajat
keparahan dimana derajat III dan IV dapat dikategorikan sebagai SSD. Ada
tidaknya trombositopenia dan hemokonsentrasi membedakan DBD grade I dan II
dengan demam dengue (DD).
Grade I : demam disertai gejala gejala dasar yang non spesifik; satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah tes torniqet positif dan atau lebam
Grade II :Bila perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada derajat I,
biasanya disertasi dengan manifestasi perdarahan kulit, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis atau melena.
GradeIII :Apabila terjadi kegagalan peredaran darah perifer dimanifestasikan
dengan nadi cepat dan lemah serta penyempitan tekanan nadi atau
hipotensi, kulit dingin, lembab, dan gelisah
Grade IV :Bila terjadi syok berat dengan tekanan darah tidak terukur, dan nadi
tidak dapat terdeteksi.
10
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium dilakukan penilaian terhadap jumlah leukosit,
jumlah trombosit, dan kadar hematokrit. Jumlah leukosit biasanya menurun
dengan dominasi sel neutrofil. Terdapat penurunan jumlah trombosit menjadi ≤
100.000/μl atau kurang dari 1-2 trombosit/lapangan pandangan besar (lpb) dengan
rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 lpb. Umumnya trombositopenia terjadi
sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun, yaitu pada
hari sakit ke-3 sampai ke-7. Pemeriksaan dilakukan pertama pada saat pasien
diduga menderita DBD, bila normal maka diulang pada hari sakit ketiga, tetapi
bila perlu, diulangi setiap hari sampai suhu turun. Peningkatan nilai hematokrit
yang menggambarkan hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD. Hal tersebut
merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Hemokonsentrasi dengan
peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencerminkan peningkatan permeabilitas
kapiler dan perembesan plasma. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian
cairan atau perdarahan (Hairani LK, 2009).
Pada rontgen toraks didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
namun apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen toraks sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG (Hairani LK, 2009).
2.8 Penatalaksanaan
Prinsip dasar penatalaksanaan DBD adalah bersifat suportif dan simptomatis
karena belum ada obat spesifik untuk DBD.
Tindakan suportif dilakukan dengan penggantian cairan tubuh yang hilang
karena kebocoran plasma sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler.
Perembesan plasma yang berlangsung selama 24-48 jam akan menyebabkan
terjadinya syok, anoksia, asidosis, dan kematian sehingga harus diusahakan
deteksi dini akan adanya perembesan plasma untuk mencegah syok yang akan
terjadi. Perembesan plasma terjadi pada saat peralihan fase demam (fase febris) ke
fase penurunan suhu (fase afebris). Fase tersebut merupakan saat kritis karena
11
dapat merupakan awal fase syok. Masa krisis pada umumnya terjadi pada hari
sakit ketiga sampai kelima, oleh sebab itu pada masa tersebut kewaspadaan perlu
ditingkatkan dengan memberikan pengawasan klinis dan pemantauan kadar
hematokrit dan jumlah trombosit. Kunci keberhasilan tindakan terletak pada
pemilihan jenis cairan (pemberian cairan kristaloid isotonik merupakan pilihan
untuk menggantikan volume plasma) dan kecermatan penghitungan volume cairan
pengganti.
Pada DBD derajat I dan II, cairan awal yang diberikan dapat berupa Ringer
Laktat atau normal salin dengan perhitungan sebagai berikut:
BB < 15 kg : 6-7 ml/kgBB/jam
BB 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
BB > 40 kg : 3-4 ml/kgBB/jam
Apabila terjadi perbaikan seperti pasien tidak gelisah, nadi kuat, tekanan darah
stabil, dan diuresis cukup, maka tetesan dapat dikurangi sesuai dengan kebutuhan
cairan pasien. Apabila terjadi perburukan seperti pasien gelisah, mengalami
distress pernapasan, frekuensi nadi naik, hipotensi, tekanan nadi 20 mmHg,
diuresis kurang, dan pengisian kapiler > 2 detik, maka penatalaksanaan yang
diberikan adalah sesuai dengan protokol penatalaksanaan syok (seperti bagan di
bawah).
Tindakan simtomatis antara lain pemberian antipiretik. Antipiretik yang
dapat diberikan adalah golongan acetaminofen (parasetamol) dengan dosis 10-15
mg/kgBB/kali, diberikan 3-4 kali perhari sampai panas reda.
12
DBD derajat I atau II
Cairan Awal
RL/NS BB < 15 kg : 6-7 ml/kgBB/jam
BB 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
BB > 40 kg : 3-4 ml/kgBB/jam
Pastikan tanda-tanda vital tiap 3 jam, Ht, dan trombosit tiap 6 jam
Perbaikan
Tanpa tanda syok,Ht tetap
tinggi
H
Perburukan
Tetesan dikurangi Tetesan dipertahankan Masuk ke protocol syok
Pantau lebih ketat tanda
vital tiap 3 jam
Perbaikan
Sesuaikan tetesan
IVFD stop pada 24-48 jam
Bila tanda vital/Ht stabil dan dieresis
cukup
Bagan 1. Tatalaksana Kasus DBD Derajat I dan II
Tidak gelisah
Nadi kuat
Tekanan darah stabil
Diuresis cukup
Ht turun
Gelisah
Distress nafas
Frekuensi nadi naik
Hipotensi/tekanan
nadi < 20 mmHg
Diuresis kurang
Pengisian kapiler > 2
detik
Rumatan
atau sesuai
kebutuhan
Rumatan
13
Bagan 2. Penatalaksanaan Syok pada Demam Berdarah Dengue
DBD Derajat III dan IV
1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 l/menit)
2. Penggantian volume plasma segera
(cairan kristaloid isotonis) Ringer Laktat/NaCl 0,9% 20 ml/KgBB
secepatnya (bolus dalam 30 menit)
Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi? Pantau tanda vital @ 10 menit
Catat balans cairan selama pemberian cairanintravena
Syok teratasi Syok tidak
teratasi
Kesadaran membaik
Nadi teraba kuat
Tekanan nadi >20 mmHg
Tidak sesak nafas/sianosis
Ekstremitas hangat
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam
Kesadaran menurun
Nadi lembut/tidak teraba
Tekanan nadi <20 mmHg
Distress pernafas/sianosis
Kulit dingin dan lembab
Ekstremitas dingin
Cairan dan tetesan disesuaikan 10 ml/kgBB/jam
Evaluasi ketat Tanda Vital
Tanda Perdarahan
Diuresis
Hb, Ht, trombosit
Lanjutkan cairan 20 ml/kgBB/jam
Tambahkan koloid/plasma Dekstran/FPP
10-20 (max 30) ml/kgBB/jam
Koreksi Asidosis Evaluasi 1 jam
Stabil dalam 24 jam/ Ht<40% 5 ml/kgBB/jam
Tetesan 3 ml/kgBB/jam
Infus stop tidak lebih dari 48 jam
setelah syok teratasi
Syok teratasi
Syok belum teratasi
Ht turun Ht tetap
tinggi
Transfusi darah segar 10 ml/kgBB
diulang sesuai kebutuhan
14
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Kondisi Saat di Rumah Sakit
3.1.1 Identitas penderita
Nama : KGA
Tempat/ tanggal lahir : Denpasar / 5 September 2006
Umur : 8 tahun 7 bulan 17 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Pulau Saleus - Denpasar
Agama : Hindu
Suku : Bali
Pendidikan : Masih SD
Tanggal MRS : 15 April 2015
3.1.2 Heteroanamnesis (Ibu dan Ayah)
Keluhan Utama
Kaki dan tangan dingin
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diantar oleh orang tua dengan keluhan kaki dan tangan dingin, disadari
oleh orang tua sejak sore pukul 18.00 pada hari sabtu, 11 april 2015 dan pasien
dikatakan terlihat lemas sejak pukul 19.00. Sebelumnya pasien dikeluhkan demam
4 hari sebelum masuk rumah sakit, yaitu sejak sore pukul 17.00 pada hari selasa, 7
april 2015. Demam timbul mendadak, dengan suhu tinggi terukur 390C. Suhu
tubuh sempat turun tetapi tidak mencapai suhu normal dengan obat penurun
panas, kemudian naik kembali dalam beberapa jam. Selain demam, pasien juga
dikeluhkan sakit kepala dan nyeri perut. Sakit kepala dikatakan muncul
bersamaan dengan keluhan demam. Sakit dirasakan di seluruh bagian kepala dan
menyebabkan kepala terasa berat. Nyeri perut dikatakan muncul pada malam hari
sekitar pukul 20.00 hari jumat, 10 april 2015. Nyeri dirasakan seperti ada
15
penekanan di daerah perut kanan atas. Mual, muntah, batuk pilek, mencret, dan
nyeri sendi disangkal. Keluhan mimisan, gusi berdarah, bercak merah di kulit
disangkal. Nafsu makan dan minum menurun sejak keluhan demam. Buang air
kecil pasien dikatakan lancar , terakhir setengah jam sebelum masuk RS. Kencing
berwarna kuning jernih dengan volume ± 200 cc.
Riwayat pengobatan :
Penderita sempat dibawa berobat ke dokter di puskesmas. Pasien diberikan
Paracetamol dan Yusimok, namun tidak membaik. Pasien tidak pernah memiliki
riwayat transfusi dan operasi sebelumnya.
Riwayat Alergi :
Ibu penderita menyangkal anaknya memiliki riwayat alergi obat-obatan maupun
makanan tertentu.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit di keluarga :
Penyakit seperti penyakit jantung, diabetes, hipertensi pada keluargadisangkal
oleh orang tua pasien.
Riwayat nutrisi :
ASI : 0 – 1 ½ tahun on demand
Susu Formula : 6 bulan – sekarang dengan frekuensi 3 kali per hari
Bubur Susu : 6 bulan – 8 bulan dengan frekuensi 3 kali per hari
Makanan Dewasa : 1 ½ tahun – sekarang dengan frekuensi 3 kali per hari
Riwayat persalinan :
Pasien lahir cukup bulan secara normal, ditolong oleh dokter, dengan berat badan
3900 gram, panjang badan 51 sentimeter, lingkar kepala lupa, keadaan saat lahir
16
langsung menangis dan tidak ada kelainan kongenital. Ibu dikatakan hamil sehat.
Makan makanan yang cukuo dan rutin setiap bulan kontrol kehamilan.
Riwayat Imunisasi :
Riwayat imunisasi dikatakan lengkap sesuai umur oleh ibu pasien (BCG 2
kali, Polio 2 kali, Hepatitis B 4 kali, DPT 3 kali, Campak 2 kali).
Riwayat Sosial :
Penderita merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara. Pasien tinggal
bersama kedua orang tua dan 2 kakak dalam satu rumah. Tetangga pasien ada
yang menderita demam berdarah sekitar 3 orang
Riwayat tumbuh kembang :
Menegakkan kepala : 2 bulan
Membalik badan : 3 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 1 tahun
Bicara : 1 tahun 2 bulan
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Kesan Umum : Tampak lemah.
Kesadaran : Compos mentis.
Nadi : 130x/menit, teratur, isi kurang.
Respirasi : 28x/menit.x
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Temp. axial : 36,9 C.
Status Antropometri
BB : 22 kg
17
TB : 128 cm
BBI : 26 kg
LK : 52 cm
LLA : 17,5 cm
BMI : 13,4 kg/m2
Status Gizi :
1. Status gizi baik (91,66%) menurut Kriteria Waterlow.
2. CDC Growth Chart :
- BB/U : Persentil 10-25
- TB/U : Persentil 50
- BB/TB : Persentil 10-25
Status General :
Kepala : Normocephali.
Mata : anemia (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil +/+ isokor, cowong -/-.
THT : nafas cuping hidung (-), sianosis (-).
Tonsil : T1/T1 hiperemi (-).
Leher : pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-).
Mulut : lidah kotor ( -), sianosis (-)
Thorak :
Cor : S1 S2 N regular murmur (-).
Po : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-.
Abdomen :
Distensi (-), Bising Usus (+) N, Hepar dan Lien tidak teraba, Nyeri
tekan (+), Turgor Normal.
Extremitas : Akral hangat (-), cyanosis (-). Rumple Leed test : (+)
3.1.4 Pemeriksaan penunjang saat MRS (11/04/15)
DL (11/04/15) :
WBC : 2,63 k/ul (4,6-10,2)
RBC : 4,83 k/ul (2 - 6,9)
HGB : 13,8 g/dl (12,2 – 18,1)
18
HCT : 40,9 % (37,7- 53,7)
PLT : 81,5 k/ul (142-424)
IMUNOSEROLOGI (11/04/15) :
Anti Dengue IgG ( – )
Anti Dengue IgM ( + )
3.1.5 Diagnosis klinis akhir
Demam Berdarah Dengue grade III (panas hari ke-4 mulai pukul 17.00
WITA) + Gizi kurang
3.1.6 Penatalaksanaan
Terapi
O2 2-4 liter per menit
IVFD RL 20cc/kg secepatnya ~ 440 cc secepatnya
Monitoring
Vital sign
Warning sign
Hb, Hct, trombosit, leukosit
Balance cairan
3.2 Kondisi Saat Kunjungan Rumah
3.2.1 Identitas
Nama : KGA
Tempat/ tanggal lahir : Denpasar / 5 September 2006
Umur : 8 tahun 7 bulan 14 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan Pulau Saelus no. 19
Agama : Hindu
Suku : Bali
Pendidikan : SD
Tanggal Kunjungan : 19 April 2015
19
Susunan keluarga keluarga penderita disajikan dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1. Susunan anggota keluarga
No Nama Umur (th) Status Pendidikan Pekerjaan
1.
2.
3.
4.
5.
IKS
NLSR
PAS
MGD
KGA
42
40
14
11
8
Ayah
Ibu
Kakak
Kakak
Penderita
SMA
SMA
SMP
SD
SD
Sales
Ibu Rumah Tangga
-
-
-
3.2.2 Heteroanamnesis
Riwayat penyakit saat ini
Saat pemeriksaan dilakukan, pada penderita tidak didapatkan adanya
keluhan demam
Penderita dikatakan sudah bisa melakukan aktifitas sehari-hari seperti
biasa, 2 hari setelah keluar dari Rumah Sakit
Saat ini tidak ada keluhan yang dirasakan penderita
Penderita dikatakan makan dan minum dengan baik.
Buang air besar dikatakan normal, warna kuning, dengan konsistensi
lembek dan frekuensi 1 kali sehari.
Buang air kecil dikatakan normal, warna jernih kekuningan.
Riwayat Prenatal
Ibu pasien menikah satu kali. Pasien merupakan kehamilan ketiga.
Selama hamil, ibu pasien rutin melakukan kontrol kehamilan di dokter
spesialis kandungan.
Ibu pasien biasanya mengkonsumsi makanan sesuai dengan apa yang bisa ia
sediakan untuk keluarga dan dirinya sendiri. Saat hamil ia juga tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan, jamu, alkohol atau merokok.
Ibu pasien tidak pernah mengalami sakit maupun kecelakaan (trauma)
selama masa kehamilannya
20
Riwayat persalinan
Pasien dilahirkan di RS Sanglah secara spontan dengan usia kehamilan 9 bulan
lewat 2 hari, riwayat ketuban pecah dini lebih dari 24 jam saat dilahirkan
penderita segera menangis dengan berat badan lahir 3900 gram, panjang badan 51
cm dan dikatakan saat itu penderita tidak dalam kondisi infeksi. Penderita dirawat
gabung bersama ibunya selama 3 hari sebelum dipulangkan.
Riwayat pribadi dan sosial
Penderita adalah anak ketiga di keluarganya. Ia memiliki dua saudara
kandung.
Ayah penderita merupakan sales dengan penghasilan sekitar Rp 1.500.000,00
per bulan. Sedangkan Ibu penderita merupakan ibu rumah tangga. Penghasilan
ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga, terutama
kebutuhan pangannya.
Di lingkungan rumah penderita, ada saudara yang juga memiliki sakit yang
sama dalam waktu berdekatan
Berdasarkan Pediatric Symptom Checklist (PSC) – 17
Subskala perilaku
Tidak
pernah
(0)
Kadang-
kadang (1) Sering (2)
Internalisasi
1. merasa sedih, tidak bahagia √
2. mudah putus asa √
3. cemas, khawatir √
4. menyalahkan diri sendiri √
5. tampak tidak gembira √
Nilai Internalisasi 2
Eksternalisasi
1. berkelahi dengan anak lain √
2.tidak memperhatikan aturan √
3. tidak mengerti perasaan orang lain √
4. mengganggu anak lain √
5. menyalahkan orang lain atas kesalahan
diri sendiri √
6. menolak berbagi √
7. mengambil barang milik orang lain √
21
Nilai Eksternalisasi 0
Perhatian
1. gelisah tidak bisa duduk diam √
2. banyak melamun √
3. mudah beralih perhatian √
4. sulit berkonsentrasi √
5. bergerak seperti dikendalikan mesin √
Nilai Perhatian 2
Dari penilaian tersebut, didapatkan total skor 4, dengan interpretasi dari Pediatric
Symptom List (PSC) – 7 adalah anak tidak mengalami gangguan perilaku.
3.2.3 Pemeriksaan fisik
Status Present
Kesan Umum : baik
Kesadaran : Compos mentis.
Nadi : 80x/menit, reguler.
Respirasi : 24x/menit.
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
T ax : 36,8 C.
Status Antropometri
BB : 22 kg
TB : 128 cm
BBI : 26 kg
LLA : 17,5 cm
BMI : 13,4 kg/m2
Status Gizi :
1. Status gizi kurang (84,61%) menurut Kriteria Waterlow.
2. CDC Growth Chart :
- BB/U : Persentil 10-25 underweight
- TB/U : Persentil 50 Normal
- BB/TB : Persentil 10-25
Status General :
Kepala : Normocephali.
22
Mata : anemia (-/-), ikterus (-/-), Refleks Pupil +/+ isokor, cowong -/-.
THT : Nafas Cuping Hidung (-), cyanosis (-).
Tonsil : T1/T1 hiperemi (-).
Leher : Pembesaran kelenjar (-), Kaku Kuduk (-).
Mulut : Lidah kotor ( -), sianosis (-)
Thorak :
Cor : S1 S2 N regular murmur (-).
Po : Vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-.
Abdomen :
Distensi (-), Bising Usus (+) N, Hepar dan Lien tidak teraba, Nyeri
tekan (-), Turgor Normal.
Extremitas : Akral hangat (+), cyanosis (-). Rumple Leed test : (-)
3.2.4 Keadaan Lingkungan Rumah
Pasien tinggal di sebuah rumah yang ditempatinya bersama keluarga
dengan susunan seperti pada gambar di bawah ini
3.3 Analisa Kasus
3.3.1 Kebutuhan dasar anak
Kebutuhan fisik biomedis (ASUH)
1. Kebutuhan pangan/gizi
Orang tua penderita menyatakan bahwa mereka selalu mengusahakan untuk
memenuhi kebutuhan pangan penderita. Penderita mendapatkan kebutuhan
pangan/gizi yang cukup di dalam keluarganya. Makanan yang diberikan
bersama-sama keluarga biasanya berupa nasi, sayur dan lauk. Susu dan buah-
buahan juga diberikan. Air minum yang mereka gunakan adalah air kemasan
galon. Pasien dan keluarganya biasanya makan 3 kali sehari, dengan
pembagian sesuai kebutuhan, dan dengan menu yang hampir mirip tiap
harinya. Ibu pasien juga suka menggunakan penyedap rasa kalau memasak,
dengan alasan agar masakannya enak sehingga nafsu makan anak dan
suaminya bisa lebih baik. Menu makanan tergantung keadaan. Biasanya
menu tersering adalah telur, tempe dan tahu. Sebelum dan setelah MRS, diet
penderita sehari-hari di rumah biasanya hampir sama (1 hari) :
23
Nasi tiga piring : 450 kalori
Sayur sup x 3 : 50 kalori
Ayam suwir satu sendok makan x 3 : 200 kalori
Ikan segar 1 potong sedang : 75 kalori
Telur ayam ras 1 butir : 50 kalori
Tempe kering dua sendok makan x 3 : 100 kalori
Susu x 1 : 100 kalori
Jumlah : 1025 kalori/hari
Kebutuhan kalori : 80 kkal/kgBB/hari
80 kkal x 26 kg = 2080 kkal/hari
Kebutuhan cairan = (10 kg x 100 cc) + (10 kg x 50 cc) + (2 kg x 20 cc)
= 1000 cc + 500 cc + 40 cc = 1540 cc
Densitas : kebutuhan kalori = 1,35
kebutuhan cairan
Analisa kebutuhan penderita menurut RDA didapatkan bahwa
kebutuhan kalori penderita dalam sehari adalah 2080 kkal. Dalam hal
ini kebutuhan tersebut belum mencukupi target, sehingga harus
ditingkatkan untuk menjaga kebutuhan gizi pasien. Asupan gizi yang
diberikan belum mencukupi kebutuhan yang diperlukan.
2. Sandang
Keperluan sandang kurang dianggap sebagai prioritas dalam keluarga, namun
cukup diperhatikan. Mereka membeli pakaian baru saat ada uang lebih atau
saat hari raya. Namun dari pengamatan, kebersihan dari pakaian penderita
dan keluarganya cukup diperhatikan, karena ibu mencuci pakaian anak dan
anggota keluarga lainnya setiap hari.
3. Papan
Penderita tinggal di Jalan Pulau Saelus nomor 19, Sesetan. Rumah ini
merupakan rumah pribadi. Rumah tersebut dihuni oleh satu KK dengan total
penghuni 4 orang. Antara kamar tidur, dapur, kamar mandi penderita terletak
pada bagunan yang berbeda. Penderita dan orang tuanya tidur di kamar yang
terpisah. Namun penderita tidur bersama dengan kakaknya. Kamar penderita
berukuran 5 x 4 meter, dengan dinding semen bercat, lantai dari keramik, dan
24
terdapat ventilasi dan jendela di kamar penderita, sehingga matahari dapat
masuk dan sirkulasi udara lancar. Rumah keluarga tersebut memiliki dua
kamar mandi dan WC serta pemakaiannya secara bersama-sama, namun
letaknya terpisah dengan kamar penderita. Kondisi kamar mandi terkesan
gelap dan tidak bersih. Sumber air didapatkan dari sumur, sehingga air yang
digunakan dalam keseharian sedikit keruh. Lingkungan rumah keluarga
cukup bersih, namun pada bagian dekat kamar mandi penderita terdapat
halaman yang tidak terpakai dan hanya terdapat barang-barang yang tidak
digunakan dan dapat menimbulkan genangan air.
4. Perawatan kesehatan
Keluarga penderita merupakan keluarga yang mempercayakan kesehatannya
kepada paramedis. Bapak penderita menyebutkan bahwa apabila ada keluhan
sakit dari anaknya maka akan langsung dibawa ke puskesmas ataupun ke
rumah sakit. Perawatan kesehatan bagi penderita merupakan suatu prioritas
dalam keluarga, kepercayaan perawatan kesehatan diberikan kepada
paramedis dan bukan alternatif.
5. Waktu bersama keluarga
Ibu penderita adalah seorang ibu rumah tangga, sedangkan ayahnya bekerja
sebagai sales, bekerja dari jam 08.00-18.00. Kesehariannya penderita lebih
sering bersama ibunya dan kakaknya.
Kebutuhan emosi/kasih sayang (ASIH)
1. Hubungan emosi dan kasih sayang dengan kedua orangtua
Orang tua penderita terlihat menyayangi penderita, terlihat dengan
kedekatan penderita dengan orang tuanya saat kunjungan. Ibu lebih
berperanan dalam hal perawatan dan pengawasan penderita sehari-harinya.
.
Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
1. Penderita adalah anak yang aktif. Penderita biasa menghabiskan waktunya
dengan bermain di luar rumah bersama anak-anak tetangganya. Hubungan
penderita dengan orang tua cukup dekat. Hal ini terlihat saat orang tua
penderita berusaha mengajak penderita untuk bercakap-cakap dan bermain.
Dari segi stimulasi, permainan edukatif untuk penderita cukup baik yang
25
nantinya dapat mempengaruhi personal sosial, motorik halus, motorik kasar
dan bahasanya.
2. Perkembangan penderita secara umum masih dalam batas normal. Tetapi
tetap harus diperhatikan perkembangan tahap-tahap selajutnya, berkaitan
dengan kondisi salah satu orang tua yang bekerja kemungkinan hal-hal yang
berhubungan dengan ayah kurang didapatkan dan kemungkinan karena
ketidaktahuan orang tua.
3.3.2 Analisis Bio-Psiko-Sosial
Biologis
Saat ini pada penderita tidak ditemukan keluhan demam ataupun keluhan lainnya.
Namun jika dilihat dari kurva CDC, tinggi berbanding umur, memperlihatkan
bahwa penderita berada dalam urutan normal, namun pada berat badan berbanding
umur termasuk dalam kriteria berat badan kurang.
Kedua orang tuanya memberikan perhatian yang cukup terhadap penderita
terutama masalah kesehatannya. Kesehatan penderita merupakan prioritas. Kedua
orang tuanya secara sabar dan rutin selalu menjaga interaksi dengan penderita,
yaitu dengan mengajaknya bermain, berbicara, dan tidur bersama. Ibu penderita
yang selalu memberikan perhatian apabila penderita sakit.
Sosial
Aktivitas penderita selama ini sangat dipengaruhi oleh penyakit yang dideritanya.
Karena umurnya yang masih muda, pasien setiap harinya bermain dengan teman-
teman sekolah maupun tetangganya.
3.3.3 Problem list
Lingkungan rumah yang rawan untuk penyebaran DBD.
3.3.4 KIE
Asuh
Memberikan penjelasan pada orang tua penderita untuk selalu menjaga
kesehatan terutama gizi penderita agar dengan selalu berusaha memberikan
asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan penderita.
26
Menyarankan pada keluarga penderita untuk segera mengajak penderita ke
dokter jika penderita mengalami sakit.
Memberikan penjelasan pada orang tua penderita untuk menjaga kebersihan
diri dan lingkungan mencegah DBD berkembang ke anggota keluarga lain.
Asah
Memberikan informasi kepada orang tua untuk aktif menstimulasi anaknya
misalnya dengan memberikan keleluasaan anaknya bermain dengan teman
sebayanya, tapi memperhatikan pola belajarnya di sekolah dan di rumah.
Asih
Memberikan penjelasan tentang pentingnya hubungan erat antara penderita
dengan orang tua.
27
BAB IV
SIMPULAN
Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai penyakit demam berdarah
dengue dan penyebarannya tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue
dan disebarkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti . Terdapat empat
tipe virus dengue yaitu : tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang
termasuk dalam grup Arthropod borne viruses (Arboviruses).
2. Virus dengue terdapat dalam tubuh nyamuk setelah sebelumnya
menggigit penderita DBD, dan sekali nyamuk tersebut terinfeksi maka
akan merupakan carrier/ pembawa (sumber penyakit) selamanya .
3. Orang yang beresiko tinggi terkena DBD adalah anak-anak berusia di
bawah 15 tahun yang hidup atau tinggal di lingkungan yang lembab dan
daerah kumuh,di daerah tropis pada masa penghujan, walaupun tidak
tertutup menyerang pada orang dewasa.
4. Gejala penyakit DBD ditandai dengan : demam tinggi ( 38o – 49
o C )
yang mendadak selama 2-7 hari , terjadi perdarahan pada gusi,
konjungtiva, epitaksis, melena, mimisan, (uji torniquet positif),
hepatomegali (pembesaran hati), syok, tekanan darah turun (80/20
mmHg atau lebih rendah), trombositopeni (pada hari 3-7 sampai kurang
dari 100.000/mm), hemokonsentrasi (nilai hematokrit naik), rasa sakit
pada otot dan persendian, 6 bintik-bintik merah pada kulit (pembuluh
darah pecah, disertai anoreksia, lemah, mual,muntah, sakit perut, diare,
kejang dan sakit kepala.
5. Pencegahan penyakit DBD tergantung pada pengendalian vektor
nyamuk Aedes aegypti yang harus melibatkan secara aktif semua
kalangan baik pemerintah maupun masyarakat dengan metode yang
tepat pertama: lingkungan ( Pemberantasan sarang nyamuk,
pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk, perbaikan desain rumah), seperti: menguras bak penampungan
air, vas bunga, dan tempat minum burung dan lain-lain minimal
28
seminggu sekali, menutup dengan rapat tempat penampungan air dan
mengubur kaleng-kaleng bekas, ban bekas dan benda-benda bekas yang
dapat menampung air yang terdapat di sekitar rumah) dikenal dengan
gerakan 3 M. Selanjutnya dapat dengan metode biologis dengan
memanfaatkan bakteri larvasida seperti Bacillus thuringiensis dan
menanam ikan pemakan jentik/ larva nyamuk. Metode kimiawi
dilakukan dengan cara pengasapan/fogging apabila sudah terjadi
epidemi/terdapat warga yang terkena DBD atau melakukan abatisasi
dengan memberi bubuk abate pada tempat penampungan air yang dapat
berfungsi sebagai sarang nyamuk.
6. Tindakan yang perlu dilakukan pertama kali apabila terserang demam
berdarah (DBD) adalah menggantikan cairan tubuh yang hilang dengan
cara memberikan minum sebanyak-banyaknya, untuk menurunkan
panas badan diberikan obat penurun panas (Paracetamol) dan
dikompres dengan air hangat, langkah berikutnya dibawa ke dokter
terdekat untuk diperiksa, dan apabila positip terkena DBD segera
dikirim ke rumah sakit untuk rawat inap.
29
LAMPIRAN 1
Denah Rumah Penderita
Ruang TV
Ruang
Alat-alat
Kamar
Tidur 1
Kamar
Tidur 2
padmasana
rumah mertua
kamar mandi
(2 buah)
bale bengong
dapur
bekas kandang ayam
halaman belakang
30
LAMPIRAN 2
Foto Kunjungan
31