PBL SP 28

20
Keracunan Pestisida Akibat Kerja Everdina Ester Pelupessy - 10.2009.126 [email protected] FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 Telephone : (021) 5694-2061 Ext. 2217,2204,2205 PENDAHULUAN Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Dalam ruangan atau ditempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebab penyakit akibat kerja berupa faktor fisis, faktor kimiawi, faktor biologis, faktor fisiologis/ergonomis, serta faktor mental-psikologis. Untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja mempunyai kekhususan sendiri jika dibandingkan terhadap diagnosis penyakit pada umumnya. Untuk diagnosis penyakit akibat kerja, anamnesis dan pemeriksaan klinis serta laboratoris yang biasa digunakan bagi diagnosis penyakit pada umumnya belum cukup, melainkan harus pula dikumpulkan data dan dilakukan pemeriksaan terhadap tempat kerja, aktivitas pekerjaan dan lingkungan kerja guna memastikan bahwa pekerjaan atau lingkungan kerja adalah penyebab akibat kerja yang bersangkutan serta kemungkinan terhadap terjadinya paparan kepada faktor-faktornya. 1 1

description

okupasi

Transcript of PBL SP 28

Page 1: PBL SP 28

Keracunan Pestisida Akibat Kerja

Everdina Ester Pelupessy - 10.2009.126

[email protected]

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

Telephone : (021) 5694-2061 Ext. 2217,2204,2205

PENDAHULUAN

Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau

lingkungan kerja. Dalam ruangan atau ditempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor yang

menjadi penyebab penyakit akibat kerja berupa faktor fisis, faktor kimiawi, faktor biologis,

faktor fisiologis/ergonomis, serta faktor mental-psikologis. Untuk mendiagnosis penyakit

akibat kerja mempunyai kekhususan sendiri jika dibandingkan terhadap diagnosis penyakit

pada umumnya. Untuk diagnosis penyakit akibat kerja, anamnesis dan pemeriksaan klinis

serta laboratoris yang biasa digunakan bagi diagnosis penyakit pada umumnya belum cukup,

melainkan harus pula dikumpulkan data dan dilakukan pemeriksaan terhadap tempat kerja,

aktivitas pekerjaan dan lingkungan kerja guna memastikan bahwa pekerjaan atau lingkungan

kerja adalah penyebab akibat kerja yang bersangkutan serta kemungkinan terhadap terjadinya

paparan kepada faktor-faktornya.1

Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Beberapa jenis hama

yang paling sering ditemukan adalah serangga dan beberapa di antaranya sebagai vektor

penyakit. Penyakit-penyakit yang penularannya melalui vektor antara lain malaria,

onkosersiasis. filariasis, demam kuning, riketsia, meningitis, tifus. dan pes. Insektisida

membantu mengendalikan penularan penyakit-penyakit ini. Serangga juga dapat merusak

berbagai tumbuhan dan hasil panen. Selain gangguan serangga, gangguan yang amat penting

bagi petani adalah rumput liar. Herbisida dapat dipergunakan untuk mengatasi gangguan ini.

Pestisida juga telah dikembangkan untuk mengendalikan hama lain misalnya jamur

(fungisida) dan hewan pengerat (rodentisida). Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapatr

memberikan akibat samping keracunan. Ada bebera[pa faktor yang mempengaruhi

1

Page 2: PBL SP 28

ketyidaktepatan penggunaan pestisida antara lain tingkat pengetahuan sikap/perilaku

pengguna pestisida, pengguna alat pelindung. Serta kurangnya informasi yang berkaitan

dengan resiko penggunaan pestisida. Selain itu petani lebih banyak mendapat informasi

mengenai pestisida dari petugas pabrik pembuat pestisida dibanding petugas kesehatan.2

PEMBAHASAN

Pembahasan Teori :

Penyakit Akibat Kerja

Merupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat

kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang berasal dari tempat kerja yaitu :

1. Faktor fisis :

a. Suara yang dapat mengakibatkan tuli akibat kerja;

b. Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif, yang menyebabkan antara lain

penyakit susunan darah dna kelainan kulit. Radiasi sinar infra merah dapat

mengakibatkan katarak (cataract) kepada lensa mata, sedangkan sinar ultra

violet menjadi sebab konjungtivitis fotoelektrika.

c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke (pukulan panas), kejang

panas (heat cramps) atau hiperpireksia. Sedangkan suhu terlaluu rendah dapat

menyebabkan frostbite.

d. Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit kaison

e. Penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan kepada indra

penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.

2. Faktor kimiawi :

a. Debu yang menyebabkan pnemokoniosis , di antaranya silikosis, abestosis dna

lainnya.

b. Uap yang di antaranya menyebabkan demam uap logam (metal fume fever),

dermatosis (penyakit kulit) akibat kerja atau keracunan oleh zat toksis uap

formaldehida.

c. Gas, misalnya keracunan oleh CO, H2S dan lainnya.

d. Larutan zat kimia yang misalnya menyebabkan iritasi kepada kulit.

2

Page 3: PBL SP 28

e. Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur dan

lainnya yang menimbulkan keracunan.

3. Faktor Biologis :

Misalnya bibit penyakit antraks atau bbrusella (brucella) yang menyebabkan

penyakit akibat kerja pada pekerja penyamak kulit.

4. Faktor fisiologis/ergonomis, yaitu antara lain kesalahan konstruksi mesin, sikap

badanyang tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang kesemuaannya

menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat

terjadi perubahan fisik tubuh pekerja atau kecacatan.

5. Faktor mental-psikologis yang terlihat misalnya pada hubungan kerja atau hubungan

industrial yang tidak baik, dengan akibat timbulnya misalnya depresi atau penyakit

psikosomatis.1

Ada 7 langkah untuk mendiagnosis suatu penyakit akbita kerja, yang disebut dengan 7

langkah diagnosis okupasi. Diagnosis penyakit akibat kerja adalah landasan terpenting bagi

manajemen penyakit tersebut promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Diagnosis penyakit

akibat kerja juga merupakan penentu bagi dimiliki atau tidak dimilikinya hak atas manfaat

jaminan penyakit akibat kerja yang tercakup dalam program jaminan kecelakaan kerja.

Sebagaimana berlaku bagi smeua penyakit pada umumnya, hanya dokter yang kompeten

membuat diagnosis penyakit akibat kerja. Hanya dokter yang berwenang menetapkan suatu

penyakit adalah penyakit akibat kerja. Tegak tidaknya diagnosis penyakit akibat kerja sangat

tergantung kepada sejauh mana metodologu diagnosis penyakit akibat kerja dilaksanakan

oleh dokter yang bersangkutan.1

Cara menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja mempunyai kekhususan apabila

dibandingkan terhadap diagnosis penyakit pada umumnya. Untuk diagnosis penyakit akibat

kerja, anamnesis dan pemeriksaan klinis serta laboratoris yang biasa digunakan bagi

diagnosis penyakit pada umumnya belum cukup, melainkan harus pula dikumpulkan data dan

dilakukan pemeriksaan terhadap tempat kerja, aktivitas pekerjaan dan lingkungan kerja guna

memastikan bahwa pekerjaan atau lingkungan kerja adalah penyebab penyakit akibat kerja

yang bersangkutan. Selain itu, anamnesis terhadap pekerjaan baik yang sekrang maupun pada

masa sebelumnya harus dibuat secara lengkap termasuk kemungkinan terhadap terjadinya

paparan kepada faktor mekanis, fisik, kimiawi, biologis, fisiologis/ergonomis, dan mental-

psikologis.1

3

Page 4: PBL SP 28

7 langkah Diagnosis Okupasi

Pembahasan Kasus :

Skenario 3

Sekelompok orang datang membawa seorang laki-laki yang pingsan ke puskesmas di

pinggiran kota. Ketika dokter akan memulai anamnesis, tiba-tiba datang lagi tiga orang dari

komunitas yang sama, yang masing-masing mengalami muntah-muntah, pusing dan

pandangan kabur. Para petani ini memakai pestisida jenis baru.

1. Diagnosis klinis

A. Anamnesis :

Identitas : Tn. A, B, C dan D bekerja sebagai petani

Keluhan utama : muntah-muntah, pusing, pandangan kabur dan pingsan.

Keluhan tambahan : -

Riwayat penyakit sekarang : pasien muntah-muntah, pusing dan pandangan kabur

serta ada pula yang hingga tidak sadarkan diri.

Riwayat Penyakit dahulu : tidak diketahui (?)

Riwayat penyakit keluarga : tidak diketahui (?)

Riwayat pekerjaan : bekerja sebagai petani

Sudah berapa lama bekerja sekarang: (?)

Riwayat pekerjaan sebelumnya (?)

Alat kerja: alat penyemprot hama; bahan kerja: cairan pestisida; proses

kerja; menyemprotkan cairan pestisida pada lahan dan tanaman pertanian.

Barang yang diproduksi/dihasilkan: hasil pertanian

Waktu bekerja sehari : (?)

Kemungkinan pajanan yang dialami: pajanan Kimia

APD(Alat pelindung diri) yang dipakai: (?)

Hubungan gejala dan waktu kerja: (?)

Pekerja lain ada yang menghalami hal sama: ada

B. Pemeriksaan fisik

Kesadaran : compos mentis

TTV: TD: 80/palpasi; Frekuensi nadi: 120 kali/menit; frekuensi nafas: 28

kali/menit

Palpasi: akral dingin

4

Page 5: PBL SP 28

C. Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan laboratoris berupa pemeriksaan darah, urin, tinja, serta pemeriksaan

tambahan /monitoring biologis berupa pengukuran kadar bahan kimia penyebab

sakit di dalam tubuh tenaga kerja misalnya kadar dalam urin, darah dan

sebagainya,

Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan urin

D. Pemeriksaan tempat kerja : Untuk memastikan adanya faktor penyebab penyakit di

tempat kerja serta mengukur kadarnya. Hasil pengukuran kuantitatif di tempat atau

ruang kerja sangat perlu untuk melakukan penilaian dan mengambil kesimpulan,

apakah kadar zat sebagai penyebab penyakit akibat kerja cukup dosisnya atau tidak

untuk menyebabkan sakit. Meliputi faktor lingkungan kerja yang dapat

berpengaruh terhadap sakit penderita (faktor fisis, kimiawi, biologis, psikososial),

faktor cara kerja yang dapat berpengaruh terhadap sakit penderita (peralatan kerja,

proses produksi, ergonomi), waktu paparan nyata (per hari, perminggu) dan alat

pelindung diri.1

2. Pajanan yang dialami : Pajanan Kimiawi: terpajan pestisida

3. Hubungan pajanan dengan penyakit :

Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam tubuh manusia

melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan absorpsi sehingga menimbulkan dampak

negatif bagi tubuh.3

Penggunaan pestisida dapat mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga

mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini keracunan dikelompokkan menjadi 3 kelompok

yaitu:

1. Keracunan Akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan,

badan terasa sakit dan diare.

2. Keracunan akut berat, menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit

bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi meningkat,

pingsan.

3. Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan

menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering

dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya: iritasi mata dan kulit,

5

Page 6: PBL SP 28

kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan

pernafasan.4

Ada 4 macam pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi dalam penggunaan

pestisida yakni :

a. Membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat pestisida (Produk pestisida

yang belum di encerkan).

b. Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan.

c. Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida.

b. Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai.

Diantara keempat pekerjaan tersebut di atas yang paling sering menimbulkan

kontaminasi adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama menyemprotkan pestisida.

Namun yang paling berbahaya adalah pekerjaan mencampur pestisida. Saat mencampur,

kita bekerja dengan konsentrat (pestisida dengan kadar tinggi), sedang saat menyemprot

kita bekerja dengan pestisida yang sudah diencerkan.3

Keracunan pestisida adalah masalah skala besar, perkiraan terbaru oleh kelompok tugas

WHO menunjukkan bahwa mungkin ada 1 juta kasus keracunan yang tidak disengaja.

Atas dasar survei yang dilaporkan sendiri keracunan ringan dilakukan di kawasan Asia,

diperkirakan bahwa mungkin ada sebanyak 25 juta pekerja pertanian di negara

berkembang menderita sebuah episode dari keracunan setiap tahun.4

4. Jumlah pajanan cukup besar: Dilakukan observasi tempat dan lingkungan kerja,

pemakaian APD, serta jumlah pajanan berupa data lingkungan, data ,monitoring biologis

serta hasil surveilans.

Kualitatif (berdasarkan anamnesis pekerjaan pasien atau job description).

5. Peranan faktor individu

Berupa status kesehatan fisik: adakah alergi; riwayat penyakit dalam keluarga; (?);

status kesehatan mental; (?); serta higine perorangan: (?).

6. Faktor lain di luar pekerjaan

Adakah hobi; (?); kebiasaan buruk: (?); pajanan di rumah: (?); serta pekerjaan sambilan

yang dapat menjadi faktor pemicu penyakit yang diderita: (?).1,2

7. Diagnosis okupasi

6

Page 7: PBL SP 28

Pasien mengalami PAK (Penyakit Akibat Kerja) intoksikasi/keracunan pestisida.

Secara umum pestisida didefenisikan sebagai senyawa kimia yang digunakan untuk

membunuh hama, termasuk serangga, hewan pengerat, jamur dan tanaman yang tidak

diinginkan (gulma). Pestisida digunakan dalam kesehatan masyarakat untuk membunuh

vektor penyakit, seperti nyamuk, dan dalam pertanian, untuk membunuh hama yang merusak

tanaman.3

Menurut Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1973, Pestisida adalah semua zat kimia dan

bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:

- Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak

tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;

- Memberantas rerumputan;

- Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;

- Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak

termasuk pupuk;

- Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan

piaraan dan ternak;

- Memberantas atau mencegah hama-hama air;

- Memberantas atau mencegah binatang binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah

tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;

- Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit

pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman,

tanah atau air.

Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit

tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk

memberantas nyamuk, kepinding, kecoa dan berbagai serangga penganggu lainnya. Dilain

pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang. Kematian yang

disebabkan oleh keracunan pestisida banyak dilaporkan baik karena kecelakaan waktu

menggunakannya, maupun karena disalah gunakan (unttuk bunuh diri). Dewasa ini

bermacam-macam jenis pestisida telah diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping

yang dapat menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik

pada serangga.5

7

Page 8: PBL SP 28

Penggolongan pestisida dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara. Berdasarkan

susunan kimianya pestisida dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan antara lain

sebagai berikut:

Golongan Organo Fosfat:

Bahan aktif sebagian besar golongan ini sudah dilarang beredar di Indonesia, misalnya

Diazinon, Fenitol, Fenitration, Klorpirifas, Kulnafas dan Malation. Sedangkan bahan

aktif lainnya dari golongan ini cukup banyak digunakan untuk beberapa jenis pestisida.

Pestisida ini masuk kedalam tubuh melalui mulut, kulit atau pernafasan.

Gejala keracunan adalah timbulnya gerakan otot-otot tertentu, penglihatan mata

terganggu, banyak keringat dan otot tidak bisa digerakkan.

Golongan Organochlorin:

Pestisida golongan organochlorin di Indonesia hanya digunakan untuk memberantas

vektor malaria dan tidak digunakan untuk pertanian. Contoh pestisida organochlorin

adalah DDT, Dieldrin dan Eldrin.

Residu organochlorin ini dapat bertahan lama, berakumulasi dalam tanah dan

berpengaruh terhadap susunan syaraf terutama pada membran syaraf dan terakumulasi

di dalam lemak manusia.

Golongan ini mempunyai tiga sifat utama yaitu : merupakan racun yang universal,

degradasinya berlangsung sangat lambat dan larut dalam lemak. Pestisida ini

merupakan senyawa yang tidak reaktif, bersifat stabil dan persisten. Jenis ini

merupakan yang paling banyak menimbulkan masalah. Di negara-negara maju

penggunaan pestisida ini telah dibatasi.

Gejala keracunan yang disebabkan golongan ini adalah : sakit kepala, pusing, mual,

muntah, mencret, badan lemah, gugup, gemetar dan kesadaran hilang.

Golongan Carbamat:

Sifat pestisida ini mirip dengan golongan organofosfat, tidak terakumulasi dalam sistem

kehidupan, tetapi cepat diturunkan dan dieliminasi. Penggunaannya cukup luas, baik

pada kesehatan masyarakat maupun bidang pertanian. Pestisida ini merupakan pestisida

yang aman untuk hewan.

Bahan aktif yang termasuk dalam golongan ini adalah : Karbaril dan Methanil yang

telah dilarang penggunaannya. Namun masih banyak formulasi pestisida berbahan aktif

golongan Carbamat, misalnya Fungisida Previcur, Toksin 500 F, Insektisida, misalnya

Curater 3 G, Dicarzonil 25 Sp.

8

Page 9: PBL SP 28

Bahan aktif ini masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan atau termakan dan kemudian

akan menghambat enzim kholinesterase seperti pada keracunan organofosfat.

Golongan Senyawa bipridilium:

Bahan aktif yang termasuk golongan ini adalah Paraquat diklarida yang terkandung

dalam Herbisida gramoxone.

Gejala keracunan adalah sakit perut, mual, muntah, diare, 2-3 hari terjadi kerusakan

ginjal, peningkatan kreatinin lever dan kerusakan paru-paru.

Golongan Arsen:

Bahan aktif yang termasuk golongan ini adalah Arsen Pentoksida, Kemirin dan Arsen

Pentoksida Dihidrat, yang digunakan untuk insektisida rayap kayu dan rayap tanah,

masuk kedalam tubuh melalui mulut dan pernafasan.3

Jenis pestisida yang paling beracun adalah yang mirip dengan gas syaraf, yaitu jenis

Organofosfat dan Metilcarbamat. Pestisida jenis ini sangat berbahaya karena mereka

menyerang acetil cholinesterase, suatu bahan yang diperlukan oleh system syaraf kita agar

dapat berfungsi dengan normal. Pestisida jenis ini menurunkan kadar acetil cholinesterase

dan hal inilah yang memunculkan gejalagejala keracunan. Pestisida gas syaraf menyebabkan

kematian yang paling banyak di seluruh dunia dibanding pestisida jenis lain.4

Aktivitas acetil cholinesterase dalam darah seseorang yang diuji dinyatakan sebagai

persentase dari aktivitas enzim acetil cholinesterase dalam darah normal. Berdasarkan hasil

pada pembacaan yang didapat, penentuan tingkat keracunan adalah sebagai berikut :

1. 75% - 100% dari normal: Kelompok ini masuk dalam kategori normal. Tidak ada

tindakan, tetapi perlu diuji ulang dalam waktu dekat.

2. >50% - <75% dari normal: Pada kelompok ini telah terjadi keracunan. Jika penderita

lemah agar dianjurkan istirahat (tidak kontak) dengan pestisida selama 2 (dua) minggu,

kemudian diuji ulang sampai aktivitas acetil cholinesterase kembali normal. Kelompok

ini termasuk kategori keracunan ringan.

3. >25% - 50% dari normal: Kelompok ini sangat serius dan perlu dilakukan pengujian

ulang. Jika hasilnya tetap sama maka orang tersebut perlu diistirahatkan dari semua

pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida. Kelompok ini termasuk kategori

keracunan sedang.

9

Page 10: PBL SP 28

4. 0% - 25% dari normal: Tingkat pemaparan yang sangat berbahaya, perlu diuji ulang

dan yang bersangkutan harus diistirahatkan dari semua pekerjaan dan perlu dirujuk

kepada pemeriksaan medis. Kelompok ini termasuk dalam kategori keracunan berat.5

Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral yaitu dosis yang diberikan dalam

makanan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut mati.

Toksisitas pestisida secara inhalasi juga dapat diketahui dari LC 50 yaitu konsentrasi

pestisida di udara yang mengakibatkan 50% hewan percobaan mati. Makin rendah nilai LD

50/LC 50 maka makin toksis pestisida tersebut.5

Penatalaksanaan Keracunan Pestisida

Setiap orang yang berhubungan dengan pestisida harus memperhatikanhal-hal berikut:

Kenali gejala dan tanda keracunan pestisida dan pestisida yang sering digunakan.

Jika diduga keracunan, korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat.

Identifikasi pestisida yang memapari korban, berikan informasi ini pada rumah sakit

atau dokter yang merawat.

Bawa label kemasan pestisida tersebut. Pada label tertulis informasi pertolongan

pertama penanganan korban.

Tindakan darurat dapat dilakukan sampai pertolongan datang atau korban dibawa ke

rumah sakit.

10

Tabel 1. Nilai LD505

Page 11: PBL SP 28

Pertolongan Pertama yang Dilakukan:

Hentikan paparan dengan memindahkan korban dan sumber paparan, lepaskan

pakaian korban dan cuci/mandikan korban

Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan. Korban

diinstruksikan agar tetap tenang.

Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang

pestisida yang memapari korban dengan membawa label kemasan pestisida

Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/ penyuluhan tentang pestisida sehingga jika

terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan pertama.6

Pengobatan keracunan pestisida ini harus cepat dilakukan terutama untuk toksisitas

organophosphat.. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit akan dapat menyebabkan

kematian. Pengobatan dengan pemberian atrophin sulfat dosis 1-2 mg i.v. dan biasanya

diberikan setiap jam dari 25-50 mg. Atrophin akan memblok efek muskarinik dan beberapa

pusat reseptor muskarinik. Pralidoxim (2-PAM) adalah obat spesifik untuk antidotum

keracunan organofosfat. Obat tersebut dijual secara komersiil dan tersedia sebagai garam

chlorin.5

Pencegahan Keracunan Pestisida

Membeli pestisida:

Belilah pestisida di tempat penjualan resmi

Belilah pestisida yang masih mempunyai label.

Belilah pestisida yang wadahnya masih utuh, tidak bocor.

Mengangkut pestisida:

Sewaktu membawa pestisida, wadahnya harus tertutup kuat

Dalam membawa harus ditempatkan terpisah dari makanan, dan pakaian bersih.

Menyimpan pestisida:

Pestisida harus disimpan dalam wadah atau pembungkus aslinya, yang labelnya masih

utuh dan jelas.

Letakkan tidak terbalik, bagian yang dapat dibuka berada disebelah atas

11

Page 12: PBL SP 28

Simpan ditempat khusus yang jauh dari jangkauan anak-anak, jauh dari makanan,

bahan makan dan alat-alat makan, jauh dari sumur, serta terkunci.

Wadah pestisida harus tertutup rapat, dan tidak bocor

Ruang tempat menyimpan pestisida harus mempunyai ventilasi (pertukaran udara ).

Wadah pestisida tidak boleh kena sinar matahari langsung

Wadah pestisida tidak boleh terkena air hujan.

Jika pada suatu saat pestisida yang tersedia di rumah lebih dari satu wadah dan satu

macam, dalam penyimpanannya harus dikelompokan menurut jenisnya dan menurut

ukuran wadahnya.

Menyiapkan pestisida:

Sewaktu menyiapkan pestisida untuk dipakai, semua kulit, mulut, hidung dan kepala

harus tertutup. Karena itu, pakailah baju lengan panjang, celana panjang, masker

(penutup hidung) yang menutupi leher, dab sarung tangan karet.

Gunakan alat khusus untuk menakar dan mengaduk larutan pestisida yang akan

dipakai. Jangan gunakan tangan6

Tanda-tanda Peringatan

Semua pestisida toksik, perbedaan toksisitas adalah pada derajat atau tingkat toksisitas.

Pestisida akan berbahaya jika tejadi paparan yang berlebih. Pada label kemasan pestisida

terdapat 4 tanda-tanda peringatan yang menunjukkan derajat pestisida tersebut. Tanda

peringatan ini menunjukkan potensi resiko pengguna pestisida bukan keampuhan produk

pestisida.

12

Page 13: PBL SP 28

13

Tabel 2. Klasifikasi dan simbol bahaya pestisida6

Gambar 1. Pestisida dan Aplikasinya6

Page 14: PBL SP 28

KESIMPULAN

Secara umum pestisida didefenisikan sebagai senyawa kimia yang digunakan untuk

membunuh hama, termasuk serangga, hewan pengerat, jamur dan tanaman yang tidak

diinginkan. Pestisida digunakan dalam kesehatan masyarakat untuk membunuh vektor

penyakit, seperti nyamuk, dan dalam pertanian, untuk membunuh hama yang merusak

tanaman. Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam tubuh manusia

melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan absorpsi sehingga menimbulkan dampak

negatif bagi tubuh. Jika seseorang terpapar secara teratur menggunakan pestisida karbamat

dan organofosfat, penting untuk dilakukan pengujian kadar enzim Cholinesterase sebagai

data awal. Cholinesterase adalah enzim yang penting dari sistem saraf. Dan terdapat

kelompok-kelompok kimia yang mampu membunuh hama juga berpotensi berbahaya atau

bahkan dapat membunuh manusia melalui mekanisme penghambat enzim cholinesterase,

salah satunya adalah golongan pestisida.

Perlu dilakukan pencegahan dengan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan

pengguna pestisida tersebut dan mewajibkan untuk menggunakan alat pelindung diri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suma’mur DR. Higine perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta : CV

Sagung Seto. 2009.H.31-45.

2. Anies. Mewaspadai Penyakit Lingkungan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo;

2005.H. 34-42.

3. Djojosumarto. Pestisida dan aplikasinya. Jakarta: Agromedia Pustaka; 2008.H.340-

55.

4. Frank. C. Toksikologi Dasar. Jakarta: FKUI.1995.H. 15-8.

5. Raini. M. Pengelolaan Keracunan Pestisida. Bulletin Penelitian Kesehatan; 2004.

vol.32 No.3.H.105-10.

6. Ahmad. R. Sikap dan Perilaku Buruh Penyemprot yang Keracunan Pestisida

Organofosfat di Kecamatan Facet - Jawa Barat. Media Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan; 2001. Vol. XI No. 2.H. 21-5.

14