PBL SK 1 Endokrin

58
Indah Aprilyani ( 1102013132 ) 1. Menjelaskan dan Memahami Pankreas 1.1. Makroskopis Terletak retroperitoneal melintang di abdomen bagian atas dengan panjang ± 25 cm, dan berat 120 g Terdiri dari : Caput Leher Corpus Cauda Proc uncinatus (bag caput yg menonjol ke bwh) Caput o Meliputi v.cava setinggi L 2 o Bagian posterior bertetangga dengan ginjal kanan, v.renalis, gl.adrenalis o Bagian lat berelasi ke bagian medial dari duodenum Ductus biliaris communis masuk dari bagian atas dan belakang dari caput pankreas dan bermuara ke bagian kedua dari duodenum Aliran darah : o A.coeliaca, A.mesenterica sup dan cabang-cabang a.pancreaticoduodenalis memberi darah untuk caput o A.pancreatico dorsal memberi darah untuk leher dan corpus o A.pancreatico caidalis memberi darah untuk cauda 1

description

SK 1 endokrin

Transcript of PBL SK 1 Endokrin

Page 1: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

1. Menjelaskan dan Memahami Pankreas

1.1. Makroskopis

Terletak retroperitoneal melintang di abdomen bagian atas dengan panjang ± 25 cm, dan berat 120 g

Terdiri dari : Caput Leher Corpus Cauda Proc uncinatus (bag caput yg menonjol ke bwh)

Caput o Meliputi v.cava setinggi L2 o Bagian posterior bertetangga dengan ginjal kanan, v.renalis,

gl.adrenalis o Bagian lat berelasi ke bagian medial dari duodenum

Ductus biliaris communis masuk dari bagian atas dan belakang dari caput pankreas dan bermuara ke bagian kedua dari duodenum

Aliran darah :o A.coeliaca, A.mesenterica sup dan cabang-cabang

a.pancreaticoduodenalis memberi darah untuk caputo A.pancreatico dorsal memberi darah untuk leher dan corpuso A.pancreatico caidalis memberi darah untuk cauda

Jalannya vena mengikuti arteri dan bermuara ke vena porta Getah bening berhubungan langsung antara jaringan getah bening

pankreas dengan ductus thoracicus merupakan rute utama insulin (masuk ke duct.thoracicus)

Tahun 1903 OPTE ada saluran bersama:

1

Page 2: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Ductus pankreas dan ductus biliaris communis refluks dari empedu masuk ke dalam duct pancreaticus terjadi pancreatitis (fatal) akibatnya enzym keluar karena trauma, enzimnya memakan semua fatal

Autopsi : 70 – 80% memperkuat penemuan OPTE Banyak variasi antara:

1. Duct Santorini2. Duct Wirsungi

Umumnya duct.santorini < Duct wirsungi Duct santorini mengairi bagian atas caput pankreas Persarafan

1. Saraf-saraf simpatis2. Cabang-cabang N.vagus

Nyeri oleh caput pankreas menyebar ke paramedia kananNyeri oleh corpus pankreas menyebar ke epigastrikNyeri oleh cauda pankreas menyebar ke seluruh abdomen kiri

Pancreatitis acuta: menyebar ke abdomen bagian atas dan ke lumbal atas seperti ikat pinggang

http://ikextx.weebly.com/uploads/4/6/9/3/469349/pankreas.doc

1.2. Mikroskopis

- Bagian endokrin pankreas, yaitu Pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel pucat dengan banyak pembuluh darah yang berukuran 76×175 mm dan berdiameter 20 sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas, walaupun lebih banyak ditemukan di ekor daripada kepala dan badan pankreas. Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular tipis dari jaringan eksokrin di sekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di dalam pulau. Sel-sel ini membentuk sekitar 1% dari total jaringan pankreas.

- Pada manusia, pulau Langerhans terdapat sekitar 1-2 juta pulau. Masing- masing memiliki pasokan darah yang besar. Darah dari pulau Langerhans

2

Page 3: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

mengalir ke vena hepatika. Sel-sel dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapa jenis bergantung pada sifat pewarnaan dan morfologinya. Dengan pewarnaan khusus, sel-sel pulau Langerhans terdiri dari empat macam: 1. Sel Alfa, sebagai penghasil hormon glukagon. Terletak di tepi pulau,

mengandung gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm, dan batas inti kadang tidak teratur.

2. Sel Beta, sebagai penghasil hormon insulin. Sel ini merupakan sel terbanyak dan membentuk 60-70% sel dalam pulau. Sel beta terletak di bagian lebih dalam atau lebih di pusat pulau, mengandung kristaloid romboid atau poligonal di tengah, dan mitokondria kecil bundar dan banyak.

3. Sel Delta, mensekresikan hormon somatostatin. Terletak di bagian mana saja dari pulau, umumnya berdekatan dengan sel A.

4. Sel F, mensekresikan polipeptida pankreas. Pulau yang kaya akan sel F berasal dari tonjolan pankreas ventral.

2. Menjelaskan dan Memahami Fisiologi dan Biokimia Insulin

2.1. Sintesis, sekresi insulinEfek insulin pada berbagai jaringan:Jaringan Adiposaa. Meningkatkan masuknya glukosab. Meningkatkan sintesis asam lemakc. Meningkatkan sintesis gliserol fospatd. Menungkatkan pengendapan trigliseridae. Mengaktifkan lipoprotein lipasef. Menghambat lipase peka hormoneg. Meningkatkan ambilan K+Otota. Meningkatkan masuknya glukosa b. Meningkatkan sintesis glikogenc. Meningkatkan ambilan asam aminod. Meningkatkan sintesis protein di ribosome. Menurunkan katabolisme proteinf. Menurunkan pelepasanasam-asam amino glukoneogenikg. Meningkatkan ambilan ketonh. Meningkatkan ambilan K+Hatia. Menurunkan ketogenesisb. Meningkatkan sintesis proteinc. Meningkatkan sintesis lemakd. Menurunkan pengeluaran glukosa akibat penurunan glukoneogenesis dan

peningkatan sintesis glukosa

3

Page 4: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Efek Insulin pada metabolisme Karbohidrat

1. Insulin Meningkatkan Metabolisme dan Ambilan Glukosa OtotSelama hampir sepanjang hari, jaringan otot tak tergantung atas

glukosa untuk energinya tetapi pada asam-asam lemak. Alasan utama hal ini adalah bahwa membrane otot normal yang dalam keadaan istirahat hampir tak permeable terhadap glukosa kecuali bila serat otot dirangsang oleh insulin. Dan diantara waktu makan, jumlah insulin yang disekresikan terlalu kecil untuk meningkatkan masuknya insulin dalam jumlah bermakna kedalam sel-sel otot. Tetapi, pada dua keadaan (selama kerja fisik sedang dan berat, dan selama beberapa jam setelah makan), otot menggunakan sejumlah besar glukosa untuk energinya.2. Penyimpanan Glikogen di dalam Otot

Bila setelah makan otot tidak bekerja, dan walaupun glukosa yang ditranspor ke dalam otot jumlahnya banyak, sebagian besar glukosa sampai batas 2 hingga 3 persen kemudian akan disimpan dalam bentuk glikogen otot daripada digunakan untuk energi. Kemudian glikogen dapat digunakan untuk energi oleh otot. Glikogen otot berbeda dari glikogen hati karena ia tidak dapat dikonversi kembali menjadi glukosa dan dilepaskan ke dalam cairan tubuh. Alasan untuk ini adalah bahwa tidak terdapat glukosa fosfatase di dalam sel-sel otot.3. Mekanisme insulin meningkatkan transport glukosa melalui membrane sel

ototInsulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel-sel otot dalam

cara yang sungguh berbeda dari cara meningkatkan transport ke dalam sel-sel hati. Transpor ke dalam hati terutama akibat mekanisme penangkapan

4

Page 5: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

yang disebabkan oleh fosforilasi glukosa atas pengaruh glukokinase. Tetapi ini hanya merupakan factor kecil dalam efek insulin untuk memindahkan glukosa ke dalam sel-sel otot. Yang lebih penting, insulin langsung mempengaruhi membrane sel otot untuk mempermudah transport glukosa. Transpor glukosa melalui membrane sel tidak terjadi melawan perbedaan konsentrasi. Yaitu sekali konsentrasi glukosa di dalam sel meningkat setinggi konsentrasi glukosa di luar, tak ada glukosa tambahan yang akan ditranspor ke dalam sel. Sehingga, proses transpor bukan salah satu difusi yang dipermudah, yang secara sederhana berarti bahwa pengangkut mempermudah difusi glukosa melalui membrane tetapi tidak dapat memberikan energi bagi proses transport untuk menyebabkan pemindahan glukosa melawan perbedaan energi.4. Kurangnya Efek insulin atas ambilan dan penggunaan glukosa oleh otak

Otak memang berbeda dari kebanyakan jaringan tubuh lainnya, pada mana insulin mempunyai sedikit atau tak berefek atas ambilan atau penggunaan glukosa. Namun, sel-sel otak permeable bagi glukosa tanpa diintermediasi oleh insulin.

5. Efek insulin dalam meningkatkan ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa oleh hati

Salah satu efek insulin yang terpenting adalah menyimpan sebagian besar glukosa yang telah diabsorpsi sesudah makan di dalam hati dalam bentuk glikogen. Kemudian diantara waktu makan, bila insulin tak tersedia dan konsentrasi glukosa darah mulai turun, maka glikogen hati dipecah kembali menjadi glukosa, yang dilepaskan kembali ke darah untuk menjaga konsentrasi glukosa darah agar tidak turun terlalu rendah.

Mekanisme insulin menyebabkan ambilan dan penyimpanan glukosa di dalam hati meliputi beberapa langkah yang hampir serentak:a. Insulin menghambat fosforilase, enzim yang menyebabkan glikogen hati

dipecah menjadi glukosab. Insulin meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Ini

terjadi dengan meningkatkan aktivitas enzim glukokinase, yaitu enzim yang menyebabkan fosforilasi awal glukosa setelah glukosa berdifusi ke dalam sel-sel hati. Sekali terfosforilasi, glukosa tertangkap di dalam sel-sel hati karena glukosa yang telah terfosforilasi tidak dapat berdifusi kembali melalui membrane sel.

c. Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim yang meningkatkan sintesis glikogenEfek dari kerja diatas adalah meningkatkan jumlah glikogen di dalam hati. Glikogen dapat meningkat sekitar 5-6% dari massa hati, yang hampir sama dengan penyimpanan 100g glikogen.

6. Pelepasan glikogen dari hati diantara waktu makanSetelah makan berlalu dan kadar glukosa mulai turun sampai kadar

rendah, sekarang terjadi beberapa kejadian yang menyebabkan hati melepaskan glukosa kembali ke dalam darah yang bersirkulasi.

5

Page 6: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

a. Penurunan glukosa darah menyebabkan pancreas menurun sekresi insulinnya

b. kemudian kurangnya insulin membalikan semua efek yang telah dijelaskan sebelumnnya untuk penyimpanan glikogen

c. kurangnya insulin juga mengaktivasi enzim fosforilase, yang menyebabkan pemecahan glikogen menjadi glukosa fosfat

d. Enzim glukosa fosfatase menyebabkan gugusan fosfat pecah dari glukosa dan ini memungkinkan glukosa bebas berdifusi kembali ke darah. Hati mengambil glukosa dari darah bila glukosa berlebihan setelah makan dan mengembalikannya ke dalam darah bila glukosa diperlukan diantara waktu makan.

7. Efek insulin lainnya atas metabolisme karbohidrat di dalam hatiInsulin juga meningkatkan konversi glukosa hati menjadi asam lemak

dan asam lemak ini diangkut lagi ke dalam jaringan adipose serta disimpan sebagai lemak. Insulin juga menghambat glukoneogenesis. Ini terutama terjadi dengan menurunkan jumlah dan aktivitas enzim hati yang diperlukan untuk glukoneogenesis.

Efek Insulin pada Metabolisme Lemak1. Efek Insulin dalam sintesis dan penyimpanan lemakBeberapa factor yang menyebabkan peningkatan sintesis asam lemak di dalam hati meliputi:

a. Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel-sel hati. Kemudian glukosa dipecah menjadi piruvat di dalam jalur glikolisis dan kemudian piruvat dikonversi menjadi Asetil CoA (substrat untuk sintesis asam lemak)

b. Kelebihan ion sitrat dan isositrat terbentuk oleh siklus asam sitrat bila glukosa dalam jumlah berlebihan digunakan untuk energi. Kemudian ion ini mempunyai efek langsung dalam mengaktivasi asetil CoA karboksilase, enzim yang diperlukan untuk memulai stadium pertama sintesis asam lemak.

c. Kemudian asam lemak ditransport dari hepar ke sel-sel adipose, untuk disimpan.

2. Efek insulin atas penyimpanan lemak di dalam sel-sel adiposea. Insulin menghambat kerja lipase yang sensitive hormone. Karena

lipase merupakan enzim yang menyebabkan hidrolisis trigliserida di dalam sel-sel lemak, sehingga pelepasan asam lemak ke dalam darah yang bersirkulasi dihambat.

b. Insulin meningkatkan transport ke dalam sel-sel lemak dalam jalan yang sama seperti meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel-sel otot. Glukosa juga membentuk zat lain yang penting untuk penyimpanan lemak. Selama proses glikosis glukosa, sejumlah besar zat α-gliserofosfat terbentuk. Zat ini memberikan gliserol yang terikat

6

Page 7: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida, bentuk lemak yang disimpan di dalam sel-sel adipose.

3. Peningkatan katabolisme lemak karena defisiensi insulina. Lipolisis lemak yang disimpan dan pelepasan asam lemak bebas

selama defisiensi insulin. Efek yang terpenting adalah bahwa enzim lipase yang sensitive hormone di dalam sel-sel lemakmenjadi sangat teraktivasi. Ini menyebabkan hidrolisis trigliserida yang disimpan, melepaskan sejumlah besar asam lemak dan gliserol ke dalam darah. Akibatnya, konsentrasi asam lemak bebas plasma meningkat dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Kemudian asam lemak bebas ini menjadi substrat energi utama yang digunakan oleh semua jaringan tubuh di samping otak.

b. Defisiensi insulin meningkatkan konsentrasi fosfolipid dan kolesterol plasma. Kelebihan asam lemak di plasma akibat defisiensi insulin juga memacu pengubahan sejumlah asam lemak menjadi fosfolipid dan kolesterol di hati, yang merupakan dua zat utama yang dihasilkan dari metabolisme lemak. Kedua zat ini bersama dengan beberapa trigliserida yang terbentuk di dalam hati, kemudian dikeluarkan ke dalam darah di dalam lipoprotein. Konsentrasi lipid yang tinggi, terutama konsentrasi kolesterol yang tinggi, menyebabkan cepatnya timbul aterosklerosis pada pasien dengan diabetes yang serius.

4. Pemakaian lemak yang berlebihan selama tidak ada insulin menyebabkan ketosis dan asidosis

Defisiensi insulin juga menyebabkan kelebihan pembentukan asam asetoasetat di dalam sel hati. Ini akibat cepatnya pemecahan asam lemak di dalam hati untuk membentuk asetil CoA dalam jumlah yang sangat banyak. Sebagian asetil CoA ini dapat digunakan untuk energi tetapi kelebihannya dikondensasi menjadi asam asetoasetat, yang sebaliknya akan dilepaskan ke dalam darah. Sejumlah asam asetoasetat juga dikonversi menjadi asam β-hidroksibutirat dan aseton. Kedua zat ini bersama dengan asma asetoasetat dinamai badan keton dan adanya dalam jumlah besar pada cairan tubuh dinamai ketosis.

Efek Insulin pada Metabolisme Protein dan Pertumbuhan1. Insulin meningkatkan sintesis dan penyimpanan protein

a. Insulin merangsang pengangkutan sejumlah besar asam amino ke dalam sel.Diantara asam amino yang banyak diangkut adalah valin, leusin, isoleusin, tirosin, dan fenilalanin. Insulin bersama-sama dengan hormone pertumbuhan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan ambilan asam amino ke dalam sel.

b. Insulin meningkatkan translasi RNA messengerDengan cara yang belum dpat dijelaskan, insulin dapat menyalakan mesin ribosom. Tanpa insulin, ribosom benar-benar berhenti bekerja.

c. Insulin meningkatkan kecepatan transkripsi rangkaian genetic DNA yang terpilih

7

Page 8: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah RNA dan beberapa sintesis protein, terutama mengaktifkan sejumlah besar enzim untuk penyimpanan karbohidrat, lemak, dan protein.

d. Insulin menghambat proses katabolisme proteinHal ini akan mengurangi kecepatan pelepasan asam amino dari sel, khususnya dari sel-sel otot

e. Di dalam hati, insulin menekan kecepatan glukoneogenesisHal ini dilakukan dengan cara mengurangi aktivitas enzim yang memacu glukoneogenesis. Karena zat terbanyak yang digunakan untuk sintesis glukosa dengan proses glukoneogenesis adalah asam amino plasma, maka supresi glukoneogenesis ini menghemat asam amino dari cadangan protein tubuh.

2. Tidak adanya insulin menyebabkan berkurangnya protein dan peningkatan asam amino plasmaBila tidak ada insulin, hampir seluruh proses penyimpanan protein menjadi terhenti sama sekali. Proses katabolisme protein akan meningkat, sintesis protein berhenti, dan sejumlah besar asam amino dibuang ke dalam plasma. Konsentrasi asam amino dalam plasma sangat meningkat, dan sebagian besar kelebihan asam amino akan langsung dipergunakan sebagai sumber enrgi atau menjadi substrat dalam proses glukoneogenesis. Pemecahan asam amino ini juga meningkatkan ekskresi ureum dalam urin.

3. Insulin dan hormone pertumbuhan berinteraksi secara sinergis untuk memacu pertumbuhan

Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi pelepasan insulinFAKTOR YANG MENINGKATKAN SEKRESI INSULIN

FAKTOR YANG MENURUNKAN SEKRESI INSULIN

Peningkatan glukosa darah Penurunan kadar glukosa darah

Peningkatan asam lemak bebas Keadaan puasaPeningkatan asam amino Somatostatin

Hormon gastrointestinal (gastrin, kolesistokinin, sekretin, gastric inhibitory product (GIP)

Aktivitas alfa adrenergik

Hormon glukagon, hormon pertumbuhan, kortisol

Leptin

Stimulasi parasimpatis (asetilkolin) dan beta adrenergik Keadaan resistensi insulin: obesitas

8

Page 9: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Obat-obatan: sulfonilurea

Mekanisme sintesis InsulinInsulin dibentuk di retikulum endoplasma sel B. Insulin kemudian

dipindahkan ke aparatus golgi, tempat ia mengalami pengemasan dalam granula-granula berlapis membran. Granula-granula ini bergerak ke dinding sel melalui suatu proses yang melibatkan mikrotubulus dan membran granula berfusi dengan membran sel, mengeluarkan insulin ke eksterior melalui eksositosis. Insulin kemudian melintasi lamina basalis sel B serta kapiler dan endotel kapiler yang berpori mencapai aliran darah.

Waktu paruh insulin dalam sirkulasi pada manusia adalah sekitar 5 menit. Insulin berikatan dengan reseptor insulin lalu mengalami internalisasi. Insulin dirusak dalam endosom yang terbentuk melalui proses endositosis. Enzim utama yang berperan adalah insulin protease, suatu enzim di membran sel yang mengalami internalisasi bersama insulin.

Mekanisme Sekresi InsulinSel-sel beta pancreas mempunyai sejumlah besar pengangkut glukosa

(GLUT-2) yang memungkinkan terjadinya ambilan glukosa dengan kecepatan yang sebanding dengan nilai kisaran fisiologis konsentrasi glukosa dalam darah. Begitu berada di dalam sel, glukosa akan terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh glukokinase. Langkah ini menjadi penentu kecepatan metabolisme glukosa di sel beta dan dianggap sebagai mekanisme utama untuk mendeteksi glukosa dna menyesuaikan jumlah insulin yang disekresikan dengan kadar glukosa darah. Glukosa-6fosfatase selanjutnya

9

Page 10: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

dioksidasi untuk membentuk adenosine trifosfat (ATP) yang menghambat kanal kalium yang peka-ATP di sel.

Penutupan kanal kalium akan mendepolarisasikan membrane sel sehingga akan membuka kanal natrium bergerbang voltase, yang sensitive terhadap perubahan voltase membrane. Keadaan ini akan menimbulkan aliran masuk kalsium yang merangsang penggabungan vesikel yang berisi insulin dengan membrane sel dan sekresi insulin ke dalam cairan ekstrasel melalui eksositosis.

2.2. Metabolism insulin

Insulin molekul tunggal/preproinsulin (110 asam amino) retikulum endoplasma reaksi enzim peptidase satu rantai (24 asam amino) dihilangkan proinsulin aktivitas enzim prohormon convertase 1 dan 2bagian tengah yaitu rantai C (33 asam amino) dihilangkan konversi proinsulin menjadi insulin struktur akhir dengan 2 rantai (Adan B) dan C-peptide dengan proteolytic cleavage pada dua sisi sepanjang rantai peptide

Struktur Primer rantai insulin :1. Rantai A  (21 residu asam amino):2. Rantai B  (30 residu asam amino):

Struktur Sekunder rantai insulin :1. Rantai A – tersusun cukup rapat, mengandung 2 bag α- helix (A2

Ile - A8 Thr dan A13 Leu - A19 Tyr)2. Rantai B – mengandung bag α- helix yg lebih besar (B9 Ser- B19

Cys) dan residu Glisin yg lebih kecil pada 20 dan 23 menyebabkannya melipat dan membentuk huruf V

Struktur tersierStruktur Tersier dari insulin distabilkan oleh ikatan disulfida. Pada

struktur insulin terdapat 6 sistein sehingga terbentuk 3 ikatan disulfida : 2 antara rantai A dan B (antara A7&B7 dan A20&B19) dan satu dalam rantai A (A6&A11).

Gambar Skema sintesis protein

10

Page 11: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Mekanisme Sintesis Insulin

Gambar Mekanisme dasar stimulasi glukosa dari sekresi insulin oleh sel beta pankreas, GLUT, transporter glukosa

3. Menjelaskan dan Memahami Diabetes Melitus tipe 2

3.1. Definisi.

Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.

3.2. Epidemiologi.

Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa klit putih berkisar antara 3%-6% dari jumlah penduduk dewasanya. Di Singapura, frekuensi diabetes meningkat cepat dalam 10 tahun terakhir.3 Di Amerika Serikat, penderita diabetes meningkat dari 6.536.163 jiwa di tahun 1990 menjadi 20.676.427 jiwa di tahun 2010. Di Indonesia, kekerapan diabetes berkisar antara 1,4%-1,6%, kecuali di beberapa tempat yaitu di Pekajangan 2,3% dan di Manado 6%.

11

Page 12: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

3.3. Etiologi

Diabetes mellitus mempunyai beberapa faktor, antara lain:

1. Pola makanMakan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus. konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes melitus.

2. Obesitas Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes militus. Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang diabetes mellitus.

3. Faktor genetisDiabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.

4. Bahan-bahan kimia dan obat-obatanBahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas.

5. Penyakit dan infeksi pada pancreasInfeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan resiko terkema diabetes mellitus.

6. Pola hidupPola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes mellitus. Jika orang malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes mellitus karena olah raga berfungsi untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes mellitus selain disfungsi pankreas.

3.4. Patofisiologi

12

Page 13: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Seiring dengan proses penuaan, semakin banyak lansia yang berisiko terhadap terjadinya DM, sehingga sekarang dikenal istilah prediabetes. Prediabetes merupakan kondisi tingginya gula darah puasa (gula darah puasa 100-125mg/ dL) atau gangguan toleransi glukosa (kadar gula darah 140- 199mg/dL, 2 jam setelah pembebanan 75 g glukosa). Modifikasi gaya hidup mencakup menjaga pola makan yang baik, olah raga dan penurunan berat badan dapat memperlambat perkembangan prediabetes menjadi DM. Bila kadar gula darah mencapai >200 mg/dL maka pasien ini masuk dalam kelas Diabetes Melitus (DM). Gangguan metabolisme karbohidrat pada lansia meliputi tiga hal yaitu resistensi insulin, hilangnya pelepasan insulin fase pertama sehingga lonjakan awal insulin postprandial tidak terjadi pada lansia dengan DM, peningkatan kadar glukosa postprandial dengan kadar gula glukosa puasa normal.

Di antara ketiga gangguan tersebut, yang paling berperanan adalah resistensi insulin. Hal ini ditunjukkan dengan kadar insulin plasma yang cukup tinggi pada 2 jam setelah pembebanan glukosa 75 gram dengan kadar glukosa yang tinggi pula.

Timbulnya resistensi insulin pada lansia dapat disebabkan oleh 4 faktor perubahan komposisi tubuh: massa otot lebih sedikit dan jaringan lemak lebih banyak, menurunnya aktivitas fisik sehingga terjadi penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin, perubahan pola makan lebih banyak makan karbohidrat akibat berkurangnya jumlah gigi sehingga, perubahan neurohormonal (terutama insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan dehidroepiandosteron (DHEAS) plasma) sehingga terjadi penurunan ambilan glukosa akibat menurunnya sensitivitas reseptor insulin dan aksi insulin.

Selain gangguan metabolisme glukosa, pada DM juga terjadi gangguan metabolisme lipid sehingga dapat terjadi peningkatan berat badan sampai obesitas, dan bahkan dapat pula terjadi hipertensi. Bila ketiganya terjadi pada seorang pasien, maka pasien tersebut dikatakan sebagai mengalami sindrom metabolik.

3.5. Manifestasi klinis.

Gejala klasik DM seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan tidak selalu tampak pada lansia penderita DM karena seiring dengan meningkatnya usia terjadi kenaikan ambang batas ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan melalui urin bila glukosa darah sudah cukup tinggi. Selain itu, karena mekanisme haus terganggu seiring dengan penuaan, maka polidipsi pun tidak terjadi, sehingga lansia penderita DM mudah mengalami dehidrasi hiperosmolar akibat hiperglikemia berat.

DM pada lansia umumnya bersifat asimptomatik, kalaupun ada gejala, seringkali berupa gejala tidak khas seperti kelemahan, letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya status kognitif atau kemampuan fungsional (antara lain delirium, demensia, depresi, agitasi, mudah jatuh, dan

13

Page 14: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

inkontinensia urin). Inilah yang menyebabkan diagnosis DM pada lansia seringkali agak terlambat. Bahkan, DM pada lansia seringkali baru terdiagnosis setelah timbul penyakit lain. Berikut ini adalah data M.V. Shestakova (1999)mengenai manifestasi klinis pasien lansia sebelum diagnosis DM ditegakkan.

Tabel 1. Menifestasi Klinis Pasien Lansia Sebelum Diagnosis DM*

System kardiovaskular

Kaki

Mata

Ginjal

Hipertensi arterialInfark miokardPenyakit serebrovaskularNeuropatiUlkus pada kakiAmputasi kakiKatarakRetinopati proliferativeKebutaanInfeksi ginjal dan sal kemihProteinuriaGagal ginjal

(50%)(10%)(5%)(30%)(8%)(5%)(50%)(5%)(3%)(45%)(10%)(3%)

*Diambil dari Burduly (2009)2 dengan modifikasi.

Di sisi lain, adanya penyakit akut (seperti infark miokard akut, stroke, pneumonia, infeksi saluran kemih, trauma fisik/ psikis) dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Hal ini menyebabkan lansia yang sebelumnya sudah mengalami toleransi glukosa darah terganggu (TGT) meningkat lebih tinggi kadar gula darah sehingga mencapai kriteria diagnosis DM. Tata laksana kondisi medis akut itu dapat membantu mengatasi eksaserbasi intoleransi glukosa tersebut.

3.6. Pemeriksaan

Pada usia 75 tahun, diperkirakan sekitar 20% lansia mengalami DM, dan kurang lebih setengahnya tidak menyadari adanya penyakit ini. Oleh sebab itu, American Diabetes Association (ADA) menganjurkan penapisan (skrining) DM sebaiknya dilakukan terhadap orang yang berusia 45 tahun ke atas dengan interval 3 tahun sekali. Interval ini dapat lebih pendek pada pasien berisiko tinggi (terutama dengan hipertensi dan dislipidemia).

Berikut ini adalah kriteria diagnosis DM menurut standar pelayanan medis ADA 2010.

Tabel 2. Kriteria Diagnosis DM Menurut ADA 2010*

Kriteria Diagnosis DM1. HbA1C ≥ 6,5 % atau2. Kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dL atau

14

Page 15: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

3. Kadar gula darah 2 jam pp ≥ 200 mg/dL. Pada tes toleransi glukosa oral yang dilakukan dengan 75 g glukosa standar (WHO)

4. Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan kadar gula sewaktu ≥ 200 mg/dL

*diambil dari panduan American Diabetes Association (2010)*

Sebagaimana tes diagnostik lainnya, hasil tes terhadap DM perlu diulang untuk menyingkirkan kesalahan laboratorium, kecuali diagnosis DM dibuat berdasarkan keadaan klinis seperti pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia. Tes yang sama dapat juga diulang untuk kepentingan konformasi. Kadangkala ditemukan hasil tes pada seorang pasien yang tidak bersesuaian (misalnya antara kadar gula darah puasa dan HbA1C). Jika nilai dari kedua hasil tes tersebut melampaui ambang diagnostik DM, maka pasien tersebut dapat dipastikan menderita DM. Namun, jika terdapat ketidaksesuaian (diskordansi) pada hasil dari kedua tes tersebut, maka tes yang melampaui ambang diagnostik untuk DM perlu diulang kembali dan diagnosis dibuat berdasarkan hasil tes ulangan. Jika seorang pasien memenuhi kriteria DM berdasarkan pemeriksaan HbA1C (kedua hasil >6,5%), tetapi tidak memenuhi kriteria berdasarkan kadar gula darah puasa (≤126 md/dL) atau sebaliknya, maka pasien tersebut dianggap menderita DM.

3.7. Komplikasi

Komplikasi-komplikasi penderita diabetes melitus:

a. Sistem kardiovaskuler (peredaran darah jantung) seperti hipertensi, infarck miokard ( gangguan pada otot jantung).

b. Mata: retinopathy diabetika, katarak c. Saraf: neropathy diabetika d. Paru-paru: TBC (tuberculosis) e. Ginjal: pielonefritis (infeksi pada piala ginjal), Glumerulosklerosis

(Pengerasan pada glomerolus). f. Hati: Sirosis Hepatis (Pengerasan pada hati)

Komplikasi Metabolik Akut :

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah:

A. Ketoasidosis Diabetik (DKA)

Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa juga terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan mengalami hal berikut:

15

Page 16: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Hiperglikemia Hiperketonemia Asidosis metabolic

Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.

Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik1. Dehidrasi 8. Poliuria2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan4. Takikardi 11. Mual-muntah5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram6. Nafas bau aseton 13. Pandangan kabur7. Hipotermia 14. Koma (10%)

B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)

Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:

Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl. Dehidrasi berat Uremia

Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.

C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)

Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil

16

Page 17: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk, memperllihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM. meskipun hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya.

Penyebab Hipoglikemia

1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan

2. Berat badan turun

3. Sesudah olah raga

4. Sesudah melahirkan

5. Sembuh dari sakit

6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa

Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.

Tanda-tanda Hipoglikemia

1)Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.2)Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan

menghitug sederhana.3)Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir

atau tangan, berdebar-debar.4)Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.

Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral ataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:

1)Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.

17

Page 18: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

2)Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:

Insulin regular : 2-4 jam setelah suntikan Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan P.Z.I : 18 jam setelah suntikan3)Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan

simpatik), sedangkan akibat insulin sangat menonjol.

Komplikasi Kronik Jangka Panjang :A. Mikrovaskular / Neuropati

- Retinopati, catarak penurunan penglihatan- Nefropati gagal ginjal- Neuropati perifer hilang rasa, malas bergerak- Neuropati autonomik hipertensi, gastroparesis- Kelainan pada kaki ulserasi, atropati

B. Makrovaskular

- Sirkulasi koroner iskemi miokardial/infark miokard- Sirkulasi serebral transient ischaemic attack, strok- Sirkulasi claudication, iskemik

3.8. Pencegahan

1. Usaha Pencegahan Primer

Pencegahan primer berarti mencegah terjadinya diabetes melitus. Untuk dapat menghayati dan melaksanakan benar usah pencegahan primer harus dikanali dahulu faktor yang berpengaruh terjadinya penyakit diabetes melitus. Faktor yang berpengaruh pada terjadinya diabetes melitus adalah:

Faktor keturunan Faktor kegiatan jamnasi yang kurang Faktor kehemukan/distribusi lemak Faktor nutrisi berlebihan Faktor lain, obat-obatan, hormon

Faktor keturunan jelas berpengaruh pada terjadinya DM. keturunan oang yang mengidap DM (apalagi kalau kedua orang tuanya mengidap DM jelas lebih besar kemungkinannya untuk mengidap DM daripada orang normal). Demikian pula saudara kembar identik pengidap DM, hampir 100% dapat dipastikan akan juga mengidap DM nantinya.

18

Page 19: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Faktor keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah tetapi faktor lingkuangan (kegemukan, kegiatan jasmani, nutrisi berlebih) merupakan faktor yang dapat diubah dan diperbaiki.

Usaha pencegahan primer ini dilakukan secara menyeluruh pada masyarakat tetapi diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan dengan baik pada mereka yang beresiko tinggi untuk kemudian mengidap DM.

Orang-orang yang menpunyai resiko tinggi untuk mengidap DM

1. Orang yang pernah terganggu toleransi glukosanya2. Orang yang berpotensi untuk terganggu toleransi glukosnya

- Ibu dengan DM saat hamil- Ibu dengan riwayat melahirkan anak > 4 kg- Saudara kembar DM- Anak yang kedua orang tunya DM- Orang/kelompok yang mangalami perubahan pola/gaya hidup ke

arah kegiatan jasmani yang kurang- Orang yang juga mengidap penyakit yang sering timbul bersama

dengan DM, seperti tekanan darah tinggi, dislipidemia, dan kegemukan.

Tindakan yang di lakukan untuk usaha pencegahan primer meliputi: penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan memberikan pedoman sebagai berikut:

Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang yaitu:- Meningkatkan konsumsi sayur dan buah- Membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana- Mempertahankan berat badan normal/idaman sesuai dengan umur

dan tinggi badan Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan

kemampuan Menghindari obat yang bersifat diabetogenik

2. Usaha Pencegahan Sekunder

Usaha pencegahan sekunder dimulai dengan usaha mendeteksi diri penderita DM. karena itu dianjurkan untuk setiap kesemapatan terutama untuk meraka yang mempunyai resiko tinggi agar dilakukan pemeriksaan penyaring glukosa darah. Dengan demikian mereka yang mempunyai resiko tinggi DM dapat terjaring untuk diperiksa dan kemudian yang dicurigai DM akan dapat ditindak lanjuti, sampai diyakini benar mereka mengidap DM.Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosis dini DM kemudian dapat dikelola dengan baik guna mencegah penyulit lebih lanjut.

Pengelolaan untuk mencegah terjadinya penyulit dikerjakan bersama bersama oleh dokter dan para petugas kesehatan. Peran dokter dalam mendapatkan hasil pengendalian glukosa darah yang baik sangat menonjol.

19

Page 20: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Walapun demikian, hasil pengelolaan yang baik tidak akan dapat dicapai tanpa keikutsetaan aktif para penderita DM.

Tujuan pengelolaan DM

Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan gejala DM.

Jangka panjang : mencegah penyulit DM baik mikroangiopati, makroangiopati maupun retinopati.

Saran untuk mencapai sasaran kadar glukosa darah yang terkendali baik telah berulangkali dikemukakan dan telah berulang kali pula dibicarakan dan ditekankan kembali oleh para pengelola kesehatan pada setiap kesempatan pertemuan dengan penderita DM.

3. Usaha Pencegahan Tersier

Usaha pencegahan tersier dilalakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kecacatan kalau penyulit sudah terjadi. Kecacatan yang mungkin timbul akibat penyulit DM adalah:

Pembuluh darah otak : stroke dan segala gejala sisanya

Pembuluh darah mata : kebutaan

Pembuluh darah ginjal : gagal ginjal kronik

Pembuluh darah tungkai bawah : amputasi tungkai bawah

Untuk mencegah terjadinya kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini penyulit DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik di samping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah.

3.9. Prognosis

Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal., sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.

4. Menjelaskan dan Memahami Tatalaksana Diabetes Melitus tipe 2

Berdasarkan konsensus ini, terapi DM tipe 2 dibagi menjadi 2 tingkatan.

a. Tingkat 1: terapi utama yang telah terbukti (well validated core therapies) Intervensi ini merupakan yang paling banyak digunakan dan paling cost-effective untuk mencapai target gula darah. Terapi tingkat 1 ini terdiri dari

20

Page 21: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

modifikasi gaya hidup (untuk menurunkan berat badan & olah raga), metformin, sulfonilurea, dan insulin.b. Tingkat 2: terapi yang belum banyak dibuktikan (less well validated therapies) Intervensi ini terdiri dari pilihan terapi yang berguna pada sebagian orang, tetapi dikelompokkan ke dalam tingkat 2 karena masih terbatasnya pengalaman klinis. Termasuk ke dalam tingkat 2 ini adalah tiazolidindion (pioglitazon) dan Glucagon Like Peptide-1/GLP-1 agonis (exenatide).

Tingkat 1/Langkah 1 (Tier 1/Step 1)

Konsensus ADA-EASD (2008) menganjurkan untuk melakukan intervensi segera setelah pasien terdiagnosis menderita DM. Intervensi awal yang dilakukan adalah kombinasi modifikasi gaya hidup dan pemberian metformin. Modifikasi gaya hidup pada lansia penderita DM meliputi menjaga pola makan (diet) yang baik, olah raga dan penurunan berat badan.

Modifikasi gaya hidup - Terapi diet

Terapi diet untuk lansia dapat merupakan sebuah masalah tersendiri karena adanya berbagai keterbatasan, antara lain berupa: keterbatasan finansial, tidak mampu menyediakan bahan makanan karena masalah transportasi/ mobilitas, tidak mampu menyiapkan makanan (terutama pada lansia pria tanpa istri), keterbatasan dalam mengikuti instruksi diet karena adanya gangguan fungsi kognitif, berkurangnya pengecapan karena berkurangnya kepekaan dan jumlah reseptor pengecap, meningkatnya kejadian konstipasi pada lansia. Total kalori dan komposisi makanan juga harus diperhitungkan.- Olah raga

Berikut ini adalah pertimbangan manfaat-risiko olah raga pada lansia.

Tabel 1. Peran Olah raga Pada Lansia

Manfaat ResikoPerbaikan toleransi glukosaPeningkatan kemampuan

- Konsumsi oksigen maksimum

Peningkatan kekuatan ototPenurunan tekanan darahPengurangan lemak tubuhPerbaikan profil lipid

HipoglikemiaCedera pada tulang- sendi dan kakiSudden cardiac death

Karena pada lansia, seringkali dijumpai juga penyakit penyerta seperti osteoartritis, parkinson, gangguan penglihatan, dan gangguan keseimbangan, maka olah raga sebaiknya dilakukan di lingkungan yang

21

Page 22: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

memang dekat, dan jenis olah raga yang dilakukan lebih bersifat isotonik daripada isometrik.- Metformin

Dalam konsensus ADA-EASD (2008), metformin dianjurkan sebagai terapi obat lini pertama untuk semua pasien DM tipe 2 kecuali pada mereka yang punya kon-traindikasi terhadap metformin misalnya antara lain gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >133 mmol/L atau 1,5 mg/dL pada pria dan >124 mmol/L atau 1,4 mg/dL pada wanita), gangguan fungsi hati, gagal jantung kongestif, asidosis metabolik, dehidrasi, hipoksia dan pengguna alkohol. Namun, karena kreatinin serum tidak menggambarkan keadaan fungsi ginjal yang sebenarnya pada usia sangat lanjut, maka metformin sama sekali tidak dianjurkan pada lansia >80 tahun. Metformin bermanfaat terhadap sistem kardiovaskular dan mempunyai risiko yang kecil terhadap kejadian hipoglikemia.

Meskipun demikian, penggunaan metformin pada lansia dibatasi oleh adanya efek samping gastrointestinal berupa anoreksia, mual, dan perasaan tidak nyaman pada perut (terjadi pada 30% pasien). Untuk mengurangi kejadian efek samping ini, dapat diberikan dosis awal 500 mg, kemudian ditingkatkan 500 mg/minggu untuk dapat mencapai kadar gula darah yang diinginkan.

Walaupun terapi awal dengan modifikasi gaya hidup dan metformin pada mulanya efektif, hal yang terjadi secara alami pada sebagian besar pasien DM tipe 2 adalah kecenderungan naiknya gula darah seiring dengan berjalannya waktu dengan prevalensi 5-10% per tahun. Sebuah studi UKPDS menyatakan bahwa 50% pasien yang terkontrol dengan obat-obatan tunggal memerlukan penambahan obat kedua setelah 3 tahun; dan setelah 9 tahun, 75% pasien memerlukan terapi multipel untuk mencapai target HbA1C <7%

Berikut ini adalah faktor yang turut memperburuk kontrol gula darah tersebut.

• Penurunan kepatuhan terhadap modifikasi gaya hidup (diet, olah raga, dan usaha menurunkan berat badan) maupun kepatuhan minum obat hipoglikemik • Adanya penyakit lain atau mengkonsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan resistensi insulin, mempengaruhi pelepasan insulin, atau meningkatkan produksi glukosa hati. Hal ini terutama berperanan pada lansia penderita DM yang umumnya mengkonsumsi banyak obat.• Progresivitas DM tipe 2 dapat berupa meningkatnya resistensi insulin atau defek sekresi insulin.

Konsensus ADA dan EASD menganjurkan pemeriksaan HbA1C setiap 3 bulan serta penambahan obat kedua jika target terapi HbA1C <7% tidak tercapai dengan modifikasi gaya hidup dan metformin (lihat algoritma). Untuk dapat mencapai target HbA1C, diperlukan target kadar gula darah

22

Page 23: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

puasa 70-130 mg/dl dan kadar gula postprandial <180 mg/ dL. Untuk pasien DM yang tidak gula darahnya tidak terkendali dengan kombinasi modifikasi gaya hidup dan metformin, ada 4 golongan obat-obatan yang dapat diberikan menurut konsensus ADA-EASD. Obat-obatan ini terdiri dari 2 golongan yaitu terapi tingkat 1/langkah 2 yang terdiri dari sulfoniliurea dan insulin serta terapi tingkat 2 yang terdiri dari tiazolidindion dan agonis Glucagon Like Peptide-1/GLP- 1.Di antara semua obat ini, sulfonilurea adalah yang paling cost-effective, sedangkan insulin dianggap sebagai terapi yang paling efektif dalam mencapai target gula darah. Namun, sulfonilurea dan insulin berhubungan dengan risiko hipoglikemia dan peningkatan berat badan.

Tingkat 1/Langkah 2 (Tier 1/Step 2)- SulfonilureaSulfonilurea dapat digunakan ketika ada keadaan yang merupakan kontraindikasi untuk metformin, atau digunakan sebagai dalam kombinasi dengan metformin jika gula darah target belum tercapai. Sulfonilurea jenis apapun yang digunakan tunggal menyebabkan penurunan HbA1C sebesar 1-2%.

Mekanisme kerja utama sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi insulin sel pankreas. Pada studi UKPDS, tampak tidak ada perbedaan dalam hal efektivitas dan keamanan penggunaan sulfonilurea (klorpropramid, glibenklamid, dan glipizid), tetapi sulfoniliurea generasi kedua dengan masa kerja singkat lebih dipilih untuk lansia dengan DM. Sedangkan klorpropramid dipilih untuk tidak digunakan pada lansia karena masa kerja yang panjang, efek antidiuretik, dan berhubungan dengan hipoglikemia berkepanjangan. Di antara sulfonilrea generasi kedua, glipizid mempunyai risiko hipoglikemia yang paling rendah sehingga merupakan obat terpilih untuk lansia. Meskipun demikian, semua sulfonilurea dapat menyebabkan hipoglikemia. Oleh karena itu, pemberiannya harus dimulai dengan dosis yang rendah dan ditingkatkan secara bertahap untuk mencapai gula darah target, sembari dilakukan pengawasan untuk mencegah terjadinya efek samping.

- InsulinBerdasarkan konsensus ADA-EASD, insulin dapat diberikan bila target gula darah tidak tercapai dengan modifikasi gaya hidup dan pemberian metformin. Selain itu, insulin juga diberikan pada keadaan adanya kondisi akut, seperti sakit berat, keadaan hiperosmolar, ketosis, dan pada pembedahan. Keputusan untuk memulai pemberian insulin dibuat berdasarkan pertimbangan akan kemampuan penderita untuk menyuntikkan sendiri insulin, dan keutuhan fungsi kognitif. Pada lansia yang bergantung pada orang lain untuk memberikan insulin, maka gunakan insulin masa kerja panjang (long-acting) dengan dosis sekali sehari, walaupun ini tidak dapat memberikan kontrol gula darah sebaik yang dicapai dengan pemberian insulin basal bolus atau regimen dua kali sehari. Pada lansia yang hanya menggunakan insulin basal, saatnya pemberian insulin bukan hal yang

23

Page 24: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

penting. Jika kontrol gula darah atau glukosa postprandial target tidak tercapai dengan pemberian basal insulin, maka dapat diberikan insulin kerja singkat (short-acting). Namun, pada pemberian bolus insulin short acting, saatnya makan merupakan faktor penting, dan sering menimbulkan masalah pada pasien yang renta yang tidak dapat menyuntikkan insulinnya sendiri. Dibandingkan dengan insulin jenis lain, insulin analog paling mendekati pola sekresi insulin endogen basal pada orang dewasa sehat. Walaupun demikian, penggunaan insulin berhubungan dengan efek samping peningkatan berat badan dan hipoglikemia. Dari berbagai studi dilaporkan bahwa efek samping hipoglikemia lebih jarang terjadi pada penggunaan analog insulin (detemir dan glargine) dibandingkan NPH. Sementara itu, didapati efek peningkatan berat badan dengan nilai yang sama (+ 3 kg dalam 6 bulan) baik pada golongan analog insulin maupun NPH. Bila kegagalan sel b pankreas mensekresi insulin sudah demikian parah, diperlukan pemberian insulin untuk control gula darah, sehingga insulin memegang peranan penting dalam tata laksana DM. Lansia merupakan kelompok populasi yang rentan terhadap efek samping hipoglikemia. Oleh sebab itu, diperlukan edukasi bagi lansia dan pengasuhnya tentang pengenalan gejala hipoglikemia dan penanganannya

Tingkat 2 (Tier 2)Obat-obatan pada terapi tingkat 2 belum banyak dibuktikan secara klinis seperti yang digunakan pada terapi tingkat 1, sehingga penggunaannya masih terbatas, termasuk pada lansia. Berikut ini sedikit pembahasan mengenai obatobat yang digunakan pada terapi tingkat 2.

- TiazolidindionTiazolidindion merupakan kelompok obat yang dapat memperbaiki kontrol

gula darah dengan meningkatkan kepekaan jaringan perifer terhadap insulin. Penggunaan tiazolidindion (pioglitazon dan rosiglitazon) sebagai monoterapi menyebabkan penurunan HbA1C sebesar 0,5- 1,4%. Pada berbagai studi klinis didapatkan bahwa control gula darah dengan rosiglitazon lebih lama dibandingkan dengan metformin.

Tidak seperti obat DM lainnya, tiazolidindion memperbaiki berbagai marker fungsi sel b pankreas yang antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya sekresi insulin selama 6 bulan. Namun, efek ini hanya sementara, setelah 6 bulan terapi dengan tiazolidindion, terjadi penurunan fungsi sel b pankreas.Di luar manfaat tersebut, tiazolidindion mempunyai beberapa efek samping, antara lain peningkatan berat badan dan edema yang terkait dengan risiko kardiovaskular. Studi menunjukkan bahwa risiko gagal jantung meningkat sebesar 1,2-2 kali lipat pada penggunaan tiazolidindion dibandingkan obat hipoglikemik lain. Gagal jantung terjadi pada median terapi selama 6 bulan, baik pada dosis tinggi maupun rendah, dan ini terutama terjadi pada lansia. Baik pioglitazon maupun rosiglitazon berisiko menimbulkan gagal jantung. Bahkan rosiglitazon juga berisiko memicu kejadian iskemia miokard (peningkatan risiko relative 40%)

24

Page 25: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

sehingga konsensus ADA/EASD (2008) tidak menganjurkan rosiglitazon untuk terapi DM tipe 2. Berbeda dengan rosiglitazon, pioglitazon dapat mengurangi kejadian kardiovaskular karena pioglitazon dapat memperbaiki profil lipid aterogenik. Efek samping lain dari tiazolidindion adalah meningkatnya risiko fraktur >2 kali lipat, terutama pada panggul. Efek samping ini dapat terjadi setelah penggunaan tiazolidindion 12-18 bulan. Risiko fraktur ini sama baik dengan dosis tinggi maupun rendah, pada pasien lansia maupun nonlansia, dan pada pria maupun wanita.

-Agonis GLP-1Sistem gastrointestinal memegang peranan penting dalam homeostasis

glukosa. Hal ini terlihat berupa lebih banyaknya respons insulinotropik pada pemberian nutrisi per oral dibandingkan pada pemberian glukosa intravena. Yang berperanan dalam hal ini adalah hormon inkretin yang terdiri dari GLP-1 dan Glucose-dependent Insulinotropic Poplypeptide/GIP). Pada pasien DM tipe 2, sekresi GIP setelah makan hanya sedikit terganggu, sementara sekresi GLP-1 terganggu secara nyata. Pemberian GLP-1 parenteral meningkatkan sekresi insulin secara dose-dependent dan juga menurunkan sekresi glukagon, sehingga menurunkan kadar gula darah puasa dan postprandial. Hal ini tidak terjadi pada pemberian GIP parenteral. Sayangnya GLP-1 cepat didegradasi oleh enzim DPP-4. Untuk mengatasi hal ini, saat ini dikembangkan agonis reseptor GLP-1 yang memperpanjang masa kerja GLP-1 endogen dan melawan efek enzim DPP-4. Pemberian agonis reseptor GLP-1 akan meningkatkan aksi kerja GLP-1 (menurunkan kadar gula darah, mengurangi sekresi glukagon, menurunkan berat badan, menimbulkanrasa cepat kenyang, memperlambat pengosongan lambung).

Walaupun tidak digunakan sebagai monoterapi dalam tata laksana DM tipe 2, beberapa uji klinis menunjukkan bahwa pada penggunaan agonis reseptor GLP-1 terjadi penurunan HbA1C sebesar 0,5-1,5 %. Penggunaan obat golongan tingkat 2 berdasarkan konsensus ADA-EASD tampaknya menjanjikan untuk tata laksana DM, namun masih terbatasnya penelitian dan pengalaman klinis terhadap obat-obatan tersebut menyebabkan penggunaannya masih terbatas. Oleh sebab itu, kelompok obat ini belum dianjurkan untuk digunakan pada lansia.

Obat-obatan lainDalam konsensus ADA-EASD, sekelompok obat yang dalam penelitian

terlihat kurang efektif dalam menurunkan kadar gula darah berikut dimasukkan dalam kelompok obat obatan lain. Kelompok ini juga belum banyak diteliti dan harganya lebih mahal. Termasuk dalam kelompok ini penghambat a- lukosidase, glinid, pramlintide, penghambat DPP-4

Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM tipe-2, dan sebagian besar mengenai organ vital yang dapat fatal, maka tatalaksana DM tipe-2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali glikemik dan kendali faktor risiko kardiovaskular. Dalam Konsensus

25

Page 26: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis.

A. Edukasi

Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat.

Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan.8 Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.

B. Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.

C. Latihan Jasmani

Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin.

D. Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat yang saat ini ada antara lain:

I. OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL (OHO)

Pemicu sekresi insulin:

a. Sulfonilurea

• Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas

26

Page 27: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

• Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang

• Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua, gangguan faal hati dan ginjal serta malnutrisi

b. Glinid

• Terdiri dari repaglinid dan nateglinid

• Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada sekresi insulin fase pertama.

• Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial

Peningkat sensitivitas insulin:

a. Biguanid

• Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah Metformin.

• Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan produksi glukosa hati.

• Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai dislipidemia, dan disertai resistensi insulin.

b. Tiazolidindion Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein

pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena

meningkatkan retensi cairan.

Penghambat glukoneogenesis:

a. Biguanid (Metformin). Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga mengurangi

produksi glukosa hati. Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal dengan

kreatinin serum > 1,5 mg/ dL, gangguan fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan hipoksemia seperti pada sepsis

Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan sulfonylurea.

Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual) namun bisa diatasi dengan pemberian sesudah makan.

Penghambat glukosidase alfa :

a. Acarbose Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus. Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti

golongan sulfonilurea.

27

Page 28: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna yaitu kembung dan flatulens.

Penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi bila ada makanan yang masuk. GLP-1 merupakan perangsang kuat bagi insulin dan penghambat glukagon. Namun GLP-1 secara cepat diubah menjadi metabolit yang tidak aktif oleh enzim DPP-4. Penghambat DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan insulin dan menghambat penglepasan glukagon.

II. OBAT SUNTIKAN

Insulin

a. Insulin kerja cepat

b. Insulin kerja pendek

c. Insulin kerja menengah

d. Insulin kerja panjang

e. Insulin campuran tetap

Agonis GLP-1/incretin mimetik

Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa menimbulkan hipoglikemia, dan menghambat penglepasan glukagon

Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan sulfonilurea Efek samping antara lain gangguan saluran cerna seperti mual muntah

Dengan memahami 4 pilar tata laksana DM tipe 2 ini, maka dapat dipahami bahwa yang menjadi dasar utama adalah gaya hidup sehat (GHS). Semua pengobatan DM tipe 2 diawali dengan GHS yang terdiri dari edukasi yang terus menerus, mengikuti petunjuk pengaturan makan secara konsisten, dan melakukan latihan jasmani secara teratur. Sebagian penderita DM tipe 2 dapat terkendali kadar glukosa darahnya dengan menjalankan GHS ini. Bila dengan GHS glukosa darah belum terkendali, maka diberikan monoterapi OHO.

Pemberian OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Pemberian OHO berbeda-beda tergantung jenisnya. Sulfonilurea diberikan 15-30 menit sebelum makan. Glinid diberikan sesaat sebelum makan. Metformin bisa diberikan sebelum/sesaat/sesudah makan. Acarbose diberikan bersama makan suapan pertama. Tiazolidindion tidak bergantung pada jadwal makan, DPP-4 inhibitor dapat diberikan saat makan atau sebelum makan.

Bila dengan GHS dan monoterapi OHO glukosa darah belum terkendali maka diberikan kombinasi 2 OHO. Untuk terapi kombinasi harus dipilih 2 OHO yang cara kerja berbeda, misalnya golongan sulfonilurea dan

28

Page 29: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

metformin. Bila dengan GHS dan kombinasi terapi 2 OHO glukosa darah belum terkendali maka ada 2 pilihan yaitu yang pertama GHS dan kombinasi terapi 3 OHO atau GHS dan kombinasi terapi 2 OHO bersama insulin basal. Yang dimaksud dengan insulin basal adalah insulin kerja menengah atau kerja panjang, yang diberikan malam hari menjelang tidur.

Bila dengan cara diatas glukosa darah terap tidak terkendali maka pemberian OHO dihentikan, dan terapi beralih kepada insulin intensif. Pada terapi insulin ini diberikan kombinasi insulin basal untuk mengendalikan glukosa darah puasa, dan insulin kerja cepat atau kerja pendek untuk mengendalikan glukosa darah prandial. Kombinasi insulin basal dan prandial ini berbentuk basal bolus yang terdiri dari 1 x basal dan 3 x prandial.

5. Menjelaskan dan Memahami Retinopati Diabetik5.1. Definisi

Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa

5.2. Epidemiologi

Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif

5.3. Etiologi

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah : Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri Adanya komposisi darah abnormal Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan

terbentuknya mikrothrombin Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran

kapiler, selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler

Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi

29

Page 30: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.

Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

5.4. Patofisiologi

Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxygen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan memperparah kerusakan.

Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.

Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.

5.5. Manifestasi klinis.

Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina. Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM nonproliferatif.

Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif.

30

Page 31: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Kebutaan pada DM dapat terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasio retina traksional.

5.6. Pemeriksaan.

Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan ter tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer.Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) yang tampak pada Tabel.

Tabel system klasifikasi Retinopati DM berdasarkan ETDRS.

Klasifikasi retinopati DM Tanda pada pemeriksaan mataDerajat 1Derajat 2Derajat 3

Derajat 4

Derajat 5

Tidak terdapat retinopati DMHanya terdapat mikroaneurismaRetinopati DM non-proliferatif derajat ringan- sedang yang ditandai oleh mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda :

- Venous loop- Perdarahan- Hard exudates- Soft exudates- Intraretinal microvascular abnormalities

(IRMA )- Venous beading

Retinopati DM non- proliferative derajat sedang- berat yang ditandai oleh :

- Perdarahan derajat sedang- berat.- Mikroaneurisma- IRMA

Retinopati DM proliferative yang ditandai oleh neovaskularisasi dan perdarahan vitreous.

Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatifmaka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.

Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop,

31

Page 32: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.

OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.

Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontraindikasi pemberian midriatikum.

Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.

Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma, eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM. Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati diabetikum.

5.7. Komplikasi

Retinopati diabetika Proliferatif dapat menyebabkan hilangnya penglihatan dengan berbagai cara seperti berikut :

1. Vitreous Hemorrhage

32

Page 33: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Pembuluh darah baru yang rapuh dapat mengalami kebocoran sehingga darah masuk ke dalam vitreous, zat seperti gel bening yang mengisi pusat mata, jika vitreous hemmorhage yang terjadi tidak besar maka seseorang dapat melihat beberapa floater hitam pada pandangannya. Jika Vitreous Hemmorhage besar maka dapat menutupi seluruh penglihatan.Hal tersebut membutuhkan waktu harian, bulanan atau bahkan tahunan untuk dapat menyerap kembali darah yang berada pada vitreous, tergantung dari banyaknya darah yang ada. Jika mata tidak dapat membersihkan darah tersebut pada waktunya, maka operasi vitrectomy harus dilakukan.Vitreous Hemmorhage sendiri tidak dapat menyebabkan hilangnya penglihatan secara permanen. Ketika sudah tidak ada darah yang menutupi maka penglihatan akan kembali seperti sebelumnya kecuali bila macula telah rusak.

2. Traction Retinal Detachment Ketika PDR muncul, jaringan bekas luka yang berhubungan dengan

neovascularization dapat mengecil, mengkerut dan menarik retina dari posisi normal. Pengerutan macula dapat menyebabkan distorsi visual. Kehilangan penglihatan yang parah dapat terjadi bila macula atau bagian besar retina terlepas.

3. Glaukoma Neovaskular Terkadang, penutupan yang berlebihan pada pembuluh darah retina

dapat menyebabkan munculnya pembuluh darah abnormal baru pada iris (bagian berwarna pada mata) dan menghalangi keluarnya cairan dari mata.Tekanan pada mata akan meningkat, menyebabkan glaucoma, penyakit mata yang berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan pada optik mata.

5.8. Pencegahan

Pada tahun 2010, The American Diabetes Association menetapkan beberapa rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM ditegakkan. Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata segera setelah didiagnosis DM.Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata.Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.

33

Page 34: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

5.9. Prognosis

Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.

5.10. Tatalaksana

Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan. Panretinal laser photocoagulation harus segera dilakukan pada penderita retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan.

6. Menjelaskan dan Memahami Mengukur Kadar Kebutuhan Kalori Pada Pasien Diabetes Melitus

Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:

- Karbohidrat : 60-70%- Protein : 10-13%- Lemak : 20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat bdan idaman.1Untuk penentuan status gizi, dipakai body mass index (BMI) = indeks massa tubuh (IMT).

Klasifikasi IMT:

- Berat badan kurang : <18,5

34

BMI = IMT = BB (kg)

TB (m)2

Page 35: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

- Berat badan normal : 18,5-22,9- Berat badan lebih : ≥ 23,0

Dengan resiko : 23,0-24,9 Obes I : 25,0-29,9 Obes II : ≥ 30,0

Penentuan kebutuhan kalori

Kalori basal

Laki—laki : BB idaman x 30 kalori /kg= ........kalori

Wanita : BB idaman x 25 kalori/kg = .........kalori

Koreksi / Penyesuaian

Umur > 40 tahun : -5 % x kalori basal = - ..........kalori

Aktivitas ringan : +10% x kalori basal = + ..........kalori

sedang : + 20% x kalori basal

berat : +30% x kalori basal

BB gemuk : -20% x kalori basal = - /+..........kalori

lebih : -10% x kalori basal

kurang : + 20% x kalori basal

Stres metabolik : + (10-30%) x kalori basal = + ............kalori

Hamil trimester I & II = + 300 kalori

Hamil trimester III / laktasi = + 500 kalori

Total kebutuhan = ..............kalori

Note: RUMUS BROCA

BB idaman = (TB-100)-10%

- BB kurang = < 90% BB idaman- BB normal = 90-110% BB idaman- BB lebih =110-120% BB idaman- Gemuk = >120 % BB idaman

A. Latihan Jasmani

Manfaat :

35

Page 36: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

menurunkan kadar glukosa darah (mengurangi resistensi insulin ,meningkatkan sensitivitas insulin)

menurunkan berat badan mencegah kegemukan mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik ,

gangguan lipid darah , peningkatan tekanan darah,hiperkoagulasi darah.

Prinsip : Continuous , Rhytmic , Interval , Progressive , Endurance (CRIPE)

Continuous adalah latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa henti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit , maka selama 30 menit pasien melakukan jogging tanpa istirahat.

Rhytmic adalah latihan olah raga harus dipilih yang berirama,yaitu otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Contoh: jalan kaki, jogging, berlari, berenang, bersepeda, mendayung.

Interval adalah latihan dilakukan selang seling antara gerak cepat dan lambat.Contoh: jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan, dan lain-lain.

Progressive adalah latihan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dari intensitas ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit

Endurance adalah latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur ), jogging, berenang, dan bersepeda.

Dalam latihan jasmani ada hal-hal yang perlu dihindari sebagai berikut:

- Hindari berlatih pada suhu terlalu panas/dingin- Bila kadar glukosa darah > 250 mg/dl . Jangan melakukan latihan

jasmani berat ( misalnya bulu tangkis , sepak bola , dan olah raga permainan lain )

- Jangan teruskan bila ada gejala hipoglikemia

Prinsip pengaturan diet pada pasien DM hampir sama dengan orang normal, yaitu sangat penting menjaga asupan makanan dengan gizi seimbang dan sesuai kebutuhan kalori. Hal yang perlu diperhatikan pada penderita DM adalah jadwal makan yang harus teratur, jenis dan jumlah makanan. Kebutuhan Kalori :

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yai tu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll .

36

Page 37: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya (PERKENI, 2006).

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah, Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem koagulsi darah.

Tujuan Terapi Gizi Medis

Tujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:

o Kadar glukosa darah mendekati normalo Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.o Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.o Kadar A1c <7%.o Tekanan darah <130/80 mmHg.o Profil Lipido Kolesterol LDL<100 mg/dlo Kolesterol HDL >40 mg/dl.o Trigliserida < 150 mg/dl.o Beran badan senormal mungkin.

37

Page 38: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Jenis Bahan Makanan

KARBOHIDRAT

Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.

Rekomendasi karbohidrat :

o Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.

o Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.

o Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total kebutuhan kalori perhari.

o Julah serat 25-50 gram per hari.o Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan

sampai lebih dari total kebutuhan kalori perhari.o Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin,

aspartame, acesulfame, dan sukralosa.o Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.o Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.o Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEIN

Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.

Rekomendasi pemberian protein:

o Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.o Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan

mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.o Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0

mg/kg BB/hari.o Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85

gram/KgBB/hari dan tidak kurang dari 40gram.o Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih

dianjurkan dibanding protein hewani.

LEMAK

38

Page 39: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.

Rekomendasi Pemberian Lemak:

o Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari.

o Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori perhari.

o Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.

o Batasi asam lemak bentuk trans.o Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam

lemak tidak jenuh rantai panjang.o Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari

asupan kalori perhari.

Penghitungan Jumlah Kalori

Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.

Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT

IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi badan (dalam meter) kuadrat.

o Berat badan kurang <18,5 o Berat badan normal 18,5-22,9o Berat badan lebih ≥ 23,0o Dengan resiko 23-24.9o Obes I 25-29,9o Obes II ≥ 30

39

Page 40: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca

Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:

berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%

o Berat badan kurang BB <90% BBIo Berat badan normal BB 90-110% BBIo Berat badan lebih BB 110-120% BBIo Gemuk BB>120% BBIUntuk kepentingan praktis dalam praktek digunakan rumus Brocca.

Penentuan kebutuhan kalori perhari:

1. Kebutuhan basal:

o Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kaloro Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian:

o Umur diatas 40 tahun : -5%o Aktivitas ringan : +10%o Aktifitas sedang : +20%o Aktifitas berat : +30%o Berat badan gemuk : -20%o Berat badan lebih : -10%o Berat badan kurus : +10%

3. Stress metabolik : +10-30%

4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori

5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.

40

Page 41: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

1.Latihan jasmaniKegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. (PERKENI, 2006)

Prinsip latihan jasmani bagi diabetes, persis sama dengan prinsip latihan jasmani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti :

frekuensi, intensitas, durasi, dan jenis. (IPD, 2009) Frekuensi: Jumlah olahraga per minggu sebaiknya dilakukan dengan

teratur 3-5 kali per minggu Intensitas: ringan dan sedang ( 60-70 % Maximum Heart Rate )

Untuk menentukan Maximum Heart Rate (MHR) yaitu : 220-umur. Setelah MHR didapatkan, dapat ditentukan THR (target Heart Rate). Sebagai contoh : suatu latihan bagi diabetisi berumur 50 tahun didasarkan sebesar 75%, maka THR = 75% x ( 220-60) = 120. Dengan demikian, diabetisi tersebut dalam menjalankan latihan jasmani, sasaran denyut nadinya adalah sekitar 120x/menit.

Durasi : 30 – 60 menit Jenis : latihan jasmani endurans (aerobic) untuk meningkatkan

kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang, dan bersepeda

7. Menjelaskan dan Memahami Makanan Halalan Toyyiban

41

Page 42: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda -Nu’man menunjukkan kedua jarinya ke kedua telingannya-: ‘Sesungguhnya sesuatu yang halal itu sudah jelas, dan sesuatu yang haram itu sudah jelas, di antara keduanya terdapat sesuatu yang samar tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Siapa yang mencegah dirinya dari yang samar maka ia telah menjaga agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam hal yang samar itu berarti ia telah jatuh dalam haram. Seperti seorang penggembala yang menggembala hewan ternaknya di sekitar daerah terlarang, dikhawatirkan lambat laun akan masuk ke dalamnya. Ketauhilah, setiap raja memiliki area larangan, dan area larangan Allah adalah apa-apa yang telah diharamkannya. Ketahuilah, bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal daging, bila ia baik maka akan baik seluruh tubuh. Namun bila ia rusak maka akan rusaklah seluruh tubuh, ketahuilah ia adalah hati.’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini, menurut Ibnu Rajab al-Hanbali, telah disepakati kesahihannya oleh para ulama hadis. Menurut Imam an-Nawawi, hadis ini merupakan salah satu hadis tentang pokok ajaran agama. Ia menjelaskan bahwa perkara yang halal sudah jelas, begitu pula perkara haram. Perkara halal dan haram, termasuk makanan, telah diterangkan ajaran agama melalui al-Qur’an dan hadis sahih. Pengetahuan tentang halal dan haram ini sangat penting bagi umat, karena menyangkut kehormatan diri dan kemurnian agama.

Berbicara halal dan haram lebih identik dengan pembahasan masalah pangan. Memang, hadis ini menitikberatkan pada masalah pangan, karena masalah ini sangat urgen dalam aktivitas manusia sehari-hari. Tidak heran, dalam penggalan hadis ini disebutkan bahwa orang yang tidak peduli dengan hal-hal syubhat, yang tidak jelas halal haramnya, seperti seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar area terlarang. Apabila tidak hati-hati maka lambat laun akan masuk pada area terlarang. Area terlarang itu adalah hal-hal yang diharamkan Allah.

Hadis ini ditutup dengan penjelasan Nabi SAW tentang peran sentral hati dalam aktivitas manusia. Apabila hati baik maka akan muncul perilaku dan sikap yang baik. Namun bila hati jahat maka perilaku dan sikap yang muncul menjadi buruk. Bahkan menurut Ibnu Hajar al-`Asqalani dalam Fathul Bari, dalam riwayat lain digunakan kata shihhah dan saqam (sehat dan sakit) bukan shalah dan fasad. Ini mengindikasikan bahwa hati juga merupakan salah satu penyebab kesehatan bagi seseorang.

Tampaknya Nabi hendak menjelaskan kiat menjaga kebersihan dan kesehatan hati adalah dengan sikap hati-hati mengonsumsi makanan dan minuman. Karena makan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh akan membentuk jaringan tubuh, termasuk hati. Tidak heran bila Nabi SAW mengingatkan umat dalam sebuah hadis diriwayatkan Jabir bin Abdullah ketika Nabi menasehati Ka’ab bin ‘Ajrah: ”Wahai Ka’ab bin ‘Ajrah, tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari makanan haram.” (HR. Darimi dalam Sunan dengan sanad kuat).

42

Page 43: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Kriteria makanan halal

Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah menjelaskan bahwa makanan halal adalah apabila al-Qur’an maupun hadis menjelaskannya dan tidak melarangnya. Namun makanan halal yang dijelaskan teks agama tidak mencakup seluruh makanan yang ada. Karena itu para ulama berijtihad sesuai kaedah: ”al-Ashlu fi al-asyya’ al-ibahah illa ma dalla ad-dalilu ‘ala tahrimihi”(Hukum asal segala sesuatu itu adalah mubah/boleh kecuali bila ada dalil yang mengharamkannya). Secara umum al-Qur’an maupun hadis memberikan kriteria bahwa makanan halal itu adalah thayyib (halalan thayyiban). Maksud halalan thayyiban, menurut Sayyid Sabiq, terangkum dalam tiga hal: pertama, sesuai selera alamiah manusia. Kedua, bermanfaat dan tidak membahayakan tubuh manusia. Ketiga, diperoleh dengan cara yang benar dan dipergunakan untuk hal yang benar.

Para ulama menjelaskan kriteria makanan yang halal sebagai berikut:Pertama, makanan nabati berupa tumbuh-tumbuhan, biji-bijian dan buah-buahan, selama tidak membahayakan tubuh.Kedua, minuman seperti air, susu (dari hewan yang boleh dimakan

dagingnya), kopi, cokelat.Ketiga, makanan hewani terdiri dari binatang darat dan air. Hukum binatang darat baik liar mapun jinak adalah halal selain yang diharamkan syariat. Begitu juga binatang air, dalam pendapat yang paling sahih, adalah halal kecuali yag membahayakan.

Hal ini dijelaskan dalam hadis Nabi SAW ketika ditanya tentang bersuci dengan air laut, beliau menjawab: “Laut itu suci airnya dan halal bangkai binatangnya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i).

Menurut Syeikh Mutawalli Asy-Sya’rawi bahwa apa yang dihalalkan oleh Syariat lebih banyak dibandingkan dengan yang diharamkan. Makanan yang diharamkan sangat sedikit, itulah hikmah Syari’at lebih banyak menyebut yang haram ketimbang yang halal.

Kriteria makanan haram

Makanan dan minuman yang pelarangannya dijelaskan oleh al-Qur’an dan al-Hadis adalah haram. Al-Qur’an maupun hadis menjelaskan kriteria makanan haram itu adalah khabitsahdan rijs, seperti khamr yang dinyatakan rijs min ‘amal asy-syaithan (QS. al-Maidah: 90). Rijskata ulama berarti najis secara fisik dan ma’nawi. Dalam Shahih Muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Harga anjing itu khabits, mahar pelacur itu khabits dan upah bekam itu khabits.” 

Selain itu setiap binatang yag diperintahkan untuk dibunuh adalah haram. Seperti binatangfawasiq (pengganggu); burung gagak, rajawali, kalajengking, anjing gila dan tikus. Hal ini dijelaskan dalam riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i dari Aisyah RA. Begitu juga hewan-hewan yang dilarang untuk dibunuh seperti semut, lebah, burung hud-hud dan burung surad dan katak. Namun pendapat ini ditolak Imam Syaukani, bahwa tidak mesti hewan yang

43

Page 44: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

diperintahkan untuk dibunuh atau dilarang berarti haram dagingnya. Karena keharaman mengonsumsinya harus ada dalil yang jelas.

Makanan yang diharamkan dalam Islam terbagi menjadi haram lidaztihi dan haramlighairihi; yaitu makanan yang pada asalnya halal namun ada faktor lain yang haram menjadikannya haram. Makanan yang diharamkan lidzatihi oleh al-Qur’an dan hadis secara jelas, antara lain darah (dam masfuh), daging babi, khamr (minuman keras), binatang buas yang bertaring, burung bercakar yang memangsa dengan cakarnya seperti elang, binatang yang dilarang dibunuh, binatang yang diperintahkan untuk dibunuh, keledai rumah (humur ahliyah), binatang yang lahir dari perkawinan silang yang salah satunya diharamkan, anjing, binatang yang menjijikan dan kotor, semua makanan yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Sedangkan makanan yang haram lighairihi, di antaranya adalah binatang yang disembelih untuk sesajian, binatang yang disembeli tanpa menyebut nama Allah (basmalah), bangkai dengan berbagai kriterianya, makanan halal yang diperoleh dengan cara haram dan diperuntukkan untuk hal yang dilarang, jallalah atau binatang yang sebagian besar makanannya kotoran atau bangkai, dan makanan halal yang tercampur dengan najis dalam bentuk cair, namun bila berbentuk padat, maka cukup membuang yang terkena najis saja.

Kriteria syubhat (samar)

Syubhat yang dimaksud dalam hadis adalah perkara yang tidak dijelaskan halal dan haramnya oleh syariat. Dalam hal ini sebagian ulama mengatakan selama suatu perkara itu tidak ada penjelasan halal dan haramnya maka dikembalikan ke hukum asal, yaitu mubah (boleh) kecuali bila ada dalil yang mengharamkan. Hal ini  didasari banyak ayat al-Qur’an dan hadis, di antaranya:

Firman Allah SWT:

”Dialah (Allah) yang menciptakan semua yang ada di bumi untuk kalian.”  (QS. al-Baqarah: 29).

Riwayat Abu Darda bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Apa yang Allah halalkan dalam Kitab-Nya adalah halal dan apa yang diharamkan-Nya adalah haram. Dan apa yang tidak dijelaskan adalah dimaklumi (afwun). Maka terimalah apa yang diperbolehkan Allah karena sesungguhnya Allah tidak melupakan sekecil apapun.” (HR. Al-Bazzar dengan sanand Sahih).

Riwayat Abu Tsa’labah bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Sesunguhnya Allah mewajibkan kepada kalian kewajiban-kewajiban (faraidh) maka janganlah kalian abaikan, dan telah memberi batasan kepada kalian, maka janganlah

44

Page 45: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

kalian langgar, dan mendiamkan masih banyak perkara sebagai rahmat bagi kalian bukan karena kealpaan. Maka janganlah kalian membahasnya berlebihan.” (HR. Daruquthni dalam Sunan).

Menurut  Imam Nawawi, ada beberapa pendapat ulama tentang sesuatu tidak ada penjelasan halal haramnya: pertama, tidak dapat dikatakan halal, haram atau mubah. Karena mengatakan sesuatu halal atau haram harus kembali kepada dalil syar’i. Kedua, hukumnya mubah, kembali ke hukum asal, bahwa segala sesuatu itu mubah selama tidak ada dalil yang melarangnya. Ketiga, hukumnya haram. Keempat, tawaqquf.

Kebanyakan ulama merujuk kepada pendapat kedua, bahwa sesuatu yang tidak dijelaskan halal haramnya, hukumnya kembali pada hukum asal, yaitu mubah. Dan perlu ditegaskan, bahwa yang halal lebih banyak dibanding yang haram. Karena itu makanlah makanan yang halal, karena hidup akan menjadi berkah, selamat di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bish shawab.

DAFTAR PUSTAKA

http://cme.medicinus.co/file.php/1/LEADING_ARTICLE_Diabetes_Mellitus_Tipe_2_dan_tata_laksana_terkini.pdf

Brooks GF, Butel JS, Morse SA (2004): Jawetz, Melnick and Adelberg’s Medical Microbiology, 23rd edition, International Edition, McGraw-Hill, Kuala Lumpur.

Ganiswarna, SG, Setiabudy, R, Suyatna, FD, dkk, (2006). Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. Jakarta, Gaya Baru.

Amin Z, bahar A, 2006, Buku Ajar ilmu Penyakit dalam, Jilid III, edisi IV, Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

45

Page 46: PBL SK 1 Endokrin

Indah Aprilyani ( 1102013132 )

Cotran RS, Kumar V, Robbin SL (2004) Dasar Patologi, ed.

Gandasoebrata R . 2010 . Penuntun Laboratorium Klinik. Cetakan keenambelas . Jakarta : Dian Rakyat

Ganong W.F. 2008. Buku Ajar FIsiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Guyton, Hall. 2006. Text Book of Medical Physiology 11th edition. Philadelphia: Elsevier Soundres

Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan IPD

Junquiera L.C., Carneiro J, (2007) Histologi Dasar, Text dan Atlas, Edisi 10. Jakarta, EGC.

Kowalak, JP, dkk (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kumar, V. dkk. (2007). Buku Ajar Patologi Robbins edisi 7. Jakarta, EGC.

PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed 2. Jakarta : EGC.

Snell, R.S. (1997), Clinical Anatomi for Medical Student, 3th edition Indonesia, Jakarta: EGC.

Utama, H. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Terpadu edisi 7. Jakarta: FKUI.

46