Makalah Pbl 28 (CTD)

27
Mengenali Gejala Cumulative Traua Disorder Akibat Kerja Novia Chrystina (102011346) Kelompok F2 e-mail: [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510. Telephone: (021) 5694206 Pendahuluan Ergonomi adalah satu ilmu yang peduli akan adanya keserasian manusia dan pekerjaannya. Arti kata cumulative trauma disorder (CTD) merupakan gangguan kronis yang melibatkan kerusakan tendo, otot, sendi, dan saraf, sering disebabkan oleh aktivitas fisik terkait-kerja. CTD, termasuk gangguan gerakan repetitive dan curpal tunnel syndrome, terjadi bila tubuh terkena tekanan, vibrasi, atau gerakan repetitive langsung untuk jangka waktu lama. 1,2 Biasanya CTDs mempengaruhi bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam pelaksanaan suatu pekerjaan. Tubuh bagian atas terutama punggung dan lengan adalah bagian yang paling rentan terhadap risiko terkena CTDs. Jenis pekerjaan seperti perakitan, pengolahan data menggunakan keyboard komputer, pengepakan makanan dan penyolderan adalah pekerjaan-pekerjaan yang mempunyai siklus

Transcript of Makalah Pbl 28 (CTD)

Page 1: Makalah Pbl 28 (CTD)

Mengenali Gejala Cumulative Traua Disorder

Akibat Kerja

Novia Chrystina (102011346)

Kelompok F2

e-mail: [email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510. Telephone: (021) 5694206

Pendahuluan

Ergonomi adalah satu ilmu yang peduli akan adanya keserasian manusia dan pekerjaannya.

Arti kata cumulative trauma disorder (CTD) merupakan gangguan kronis yang melibatkan

kerusakan tendo, otot, sendi, dan saraf, sering disebabkan oleh aktivitas fisik terkait-kerja. CTD,

termasuk gangguan gerakan repetitive dan curpal tunnel syndrome, terjadi bila tubuh terkena

tekanan, vibrasi, atau gerakan repetitive langsung untuk jangka waktu lama.1,2

Biasanya CTDs mempengaruhi bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam pelaksanaan suatu

pekerjaan. Tubuh bagian atas terutama punggung dan lengan adalah bagian yang paling rentan

terhadap risiko terkena CTDs. Jenis pekerjaan seperti perakitan, pengolahan data menggunakan

keyboard komputer, pengepakan makanan dan penyolderan adalah pekerjaan-pekerjaan yang

mempunyai siklus pengulangan pendek dan cepat sehingga menyebabkan timbulnya CTDs.1

Tujuan pembuatan makalah ini untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hubungan antara

penyakit akibat kerja, dalam pembahasan akan dijelaskan mengenai working diagnosis, different

diagnosis, etiologi, epidemiologi, gejala klinis, penatalaksanaan, dan pencegahan dari penyakit

tersebut.

Skenario

Seorang perempuan berusia 30 tahun datang ke klinik dengan keluhan nyeri pada tangan

kanan.

Page 2: Makalah Pbl 28 (CTD)

Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis umum

Selain keluhan yang telah diutarakan pasien, ada beberapa hal berikut yang penting

ditanyakan untuk menegakan diagnosis, hal-hal tersebut antara lain:

- Mengetahui identitas pasien yang meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan. Hal ini penting

karena penyakit yang berhubungan dengan musculoskeletal berkaitan dengan faktor-faktor

diatas.

- Keluhan utama

- Jika ada nyeri, tanyakan lokasi spesifik nyeri, sejak kapan, intensitas, dan waktu serangan.

- Kemungkinan adanya faktor pencetus (seperti makanan, aktivitas, obat, dll)

- Perkembangan/perburukan penyakit (contoh: sudah pernah minum obat atau belum? Kalau

sudah, bagaimana hasilnya?)

- Keluhan penyerta (seperti panas, mual, pusing, dll).

- Riwayat penyakit dahulu (contoh: apakah dulu juga pernah sakit seperti ini? Atau ada trauma

di bagian tubuh yang sakit?).

- Riwayat pribadi pasien (seperti kebiasaan makan, merokok, alkohol, dll).

- Riwayat sosial pasien (seperti lingkungan tempat tinggal, sosial ekonomi, pekerjaan).3

Anamnesis pekerjaan

Untuk memeperoleh anamnesis pekerjaan yang terarah maka pertanyaan harus difokuskan pada

hal-hal yang penting secara sistematik, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Memastikan kemunculan gejala dalam hubungannya dengan pekerjaan; apakah gejala

yang timbul membaik pada saaat istirahat atau liburan? Apakah terdapat pekerjaan lain yang

menderita gejala yang sama di lingkungan kerja? Apakah terjadi pajanan debu, uap, atau

partikel-partikel zat kimia yang beracun di lingkungan kerja?

Pertanyaan kronologis tentang pekerjaan terdahulu sampai yang sekarang, mengenai:

deskripsi lingkungan tempat kerja; lama bekerja; adanya pekerjaan lain disamping pekerjaan

utama.

Pertanyaan spesifik yang ada hubungan dengan pajanan penyakit akibat kerja

Riwayat kesehatan lingkungan.3

Page 3: Makalah Pbl 28 (CTD)

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien muskuloskeletal biasanya yang dilihat adalah kelainan berikut:

deformitas, nyeri tekan, pembengkakan, panas, dan disfunctio laesa. Untuk mengetahui kelainan

tersebut pemeriksaan yang dilakukan adalah:3

1. Inspeksi (look)

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan dengan melihat secara umum dan khusus. Melihat

secara keseluruhan dan postur jalan pasien. Kemudian melihat lebih teliti pada bagian lokal yang

dikeluhkan oleh pasien. Dilihat apakah ada deformitas dan pembengkakan atau kulit memerah.

2. Palpasi (feel)

Pada pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memegang dan menekan bagian-bagian

tertentu. Dirasakan apakah ada nyeri tekan, pembengkakan, panas, dan deformitas.

3. Gerak (move)

Pada pemeriksaan gerak, kita melihat gerakan-gerakan pada pasien baik gerak yang

secara aktif maupun pasif. Kita melihat apakah adanya kelainan gerak dan mengganggu pada

saat pasien melakukan gerakan tersebut.

Pemeriksaan fisik khusus dilakukan untuk melihat/menilai bagian tubuh pasien yang sakit

(contoh: apakah ada bengkak, nyeri tekan, dll).

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah lengkap

Faktor rematoid

Merupakan immunoglobulin dari kelas IgM dalam sirkulasi yang merupakan antibody

terhadap IgG pasien sendiri. Factor rematoid positif pada: 50-70% pasien rawat jalan yang

menderita penyakit artritis rematoid; 15% pada pasien artritis rematoid juvenile; 4% pada

populasi umum, meningkat sejalan bertambah usia. Factor rematoid negatif pada spondylitis,

ankilosa, sindrom Reiter, artropati psoriatic, dan artropati kolitis.

Diagnosis Klinis

Cumulative Trauma Disorders (CTDs)

Page 4: Makalah Pbl 28 (CTD)

Cumulative Trauma Disorders (CTDs) adalah sekumpulan gangguan pada sistem

muskuloskeletal (musculosceletal disorders) berupa cedera pada syaraf, otot, tendon, ligamen,

tulang dan persendian pada titik-titik ekstrim tubuh bagian atas (tangan, pergelangan, siku dan

bahu), tubuh bagian bawah (kaki, lutut dan pinggul) dan tulang belakang (punggung dan leher).

Biasanya CTDs mempengaruhi bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam pelaksanaan

suatu pekerjaan. Tubuh bagian atas terutama punggung dan lengan adalah bagian yang paling

rentan terhadap risiko terkena CTDs. Jenis pekerjaan seperti perakitan, pengolahan data

menggunakan keyboard komputer, pengepakan makanan dan penyolderan adalah pekerjaan-

pekerjaan yang mempunyai siklus pengulangan pendek dan cepat sehingga menyebabkan

timbulnya CTDs.

Cumulative Trauma Disorders (CTDs) juga dikenal dengan nama lain, diantaranya:

Repetitive Strain Injuries (RSIs); Musculoskeletal disorders (MSDs); Overuse Injuries;

Repetitive Motion Disorders; Work-related Musculoskeletal Disorders (WMSDs).

Seringkali CTDs tidak terlihat dan sangat jarang memperlihatkan tanda awal yang nyata.

CTDs terjadi di bawah permukaan kulit dan menyerang jaringan-jaringan lunak seperti otot,

tendon, syaraf dan lain-lain. Oleh karenanya CTDs sering disebut juga musculoskeletal disorders

(MSDs). Sikap tubuh yang dipaksakan adalah salah satu penyebab umum CTDs.

Kemunculannya sering tidak disadari sampai terjadinya inflamasi, syaraf nyeri dan mengerut,

atau aliran darah tersumbat. CTDs biasanya muncul dalam bentuk sindrom terowongan carpal

(carpal tunnel syndrome), tendinitis, tenosinovitis dan bursitis.2

Diagnosis banding

De quervain syndrome

De Quervain syndrome (juga dikenal sebagai washerwoman's sprain, Radial styloid

tenosynovitis, de Quervain disease, de Quervain's tenosynovitis, de Quervain's stenosing

tenosynovitis or mother's wrist), adalah sebuah peradangan dari tendon-tendon otot exstensor

policis brevis serta otot abductor policis longus yang keduanya bersama – sama masuk dalam

satu selubung tendon.

De Quervain syndrome pada umumnya dikenal sebagai kondisi peradangan atau

tedosynovitis, tetapi evaluasi histologi khusus menunjukkan tidak adanya peradangan yang

terlihat dan yang lebih nampak adalah adanya proses degenerasi myxoid yang konsisten dengan

Page 5: Makalah Pbl 28 (CTD)

proses degenerasi yang kronik. dan patologi kasus ini sering teridentifikasi pada seorang wanita

yang baru saja menjadi ibu. de Quervain syndrome umumnya terjadi pada wanita, karena rata-

rata wanita mempunyai prosesus styloideum yang lebih besar daripada laki-laki

Peran fisioterapi dalam kasus ini adalah memberikan splint atau pembidaian, tujuan

adalah mengistirahatkan sendi dan mengurangi gerakan yang memunculkan nyeri terutama

ketika melakukan aktivitas yang melibatkan tangan terutama ibu jari. Pengaplikasian paraffin-

bath atau hot pack membantu mengurangi nyeri yang terjadi, karena dengan efek termal yang

terjadi membantu meningkatkan proses vaskularisasi darah pada sendi. Kombinasi dengan

ultrasound terkadang memberikan efek yang bermakna bagi pasien.4

Terapi Latihan

Aktif yaitu pasien diminta untuk melakukan gerak aktif pada ibu jari kanan dan kiri ke

arah fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi. Pasif yaitu gerak pasif ini dilakukan oleh terapis,

dimana terapis menggerakan ibu jari pasien kanan dan kiri ke semua arah fleksi, ekstensi,

abduksi, adduksi. Isometrik, terapis memberikan tahanan yang berlawanan dengan arah gerakan

yang dilakukan pasien (fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi). Stretching, posisi pasien: duduk

senyaman mungkin dengan tangan kiri disuport bantal. Posisi Terapis     : terapis berada didepan

pasien. Tangan kiri terapis memfiksasi di sendi wrist dan tangan terapis yang kanan

menggenggam ibu jari kiri dari persendian carpometacarpal. Terlebih dahulu pasien diberikan

penjelasan  mengenai manfaat latihan yang diberikan. Pelaksanaan: ini dilakukan oleh batuan

terapis dalam posisi ini pasien dan terapis  yang telah  dibahas, maka  pelaksanaan  terapi di

mulai dengan terapis memberikan contoh terlebih dahulu, satu persatu dari 2 gerakan yang akan

diberikan. Selanjutnya pasien mengikuti dan mulai melakukan gerakannya satu persatu. Terapis

memberikan dorongan  ke arah fleksi dan adduksi pada persendian carpometacarpal sebanyak

sepuluh kali pengulangan dengan bertahan pada posisi meregang selama 10 detik.

Etiologi

Penggunaan sendi yang berlebihan atau overuse (terutama pada ibu jari).

Gangguan ini biasanya terjadi setelah menggunakan pergelangan tangan berulang-ulang. Gejala

utama adalah rasa nyeri pada samping ibu jari pada pergelangan tangan dan dasar ibu jari, saat

menggenggam atau melakukan apapun dengan pergelangan tangan.

Luka langsung pada pergelangan tangan atau tendon.

Page 6: Makalah Pbl 28 (CTD)

Bekas luka menimbulkan bekas yang dapat membatasi pergerakan tendon.

Penyakit reumatoid arthritis.

Penyakit reumatoid arthritis juga merupakan penyebab dari de quervain syndrome karena banyak

pekerjaan yang melibatkan banyak pergerakan tangan seperti misalnya tukang kayu, pekerja

kantoran, dan pemain alat musik.

Posisi pergelangan tangan dan tangan yang tidak biasa.

Posisi pergelangan tangan dan tangan yang tidak biasa seperti pada orang tua baru yang

menggendong anaknya juga dapat memicu kondisi ini. Gejala yang sering muncul adalah nyeri

tekan, bengkak pada ibu jari dan kesulitan dalam aktivitas menggenggam. Beberapa gejala yang

dapat terjadi akibat penyakit De Quervain Syndrome menurut (Prasetya Hudaya) diantaranya

adalah : Jika ditekan terasa tidak nyaman pada daerah tersebut; Terkadang terasa adanya

hambatan gerak pada ibu jari; Adanya nyeri tekan pada proccesus styloideus radii; Gerakan aktif

menimbulkan nyeri yang hebat.

Mekanisme terjadinya De Quervain Syndrome adalah karena adanya kelelahan /trauma

kecil yang berulang-ulang secara perlahan dan makin lama semakin menjadi berat. De Quervain

Syndrome ini dapat menimbulkan degenerasi dini pada jaringan yang tertekan. Dimana terjadi

rasa sakit yang timbul dari otot yang overuse. Diagnosis untuk menegakkan apakah ini adalah de

Quervain syndrome adalah dengan menggunakan finkelstein's test. Tes ini dilakukan dengan cara

pasien mengepalkan tangannya dimana ibu jari diliputi oleh jari-jari lainnya selanjutnya

dilakukan deviasi ulner plus ekstension. Hasilnya positif jika pasien merasakan nyeri hebat

sehingga menolak untuk melanjutkan gerakan tersebut.5

Sumber: http://www.eorthopod.com/cumulative-trauma-disorder/topic/154

Carpal  Tunnel Syndrome

Page 7: Makalah Pbl 28 (CTD)

Merupakan kumpulan gejala yang mengenai tangan dan pergelangan tangan yang

diakibatkan iritasi dan nervus medianus. Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas berulang yang

menyebabkan penekanan pada nervus medianus. Keadaan berulang ini antara lain seperti

mengetik, arthritis, fraktur pergelangan tangan yang penyembuhannya tidak normal, atau

kegiatan apa saja yang menyebabkan penekanan pada nervus medianus.1

Reumatoid Atritis

Atritis reumatoid (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan

degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya mengalami kerusakan

pertama kali adalah membran sinovial, yang melapisi sendi. Pada RA, inflamasi tidak berkurang

dan menyebar ke struktur sendi di sekitarnya, termasuk kartilago artikular dan kapsul sendi

fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon mengalami inflamasi.

Inflamasi ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis

ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membran sinovial mengalami

hipertrofi dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis

sel dan respons inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup oleh jaringan granular

inflamasi yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan

inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Proses ini secara lambat merusak tulang

dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas.6

Awitan RA ditandai oleh gejala umum inflamasi, berupa demam, keletihan, nyeri tubuh, dan

pembengkakan sendi. Nyeri tekan sendi dan kekakuan sendi terjadi, mula-mula karena inflamasi

akut dan kemudian akibat pembentukan jaringan parut. Sendi metakarpofalangeal dan

pergelangan tangan biasanya adalah sendi yang pertama kali terkena. Kekakuan terjadi lebih

parah pada pagi hari dan mengenai sendi secara bilateral. Dapat terjadi penurunan rentang gerak,

deformitas sendi, dan kontraksi otot. Nodulus reumatoid ekstrasinovial terbentuk pada sekitar

20% individu yang mengalami RA. Pembengkakan ini terdiri atas sel darah putih dan debris sel

yang terdapat di daerah trauma atau peningkatan tekanan. Nodulus biasanya terbentuk di

jaringan subkutan di atas siku dan jari tangan.6

Pajanan yang dialami

Page 8: Makalah Pbl 28 (CTD)

Secara garis besar, faktor-faktor ergonomi yang menyebabkan resiko MSDs dapat dipaparkan

sebagai berikut:

Repetitive Motion

Repetitive Motion atau melakukan gerakan yang sama berulang-ulang. Resiko yang timbul

bergantung dari berapa kali aktivitas tersebut dilakukan, kecepatan dalam

pergerakan/perpindahan, dan banyaknya otot yang terlibat dalam kerja tersebut. Gerakan yang

berulang-ulang ini akan menimbulkan ketegangan pada syaraf dan otot yang berakumulatif.

Dampak resiko ini akan semakin meningkat apabila dilakukan dengan postur/posisi yang kaku

dan penggunaan usaha yang terlalu besar.

Awkward Postures

Sikap tubuh sangat menentukan sekali pada tekanan yang diterima otot pada saat aktivitas

dilakukan. Awkward postures meliputi reaching, twisting, bending, kneeling, squatting, working

overhead dengan tangan mauoun lengan, dan menahan benda dengan posisi yang tetap. Sebagi

contoh terdapat tekanan/ketengan yang berlebih pada bagian low back seperti aktivitas

mengangkat benda yang dilakukan pada gambar.

Contact stresses

Tekanan pada bagian tubuh yang diakibatkan karena sisi tepi atau ujung dari benda yang

berkontak langsung. Hal ini dapat menghambat fungsi kerja syaraf maupun aliran darah. Sebagai

contoh kontak yang berulang-ulang dengan sisi yang keras/tajam pada meja secara kontinu.

Vibration

Getaran ini terjadi ketika spesifik bagian dari tubuh atau seluruh tubuh kontak dengan benda

yang bergetar seperti menggunakan power handtool dan pengoperasian forklift mengangkat

beban.

Forceful exertions (termasuk lifting, pushing, pulling)

Force adalah jumlah usaha fisik yang digunakan untuk melakukan pekerjaan seperti mengangkat

benda berat. Jumlah tenaga bergantung pada tipe pegangan yang digunakan, berat obyek, durasi

aktivitas, postur tubuh dan jenis dari aktivitasnya.

Duration

Page 9: Makalah Pbl 28 (CTD)

Durasi menunjukkan jumlah waktu yang digunakan dalam melakukan suatu pekerjaan. Semakin

lama durasinya dalam melakukan pekerjaan yang sama akan semakin tinggi resiko yang diterima

dan semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk pemulihan tenaganya.

Static Posture

Pada waktu diam, dimana pergerakan yang tak berguna terlihat, pengerutan supplai

darah, darah tidak mengalir baik ke otot. Berbeda halnya, dengan kondisi yang dinamis, suplai

darah segar terus tersedia untuk menghilangkan hasil buangan melalui kontraksi dan relaksasi

otot.

Pekerjaan kondisi diam yang lama mengharuskan otot untuk menyuplai oksigen dan

nutrisi sendiri, dan hasil buangan tidak dihilangkan. Penumpukan Local hypoxia dan asam latic

meningkatkan kekusutan otot, dengan dampak sakit dan letih (grandjean, 1980)

Sifat yang khusus dari gangguan statik termasuk didalamnya menjaga usaha dalam level yang

tinggi dalam 10 menit atau lebih, level menengah 1 menit atau lebih, atau usaha dengan level

rendah 4 menit atau lebih (grandjean 1980)

Contoh dari ganguan statik termasuk didalamnya: meningkatkan bahu untuk periode yang

lama, menggenggam benda dengan lengan mendorong dan memutar benda berat, berdiri di

tempat yang sama dalam waktu yang lama dan memiringkan kepala kedepan dalam waktu yang

lama.

Diperkirakan semua pekerjaan itu dapat di atur dalam beberapa jam per hari tanpa gejala

keletihan dalam jika menggunakan gaya yang besar tidak boleh melebihi 8 % dari maksimum

gaya otot (Graendjean, 1980)

Physical Environment; Temperature & Lighting

Pajanan pada udara dingin, aliran udara, peralatan sirkulasi udara dan alat-alat pendingin

dapat mengurangi  keterampilan tangan dan merusak daya sentuh. penggunaan otot yang

berlebihan untuk memegang alat kerja  dapat menurunkan resiko ergonomik.  tekanan udara 

panas dari panas, lingkungan yang lembab dapat menurunkan seluruh tegangan fisik tubuh dan

akibat di dalam panas kelelahan  dan heat stroke. Begitu juga dengan pencahayaan yang

inadekuat dapat merusak salah satu fungsi organ tubuh, seperti halnya pekerjaan menjahit yang

Page 10: Makalah Pbl 28 (CTD)

didukung oleh pencahayaan yang lemah mengakibatkan suatu tekanan pada mata yang lama-

lama membuat keruasakan yang bisa fatal.

Other Condition

Kekurangan kebebasan dalam bergerak adalah dipertimbangkan sebagai faktor resiko, ketika

pekerjaan operator dengan sepenuhnya telah di perintah oleh orang lain. kandungan kerja dan

pengetahuan dipertimbangkan faktor resiko yang lain, ketiha operator hanya melakukan satu

tugas dan tidak memeliki kesempatan untuk  belajar satu macam kemampuan ataun tugas.

Faktor tambahan dimasukkan organisasi asfek sosial, tidak dikontrol gangguan, ruang kerja,

beratnya bagian kerja, dan sift kerja.4

Hubungan Pajanan dengan Diagnosis Klinis

Faktor Penyebab CTDs

Secara pasti hubungan sebab dan akibat faktor penyebab timbulnya CTDs sulit untuk

dijelaskan. Namun ada beberapa faktor resiko tertentu yang selalu ada dan berhubungan atau

memberikan kontribusi terhadap timbulnya CTDs. Faktor-faktor resiko tersebut bisa

diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan manusia/pekerja.

Faktor pekerjaan

Beberapa faktor yang berhubungan dengan pekerjaan penyebab timbulnya CTDs adalah :

Gerakan berulang

Gerakan lengan dan tangan yang dilakukan secara berulang-ulang terutama pada saat

bekerja mempunyai risiko bahaya yang tinggi terhadap timbulnya CTDs. Tingkat risiko akan

bertambah jika pekerjaan dilakukan dengan tenaga besar, dalam waktu yang sangat cepat dan

waktu pemulihan kurang.

Sikap paksa tubuh

Sikap tubuh yang buruk dalam bekerja baik dalam posisi duduk maupun berdiri akan

meningkatkan risiko terjadinya CTDs. Posisi-posisi tubuh yang ekstrim akan meningkatkan

tekanan pada otot, tendon dan syaraf.

Manual handling

Salah satu penyebab terjadinya cedera muskuloskeletal adalah pekerjaan manual

handling. Manual handling adalah pekerjaan yang memerlukan penggunaan tenaga yang besar

oleh manusia untuk mengangkat, mendorong, menarik, menyeret, melempar, dan membawa.

Page 11: Makalah Pbl 28 (CTD)

Peralatan kerja tidak sesuai

Penggunaan alat-alat yang menekan tajam ke telapak tangan dan menimbulkan iritasi

pada tendon bisa menyebabkan terjadinya CTDs. Cara memegang alat atau benda dengan

menekankan jari-jari ke ibu jari atau membawa benda dengan posisi pegangan pada titik yang

jauh dari pusat gravitasinya juga bisa menimbulkan CTDs.

Pekerjaan-pekerjaan dan sikap kerja yang statis sangat berpotensi mempercepat

timbulnya kelelahan dan nyeri pada otot-otot yang terlibat. Jika kondisi seperti ini berlangsung

tiap hari dan dalam waktu yang lama bisa menimbulkan sakit permanen dan kerusakan pada otot,

sendi, tendon, ligamen dan jaringan-jaringan lain. Semua gangguan akut dan kronis tersebut

merupakan bentuk dari gangguan muskuloskeletal yang biasanya muncul sebagai : Arthritis pada

sendi akibat tekanan mekanis; Inflamasi pada sarung pelindung tendon (tendinitis,

peritendinitis); Inflamasi pada titik sambungan tendon; Gejala-gejala arthrosis (degenerasi sendi

kronis); Kejang dan nyeri otot; Gangguan pada diskus intervertebral pada tulang belakang.

Kelelahan/Fatique

Setelah pekerja melakukan pekerjaannya maka umumnya terjadi kelelahan, dalam hal ini

kita haruswaspada dan harus kita bedakan jenis kelelahannya, beberapa ahli

membedakan/membaginya sebagai berikut :kepala, bahu, tangan, punggung dsbnya. Beban yang

terlalu berat

Kelelahan fisik

Kelelahan fisik akibat kerja yang berlebihan, dimana masih dapat dikompensasi dan

diperbaikiperformansnya seperti semula. Kalau tidak terlalu berat kelelahan ini bisa hilang

setelah istirahat dantidur yang cukup.

Kelelahan yang patologis

Kelelahan ini tergabung dengan penyakit yang diderita, biasanya muncul tiba-tiba dan

berat gejalanya

Psikologis dan emotional fatique

Kelelahan ini adalah bentuk yang umum. Kemungkinan merupakan sejenis “mekanisme

melarikan diri dari kenyataan” pada penderita psikosomatik. Semangat yang baik dan motivasi

kerja akan mengurangi angka kejadiannya di tempat kerja.

Upaya kesehatan kerja dalam mengatasi kelelahan, meskipun seseorang mempunyai batas

ketahanan, akan tetapi beberapa hal dibawah ini akan mengurangi kelelahan yang tidak

Page 12: Makalah Pbl 28 (CTD)

seharusnya terjadi : Lingkungan harus bersih dari zat-zat kimia. Pencahayaan dan ventilasi harus

memadai dan tidak ada gangguan bising· Jam kerja sehari diberikan waktu istirahat sejenak dan

istirahat yang cukup saat makan siang.7

Patofisiologi

Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah kelainan yang disebabkan penumpukan cedera

atau kerusakan-kerusakan kecil pada sistem musculoskeletal akibat trauma berulang yang setiap

kalinya tidak bisa sembuh secara sempurna sehingga membentuk kerusakan cukup besar untuk

menimbulkan rasa sakit. (Humantech, 1995). Trauma jaringan timbul karena kronisitas atau

berulang-ulangnya proses penggunaan tenaga yang berlebihan (overexertion), perengangan

berlebihan (overstretching), atau penekanan lebih (overcompression) pada suatu jaringan.

Jaringan yang bisa terkena, yaitu : tendon sarung tendon saraf pembuluh darah ligamen dari

tangan pergelangan tangan, siku bahu leher pinggang pangkal paha lutut pergelangan kaki.

Gerakan yang berulang-ulang ini akan menimbulkan ketegangan pada syaraf dan otot

yang berakumulatif. Dampak resiko ini akan semakin meningkat apabila dilakukan dengan

postur/posisi yang kaku dan penggunaan usaha yang terlalu besar.4,7

Sumber: http://www.sportdc.com/art/leahy_art.shtml

Epidemiologi

Di banyak negara frekuensi CTD cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sehingga

menjadi masalah kesehatan kerja yang penting. Penetilian di Prancis mengenai perhitungan

statistic resmi tuntutan jaminan asuransi, menyatakan bahwa jumlah pekerja dengan kelainan ibi

pada tahun 1994 ternyata 6 kali lebih tinggi dibandongkan tahun 1885 dan mencapai 50% dari

seluruh penyakit akibat kerja yang dilaporkan saat itu. Banyak diantara penderita tersebut

menjadi cacat dan kehilangan banyak jam kerja.

Page 13: Makalah Pbl 28 (CTD)

Pada awal tahun 1980-an pernah terjadi epidemic penyakit ini di Australia, Jumlah

pekerja wanita yang mendapat tuntutan jaminan asuransi pada tahun 1984-1985 ternayat 5 kali

lebih tinggi dibanding tahun 1980-1981. Insiden kumulatif pada tahun 1984-1985 mencapai 343

per 1000 pekerja. Tetapi adanya intervensi ergonomis maka terdapat perbaikan dari tahun ke

tahun. Sampai saat ini belum ada angka yang signifikan jumlah penderita CTD diakibatkan

belum adanya kesesuaian pemahaman para peneliti tentang defines dan sistem klasifikasi

penyakit ini dan sangat variasi perilaku aktivitas subjek penetilian, serta bermacam-macam

metode dan kriteria diagnosis.

Penyakit ini lebih banyak menderita pada awanita usia 20-50 tahun. Prevalensi CTD

pada komunitas pekerja 5-20%. Pada pekerja industry prevalensi leonyakit ini 37,7%, pengolah

ikan kemasan 28%, karyawan bank 22%, pengemas produk bubur detergen 19,7%. 7

Manifestasi klinis

Gejala Musculoskeletal disorders (MSDs) dapat menyerang secara cepat maupun lambat

(berangsur-angsur), menurut Kromer (1989), ada 3 tahap terjadinya MSDs yang dapat

diidentifikasi yaitu:

Tahap 1: Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tapi gejala ini biasanya

menghilang setelah waktu kerja (dalam satu malam). Tidak berpengaruh

pada performance kerja. Efek ini dapat pulih setelah istirahat

Tahap 2 :  Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu satu malam setelah bekerja. Tidak

mungkin terganggu. Kadang-kadang menyebabkan berkurangnya performance kerja

Tahap 3 :  Gejala ini tetap  ada walaupun setelah istirahat, nyeri terjadi ketika bergerak

secara repetitive. Tidur terganggu dan sulit untuk melakukan pekerjaan, kadang-kadang tidak

sesuai kapasitas kerja.8

Faktor individu yang berperan

Umur

Pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada umur 30 tahun dan

semakin meningkat pada umur 40 tahun ke atas. Hal ini disebabkan secara alamiah pada usia

paruh baya kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan pada

otot meningkat.

Page 14: Makalah Pbl 28 (CTD)

Jenis kelamin

Otot-otot wanita mempunyai ukuran yang lebih kecil dan kekuatannya hanya dua pertiga

(60%) daripada otot-otot pria terutama otot lengan, punggung dan kaki. Dengan kondisi alamiah

yang demikian maka wanita mempunyai tingkat risiko terkena CTDs lebih tinggi. Perbandingan

keluhan otot antara wanita dan pria adalah 3 dibanding 1.

Ukuran tubuh / antropometri

Meskipun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh

mempengaruhi terjadinya keluhan otot. Misalnya wanita yang gemuk mempunyai risiko keluhan

otot dua kali lipat dibandingkan wanita kurus. Ukuran tubuh yang tinggi pada umumnya juga

sering menderita sakit punggung. Kemudian orang-orang yang mempunyai ukuran lingkar

pergelangan tangan kecil juga lebih rentan terhadap timbulnya CTDs.

Kesehatan / kesegaran jasmani

Pada umumnya keluhan otot lebih jarang ditemukan pada orang yang mempunyai cukup

waktu istirahat dalam aktivitas sehari-harinya. Laporan dari NIOSH menyebutkan bahwa tingkat

kesegaran tubuh yang rendah mempunyai tingkat keluhan 7,1%, tingkat kesegaran tubuh sedang

3,2% dan tingkat kesegaran tubuh tinggi sebesar 0,8%.

Tanyakan juga kepada pasien:

- Apakah pasien ada riwayat alergi/atopi?

- Apakah adanya riwayat pajanan serupa sebelumnya sehingga resikonya meningkat?

- Apakah ada riwayat penyakit dalam keluarga yang mengakibatkan penderita lebih

rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami?.4

Faktor lain di luar pekerjaan

Faktor lingkungan

Getaran mekanis

Getaran atau vibrasi adalah suatu gerakan osilatoris dalam area frekuensi infrasonik dan

sebagian dalam rentang frekuensi suara yang bisa didengar manusia. Respon tubuh manusia

terhadap getaran sangat bergantung pada bagian atau anggota-anggota tubuh yang terpapar.

Semakin kecil bentuk anggota tubuh maka semakin cepat gerakan atau getaran yang ditimbulkan

dan semakin tinggi frekuensi resonansinya.

Mikroklimat

Page 15: Makalah Pbl 28 (CTD)

Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,

kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak dan

kekuatan otot menurun.7

Diagnosis Okupasi

Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu Ergon (kerja) dan Nomos (hukum alam)

dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya

yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, dan desain/perancangan.

Ergonomi berhubungan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan

manusia di tempat kerja, di rumah ataupun di tempat rekreasi. Ergonomi juga disebut

sebagai human factor yang berarti menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya.

Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (desain)

ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras (hardware) maupun

perangkat lunak (software). Perangkat keras berkaitan dengan mesin  (perkakas kerja/tools, alat

peraga/display, conveyor dan lain-lain) sedangkan perangkat lunak lebih berkaitan dengan sistem

kerjanya seperti penentuan jumlah istirahat, pemilihan jadwal pergantian shift kerja, rotasi

pekerjaan, prosedur kerja dan lain-lain.4,7

Putz-Anderson (1988) menulis mengenai pedoman mengenai keadaan ini dan

memperkenalkan istilah Cumulative Trauma Disorder yaitu merupakan gangguan akibat ruda

paksa berulang. Faktor yang memperbesar perkembangan kelainan akibat ketegangan berulang

meliputi hal berikut: (1) pekerjaan yang sangat berulang (2) pekerjaan yang membutuhkan

sejumlah tenaga kerja atau menggunakan tenaga pada lengan. (3) postur yang janggal sewaktu

melaksanakan tugas tertentu.(4) tidak cukup waktu istirahat sehingga menjadi sangat letih. (5)

tenaga kerja yang sudah berumur dengan daya tahan yang berkurang terhadap pemakaian yang

merusak. (6) kepuasan dalam bekerja.2

Penatalaksanaan

Untuk kasus akut, satu-satunya pengobatan yang terbaik adalah dengan mengurangi

aktivitas fisik pada anggota tubuh bagian atas yang sakit. Sedangkan untik kasus yang

menahun/kronis, diperlukan terapi dengan cara menggerakan lengan yang sakit tanpa/dengan

Page 16: Makalah Pbl 28 (CTD)

beban dengan meningkatkan kecepatan dan durasi secara perlahan-lahan, tetapi ini harus

dilakukan dibawah pengawasan petugas medis. Pemeberian obat-obatan analgesic dan

antiinflamasi sangat membantu untuk mengurangi rasa nyeri.

Tindakan pembedahan biasanya dilakukan dalam bentuk dekompresi saraf, umumnya

dilakukan pada kasus sindroma terjepitnya saraf tepi. Untuk kasus menahun, diperlukan

rehabilitasi medik dan vokasional, agar pasien dapat mengembalikan kapasita fisik dan

mentalnya.7

Pencegahan

Usaha menciptakan lingkungan kerja yang dapat:

Mengurangi angka cedera dan kesakitan dalam pekerjaannya

Menurunkan biaya kecelakaan kerja

Menurunkan kunjungan berobat

Mengurangi ketidakhadiran pekerja

Meningkatkan produktivitas, kualitas dan keselamatan kerja

Meningkatkan tingkat kenyamanan pekerja dalam bekerja

Selanjutnya, diperlukan intervensi ergonomi yang memadai seperti:

Memperbaiki lingkungan kerja, peralatan dan organisasi tugas kerja menurut prinsip-prinspi

ergonomi, seperti perubahan tinggi meja kerja, tempat duduk, desain mesin dan peralatan kerjam

banyaknya frekuensi dan variasi gerakan yang dilakukan agar sesuai dengan kapasitas fisik dan

mental para pekerja

Memberikan variasi untuk tugas-tugas yang berisiko menimbulkan hal ini. Sedapat

mungkin, dalam setiap pekerjaan harus terdapat kombinasi antara pekerjaan dengan gerakan

berulang/posisi tugas yang kurang nyaman dengan pekerjaan lain yang dapat memberikan

istirahat bagi otot-otot yang mengalami kelelalahan.

Fasilitas rekreasi dan istirahat harus disediakan di tempat kerja.· Waktu untuk liburan harus

diberikan pada semua pekerja· Kelompok pekerja yang rentan harus lebih diawasi misalnya;-

Pekerja remaja- Wanita hamil dan menyusui.- Pekerja yang telah berumur- Pekerja shift-

Migrant.· Para pekerja yang mempunyai kebiasaan pada alkohol dan zat stimulan atau

zat addiktif lainnya perludiawasi. Pemeriksaan kelelahan: Tes kelelahan tidak sederhana,

biasanya tes yang dilakukan seperti tes pada kelopak mata dan kecepatan reflek jari dan

Page 17: Makalah Pbl 28 (CTD)

mata serta kecepatan mendeteksi sinyal, atau pemeriksaan pada serabut otot secara elektrik dan

sebagainya.7

Kesimpulan

Cumulative trauma disorder (CTD) merupakan penyakit akibat kerja. Dimana pada

skenario ini diketahui bahwa pasien memiliki pekerjaan sebagai penjual rujak ulek yang

mengharuskan pasien melakukan gerakan berulang sepanjang hari dan tidak mempunyai jam

kerja yang pasti. Maka dapat ditentukan CTD adalah diagnosis okupasi yang merupakan

penyakit akibat kerja dikarenakan tidak ada faktor lain dan kemungkinan lain yang dapat

menyebabkan penyakit ini selain pekerjaan pasien.

Daftar pustaka

1. Hartanto H. kamus ringkas kedokteran Stedman untuk profesi kesehatan. Edisi 4. Jakarta:

EGC; 2005.h.280.

2. Jeyaratnam J. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC; 2010. H.199-200

3. Gleade J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga. 2007. h.40-41

4. Hiperkes. Cumulative trauma disorder. Diunduh dari:

http://konsulhiperkes.wordpress.com/2008/12/31/cumulative-trauma-disorers-ctds/

#respond. 17 Oktober 2014.

5. Sindroma de quervain. Diunduh dari

http://medicastore.com/penyakit/3091/Sindroma_De_Quervain.html. pada tanggal 17

Oktober 2014.

6. Corwin E.J. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009. h. 167-9, 347-8.

7. Harrianto R. Buku ajar kesehatan kerja. Jakarta: EGC. 2009. h. 223-38.

8. Suratun, dkk. Kelainan gangguan sistem musculoskeletal. Jakarta: Penerbit buku

kedokteran EGC. 2008. h. 110 – 14.

Page 18: Makalah Pbl 28 (CTD)