PBL Blok 14 Skenario 2

19
Artritis Reumatoid pada Perempuan Shienowa Andaya Sari 102012445 /B4 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana [email protected] Pendahuluan Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah satunya adalah atritis rheumatoid. Dengan adanya tinjauan pustaka in diharapkan mahasiswa mampu mengetahui gangguan musculoskeletal seperti arthritis rheumatoid, dapat menentukan diagnosis yang tepat, serta melakukan pemeriksaan dan pelaksanaan yang baik dan tepat. Isi 1. Anamnesis Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap pasien akan lebih baik melakukan anamnesis terlebih dahulu. Sesuai pada kasus anamnesis dilakukan pada seorang perempuan. Perempuan tersebut berusia 21 tahun sehingga dapat dilakukan autoanamnesis pada perempuan tersebut. Mempunyai keluhan utama berupa nyeri pada jari-jari tangan, dan pergelangan tangan pada tangan kanan dan 1

description

Reumatoid Atritis

Transcript of PBL Blok 14 Skenario 2

Page 1: PBL Blok 14 Skenario 2

Artritis Reumatoid pada Perempuan

Shienowa Andaya Sari

102012445 /B4

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

[email protected]

Pendahuluan

Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin

meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada

semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem

muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya

beberapa golongan reumatik. Salah satunya adalah atritis rheumatoid. Dengan adanya

tinjauan pustaka in diharapkan mahasiswa mampu mengetahui gangguan musculoskeletal

seperti arthritis rheumatoid, dapat menentukan diagnosis yang tepat, serta melakukan

pemeriksaan dan pelaksanaan yang baik dan tepat.

Isi

1. Anamnesis

Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap pasien akan lebih baik melakukan anamnesis

terlebih dahulu. Sesuai pada kasus anamnesis dilakukan pada seorang perempuan. Perempuan

tersebut berusia 21 tahun sehingga dapat dilakukan autoanamnesis pada perempuan tersebut.

Mempunyai keluhan utama berupa nyeri pada jari-jari tangan, dan pergelangan tangan pada

tangan kanan dan kiri sejak 4 bulan ini. Kemudian diketahui bahwa riwayat penyakit keluarga

berupa sang ibu juga sering mengeluh nyeri sendi terurama pada lutut kirinya.

2. Pemeriksaan

Pemeriksaan dilakukan agar dapat menentukan diagnosis yang tepat. Pemeriksaan yang

dilakukan adalah pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

2.1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada arthritis rheumatoid adalah mengetahui keadaan

tubuh pasien dan tanda-tanda vital pada pasien. Mengetahui pasien sakit ringan atau berat.

Kemudian lakukan inspeksi pada semua sendi apakah ada bengkak, nyeri tekan pada palpasi,

1

Page 2: PBL Blok 14 Skenario 2

eritema, penebalan synovial, efusi sendi, kisaran gerak berkurang, ankilosis (kekakuan sendi),

subluksasi, deformitas.1

Pada pemeriksaan fisik diketahui berat badan 48 kg tinggi badan158 cm pasien sakit

ringan kesadaran compos mentis dengan tekanan darah 110/80 mmhg, nadi 80x/menit,

respiratory rate didapat 18x/menit, suhu tubuh 36,9oC. Status lokasi terdapat pada bagian

Proximal Interphalang (PIP) 2 sampai 4, dan Metacarpal (MCP) 2 sampai 4 terdapat tanda

inflamasi dan nyeri pada PIP dan MCP 2 sampai 4.

2.2. Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada tes diagnostic tunggal yang definitive untuk konfirmasi diagnosis arthritis

rheumatoid. The American College of Rheumatology Subcommittee on Rheumatoid

Arthritis(ACRSRA) merekomendasikan pemeriksaan laboratorium dasar untuk evaluasi

antara lain pemeriksaan darah perifer lengkap (complete blood cell count), faktor rheumatoid

(RF), Laju endap darah atau C-reactive protein (CRP).2 Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal

juga direkomendasikan karena akan membantu dalam pemilihan terapi.

Pada C-reactive protein (CRP) umumnya meningkat sampai > 0,7 picogram/mL, bisa

digunakan untuk monitor perjalanan penyakit. Laju endap darah (LED) ditemukan sering

meningkat >30 mm/jam, bisa digunakan untuk monitor perjalanan penyakit. Kemudian

pemeriksaan hemoglobin/hematokrit sedikit menurun, Hb rata-rata sekitar 10g/dL, anmia

normokronik, mungkin juga normositik atau mikrositik. Serta didapatkan pula jumlah

leukosit mungkin meningkat, jumlah trombosit biasanya meningkat, fungsi hati normal atau

alkali fosfatase sedikit meningkat. Pada faktor rheumatoid (RF) hasilnya negatif pada 30%

penderita arthritis rheumatoid stadium dini. Jika pemeriksaan awal negative dapat diulang

setelah 6-12 bulan dari onset penyakit. Bisa memberikn hasil positif pada beberapa penyakit

seperti SLE, scleroderma, sindrom Sjogren’s, penyakit keganasan, sarkoidosis, infeksi (virus,

parasit, atau bakteri). Tidak akurat untuk penilaian perburukan penyakit.

Pemeriksaan pencitraan (imaging) yang bisa digunakan untuk menilai penderita arthritis

rheumatoid antara lain foto polos (plain radiograph) dan MRI (Magnetic Resonance

Imaging).2 Pada foto polos sendi mungkin normal atau tampak adanya osteopenia atau erosi

dekat celah sendi pada stadium dini penyakit. Foto pergelangan tangan dan kaki penting

untuk data dasar sebagai pembanding dalam penelitian selanjutnya. Osteopenia juxtaarticular

adalah karakteristik untuk arthritis rheumatoid dan chronic inflammatory arthritides lainnya.

Sedangkan MRI mampu mendeteksi adanya erosi sendi lebih awal dibandingkan dengan foto

polos, tampilan struktur lebih rinci.

2

Page 3: PBL Blok 14 Skenario 2

Selain itu ada pemeriksaan penunjang lainnnya yang juga dapat membantu diagnosis

yaitu Anticyclic Citrullinated peptide antibody (anti-CCP), anti-RA33, Imunoglobulin (Ig),

pemeriksaan cairan sendi. Anticyclic Citrullinated peptide antibody (anti-CCP) merupakan

permeriksaan yang berkolerasi dengan perburukan penyakit, sesitivitasnya meningat bila

dikombinasi dengan pemeriksaan RF. Lebih spesifik dibadingkan RF tetapi tidak semua

laboratorium mempunyai fasilitas pemeriksaan anti-CCP. Kemudian Anti-RA33 merupakan

pemeriksaan lanjutan bila RF dan anti-CCP negatif untuk membedakan penderita arthritis

rheumatoid yang mempunyai resiko tinggi mengalami prognosis yang buruk. Sedangkan

immunoglobulin (Ig) berupa Ig α-1 dan α-2 ingkin meningkat.2

3. Diagnosis

Seperti yang telah kita ketahui diagnosis terbag menjadi diagnosis kerja (working

diagnosis) dan diangnosis banding (differential diagnosis). Diagnosis kerja pada kasus ini

yaitu rheumatoid arthritis. Sedangkan diagnosis banding berupa osteoarthritis, pirai/gout,

psedougout, SLE, septic arthritis.

3.1 Diagnosis Kerja

Arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik

kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utamanya.2,3 Arthritis rheumatoid

terjadi antara usia 30-50 tahun dengan puncak insiden antara usia 40 tahun dan 60 tahun.4

Reumatoid artritis menyerang lapisan dalam bungkus sendi (sinovium) yang

mengakibatkan radang pada pembungkus sendi. Akibat sinovitis (radang pada sinovium)

yang menahun, akan terjadi kerusakan pada tulang rawan sendi, tulang, tendon dan ligamen

dalam sendi.

Peradangan sinovium menyebabkan keluarnya beberapa zat yang menggerogoti tulang

rawan sel sehingga menimbulkan kerusakan tulang dan dapat berakibat menghilangnya

permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Gejala arthritis rheumatoid Terjadi

peradangan pada sendi, terasa hangat di bagian sendi, bengkak, kemerahan dan sangat sakit.

Biasanya pada banyak sendi, simetris, sendi terasa kaku di pagi hari. Selain itu, gejala lainnya

adalah demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, lemah, dan anemia.

3.2 Diagnosis Banding

3.2.1 Osteoarthritis

Osteoarthritis merupakan penyakit arthritis yang paling sering terjadi. Sering disebut juga

degeneratif osteoarthritis atau hipertropic OA. OA merupakan radang sendi yang bersifat

kronis dan progresif disertai kerusakan tulang rawan sendi berupa integrasi (pecah) dan

3

Page 4: PBL Blok 14 Skenario 2

perlunakan progresif permukaan sendi dengan pertumbuhan tulang rawan sendi ( osteofit) di

tepi tulang.4

Pada umumnya penderita OA mengatakan bahwa keluhannya sudah berlangsung lama

tetapi berkembang secara perlahan-lahan. Penderita OA biasanya mengeluh pada sendi yang

terkena yang bertambah dengan gerakan atau waktu melakukan aktivitas dan berkurang

dengan istirahat. Selain itu juga terdapat kaku sendi dan krepitus, bentuk sendi berubah dan

gangguan fungsi sendi. Pada derajat yang lebih berat, nyeri dapat dirasakan terus menerus

sehingga sangat mengganggu mobilitas penderita.

OA sendi lutut ditandai oleh nyeri pada pergerakan yang hilang bila istirahat, kaku sendi

terutama setelah istirahat lama atau bangun tidur, krepitasi sewaktu pergerakan dan dapat

disertai sinovitis dengan atau tanpa efusi cairan sendi. Nyeri akan bertambah jika melakukan

kegiatan yang membebani lutut seperti berjalan, naik turun tangga, berdiri lama. Gangguan

tersebut mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat sehingga penderita tidak bisa

berjalan.

OA sendi lutut merupakan kelainan sendi yang mempunyai dampak terhadap kehidupan

sehari-hari penderitanya.  Walaupun belum ada pengobatan medis yang dapat menyembuhkan

dan menghentikan progresifitas OA, banyak hal yang bisa dilakukan untuk menghilangkan

nyeri, menjaga mobilitas dan meminimalkan disabilitas.

3.2.2 Pirai/Gout

Gout ditandai oleh meningkatnya kadar asam urat plasma dengan serangan artritis

berulang. Kelainan ini disebabkan oleh kelainan metabolisme bawaan dan secara dominan

menyerang laki-laki.5

Secara umum, gejala penyakit gout adalah sendi yang membengkak dan nyeri biasanya

pada sendi metatarsofalang (MTP) pertama dan hiperurisemia asimptomatik. Perubahan

radiologi terjadi setelah bertahun-tahun timbulnya gejala. Terdapat predileksi pada sendi

MTP pertama, walaupun pergelangan kaki, lutut, suku, dan sendi lainnya juga terlibat. Film

polos dapat memperlihatkan efusi dan pembengkakan sendi; erosi yang cenderung

menimbulkan penampakan punched out yang berada terpisah dari permukaan artikular;

densitas tulang tidak mengalami perubahan; dan ditemukan tofi yang mengandung natrium

urat dan terdeposit pada tulang, jaringan lunak, dan sekitar sendi.Gout dapat merusak ginjal

sehingga dapat ditemukan batu ginjal pada pemeriksaan radiologi.

3.2.3 Psedougout

Pseudogout adalah gejala radang sendi yang mirip dengan gout tetapi penyebabnya lain

yaitu adalah Kristal kalsium piropospat sehingga disebut radang sendi CPPD (Calcium

4

Page 5: PBL Blok 14 Skenario 2

Pyrophospate Deposition Disease).5 Karena gejalanya mirip seringkali didiagnosa sebagai

arthritis gout, arthritis rheumatoid, atau osteoarthritis. Pseudogout disebabkan karena jumlah

kalsium pirofosfat berlebihan dan mengkristal pada sendi yang rusak sehingga menyebabkan

gangguan gerakan dan rasa nyeri. Kondisi ini sering terjadi pada mereka yang berusia lanjut.

Namun, dapat juga terjadi pada usia muda dengan pemicunya penyakit tiroid, akromegali,

okronosi, hemokromatosis, paratirois, dan penyakit Wilson.

3.2.4 Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)

Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai

adanya inflamasi tersebar luas yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh.

Gambaran klinis SLE dapat membingungkan, terutama pada awalnya. Gejala yang paling

sering adalah artritis simetris atau atralgia. Nodul subkutan juga jarang ditemukan pada

penyakit SLE.3

Gejala berupa adalah demam, rasa lelah, lemah, dan berkurangnya berat badan yang

biasanya timbul pada awal penyakit dan dapat berulang dalam perjalanan penyakit ini.

Manifestasi kulit mencakup ruam eritematosa yang dapat timbul di wajah, leher, ekstremitas,

atau pada tubuh. Dapat timbul alopesia yang dapat menjadi berat. Juga dapat terjadi ulserasi

pada mukosa mulut dan nasofaring. Pleuritis dapat timbul akibat proses peradangan kronik

dari SLE. SLE juga dapat menyebabkan karditis yang mehyerang miokardium, endokardium,

atau perikardium.

Fenomena Raynaud timbul pada sekitar 40% pasien. Vaskulitis dapat menyerang semua

ukuran arteria dan vena. Kira-kira 65% padien SLE akan mengalami gangguan pada

ginjalnya. SLE juga dapat menyerang sistem saraf pusat maupun perifer. Gangguan

reumatologik lain dapat meyebabkan ANA menjadi postif, namun anti-dsDNA dan anti-Sm

jarang ditemukan kecuali pada SLE. Antibodi dsDNA merupakan uji spesifik untuk SLE.

Laju endap darah pada pasien SLE biasanya meningkat, merupakan uji nospesifik untuk

mengukur peradangan dan tikda berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit.

Uji laboratorium yang kadang masih dipakai sampai sekarang adalah uji faktor LE. Sel

LE dapat juga ditemukan pada gangguan sistemik lain dari penyakit golongan reumatik yang

juga diperantarai oleh imunitas. Urin diperiksa untuk mengaetahui adanya protein, leukosit,

eritrosit, dan silinder. Uji ini dilakukan untuk menentukan adanya kompliksi ginjal dan untuk

pemantauan perkembangan penyakit.

3.2.5 Septic Arthritis

Infeksi bakteri piogenik (penghasil nanah) akut pada sendi yang jika tidak segera

ditangani dapat berlanjut menjadi kerusakan pada sendi.3 Gejala klinis yang tampak pada bayi

5

Page 6: PBL Blok 14 Skenario 2

berbeda dengan pada anak-anak dan dewasa. Dapat ditemukan kekakuan pada sendi yang

terkena, nyeri pada pergerakan sendi, dapat terjadi demam, namun gejala ini bukan patokan

utama, dapat terjadi dislokasi patologik pada sendi pada minggu kedua. Sedangkan pada

anak-anak dan orang dewasa dapat memberitahu lokasi terjadinya sakit dan nyeri yang timbul

saat pergerakkan. Karena sendi sakit, maka tubuh secara otomatis berusaha untuk

melindunginya dengan mengontraksikan otot-otot disekitar sendi. Kekakuan sendi jelas

terlihat, adanya demam,subluksasi lebih sering terjadi daripada dislokasi. Bakteri yang paling

sering menyebabkan terjadinya penyakit ini adalah Stafilokokus aureus. Bakteri lain yang

dapat menyebabkan terjadinya penyakit ini adalah golongan Streptokokus, Pneumokokus,

dan Salmonella.. Faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya penyakit ini adalah HIV,

AIDS, dan penggunaan terapi adenokortikosteroid jangka panjang secara intravena.

4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan atau terapi yang dilakukan dapat berupa terapi farmakologi dan non

farmakologi.2,6

4.1Terapi Farmakologi2,6

Belum ada penyembuhan untuk arthritis rheumatoid. Penyakit biasanya berlangsung

seumur hidup, sehingga memerlukan penanganan seumur hidup pula. Walaupun hingga kini

belum berhasil didapatkan suatu cara pencegahan dan pengobatan arthritis rheumatoid yang

sempurna, saat ini pengobatan pasa pasien arthritis rheumatoid ditujukan untuk

menghilangkan gejala inflamasi aktif baik lokal maupun sistemik, mencegah terjadinya

destruksi jaringan, mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian agar

tetap dalam keadaan baik, dan mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang

terlibat agar sedapat mungkin menjadi normal kembali.

Dalam pengobatan arthritis rheumatoid umumnya selau dibutuhkan pendekatan

multidisipliner. Suatu tim yang idealnya terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli

terapi okupasional, pekerja sosial, ahli farmasi, ahli gizi dan ahli psikologi, semuanya

memiliki peranan masing-masing dalam pengelolaan pasien arthritis rheumatoid baik dalam

bidang edukasi maupun penatalaksanaan pengobatan penyakit ini. Beberapa jenis obat yang

digunakan pada arthritis rheumatoid yaitu Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS),

kortikosteroid, Desease Modifing Anti Rheumatoid Drugs (DMARDs), obat imunosupresif,

dan suplemen antiokdsidan.

6

Page 7: PBL Blok 14 Skenario 2

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) obat ini diberikan sejak mulai sakit untuk

mengatasi nyeri sendi akibat proses peradangan. Golongan obat ini tidak dapat melindungi

rawan sendi maupun tulang dari proses kerusakan akibat penyakit arthritis rheumatoid.

Contoh obat golongan ini yaitu Asetosal, Ibuprofen, Natrium Diclofenak, Indometasin, Asam

flufenamat, Piroksikam, Fenilbutason, dan Naftilakanon.

Kortikosteroid obat ini berkhasiat sebagai anti radang dan penekan reaksi imun

(imunosupresif), tetapi tidak bisa mengubah perkembangan penyakit arthritis rheumatoid.

Kortikosteroid bisa digunakan secara sistemik (tablet, suntikan IM) maupun suntikan lokal di

persendian yang sakit sehingga rasa nyeri dan pembengkakan hilang secara cepat.

Pengobatan kortikosteroid sistemik jangka panjang hanya diberikan kepada penderita dengan

komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti radang pembuluh darah (vaskulitis).

Desease Modifing Anti Rheumatoid Drugs (DMARDs) obat pengubah perjalanan

penyakit. Bila diagnosis arthritis rheumatoid telah ditegakkan, obat golongan ini harus segera

diberikan. Beberapa ahli bahkan menganjurkan pemberian DMARDs, baik sebagai obat

tunggal maupun kombinasi dengan DMARDs lain pada tahap dini, baru kemudian dikurangi

secara bertahap bila aktivitas arthritis rheumatoid telah terkontrol. Bila penggunaan satu jenis

DMARDs dengan dosis adekuat selama 3-6 bulan tidak menampakkan hasil, segera hentikan

atau dikombinasi dengan DMARDs yang lain. Contoh obat golongan ini yaitu Klorokuin,

Hidroksiklorokuin, Sulfazalazine, D- penisilamin, Garam Emas (Auro Sodium Thiomalate,

AST), Methothexate, Cyclosporin-A dan Lefonomide.

Obat imunosupresif, Obat ini jarang digunakan karena efek samping jangka panjang yang

berat seperti timbulnya penyakit kanker, toksik pada ginjal dan hati. Kemudian suplemen

antiokdsidan, Vitamin dan mineral yang berkhasiat antioksidan dapat diberikan sebagai

suplemen pengobatan seperti beta karoten, vitamin C, vitamin E, dan selenium.

4.2Terapi Non Farmakologi2,6

Ada beberapa cara dalam penanganan arthritis rheumatoid non farmakologi. Beberapa

cara tersebut yaitu olahraga dapat mengurangi rasa sakit dan dapat membantu mengontrol

berat badan seperti yoga dan tai chi, menjaga sendi menggunakan sendi dengan hati – hati.

Dapat menghindari kelebihan stress pada sendi, panas / dingin panas didapat, misalnya

dengan mandi air panas. Panas dapat mengurangi rasa sakit pada sendi dan melancarkan

peredaran darah.Dingin dapat mengurangi pembengkakan pada sendi dan mengurangi rasa

sakit. Dapat didapat dengan mengompres daerah yang sakit dengan air dingin.

Pembedahan dilakukakan apabila sendi sudah benar-benar rusak dan rasa sakit sudah

7

Page 8: PBL Blok 14 Skenario 2

terlalu kuat, akan dilakukan pembedahan. Dengan pembedahan, dapat memperbaiki bagian

dari tulang seperti tenosinovektomi, tendon repair dan joint replacement. Akupuntur dapat

mengurangi rasa sakit dan merangsang fungsi sendi serta pijat dimana pemijatan sebaiknya

dilakukan oleh orang yang ahli di bidangnya.

5. Komplikasi

Komplikasi pada arthritis rheumatoid adalah anemia, kanker, komplikasi kardiak,

penyakit tulang belakang, gangguan mata, peningkatan infeksi, deformitas sendi tangan,

deformitas sendi lainnya, komplikasi pernafasan, nodul rheumatoid, dan vaskulitis.2

Komlikasi anemia pada arthritis rheumatoid berkorelasi dengan LED dan aktivitas

penyakit. Dimana 75% pendertia arthritis rheumatoid mengalami anemia karena penyakit

kronik dan 25% penderita tersebut memberikan repon terhadap terapi besi.2

Kanker dapat terjadi munkin akibat sekunder dari terapi yang diberikan. Kejadian

limfoma dan leukemia 2-3 kali lebih sering terjadi pada penderita arthritis rheumatoid dan

peningkatan risiko terjadinya tumor solid. Penurunan resiko kanker genitourinaria,

diperkirakan karena penggunaan OAINS.2

Komplikasi kardiak diderita 1/3 penderita arthritis rheumatoid dan mungkin mengalami

efusi pericardial asimptomatik saat diagnosis ditetapkan, miokarditis bisa terjadi, baik dengan

atau tanpa gejala. Penyakit tulang belakang leher (cervical spine disease) seperti penyempitan

celah sendi pada foto servikal lateral, myelopatibisa terjadi ditandai oleh kelemahan bertahap

pada ekstremitas atas parastesia.2

Kemudian peningkatan infeksi merupakan efek terapi dari arthritis rheumatoid.

Deformitas sendi tangan yaitu terjadi deviasi ulnar pada sendi metakarpofalangeal,

deformitas boutonniere (fleksi PIP dan hiperekstensi DIP), deformitas swan neck (kebalikan

dari deformitas boutonniere), hipersekstensi dari ibu jari dan peningkatan resiko rupture

tendon. Deformitas sendi lainnya dapat ditemukan antara lain frozon shoulder, kista popliteal,

sindrom terowongan karpal dan tarsal.2

Komplikasi pernafasan dapat terjadi seperti nodul paru dapat bersamaan dengan kanker

dan pembentukan lesi kavitas. Bisa ditemukan perwadangan pada send cicroarytenoid dengan

gejaal suara serak dan nyeri pada laring, pleuritis ditemukan pada 20% penderita.2

Nodul rheumatoid ditemukan pada 20-30% penderita arthritis rheumatoid, biasanya

ditemukan pada permukaan ekstensor ekstremitas atau daerah penekanan lainnya tetapi bisa

juga ditemukan pada daerah skelera, pita suara atu vertebra. Selain itu komplikasi berupa

vaskulitis dapat terjadi berupa arteritis distal, perikarditis, neurpati perifer, lesi kutaneus,

8

Page 9: PBL Blok 14 Skenario 2

arteritis organ vicera, dan arteritis koroner. Terjadi peningkatan resiko pada penderita

perempuan, titer RF yang tinggi, mendapat terapi steroid dan mendapat beberapa macam

DMARD, berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya infark miokard.2

6. Prognosis

Prediktor prognosis buruk pada stadium dini arthritis rheumatoid antara lain skor

fungsional yang rendah, status sosialekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, ada riwayat

keluarga menderita arthritis rheumatoid, melibatkan banyak sendi, nilai CRP atau LED tinggi

saat permulaan penyakit, RF atau anti-CCP positif, ada perubahan radiologis di awal

penyakit, ada nodul rheumatoid/manifestasi ekstraartikular lainnya. Sebanyak 30% penderita

arthritis rheumatoid dengan manisfestasi penyakit berat tidak berhasil memenuhi kriteria

ACR 20 walaupun sudah mendapat berbagai macam terapi. Sedangkan penderita penyakit

lebih ringan memberikan respon yang baik dengan terapi.2,6

7. Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain menjaga berat badan. Merupakan faktor

yang penting agar bobot yang ditanggung oleh sendi menjadi ringan. Melakukan jenis

olahraga yang tidak banyak menggunakan persendian atau yang menyebabkan terjadinya

perlukaan sendi. Contohnya berenang dan olahraga yang bisa dilakukan sambil duduk dan

tiduran. Aktivitas olahraga hendaknya disesuaikan dengan umur. Jangan memaksa untuk

melakukan olahraga porsi berat pada usia lanjut. Tidak melakukan aktivitas gerak pun sangat

tidak dianjurkan. Meminum obat-obatan suplemen sendi (atas anjuran dokter).

Mengkonsumsi makanan sehat. Lakukan relaksasi dengan berbagai teknik. Hindari

gerakan yang meregangkan sendi jari tangan. Hal tersebut akan menyebabkan tekanan yang

tidak merata pada semua permukaan tulang. Selain itu penyuluhan untuk pemeliharaan

kesehatan juga diperlukan untuk mencegah terjadinya arthritis rheumatoid.7

8. Patofisiologi

Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid dimulai dari proliferasi makrofag dan

fibrioblas synovial setelah adanya faktor pencetus berupa autoimun atau infeksi.2,3 Limfosit

menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel yang selanjutnya

terjadi neovaskularisasi. Pemubuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh

bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang irregular pada jaringa

synovial yang mengalami inflamasi sehingga membentuk jaringan panus. Panus menginvasi

9

Page 10: PBL Blok 14 Skenario 2

dan merusak rawan sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase, dan

faktor pertumbuhan dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komlikasi

sistemik.

9. Epidemiologi

Pada kebanyakan populasi di dunia prevalensi arthritis rheumatoid relative konstan yaitu

berkisar antara 0,5-1%. Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima Indian dan Chipewwa

Indian masing-masing berkisar 5,3% dan 6,8%.8 Prevalensi arthritis rheumatoid di India dan

di Negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75%. Sedangkan di China, Indonesia, dan

Philipina prevalensinya kurang dari 0,4%, baik di daerah urban maupun rural.

Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah mendapatkan prevalensi arthritis rheumatoid

sebesar 0,2% di daerah rural dan 0.3% di daerah urban. Sedangkan penelitian yang dilakukan

di Malang pada penduduk berusia di atas 40 tahun mendapatkan prevalensi sebesar 0,5% di

daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah kabupaten. Di poliklinik Reumatlogi RSUPN Cipto

Mangunkusuo Jakarta, kasus baru arthritis rheumatoid merupakan 4,1% dari kasus baru tahun

2000 dan pada periode januari s/d juni 2007 didapatkan sebanyak 203 kasus arthritis

rheumatoid dari jumlah kunjugngan sebanyak 1346 orang (15,1%). Prevalensi arthritis

rheumatoid lebih banyak ditentukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan

rasio 3:1 dan dapat terjadi di semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi

didapatkan pada dekade keempat dan kelima.

10. Etiologi

Seperti yang telah dibahas arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang terjadi

pada individu rentan setelah respon imun terhadap agen pemicu yang tidak diketahui, selain

itu dapat juga disebabkan faktor genetik, hormone seks, faktor infeksi.3 Agen pemicunya

adalah bakteri, mikroplasma, atau virus yang menginfekssi sendi atau mirip secara antigenik.

Biasanya respon antibody awal terhadap mikroorganisme diperantarai oleh IgG. Walaupun

respon ini berhasil menghancurkan mikroorganisme, individu yang mengalami arthritis

rheumatoid mulai membentuk antibody lain, biasanya IgM atau IgG terhadap antibody IgG

awal. Antibodi yang ditujukan ke komponen tubuh sendiri disebut faktor rheumatoid

(rheumatoid factor, RF). RF menetap di kapsul sendi sehingga menyebabkan inflamasi kronis

dan kerusakan jaringan. Arthritis rheumatoid diperkirakan terjadi karena predisposisi genetic

terhadap penyakit autoimun. Wanita lebih sering terkena daripada pria. Ada bukti kuat bahwa

10

Page 11: PBL Blok 14 Skenario 2

berbagai sitokin, terutama faktor nekrsis tumor alfa (tumor necrosis factor alpha, TNF-α)

menyebabkan siklus inflamasi dan kerusakan sendi.

Kesimpulan

Kasus kali ini ialah seorang perempuan, 21 tahun datang ke poli klinik dengan keluhan

nyeri pada jari-jari tangan, dan pergelangan tangan pada tangan kanan dan kiri. Keluhan ini

sudah berlangsung selama 4 bulan ini. Pasien mengatakan ibunya juga sering mengelh nyeri

sendi terutama pada lutut kirinya. Pada skenario, pasien menderita arthritis rheumatoid yaitu

penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi

merupakan target utamanya. Penanganan yang tepat baginya yaitu terapi farmakologi berupa

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), kortikosteroid, Desease Modifing Anti

Rheumatoid Drugs (DMARDs), obat imunosupresif, dan suplemen antiokdsidan serta non

farmakologi berupa olahraga, menghindari kelebihan stress pada sendi, pembedahan,

akupuntur dan pijat. Prognosis baik jika penderita penyakit ringan memberikan respon yang

baik terhadap terapi.

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2007.h.191.

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam jilid III. Jakarta: InternaPublishing; 2009.h.2495-509.

3. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Ed. 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;

2007.h.347-9.

4. Baughman DC, Hackley JC. Keperawatan medikal-bedah: buku saku dari brunner &

suddarth. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.h.49.

5. Sustrani L, Alam S, Hadibroto I. Asam urat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama;

2007.h.21.

6. Patrick D. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Buku EGC; 2011.h.384.

7. Suratum, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien gangguan sistem musculoskeletal: seri

asuhan keperwatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.113.

8. Silman AJ, Pearson JE. Epidemiology and genetic of rheumatoid arthritis. Arthritis Res

2002; (2):S265-S272.

11