PBL Blok 21 Metabolik Endokrin II

download PBL Blok 21 Metabolik Endokrin II

of 18

description

Diabetes

Transcript of PBL Blok 21 Metabolik Endokrin II

Ketoasidosis Diabetes pada AnakAndy Santoso Hioe102011314Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara no.6 - Jakarta [email protected] diabetes merupakan komplikasi akut yang paling serius yang terjadi pada anak-anak pada DM tipe 1, dan merupakan kondisi gawat darurat yang menimbulkan morbiditas dan mortalitas, walaupun telah banyak kemajuan yang diketahui baik dari patogenesisnya maupun dalam hal diagnosis dan tata laksananya. Diagnosis ketoasidosis diabetes (KAD) didapatkan sekitar 16-80 % pada penderita anak baru dengan DM tipe 1.KAD juga merupakan penyebab kematian tersering pada anak dan remaka dengan DM tipe 1, yang diperkirakan setengah dari penyebab kematian penderita DM di bawah usia 24 tahun. Sementara itu di Indonesia belum didapatkan angka yang pasri mengenai hal ini. Diagnosis dan tata laksana yang tepat sangat diperlukan dalam pengelolaan kasus-kasus KAD untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.AnamnesisAnamnesis pada pasien anak dilakukan secara allo-anamnesis pada orang tuanya. Pertanyaan-pertanyaan terkait yang dapat diajukan dalam anamenesis kepada pasien antara lain:1,2 Pendekatan umum Identitas pasien (nama, umur, alamat). Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarangKeluhan-keluhan seperti meningkatnya rasa haus dan frekuensi serta volume urin merupakan gejala awal paling umum pada KAD. Lemas, lelah, dan lesu juga dapat menjadi gejala dari KAD.1,2Mual dan mutah biasanya terjadi dan dapat berhubungan dengan nyeri abdomen difus dan kurangnya nafsu makan (anoreksia). Adanya penurunan berat badan yang cepat merupakan gejala pada pasien yang baru saja didiagnosa DM tipe 1. Pasien dapat datang dengan riwayat kegagalan pengobatan insulin atau kehilangan insulin setelah diinjeksi melalui muntah atau keadaan fisiologis lain.1,2Gangguan kesadaran sebagai bentuk dari disorientasi atau kebingungan ringan dapat terjadi. Meskipun koma tidak umum terjadi, dapat terjadi bila kondisi dehidrasi atau asiodsis parah.1,2 Riwayat penyakit dahuluDapat ditanyakan apakah sebelumnya anak pernah menderita gejala seperti yang dikeluhkan dan penyakit-penyakit yang pernah diderita anak sebelumnya. Pada KAD, biasanya anak sudah didagnosis menderita DM tipe 1.1,2 Riwayat pengobatanDapat ditanyakan obat yang telah diresepkan sebelumnya dan apakah pemakaian obat tersebut teratur. Pada sebagian kasus, KAD biasanya disebabkan oleh terlambatnya pemberian insulin.1,2 Riwayat imunisasi dan tumbuh kembangImunisasi apa saja yang sudah diberikan kepada anak dan bagaimana riwayat tumbuh kembangnya, untuk mengetahui adanya gagal tumbuh atau tidak.1,2Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang mula-mula dilakukan setelah anamnesis adalah mengukur tanda-tanda vital pasien untuk mengetahui parameter dasar pasien saat sampai ke rumah sakit. Dapat ditemukan beberapa tanda tanda vital seperti takikardi, hipotensi, takipneu, hipotermia, demam(jika disertai infeksi). Setelah itu, pada pasien anak diperlukan pula pengukuran antropometri untuk mengetahui status tumbuh kembang anak. Dalam pengukuran antropometri ini dapat ditemukan adanya penurunan berat badan yang signifikan.1,2Setelah itu, dilakukan inspeksi yang cermat dan palpasi. Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada pasien KAD melihat tanda tanda umum yang dapat tampak, seperti kulit kering, nafas kussmaul, selaput lendir kering, penurunan turgor kulit, penurunan refleks, mual muntah, dan nyeri perut. Dan juga ada tanda khusus seperti nafas pasien yang berbau keton.1,2Tanda-tanda asidosis perlu diperhatikan pada KAD, seperti pernapasan Kussmaul, menegangnya abdomen, dan gangguan kesadaran. Meskipun tanda-tanda ini tidak sepsifik pada semua kasus dalam KAD, kejadian-kejadian ini menunjukkan parahnya KAD.1,2Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penujang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis ketoasidosis diabetes antara lain: Glukosa darahKadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dL. Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dL atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.1-3Harus disadari bahwa KAD tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 200 mg/dL, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetes sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dL.1,2 NatriumEfek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100 mg/dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq/L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.1-3 KaliumIni perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat kalium.1-3 Bikarbonat.Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah (10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan Kussmaul) terhadap asidosis metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.1-3 Pemeriksaan darah lengkap.Tingginya perhitungan sel darah putih atau adanya pergeseran ke kiri (shift to the left) menunjukkan adanya infeksi.1-3 pH darahpH darah sering ditemukan dibawah 7,30; dengan ketonemia dan ketonuria.1-3 KetonDiagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya. 1-3 -hidroksibutirat.Serum atau hidroksibutirat kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol/L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol/L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetes (KAD). 1-3 OsmolalitasDiukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm/kg H2O. Jika osmolalitas 15 mEq/L Ketonuria ringan dan ringan atau tidak ada ketonemia Gangguan kesadaran

Asidosis LaktatAsidosis laktat merupakan keadaan asidosis metabolik dengan anion gap yang luas, dikarakteristikan dengan pH 5 mmol/L. Hal ini dapat terjadi bila oksigenasi jaringan tidak adekuat memenuhi kebutuhan energi sebagai akibat dari hipoperfusi atau hipoksia, menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat dalam jumlah berlebihan.1-3Tanda klinis biasanya memperlihatkan tanda-tanda hipoperfusi jaringan. Hipotensi berat, oliguria atau anuria, perubahan status mental, dan takipnea selalu dijumpai pada asidosis laktat yang disebabkan oleh hipoksemia jaringan. Gambaran klinis yang didapati bila terjadi gangguan perfusi jaringan juga terjadi hipotensi, penurunan kesadaran, vasokonstriksi perifer, dan oliguria. Manifestasi lanjut yang terjadi adalah syok, dan hal ini menjadi indikator keadaan hipoperfusi. Pada penderita juga terjadi takipnea, hipotensi, dan perubahan status mental. 1-3EtiologiKejadian pencetus KAD, antara lain adalah diagnosis DMDI baru, tidak mendapat insulin secara sengaja atau tidak disengaja, infeksi, pankreatitis, trauma, stress psikologis, dan emosi. Pada setiap kasus KAD harus dilakukan pemeriksaan untuk mencari faktor pemicu, dan bila ditemukan, faktor tersebut harus diterapi. KAD adalah suatu penyakit yang mengancam jiwa, dan apabila terjadi berulang, maka harus lebih agresif melakukan pemeriksaan untuk mencari etiologi serta intervensi preventif.1,3,4EpidemiologiSecara umum di dunia terdapat 15 kasus per 100.000 individu pertahun yang menderita DM tipe 1. Tiga dari 1000 anak akan menderita DMDI pada umur 20 tahun nantinya. Insiden DM tipe 1 pada anak-anak di dunia tentunya berbeda. Terdapat 0.61 kasus per 100.000 anak di Cina, hingga 41.4 kasus per 100.000 anak di Finlandia. Angka ini sangat bervariasi, terutama tergantung pada lingkungan tempat tinggal. Ada kecenderungan semakin jauh dari khatulistiwa, angka kejadiannya akan semakin tinggi. Meski belum ditemukan angka kejadian DMDI di Indonesia, namun angkanya cenderung lebih rendah dibanding di negara-negara Eropa.1-3Lingkungan memang mempengaruhi terjadinya DMDI, namun berbagai ras dalam satu lingkungan belum tentu memiliki perbedaan. Orang-orang kulit putih cenderung memiliki insiden paling tinggi, sedangkan orang-orang cina paling rendah. Orang-orang yang berasal dari daerah dengan insiden rendah cenderung akan lebih berisiko terkena DMDI jika bermigrasi ke daerah penduduk dengan insiden yang lebih tinggi. Penderita laki-laki lebih banyak pada daerah dengan insiden yang tinggi, sedangkan perempuan akan lebih berisiko pada daerah dengan insiden yang rendah.1-3Secara umum insiden DMDI akan meningkat sejak bayi hingga mendekati pubertas, namun semakin kecil setelah pubertas. Terdapat dua puncak masa kejadian DMDI yang paling tinggi, yakni usia 4-6 tahun serta usia 10-14 tahun. Kadang-kadang DMDI juga dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan, meskipun kejadiannya sangat langka. Diagnosis yang telat tentunya akan menimbulkan kematian dini. Gejala bayi dengan DMDI ialah napkin rash, malaise yang tidak jelas penyebabnya, penurunan berat badan, senantiasa haus, muntah, dan dehidrasi.1-3PatofisiologiKAD paling baik bila didefinisikan berdasarkan pada adanya asidosis metabolik yang disebabkan oleh ketosis dan tidak hanya berdasarkan pada hiperglikemia. Tanda utama KAD adalah ketosis, ketonuria, asidosis metabolik, dan dehidrasi. Ketosis dan asidosis metabolik ikut berperan dalam menyebabkan terjadinya gangguan elektrolit dan muntah, yang sering terjadi pada DKA dan bersifat parah. Pada keadaan defisiensi insulin, meningkatnya kadar hormon pengimbang juga merangsang produksi glukosa melalui glikogenolisis dan glukoneogenesis, kadar glukosa darah biasanya meningkat (>250 mg/dL) pada penderita KAD. Seiring dengan meningkatnya kadar glukosa darah, jumlah glukosa yang muncul dalam ultrafiltrat glomerulus melebihi kemampuan tubulus proksimal ginjal untuk meresorbsi glukosa sehingga terjadi glukosuria. Dengan terus menigkatnya kadar glukosa darah, terjadi peningkatan glukosuria hingga laju pengeluaran glukosa melalui urin setara dengan laju pembentukan glukosa. Saat hal ini terjadi, kadar glukosa darah mungkin stabil dalam kisaran 400-600 mg/dL. Derajat hiperglikemia ini menyebabkan terjadinya diuresis osmotik. Bersama dengan berkurangnya asupan cairan dan muntah, hal ini menyebabkan terjadinya dehidrasi. Saat dehidrasi memburuk sampai ke tahap mengurangi laju filtrasi glomerulus, jumlah glukosa yang difiltrasi menurun sehingga pengeluaran glukosa melalui urin berkurang dan kadar glukosa darah semakin meningkat ke suatu kadar stabil yang dapat melebihi 600-800 mg/dL. Dengan demikian, hiperglikemia berat mengesankan bahwa pasien mengalami dehidrasi parah desertai penurunan laju filtrasi glomerulus, atau baru mendapat (makan atau infus) sejumlah besar karbohidrat atau glukosa tanpa perlindungan insulin yang memadai.1,2,4Kelainan elektrolit selalu terjadi pada KAD. Diuresis osmotik yang dipicu oleh glukosa pada KAD menyebabkan berkurangnya resorpsi natrium dan air oleh tubulus distal ginajl dan keluarnya natrium dan air secara berlebihan. Natrium dan kalium juga dieksresikan bersama dengan asam keto. Pada KAD, konsentrasi natrium serum biasanya rendah akibat perpindahan osmotik air, yang dipicu oleh hiperglikemia, dari kompartemen intrasel ke kompartemen ekstrasel. Penurunan kadar natrium serum akibat pengenceran ini diperkirakan sebesar 1,6 mEq/L untuk setiap peningkatan 100 mg/dL glukosa darah di atas kisaran normal. Pengeluaran kalium selama KAD dapat cukup besar, dan sering terjadi deplesi kalium. Kehilangan kalium ini disebabkan oleh ekskresi kalium melalui urin bersama dengan asam keto dan oleh efek meningkatnya kadar aldosterone akibat dehidrasi. Namun, karena asidosis meningkatkan perpindahan kalium dari ruang intrasel ke ekstrasel, maka kalium serum pada anak KAD sering meningkat atau normal. Dengan demikian, konsentrasi kalium serum yang terukur bukan merupakan indicator yang baik untuk menentukan status kalium tubuh. Pengeluaran fosfat melalui urin juga meningkat selama KAD akibat asidosis dan hiperglikemia.1,2,4Gangguan asam-basa pada KAD bersifat khas untuk asidosis metabolik. Tanpa adanya gangguan susunan saraf pusat atau paru, akan terjadi kompensasi pernapasan disertai hiperventilasi. Pada awal perjalanan KAD, yang terjadi adalah penurunan PCO2 asidosis metabolik dengan kompensasi respiratorik, dan pH yang normal. Namun, seiring dengan semakin parahnya KAD, akan terjadi asidosis yang lebih berat dan kemudian pH yang menurun.1,2,4Manifestasi KlinikSekitar 80% pasien KAD adalah pasien DM yang sudah dikenal. Kenyataan ini tentunya sangat membantu untuk mengenali KAD akan lebih cepat sebagai komplikasi akut DM dan segera mengatasinya.1-3Sesuai dengan patofisiologi KAD, maka pada pasien KAD dijumpai pernafasancepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah tercium.1-3Dijelaskan gambaran klinis KAD sebagai berikut keluhan poliuri dan polidipsi sering kali mendahului KAD serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam, atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai terutama pada KAD anak.1-3Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium, atau depresi sampai dengan koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab penurunan kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol). 1-3PenatalaksanaanNon-Medika MentosaAnak yang diketahui atau dicurigai menderita KAD dan dibawa ke rumah sakit atau klinik harus dianggap sakit kritis sampai selesai melakukan evaluasi lengkap dan terbukti tidak menderita penyakit tersebut. Derajat asidosis dan ketidak seimbangan metabolik seringkali lebih parah dibandingkan dengan yang ditunjukkan oleh gejala klinis. Evaluasi dan intervensi awal harus dilakukan untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilasi dan kardiovaskulat, dan menilai status mental. Layanan penunjang yang memadai juga harus tersedia untuk memenuhi segala kebutuhan pasien, dan bila tidak tersedia, pasien harus segera dipindahkan ke fasilitas yang menyediakan layanan-layanan tersebut. Penderita KAD berat harus dirawat dalam suatu fasilitas yang dilengkapi oleh alat untuk memantau tanda vital, pemeriksaan kadar glukosa darah di bangsal, asuhan keperawatan yang terampil dan analisis elektrolit serum dan gas darah 24 jam. Pada kasus KAD berat, pasien harus dirawat inap, dan harus disiapkan akses ke unit perawatan intensif pediatri atau medis. Kasus KAD yang lebih ringan kadang-kadang dapat ditangani di rumah atau perawatan singkat di unit darurat.1-3Terapi awal KAD berat harus ditujukan untuk memperbaiki kelainan yang mengancam jiwa dan menstabilkan pasien. Ventilasi yang memadai dan akses intravena harus dibuat sesegera mungkin. Syok atau gangguan perfusi jaringan harus dikoreksi dengan resusitasi cairan intravena dalam jumlah besar. Hal ini biasanya dapat dilakukan dengan menggunakan salin isotonik (normal) atau larutan ringer laktat. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan untuk memastikan diagnosis dan menentukan keparahan kelainan elektrolit, asiodsis, dan azotemia. Pada pasein koma dilakukan pemasangan drainase nasogatrik untuk menghibdari aspirasi. Setelah evaluasi dan stabilisasi awal, terapi utama pada KAD adalah koreksi dehidrasi dan interupsi ketidakseimbangan metabolik. Hal ini dilakukan dengan terapi cairan intravena dan pemberian insulin.1-3Apabila tidak ada muntah dan KAD cukup ringan sehingga dapat dicoba pemberian cairan per oral, penatalaksanaan seyogianya dapat mencukupi kebutuhan cairan pasien. Setiap jam harus diberikan tiga sampai delapan ons cairan. Cairan ini sebaiknya diberikan dalam porsi kecil (2-4 ons) setiap 20-30 menit. Selagi kadar glukosa darah tinggi (> 250-300 mg/dL), cairan ini harus bebas karbohidrat; setelah glukosa turun, pasien harus diberi cairan yang mengandung karbohidrat. Apabila hidrasi oral tidak dapat dilakukan karena muntah atau apabila KADnya parah, cairan harus diberilan sesegera mungkin secara intravena.1-3Terapi cairan intravena untuk KAD dilaksanakan sesuai petunjuk yang serupa dengan petunjuk yang mengatur terapi cairan intravena secara umum. Harus terdapat suatu fase ekspansi volume yang diikuti fase rehidrasi, yaitu diberikan cairan untuk mempertahankan dan mengganti cairan yang hilang. Namun, disini akan dibahas beberapa pertimbangan yang khsa dalam penatalaksanaan KAD.1-3Fase ekspansi volume harus dimulai secepatnya dan biasanya terdiri dari 10-20 ml/kg salin isotonik (0,9%) atau larutan Ringer laktat yang diberikan dalam 30-60 menit. Larutan salin isotonik memiliki keunggulan sifat isotonik sehingga mengruangi laju penunrunan osmolalitas serum, sedangkan larutan Ringer laktat dapat dimetabolisasi menjadi bikarbonat untuk membantu mempertahankan asidosis yang parah; klorida yang lebih rendah dapat membantu mencegah terjadinya sidosis hiperkloremik ringan selama terapi. Ekspansi volume tambahan jarang diperlukan kecuali bila terjadi syok atau bila perfusi jaringan tetap buruk. Apabila perfusi perifer tetap buruk, bolus cairan tambahan sebesar 10 ml/kg harus diberikan sampai nadi dan tekanan darah stabil dan ekstermitas hangat, dengan pengisian kapiler kurang dari 2-3 detik.1-3Pada fase rehidrasi, kita harus mempertimbangkan kebutuhan pemeliharaan individual, koreksi dehidrasi dan penggantian kehilangan cairan berlebihan yang terus beralngsung (muntah, diuresis osmotik). Kehilangan cairan yang sedang berlangsung melalui diuresis osmotik harus diperkecil dengan menurunkan konsentrasi glukosa darah. Namun, pengeluaran melalui muntah, diare, atau drainase nasogastric perlu diganti. Cairan pemeliharaan yang dibuthkan dapat diperkirakan sebesar 1500-2000 mL/m3/hari; kebutuhan tersebut dapat lebih tinggi bila terdapat demam atau hiperventilasi. Defisit cairan paling baik nila dihitung berdasarakan penurunan berat badan yang baru terjadi. Apabila defisit cairan tidak diketahui, maka diambil perkiraan defisit sebesar 10-15% dan angka ini digunakan sebagai petunjuk awal pengobatan. Penggantian cairan biasanya dapat dilakukan dengan menggunakan salin 0,45% yang ditambah garam kalium. Apabila terdapat hiponatremia serum, hiperosmolalitas yang parah, hipotensi atau syok, sebaiknya hidrasi diteruskan dengan salin 0,9%. Pada semua pasien, terutama penderita hiponatremia persisten, hipernatremia, hipotensi, atau syok, pemantauan pemasukan dan pengeluaran harus dilakukan dengan cermat. Kateterisasi kandung kemih mungkin diindikasikan pada kasus yang sangat parah, terutama bila sulit dilakukan pencatatan pengeluaran urin dan status hidrasi tidak jelas.1-3Berlawanan dengan penggantian cairan pediatrik dalam dehidrasi sederhana akibat gastroenteritis, umumnya penggantian cairan selama terapi KAD pada anak dianjurkan untuk diberikan selama 24 hingga 36 jam. Hal ini sering kali dapat dicapai dengan laju infus 3 hingga 3,5 L/m2/hari. Pada penderita hiperosmolalitas berat (hiperglikemia nyata seiring dengan kadar natrium serum yang normal atau meningkat dengan tidak semestinya), peggantian harus diberikan secara lebih lambat (selama 36-48 jam). Hal ini biasanya diperoleh dengan laju infus 2,5-3 L/m2/hari. Bila status klinis memungkinkan, dapat diberikan koreksi akhir rehidrasi secara oral.1-3Deplesi kalium tubuh total sering dijumpai pada KAD berat walaupun kadar kalium serum normal atau bahkan meninngkat. Koreksi deplesi kalium ini memerlukan intervensi yang tepat waktu dan hati-hati. Penggantian kalium harus sesegera dimulai setelah bolus cairan awal kecuali apabila dicurigai terjadi gagal ginjal. Apabila kalium serum pada awal penyakit sangat rendah (5,5 meq/L), pemberian kalium harus ditunda sampai pengeluaran urin stabil dan kalium serum bergerak turun. Kalium untuk memelihara atau mengganti harus ditambahkan ke dalam cairan hidrasi. Secara umum, konsentrasi kalium dalam cairan intravena adalah 30-40 mEq/L, atau 0,1-0,5 mEq/kg/jam. Garam kalium dapat ditambahkan sebagai kalium klorida, klaium asetat, dan/atau kalium fosfat. Fosfat tentu harus diberikan apabila fosfat serum rendah untuk mencegah memburuknya hipofosfatemia. Namun, pemberian klaium fosfat jangan melebihi 1,5 mEq/kg/hari karena adanya bahaya hipokalsemia dan hipomagnesemia. Pemakaian kalium klorida secara eksklusif dapat menyebabkan adanya komponen asidosis hiperkloremik ringan yang timbul belakangan pada KAD anak. Dengan demikian, praktisi cenderung menggunakan kombinasi kalium fosfat dan kalium asetat. Kalium asetat dapat dimetabolisasi oleh hati dan menghasilkan bikarbonat.1-3Kebutuhan pemberian bikarbonat selama terapi KAD pada anak masih diperdebatkan. Bikarbonat jarang diberikan kecuali bila pH darah awal kurang dari 7,0. Anak yang menderita ketoasidosis berat biasanya pulih tanpa mendapat pengobatan bikarbonat, dan umumnya risiko potensial bikarbonat lebih besar dari manfaatnya. Risiko tersebut mencakup hypokalemia, asidosis hipoksia SSP, hipernatremia, dan alkalosis rebound. Bikarbonat dosis bolus harus dihindari, dan bila kita menggunakan bikarbonat maka pemberian zat tersebut harus dengan sangat hati-hati sebagai infus 1-2 mEq/kg selama 2 jam. Apabila akan digunakan natrium bikarbonat, konsentrasi salin dalam cairan rehidrasi sebiaknya diturunkan untuk menghindari pemberian natrium yang berlebihan. Pemberian bikarbonat jarang perlu dilanjutkan setelah 2-3 jam pertama, dan bikarbonat jelas harus dihentikan apabila pH meningkat melebihi 7,1 dan/atau HCO3 vena meningkat melebihi 10 mEq/L.1-3Medika MentosaSemua penderita KAD mengalami defisiensi insulin yang mutlak atau relatif; pasien harus diberikan insulin eksogen. Insulin membalikkan keadaan katabolik pemecahan protein dan lipolysis, serta menekan pembentukan badan keton dan asam keto. Setelah pembentukan asam yang berlebihan terhenti, badan-badan keton kemudian dikeluarkan melalui ekskresi urin, sehingga asidosis akan terkoreksi. Insulin juga akan menurunkan kadar glukosa darah dengan menghambat glikogenolisis dan glukoneogenesis serta dengan merangsang penyerapan dan oksidasi glukosa.1-3,5Insulin dalam darah bekerja secara efektif tanpa bergantung pada rute pemberiannya. Rute pemberian insulin yang dianjurkan bergantung pada keadaan klinis dan lingkup perawatan. Untuk KAD ringan, terutama diperkirakan tidak memerlukan cairan intravena, jelas dapat digunakan insulin subkutis (0,25 unit/kg setiap 3-4 jam). Sehingga jelaslah para pasien ini sebaiknya berobat pada awal perjalanan penyakit mereka sebelum diperlukan pemberian terapi intravena.1-3,5Untuk KAD berat, rute pemberian yang dianjurkan adalah infus intravena kontinu, walaupun insulin subkutis atau intramuskular juga dapat efektif. Pada kasus yang dipersulit oleh syok, hipotensi, atau gangguan perfusi jaringan, hanya insulin intravena yang dapat digunakan karena penyerapan insulin melalui rute intramuskular atau subkutis mungkin kurang. Insulin regular (kerja-cepat) merupakan preparat utama yang digunakan dalam penatalaksanaan KAD dan satu-satunya insulin yang harus diberikan secara intravena atau intramuskular.1-3,5Infus insulin intravena kontinu diberikan sebagai bolus insulin regular yang setara dengan 0,1 unit/kg (kadang diperlukan lebih dari 5-7 unit), diikuti oleh infus insulin regular dengan kecepatan 0,1 unit/kg/jam. Insulin dapat dicampur dalam salin normal pada konsentrasi 0,1-1,0 unit/mL, sehingga kecepatan pemberian cairan untuk menyalurkan 0,1 unit/kg/jam adakah 10-20 ml/jam. Petunjuk yang mudah adalah dengan menambahkan unit insulin yang setara dengan berat badan pasien (kg) ke setiap 100 mL salin. Apabila larutan ini diinfuskan dengan kecepatan tetap 10 mL/jam, kecepatan pemberian insulin akan menjadi 0,1 unit/kg/jam. Untuk mengurangi perlekatan insulin ke selang plastik intravena, perlu dilakukan beberapa tindakan pencegahan. Dianjurkan untuk membilas selang intravena dengan sekitar 50 mL larutan insulin sebelum pemberian. Tanpa pembilasan ini, penyaluran insulin dalam beberapa jam pertama akan berkurang.1-3,5Setelah infus insulin berjalan, kecepatannya harus disesuaikan berdasarkan respons terhadap terapi. Apabila tidak ada perbaikan pH, anion gap, konsentrasi bikarbonat, atau konsentrasi glukosa plasma dalam 2-3 jam pertama, laju pemberian insulin dapat digandakan. Namun, jarang diperlukan kecepatan yang lebih tinggi dari 0,1 unit/kg/jam. Kadar glukosa darah semestinya turun selama pengobatan KAD akibat ekspansi volume dan pemberian insulin. Ekspansi volume menurunkan kadar glukosa darah dengan memperbesar ruang cairan ekstrasel serta dengan memulihkan GFR dan meningkatkan pengeluaran glukosa melalui ginjal. Selama fase ekspansi volume, konsentrasi glukosa darah dapat turun dengan cepat, mungkin sebesar 200-400 mg/dL/jam. Selain oleh ekspansi volume, glukosa plasma akan semakin menurun oleh insulin yang menghambat produksi glukosa oleh hati serta meningkatkan penyerapan dan oksidasi glukosa. Setelah fase ekspansi volume awal, pemberian insulin yang memadai seyogyanya menurunkan konsentrasi glukosa darah sebesar sekitar 1-2 mg/dL/menit.1-3,5Kadar glukosa darah akan lebih cepat normal dibandingkan dengan ketosis dan asidosis. Berbagai upaya harus dilakukan untuk menstabilkan glukosa plasma mendekati ambang ginjal. Hal ini akan mengurangi pengeluaran cairan melalui urin akibat diuresis osmotik dan mengurangi risiko terjadinya hipoglikemia. Dengan demikian, saat kadar glukosa darah mendekati 250 mg/dL, harus ditambahkan dekstrosa 5% ke dalam cairan rehidrasi intravena. Hal ini seringkali sudah memadai untuk menstabilkan kadar gula darah. Apabila tindakan ini gagal untuk menstabilkan kadar gula darah, dapat digunakan konsentrasi dekstrosa yang lebih tinggi atau kecepata infus insulin dikurangi. Namun, kecepatan infus insulin sebaiknya tidak dikurangi sampai asidosis terkoreksi, dan jangan dikurangi sampai dibawah 0,5 unit/kg/jam. Insulin intravena biasanya dilanjutkan sampai pasien dapat menoleransi cairan oral dengan baik, kelainan elektrolit terkoreksi, bikarbonat serum lebih tinggi dari 15 mEq/L, dan asidosis reda. Pada titik ini, hidrasi melalui rute oral dan dapat dilakukan konversi ke insulin subkutis. Namun, karena insulin dalam darah memiliki waktu-paruh singkat (sekitar 5-7 menit), infus insulin intravena jangan dihentikan sampai sekitar 30 menit setelah pemberian insulin subkutis.1-3,5Faktor kunci dalam penatalaksanaan KAD adalah pemantauaan yang sering dan penyesuaian berdasarkan hasil pemantauan. Status klinis, termasuk keadaan neurologic, harus sering diperiksa dan dicatat (setidaknya setiap 0,5-2 jam) selama paling sedikit 6 sampai 12 jam pertama. Selain itu harus dibuat catatan yang akurat tentang asupan dan keluaran, dan harus dilakukan pemantauan kadar glukosa darah dengan pemantauan di tempat setiap jam. Elektrolit serum harus dipantau sedikitnya setiap 2-6 jam, dengan kalium serum, bikarbonat, dan pH lebih sering pada kasus yang parah. Perubahan-perubahan yang tidak terduga pada status klinis, status mental, atau hasil laboratorium harus segera diteliti dan bila perlu terapi dapaat diubah. Sebagian besar anak yang menderita KAD akan membaik, kecuali bila perjalanan penyakitnya dipersulit oleh keadaan medis atau bedah lain. Umumnya kasus KAD tanpa penyulit yang memburuk terjadi akibat kurangya evaluasi, pemantauan, dan perhatian yang sesuai terhadap detail terapi.1-3,5Penderita KAD yang disertai demam harus diperiksa dengan teliti untuk mengetahui adanya kemungkinan infeksi dan diterapi dengan pengobatan yang sesuai. Selain itu juga harus dilakukan biakan darah, urin, tenggorokan dan foto sinar-X thorax. Pungsi lumbal hanya dilakukan bila dicurgai adanya meningitis dan kalaupun demikian harus dilakukan dengan hati-hati karena tekanan intrakranial sering meningkat. Pemeriksaan CT-scan harus dilakukan bila diindikasikan. Dekompresi lambung dan drainase nasogastric dianjurkan pada kasus yang parah, terutama apabila terjadi muntah persisten, atau bila tingkat kesadaran pasien menurun. Aspirasi isi lambung merupakan penyulit yang sering terjadi pada semua penderita koma. Apabila dicurigai adanya apendisitis akut atau penyakit bedah akut lainnya, harus segera dikonsultasikan ke ahli bedah. Namun, apabila memungkinkan, eksplorasi bedah ditunda selama bebebrapa jam sampai asidosis beratnya terkoreksi. Pada sebagian kasus, gejala dan tanda yang mengesankan adanya abdomen akut mereda setelah KAD terkoreksi.1-3

PrognosisDengan terapi yang baik, tingkat kematian akibat DKA menjadi sangat rendah (240 mg/dL), keton urin harus dipantau dengan atau tanpa gejala. Keton menunjukkan defisiensi insulin dan/atau resisten insulin terkait-stres disertai pemakaian insulin luar yang kurang adekuat. Apabila terjadi ketonuria, maka pasien biasanya memerlukan insulin tambahan. Insulin supplemental seringkali dapat diberikan sebagai suntikan subkutis insulin regular yang setara dengan sekitar 10% dari dosis harian total; pemberian ini dapat diulang setiap 2-4 jam sampai ketosis teratasi. Apabila hiperglikemia tidak ada atau minimal sementara keton meningkat secara bermakna, pemberian insulin suplemen mungkin tetap diindikasikan, dan untuk mencegah hipoglikemia diberikan gula tambahan dalam bentuk minuman yang mengandung karbohidrat.1-3Cairan sangat penting dalam penanganan diabetes selama pasien sakit, dan ketidakmampuan untuk memberikan cairan peroral sering menjadi penentu perlunya intervensi ruang darurat atau rumah sakit. Biasanya dianjurkan bagi remaja atau orang dewasa muda untuk mengonsumsi 6-8 ons cairan setiap jam. Anak seyogyanya secara proporsional minum dalam jumlah yang lebih sedikit (mungkin 3-6 ons/jam). Pada penderita penyakit saluran cerna, ingesti cairan dalam jumlah kecil tetapi sering biasanya lebih dapat ditoleransi. Ingesti makanan tidak bersifat esensial selama perjalanan penyakit penyerta yang singkat, tetapi ketidakmampuan minum merupakan indikasi diperlukannya terapi intravena. Bagi pasien yang tidak mampu makan, kandungan karbohidrat dalam makanan harus diganti dengan pemberian cairan yang mengandung karbohidrat. Sewaktu diberi penjelasan, keluarga harus diberi petunjuk mengenai cairan pengganti makanan selama pasien sakit. Cairan tambahan harus bebas karbohidrat selagi terjadi hiperglikemia, tetapi untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam kisaran 150-200 mg/dL harus diberikan cairan yang mengandung karbohidrat.1-3Apabila tetap terjadi ketosis atau muntah walaupun petunjuk di atas sudah dialkukan, atau apabila terjadi gejala KAD berat atau penyakit medis lainnya, pasien atau keluarganya harus sesegera mungkin mencara pertolongan medis. Intervensi dini mungkin merupakan cara yang terbaik untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan terjadinya KAD berat dan terapinya.1-3PenutupKetoasidosis diabetes merupakan kasus kegawatdaruratan yang merupakan komplikasi dari diabetes mellitus tipe 1. Pada ketoasidosis diabetes terjadi kegagalan metabolisme glukosa sehingga badan keton meningkat dalam tubuh sehingga terjadi ketonemia. Pencetus keadaan ini antara lain baru didiagnosis menderita diabetes tipe 1, tidak mendapat insulin secara sengaja atau tidak disengaja, infeksi, pankreatitis, trauma, stress psikologis, dan emosi. Pada KAD, perlu diberikan infus larutan isotonis ataupun Ringer laktat, lalu diberikan insulin. Setelah keadaan asidosis tertangani, dapat dimonitor elektrolit dan kadar pH dalam darah. Secara umum, bila tertangani, prognosis KAD baik.Daftar Pustaka1. Hartanto H, Mahanani DA, Susi N, et al. Editor. Buku ajar pediatri rudolph. Ed. 20. Vol 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007. h. 1987-922. Kliegman RM, Emerson NW. Nelson textbook of pediatris. 19th ed. Philadephia: Elsevier Saunders. 2011. p.1969-90.3. Baren JM, Rothrock SG, Brennan J, Brown L. Pediatri emergency medicine. Elsevier Health Sciences. p. 759-634. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN. Robbins basic pathology. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2007. p. 775-895. Davis SN, Granner DK. Insulin, senyawa hipoglikemia oral, dan farmakologi endokrin pankreas. Dalam: Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Translator. Goodman & gilman dasar farmakologi terapi. ed. 10. vol. 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012. h. 1648-75

17