PBL SP 28
-
Upload
everdina-esther-p -
Category
Documents
-
view
4 -
download
1
description
Transcript of PBL SP 28
Keracunan Pestisida Akibat Kerja
Everdina Ester Pelupessy - 10.2009.126
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
Telephone : (021) 5694-2061 Ext. 2217,2204,2205
PENDAHULUAN
Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja. Dalam ruangan atau ditempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor yang
menjadi penyebab penyakit akibat kerja berupa faktor fisis, faktor kimiawi, faktor biologis,
faktor fisiologis/ergonomis, serta faktor mental-psikologis. Untuk mendiagnosis penyakit
akibat kerja mempunyai kekhususan sendiri jika dibandingkan terhadap diagnosis penyakit
pada umumnya. Untuk diagnosis penyakit akibat kerja, anamnesis dan pemeriksaan klinis
serta laboratoris yang biasa digunakan bagi diagnosis penyakit pada umumnya belum cukup,
melainkan harus pula dikumpulkan data dan dilakukan pemeriksaan terhadap tempat kerja,
aktivitas pekerjaan dan lingkungan kerja guna memastikan bahwa pekerjaan atau lingkungan
kerja adalah penyebab akibat kerja yang bersangkutan serta kemungkinan terhadap terjadinya
paparan kepada faktor-faktornya.1
Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Beberapa jenis hama
yang paling sering ditemukan adalah serangga dan beberapa di antaranya sebagai vektor
penyakit. Penyakit-penyakit yang penularannya melalui vektor antara lain malaria,
onkosersiasis. filariasis, demam kuning, riketsia, meningitis, tifus. dan pes. Insektisida
membantu mengendalikan penularan penyakit-penyakit ini. Serangga juga dapat merusak
berbagai tumbuhan dan hasil panen. Selain gangguan serangga, gangguan yang amat penting
bagi petani adalah rumput liar. Herbisida dapat dipergunakan untuk mengatasi gangguan ini.
Pestisida juga telah dikembangkan untuk mengendalikan hama lain misalnya jamur
(fungisida) dan hewan pengerat (rodentisida). Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapatr
memberikan akibat samping keracunan. Ada bebera[pa faktor yang mempengaruhi
1
ketyidaktepatan penggunaan pestisida antara lain tingkat pengetahuan sikap/perilaku
pengguna pestisida, pengguna alat pelindung. Serta kurangnya informasi yang berkaitan
dengan resiko penggunaan pestisida. Selain itu petani lebih banyak mendapat informasi
mengenai pestisida dari petugas pabrik pembuat pestisida dibanding petugas kesehatan.2
PEMBAHASAN
Pembahasan Teori :
Penyakit Akibat Kerja
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat
kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang berasal dari tempat kerja yaitu :
1. Faktor fisis :
a. Suara yang dapat mengakibatkan tuli akibat kerja;
b. Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif, yang menyebabkan antara lain
penyakit susunan darah dna kelainan kulit. Radiasi sinar infra merah dapat
mengakibatkan katarak (cataract) kepada lensa mata, sedangkan sinar ultra
violet menjadi sebab konjungtivitis fotoelektrika.
c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke (pukulan panas), kejang
panas (heat cramps) atau hiperpireksia. Sedangkan suhu terlaluu rendah dapat
menyebabkan frostbite.
d. Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit kaison
e. Penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan kepada indra
penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.
2. Faktor kimiawi :
a. Debu yang menyebabkan pnemokoniosis , di antaranya silikosis, abestosis dna
lainnya.
b. Uap yang di antaranya menyebabkan demam uap logam (metal fume fever),
dermatosis (penyakit kulit) akibat kerja atau keracunan oleh zat toksis uap
formaldehida.
c. Gas, misalnya keracunan oleh CO, H2S dan lainnya.
d. Larutan zat kimia yang misalnya menyebabkan iritasi kepada kulit.
2
e. Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur dan
lainnya yang menimbulkan keracunan.
3. Faktor Biologis :
Misalnya bibit penyakit antraks atau bbrusella (brucella) yang menyebabkan
penyakit akibat kerja pada pekerja penyamak kulit.
4. Faktor fisiologis/ergonomis, yaitu antara lain kesalahan konstruksi mesin, sikap
badanyang tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang kesemuaannya
menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat
terjadi perubahan fisik tubuh pekerja atau kecacatan.
5. Faktor mental-psikologis yang terlihat misalnya pada hubungan kerja atau hubungan
industrial yang tidak baik, dengan akibat timbulnya misalnya depresi atau penyakit
psikosomatis.1
Ada 7 langkah untuk mendiagnosis suatu penyakit akbita kerja, yang disebut dengan 7
langkah diagnosis okupasi. Diagnosis penyakit akibat kerja adalah landasan terpenting bagi
manajemen penyakit tersebut promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Diagnosis penyakit
akibat kerja juga merupakan penentu bagi dimiliki atau tidak dimilikinya hak atas manfaat
jaminan penyakit akibat kerja yang tercakup dalam program jaminan kecelakaan kerja.
Sebagaimana berlaku bagi smeua penyakit pada umumnya, hanya dokter yang kompeten
membuat diagnosis penyakit akibat kerja. Hanya dokter yang berwenang menetapkan suatu
penyakit adalah penyakit akibat kerja. Tegak tidaknya diagnosis penyakit akibat kerja sangat
tergantung kepada sejauh mana metodologu diagnosis penyakit akibat kerja dilaksanakan
oleh dokter yang bersangkutan.1
Cara menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja mempunyai kekhususan apabila
dibandingkan terhadap diagnosis penyakit pada umumnya. Untuk diagnosis penyakit akibat
kerja, anamnesis dan pemeriksaan klinis serta laboratoris yang biasa digunakan bagi
diagnosis penyakit pada umumnya belum cukup, melainkan harus pula dikumpulkan data dan
dilakukan pemeriksaan terhadap tempat kerja, aktivitas pekerjaan dan lingkungan kerja guna
memastikan bahwa pekerjaan atau lingkungan kerja adalah penyebab penyakit akibat kerja
yang bersangkutan. Selain itu, anamnesis terhadap pekerjaan baik yang sekrang maupun pada
masa sebelumnya harus dibuat secara lengkap termasuk kemungkinan terhadap terjadinya
paparan kepada faktor mekanis, fisik, kimiawi, biologis, fisiologis/ergonomis, dan mental-
psikologis.1
3
7 langkah Diagnosis Okupasi
Pembahasan Kasus :
Skenario 3
Sekelompok orang datang membawa seorang laki-laki yang pingsan ke puskesmas di
pinggiran kota. Ketika dokter akan memulai anamnesis, tiba-tiba datang lagi tiga orang dari
komunitas yang sama, yang masing-masing mengalami muntah-muntah, pusing dan
pandangan kabur. Para petani ini memakai pestisida jenis baru.
1. Diagnosis klinis
A. Anamnesis :
Identitas : Tn. A, B, C dan D bekerja sebagai petani
Keluhan utama : muntah-muntah, pusing, pandangan kabur dan pingsan.
Keluhan tambahan : -
Riwayat penyakit sekarang : pasien muntah-muntah, pusing dan pandangan kabur
serta ada pula yang hingga tidak sadarkan diri.
Riwayat Penyakit dahulu : tidak diketahui (?)
Riwayat penyakit keluarga : tidak diketahui (?)
Riwayat pekerjaan : bekerja sebagai petani
Sudah berapa lama bekerja sekarang: (?)
Riwayat pekerjaan sebelumnya (?)
Alat kerja: alat penyemprot hama; bahan kerja: cairan pestisida; proses
kerja; menyemprotkan cairan pestisida pada lahan dan tanaman pertanian.
Barang yang diproduksi/dihasilkan: hasil pertanian
Waktu bekerja sehari : (?)
Kemungkinan pajanan yang dialami: pajanan Kimia
APD(Alat pelindung diri) yang dipakai: (?)
Hubungan gejala dan waktu kerja: (?)
Pekerja lain ada yang menghalami hal sama: ada
B. Pemeriksaan fisik
Kesadaran : compos mentis
TTV: TD: 80/palpasi; Frekuensi nadi: 120 kali/menit; frekuensi nafas: 28
kali/menit
Palpasi: akral dingin
4
C. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan laboratoris berupa pemeriksaan darah, urin, tinja, serta pemeriksaan
tambahan /monitoring biologis berupa pengukuran kadar bahan kimia penyebab
sakit di dalam tubuh tenaga kerja misalnya kadar dalam urin, darah dan
sebagainya,
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan urin
D. Pemeriksaan tempat kerja : Untuk memastikan adanya faktor penyebab penyakit di
tempat kerja serta mengukur kadarnya. Hasil pengukuran kuantitatif di tempat atau
ruang kerja sangat perlu untuk melakukan penilaian dan mengambil kesimpulan,
apakah kadar zat sebagai penyebab penyakit akibat kerja cukup dosisnya atau tidak
untuk menyebabkan sakit. Meliputi faktor lingkungan kerja yang dapat
berpengaruh terhadap sakit penderita (faktor fisis, kimiawi, biologis, psikososial),
faktor cara kerja yang dapat berpengaruh terhadap sakit penderita (peralatan kerja,
proses produksi, ergonomi), waktu paparan nyata (per hari, perminggu) dan alat
pelindung diri.1
2. Pajanan yang dialami : Pajanan Kimiawi: terpajan pestisida
3. Hubungan pajanan dengan penyakit :
Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam tubuh manusia
melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan absorpsi sehingga menimbulkan dampak
negatif bagi tubuh.3
Penggunaan pestisida dapat mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga
mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini keracunan dikelompokkan menjadi 3 kelompok
yaitu:
1. Keracunan Akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan,
badan terasa sakit dan diare.
2. Keracunan akut berat, menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit
bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi meningkat,
pingsan.
3. Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan
menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering
dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya: iritasi mata dan kulit,
5
kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan
pernafasan.4
Ada 4 macam pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi dalam penggunaan
pestisida yakni :
a. Membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat pestisida (Produk pestisida
yang belum di encerkan).
b. Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan.
c. Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida.
b. Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai.
Diantara keempat pekerjaan tersebut di atas yang paling sering menimbulkan
kontaminasi adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama menyemprotkan pestisida.
Namun yang paling berbahaya adalah pekerjaan mencampur pestisida. Saat mencampur,
kita bekerja dengan konsentrat (pestisida dengan kadar tinggi), sedang saat menyemprot
kita bekerja dengan pestisida yang sudah diencerkan.3
Keracunan pestisida adalah masalah skala besar, perkiraan terbaru oleh kelompok tugas
WHO menunjukkan bahwa mungkin ada 1 juta kasus keracunan yang tidak disengaja.
Atas dasar survei yang dilaporkan sendiri keracunan ringan dilakukan di kawasan Asia,
diperkirakan bahwa mungkin ada sebanyak 25 juta pekerja pertanian di negara
berkembang menderita sebuah episode dari keracunan setiap tahun.4
4. Jumlah pajanan cukup besar: Dilakukan observasi tempat dan lingkungan kerja,
pemakaian APD, serta jumlah pajanan berupa data lingkungan, data ,monitoring biologis
serta hasil surveilans.
Kualitatif (berdasarkan anamnesis pekerjaan pasien atau job description).
5. Peranan faktor individu
Berupa status kesehatan fisik: adakah alergi; riwayat penyakit dalam keluarga; (?);
status kesehatan mental; (?); serta higine perorangan: (?).
6. Faktor lain di luar pekerjaan
Adakah hobi; (?); kebiasaan buruk: (?); pajanan di rumah: (?); serta pekerjaan sambilan
yang dapat menjadi faktor pemicu penyakit yang diderita: (?).1,2
7. Diagnosis okupasi
6
Pasien mengalami PAK (Penyakit Akibat Kerja) intoksikasi/keracunan pestisida.
Secara umum pestisida didefenisikan sebagai senyawa kimia yang digunakan untuk
membunuh hama, termasuk serangga, hewan pengerat, jamur dan tanaman yang tidak
diinginkan (gulma). Pestisida digunakan dalam kesehatan masyarakat untuk membunuh
vektor penyakit, seperti nyamuk, dan dalam pertanian, untuk membunuh hama yang merusak
tanaman.3
Menurut Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1973, Pestisida adalah semua zat kimia dan
bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
- Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak
tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;
- Memberantas rerumputan;
- Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;
- Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak
termasuk pupuk;
- Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan
piaraan dan ternak;
- Memberantas atau mencegah hama-hama air;
- Memberantas atau mencegah binatang binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah
tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;
- Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit
pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman,
tanah atau air.
Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit
tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk
memberantas nyamuk, kepinding, kecoa dan berbagai serangga penganggu lainnya. Dilain
pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang. Kematian yang
disebabkan oleh keracunan pestisida banyak dilaporkan baik karena kecelakaan waktu
menggunakannya, maupun karena disalah gunakan (unttuk bunuh diri). Dewasa ini
bermacam-macam jenis pestisida telah diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping
yang dapat menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik
pada serangga.5
7
Penggolongan pestisida dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara. Berdasarkan
susunan kimianya pestisida dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan antara lain
sebagai berikut:
Golongan Organo Fosfat:
Bahan aktif sebagian besar golongan ini sudah dilarang beredar di Indonesia, misalnya
Diazinon, Fenitol, Fenitration, Klorpirifas, Kulnafas dan Malation. Sedangkan bahan
aktif lainnya dari golongan ini cukup banyak digunakan untuk beberapa jenis pestisida.
Pestisida ini masuk kedalam tubuh melalui mulut, kulit atau pernafasan.
Gejala keracunan adalah timbulnya gerakan otot-otot tertentu, penglihatan mata
terganggu, banyak keringat dan otot tidak bisa digerakkan.
Golongan Organochlorin:
Pestisida golongan organochlorin di Indonesia hanya digunakan untuk memberantas
vektor malaria dan tidak digunakan untuk pertanian. Contoh pestisida organochlorin
adalah DDT, Dieldrin dan Eldrin.
Residu organochlorin ini dapat bertahan lama, berakumulasi dalam tanah dan
berpengaruh terhadap susunan syaraf terutama pada membran syaraf dan terakumulasi
di dalam lemak manusia.
Golongan ini mempunyai tiga sifat utama yaitu : merupakan racun yang universal,
degradasinya berlangsung sangat lambat dan larut dalam lemak. Pestisida ini
merupakan senyawa yang tidak reaktif, bersifat stabil dan persisten. Jenis ini
merupakan yang paling banyak menimbulkan masalah. Di negara-negara maju
penggunaan pestisida ini telah dibatasi.
Gejala keracunan yang disebabkan golongan ini adalah : sakit kepala, pusing, mual,
muntah, mencret, badan lemah, gugup, gemetar dan kesadaran hilang.
Golongan Carbamat:
Sifat pestisida ini mirip dengan golongan organofosfat, tidak terakumulasi dalam sistem
kehidupan, tetapi cepat diturunkan dan dieliminasi. Penggunaannya cukup luas, baik
pada kesehatan masyarakat maupun bidang pertanian. Pestisida ini merupakan pestisida
yang aman untuk hewan.
Bahan aktif yang termasuk dalam golongan ini adalah : Karbaril dan Methanil yang
telah dilarang penggunaannya. Namun masih banyak formulasi pestisida berbahan aktif
golongan Carbamat, misalnya Fungisida Previcur, Toksin 500 F, Insektisida, misalnya
Curater 3 G, Dicarzonil 25 Sp.
8
Bahan aktif ini masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan atau termakan dan kemudian
akan menghambat enzim kholinesterase seperti pada keracunan organofosfat.
Golongan Senyawa bipridilium:
Bahan aktif yang termasuk golongan ini adalah Paraquat diklarida yang terkandung
dalam Herbisida gramoxone.
Gejala keracunan adalah sakit perut, mual, muntah, diare, 2-3 hari terjadi kerusakan
ginjal, peningkatan kreatinin lever dan kerusakan paru-paru.
Golongan Arsen:
Bahan aktif yang termasuk golongan ini adalah Arsen Pentoksida, Kemirin dan Arsen
Pentoksida Dihidrat, yang digunakan untuk insektisida rayap kayu dan rayap tanah,
masuk kedalam tubuh melalui mulut dan pernafasan.3
Jenis pestisida yang paling beracun adalah yang mirip dengan gas syaraf, yaitu jenis
Organofosfat dan Metilcarbamat. Pestisida jenis ini sangat berbahaya karena mereka
menyerang acetil cholinesterase, suatu bahan yang diperlukan oleh system syaraf kita agar
dapat berfungsi dengan normal. Pestisida jenis ini menurunkan kadar acetil cholinesterase
dan hal inilah yang memunculkan gejalagejala keracunan. Pestisida gas syaraf menyebabkan
kematian yang paling banyak di seluruh dunia dibanding pestisida jenis lain.4
Aktivitas acetil cholinesterase dalam darah seseorang yang diuji dinyatakan sebagai
persentase dari aktivitas enzim acetil cholinesterase dalam darah normal. Berdasarkan hasil
pada pembacaan yang didapat, penentuan tingkat keracunan adalah sebagai berikut :
1. 75% - 100% dari normal: Kelompok ini masuk dalam kategori normal. Tidak ada
tindakan, tetapi perlu diuji ulang dalam waktu dekat.
2. >50% - <75% dari normal: Pada kelompok ini telah terjadi keracunan. Jika penderita
lemah agar dianjurkan istirahat (tidak kontak) dengan pestisida selama 2 (dua) minggu,
kemudian diuji ulang sampai aktivitas acetil cholinesterase kembali normal. Kelompok
ini termasuk kategori keracunan ringan.
3. >25% - 50% dari normal: Kelompok ini sangat serius dan perlu dilakukan pengujian
ulang. Jika hasilnya tetap sama maka orang tersebut perlu diistirahatkan dari semua
pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida. Kelompok ini termasuk kategori
keracunan sedang.
9
4. 0% - 25% dari normal: Tingkat pemaparan yang sangat berbahaya, perlu diuji ulang
dan yang bersangkutan harus diistirahatkan dari semua pekerjaan dan perlu dirujuk
kepada pemeriksaan medis. Kelompok ini termasuk dalam kategori keracunan berat.5
Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral yaitu dosis yang diberikan dalam
makanan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut mati.
Toksisitas pestisida secara inhalasi juga dapat diketahui dari LC 50 yaitu konsentrasi
pestisida di udara yang mengakibatkan 50% hewan percobaan mati. Makin rendah nilai LD
50/LC 50 maka makin toksis pestisida tersebut.5
Penatalaksanaan Keracunan Pestisida
Setiap orang yang berhubungan dengan pestisida harus memperhatikanhal-hal berikut:
Kenali gejala dan tanda keracunan pestisida dan pestisida yang sering digunakan.
Jika diduga keracunan, korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat.
Identifikasi pestisida yang memapari korban, berikan informasi ini pada rumah sakit
atau dokter yang merawat.
Bawa label kemasan pestisida tersebut. Pada label tertulis informasi pertolongan
pertama penanganan korban.
Tindakan darurat dapat dilakukan sampai pertolongan datang atau korban dibawa ke
rumah sakit.
10
Tabel 1. Nilai LD505
Pertolongan Pertama yang Dilakukan:
Hentikan paparan dengan memindahkan korban dan sumber paparan, lepaskan
pakaian korban dan cuci/mandikan korban
Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan. Korban
diinstruksikan agar tetap tenang.
Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang
pestisida yang memapari korban dengan membawa label kemasan pestisida
Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/ penyuluhan tentang pestisida sehingga jika
terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan pertama.6
Pengobatan keracunan pestisida ini harus cepat dilakukan terutama untuk toksisitas
organophosphat.. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit akan dapat menyebabkan
kematian. Pengobatan dengan pemberian atrophin sulfat dosis 1-2 mg i.v. dan biasanya
diberikan setiap jam dari 25-50 mg. Atrophin akan memblok efek muskarinik dan beberapa
pusat reseptor muskarinik. Pralidoxim (2-PAM) adalah obat spesifik untuk antidotum
keracunan organofosfat. Obat tersebut dijual secara komersiil dan tersedia sebagai garam
chlorin.5
Pencegahan Keracunan Pestisida
Membeli pestisida:
Belilah pestisida di tempat penjualan resmi
Belilah pestisida yang masih mempunyai label.
Belilah pestisida yang wadahnya masih utuh, tidak bocor.
Mengangkut pestisida:
Sewaktu membawa pestisida, wadahnya harus tertutup kuat
Dalam membawa harus ditempatkan terpisah dari makanan, dan pakaian bersih.
Menyimpan pestisida:
Pestisida harus disimpan dalam wadah atau pembungkus aslinya, yang labelnya masih
utuh dan jelas.
Letakkan tidak terbalik, bagian yang dapat dibuka berada disebelah atas
11
Simpan ditempat khusus yang jauh dari jangkauan anak-anak, jauh dari makanan,
bahan makan dan alat-alat makan, jauh dari sumur, serta terkunci.
Wadah pestisida harus tertutup rapat, dan tidak bocor
Ruang tempat menyimpan pestisida harus mempunyai ventilasi (pertukaran udara ).
Wadah pestisida tidak boleh kena sinar matahari langsung
Wadah pestisida tidak boleh terkena air hujan.
Jika pada suatu saat pestisida yang tersedia di rumah lebih dari satu wadah dan satu
macam, dalam penyimpanannya harus dikelompokan menurut jenisnya dan menurut
ukuran wadahnya.
Menyiapkan pestisida:
Sewaktu menyiapkan pestisida untuk dipakai, semua kulit, mulut, hidung dan kepala
harus tertutup. Karena itu, pakailah baju lengan panjang, celana panjang, masker
(penutup hidung) yang menutupi leher, dab sarung tangan karet.
Gunakan alat khusus untuk menakar dan mengaduk larutan pestisida yang akan
dipakai. Jangan gunakan tangan6
Tanda-tanda Peringatan
Semua pestisida toksik, perbedaan toksisitas adalah pada derajat atau tingkat toksisitas.
Pestisida akan berbahaya jika tejadi paparan yang berlebih. Pada label kemasan pestisida
terdapat 4 tanda-tanda peringatan yang menunjukkan derajat pestisida tersebut. Tanda
peringatan ini menunjukkan potensi resiko pengguna pestisida bukan keampuhan produk
pestisida.
12
13
Tabel 2. Klasifikasi dan simbol bahaya pestisida6
Gambar 1. Pestisida dan Aplikasinya6
KESIMPULAN
Secara umum pestisida didefenisikan sebagai senyawa kimia yang digunakan untuk
membunuh hama, termasuk serangga, hewan pengerat, jamur dan tanaman yang tidak
diinginkan. Pestisida digunakan dalam kesehatan masyarakat untuk membunuh vektor
penyakit, seperti nyamuk, dan dalam pertanian, untuk membunuh hama yang merusak
tanaman. Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam tubuh manusia
melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan absorpsi sehingga menimbulkan dampak
negatif bagi tubuh. Jika seseorang terpapar secara teratur menggunakan pestisida karbamat
dan organofosfat, penting untuk dilakukan pengujian kadar enzim Cholinesterase sebagai
data awal. Cholinesterase adalah enzim yang penting dari sistem saraf. Dan terdapat
kelompok-kelompok kimia yang mampu membunuh hama juga berpotensi berbahaya atau
bahkan dapat membunuh manusia melalui mekanisme penghambat enzim cholinesterase,
salah satunya adalah golongan pestisida.
Perlu dilakukan pencegahan dengan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan
pengguna pestisida tersebut dan mewajibkan untuk menggunakan alat pelindung diri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suma’mur DR. Higine perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta : CV
Sagung Seto. 2009.H.31-45.
2. Anies. Mewaspadai Penyakit Lingkungan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo;
2005.H. 34-42.
3. Djojosumarto. Pestisida dan aplikasinya. Jakarta: Agromedia Pustaka; 2008.H.340-
55.
4. Frank. C. Toksikologi Dasar. Jakarta: FKUI.1995.H. 15-8.
5. Raini. M. Pengelolaan Keracunan Pestisida. Bulletin Penelitian Kesehatan; 2004.
vol.32 No.3.H.105-10.
6. Ahmad. R. Sikap dan Perilaku Buruh Penyemprot yang Keracunan Pestisida
Organofosfat di Kecamatan Facet - Jawa Barat. Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan; 2001. Vol. XI No. 2.H. 21-5.
14