PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

61
BAB I PENDAHULUAN Anemia aplastik merupakan kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit, hipoplasia sumsum tulang dan makrositosis oleh karena terganggunya eritropoesis dan peningkatan jumlah fetal hemoglobin. 1 Konsep mengenai anemia aplastik pertama kali diperkenalkan pada tahun1988 oleh Paul Ehrlich. Ia melaporkan seorang wanita muda yang pucat dan panasdengan ulserasi gusi, menorrhagia, anemia berat dan leukopenia. Sewaktu dilakukan autopsi ditemukan tidak ada sumsum tulang yang aktif, dan Ehrlich kemudian menghubungkannya dengan adanya penekanan pada fungsi sumsum tulang. Pada tahun 1904, Chauffard memperkenalkan istilah anemia aplastik Tidak ada data akurat yang tersedia tentang kejadian anemia aplastik karena insiden penyakit anemia aplastik di dunia tergolong jarang, berkisar 2-6 kasus per 1 juta penduduk pada negara-negara Eropa, dan 0,6- 1

description

gfdgdfgdfg

Transcript of PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Page 1: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia aplastik merupakan kelainan hematologik yang ditandai dengan

penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan

produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang

diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan

dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit,

hipoplasia sumsum tulang dan makrositosis oleh karena terganggunya eritropoesis

dan peningkatan jumlah fetal hemoglobin.1

Konsep mengenai anemia aplastik pertama kali diperkenalkan pada

tahun1988 oleh Paul Ehrlich. Ia melaporkan seorang wanita muda yang pucat dan

panasdengan ulserasi gusi, menorrhagia, anemia berat dan leukopenia. Sewaktu

dilakukan autopsi ditemukan tidak ada sumsum tulang yang aktif, dan Ehrlich

kemudian menghubungkannya dengan adanya penekanan pada fungsi sumsum

tulang. Pada tahun 1904, Chauffard memperkenalkan istilah anemia aplastik

Tidak ada data akurat yang tersedia tentang kejadian anemia aplastik

karena insiden penyakit anemia aplastik di dunia tergolong jarang, berkisar 2-6

kasus per 1 juta penduduk pada negara-negara Eropa, dan 0,6-6,1 kasus per juta

penduduk di Amerika Serikat. Namun di Asia dikatakan bahwa insiden penyakit

ini lebih besar yaitu berkisar 6-14 kasus per 1 juta penduduk. Ini dilihat dari

insiden anemia aplastik di Thailand mencapai 4-6 kasus per 1 juta penduduk dan

sebesar 14 kasus per 1 juta penduduk di Jepang. Anemia Aplastik dapat terjadi

pada semua golongan usia, serta dapat diturunkan secara genetik ataupun didapat.

Insiden anemia aplastik didapat mencapai puncak pada golongan umur 20-25

tahun, sedangkan jumlah tertinggi kedua berada pada golongan usia diatas 60

tahun. Rasio anemia aplastik pada pria dan wanita adalah 1:1, namun perjalanan

penyakit serta manifestasi klinis pada pria lebih berat dibandingkan wanita.2

Mekanisme primer terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui

kerusakan pada sel induk (seed theory), kerusakan lingkungan mikro (soil theory)

dan melalui mekanisme imunologi (immune suppression). Mekanisme ini terjadi

1

Page 2: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

melalui berbagai faktor (multi faktorial) yaitu : familial (herediter), idiopatik

(penyebabnya tidak dapat ditemukan) dan didapat yang disebabkan oleh obat-

obatan, bahan kimia, radiasi ion, infeksi, dan kelainan imunologis.3 Anemia

aplastik merupakan kegagalan hematopoiesis yang relatif jarang dijumpai namun

berpotensi mengancam nyawa.4

Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif,

gejala objektif, pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala

subjektif dan objektif merupakan manifestasi pansitopenia yang terjadi. Namun,

gejala dapat bervariasi dan tergantung dari sel mana yang mengalami depresi

paling berat.Diagnosa pasti anemia aplastik adalah berdasarkan pemeriksaan

darah dan pemeriksaan sumsum tulang. Penegakkan diagnosa secara dini

sangatlah pentingsebab semakin dini penyakit ini didiagnosis kemungkinan

sembuh secara spontanatau parsial semakin besar.

Anemia aplastik merupakan penyakit yang akan diderita seumur hidup.

Prognosis atau perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi, tetapi tanpa

pengobatan pada umumnya memberikan prognosis yang buruk. Prognosis pada

kasus berat dan progresif, rata-rata meninggal dalam 3 bulan (10-15% kasus),

pasien dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisi dan relapse dapat

meninggal dalam 1 tahun (50% kasus), pasien yang mengalami remisi sempurna

atau parsial (sebagian kecil pasien). Oleh karena itu, diperlukan kerjasama tim

medis, pasien, serta keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini.

Edukasi terhadap pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang

memungkinkan akan sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta

diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup penderita.

2

Page 3: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Anemia Aplastik

Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang

ditandai dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang.4 Pada anemia

aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga

menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan

trombositopenia.9 Istilah anemia aplastik sering juga digunakan untuk menjelaskan

anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab apapun. Sinonim lain yang

sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia aregeneratif, aleukia

hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik toksik.1

2.2 Epidemiologi

Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia,

berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun.2 Analisis

retrospektif di Amerika Serikat memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar

antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk pertahun.9 The Internasional Aplastic

Anemia and Agranulocytosis Study dan French Study memperkirakan ada 2 kasus

persejuta orang pertahun.2,9 Frekuensi tertinggi anemia aplastik terjadi pada orang

berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun.

Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kira-kira 7

kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5

kasus persejuta penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur

lebih besar daripada di negara Barat belum jelas.9 Peningkatan insiden ini

diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan

dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti

dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di

Amerika.5

2.3 Klasifikasi Anemia Aplastik

Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :

3

Page 4: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

A. Klasifikasi menurut kausa2 :

1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira

50% kasus.

2. Sekunder : bila kausanya diketahui.

3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan,

misalnya anemia Fanconi

B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.3,9,10

Anemia aplastik berat

Anemia aplastik sangat berat

Anemia aplastik bukan berat

- Seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50%

dengan <30% sel hematopoietik residu, dan

- Dua dari tiga kriteria berikut :

netrofil < 0,5x109/l

trombosit <20x109 /l

retikulosit < 20x109 /l

Sama seperti anemia aplastik berat kecuali

netrofil <0,2x109/l

Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia

aplastik berat atau sangat berat; dengan sumsum

tulang yang hiposelular dan memenuhi dua dari

tiga kriteria berikut :

- netrofil < 1,5x109/l

- trombosit < 100x109/l

- hemoglobin <10 g/dl

2.4 Etiologi Anemia Aplastik

4

Page 5: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia.

Akan tetapi, kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti

penyebabnya tidak diketahui.4,11 Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi

virus dan dengan penyakit lain (Tabel 2).

Tabel 2. Klasifikasi Etiologi Anemia aplastik.6,12

Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)

Anemia aplastik sekunder

  Radiasi

  Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

     Efek regular

       Bahan-bahan sitotoksik

       Benzene

     Reaksi Idiosinkratik

       Kloramfenikol

       NSAID

       Anti epileptik

       Emas

       Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya

  Virus

     Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)

     Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)

     Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)

     Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)

  Penyakit-penyakit Imun

     Eosinofilik fasciitis

     Hipoimunoglobulinemia

     Timoma dan carcinoma timus

     Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi

  Paroksismal nokturnal hemoglobinuria

  Kehamilan

5

Page 6: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Idiopathic aplastic anemia

Anemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)

Anemia Fanconi

   Diskeratosis kongenita

   Sindrom Shwachman-Diamond

   Disgenesis reticular

   Amegakariositik trombositopenia

   Anemia aplastik familial

   Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)

   Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)

  

2.4.1 Radiasi

Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi

dimana stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana

jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat

sensitif.4,12 Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia

aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan

menyebabkan fibrosis.2

Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis

dan luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi

dapat digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan

sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar

sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh efek radiasi

tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada

dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar X).

Jumlah sel darah dapat berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan

2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis

radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan kerusakan

sumsum tulang pada dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien menerima

transplantasi sumsum tulang. Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi

eksterna juga dapat menyebabkan anemia aplastik.13

6

Page 7: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

2.4.2 Bahan-bahan Kimia

Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan

anemia aplastik dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia yang

lain seperti insektisida dan logam berat juga berhubungan dengan anemia yang

berhubungan dengan kerusakan sumsum tulang dan pansitopenia.13

2.4.3 Obat-obatan

Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat

berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada

seseorang dengan predisposisi genetik. Yang sering menyebabkan anemia aplastik

adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah

fenilbutazon, senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik

misalnya mieleran atau nitrosourea.2

Tabel 3. Obat-obatan yang menyebabkan Anemia Aplastik9

Kategori Resiko Tinggi Resiko Menengah

Resiko Rendah

Analgesik     Fenasetin, aspirin, salisilamide

Anti aritmia     Kuinidin, tokainid

Anti artritis   Garam Emas Kolkisin

Anti konvulsan   Karbamazepin, hidantoin, felbamat

Etosuksimid, Fenasemid, primidon, trimethadion, sodium valproate

Anti histamin     Klorfeniramin, pirilamin, tripelennamin

Anti hipertensi     Captopril, methyldopa

Anti inflamasi   Penisillamin, fenilbutazon, oksifenbutazon

Diklofenak, ibuprofen, indometasin, naproxen, sulindac

Anti mikroba

 Anti bakteri   Kloramfenikol Dapsone, metisillin, penisilin, streptomisin, β-lactam antibiotik 

7

Page 8: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Kategori Resiko Tinggi Resiko Menengah

Resiko Rendah

 Anti fungal     Amfoterisin, flusitosin

 Anti protozoa   Kuinakrine Klorokuin, mepakrin, pirimetamin

Obat Anti neoplasma

 Alkylating agen

Busulfan, cyclophosphamide, melphalan, nitrogen mustard

   

 Anti metabolit Fluorourasil, mercaptopurine, methotrexate

   

 Antibiotik Sitotoksik

Daunorubisin, doxorubisin, mitoxantrone

   

Anti platelet     Tiklopidin

Anti tiroid     Karbimazol, metimazol, metiltiourasil, potassium perklorat, propiltiourasil, sodium thiosianat

Sedative dan tranquilizer

    Klordiazepoxide, Klorpromazine (dan fenothiazin yang lain), lithium, meprobamate, metiprilon

Sulfonamid dan turunannya

 Anti bakteri     Numerous sulfonamides

 Diuretik   Acetazolamide Klorothiazide, furosemide

 Hipoglikemik     Klorpropamide, tolbutamide

Lain-lain     Allopurinol, interferon, pentoxifylline

Catatan : Obat dengan dosis tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang

disebut resiko tinggi. Obat dengan 30 kasus dilaporkan menyebabkan anemia

aplastik merupakan resiko menengah dan selainnya yang lebih jarang merupakan

resiko rendah.

8

Page 9: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

2.4.4 Infeksi

Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis,

virus Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang

paling sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah

terinfeksi hepatitis. Walaupun anemia aplastik jarang diakibatkan hepatitis akan

tetapi terdapat hubungan antara hepatitis seronegatif fulminan dengan anemia

aplastik.. Parvovirus B19 dapat menyebabkan krisis aplasia sementara pada

penderita anemia hemolitik kongenital (sickle cell anemia, sferositosis herediter,

dan lain-lain). Pada pasien yang imunokompromise dimana gagal memproduksi

neutralizing antibodi terhadap Parvovirus suatu bentuk kronis red cell aplasia

dapat terjadi.8,12,13

Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum

tulang, biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus

dapat menyebabkan kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu dengan

infeksi dan sitolisis sel hematopoiesis atau secara tidak langsung melalui induksi

imun sekunder, inisiasi proses autoimun yang menyebabkan pengurangan stem sel

dan progenitor sel atau destruksi jaringan stroma penunjang.4

2.4.5 Faktor Genetik

Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan

sebagian dari padanya diturukan menurut hukum mendell, contohnya anemia

Fanconi. Anemia Fanconi merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai

oleh hipoplasia sumsung tulang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu

jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan

limpa.2

2.4.7 Anemia Aplastik pada Keadaan/Penyakit Lain

1. Pada leukemia limfoblastik akut kadang-kdang ditemukan pansitopenia dengan

hipoplasia sumsum tulang.2

2. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH).

9

Page 10: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Penyakit ini dapat bermanifestasi berupa anemia aplastik. Hemolisis disertai

pansitopenia mengkin termasuk kelainan PNH.2

3. Kehamilan

Kasus kehamilan dengan anemia aplastik telah pernah dilaporkan, tetapi

hubungan antara dua kondisi ini tidak jelas. Pada beberapa pasien, kehamilan

mengeksaserbasi anemia aplastik yang telah ada dimana kondisi tersebut akan

membaik lagi setelah melahirkan. Pada kasus yang lain, aplasia terjadi selama

kehamilan dengan kejadian yang berulang pada kehamilan-kehamilan

berikutnya.9

2.5 Patogenesis11

Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia

aplastik yang diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi

disebabkan oleh ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang

didapatkan (acquired aplastic anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel

oleh agen toksik, misalnya radiasi. Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik

yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel.

Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik

yang paling sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang

langka. Kromosom pada penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali)

mengalami perubahan DNA akibat obat-obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien

dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi aplasia, myelodysplastic

sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga

mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal

ini menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi,

contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara).

Mekanisme bagaimana berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia aplastik

dari sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA masih belum diketahui dengan

pasti.

Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat

disebabkan oleh paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen

10

Page 11: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

ini dapat menyebabkan rantai DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis

DNA dan RNA.

Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin

merupakan mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun

mekanismenya belum diketahui benar, tampaknya T limfosit sitotoksik berperan

dalam menghambat proliferasi stem sel dan mencetuskan kematian stem sel.

“Pembunuhan” langsung terhadap stem sel telah dihipotesa terjadi melalui

interaksi antara Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada

pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram

(apoptosis).

2.6 Gejala dan Pemeriksaan Fisis Anemia Aplastik

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala

yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan

menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah,

dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan

elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan

penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan

gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu

dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-

organ.7 Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering

dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi

kadang-kadang juga dikeluhkan.1

Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan

rutin Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel 4). Pada tabel 4

terlihat bahwa pendarahan, lemah badan dan pusing merupakan keluhan yang

paling sering dikemukakan.

Tabel 4. Keluhan Pasien Anemia Apalastik (n=70)2

Jenis Keluhan %

Pendarahan 83

11

Page 12: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Lemah badan

Pusing

Jantung berdebar

Demam

Nafsu makan berkurang

Pucat

Sesak nafas

Penglihatan kabur

Telinga berdengung

80

69

36

33

29

26

23

19

13

Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada

tabel 5 terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan

pendarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali,

yang sebabnya bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien

sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya

splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.2

Tabel 5. Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik2

Jenis Pemeriksaan Fisik %

Pucat

Pendarahan

Kulit

Gusi

Retina

Hidung

Saluran cerna

Vagina

Demam

Hepatomegali

Splenomegali

100

63

34

26

20

7

6

3

16

7

0

12

Page 13: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

2.7 Pemeriksaan Penunjang

2.7.1 Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan Darah

Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia

yang terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda

regenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi

menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-kadang pula dapat ditemukan

makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.2

Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah

putih menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif

terdapat pada lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan

trombosit kurang dari 20.000/mm3 menandakan anemia aplastik berat. Jumlah

neutrofil kurang dari 200/mm3 menandakan anemia aplastik sangat berat.2,9

Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas

normal. Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau

trombosit bukan merupakan gambaran klasik anemia aplastik yang didapat

(acquired aplastic anemia). Pada beberapa keadaan, pada mulanya hanya

produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya menjadi red sel

aplasia atau amegakariositik trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini

produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa

minggu sehingga diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan.9

Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya

memanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya

trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak dan

mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.2

Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis,

termasuk erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni

myeloid. Kadar Fe serum biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan

penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.9

b. Pemeriksaan sumsum tulang

13

Page 14: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan

daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis.

Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih

menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan

elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang ditemukan

sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula

dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit

rendah.9

Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara

kualitatif maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan

gambaran hiposelular. Aspirasi dapat memberikan kesan hiposelular akibat

kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah perifer), atau dapat terlihat

hiperseluler karena area fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum

tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis.9,12

Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari

30% sel pada individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20%

pada individu yang berumur lebih dari 60 tahun.8

International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat

bila selularitas sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan

kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.9

2.7.2 Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom

kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya

memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic

Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran

elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.

2.8 Diagnosa3,9,10

Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah dan dan

pemeriksaan sumsum tulang. Pada anemia aplastik ditemukan pansitopenia

14

Page 15: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

disertai sumsum tulang yang miskin selularitas dan kaya akan sel lemak

sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pansitopenia dan hiposelularitas

sumsum tulang tersebut dapat bervariasi sehingga membuat derajat anemia

aplastik (lihat tabel 1).

2.9 Diagnosa Banding

Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai

dengan pansitopenia perifer. Beberapa penyebab pansitopenia terlihat pada tabel

6.

Table 6 Penyebab Pansitopenia14

Kelainan sumsum tulang

   Anemia aplastik

   Myelodisplasia

   Leukemia akut

   Myelofibrosis

   Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia

   Anemia megaloblastik

Kelainan bukan sumsum tulang

   Hipersplenisme

   Sistemik lupus eritematosus

   Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis

Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu

sindrom myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma

myelodisplasia tampak hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat

membedakan anemia aplastik dengan sindrom myelodisplastik yaitu pada

myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang abnormal (misalnya

poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-Pelger- Hüet), prekursor eritroid

sumsum tulang pada myelodisplasia menunjukkan gambaran disformik serta

sideroblast yang patologis lebih sering ditemukan pada myelodisplasia daripada

15

Page 16: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

anemia aplastik. Selain itu, prekursor granulosit dapat berkurang atau terlihat

granulasi abnormal dan megakariosit dapat menunjukkan lobulasi nukleus

abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler).9

Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik

yaitu dengan adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau

dengan adanya sitogenetik abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga

biasanya disertai limfadenopati, hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi.7,14

Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik. Hairy

cell leukemia dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya

splenomegali dan sel limfoid abnormal pada biopsi sumsum tulang.14

Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya disebabkan

oleh sistemik lupus eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme. Selularitas

sumsum tulang yang normoselular jelas membedakannya dengan anemia aplastik.

2.10 PenatalaksanaanAnemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat granulositopenia dan monositopenia memerlukan

tatalaksana untuk menghilangkan kondisi yang potensial mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien (lihat tabel 7).9

Tabel 7. Manajemen Awal Anemia Aplastik9

Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga

menjadi penyebab anemia aplastik.

Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.

Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang

dibutuhkan.

Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.

Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme

spesifik tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila

berat badan kurang dan infeksi ada (misalnya oleh bakteri gram negatif dan

jamur) pertimbangkan transfusi granulosit dari donor yang belum mendapat

terapi G-CSF.

16

Page 17: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan

histocompatibilitas pasien, orang tua dan saudara kandung pasien.

Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu

transplantasi stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG,

siklosporin dan metilprednisolon) atau pemberian dosis tinggi siklofosfamid.9

Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi imunosupresi atau transplantasi

sumsum tulang. Faktor-faktor seperti usia pasien, adanya donor saudara yang

cocok (matched sibling donor), faktor-faktor resiko seperti infeksi aktif atau

beban transfusi harus dipertimbangkan untuk menentukan apakah pasien paling

baik mendapat terapi imunosupresif atau transplantasi sumsum tulang. Pasien

yang lebih muda umumnya mentoleransi transplantasi sumsum tulang lebih baik

dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host Disease). Pasien yang lebih

tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan terapi imunosupresif.

Suatu algoritme terapi dapat dipakai untuk panduan penatalaksanaan anemia

aplastik.15

Gambar 1. Algoritme penatalaksanaan pasien anemia aplastik berat.15

a. Pengobatan Suportif15

Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa

packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan

pasien dengan penyakit kardiovaskular.

Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3.

Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit

dibawah 20.000/mm3 sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor

acak. Transfusi trombosit konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan

17

Page 18: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan

yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).

Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan

tidak dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya.

Masa hidup leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.

b. Terapi Imunosupresif

Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte

globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA).

ATG atau ALG diindikasikan pada15 :

- Anemia aplastik bukan berat

- Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok

- Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat

pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit

lebih dari 200/mm3

Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan

mungkin melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal

dan stimulasi langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis.15

Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi

alergi ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan

kortikosteroid.15 Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan

menghambat aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit sitotoksik.15 Sebuah

protokol pemberian ATG dapat dlihat pada tabel 8.11

Tabel 8. Protokol Pemberian ATG pada anemia aplastik11

Dosis test ATG :

ATG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc disuntikan intradermal pada lengan

dengan saline kontrol 0,1 cc disuntikkan intradermal pada lengan sebelahnya.

Bila tidak ada reaksi anafilaksis, ATG dapat diberikan.

Premedikasi untuk ATG (diberikan 30 menit sebelum ATG) :

Asetaminofen 650 mg peroral

Difenhidrahim 50 mg p.o atau intravena perbolus

18

Page 19: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Hidrokortison 50 mg intravena perbolus

Terapi ATG :

ATG 40 g/kg dalam 1000 cc NS selama 8-12 jam perhari untuk 4 hari

Obat-obat yang diberikan serentak dengan ATG :

Prednison 100 mg/mm2 peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan dengan ATG

dan dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum

sickness, tapering dosis setiap 2 minggu.

Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon

maksimal kemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih lambat. Pasien usia 50

tahun atau lebih mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus

diturunkan bila terdapat kerusakan fungsi ginjal atau peningkatan enzim

hati.

Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison.

Kombinasi ATG, siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi

sebesar 70% pada anemia aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon

memiliki angka remisi sebesar 46%.15

Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi

imunosupresif. Pernyataan ini didasarkan karena stem sel hematopoiesis memliki

kadar aldehid dehidrogenase yang tinggi dan relatif resisten terhadap

siklofosfamid. Dengan dasar tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat

imunosupresif daripada myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai terapi lini

pertama tidak jelas sebab toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari

pada kombinasi ATG dan siklosporin.9 Pemberian dosis tinggi siklofosfamid

sering disarankan untuk imunosupresif yang mencegah relaps. Namun, hal ini

belum dikonfirmasi. Sampai kini, studi-studi dengan siklofosfamid memberikan

lama respon leih dari 1 tahun. Sebaliknya, 75% respon terhadap ATG adalah

dalam 3 bulan pertama dan relaps dapat terjadi dalam 1 tahun setelah terapi

ATG.15

c. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)

Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian

faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid anabolik.15

19

Page 20: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon

terhadap siklus imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang

refrakter ATG kuda tercapai dengan siklus kedua ATG kelinci.15

Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik seperti Granulocyte-

Colony Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil

akan tetapi neutropenia berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter.

Peningkatan neutrofil oleh stimulating faktor ini juga tidak bertahan lama.

Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik tidak boleh dipakai sebagai satu-

satunya modalitas terapi anemia aplastik. Kombinasi G-CSF dengan terapi

imunosupresif telah digunakan untuk terapi penyelamatan pada kasus-kasus yang

refrakter dan pemberiannya yang lama telah dikaitkan dengan pemulihan hitung

darah pada beberapa pasien.11,15

Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin

dan sel-sel induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia

aplastk ringan dan pada anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat.

Androgen digunakan sebagai terapi penyelamatan untuk pasien yang refrakter

terapi imunosupresif.9,15

d. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien

anemia aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan

HLA. Akan tetapi, transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada

sebagan kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan

kecocokan HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi

primer belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila

mendapatkan terapi imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin

meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor

(Graft Versus Host Disesase/GVHD).15 Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti

memiliki respon yang lebih jelek dibandingkan pasien yang berusia muda.9,10

20

Page 21: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Gambar 2. Kelangsungan hidup pada pasien yang mendapatkan transplantasi

sumsum tulang dari donor saudara dengan HLA yang cocok hubungannya dengan

umur.10

Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival

yang lebih baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif.10 Pasien

dengan umur kurang dari 50 tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG)

maka pemberian transplantasi sumsum tulang dapat dipertimbangkan.15 Akan

tetapi survival pasien yang menerima transplanasi sumsum tulang namun telah

mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek daripada pasien yang belum

mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.9,10

Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan

transfusi selama beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat

mungkin diambil dari donor yang bukan potensial sebagai donor sumsum tulang.

Hal ini diperlukan untuk mencegah reaksi penolakan cangkokan (graft rejection)

karena antibodi yang terbentuk akibat tansfusi.15

Kriteria respon terapi menurut kelompok European Marrow

Transplantation (EBMT) adalah sebagai berikut15 :

- Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm3 dan

trombosit sekurang-kurangnya 100.000/mm3.

21

Page 22: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

- Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah 2000/mm3

dan trombosit dibawah 100.000/mm3.

- Refrakter : tidak ada perbaikan.

2.11 Prognosis9

Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit.

Jumlah absolut netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah

netrofil kurang dari 500/l (0,5x109/liter) dipertimbangkan sebagai anemia aplastik

berat dan jumlah netrofil kurang dari 200/l (0,2x109/liter) dikaitkan dengan

respon buruk terhadap imunoterapi dan prognosis yang jelek bila transplantasi

sumsum tulang allogenik tidak tersedia. Anak-anak memiliki respon yang lebih

baik daripada orang dewasa. Anemia aplastik konstitusional merespon sementara

terhadap androgen dan glukokortikoid akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien

mendapatkan transplantasi sumsum tulang.

Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien yang

berusia kurang dari 20 tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40 tahun

dan sekitar 50% pada pasien berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak

40% pasien yang bertahan karena mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan

menderita gangguan akibat GVHD kronik dan resiko mendapatkan kanker sekitar

11% pada pasien usia tua atau setelah mendapatkan terapi siklosporin sebelum

transplantasi stem sel. Hasil yang terbaik didapatkan pada pasien yang belum

mendapatkan terapi imunosupresif sebelum transplantasi, belum mendapatkan

dan belum tersensitisasi dengan produk sel darah serta tidak mendapatkan iradiasi

dalam hal conditioning untuk transplantasi.

Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi

kombinasi imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa pasien

setelah terapi memiliki jumlah sel darah yang normal, banyak yang kemudian

mendapatkan anemia sedang atau trombositopenia. Penyakit ini juga akan

berkembang dalam 10 tahun menjadi proxysmal nokturnal hemoglobinuria,

sindrom myelodisplastik atau akut myelogenous leukimia pada 40% pasien yang

pada mulanya memiliki respon terhadap imunosupresif. Pada 168 pasien yang

22

Page 23: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

mendapatkan transplantasi sumsum tulang, hanya sekitar 69% yang bertahan

selama 15 tahun dan pada 227 pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif,

hanya 38% yang bertahan dalam 15 tahun.

Pengobatan dengan dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal

yang sama dengan kombinasi ATG dan siklosporin. Namun, siklofosfamid

memiliki toksisitas yang lebih besar dan perbaikan hematologis yang lebih lambat

walaupun memiliki remisi yang lebih bertahan lama.

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : NKY

Umur : 37 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Suku : Bali

Bangsa : Indonesia

Agama : Hindu

Pendidikan : Tamat SLTA

Status perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Br. Angga Swara, Jimbaran Kuta Selatan.

3.2 Anamnesis

Keluhan utama : Badan lemas

Riwayat Penyakit Sekarang

23

Page 24: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Pasien datang dengan keluhan lemas yang dirasakan sejak 5 hari SMRS dan

memberat sejak 2 hari SMRS. Lemas dirasakan pada seluruh tubuh dan terjadi

terus menerus sepanjang hari. Lemas dirasakan seperti tidak bertenaga. Lemas

dirasakan paling berat saat pasien berubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk

atau dari posisi duduk ke posisi berdiri. Lemas tidak membaik dengan istirahat.

Karena keluhan lemas ini pasien tidak dapat bekerja, pasien hanya bisa berbaring

dan duduk-duduk saja sepanjang hari. Keluhan lemas ini sudah sering dirasakan

pasien sejak kurang lebih 4 tahun yang lalu dan hilang timbul.

Pasien juga mengeluh mengalami pusing sejak 4 hari sebelum masuk

rumah sakit. Pusing dikatakan timbul bersamaan dengan keluhan lemas, pusing

dirasakan terus-menerus sepanjang hari dan tidak hilang dengan istirahat. Pusing

dirasakan paling berat saat pasien mengubah posisi dari duduk atau jongkok ke

posisi berdiri. Pasien juga mengeluhkan pengelihatannya sering berkunang-

kunang dan keluhan ini timbul bersamaan dengan keluhan lemas, dan memberat

apabila melakukan aktifitas fisik. Keluhan ini biasanya berkurang setelah pasien

beristirahat. Pasien juga mengatakan mengalami demam sejak 1 hari SMRS,

demam dikatakan tidak terlalu tinggi dan dirasakan seperti meriang. Batuk (-),

sesak (-).

Pasien merasa kulitnya mejadi lebih pucat. Mimisan serta menstruasi yang

banyak dan lama disangkal. Riwayat kedua mata berwarna kuning disangkal oleh

pasien. Riwayat memakai obat – obatan dalam jangka waktu lama atau sedang

mengalami pengobatan kemoterapi maupun radioterapi juga disangkal.

Pasien mengatakan nafsu makan dan minumnya tidak mengalami

penurunan. Begitu juga berat badan pasien juga dikatakan tidak mengalami

penurunan. Riwayat nyeri tulang yang hebat dan adanya perut yang membesar

juga disangkal. BAK dikatakan normal dan tidak ada keluhan. BAB dikatakan

normal dan tidak pernah mengalami keluhan berak kehitaman.

Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan yang sama sudah mulai dirasakan oleh pasien sejak 4 tahun yang

lalu dan sudah didiagnosis anemia aplastik. Pasien telah berobat ke RS

24

Page 25: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Sanglah dan mendapatkan pengobatan anemia aplastik sejak 4 tahun yang

lalu.

Riwayat opname 1 minggu yang lalu, karena mendapatkan transfusi darah

Pasien rutin mendapatkan transfusi darah setiap bulannya di RSUP

Sanglah.

Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit kuning, jantung,

diabetes maupun asma serta penyakit sistemik lain.

Riwayat Keluarga

Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama

serta tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit kuning, jantung,

hati, diabetes maupun asma serta penyakit sistemik lain.

Riwayat Sosial

Pasien seorang wanita berusia 37 tahun bekerja sebagai pegawai toko, namun

semenjak terdiagnosis anemia aplastik pasien hanya melakukan aktifitas ringan di

rumah, hal ini dikarenakan pasien mudah lelah. Pasien makan dengan cukup gizi

dengan kandungan nasi, daging/ikan, dan sayur.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Tanda- tanda vital

Kedaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Gizi : Baik

GCS : E4 V5 M6

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88 x / mnt

RR : 20 x/ mnt

Tax : 36,5 0C

Berat badan : 45 kg

Tinggi badan : 152 cm

BMI : 19,4 kg/m2

25

Page 26: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Pemeriksaan Khusus

Mata : anemis +/+, ikterus -/-, reflek pupil +/+ Isokor

THT : tonsil T1/T1, faring normal, atrofi pupil lidah (-)

Mulut : lidah : plak (-), hiperemi (-)

Bibir : pucat (-)

Perdarahan gusi (-)

Leher : JVP + 0 cm H2O, pembesaran kelenjar (-), peteki (-)

Torak :

Cor : Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba, kuat angkat (-), thrill(-)

Parkusi : Batas atas jantung ICS 2 sinistra

Batas kanan jantung parasternal line dekstra

Batas kiri jantung midclavicula line sinistra ICS 5

Auskultasi : S1S2 tunggal regular murmur (-)

Pulmoner : Inspeksi : simetris

Palpasi : vokal fremitus N/N, nyeri tekan (-).

Parkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Inspeksi : distensi (-)

Auskultasi: Bising Usus (+) normal

Palpasi : Hepar : tak teraba, nyeri tekan (-)

Lien : tak teraba

Balotement : -/-

Perkusi : timpani +, troube space +

Nyeri ketok CVA (-)

Ekstremitas : Hangat : +/+ / +/+

Edema : -/- / -/-

Petekie : -/- / -/-

3.4 Pemeriksaan Penunjang

26

Page 27: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Pemeriksaan Darah lengkap ( 4 Oktober 2012)

Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan

WBC

- Neu %

- Lym %

- Mo %

- Eo %

- Ba %

- Neu #

- Lym #

- Mo #

- Eo #

- Ba #

4,04

60,20

28,60

6,10

1,80

0,60

2,43

1,15

0,25

0,07

0,02

4.10 – 11.00

47.00 – 89.00

13.00 – 40.00

2.00 – 11.00

0.00 – 5.00

0.00 – 2.00

2.50 – 7.50

1.00 – 4.00

0.10 – 1.20

0.00 – 0.50

0.00 – 0.10

Rendah

Rendah

Rendah

RBC 2,62 4,00 – 5,20 Rendah

HGB 6,80 12,00 – 16,00 Rendah

HCT 20,30 36,00 – 46,00 Rendah

MCV 77,60 80,00 – 100,00

MCH 26,20 26,00 – 34,00

MCHC 33,70 31,00 – 36,00

RDW 18,10 11,60 – 14,80 Tinggi

PLT 146,00 140,00 – 440,00

MPV 10,70 6,80 – 10,00 Tinggi

Pemeriksaan Kimia Klinik (4 Oktober 2012)

Pemeriksaan Hasil Rentang

Normal

Keterangan

Feritin >1200 13,00 – 150,00 Tinggi

27

Page 28: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Pemeriksaan Kimia Klinik (4 Oktober 2012)

Pemeriksaan Hasil Rentang Normal Keterangan

Glukosa darah puasa 187,00 80,00 – 100,00 Tinggi

Glukosa darah 2 jam 217,00 80,00 – 140,00 Tinggi

Fe 184,00 50,00 – 170,00 Tinggi

TIBC 165,90 261,00 – 478,00 Rendah

3.5 Diagnosis

Anemia Aplastik

DM Tipe lainnya

3.6 Penatalaksanaan

Pada saat dirumah sakit (4 Oktober 2012)

- Masuk Rumah Sakit (MRS), tirah baring total

- Transfusi PRC s/d Hb ≥ 10 g/dL

- Diferoksamin 1 ampul dalam NS 250 cc, 12 tpm

- Exjade 2 x 1

- Humulin R 3 x 10 IU

- Humulin N 3 x12 IU

Pengobatan di rumah :

Humulin R

Exjade 2x1

Pdx : Cek DL, BSN, 2 jam PP @ 1 bulan

28

Page 29: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

BAB IV

KUNJUNGAN LAPANGAN

4.1 Alur Kunjungan Lapangan

Kunjungan yang dilakukan pada tanggal 14 Oktober 2012 bertempat di

rumah pasien Jln. Goa Gong, Br. Angga Swara, Jimbaran, Badung. Kami

mendapat sambutan yang baik dari pasien dan keluarga. Adapun tujuan

diadakannya kunjungan lapangan ini adalah untuk mengenal lebih dekat

kehidupan pasien serta mengidentifikasi masalah yang ada pada pasien. Selain itu

kunjungan lapangan ini juga memberikan edukasi tentang penyakit yang dialami

pasien serta memberikan dorongan semangat kepada pasien. Pasien dalam kasus

ini telah mengalami anemia aplastik.

4.2 Identifikasi Masalah

Adapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala pasien dalam

hal menghadapi penyakitnya :

1. Awalnya pasien merasa takut terhadap Rumah Sakit. Pasien mengatakan

tidak senang dengan suasana di rumah sakit, sering kali pasien merasa

ketakutan dan merasa tidak nyaman jika berada di rumah sakit. Namun,

karena penyakit pasien yang mendapatkan terapi sepanjang hidupnya dan

29

Page 30: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

pasien juga rutin mendapat transfusi darah hampir setiap bulannya,

mengakibatkan pasien terbiasa dengan aktifitas tersebut dan mulai merasa

nyaman setiap masuk rumah Sakit.

2. Masalah biaya pengobatan yang lama dan hasil yang tidak signifikan. Pasien

sudah kira-kira berobat selama 4 tahun, dan telah sering opname di RS

Sanglah. Awalnya pasien dan keluarga bingung mengenai pembiayaan. Di

sini pasien telah menggunakan sistem jaminan kesehatan masyarakat. Pasien

belum mengerti sepenuhnya mengenai alur pembiayaannya, namun hal

tersebut sudah terselesaikan.

3. Semenjak sakit pasien merasa mudah lelah dan seringnya pasien melakukan

transfusi darah menyebabkan pasien terpaksa harus cukup sering ijin dari

pekerjaannya, sehingga pasien memutuskan untuk tidak bekerja lagi.

4. Sehari-hari pasien lebih banyak menghabiskan waktunya untuk duduk di

rumah dan hanya melalukan aktifitas yang ringan saja, tanpa melakukan

aktifitas yang berarti karena apabila pasien beraktifitas terlalu berat dan

apabila melakukan kegiatan diluar rumah yang cukup lama pasien merasa

lemas. Terkadang pasien merasa bosan hanya tinggal dirumah saja. Hal ini

membuat kualitas hidup pasien menurun dan hubungan sosial pasien dengan

lingkungan dan tetangga sekitar menjadi menurun karena pasien sudah tidak

bisa lagi ikut dalam kegiatan-kegiatan di lingkungannya.

4.3 Analisis Kebutuhan Pasien

a. Kebutuhan fisik-biomedis

Kecukupan Gizi

Kecukupan Gizi

Nutrisi Harian Keluarga

Jenis Jumlah Jadwal/hari Jadwal/minggu

Karbohidrat

Nasi

Roti

1 prg nasi

1-2 bungkus

3 kali

Tidak tentu

21 kali

-

30

Page 31: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Mie

Lainnya

Protein

Hewani

Nabati

Susu

Buah

Lainnya

-

-

1-2 potong

1-2 potong

1 gelas

2 biji/potong

-

-

2 kali

3 kali

2 kali

Tidak tentu

-

-

14 kali

21 kali

14 kali

2 kali

Menurut pengakuan pasien, dalam sehari pasien makan tiga kali sehari dengan

uraian menu untuk sarapan berupa nasi, temper/tehu/telur, dan sayur,

sedangkan untuk makan siang dan malam menunya adalah nasi, daging,

tempe/tahu, dan sayur. Kadang-kadang ditambah buah-buahan. Pasien

mengaku tidak mengalami kendala dalam pola makannya, serta nafsu makan

justru dikatakan meningkat. Hal ini dikarenakan pasien berusaha mengatasi

keluhan lemasnya dengan lebih banyak mengkonsumsi makanan, dan bahkan

disela-sela waktunya, kini pasien menambah asupannya dengan meminum

susu dua kali sehari ataupun roti. Pasien mengatakan tidak ada diet khusus

untuk penyakitnya. Dari data nutrisi harian keluarga tersebut, sudah cukup

untuk memenuhi kebutuhan energi pasien, hanya perlu ditambahkan buah-

buahan setiap harinya sebagai sumber vitamin dan mineral.

Kegiatan fisik

Pasien mengatakan jarang beraktifitas. Pasien lebih banyak

menghabiskan waktunya untuk duduk dirumah. Pasien biasanya diam di

rumah ditemani salah satu keluarganya yaitu sepupu pasien, karena suami dan

anaknya sibuk beraktifitas di luar rumah. Pasien juga jarang keluar rumah dan

melakukan aktivitas berat. Pasien juga jarang berolahraga karena apabila

melakukan olah raga yang berlebihan pasien merasa cepat lelah. Pasien juga

tidak terlalu sering mengikuti berbagai kegiatan di banjar dan lingkungan

rumahnya.

Akses ke tempat pelayanan kesehatan

31

Page 32: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Anemia aplastik merupakan penyakit kronis yang membutuhkan terapi

suportif sepanjang hidup pasien, sehingga hendaknya pasien tinggal di tempat

yang mudah menjangkau pusat pelayanan kesehatan terdekat. Saat ini, tempat

tinggal pasien berada cukup jauh dengan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

kira-kira 25 km (60 menit), yaitu di Jln. Goa Gong, Br. Angga Swara,

Jimbaran, Badung. Pasien tidak dapat mengendarai kendaraan sendiri

sehingga memerlukan bantuan keluarganya untuk mengantarkan pasien

kontrol ke RSUP Sanglah setiap bulannya. Namun, pasien memiliki akses ke

Puskesmas Jimbaran dengan jarak ± 5 km.

Lingkungan

Pasien tinggal bersama suami, anak serta sepupu pasien. Pasien tinggal

di rumah permanen miliknya dimana atap, dinding dan lantai dibuat dari

bahan permanen. Rumah pasien memiliki empat bangunan, terdiri dari dua

bangunan dengan masing-masing bangunan berisi 2 kamar tidur, satu banguan

digunakan sebagai dapur dan sebuah bangunan untuk keperluan upacara

agama. Selain itu, di dalam rumah terdapat sebuah kamar mandi dengan WC

jongkok. Pasien tinggal pada 1 bangunan dengan ukuran 8 x 5 meter yang

terdiri 2 kamar tidur, 1 kamar mandi dan teras didepannya. Pasien

menggunakan sumber air PAM untuk mandi, mencuci baju, air minum, dan

keperluan memasak.

Di luar rumah terdapat halaman yang tampak bersih dan rapi, tidak

terlihat adanya tumpukan sampah ataupun barang-barang bekas. Tempat

pembuangan sampah menggunakan tempat sampah, di mana kalau sudah

penuh, dibuang ke truk sampah yang menjadi tempat pembuangan akhir di

banjar setempat yang tidak jauh dari rumah pasien. Ventilasi secara umum

tergolong cukup dimana rumah pasien memiliki jendela serta pintu pada

kamar sehingga pertukaran udara dan sinar matahari dapat berlangsung

dengan baik.

b. Kebutuhan bio-psikososial

o Lingkungan biologis

32

Page 33: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Kualitas kehidupan sehari-hari pasien dikatakan baik, karena pasien bisa

melakukan semua aktivitas dasar seperti makan, minum, berjalan,

membersihkan diri, mengontrol BAB dan BAK tanpa ada masalah dan

tidak perlu bantuan. Dalam lingkungan biologis atau keluarga inti pasien

tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki penyakit yang sama.

Karena pasien juga rentan untuk terkena infeksi, maka pasien diharapkan

dapat menjaga kebersihan diri.

o Faktor psikologi

Dalam keadaan sakit ini pasien sangat membutuhkan pengertian dan

dukungan dari keluarga dalam menjalani aktivitas sehari-hari dan

menjalani pengobatannya. Pasien saat ini tinggal bersama keluarga yang

sangat memperhatikan kondisi kesehatannya. Suami, anak, serta sepupu

pasien yang tinggal bersamanya sangat mendukung pasien dalam

melakukan kegiatan sehari-hari sehingga pasien tidak terbebani dengan

keluhannya. Saat ini, pasien tidak dalam keadaan depresi, sehingga lebih

mudah untuk menerima masukan dari keluarganya.

o Faktor Sosial dan kultural

Keluarga dan lingkungan sekitar rumahnya mengerti dengan keadaan

pasien sehingga memakluminya jika pasien tidak berpartisipasi dalam

kegiatan yang diadakan di banjar. Tidak ada anggapan negatif dari

masyarakat terhadap penyakit yang diderita oleh pasien. Pasien

mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitar, seperti teman-temannya

membuat komunitas perkumpulan donor darah berupa kegiatan rutin donor

darah sehingga pasien tidak perlu repot mencari darah jika diperlukan.

Dibutuhkan suatu kegiatan bersama teman-temannya agar dapat

menjauhkan pasien dari rasa bosan dan depresi karena penyakitnya.

o Faktor Spiritual

33

Page 34: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Keluarga pasien sebaiknya mengajak pasien untuk terus mendekatkan diri

dengan Tuhan yang Maha Esa, karena dengan begitu dapat menjauhkan

pasien dari pikiran-pikiran negatif tentang penyakitnya.

4.4 Penyelesaian Masalah

Sehubungan dengan beberapa masalah yang dijelaskan sebelumnya, kami

mengusulkan penyelesaian masalah yakni sebagai berikut:

1. Edukasi pasien tentang penyakitnya.

Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit anemia aplastik agar pasien

dapat menyadari perlunya pengobatan dan terapi suportif lain seperti

transfusi untuk menjaga kesehatannya. Pasien dinasehatkan untuk terus

kontrol ke poliklinik dan tidak putus berobat. Pasien juga diingatkan agar

terus menjaga kebersihannya agar tidak terjadi infeksi. Dengan

menjelaskan keadaan penyakitnya kepada pasien, diharapkan akan

meningkatkan kepatuhan pasien dan pasien tidak bosan berobat.

2. Edukasi tentang rumah sakit

Memberikan hal-hal positif tentang manfaat pasien dirawat di rumah sakit.

Sehingga dapat menyingkirkan hal-hal negatif mengenai rumah sakit yang

ada pada pikiran pasien.

3. Biaya Pengobatan

Karena pasien harus rutin berobat ke RSUP Sanglah dan obat-obatan

untuk penyakitnya, tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Hal ini

diatasi oleh pasien dengan memakai jaminan kesehatan masyarakat

(Jamkesmas). Karena pasien sudah terdaftar di Jamkesmas, jadi biaya

pengobatannya pun ditanggung oleh pemerintah pusat.

4. Tidak mampu beraktifitas normal

Karena pasien sangat mudah lelah apabila beraktifitas yang berat, pasien

tidak bisa mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di lingkungan banjarnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pasien dan keluarga harus memberikan

pengertian kepada masyarakat sekitar sehingga masyarakat sekitar

34

Page 35: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

memakluminya dan mendukung penuh untuk kesembuhan pasien. Pasien

juga diberi penjelasan mengenai aktivitas yang dia gemari yang bisa

dikerjakan atau yang perlu dihindari agar tidak memperparah keluhannya

untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

5. Dukungan keluarga

Pasien sangat memerlukan dukungan dari suami, anak, serta orang tua

pasien. Pasien disarankan untuk berkomunikasi secara rutin dengan

keluarganya mengenai kehidupan sehari-hari dan terutama perkembangan

penyakitnya, dengan demikian pasien mendapatkan dukungan emosional

dari keluarga dan keluarga bisa dengan sigap terhadap kondisi pasien.

Sesekali keluarga juga dapat mengajak pasien keluar jalan-jalan keluar

atau ke balai banjar agar dapat bersosialisasi dengan lingkungan dan

tetangganya.

4.5 Denah Rumah

35

6

5

2.12.22.2

2.32.3

1

4

3

7

Page 36: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

Keterangan:

1. Bangunan Utama

2. Bangunan pasien

2.1 Teras rumah

2.2 Tempat tidur pasien

2.3 Kamar mandi

3. Kamar mandi utama

4. Dapur

5. Tempat ibadah/Sanggah

6. Halaman

7. Gerbang rumah

Foto Kunjungan

36

Page 37: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

BAB IV

KESIMPULAN

Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang disebabkan oleh

kegagalan produksi di sumsum tulang sehingga mengakibatkan penurunan

komponen selular pada darah tepi yaitu berupa keadaan pansitopenia (kekurangan

jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit).

Anemia aplastik merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Insidensinya

bervariasi di seluruh dunia yaitu berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta

penduduk pertahun. Frekuensi tertinggi insidensi anemia aplastik adalah pada usia

muda.

Anemia aplastik dapat disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan, virus,

dan terkait dengan penyakit-penyakit yang lain. Anemia aplastik juga ada yang

ditururunkan seperti anemia Fanconi. Akan tetapi, kebanyakan kasus anemia

aplastik merupakan idiopatik.

Tanda dan gejala klinis anemia aplastik merupakan manifestasi dari

pansitopenia yang terjadi. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan gejala-

gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi,

pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis (granulositopenia)

menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan

37

Page 38: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik.

Trombositopenia dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau

pendarahan di organ-organ. Gejala yang paling menonjol tergantung dari sel mana

yang mengalami depresi paling berat.

Pengobatan anemia aplastik dapat bersifat suportif yaitu dengan transfusi

PRC dan trombosit. Penggunaan obat-obat atau agen kimia yang diduga menjadi

penyebab anemia aplastik harus dihentikan. Pemberian antibiotik bila terjadi

infeksi juga harus dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum pasien. Terapi

standar untuk anemia aplastik meliputi terapi imunosupresif atau transplantasi

sumsum tulang. Pasien yang lebih muda umumnya mentoleransi transplantasi

sumsum tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host

Disease). Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya

ditawarkan terapi imunosupresif.

Prognosis dipengaruhi banyak hal, antara lain derajat anemia aplastik, usia

pasien, ada tidaknya donor dengan HLA yang cocok untuk transplantasi sumsum

tulang allogenik serta apakah pasien telah mendapatkan terapi imunosupresif

sebelum tranplantasi sumsum tulang.

38

Page 39: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

DAFTAR PUSTAKA

1. Young NS, Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic

Anemia. In : Eipsten FH, editor. New English Medical Journal, vol.336.

Massachusetts Medical Society, 1997.

2. Bakta, IM. Anemia Aplastik dan Gagal Sumsum Tulang lainnya. Denpasar :

Laboratorium/SMF Penyakit Dalam FK Universitas Udayana, 1996. p. 3-40.

3. Widjanarko A, Sudoyo AW, Salonder H. Anemia Aplastik Dalam: Alwi I,

Bahar A, Djojoninggrat D, Lesmana L, Mudjadid HE, Setiati S, Sudoyo AW,

Suhardjono H, Sundaru H, Waspadji S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001. hal.627-633

4. Widjanarko, A. Anemia Aplastik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jilid II Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001. p. 637-643.

5. William DM, Pancytopenia, Aplastic Anemia and Pure Red Cell Aplasia. In:

Wintrobe’s Clinical Hematology Volume I. Ninth Edition. Philadephia

London: Lea&Febringer, 1993. p 911-937.

6. Hilman RS, Kenneth AA. Hematology in Clinical Practice. Third edition. New

York: Mc-Graw Hill, 2002. p. 27-40.

7. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Dalam RSUP Denpasar. Denpasar :

Lab / SMF Penyakit Dalam FK UNUD / RSUP Denpasar Bali, 1994.

39

Page 40: PBL Anemia Aplastik Dito-Nandya

40