PBL STEMI

58
Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST Disusun oleh: Maulidin Tubagus Adriansyah 102012136 tubagusoo@yahoo .com Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510 Telephone: (021) 5694-2061 (hunting) Fax: (021) 563-1731 A. Pendahuluan Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 24 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA. 1 1

description

stemi

Transcript of PBL STEMI

Page 1: PBL STEMI

Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST

Disusun oleh:

Maulidin Tubagus Adriansyah

102012136

tubagusoo@yahoo .com

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510

Telephone: (021) 5694-2061 (hunting) Fax: (021) 563-1731

A. Pendahuluan

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap

tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan

lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun

laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 24

pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah

IMA.1

Infark miokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction =

STEMI) merupakan bagian dari sindrom coroner akut (SKA) yang terdiri dari angina

pektoris tidak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.1

Skenario yang didapat adalah sebagai berikut: “Nn. B, 50 tahun datang diantar

anaknya ke IGD RS dengan keluhan nyeri pada dada kiri menjalar ke lengan kiri yang

muncul tiba-tiba 3 jam yang lalu nyeri sedikit berkurang saat istirahat namun terus

menerus muncul kembali dan semakin memberat. Pasien sebelumnya juga pernah

1

Page 2: PBL STEMI

merasakan nyeri dada kiri namun tidak terlalu sakit dan hanya sekitar 5 menit saja.

Pasien tidak demam dan tidak batuk.”

Berdasarkan skenario di atas, maka akan dibahas lebih lanjut mulai dari

anamnesis, pemeriksaan fisik, hingga penatalaksanaan dan prognosis.

B. Isi

Anatomi Jantung (Cor)

Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip piramid

dan terletak di dalam pericardium di mediastinum. Bagian atas jantung yang disbut

juga basis cordis, dihubungkan dengan pembuluh-pembuluh darah besar, baik arteri

maupun vena.2

Jantung mempunyai tiga permukaan: facies sternocostalis (anterior), facies

diaphragmatica (inferior), dan basis cordis (facies posterior). Jantung juga memiliki

apex yang arahnya ke bawah, depan, dan sebelah kiri. Pada facies sternocostalis,

terutama dibentuk oleh atrium dan ventrikel dexter, yang dipisahkan satu sama lain

oleh sulcus atrioventricularis. Pinggir kanannya dibentuk oleh atrium dextrum dan

pinggir kirinya oleh sebagian kecil ventrikulus sinister serta auricula sinistra.

Ventriculus dexter dan sinister dipisahkan oleh sulcus interventricularis anterior.

Facies diaphragmatica jantung terutama dibentuk oleh ventriculus dexter dan sinister

yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis posterior. Selain itu permukaan inferior

atrium dextrum juga ikut membentuk facies ini. Basis cordis atau facies posterior

terutama dibentuk oleh atrium sinistrum, tempat muara keempat vena pulmonales.

Basis cordis terletak berlawanan dengan apex cordis. Apex cordis dibentuk oleh

ventriculus sinister, mengarah ke depan, bawah, dan kiri. Denyut apex biasa bisa

dirasakan. Perhatikan bahwa jantung tidak terletak/bertumpu pada basisnya, tetapi

jantung terletak pada facies diaphragmatica (inferior).2

Ruang-Ruang Jantung

Jantung terbagi menjadi empat ruangan, yaitu atrium dan ventrikel dexter, dan

atrium dan ventrikel sinister. Atrium dan ventrikulus dexter terletak anterior terhadap

atrium dan ventriculus sinister.2

Atrium dextrum terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil yang

disebut auricula. Tempat pertemuan atrium kanan dengan auricula kanan terdapat

2

Page 3: PBL STEMI

pada sebuah sulcus, yaitu sulcus terminalis, yang pada permukaan dalamnya disebut

crista terminalis. Dinding bagian dalam atrium dexter tersusun atas serabut otot yang

disebut musculi pectinati. Pada atrium dexter terdapat muara-muara dari vena cava

superior, vena cava inferior, sinus coronarius, dan ostium atrioventriculare dextrum.

Pada atrium dexter juga terdapat fossa ovalis dan annulus ovalis yang terletak pada

septum interatriale yang memisahkan atrium sinister dan dexter.2

Ventriculus dexter berhubungan dengan atrium dexter melalui ostium

atrioventriculare dexter, dan dihubungkan dengan truncus pulmonalis oleh ostium

trunci pulmonalis. Dinding ventriculus dexter tentu lebih tebal dari pada dinding

atrium dexter, serta menunjukkan beberapa rigi yang menonjol ke dalam yang disebut

trabeculae carneae. Lalu di antara trabeculae-trabeculae ini ada yang lebih menonjol

karena diliputi oleh otot yaitu mm. papilares, yang pada puncaknya berlanjut sebagai

chordae tendinae, untuk melekat kepada cuspis valva tricuspidalis, yang terdiri dari

tiga cuspis. Pada ventriculus dexter juga terdapat valva trunci pulmonalis, yang

melekat pada dinding arteri pulmonalis. Mulut cuspisnya mengarah ke atas, dan tidak

ada chordae tendinae ataupun mm. papilares yang berhubungan dengan cuspis ini.2

Atrium sinistrum sama dengan atrium dextrum, terdiri atas rongga utama dan

auricula sinistra. Bagian dalam atrium licin, tetapi auricula sinistra mempunyai rigi-

rigi otot seperti pada auricula dextra. Pada atrium sinistrum juga terdapat muara-

muara, yaitu muara keempat vena pulmonales, dan ostium atrioventriculare sinistrum

yang dilindungi oleh valva mitralis.2

Ventriculus sinister berhubungan dengan atrium sinistrum melalui ostium

atrioventriculare sinistrum dan dengan aortae melalui ostium aortae. Dinding

ventriculus sinister tiga kali lebih tebal dibandingkan dengan dinding ventriculus

dexter. Pada penampang melintang, ventriculus sinister berbentuk bulat, sedangkan

ventriculus dexter berbentuk kresentik/bulan sabit. Terdapat juga trabeculae carneae,

dan ada juga mm. papilares yang berlanjut sebagai chordae tendinae untuk menempel

pada valva mitralis. Valva mitralis ini terdiri dari dua cuspis. Pada ventrikel sinister

juga terdapat valva aortae yang melindungi ostium aortae yang memiliki struktur

sama seperti valva trunci pulmonales.2

Perdarahan Jantung

Jantung mendapatkan perdarahan dari a. cornaria dextra dan sinistra, yang

berasal dari aorta ascendens tepat di atas valva aortae. A. coronaria dextra berasal dari

3

Page 4: PBL STEMI

sinus anterior aortae dan berjalan ke depan di antara truncus pulmonalis dan auricula

dextra. Arteri ini berjalan turun hampir vertical di dalam sulcus atrioventriculare

dextra, dan pada pinggir inferior jantung pembuluh ini melanjut ke posterior

sepanjang sulcus atrioventricularis untuk beranastomosis dengan a. coronaria sinistra

di dalam sulcus interventricularis posterior. Sedangkan a. coronaria sinistra, yang

biasanya lebih besar dibandingkan dengan a. coronaria dextra, mendarahi sebagian

besar jantung. Arteri ini berasal dari posterior kiri sinus aortae aorta ascendens dan

kemudian berjalan ke depan di antara truncus pulmonalis dan juga auricula sinistra.

Lalu pembuluh ini berjalan pada sulcus atrioventricularis dan kemudian bercabang

dua menjadi ramus interventricularis anterior dan ramus circumflexus.2

Pembuluh Balik Jantung

Sebagian besar darah dari jantung mengalir ke atrium kanan melalui sinus

coronarius, yang terletak pada bagian posterior sulcus atrioventriculare dan

merupakan lanjutan dari vena cardiaca magna. Pembuluh ini bermuara ke atrium

dextrum sebelah kiri vena cava inferior. Vena cardiaca parva dan vena cardiaca media

merupakan cabang dari sinus coronarius. Sisanya dialirkan ke atrium dextrum melalui

vena ventriculi dextri anterior dan melalui vena-vena kecil yang bermuara langsung

ke ruang-ruang jantung.2

Fisiologi Jantung

Secara anatomi kita telah mengetahui bahwa di dalam jantung terdapat empat

buah katup: katup mitral yang terletak antara atrium dan ventrikel kiri (katup

AV/atrioventrikular kiri); katup tricuspid yang terletak antara atrium dan ventrikel

kanan (katup AV/atrioventrikular kanan); katup semilunar aorta yang terletak antara

ventrikel kiri dengan aorta; dan katup semilunar pulmonal yang terletak antara

ventrikel kanan dengan arteri pulmonal. Seperti yang kita telah ketahui juga bahwa

katup AV diikat oleh korda tendinae, yang kemudian melekat pada muskulus

papilaris, yang menonjol dari permukaan dinding dalam ventrikel. Ketika ventrikel

berkontraksi, maka otot papilaris juga akan berkontraksi, menarik korda tendinae ke

bawah, sehingga menutup katup AV. Hal ini akan membantu menjaga katup AV tetap

tertutup rapat ketika menghadapi gradien tekanan besar yang mengarah ke belakang.

Sedangkan katup semilunar berbeda dengan katup AV. Katup ini memiliki tiga daun

4

Page 5: PBL STEMI

katup yang masing-masing berbentuk seperti bulan sabit/setengah bulan. Katup ini

akan membuka saat ventrikel berkontraksi untuk mengalirkan darah ke arteri-arteri

besar, kemudian akan tertutup kembali saat ventrikel relaksasi. Tetapi kita melihat

bahwa antara vena dengan atrium tidak terdapat katup, tetapi tidak pernah terjadi

masalah pada jantung kita. Hal ini terjadi karena dua alasan: (1) tekanan atrium

biasanya tidak pernah melebihi tekanan dari vena, (2) tempat di mana vena kava

masuk ke atrium mengalami penekanan parsial ketika atrium berkontraksi.3

Dinding jantung utama terdiri dari serat otot jantung yang tersusun spiral

dengan arah yang berbeda-beda. Sehingga ketika berkontraksi, jantung akan

memendek ke segala dimensi, tidak hanya satu arah. Masing-masing dari sel otot

jantung ini saling berhubungan satu sama lainnya, melalui struktur khusus yang

disebut diskus interkalaris. Di dalam lempeng ini terdapat dua buah membran:

desmosome dan gap junction. Desmosome merupakan penyatu antara membran satu

dengan membran lainnya. Sedangkan gap junction merupakan daerah yang memiliki

resistensi listrik yang sangat rendah (1/400), memungkinkan potensial aksi untuk

mudah sekali menyebar dari sel jantung satu ke sel jantung lainnya. Sehingga ketika

terdapat potensial aksi, seluruh otot jantung akan berkontraksi sebagai suatu sinsitium

fungsional tunggal, tetapi terpisah antara atrium dengan ventrikel. Hal ini terjadi

karena tidak terdapat taut celah yang menyatukan sel kontraktil atrium dan ventrikel.

Namun terdapat sistem penghantar khusus penting yang mempermudah dan

mengoordinasikan transmisi eksitasi listrik dari atrium ke ventrikel untuk memastikan

sinkronisasi antara pompa atrium dan pompa ventrikel.3

Aktivitas Listrik Jantung

Kontraksi sel otot jantung untuk menyemprotkan darah dipicu oleh potensial

aksi yang menyapu ke seluruh membran sel otot. Jantung berkontraksi, secara ritmis

akibat potensial aksi yang dihasilkannya sendiri, suatu sifat otorimisitas. Terdapat dua

jenis sel otot jantung: (1) sel kontraktil, merupakan 99% dari sel otot jantung manusia,

memiliki kemampuan untuk berkontraksi, namun tidak membentuk potensial aksi

sendiri, (2) sel otoritmik, hanya 1% dari sel-sel jantung. Sel ini tidak dapat melakukan

kontraksi, namun dapat membentuk potensial aksi sendiri. Sel-sel tersebut terletak

pada tempat-tempat tertentu di jantung, yaitu: nodus sinoatrialis (nodus SA), nodus

atrioventrikularis (nodus AV), berkas his, dan serat purkinje.3

5

Page 6: PBL STEMI

Sel otoritmik jantung memiliki aktivitas pemacu. Berbeda dengan saraf dan

otot rangka, memiliki potensial istirahat yang mantap dan konstan, namun pada sel

otoritmik jantung tidak demikian. Hal ini disebabkan karena sel otoritmik ini akan

menimbulkan depolarisasi lagi setelah repolarisasi untuk menimbulkan denyut yang

ritmis tanpa rangsangan saraf apapun, sehingga tidak terdapat masa istirahat yang

mantap.3

Potensial pemacu disebabkan oleh adanya interaksi kompleks beberapa

mekanisme ionik yang berbeda. Perubahan terpenting dalam perpindahan ion yang

menimbulkan potensial pemacu adalah (1) penurunan arus K (kalium) ke luar disertai

dengan arus Na (natrium) yang masuk konstan, dan (2) peningkatan arus Ca (kalsium)

masuk. Fase awal adalah depolarisasi lambat yang terjadi karena penurunan influks

pasif K keluar, namun permabilitas Na tidak berubah, sehingga secara normal akan

tetap ada Na yang masuk ke dalam, sehingga keadaan di dalam sel menjadi lebih

positif, akhirnya akan menuju ke ambang letup meski lambat (depolarisasi lambat).

Ketika sudah mencapai ambang letup, maka terjadilah peningkatan permeabilitas

saluran Ca, sehingga terjadi influks Ca dalam jumlah besar, sehingga keadaan

menjadi positif dalam waktu cepat. Ketika sudah mencapai keseimbangan (titik nol),

maka dimulailah fase repolarisasi oleh efluks K yang terjadi ketika permeabilitas K

meningkat akibat pengaktifan saluran K berpintu voltase. Setelah potensial aksi

selesai, terjadi depolarisasi lambat berikutnya menuju ambang akibat penutupan

saluran K.3,4

Gambar 3. Aktivitas Sel Otoritmik.3

6

Page 7: PBL STEMI

Setelah mengetahui bagaimana potensial aksi yang terjadi pada sel otoritmik,

kita juga harus mengerti dan memahami fungsi dan karakteristik dari masing-masing

sel otoritmik yang telah disebutkan sebelumnya. Nodus SA berbentuk kecil, tipis, dan

ellipsoid. Nodus SA terletak pada superior posterolateral pada dinding atrium dextra,

di bawah dan lateral dari mulut vena cava superior. Nodus AV juga memiliki bentuk

yang kecil dan terletak pada dasar atrium kanan dekat dengan septum pembatas antara

atrium kiri dengan atrium kanan, di atas dari titik pertemuan antara atrium dengan

ventrikel. Berkas His adalah suatu jaras yang keluar dari nodus AV dan kemudian

masuk ke dalam septum interventrikularis. Pada bagian ini, berkas His akan terbagi

dua cabang, ke kiri dan kanan yang masing-masing berjalan menuruni septum,

kemudian melengkung mengelilingi ujung rongga ventrikel, dan kemudian berjalan

kembali ke arah atrium sepanjang dinding terluarnya. Jenis yang terakhir adalah sel

purkinje/serat purkinje, berbentuk kecil juga dan merupakan penjuluran dari berkas

His, kemudian menyebar ke seluruh miokardium ventrikel seperti suatu ranting kecil

dari cabang-cabang pohon.3

Perlu diketahui bahwa masing-masing dari sel otoritmik ini memiliki laju

depolarisasi lambat menuju ambang yang berbeda-beda, tentu kemampuan untuk

menciptakan potensial aksi dari masing-masing sel ini juga berbeda. Sel otoritmik

jantung yang memiliki kecepatan yang paling tinggi dalam mencetuskan potensial

aksi adalah nodus SA. Sekali potensial aksi terjadi di sel otot jantung manapun,

potensial aksi tersebut akan disebarkan hingga ke seluruh miokardium melewati gap

junction dan juga oleh sistem penghantar khusus. Karena itu, nodus SA, yang secara

normal memiliki kecepatan tertinggi untuk menghasilkan otoritmisitas yaitu sekitar

70-80 potensial aksi per menit, akan mengandalikan seluruh bagian jantung dalam

kondisi ini, sehingga nodus SA dikenal sebagai pacemaker dari jantung. Seluruh

jantung akan tereksitasi, memicu sel-sel jantung untuk berkontraksi dan memicu

jantung untuk berdetak dengan kecepatan atau frekuensi yang telah diset oleh nodus

SA, yaitu normal sekitar 70-80 denyutan per menit. Jaringan otoritmik lainnya tidak

dapat mengeluarkan irama natural mereka yang memiliki kecepatan yang lebih

lambat, karena mereka sudah teraktivasi terlebih dahulu oleh potensial aksi yang

berasal dari nodus SA sebelum mereka mencapai ambang letup mereka masing-

masing yang lebih lambat.3

Penyebaran eksitasi jantung harus dikoordinasikan untuk menjamin pompa

yang efisien. Sekali nodus SA teraktifkan, maka potensial aksi akan menyebar ke

7

Page 8: PBL STEMI

seleuruh jantung. Agar pompa jantung menjadi efisien, penyebaran dari eksitasi ini

harus mampu memenuhi tiga kriteria:3

1. Eksitasi atrium dan kontraksinya harus sudah selesai sebelum kontraksi dari

ventrikel di mulai. Hal ini menjamin agar ventrikel terisi penuh secara

sempurna sebelum akhirnya ventrikel berkontraksi untuk memompakan darah

ke seluruh bagian tubuh.

2. Eksitasi dari serat otot jantung harus dikoordinasikan untuk menjamin bahwa

tiap-tiap rongga jantung berkontraksi sebagai satu unit untuk memompa secara

efisien. Jika serat otot pada rongga jantung tereksitasi dan berkontraksi secara

acak bukan berkontraksi secara simultan dan terkoordinasi, maka jantung akan

tidak bisa memompa darah dengan efisien.

3. Baik sepasang atrium maupun sepasang ventrikel jantung harus bisa

terkoordinasi secara fungsional bahwa kaedua anggota pasangan tersebut

dapat berkontraksi secara simultan. Koordinasi ini memungkinkan darah akan

dipompakan ke sirkulasi pulmonal dan sistemik yang tersinkronisasi.

Penyebaran dari eksitasi jantung diatur secara cermat untuk menjamin bahwa

semua kriteria yang ada terpenuhi dan jantung berfungsi secara efisien, berikut adalah

penjelasannya.3

Pertama-tama adalah eksitasi atrium. Potensial aksi yang berasal dari nodus

SA pertama kali akan menyebar menuju ke kedua atrium, terutama dari sel ke sel

jantung lainnya melalui gap junction. Selain itu, ada beberapa penghantar khusus

yang memiliki batas yang kurang jelas mempercepat hantaran impuls ke seluruh

atrium, yaitu:3

1. Jalur interatrial (interatrial pathway) terbentang dari nodus SA di dalam atrium

kanan menuju ke atrium kiri. Karena jalur ini mentransmisikan potensial aksi

dari nodus SA menuju ke jalur terminal pada atrium kiri dengan sangat cepat,

maka gelombang eksitasi ini dapat tersebar melalui gap junction di seluruh

atrium kiri dengan waktu yang hampir bersamaan dengan eksitasi yang

menyebar pada seluruh atrium kanan. Ini mamastikan bahwa kedua atrium

akan berdepolarisasi untuk berkontraksi secara simultan.

2. Jalur internodal terbentang dari nodus SA menuju ke nodus AV. Nodus AV

adalah titik kontak elektrik satu-satunya antara antrium dan ventrikel; dalam

kata lain, karena atria dan ventrikel secara struktural terhubungkan dengan

8

Page 9: PBL STEMI

jaringan ikat yang tidak dapat menghantarkan listrik, satu-satunya cara agar

potensial aksi dari atrium dapat menyebar hingga ke ventrikel adalah dengan

melewati nodus AV. Jalur penghantar internodal ini mengarahkan

penyebaran/penyaluran potensial aksi yang berasal dari nodus SA ke nodus

AV untuk menjamin kontraksi berirama ventrikel setelah kontraksi atrium.

Karena dipercepat oleh jalur penghantar ini, maka potensial aksi akan sampai

di nodus AV dalam waktu 30 milidetik setelah nodus SA melepaskan

muatannya.

Sebelum terjadi eksitasi ventrikel, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa

yang terjadi di antara atrium dan ventrikel, terutama sebelum memasuki ventrikel.

Potensial aksi yang berasal dari nodus SA akan sampai pada nodus AV, seperti yang

telah kita ketahui sebelumnya. Pada nodus AV ini potensial aksi akan dihantarkan

cukup lambat. Hal ini menguntungkan karena untuk menyelesaikan pengisian

ventrikel cukup membutuhkan waktu Impuls tersebut mengalami perlambatan skitar

100 milidetik (AV delay), yang memungkinkan atrium untuk bisa berdepolarisasi

sempurna dan berkontraksi, mengosongkan isinya ke ventrikel, sebelum depolarisasi

dan kontraksi ventrikel terjadi.3

Tahap selanjutnya adalah eksitasi ventrikel. Setelah terjadinya AV delay,

impuls tersebut kemudian bergerak dengan cepat menuruni septum jantung melalui

cabang kiri dan cabang kanan dari berkas His dan kemudian menyebar hingga ke

miokardium ventrikel melalui serat Purkinje. Anyaman serat pada sistem penghantar

ventrikel ini terspesialisasi dalam menyalurkan potensial aksi dengan sangat cepat.

Keberadaan sistem ini mempercepat dan mengkoordinasikan penyebaran penyebaran

eksitasi ventrikel untuk menjamin ventrikel akan berkontraksi sebagai satu buah unit.

Potensial aksi ini disalurkan melalui seluruh sel Purkinje dalam waktu sekitar 30

milidetik.3

Gambar 4. Sistem Penghantar Khusus.3

9

Page 10: PBL STEMI

Setelah melihat bagaimana perjalanan impuls nodus SA hingga menyebabkan

jantung berkontraksi, kita juga perlu melihat potensial aksi yang terjadi pada sel otot

jantung (sel kontraktil jantung) ketika menerima impuls.

Potensial aksi yang terjadi pada sel kontraktil jantung, meskipun dipicu oleh

sel-sel nodal pemicu, sel kontraktil jantung memiliki berbagai variasi yang mencolok

dalam mekanisme ionik dan bentuk disbanding potensial pada nodus SA. Tidak

seperti membran sel otoritmik jantung, membran sel kontraktil jantung pada saat

istirahat berada pada beda potensial -90 mV hingga akhirnya akan tereksitasi oleh

impuls listrik yang dihasilkan oleh pacemaker. Sekali membran sel kontraktil

miokardium ventrikel terdepolarisasi mencapai ambang melalui alur tertentu melewati

gap junction, potensial aksi akan terbentuk melalui proses rumit perubahan

permeabilitas dan perubahan membran potensial sebagai berikut:3

1. Selama masa fase naik dari potensial aksi, potensial membran ini secara cepat

berbalik ke nilai positif sekitar +20 mV hingga +30 mV (tergantung dari sel

miokardium itu sendiri) sebagai hasil dari pengaktifan channel Na berpintu

voltase dan Na dengan cepat masuk ke dalam sel, seperti yang terjadi pada sel-

sel peka rangsang lainnya.

2. Di ujung potensial aksi, channel K dalam subkelas yang berbeda kemudian

membuka sementara. Resultan yang terbatas dari pengeluaran K melalui

channel yang sementara ini bersifat singkat, repolarisasi kecil dari membran

menjadi lebih curam, kurang positif dari kepositifan awal.

3. Keunikan dari sel jantung ini, potensial membran ini dipertahankan dalam

taraf positif dekat dengan ujung potensial aksi dalam waktu beberapa ratus

milidetik, membentuk fase plateau dari potensial aksi ini. Hal ini berbeda

dengan potensial aksi pendek yang terjadi pada sel saraf dan otot yang berkisar

1 sampai 2 milidetik. Fase plato ini dipertahankan oleh dua perubahan

permeabilitas dependen voltase: aktivasi lambat channel Ca tipe L dan

penurunan mencolok permeabilitas K. Perubahan permeabilitas ini terjadi

sebagai bentuk respon dari perubahan voltase secara tiba-tiba ketika fase naik

potensial aksi.

4. Fase turun yang sangat cepat dari potensial aksi dihasilkan dari inaktivasi

channel ion Ca dan pengaktifan tertunda dari channel K berpintu voltase, sama

seperti pada sel saraf dan sel otot. K yang keluar menyebabkan kepositifan

membran sel berkurang drastis kembali seperti keadaan semula. Pada saat

10

Page 11: PBL STEMI

potensial istirahat, channel K berpintu voltase kembali tertutup dan channel

ion K yang tidak berpintu kembali membuka.

Gambar 5. Aktivitas Sel Kontraktil.1

Elektrokardiogram (EKG)

Arus listrik yang dihasilkan oleh otot jantung saat depolarisasi dan repolarisasi

menyebar menuju jaringan ke sekitar jantung dan dihantarkan melalui cairan dalam

tubuh. Sebagian kecil dari aktivitas listrik ini mencapai permukaan tubuh, sehingga

dapat dideteksi melalui elektroda perekam. Alat perekam kegiatan listrik jantung

tersebut adalah elektrokardiogram, atau EKG.3

Ingatlah tiga hal penting ketika mempertimbangkan apa yang EKG akan

representasikan:3

1. EKG adalah merekam dari sebagian aktivitas listrik yang diinduksi oleh cairan

tubuh oleh impuls jantung yang mencapai permukaan tubuh. EKG tidak

merekam aktivitas listrik jantung secara langsung.

2. EKG adalah rekaman kompleks yang mencerminkan keseluruhan dari

aktivitas jantung ketika depolarisasi dan repolarisasi. EKG tidak merekam

potensial aksi yang terjadi pada sebuah sel pada waktu tertentu. EKG

menampilkan keseluruhan penjumlahan potensial aksi dari semua sel otot

jantung.

3. Rekaman EKG mencerminkan perbandingan dalam voltase yang terdeteksi

oleh elektroda dalam dua titip yang berbeda pada permukaan tubuh, bukan

potensial aksi sebenarnya. Sebagai contoh, EKG tidak merekam adanya

11

Page 12: PBL STEMI

potensial sama sekali jika otot ventrikel telah mengalami depolarisasi dan

repolarisasi secara sempurna karena kedua elektroda mendeteksi potensial

yang sama, sehingga tidak ada beda potensial yang direkam oleh elektroda.

EKG yang normal memiliki tiga bentuk gelombang yang berbeda dan jelas:

gelombang P, kompleks QRS, dan gelombang T. Gelombang P mencerminkan

depolarisasi atrium, kompleks QRS mencerminkan depolarisasi ventrikel, dan

gelombang T mencerminkan repolarisasi ventrikel. Beberapa poin penting lainnya

yang perlu diketahui adalah:3

1. Lepas muatan nodus SA tidak membentuk aktivitas listrik yang cukup untuk

mencapai permukaan tubuh, sehingga kita tidak dapat merekam depolarisasi

nodus SA. Karena itu, gelombang pertama yang terekam, yaitu gelombang P,

terjadi ketika impuls menyebar ke seluruh atrium.

2. Pada EKG normal, tidak ada gelombang khusus untuk repolarisasi atrium

yang terlihat. Hal ini disebabkan karena aktivitas listrik dari repolarisasi

atrium biasanya terjadi bersamaan dengan depolarisasi ventrikel, sehingga

tertutupi oleh kompleks QRS.

3. Gelombang P lebih kecil dari pada kompleks QRS, karena atrium memiliki

otot yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan ventrikel dan

karenanya menghasilkan akitivitas listrik yang lebih kecil.

4. Di tiga titik berikut dapat kita temukan EKG menghasilkan garis lurus

(isoelektrik): (1) saat terjadinya AV delay pada nodus AV, yang

direpresentasikan sebagai segmen PR, (2) ketika ventrikel sudah

terdepolarisasi sempurna dan sel kontraktil jantung sedang mengalami fase

plateau sebelum mereka repolarisasi, yang direpresentasikan sebagai segmen

ST, (3) ketika otot jantung telah mengalami repolarisasi sempurna dan sedang

dalam fase istirahat di mana sedang dilakukannya fase pengisian ventrikel,

yang direpresentasikan sebagai segmen TP.

Pengaturan Kerja Jantung

Frekuensi denyut nadi jantung secara normal ditentukan oleh frekuensi lepas

muatan spontan yang dikeluarkan oleh nodus SA. Jika impuls yang dikeluarkan nodus

SA bertambah cepat, maka denyut nadi pun akan bertambah cepat, begitu pula

sebaliknya.3

12

Page 13: PBL STEMI

Jantung kita dipersarafi oleh kedua divisi saraf otonom, yang dapat

memodifikasi kecepatan (serta kekuatan) kontraksi, meskipun stimulasi saraf tidak

diperlukan untuk memulai kontraksi. Saraf simpatis dan parasimpatis mempersarafi

jantung, baik nodus SA dan nodus AV, serta mempersarafi ventrikel (simpatis saja).3

Efek Stimulasi Parasimpatis

Mari kita lihat efek yang spesifik yang ditimbulkan oleh perangsangan

parasimpatis, di antaranya adalah:3

1. Sistem parasimpatis memperngaruhi nodus SA untuk mengurangi kecepatan

jantung berdetak. Asetilkolin yang dibebaskan meningkatkan permeabilitas

nodus SA terhadap K dengan memperlambat penutupan saluran K. akibatnya,

kecepatan pembentukan potensial aksi spontan berkurang melalui efek ganda:

(1) meningkatnya permeabilitas K menyebabkan hiperpolarisasi membran

nodus SA karena semakin banyak ion positif yang keluar dibandingkan saat

normal, menyebabkan keadaan di intrasel menjadi semakin negatif dan lebih

jauh dari firing level, (2) peningkatan permeabilitas K juga sekaligus melawan

penurunan otomatis permeabilitas K yang berguna untuk pengembangan

potensial pacemaker. Efek penurunan ini menurunkan frekuensi depolarisasi

spontan, memperlama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ambang,

sehingga menurunkan frekuensi jantung.

2. Pengaruh parasimpatis terhadap nodus AV adalah mengurangi eksitabilitas

nodus AV, memperlama transmisi impuls ke ventrikel yang lebih lama

dibandingkan AV delay biasanya. Efek ini terjadi karena peningkatan

permeabilitas K yang membuat membran terhiperpolarisasi sehingga menunda

inisiasi eksitasi dari nodus AV.

3. Stimulasi parasimpatis pada sel kontraktil atrium memperpendek potensial

aksi, mengurangi arus masuk lambat dari Ca (memperpendek fase plateau).

Hasilnya, kontraksi atrium melemah.

4. Sistem parasimpatis memiliki efek yang kecil terhadap kontraksi ventrikel,

karena jarangnya persarafan simpatis terhadap ventrikel jantung.

Efek Stimulasi Simpatis

Berbeda dengan parasimpatis, pada sistem simpatis, di mana mengontrol

jantung dalam keadaan emergensi atau saat berlatih, saat di mana dibutuhkan aliran

13

Page 14: PBL STEMI

darah yang lebih banyak, akan meningkatan frekuensi jantung melalui efeknye

terhadap pacemaker jantung. Berikut adalah hal-hal yang harus dilihat:3

1. Efek utama dari perangsangan simpatis adalah terhadap nodus SA untuk

mempercepat depolarisasi sehingga lebih cepat mencapai ambang. Hal ini

terjadi dengan mengurangi permeabilitas K yaitu dengan mempercepat

inaktivasi saluran K.

2. Stimulasi simpatis dari nodus AV juga menurunkan AV delay dengan

mempercepat kecepatan penghantaran, dilakukan dengan meningkatkan

pemasukan lambat Ca.

3. Perangsangan simpatis juga mempercepat penyebaran potensial aksi yang

melalui sistem penghantar khusus.

4. Baik sel kontraktil atrium dan ventrikel memiliki banyak persarafan simpatis,

sehingga persarafan simpatis akan memperkuat kontraksi jantung sehingga

akan berdetak lebih kuat dan memompa darah ke luar lebih banyak. Efek ini

terjadi kerena meningkatnya permeabilitas Ca yang meningkatkan influks Ca.

Baroreseptor: Pengaturan Refleks Jantung

Refleks baroreseptor merupakan mekanisme jangka pendek penting untuk

mengatur tekanan darah. Setiap perubahan pada tekanan darah memicu suatu refleks

baroreseptor yang mempengaruhi jantung serta pembuluh darah untuk menyesuaikan

cardiac output dan resistensi perifer total dalam upaya memulihkan tekanan darah

kembali normal. Sama seperti refleks lainnya, refleks baroreseptor mencakup

reseptor, jalur aferen, pusat integrasi, jalur eferen, dan organ efektor.3

Reseptor terpenting yang terlibat dalam regulasi terus-menerus tekanan darah

adalah sinus karotikus dan baroreseptor pada arkus aorta, di mana keduanya sangat

peka dengan perubahan tekanan darah. Baroreseptor ini memiliki tempat yang

strategis untuk memberi informasi penting tentang tekanan arteri pembuluh-pembuluh

yang menuju ke otak (baroreseptor sinus karotikus) dan di trunkus arteri utama

sebelum pembuluh ini bercabang-cabang untuk mendarahi bagian tubuh lainnya

(baroreseptor arkus aorta).3

Baroreseptor ini secara terus-menerus mengeluarkan impuls mengenai

informasi tekanan darah. Dengan kata lain, sensor ini selalu menghasilkan potensial

aksi sebagai respon dari tekanan dalam arteri. Peningkatan tekanan darah akan

meningkatkan impuls yang dibentuk di neuron-neuron aferen terkait, sedangkan

14

Page 15: PBL STEMI

penurunan tekanan darah akan memperlambat pembentukan impuls yang terbentuk di

neuron aferen. Pusat integrasi yan menerima informasi mengenai tekanan darah ini

adalah cardiovascular control center, yang terletak pada medula di dalam batang otak.

Kemudian jalur eferennya adalah sistem otonom, baik simpatis maupun parasimpatis.3

Anamnesis

Gejala yang timbul yang disebabkan oleh adanya gangguan pada jantung

biasanya berasal dari iskemia miokard, gangguan kontraksi dan/atau relaksasi

miokardium, obstruksi pembuluh darah, atau irama jantung yang tidak normal.

Iskemia, yang disebabkan karena ketidakseimbangan oksigen yang dibutuhkan

jantung dengan yang disuplai oleh jantung, paling sering termanifestasikan sebagai

ketidaknyamanan di dada, sedangkan penurunan kemampuan jantung dalam

memompa darah biasanya akan mengarah kepada kelelahan dan peningkatan tekanan

intravaskular karena kegagalan ventrikel tersebut. Jika dibiarkan maka akan terjadi

akumulasi cairan yang tidak normal, dengan edema perifer atau kongesti pulmonal

dan dispnea. Obstruksi pembuluh darah, seperti yang terjadi pada stenosis valvular,

dapat menyebabkan gejala menyerupai gagal jantung. Aritmia jantung biasanya

terjadi secara tiba-tiba, dan gejala yang terlihat/ditemukan adalah berupa palpitasi,

dispnea, hipotensi, dan syncope, biasanya terjadi tiba-tiba dan hilang dengan cepat

seperti sebagaimana saat muncul.5

Meskipun dispnea, rasa tidak nyaman di dada, edema, dan syncope merupakan

manifestasi dari penyakit jantung, gejala tersebut juga dapat terjadi pada berbagai

keadaan lainnya. Seperti contoh, dispnea juga terjadi pada penyakit lain seperti

penyakit paru, obesitas, dan anxiety. Begitu pula dengan rasa tidak nyaman di dada,

juga dapat disebabkan oleh penyakit bukan berasal dari jantung dan berasal dari

jantung namun bukan disebabkan oleh miokard infark. Edema, gejala penentu apakah

gagal jantung teratasi dengan baik atau tidak, juga dapat terjadi pada penyakit ginjal

primer serta sirosis hati. Syncope juga tidak hanya terjadi karena aritmia jantung yang

serius, namun juga pada beberapa kondisi neurologis lainnya. Sehingga untuk

menentukan apakah gejala yang dikeluhkan atau yang terjadi pada pasien benar-benar

berasal dari kardiovaskular, maka harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik

yang baik dan benar.5

15

Page 16: PBL STEMI

Berdasarkan kriteria The New York Heart Association (NYHA), hal-hal yang

harus dipertimbangkan dalam mengdiagnosis penyakit kardiovaskular secara lengkap

dan sistematik adalah sebagai berikut:5

1. The underlying etiology. Apakah penyakit yang diderita pasien merupakan

penyakit kongenital, hipertensi, iskemi, atau karena proses inflamasi?

2. The anatomical abnormalities. Ruang jantung mana yang kira-kira terkena?

Apakah terjadi hipertrofi, dilatasi, atau keduanya? Katup jantung mana yang

terlibat? Apakah terjadi regurgitasi dan/atau stenosis? Apakah ada pericardium

yang terlibat di sana? Apakah telah terjadi infark miokard?

3. The physiological disturbances. Apakah terjadi aritmia? Apakah terdapat bukti

adanya gagal jantung kongestif atau iskemia miokard?

4. Functional stability. Seberapa berat aktivitas fisik yang dapat menyebabkan

gejala tersebut muncul? Klasifikasi yang dibuat oleh NYHA telah disajikan

dalam bentuk tabel untuk menentukan seberapa berat gangguan fungsional

yang diderita pasien (Tabel 1).

TABEL 1. New York Heart Association Functional Classification

Class I

No limitation of physical activity

No symptoms with ordinary exertion

Class III

Marked limitation of physical activity

Less than ordinary activity causes

symptoms

Asymptomatic at rest

Class II

Slight limitation of physical activity

Ordinary activity causes symptoms

Class IV

Inability to carry out any physical activity

without discomfort

Symptoms at rest

Sumber: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison’s principles of internal medicine. 18thed Vol II. Philadelphia: The McGraw-Hill Companies; 2012. p. 1818.

Gejala Umum Kardiovaskular

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, gejala-gejala yang berhubungan

dengan penyakit kardiovaskular adalah nyeri dada (chest pain), palpitasi, sulit

bernafas (shortness of breath: dyspnea, orthopnea, paroxysmal dyspnea), dan

pembengkakan atau edema. Untuk bisa menilai gejala kardiovaskular ini dengan baik,

16

Page 17: PBL STEMI

maka harus dibandingkan dengan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien.

Meskipun gejalanya berupa gejala di daerah dada, namun berbagai kemungkinan yang

harus diperhatikan selain jantung adalah penyakit paru dan ekstratoraks lainnya.6

Dalam menilai gejala-gejala yang berhubungan dengan kardiovaskular, sangat

penting untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan oleh pasien. Sebagai contoh, pada

pasien yang datang dengan nyeri dada, apakah nyeri muncul setelah menaiki tangga?

Berapa anak tangga? Bagaimana dengan berjalan, seberapa jauh? Bagaimana dengan

membawa barang belanjaan, melakukan pekerjaan rumah seperti membereskan

tempat tidur, membersihkan rumah? Bagaimana keadaan yang sekarang jika

dibandingkan dengan aktivitas jaman dahulu? Kapan gejala ini muncul atau berubah?

Jika pasien mengalami sulit bernafas, tanyakan apakah gejala ini muncul pada saat

istirahat, saat beraktivitas, atau saat menaiki tangga? Memperkirakan jumlah aktivitas

yang dilakukan setiap hari dapat membantu sebagai penentu tingkat beratnya penyakit

serta terapi/penanganan selanjutnya.6

Chest Pain

Nyeri dada merupkan salah satu gejala yang paling serius dan penting yang

harus diperhatikan sebagai seoran klinisi, dan merupakan penyebab kasus emergensi

kedua, setelah penyakit abdomen. Nyeri dada biasanya merujuk kepada coronary

heart disease, angina pektoris, dan infark miokard. Tipe nyeri dada yang khas adalah

seperti ditekan, tidak nyaman, dan menjalar hingga ke pundak, punggung, leher,

lengan, seperti yang terjadi pada angina pektoris dan infark miokard.6

Selama mendengar penjelasan pasien, harus selalu dipikirkan dengan serius

mengenai angina pectoris, infark miokard, atau bahkan diseksi aneurisma aorta.

Sehingga sebagai dokter harus bisa membedakan penyakit kardiovaskular yang serius

dengan penyebab lainnya seperti perikardium, trakea dan bronkus, pleura parietal,

esofagus, dan dinding dada, hingga organ-organ lain yang berada di luar toraks seperti

leher, kandung empedu, dan gaster. Jika saja diinterpretasikan sebagai hal yang tidak

berbahaya namun tidak seharusnya, sehingga pasien keluar dari ruang emergensi,

yang biasanya disebabkan karena kesalahan interpretasi EKG, dapat meningkatkan

mortalitas hingga 25%. Sindrom koroner akut biasanya digunakan untuk menjelaskan

beberapa kelainan yang disebabkan karena iskemia miokard akut, yaitu UAP, STEMI,

dan NSTEMI.6

17

Page 18: PBL STEMI

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan haruslah luas, seperti: “Apakah Anda

mengalami nyeri atau rasa tidak nyaman pada dada Anda?” Mintalah pasien untuk

menunjukkan di mana lokasi terdapatnya nyeri dan menjelaskan bagaimana rasa nyeri

yang pasien tersebut rasakan. Setelah mendengarkan penjelasan nyeri dari pasien,

bertanyalah langsung kepada pasien, apakah nyeri tersebut berhubungan dengan

aktivitas/olahraga? Aktivitas seperti apakah yang mencetuskan terjadinya nyeri?

Seberapa intensitas nyerinya jika diberi angka 1 hingga 10? Apakah nyeri tersebut

menjalar ke leher, pundak, punggung, atau hingga ke lengan? Apakah ada gejala lain

yang berhubungan seperti sulit bernafas (shortness of breath), sweating, palpitasi,

hingga nausea? Apakah nyeri ini pernah membangunkan pasien saat tertidur? Apa

yang pasien lakukan untuk membuatnya lebih baik/apa yang dilakukan pasien supaya

nyeri hilang? Berbagai pertanyaan tersebut harus dilakukan untuk memastikan gejala-

gejala tersebut benar-benar berasal dari kardiovaskular. Seperti pada nyeri dada

anterior, biasanya seperti terasa terobek dan menjalar ke leher hingga punggung,

terjadi pada diseksi aorta akut.6

Palpitations

Palpitasi merupakan perasaan/sensasi tidak menyenangkan yang dirasakan

oleh karena denyut jantung yang tidak teratur. Pasien menjelaskan palpitasi sebagai

rasa melompat-lompat pada jantung, balapan, bergetar-getar, berdebar-debar, hingga

seperti jantung berhenti. Palpitasi dapat terjadi karena irama jantung mengalami

gangguan, yang disebabkan karena peningkatan frekuensi atau penurunan, hingga

peningkatan kontraksi jantung yang berlebihan. Palpitasi tidak selalu menunjukkan

adanya gejala penyakit jantung. Bahkan sebaliknya, disritmi jantung yang sangat

serius seperti yang terjadi pada takikardi ventrikel, sering tidak menyebabkan

palpitasi.6

Sebagai dokter, kita dapat langsung menanyakan apakah pasien mengalami

palpitasi. Jika pasien tidak begitu mengerti, tanyakan apakah pasien pernah merasakan

hal yang aneh pada denyut jantungnya, seperti apa rasanya. Mintalah pasien untuk

menunjukkkan irama jantungnya dengan jari tangannya. Cepat apakah lambat?

Regular atau ireguler? Berapa lama hal tersebut terjadi? Apakah pernah merakasan

peningkatan denyut jantung dengan sangat cepat, dan apakah berhenti tiba-tiba atau

secara bertahap? Untuk hal tersebut diperlukan pemeriksaan EKG. Cukup penting

18

Page 19: PBL STEMI

juga untuk mengajari pasien menghitung denyut nadi mereka sebagai persiapan

adanya serangan berikutnya.6

Shortness of Breath

Nafas tersengal-sengal/sulit benafas ini cukup sering terjadi dan dapat berupa

dispnea, ortopnea, atau dispnea nokturnal paroxysmal. Dispnea adalah rasa sulit

bernafas, nafas tidak teratur yang terjadi pada tingkat aktivitas yang tidak seharusnya.

Beberapa pertanyaan yang harus diajukan adalah apakah ada kesulitan bernafas? Cari

tahu apakah gejala ini muncul pada saat istirahat atau saat olahraga, dan seberapa

berat aktivitas hingga timbul onset. Karena dispnea bervariasi mulai dari umur, berat

badan, hingga tingkat kebugaran seseorang, maka tidak ada batas rentang absolut

untuk mengevaluasi dispnea. Sebaliknya, lakukan berbagai usaha untuk menentukan

tingkat keparahan dispnea yang terjadi, mulai dengan aktivitas sehari-hari. Berapa

langkah atau anak tangga yang dapat diraih pasien sebelum ia akhirnya berhenti untuk

mengambil nafas? Bagaimana dengan melakukan aktivitas seperti mengangkat barang

belanjaan, mengepel lantai, dan hal-hal lain yang serupa? Apakah dispnea tersebut

sudah mengganggu aktivitas sehari-hari pasien atau belum? Bagaimana itu terjadi?

Perhatikan dengan baik timing munculnya dispnea, gejala-gejala lain yang mungkin

berhubungan, dan perhatikan faktor pemberat maupun faktor pereda.6

Ortopnea adalah dispnea yang terjadi ketika pasien berbaring dan membaik

ketika pasien bangun atau duduk. Tingkat beratnya ortopnea dapat dilihat dengan

berapa bantal yang digunakan pasien saat tidur, atau dengan fakta yang terlihat jelas

bahwa pasien tersebut butuh untuk duduk saat ia tertidur. Pastikan bahwa alasan

pasien tidur dengan bantal yang banyak atau tidur dengan posisi duduk adalah karena

sulit bernafas bukan karena penyebab lain. Ortopnea terjadi pada gagal jantung

ventrikel atau stenosis mitral, dan juga dapat terjadi pada penyakit paru obstruktif.6

Dispnea paroksismal nocturnal menjelaskan episode terjadinya dispnea dan

ortopnea tiba-tiba yang membangunkan pasien pada saat tidur, biasanya 1-2 jam

setelah pasien tertidur, sehingga membuat pasien terbangun duduk, berdiri, atau

bahkan pergi ke jendela untuk menghirup udara lebih banyak. Dapat juga terjadi

wheezing ataupun batuk. Biasanya langsung mereda namun dapat terjadi pada waktu

yang sama pada malam yang berikutnya. PND terjadi pada gagal jantung ventrikel

atau stenosis mitral, dan dapat dikira sebagai serangan asma nocturnal.6

19

Page 20: PBL STEMI

Edema

Edema adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada ruang interstitial

ekstravaskular. Jaringan interstitial dapat mengabsorpsi beberapa liter cairan,

mengakomodasikan hingga 10% penambahan berat badan sebelum pitting udem

terjadi. Penyebabnya bervariasi, lokal hingga sistemik. Tanyakan hal-hal yang

berfokus pada lokasi, waktu munculnya, tempat munculnya bengkak, dan gejala lain

yang mungkin berhubungan. Apakah anda mengalami pembengkakan? Di mana?

Kapan itu terjadi? Apakah memburuk pada malam hari atau pagi hari? Apakah sepatu

terasa penuh? Lanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan lain seperti apakah cincin

pada tangan pasien semakin sempit? Apakah kelopak mata menjadi bengkak di pagi

hari? Apakah pasien harus membuka ikat pinggang agar lebih nyaman? Juga tanyakan

apakah baju pasien terasa sempit terutama di bagian perut. Selain itu penting juga

untuk meminta pasien mengukur berat badan di pagi hari, karena edema tidak akan

jelas sampai terjadi akumulasi carian hingga beberapa liter pada ruang interstitial.6

Dependent edema adalah edema yang terjadi pada tubuh bagian bawah seperti

kaki, tungkai bawah ketika duduk, atau pada sacrum ketika terbaring di tempat tidur.

Penyebabnya dapat berupa penyakit jantung seperti CHF, hipoalbuminemia, dan

sebagainya.6

Jika edema terjadi karena penyakit ginjal atau hepar, maka edema dapat

ditemukan pada periorbital. Cincin dapat terasa ketat pada sindroma nefrotik, dan

lingkar pinggang membesar karena asites disebabkan karena gagal hepar.6

Pemeriksaan Fisik

Setiap pemeriksaan selalu dimulai dengan penilaian pasien secara umum

(general appearance), dengan melihat umur, postur tubuh, sikap tubuh, dan data

kesehatan pasien secara umum. Apakah pasien sedang beristirahat dengan

diam/nyaman, dispnea, atau diaforetik? Apakah pasien cenderung menghindari

beberapa posisi tubuh untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit, seperti yang

diperkirakan pada kasus tersangka perikarditis akut? Apakah terdapat petunjuk

adanya dispnea yang disebabkan penyakit pulmonal, seperti adanya barrel chest yang

merupakan peningkatan diameter anterior-posterior dada, takipnea, dan pernafasan

dengan mulut? Kulit pucat, sianosis, dan jaundice dapat terlihat mudah dan

menunjukkan petunjuk-petunjuk berikutnya. Nyeri yang kronis pada pasien yang

kurus dapat merujuk kepada adanya gagal jantung berkepanjangan atau adanya

20

Page 21: PBL STEMI

kelainan sistemik lain seperti keganasan. Beberapa kelainan genetik yang sering

berhubungan dengan kardiovaskular dapat diketahui dengan lebih mudah, seperti

trisomy 21, Marfan syndrome, dan Holt-Oram syndrome. Tinggi dan berat badan

harus diukur secara rutin, dan BMI (body mass index) serta BSA (body surface area)

juga harus dihitung rutin. Pemeriksaan lingkar pinggang dan penghitungan rasio

lingkar pinggang-panggul dapat digunakan untuk memprediksi adanya penyakit

kardiovaskular jangka panjang. Status mental, kesiagaan pasien (level of alertness),

serta mood pasien harus selalu dinilai selama anamnesis dan pemeriksaan fisik.5

General Appearance

Pemeriksaan selalu dimulai dengan pengamatan fisik secara keseluruhan, yang

akan dirangkum dalam beberapa poin berikut ini:5,6

1. Apparent state of health. Cobalah untuk menilai pasien secara keseluruhan

berdasarkan pengamatan sekilas ketika pasien datang. Dukung hal tersebut

dengan beberapa detail yang signifikan. Contohnya seperti tampak sakit akut

atau kronis, rapuh, tampat sehat, atau bahkan tampak sangat kuat.

2. Level of consciousness. Apakah pasien dalam keadaan sepenuhnya sadar,

responsif terhadap setiap rangsangan dari luar atau tidak. Jika tidak, cepat nilai

level tingkat kesadarn pasien, apakah sadar sepenuhnya, letargik, obtundation,

stupor, hingga koma.

3. Sign of distress. Lihatlah gejala apa yang sedang diderita oleh pasien.

4. Skin color and obvious lesion. Perhatikan apakah pucat, sianosis, jaundice,

rash, atau memar. Sianosis sendiri berbeda-beda jenis tergantung

penyebabnya. Khusus untuk penyakit kardiovaskular harus dapat membedakan

penyebab sianosis yang terlihat. Sianosis sentral terjadi karena adanya

shunting antara ventrikel kanan ke ventrikel kiri, yang menyebabkan darah

yang belum teroksigenasi mencapai sirkulasi sistemik. Sianosis perifer atau

acrocyanosis adalah sianosis yang terjadi karena penurunan aliran darah

menuju ekstremitas karena adanya vasokostriksi pembuluh darah kecil, seperti

yang terjadi pada pasien dengan gagal jantung berat., shock, atau penyakit

vaskular perifer. Sianosis diferensial merupakan sianosis yang terjadi pada

ekstremitas bawah namun tidak pada ekstremitas atas, seperti yang terjadi

pada patent duktus arteriosus (PDA) besar dan hipertensi pulmonal sekunder

dengan right-to-left shunting pada pembuluh darah besar.

21

Page 22: PBL STEMI

5. Dress, grooming, and personal hygiene. Perhatikan bagaimana pasien

berpakaian, kebersihan pakaian, rapi atau tidak, bandingkan dengan orang lain

seusia pasien. Perhatikan juga alas kaki yang digunakan, perhiasan, rambut,

kuku, penggunaan kosmetik, dan sebagainya.

6. Facial expression. Perhatikan ekspresi wajah saat istirahat, selama

berkomunikasi, selama pemeriksaan fisik, dan interaksinya dengan orang lain.

Perhatikan kontak mata pasien, apakah natural, berusaha diperpanjang, cepat

menghindar, atau bahkan tanpa kontak mata sama sekali.

7. Odors of the body and breath. Bau tubuh dapat menjadi petunjuk diagnostik

yang cukup penting, seperti bau aseton pada pasien diabetes, bau alkohol, dan

lainnya.

8. Posture, gait, and motor activity. Posisi manakah yang pasien lebih sukai

harus diperhatikan, karena seperti pada gagal jantung kiri pasien lebih

menyukai posisi duduk. Perhatikan pula berapa kali pasien berganti posisi, dan

seberapa cepat pergerakannya. Perhatikan adanya gerakan motorik involunter,

adakah bagian tubuh yang tidak dapat bergerak dan apakah pasien berjalan

dengan baik, seimbang, atau tidak.

9. Height. Pasien tinggi atau pendek, simetris atau tidak.

10. Weight. Apakah pasien gemuk, kurus, obesitas. Perhatikan juga distribusi

lemak pasien, apakah tersebar merata atau hanya pada bagian sentral, dan

sebagainya.

11. Calculating the BMI. Pengukuran body mass index (BMI) diperlukan untuk

mengetahui apakah berat badan dan tinggi badan seseorang sudah sesuai atau

tidak, sehingga melihat apakah pasien obesitas atau kurus.

Blood Pressure and Heart Rate

Setiap memulai pemeriksaan kardiovaskular, pemeriksaan tekanan darah serta

frekuensi nadi harus dilakukan pada awal memulai pemeriksaan fisik. Pemeriksaan

tekanan darah dan frekuensi nadi termasuk di dalam pemeriksaan tanda-tanda vital.6

Pemeriksaan Fisik pada STEMI

Kebanyakan pasien terlihat cemas dan gelisah, berusaha untuk menghilangkan

rasa sakit dengan terus merubah posisi tidur hingga stretching, namun biasanya tidak

berhasil. Wajah pasien biasanya pucat, di mana hal ini berhubungan dengan keringat

22

Page 23: PBL STEMI

dan dingin pada ekstremitas yang terjadi cukup sering. Nyeri dada substernal menetap

hingga lebih dari 30 menit dan diaforesis merupakan kombinasi gejala yang sangat

kuat merujuk kepada STEMI. Meskipun kebanyakan pasien STEMI memiliki

frekuensi nadi dan tekanan darah yang normal pada satu jam pertama serangan,

namun sekitar seperempat pasien dengan infark anterior termanifestasi sebagai

hiperaktivitas sistem saraf simpatis, yaitu muncul sebagai takikardi dan/atau

hipertensi, dan sekitar setengah pasien dengan infark posterior menunjukkan

hiperaktivitas sistem saraf parasimpatis, yaitu bradikardia dan/atau hipotensi.5

Prekordial (permukaan ventral tubuh yang berada di atas jantung dan gaster,

yang meliputi epigastrium dan bagian bawah-tengah dari toraks) biasanya tenang, dan

iktus kordis biasanya sulit diraba. Pada pasien dengan infark anterior, dapat terjadi

pulsasi sistolik yang abnormal pada daerah periapikal dalam hari pertama gejala dan

dapat hilang dengan sendirinya, yang disebabkan karena pergerakan yang tidak teratur

akibat adanya perbesaran pada dinding miokardium yang mengalami infark. Tanda

fisis lain yang menunjukkan adanya disfungsi ventrikel adalah terdengarnya suara

bunyi jantung ke-4 dan ke-3, sehingga dikatakan sebagai gallop, penurunan intesitas

bunyi jantung pertama dan split yang paradoksikal bunyi jantung yang kedua. Dapat

ditemukan murmur middiastolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara

karena disfungsi apparatus katup mitral. Pada STEMI transmural, dapat terdengar

pericardial friction rub pada kebanyakan pasien, kapanpun selama proses perjalanan

penyakit masih berlangsung, dan jika pasien tersebut diperiksa secara rutin. Pulsasi

karotis sering menurun dalam hal volume, yang mencerminkan adanya penurunan

stroke volume. Suhu dapat meningkat hingga 38oC dalam minggu pertama pasca

STEMI. Tekanan arterial dapat bervariasi; pada pasien dengan infark transmural,

tekanan sistolik menurun sekitar 10-15 mmHg dari saat sebelum infark.5,6

Pemeriksaan Penunjang

Progesivitas infark miokard melalui tiga tahap: (1) akut (awal terasa nyeri

hingga hari ke-7), (2) penyembuhan (hari ke-7 sampai hari ke-28), dan (3) sembuh

(≥29 hari). Dalam mengevaluasi diagnosis akhir sebagai STEMI, harus dapat

menentukan adanya infark sementara yang terjadi. Pemeriksaan laboratorium yang

digunakan adalah: (1) EKG, (2) serum cardiac biomarkers, dan (3) radiologi jantung.5

23

Page 24: PBL STEMI

EKG pada STEMI

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan

nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan

segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD

merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat

menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang

bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak

diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat

STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sadapan

secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi

segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk

mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.5

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal segmen ST mengalami evolusi

menjadi gelombang Q pada EKG. Meskipun begitu, gelombang Q yang berada di atas

zona infark tersebut dapat bervariasi dalam besarnya gelombang dan bahkan hanya

ditemukan secara transien, tergantung dari status reperfusi dari iskemi miokardium

dan restorasi potensial transmembran seiring berjalannya waktu. Sebagian kecil dari

pasien dengan ST elevasi tidak membentuk gelombang Q, dan terjadi jika trombus

tidak benar-benar menyumbat, obstruksi sementara, dan terdapat banyak arteri

kolateral lainnya. Pada pasien yang mengalami nyeri iskemik tapi tidak ditemukan

elevasi ST, namun jika serum cardiac biomarker of nekcrosis positif, diagnosis

berubah menjadi NSTEMI. Hanya sedikit dari pasien tanpa elevasi ST berkembang

menjadi gelombang Q.5

Sebelumnya, istilah miokard infark transmural ditunjukkan dengan adanya

gelombang Q atau hilangnya gelombang R, dan infark miokard nontransmural

ditunjukkan dengan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T. Namun

ternyata tidak ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark

(mural/transmural), sehingga terminologi IMA gelombang Q/non Q/transmural

/nontransmural telah diganti menjadi STEMI dan NSTEMI. Penelitian menggunakan

MRI menunjukkan adanya pembentukan gelombang Q pada EKG lebih tergantung

kepada volume jaringan yang terkena infark dibandingkan dengan hubungannya pada

transmuralitas.5

24

Page 25: PBL STEMI

Serum Cardiac Biomarkers

Beberapa protein, yang akhirnya disebut sebagai serum cardiac biomarkers,

dilepas ketika sel otot jantung mengalami nekrosis setelah terjadinya STEMI. Tingkat

pembebasan protein-protein ini berbeda-beda, tergantung dari lokasi pada

intraselulernya, berat molekul, dan aliran darah dan limfatik lokal. Biomarker jantung

ini menjadi terdeteksi pada pembuluh darah perifer ketika pembuluh limfe jantung

sudah terlalu penuh dalam membersihkan interstitial pada daerah yang mengalami

infark, sehingga masuk ke dalam pembuluh darah vena. Perhitungan/penentuan

penglepasan protein yang termporer tersebut memang penting, tapi selama menunggu

hasil lab, strategi reperfusi harus langsung ditentukan berdasarkan gejala klinis dan

hasil EKG. Pemeriksaan rapid whole-blood bedside assays untuk serum marker

jantung sudah tersedia dan dapat membantu dalam menentukan penanganan, terutama

pada pasien dengan hasil EKG yang nondiagnostik.5

Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI)

memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari pada yang dihasilkan oleh otot

rangka pada umumnya. Perbedaan ini memperbolehkan pemeriksaan kuantitatif untuk

cTnT dan cTnI dengan antibodi monoklonal yang sangat spesifik. Selama cTnT dan

cTnI dalam keadaan normal tidak terdeteksi dan dapat meningkat >20 kali setelah

STEMI, pengukuran cTnT dan cTnI sangatlah diagnostik, dan keduanya lebih dipilih

sebagai pemeriksaan marker biokimia dalam miokard infark. Pemeriksaan troponin

jantung sangatlah bermanfaat jika ada kecurigaan adanya cedera otot rangka atau

miokard infark kecil (small MI) yang dimana kedua kondisi tersebut justru

mengurangi efektivitas pemeriksaan CK dan CKMB, sedangkan CK dan CKMB

diperlukan untuk membedakan antara UA (unstable angina) dengan NSTEMI. Kadar

cTnT dan cTnI akan tetap tinggi selama 7-10 hari setelah terjadinya STEMI.5

CK meningkat dalam waktu 4-8 jam setelah serangan dan akan kembali

normal dalam 48-72 jam. Kelemahan CK yang paling utama adalah tingkat

spesifitasnya yang rendah dalam deteksi STEMI, dan CK juga dapat meningkat pada

penyakit otot rangka ataupun adanya trauma otot rangka, termasuk injeksi

intramuskular. Isoenzim dari CK, yaitu CKMB, cukup lebih spesifik dibandingkan

dengan CK, karena tidak terdapat banyak pada organ ekstrakardial.5

Kebanyakan rumah sakit memilih melakukan pemeriksaan cTnT dan cTnI

dibandingkan dengan CKMB dalam mendiagnosis STEMI, meskipun sebenarnya

melakukan keduanya sebenarnya secara klinis asih dapat diterima, namun dapat

25

Page 26: PBL STEMI

menguras kantong pasien lebih banyak lagi dikarenakan kedua pemeriksaan ini cukup

mahal.5

Sementara itu, telah lama diketahui bahwa jumlah/banyaknya protein yang

terlepas berkorelasi dengan seberapa besar lokasi infark yang terjadi, konsentrasi

puncak (peak) hanya berkorelasi lemah dengan besarnya infark. Proses rekanalisasi

arteri koroner yang mengalami oklusi (baik secara spontan maupun farmakologik)

pada jam-jam pertama terjadinya STEMI dapat menyebabkan peningkatan jumlah

protein yang terlepas dalam pemeriksaan marker biokimia. Hal ini disebabkan karena

pembersihan yang terlalu cepat dari interstitium daerah yang mengalami infark,

dengan cepat melebihi klirens protein oleh pembuluh limfe.5

Reaksi nonspesifik lain yang dapat muncul sebagai akibat dari cedera

miokardial adalah leukositosis, yang terjadi beberapa jam setelah onset nyeri dan

menetap 3-7 hari, berkisar antara 12.000-15.000/uL. ESR/LED meningkat lebih

lambat dari pada peningkatan leukosit, mulai meningkat hingga puncak dalam minggu

pertama, dan menetap hingga 1-2 minggu.5

Diagnosis Kerja & Diagnosis Banding

Diagnosis Kerja

Diagnosis infark miokard akut dengan elevasi segmen ST ditegakkan

berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi

segmen ST lebih dari 2 mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan

atau lebih dari 1 mm pada 2 sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung,

terutama troponin T yang meningkat dapat memperkuat diagnosis, namun keputusan

untuk memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan

enzim, mengingat dalam tatalaksanan infark miokard akut, prinsip utama

penatalaksanaan adalah time is muscle.1

Diagnosis Banding

Terdapat beberapa diagnosis banding yang berkaitan dengan keluhan nyeri

dada kiri yang menjalar ke lengan kiri yang dirasakan oleh pasien. Beberapa diagnosis

banding yang dapat diperhatikan sebagai berikut.1

26

Page 27: PBL STEMI

Angina Pektoris Tidak Stabil

Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan America Heart

Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST

(NSTEMI) ialah apakah iskemia yang ditimbulkan cukup berat sehingga dapat

menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan

miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien memiliki keluhan

iskemia, sedangkan tidak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun

tanpa perubahan EKG untuk iskemia, seperti adanya depresi segmen ST ataupun

elevasi segmen ST yang sebentar atau adanya gelombang T yang negatif. Karena

kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan angina

tak stabil seringkali tidak bisa dibedakan dengan NSTEMI.1

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan

angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih

berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena

aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai

muntah, kadang-kadang disertai dengan adanya keringat dingin. Pada pemeriksaan

jasmani seringkali tidak ada yang khas.1

Pada pemeriksaan EKG terdapat adanya depresi dari segmen ST yang baru

menunjukan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu

tanda dari iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang non spesifik

seperti depresi segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T yang negatif kurang

dari 2 mm tidak spesifik untuk iskemia dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada

angina tak stabil terdapat kemungkinan 4 % memiliki gambaran EKG yang normal.1

Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi Segmen ST (NSTEMI)

NSTEMI dan angina pektoris tak stabil diketahui merupakan suatu

kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada

prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. NSTEMI dapat ditegakkan jika

pasien dengan manifestasi klinis seperti angina pektoris tak stabil tetapi menunjukan

bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.1

Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah

satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD.Nyeri dada

dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti

diperas, seperti diikat, rasa penuh dan tertekan menjadi presentasi gejala yang sering

27

Page 28: PBL STEMI

ditemukkan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukan bahwa

mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat memiliki prognosis yang

lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun

gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan

baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan,

epigastrium, bahu atas, dan leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada

pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.1

Penilaian klinis dan EKG merupakan parameter utama dalam pengenalan dan

penilaian risiko NSTEMI. Gambaran EKG secara spesifik dapat menunjukan deviasi

segmen ST merupakan hal yang penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada

Thrombolysis in Myocardial (TIMI), adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05

mV merupakan prediktor outcome yang buruk.1

Etiologi

STEMI, pada kebanyakan kasus, disebabkan oleh oklusi akut arteri koroner

akibat thrombosis intrakoroner yang berkepanjangan akibat rupturnya plak

aterosklerotik pada dinding koroner epikardial. Namun penyebab lain yang lebih

jarang, yaitu karena vasospasme yang lama, aliran darah ke jantung yang inadekuat

(hipotensi), atau kebutuhan akan metabolisme yang berlebihan. Penyebab yang jauh

lebih jarang adalah oklusi emboli, vaskulitis, diseksi pada aortic root atau arteri

koronaria, hingga aortitis. Kokain juga merupakan penyebab terjadinya infark, yang

harus dipertimbangkan pada pasien yang masih muda tanpa adanya faktor resiko.7,8

Epidemiologi

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap

tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan

lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun

laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25

pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah

IMA.1

Di Amerika Serikat, sekitar 650.000 pasien mengalami IMA pertama kali dan

450.000 pasien mengalami IMA yang rekuren setiap tahunnya. Mortalitas pun

meningkat empat kali lipat pada pasien dengan usia di atas 75 tahun jika

dibandingkan dengan pasien usia muda.5

28

Page 29: PBL STEMI

Patofisiologi

STEMI biasanya terjadi ketika aliran darah koroner menurun tiba-tiba setelah

terjadinya oklusi trombotik pada arteri koronaria yang sebelumnya terdapat

aterosklerosis. STEMI tidak terjadi jika adanya stenosis arteri koronaria berat yang

berkembang lambat, karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.

STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi terjadinya

jejas pada pembuluh darah. Jejas ini terjadi/terbentuk karena beberapa faktor seperti

merokok, hipertensi, dan penumpukan lemak. Pada kebanyakan kasus, STEMI terjadi

ketika permukaan dari plak aterosklerotik mengalami gangguan, sehingga

menyebabkan isi dari plak tersebut masuk ke dalam peredaran darah dan mendukung

untuk terjadinya trombogenesis baik lokal maupun sistemik, sehingga terbentuklah

trombus mural pada bagian plak yang mengalami ruptur, sehingga arteri koroner yang

terlibat mengalami penyumbatan. Pemeriksaan histologi menemukan bahwa plak

koroner yang mudah ruptur adalah plak yang dindingnya mengandung banyak lemak

dan fibrous cap yang tipis. Setelah fase awal di mana trombosit membentuk lapisan

trombosit monolayer pada bagian plak yang ruptur, berbagai agonis seperti kolagen,

ADP, epinefrin, serotonin, menambah aktivasi trombosit. Setelah stimulasi trombosit

oleh agonis tadi, terjadilah pelepasan tromboksan A2, yang merupakan

vasokonstriktor lokal poten, terjadi juga aktivasi trombosit lebih lanjut, hingga

perkembangan yang berpotensi melawan terjadinya fibrinolisis.5

Selain terjadinya pembentukan tromboksan A2, aktivasi trombosit karena

agonis tadi juga mencetuskan terjadinya perubahan komformasi dari reseptor

glikoprotein IIb/IIIa. Sekali terubah menjadi bentuk aktifnya, maka reseptor ini

memiliki afinitas tinggi terhadap sekuens asam amino pada protein adesif yang larut

air (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWB) dan fibrinogen. Karena keduanya

merupakan molekul yang multivalent, keduanya dapat mengikat dua trombosit secara

langsung, sehingga terjadilah cross-linking pada trombosit dan agregrasi trombosit.5

Kaskade koagulasi terus teraktivasi atas pajanan tissue factor dalam sel

endotelial yang mengalami kerusakan pada tempat terjadinya ruptur plak tadi. Faktor

VII dan X juga diaktivasi, sehingga menyebabkan terjadinya konversi protrombin

menjadi trombin, yang akan mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Selanjutkan

kaskade pembekuan darah terus terjadi sehingga arteri koronaria sendiri mengalami

penyumbatan akibat trombus yang mengandung agregasi trombosit dan benang-

benang fibrin.5

29

Page 30: PBL STEMI

Pada beberapa kasus, STEMI dapat terjadi karena oklusi koronaria yang

disebabkan oleh emboli koroner, kelainan kongenital, spasme koroner, dan berbagai

penyakit sistemik lainnya yang kebanyakan adalah penyakit inflamasi. Besarnya

gangguan yang terjadi pada jantung karena oklusi pembuluh darah koroner tergantung

kepada: (1) daerah yang diperdarahi oleh arteri koroner tersebut, (2) apakah sumbatan

tersebut menyumbat total aliran darah atau tidak, (3) durasi terjadinya oklusi koroner,

(4) jumlah darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral kepada jaringan yang

terkena, (5) kebutuhan miokardium akan oksigen karena terjadi kehilangan suplai

oksigen tiba-tiba, (6) faktor endogen yang dapat memproduksi zat untuk melisis

secara cepat dan spontan terhadap trombus tersebut, (7) apakah perfusi miokard yang

mengalami infark cukup adekuat atau tidak ketika aliran darah sudah kembali normal

pada arteri koroner yang mengalami sumbatan tadi.5

Pasien yang beresiko tinggi mengalami STEMI adalah mereka yang memiliki

banyak faktor resiko terjadinya aterosklerosis dan mereka dengan angina tidak stabil.

Kondisi lain yang cukup jarang terjadi adalah hiperkoagulabilitas, penyakit kolagen

vaskular, penyalahgunaan kokain, dan trombi intrakardial atau massa yang dapat

menyebabkan emboli koroner.5

Gejala Klinis

Pada sepertiga kasus, faktor-faktor pencetus terjadi lebih dulu sebelum terjadi

STEMI, seperti olahraga yang berlebihan dan stres emosional. Meskipun STEMI

dapat terjadi pada waktu kapanpun, siang maupun malam, namun ternyata irama

sirkadian dapat cukup mempengaruhi, dapat terjadi serangan pada beberapa jam

setelah bangun tidur.5

Nyeri, merupakan keluhan utama pasien yang mengalami STEMI. Tipe nyeri

adalah nyeri dalam dan viseral. Sifat nyeri biasanya dijelaskan sebagai nyeri yang

berat, seperti tertindih dan teremas, meskipun kadang-kadang dapat dijelaskan juga

sebagai rasa tertusuk dan terbakar. Sifat-sifat tersebut cukup mirip dengan

karakteristik nyeri pada angina pectoris, namun biasanya STEMI muncul pada saat

istirahat, lebih berat, dan nyeri bertahan cukup lama. Biasanya nyeri melibatkan

bagian sentral dada atau epigastrium, dan menjalar menuju lengan. Tempat penjalaran

lain yang cukup jarang adalah abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Lokasi

tersering terdapatnya nyeri biasanya di bawah xiphoid dan epigastrium, dan pasien

biasanya menolak jika dikatakan sebagai serangan jantung karena lebih dikira sebagai

30

Page 31: PBL STEMI

gangguan pencernaan. Selain nyeri, biasanya diikuti dengan adanya

kelelahan/kelemahan, berkeringat banyak, nausea, vomiting, gelisah, dan rasa akan

meninggal dalam waktu dekat. Nyeri dapat muncul saat istirahat, namun jika nyeri

muncul saat aktivitas, biasanya tidak mereda dengan penghentian aktivitas, berbeda

dengan pada angina pektoris.5

Nyeri pada STEMI dapat meniru/mirip seperti nyeri yang timbul pada

penyakit lain seperti pericarditis akut, emboli pulmonal, diseksi aorta akut,

costochondritis, dan gangguan gastrointestinal. Kondisi ini harus dapat

dipertimbangkan sebagai diferensial diagnosis. Penjalaran nyeri hingga trapezius

biasanya tidak terjadi pada STEMI dan lebih diperkirakan sebagai pericarditis.

Meskipun demikian, nyeri tidak selalu terjadi pada pasien dengan STEMI. Jumlah

pasien STEMI tanpa nyeri lebih banyak dari pada pasien STEMI dengan nyeri,

terutama jika pasien tersebut juga mengalami diabetes melitus, serta meningkat

seiring dengan meningkatnya umur. Pada orang tua, STEMI dapat terjadi berupa rasa

sulit bernafas yang tiba-tiba muncul, yang dapat berlanjut menjadi edema pulmonal.

Dapat juga gejala lain, dengan rasa nyeri ataupun tidak, yaitu adalah hilangnya

kesadaran secara tiba-tiba, kebingungan, kelemahan yang sangat mendalam, aritmia,

hingga sekedar penurunan tekanan arterial tiba-tiba tanpa sebab.5

Komplikasi

Disfungsi Ventrikular

Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan

ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut

remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara

klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung

secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan

dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan

hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih

buruk.5

Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di

rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan

tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.5

31

Page 32: PBL STEMI

Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi

selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik

mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.5

Infark Ventrikel Kanan

Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat

(distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.

Aritmia Pasca STEMI

Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf

autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi

miokard.5

Ekstrasistol Ventrikel

Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien

STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah

aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.5

Takikardia dan Fibrilasi Ventrikel

Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya

dalam 24 jam pertama.5

Penatalaksanaan

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri

dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan,

pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan

tatalaksana komplikasi IMA.5

Tatalaksana Awal

Tatalaksana awal pada pasien STEMI dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana

pra rumah sakit dan tatalaksana di ruang emergensi.5

32

Page 33: PBL STEMI

Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI biasanya disebabkan adanya

fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset

gejala, dan lebih dari separuh terjadi pada satu jam pertama. Sehingga elemen utama

tatalaksana prahospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:5

1. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis

2. Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan

resusitasi

3. Transportasi pasien ke RS yang mempunyai fasilitas serta staf medis dokter

dan perawat yang terlatih

4. Melakukan terapi reperfusi

Tatalaksana di Ruang Emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:

mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan

kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di

RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.5

Tatalaksana Umum

Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri

<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6

jam pertama.5

Nitrogliserin

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg

dan dapat diberikan sampai 3 dosis dalam interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri

dada, NTG menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan

meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner. Jika

nyeri dada terus berlangsung berikan NTG intravena, yang sekaligus dapat

mengendai=likan hipertensi dan edema paru.5

33

Page 34: PBL STEMI

Mengurangi Nyeri Dada

Untuk mengurangi nyeri dada dapat menggunakan morfin, aspirin, penyekat

beta. Morfin biasanya sangat efektif, namun jika tidak berespon dengan morfin dapat

diberikan penyekat beta intravena.5

Terapi Reperfusi & Terapi Farmakologis

Terapi reperfusi dini dapat memperpendek lamanya oklusi koroner,

meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel, dan mengurangi kemungkinan

pasien STEMI berkembang menjadi pump failure. Reperfusi farmakologis juga dapat

dilakukan dengan menggunakan fibrinolysis seperti streptokinase, tissue plasminogen

activator, reteplase, dan tenekteplase. Terapi farmakologis dapat menggunakan obat-

obat antitrombotik, penyekat beta, dan ACE inhibitor.5

Prognosis

Prognosis STEMI bergantung kepada seberapa cepat ditanganinya

STEMI/pemberian terapi reperfusi, karena lamanya penanganan dapat menyebabkan

komplikasi lebih cepat terjadi, sehingga meningkatkan tingkat mortalitas pasien.5

C. Kesimpulan

STEMI terjadi karena adanya ruptur plak aterosklerosis pada arteri koronaria

yang menyebabkan agregasi trombosit, sehingga menyumbat aliran darah dan

menyebabkan jaringan jantung yang diperdarahi mengalami kekurangan oksigen

hingga infark. Gejala khasnya merupakan nyeri dada kiri yang menjalar hingga lengan

dan leher, namun ketikda beristirahat tidak menunjukkan adanya perbaikan, dan nyeri

bertahan lebih dari 30 menit. Gejala demikian sesuai dengan skenario, sehingga

pasien tersebut dinyatakan menderita STEMI.

34

Page 35: PBL STEMI

D. Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 1741-

54.

2. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006. h. 83-4, 99-118.

3. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7th ed. USA: Cengage

Learning, 2010. p. 303-27, 377-8.

4. Guyton, Arthur C. Textbook of medical physiology. 11th ed. Pennsylvania:

Elsevier Saunders, 2006. p. 116.

5. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J.

Harrison’s principles of internal medicine. 18thed Vol II. Philadelphia: The

McGraw-Hill Companies; 2012. p. 1817-8; 2021-4.

6. Bickley LS. Bates: guide to physical examination and history taking. 10 th ed.

USA: Wolters Kluwer, 2009. p. 109-12; 337-9.

7. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment. USA: The

McGrawHill Companies; 2013. p. 365.

8. Dharma SD. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2009. h. 78.

35