PBL 24. fix

28
Leukimia Limfositik Akut pada anak usia 3 tahun Melkior Antonius Manek 102010141/E-8 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana [email protected] Pendahuluan Leukemia limfositik akut adalah bentuk akut dari leukemia yang diklasifikasikan menurut sel yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu berupa limfoblas. Pada keadaan leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disetai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian. Faktor penyebab LLA tidak diketahui, tapi dimungkinkan karena interaksi sejumlah factor : neoplasia, infeksi, radiasi, keturunan, zat kimia, mutasi gen. Leukemia ini adalah kanker pada anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari keganasan pediatrik. Leukemia limfositik akut (LLA) berjumlah kira-kira 75% dari semua kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 tahun. Leukemia mieloid akut (LMA) berjumlah kira-kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya adalah bentuk kronis,

Transcript of PBL 24. fix

Page 1: PBL 24. fix

Leukimia Limfositik Akut pada anak usia 3 tahun

Melkior Antonius Manek

102010141/E-8

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

[email protected]

Pendahuluan

Leukemia limfositik akut adalah bentuk akut dari leukemia yang diklasifikasikan menurut

sel yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu berupa limfoblas. Pada keadaan leukemia

terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disetai bentuk leukosit yang lain

daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan

diakhiri dengan kematian. Faktor penyebab LLA tidak diketahui, tapi dimungkinkan karena

interaksi sejumlah factor : neoplasia, infeksi, radiasi, keturunan, zat kimia, mutasi gen.

Leukemia ini adalah kanker pada anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33%

dari keganasan pediatrik. Leukemia limfositik akut (LLA) berjumlah kira-kira 75% dari semua

kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 tahun. Leukemia mieloid akut (LMA) berjumlah

kira-kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun,

meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya adalah bentuk kronis, leukemia

limfositik kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak. Insidensi tahunan keseluruhan dari

leukemia adalah 42,1 tiap juta anak kulit putih dan 24,3 tiap juta anak kulit hitam. Perbedaan itu

terutama disebabkan oleh rendahnya kejadian LLA pada kulit hitam.

Anamnesis

Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung

pada pasien (autoanamnesis) atau pada orang tua atau sumber lain (alloanamnesis). 80% untuk

menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis.

Page 2: PBL 24. fix

Tujuan anamnesis yaitu untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai

kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa kondisi yang sudah

dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya.

Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai dengan mencari

keterangan mengenai nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan sebagainya. Keterangan

yang didapat ini kadang sudah memberi petunjuk permulaan kepada kita.

Pertanyaan yang ditanyakan kepada pasien diantaranya adalah:

Keluhan utama

Keluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan diri atau

dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama merupakan titik tolak

penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien.

Keluhan utama :

Anak pucat sejak 1 bulan yang lalu. Pucat paling baik dinilai pada telapak tangan atau

kaki, kuku, mukosa mulut, dan konjungtiva.3

Keluhan penyerta :

Anak juga mengalami demam tidak terlalu tinggi dan hilang timbul sejak 1-2 bulan yang

lalu, disertai adanya pendarahan gusi dan mimisan.

Riwayat Penyakit Sekarang 

Perjalanan penyakit sangat penting diketahui. Ditentukan kapan dimulainya perjalanan

penyakit yang dimulai dari kapan saat terakhir pasien merasa sehat. Pernyataan terakhir

penting, karena sering kali yang disampaikan pasien dalam keluhan utamanya tidak

menggambarkan dimulainya penyakitnya, tetapi lebih berhubungan dengan munculnya

kondisi yang dirasakan mengganggunya. Demam, misalnya, akan dikeluhkan setelah

dirasakan meninggi, karenanya untuk keluhan demam seorang dokter harus menggali

informasi kapan saat pertama pasien merasa suhu tubuhnya meningkat, walaupun belum

dirasakan cukup mengganggu. Khusus untuk demam kurang dari satu minggu, bahkan dokter

Page 3: PBL 24. fix

harus mampu menentukan pernyataan yang meyakinkan dan tajam dengan menyebut “demam

hari ke berapa” dan bukannya “demam sekian hari”.

Penting ditanyakan pada pasien, gejala apa lagi yang dirasakan selain dari keluhan utama.

Misalnya apakah cepat merasa cepat lelah? Atau gejala lain seperti demam, perdarahan

ataukah nyeri tulang dll. Apabila terdapat keluhan keluhan lain seperti itu, perlu ditanyakan

lagi apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap?.

Faktor Risiko dan Faktor Prognostik

Faktor risiko adalah faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu

penyakit, sedangkan faktor prognostik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan

suatu penyakit atau hasil pengobatan penyakit. Faktor risiko dan faktor prognostik dapat

berasal dari pasien, keluarganya maupun lingkungan.

Faktor risiko pada pasien anak ditentukan dengan melakukan anamnesis riwayat pribadi

seperti riwayat perinatal, riwayat nutrisi, riwayat pertumbuhan dan perkembangan serta

riwayat penyakit yang pernah diderita. Riwayat imunisasi juga perlu dieksplorasi, untuk

menduga imunitas pasien. Riwayat penyakit keluarga juga diperlukan untuk mengetahui ada

tidaknya penyakit yang diturunkan atau ditularkan.3

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan KGB

KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus diukur untuk

perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada

perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi,

konsistensi apakah keras atau kenyal.3

Ukuran : normal bila diameter < 1cm (pada epitroclear > 0,5cm dan lipat paha >1,5cm

dikatakan abnormal).

Nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.

Page 4: PBL 24. fix

Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet

mengarahkan kepada limfoma, lunak mengarahkan kepada proses infeksi, fluktuatif

mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.

Penempelan/bergerombol : beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila

digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.

Pemeriksaan Hepar

Palpasi hepar dengan meletakkan tangan kiri di belakang pinggang menyangga kosta ke

11 & 12 dengan posisi sejajar dengan kosta, ajurkan pasien untuk rileks, tangan kanan

mendorong hepar ke atas dan kedalam dengan lembut. Anjurkan pasien inspirasi dalam &

rasakan sentuhan hepar saat inspirasi, jika teraba sedikit kendorkan jari & raba permukaan

anterior hepar. Normal hepar : lunak tegas, tidak berbenjol-benjol.

Perkusi hepar, digunakan patokan 2 garis, yaitu: garis yang menghubungkan pusar

dengan titik potong garis mid calvicula kanan dengan arcus aorta, dan garis yang

menghubungkan pusar dengan processus kifoideus.

Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis ini dinyatakan dengan beberapa bagian

dari kedua garis tersebut. Harus pula dicatat:  konsistensi, tepi, permukaan dan terdapatnya

nyeri tekan.

Pemeriksaan Limpa

Pada neonates, normal masih teraba sampai 1 – 2 cm. Dibedakan dengan hati yaitu

dengan  :

Limpa seperti lidah menggantung ke bawah

Ikut bergerak pada pernapasan

Mempunyai incisura lienalis, serta dapat didorong kearah medial, lateral dan atas.

Besarnya limpa diukur menurut SCHUFFNER, yaitu : garis yang menghubungkan titik pada

arkus kosta kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang

merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa. Garis ini

diteruskan kebawah sehingga memotong lipat paha. Garis dari pusat kelipat paha pun dibagi 4

bagian yang sama. Limpa yang membesar sampai pusar dinyatakan sebagai S.IV sampai lipat

paha S.VIII.3

Page 5: PBL 24. fix

Pada pemeriksaan fisik yang khas ialah pucat, panas dan perdarahan disertai

splenomegali, dan kadang-kadang hepatomegali serta limfadenopati. Penderita menunjukkan

gejala lengkap seperti tersebut di atas, secara klinis dapat di diagnosis leukemia. Pucat dapat

terjadi mendadak, sehingga bila pada seorang anak terdapat pucat yang mendadak dan sebab

terjadinya sukar diterangkan, waspadalah leukemia. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia,

epistaksis, perdarahan gusi dan sebagainya. Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat

splenomegali. Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalah-

tafsirkan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel

leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia

serebral dan sebagainya.2

Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi diagnostik LLA,

klasifikasi prognostik dan perencanaan terapi yang tepat, yaitu:

Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan apus darah tepi.

Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat diagnosis.

Hiperleukositosis (>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi

200.000/mm3. Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada

hitung leukosit bervariasi dari 0 – 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung

trombosit kurang dari 25.000/mm3.4

Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang.

Pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga

semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Spesimen yang didapat harus diperiksa

untuk analisis histologi, sitogenetik dan immunophenotyping. Apus sumsum tulang tampak

hiperselular dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada LLA

dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel leukemia, maka aspirasi sumsum

tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsi penting untuk evaluasi

gambaran sitologi.4

Sitokimia.

Page 6: PBL 24. fix

Gambaran morfologisel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang kadang-kadang

tidak dapat membedakan LLAdari keukemia mieloblastik akut (LMA). Pada LLA, pewarnaan

sudan black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negatif. Mieloperoksidase

adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari prekusor granulositik,

yang dapat dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia juga berguna untuk membedakan

precursor B dan B-ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T

yang ganas, sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan periodic

acid Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh limfiblas dapat dideteksi dengan pewarnaan

imunoperoksidase atau flow cytometry.

Imunofenotipe (dengan sitometri arus/Flow cytometry).

Pemeriksaaan ini berguna dalam diagnosis dan klasifikasi LLA. Reagen yang dipakai

untuk diagnosis dan identifikasi subtipe imunologi adalah antibodi terhadap:

Untuk sel prekusor B: CD10 (common ALL antigen),CD19,CD79A,CD22, cytoplasmis

m-heavy chain, dan TdT

Untuk sel T: CD1a, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8 dan TdT

Untuk sel B: kappa atau lambda, CD19, CD20 dan CD22

Pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen mieloid antigen mieloid

yang bisa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. Ekspresi yang bersamaan dari abtigen

limfoid dan mieloid dapat ditemukan pada leukemia bifenotip akut. Kasus ini jarang , dan

perjalanan penyakit buruk.

Sitogenetik.

Analisis sitogeetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik berhubungan

dengan subtipe LLA tertentu, dan dapat memberikan informasi prognostik. translokasi t(8;14),

t(2;8) dan t(8;22) hanya ditemukan pada LLA sel B, dan kelainan kromosom ini meyebabkan

disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada kromosom 8. Beberapa kelainan

sitogenetik dapat ditemukan pada LLA atau LMA, misalnya kromosom Philadelphia, t(9;22)

(q34;q11) yang khas untuk leukemia mielositik kronik.4

Pemeriksaan Lainnya.

Page 7: PBL 24. fix

Biopsi limpa

Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan

limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit dan pulp sel.4

Kimia darah

Kolesterol mungkin merendah, asam urat dapat meningkat, hipogamaglobulinemia.4

Cairan serebrospinal

Bila terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein, maka hal ini berarti suatu

leukemia meningeal. Kelainan ini dapat terjadi pada setiap saat dari perjalanan penyakit

baik pada keadaan remisi maupun pada keadaan kambuh. Untuk mencegahnya dilakukan

pungsi lumbal dan pemberian metotreksat (MTX) intratrakeal secara rutin pada setiap

penderita baru atau pada mereka yang menunjukkan gejala tekanan intrakranial yang

meninggi.4

Working Diagnosis

Leukemia Limfositik Akut

Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana sel-sel

yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan

segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang.4

Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke hati, limpa,

kelenjar getah bening, otak, ginjal dan organ reproduksi; dimana mereka melanjutkan

pertumbuhannya dan membelah diri.4

Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan oleh

pemeriksaan sumsum tulang atau limpa. Pada stadium ini limpa mungkin tidak membesar,

bahkan gambaran darah tepi masih normal dan hanya terlihat gejala pucat yang mendadak

dengan atau tanpa trombositopenia. Dalam keadaan ini pemeriksaan sumsum tulang dapat

memastikan diagnosis.

Page 8: PBL 24. fix

Pada stadium praleukemia, gejala lebih tidak khas lagi, bahkan sumsum tulang dapat

memperlihatkan gambaran normal atau gambaran lain yang nonleukemik (misal anemia aplastik,

ITP menahun, diseritropoesis). Dengan pemeriksaan mikroskop electron sebenarnya telah dapat

dilihat adanya sel patologis.

Keluhan panas, pucat, dan perdarahan dapat disebabkan anemia aplastik, trombositopenia

(ITP, ATP, demam berdarah atau infeksi lain). Bila pada pemeriksaan jasmani ditemukan

splenomegali, maka diagnosis lebih terarah pada leukemia akut.

ATP dan trombositopenia ‘biasa’ tidak menunjukkan kelainan lain dalam darah tepi, kecuali

jumlah trombosit yang rendah. Bila darah tepi juga menunjukkan granulositopenia dan

retikulositopenia (terdapat pansitopenia), diagnosis lebih condong pada anemia aplastik atau

leukemia.4,5

Differential Diagnosis

Leukemia mielositik akut (LMA)

Pada sebagian besar kasus, gambaran klinis dan morfologi pada pewarnaan rutin

membedakan ALL dari AML. Pada ALL, blas tidak memperlihatkan adanya diferensiasi

(dengan perkecualian ALL sel B). Sedangkan pada AML, biasanya ditemukan tanda-tanda

diferensiasi kearah granulosit atau monosit pada blas atau progeninya. Diperlukan tes khusus

untuk memastikan penegakan diagnosis AML atau ALL dan untuk membagi lagi kasus-kasus

AML atau ALL ke dalam subtype yang berbeda.

Pada sebagian kecil kasus leukemia akut, sel blas memperlihatkan adanya gambaran

AML dan ALL sekaligus. Ciri-ciri ini dapat ditemukan pada sel yang sama (biphenotypic)

atau pada populasi yang terpisah (bilineal), dan gambaran ini mencakup ekspresi yang tak

wajar dari petanda imunologik atau penataan ulang gen yang tak wajar. Hal ini disebut

leukemia akut hybrid dan pengobatan biasanya diberikan berdasarkan pola yang dominan.6

Tabel 1. Pemeriksaan khusus untuk leukemia limfoblastik akut (LLA) dengan leukemia.7

Page 9: PBL 24. fix

LLA LMA

Sitokimia

Mieloperoksidase

Sudan black

Esterase non spesifik

Periodic acid-Schiff

Fosfatase asam

Mikroskop elekron

Gen imunoglobulin dan TCR

_

_

_

+(positivitas blok kasar pada LLA)

+ pada ALL-T (pewarnaan Golgi)

_

ALL prekursor B: penataan klonal

gen imunoglobulin

ALL-T : penataan klonal gen TCR

+(termasuk batang Auer)

+(termasuk batang Auer)

+ pada M4, M6

+(blok halus pada M6)

Pada M6 (difus)

+(pembentukan granula awal)

Konfigurasi germline gen

imunoglobulin dan TCR

Etiologi

Etiologinya sampai saat ini masih belum jelas, diduga merupakan interaksi beberapa faktor:9

Host

Familial

Dilaporkan adanya kasus – kasus yang terjadi pada satu keluarga, pada anak kembar.

Kelainan kromosom

Kromosom Philadelphia

Berbagai kelainan kromosom ditemukan pada 50% kasus LGA.

Pada sindrom Down, sindrom Turner, risiko leukemia akut meningkat 30 kali lipat

Disfungsi sumsum tulang

Page 10: PBL 24. fix

Anemia aplastik, polisitemia vera, paroksismal nocturnal hemoglobinuria (PNH)

Lingkungan

Radiasi, sinar X

Bahan kimia, obat misalnya kloramfenikol, fenilbutazon, sulfonamide, alkylating agents, benzene, insektisida.

Virus (retrovirus – onkogenik)

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, insiden tahunan penyakit leukemia pada anak yang berumur di bawah

15 tahun adalah sekitar 4 per 100.000. Anak-anak dari semua golongan umur terkena. Pada LLA,

puncak usia timbulnya penyakit adalah antara umur 3 dan 4 tahun, sedangkan pada anak dengan

LMA tampak tidak ada usia puncak. Insiden LLA lebih tinggi pada anak kulit putih daripada

anak kulit berwarna (rasio 1,8:1), tetapi prediksi rasial belum diperlihatkan baik untuk LMA

maupun LMK di Amerika Serikat. Rasio laki-laki terhadap perempuan untuk semua jenis

leukemia anak adalah 1,4:1 untuk kulit putih dan 1:1 untuk kulit hitam.

Anak kulit putih memiliki resiko menderita leukemia dalam 15 tahun pertama kehidupannya

kira-kira 1 dalam 2880. Saudara kandung dari anak leukemia memiliki resiko yang sedikit

meningkat (1 dalam 720) dalam 10 tahun pertama kehidupannya. Jika leukemia terjadi pada satu

anak kembar monozigot, maka terdapat kemungkinan bahwa anak kembar yang kedua akan

menderita leukemia dalam 6 tahun pertama kehidupannya sebesar 20%, setelah itu resikonya

sama seperti pada saudara kandung lain. Temuan baru-baru ini mengenai kelainan genetik sel

yang leukemia identik pada pasangan kembar monozigot menunjukkan bahwa metastasis

intrauterin menyebabkan leukemia yang sama. Suatu resiko yang lebih tinggi dari normal untuk

perkembangan leukemia telah dihubungkan dengan berbagai macam kelainan. Anak-anak yang

menderita Sindrom Down memiliki resiko 1 dalam 95 sebelum mencapai usia 10 tahun.

Leukemia M7 terjadi secara dominan pada pasien yang berusia 3 tahun atau kurang, dan LLA

dominan terjadi pada anak yang berusia lebih tua. Pasien dengan kromosom yang mudah rusak,

seperti pada anemia Fanconi, sindrom Bloom, dan ataksia telangiektasia, memiliki resiko tinggi

untuk menderita leukemia.

Page 11: PBL 24. fix

Patogenesis

Leukemia limfoid, atau limfositik akut (acute lymphoid, lymphocytic, leukemia, LLA)

adalah kanker jaringan yang menghasilkan sel darah putih (leukosit). Dihasilkan leukosit yang

imatur atau abnormal dalam jumlah berlebihan, dan leukosit-leukosit tersebut melakukan invasi

ke berbagai organ tubuh. Sel-sel leukemik berinfiltrasi ke dalam sumsum tulang, mengganti

unsur-unsur sel yang normal. Akibatnya, timbul anemia, dan dihasilkan sel darah merah dalam

jumlah yang tidak mencukupi. Timbul perdarahan akibat menurunnya jumlah trombosit yang

bersirkulasi. Infeksi juga terjadi lebih sering karena berkurangnya jumlah leukosit normal. Invasi

sel-sel leukemik ke dalam organ-organ vital menimbulkan hepatomegali, splenomegali, dan

limfadenopati.9

Teori umum tentang patofisiologi leukemia adalah bahwa satu sel induk mutan, mampu

memperbaharui secara tidak terhingga, menimbulkan prekursor hematopoietik berdiferensiasi

buruk maligna yang membelah diri pada kecepatan yang sama atau lebih lambat daripada

pasangannya yang normal. Pada studi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD), perkembangan

uniseluler dari neoplasma telah diperlihatkan dengan menemukan satu jenis G6PD dalam sel

ganas dari pasien heterozigot yang memiliki pola enzim ganda dalam jaringan normal mereka.

Penentuan pola metilasi dari polimorfisme panjang-fragmen-restriksi yang terkait-X pada

perempuan heterozigot merupakan metode sensitif lain dalam pada prinsip analisis yang sama.

Akumulasi sel blas menghambat produksi normal granulosit, eritrosit, dan trombosit, sehingga

mengakibatkan infeksi, anemia, dan perdarahan. Sel leukemia dapat menginfiltrasi setiap organ

dan menyebabkan pembesaran dan gangguan fungsi organ tersebut.9

Manifestasi Klinik

Anak-anak dengan LLA umumnya memperlihatkan gambaran yang agak konsisten. Sekitar

duapertiga telah memperlihatkan gejala dan tanda selama kurang dari 6 minggu pada saat

diagnosis ditegakkan. Gejala pertama biasanya tidak khas, dapat mempunyai riwayat infeksi

saluran napas akibat virus atau suatu eksantema yang belum sembuh sempurna. Manifestasi awal

yang lazim adalah anoreksia, iritabilitas, dan letargi. Kegagalan fungsi sumsum tulang yang

progresif menimbulkan keadaan pucat, perdarahan, dan demam, yaitu gambaran-gambaran yang

mendesak dilakukan pemeriksaan diagnostik.

Page 12: PBL 24. fix

Pada pemeriksaan awal, sebagian besar pasien tampak pucat dan sekitar 50% dengan petekie

atau perdarahan mukosa. Demam ditemukan pada sekitar 25% penderita, yang terkadang

dianggap timbul oleh sebab spesifik seperti infeksi saluran napas. Limfadenopati kadang-kadang

nyata, dan splenomegali (biasanya kurang dari 6 cm di bawah tepi kosta) dapat ditemukan pada

duapertiga pasien. Hepatomegali minimal dan tidak lazim. Sepertiga pasien mengalami nyeri

tulang akibat invasi periosteum dan perdarahan subperiosteal. Nyeri tulang dan atralgia tidak

jarang merupakan keluhan utama yang mengarah pada diagnostik LLA.

Kadang-kadang tanda-tanda peningkatan intrakranial seperti nyeri kepala dan muntah,

menunjukkan terlibatnya selaput otak. Anak-anak dengan leukemia sel T cenderung dengan

limfadenopati dan hepatosplenomegali yang nyata serta infiltrasi leukemik dini pada sistem

syaraf pusat.1

Tabel 2. Gambaran klinis leukemia akut

Gejala Tanda fisik

Anoreksia/letargi

Demam/infeksi

Perdarahan

Hipertrofi gusi

Nyeri tulang/sendi

Gejala peningkatan tekanan intrakranial

Gejala hipotalamus

Pucat

Ekismosis/perdarahan petekia

Hepatosplenomegali

Limfadenopati

Papil edem

Kelumpuhan saraf kranial

Pembesaran testis

Obstruksi vena kava superior

Page 13: PBL 24. fix

Klasifikasi Leukemia

Berdasarkan maturitas sel : akut, kronik

Berdasarkan jenis sel : myeloid, limfoid

Berdasarkan maturasi dan jenis sel :

Leukemia Mieloblastik Akut (LMA)

Leukemia Mieloblastik Kronik (LMK)

Leukemia Limfositik Akut (LLA)

Leukemia Limfositik Kronik (LLK)

Berdasarkan morfologi dan pewarnaan sitokimia (FAB) :

Acute Non Lymphocytic Leukemia (ANLL) dibagi menjadi :

M0 : undifferentiated LMA. Mieloperoksidase (-) sulit dibedakan dengan LLA

M1 : LMA tanpa maturasi. Dominasi sel blas, blas tanpa granula, sejumlah kecil

granula azurofil, Auer bodies. Tipe ini paling sering

M2 : LMA dengan maturasi. Terjadi diferensiasi, promielosit dan seterusnya.

M3 : APL (acute promyelocytic leukemia). Granula azurofil besar, Auer bodies

bundle (Faggot cell), sering disertai DIC.

M4 : AMMoL (acute myelomonocytic leukemia)

M5a: AMoL (acute monoblastic leukemia) poor differentiation

M5b: AMoL good differentiation

M6 : Erythroleukemia. Eritroblas sering PAS (+)

M7 : AMgL (acute megakaryoblastic leukemia)

Page 14: PBL 24. fix

Acute Lymphocytic Leukemia (LLA) dibagi menjadi :

L1 : sel kecil, homogen, sering terjadi pada anak-anak. Proliferasi uniform limfoblas

kecil.

L2 : sel besar, heterogen (limfoblas besar kecil), sering pada dewasa, jarang ≤ 5 tahun.

Diagnosis banding : M1

L3 : sel besar, homogeny (Burkitt type).9

Berdasarkan cell surface marker (immuno-phenotyping)

Acute Lymphocytic Leukemia (ALL) dibagi menjadi :

Common ALL : common ALL Antigen

Pre B ALL : cytoplasmic Ig

B ALL : surface Ig

T ALL : Erythrocyte Rosettes

Null ALL : Terminal deoxy-nucleotidyl Transferase (TdT +).4

Penatalaksanaan

Transfusi darah biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia

yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat

tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.

Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason, dan sebagainya). Setelah dicapai remisi

dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX)

pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin),

rubidomisin (daunorubicin), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA,

adriamisin, dsb. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan

Page 15: PBL 24. fix

prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia,

stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hati bila

jumlah leukosit kurang dari 2.000/mm3.

Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci

hama).

Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru, setelah tercapai remisi dan jumlah sel

leukemia cukup rendah (105 – 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik

dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan

dimaksudkan agar terbentuk antibody yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan

spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini

diharapkan akan terbentuk antibody yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel

patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh

sempurna.4

Cara pengobatan

Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI terhadap leukemia

limfositik akut ialah dengan menggunakan protocol sebagai berikut :

Induksi

Sistemik :

VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.

ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai pada hari ketiga

pengobatan

Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian tapering off selama 1

minggu.

SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5 kali dimulai

bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.

Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamid)

Page 16: PBL 24. fix

Konsolidasi

MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR keenam,

kemudian dilanjutkan dengan :

6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali

CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari konsolidasi

Rumat

Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :

6-MP: 65 mg/m2/hari peroral

MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan Kamis)

Reinduksi

Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat - obat rumat dihentikan.

Sistemik :

VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali

Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu

kemudian tapering off.

SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kaliSSP: MTX

intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali.

Imunoterapi

BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml

intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing – masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali

dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat – obat rumat diteruskan.

Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.

Page 17: PBL 24. fix

Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6

minggu).4

Prognosis

Sejumlah gambaran klinis telah dikenal memiliki kepentingan prognostik pada penderita

LLA. Sebagian besar memiliki arti yang dipercaya, sebelum dikenal pembagian subtipe LLA,

namun identifikasi subtipe spesifik mempunyai nilai tambah. Pada umumnya, prognosis yang

buruk dihubungkan dengan awitan yang timbul di bawah umur 2 tahun, atau di atas 10 tahun;

Hitung leukosit lebih besar dari 100.000/mm3 saat diagnosis; adanya massa mediastinum;

keterlibatan dini SSP; leukemia pada pasien kulit hitam. Pada semua keadaan ini, relaps sumsum

tulang cenderung terjadi selama lanjutan terapi dan penderita tak mampu mencapai remisi jangka

panjang selanjutnya.

Identifikasi subtipe spesifik LLA memungkinkan kategori prognostik yang lebih jelas. LLA

umum mempunyai prognosis yang paling baik dan ada kemungkinan dengan terapi mutakhir,

sebagian besar dapat mencapai taraf kontrol jangka panjang bebas penyakit. Sebaliknya, hanya

beberapa saja pederita LLA sel T yang dapat mengharapkan kontrol jangka panjang; dengan

rejimen mutakhir, lama remisi (median) hanya 1 tahun. Beberapa pasien LLA sel B mempunyai

respons terapi yang kurang daripada LLA sel T. Pengalaman dengan LLA subtipe

nondiferensiasi amat sedikit, untuk dapat menentukan pertimbangan prognostik. Klasifikasi FAB

juga dapat memberikan beberapa dugaan prognostik. Dilihat sebagai kelompok, pasien-pasien

dengan morfologi L-1 mempunyai prognosis yang lebih baik daripada kelompok morfologi L-2.

Pasien dengan morfologi L-3 mempunyai ciri prognosis yang buruk seperti halnya leukemia sel

B dan limfoma non-Hodgkin.

Saat ini, cukup banyak penderita LLA umum yang mencapai interval bebas penyakit jangka

panjang setelah dihentikannya pengobatan. Ini menunjukkan bahwa dengan rejimen mutakhir,

penderita yang mencapai remisi lengkap kontinu selama 6 tahun atau lebih hanya memiliki

kemungkinan relaps yang kecil di kemudian hari.1

Page 18: PBL 24. fix

Komplikasi

Metabolik pada anak dengan LLA dapat disebabkan oleh lisis sel leukemik akibat

kemoterapi atau secara sepontan dan komplikasi ini dapat mengancam jiwa pasien yang memiliki

beban sel leukemia yang besar. Terlepasnya komponen intraselular dapat menyebabkan

hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia dengan hipokalsemia sekunder. Beberapa

pasien dapat menderita nefropati asam urat atau nefrokalsinosis.

Karena efek mielosupresif dan imunosupresif penyakit itu dan juga kemoterapi, anak yang

menderita leukemia lebih rentan thd infeksi. Infeksi yang paling awal adalah bakteri.

Pneumonia Pneumocystis carinii yang timbul selama remisi adalah komplikasi yang paling

sering di jumpai masa lalu, namu sekarang telah jarang karena adanya kemoprofilaksis rutin

dengan trimetroprim-sulfametoksasol.9

Pencegahan

Pencegahan kuratif atau spesifik adalah penangan yang bertujuan menyembuhkan seorang

penderita. Strategi umum kemoterapi leukemia akut meliputi induksi remisi, intensifikasi

(profilaksi susunan saraf pusat) dan lanjutan.

Pencegahan suportif adalah penanganan pada penyakit lain yang menyertai leukemia,

komplikasi dan tindakan yang mendukung penyembuhan, termasuk perawatan psikologi.

Perawatan suportif tersebut antara lain transfusi darah (trombosit), pemberian antibiotik pada

infeksi (sepsis), obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik dan pendekatan aspek psikososial.

Banyak penelitian membuktikan bahwa angka kesakitan dan kematian bayi yang mendapat

ASI eksklusif (hanya ASI saja) selama enam bulan, jauh lebih rendah daripada bayi yang tidak

mendapat ASI. Penelitian lain dilakukan oleh tim dari University of Minnesota Cancer Center

yang dimuat Journal of the National Cancer Institute. Mereka menyatakan bahwa risiko bayi

yang mendapat ASI terkena leukemia turun sampai 30% bila dibandingkan dengan bayi yang

tidak mendapat ASI. Penyebab terjadinya kanker pada anak bisa jadi dipicu oleh kekurangan

imunitas. Di sinilah pentingnya peran pemberian ASI yang terbukti mengandung IgA

(Immunoglobulin A). Zat ini perlu untuk membantu kekebalan tubuh bayi.

Page 19: PBL 24. fix

Penyakit leukemia tidak dapat menular. Namun disarankan untuk menghindari masuknya

zat-zat kimia ke dalam tubuh, seperti debu, kapur, dan lainnya. Pencegahan leukemia adalah

dengan mengkonsumsi vitamin A, C, buah-buahan segar serta sayuran yang kaya akan serat.9

Daftar Pustaka

1. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Volume 3. Edisi ke-15.

Jakarta: EGC; 2000.h.1772-5.

2. Price SA. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;

2005.h.268-81.

3. Matondang, S. Corry dkk. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik. Diagnosis Fisis pada Anak.

Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.

4. Hassan, Rusepno dkk. Leukemia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 1. Cetakan ke-

11. Jakarta: Percetakan Infomedika; 2007.h.469-79.

5. Gunadi, Hartono. Leukemia akut. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2008.h.209-10.

6. Hoffbrand, A.V. Leukemia Akut. Kapita Selekta Hematologi. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2005.h.150-63.

7. Sudiono, Herawati, dkk. Leukemia. Penuntun Patologi Klinik Hematologi. Cetakan ke-3.

Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida; 2009.h.140-52.

8. Corrigan James J. kelainan trombosit dan pembuluh darah. Ilmu kesehatan Anak Nelson.

Edisi ke-2. Jakarta: Balai penerbit buku kedokteran EGC; 2000.h.1747.

9. Rudolph, M. Abraham. Leukemia limfoblastik akut. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Edisi 20.

Jakarta: EGC; 2006.h.1397,1401.