PBL 24. fix
-
Upload
christy-leny-tahun -
Category
Documents
-
view
48 -
download
6
Transcript of PBL 24. fix
Leukimia Limfositik Akut pada anak usia 3 tahun
Melkior Antonius Manek
102010141/E-8
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Pendahuluan
Leukemia limfositik akut adalah bentuk akut dari leukemia yang diklasifikasikan menurut
sel yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu berupa limfoblas. Pada keadaan leukemia
terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disetai bentuk leukosit yang lain
daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan
diakhiri dengan kematian. Faktor penyebab LLA tidak diketahui, tapi dimungkinkan karena
interaksi sejumlah factor : neoplasia, infeksi, radiasi, keturunan, zat kimia, mutasi gen.
Leukemia ini adalah kanker pada anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33%
dari keganasan pediatrik. Leukemia limfositik akut (LLA) berjumlah kira-kira 75% dari semua
kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 tahun. Leukemia mieloid akut (LMA) berjumlah
kira-kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun,
meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya adalah bentuk kronis, leukemia
limfositik kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak. Insidensi tahunan keseluruhan dari
leukemia adalah 42,1 tiap juta anak kulit putih dan 24,3 tiap juta anak kulit hitam. Perbedaan itu
terutama disebabkan oleh rendahnya kejadian LLA pada kulit hitam.
Anamnesis
Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung
pada pasien (autoanamnesis) atau pada orang tua atau sumber lain (alloanamnesis). 80% untuk
menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis.
Tujuan anamnesis yaitu untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai
kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa kondisi yang sudah
dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya.
Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai dengan mencari
keterangan mengenai nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan sebagainya. Keterangan
yang didapat ini kadang sudah memberi petunjuk permulaan kepada kita.
Pertanyaan yang ditanyakan kepada pasien diantaranya adalah:
Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan diri atau
dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama merupakan titik tolak
penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien.
Keluhan utama :
Anak pucat sejak 1 bulan yang lalu. Pucat paling baik dinilai pada telapak tangan atau
kaki, kuku, mukosa mulut, dan konjungtiva.3
Keluhan penyerta :
Anak juga mengalami demam tidak terlalu tinggi dan hilang timbul sejak 1-2 bulan yang
lalu, disertai adanya pendarahan gusi dan mimisan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Perjalanan penyakit sangat penting diketahui. Ditentukan kapan dimulainya perjalanan
penyakit yang dimulai dari kapan saat terakhir pasien merasa sehat. Pernyataan terakhir
penting, karena sering kali yang disampaikan pasien dalam keluhan utamanya tidak
menggambarkan dimulainya penyakitnya, tetapi lebih berhubungan dengan munculnya
kondisi yang dirasakan mengganggunya. Demam, misalnya, akan dikeluhkan setelah
dirasakan meninggi, karenanya untuk keluhan demam seorang dokter harus menggali
informasi kapan saat pertama pasien merasa suhu tubuhnya meningkat, walaupun belum
dirasakan cukup mengganggu. Khusus untuk demam kurang dari satu minggu, bahkan dokter
harus mampu menentukan pernyataan yang meyakinkan dan tajam dengan menyebut “demam
hari ke berapa” dan bukannya “demam sekian hari”.
Penting ditanyakan pada pasien, gejala apa lagi yang dirasakan selain dari keluhan utama.
Misalnya apakah cepat merasa cepat lelah? Atau gejala lain seperti demam, perdarahan
ataukah nyeri tulang dll. Apabila terdapat keluhan keluhan lain seperti itu, perlu ditanyakan
lagi apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap?.
Faktor Risiko dan Faktor Prognostik
Faktor risiko adalah faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu
penyakit, sedangkan faktor prognostik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan
suatu penyakit atau hasil pengobatan penyakit. Faktor risiko dan faktor prognostik dapat
berasal dari pasien, keluarganya maupun lingkungan.
Faktor risiko pada pasien anak ditentukan dengan melakukan anamnesis riwayat pribadi
seperti riwayat perinatal, riwayat nutrisi, riwayat pertumbuhan dan perkembangan serta
riwayat penyakit yang pernah diderita. Riwayat imunisasi juga perlu dieksplorasi, untuk
menduga imunitas pasien. Riwayat penyakit keluarga juga diperlukan untuk mengetahui ada
tidaknya penyakit yang diturunkan atau ditularkan.3
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan KGB
KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus diukur untuk
perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada
perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi,
konsistensi apakah keras atau kenyal.3
Ukuran : normal bila diameter < 1cm (pada epitroclear > 0,5cm dan lipat paha >1,5cm
dikatakan abnormal).
Nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet
mengarahkan kepada limfoma, lunak mengarahkan kepada proses infeksi, fluktuatif
mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
Penempelan/bergerombol : beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila
digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.
Pemeriksaan Hepar
Palpasi hepar dengan meletakkan tangan kiri di belakang pinggang menyangga kosta ke
11 & 12 dengan posisi sejajar dengan kosta, ajurkan pasien untuk rileks, tangan kanan
mendorong hepar ke atas dan kedalam dengan lembut. Anjurkan pasien inspirasi dalam &
rasakan sentuhan hepar saat inspirasi, jika teraba sedikit kendorkan jari & raba permukaan
anterior hepar. Normal hepar : lunak tegas, tidak berbenjol-benjol.
Perkusi hepar, digunakan patokan 2 garis, yaitu: garis yang menghubungkan pusar
dengan titik potong garis mid calvicula kanan dengan arcus aorta, dan garis yang
menghubungkan pusar dengan processus kifoideus.
Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis ini dinyatakan dengan beberapa bagian
dari kedua garis tersebut. Harus pula dicatat: konsistensi, tepi, permukaan dan terdapatnya
nyeri tekan.
Pemeriksaan Limpa
Pada neonates, normal masih teraba sampai 1 – 2 cm. Dibedakan dengan hati yaitu
dengan :
Limpa seperti lidah menggantung ke bawah
Ikut bergerak pada pernapasan
Mempunyai incisura lienalis, serta dapat didorong kearah medial, lateral dan atas.
Besarnya limpa diukur menurut SCHUFFNER, yaitu : garis yang menghubungkan titik pada
arkus kosta kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang
merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa. Garis ini
diteruskan kebawah sehingga memotong lipat paha. Garis dari pusat kelipat paha pun dibagi 4
bagian yang sama. Limpa yang membesar sampai pusar dinyatakan sebagai S.IV sampai lipat
paha S.VIII.3
Pada pemeriksaan fisik yang khas ialah pucat, panas dan perdarahan disertai
splenomegali, dan kadang-kadang hepatomegali serta limfadenopati. Penderita menunjukkan
gejala lengkap seperti tersebut di atas, secara klinis dapat di diagnosis leukemia. Pucat dapat
terjadi mendadak, sehingga bila pada seorang anak terdapat pucat yang mendadak dan sebab
terjadinya sukar diterangkan, waspadalah leukemia. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia,
epistaksis, perdarahan gusi dan sebagainya. Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat
splenomegali. Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalah-
tafsirkan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel
leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia
serebral dan sebagainya.2
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi diagnostik LLA,
klasifikasi prognostik dan perencanaan terapi yang tepat, yaitu:
Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan apus darah tepi.
Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat diagnosis.
Hiperleukositosis (>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi
200.000/mm3. Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada
hitung leukosit bervariasi dari 0 – 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung
trombosit kurang dari 25.000/mm3.4
Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang.
Pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga
semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Spesimen yang didapat harus diperiksa
untuk analisis histologi, sitogenetik dan immunophenotyping. Apus sumsum tulang tampak
hiperselular dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada LLA
dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel leukemia, maka aspirasi sumsum
tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsi penting untuk evaluasi
gambaran sitologi.4
Sitokimia.
Gambaran morfologisel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang kadang-kadang
tidak dapat membedakan LLAdari keukemia mieloblastik akut (LMA). Pada LLA, pewarnaan
sudan black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negatif. Mieloperoksidase
adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari prekusor granulositik,
yang dapat dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia juga berguna untuk membedakan
precursor B dan B-ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T
yang ganas, sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan periodic
acid Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh limfiblas dapat dideteksi dengan pewarnaan
imunoperoksidase atau flow cytometry.
Imunofenotipe (dengan sitometri arus/Flow cytometry).
Pemeriksaaan ini berguna dalam diagnosis dan klasifikasi LLA. Reagen yang dipakai
untuk diagnosis dan identifikasi subtipe imunologi adalah antibodi terhadap:
Untuk sel prekusor B: CD10 (common ALL antigen),CD19,CD79A,CD22, cytoplasmis
m-heavy chain, dan TdT
Untuk sel T: CD1a, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8 dan TdT
Untuk sel B: kappa atau lambda, CD19, CD20 dan CD22
Pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen mieloid antigen mieloid
yang bisa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. Ekspresi yang bersamaan dari abtigen
limfoid dan mieloid dapat ditemukan pada leukemia bifenotip akut. Kasus ini jarang , dan
perjalanan penyakit buruk.
Sitogenetik.
Analisis sitogeetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik berhubungan
dengan subtipe LLA tertentu, dan dapat memberikan informasi prognostik. translokasi t(8;14),
t(2;8) dan t(8;22) hanya ditemukan pada LLA sel B, dan kelainan kromosom ini meyebabkan
disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada kromosom 8. Beberapa kelainan
sitogenetik dapat ditemukan pada LLA atau LMA, misalnya kromosom Philadelphia, t(9;22)
(q34;q11) yang khas untuk leukemia mielositik kronik.4
Pemeriksaan Lainnya.
Biopsi limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan
limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit dan pulp sel.4
Kimia darah
Kolesterol mungkin merendah, asam urat dapat meningkat, hipogamaglobulinemia.4
Cairan serebrospinal
Bila terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein, maka hal ini berarti suatu
leukemia meningeal. Kelainan ini dapat terjadi pada setiap saat dari perjalanan penyakit
baik pada keadaan remisi maupun pada keadaan kambuh. Untuk mencegahnya dilakukan
pungsi lumbal dan pemberian metotreksat (MTX) intratrakeal secara rutin pada setiap
penderita baru atau pada mereka yang menunjukkan gejala tekanan intrakranial yang
meninggi.4
Working Diagnosis
Leukemia Limfositik Akut
Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana sel-sel
yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan
segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang.4
Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke hati, limpa,
kelenjar getah bening, otak, ginjal dan organ reproduksi; dimana mereka melanjutkan
pertumbuhannya dan membelah diri.4
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan oleh
pemeriksaan sumsum tulang atau limpa. Pada stadium ini limpa mungkin tidak membesar,
bahkan gambaran darah tepi masih normal dan hanya terlihat gejala pucat yang mendadak
dengan atau tanpa trombositopenia. Dalam keadaan ini pemeriksaan sumsum tulang dapat
memastikan diagnosis.
Pada stadium praleukemia, gejala lebih tidak khas lagi, bahkan sumsum tulang dapat
memperlihatkan gambaran normal atau gambaran lain yang nonleukemik (misal anemia aplastik,
ITP menahun, diseritropoesis). Dengan pemeriksaan mikroskop electron sebenarnya telah dapat
dilihat adanya sel patologis.
Keluhan panas, pucat, dan perdarahan dapat disebabkan anemia aplastik, trombositopenia
(ITP, ATP, demam berdarah atau infeksi lain). Bila pada pemeriksaan jasmani ditemukan
splenomegali, maka diagnosis lebih terarah pada leukemia akut.
ATP dan trombositopenia ‘biasa’ tidak menunjukkan kelainan lain dalam darah tepi, kecuali
jumlah trombosit yang rendah. Bila darah tepi juga menunjukkan granulositopenia dan
retikulositopenia (terdapat pansitopenia), diagnosis lebih condong pada anemia aplastik atau
leukemia.4,5
Differential Diagnosis
Leukemia mielositik akut (LMA)
Pada sebagian besar kasus, gambaran klinis dan morfologi pada pewarnaan rutin
membedakan ALL dari AML. Pada ALL, blas tidak memperlihatkan adanya diferensiasi
(dengan perkecualian ALL sel B). Sedangkan pada AML, biasanya ditemukan tanda-tanda
diferensiasi kearah granulosit atau monosit pada blas atau progeninya. Diperlukan tes khusus
untuk memastikan penegakan diagnosis AML atau ALL dan untuk membagi lagi kasus-kasus
AML atau ALL ke dalam subtype yang berbeda.
Pada sebagian kecil kasus leukemia akut, sel blas memperlihatkan adanya gambaran
AML dan ALL sekaligus. Ciri-ciri ini dapat ditemukan pada sel yang sama (biphenotypic)
atau pada populasi yang terpisah (bilineal), dan gambaran ini mencakup ekspresi yang tak
wajar dari petanda imunologik atau penataan ulang gen yang tak wajar. Hal ini disebut
leukemia akut hybrid dan pengobatan biasanya diberikan berdasarkan pola yang dominan.6
Tabel 1. Pemeriksaan khusus untuk leukemia limfoblastik akut (LLA) dengan leukemia.7
LLA LMA
Sitokimia
Mieloperoksidase
Sudan black
Esterase non spesifik
Periodic acid-Schiff
Fosfatase asam
Mikroskop elekron
Gen imunoglobulin dan TCR
_
_
_
+(positivitas blok kasar pada LLA)
+ pada ALL-T (pewarnaan Golgi)
_
ALL prekursor B: penataan klonal
gen imunoglobulin
ALL-T : penataan klonal gen TCR
+(termasuk batang Auer)
+(termasuk batang Auer)
+ pada M4, M6
+(blok halus pada M6)
Pada M6 (difus)
+(pembentukan granula awal)
Konfigurasi germline gen
imunoglobulin dan TCR
Etiologi
Etiologinya sampai saat ini masih belum jelas, diduga merupakan interaksi beberapa faktor:9
Host
Familial
Dilaporkan adanya kasus – kasus yang terjadi pada satu keluarga, pada anak kembar.
Kelainan kromosom
Kromosom Philadelphia
Berbagai kelainan kromosom ditemukan pada 50% kasus LGA.
Pada sindrom Down, sindrom Turner, risiko leukemia akut meningkat 30 kali lipat
Disfungsi sumsum tulang
Anemia aplastik, polisitemia vera, paroksismal nocturnal hemoglobinuria (PNH)
Lingkungan
Radiasi, sinar X
Bahan kimia, obat misalnya kloramfenikol, fenilbutazon, sulfonamide, alkylating agents, benzene, insektisida.
Virus (retrovirus – onkogenik)
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, insiden tahunan penyakit leukemia pada anak yang berumur di bawah
15 tahun adalah sekitar 4 per 100.000. Anak-anak dari semua golongan umur terkena. Pada LLA,
puncak usia timbulnya penyakit adalah antara umur 3 dan 4 tahun, sedangkan pada anak dengan
LMA tampak tidak ada usia puncak. Insiden LLA lebih tinggi pada anak kulit putih daripada
anak kulit berwarna (rasio 1,8:1), tetapi prediksi rasial belum diperlihatkan baik untuk LMA
maupun LMK di Amerika Serikat. Rasio laki-laki terhadap perempuan untuk semua jenis
leukemia anak adalah 1,4:1 untuk kulit putih dan 1:1 untuk kulit hitam.
Anak kulit putih memiliki resiko menderita leukemia dalam 15 tahun pertama kehidupannya
kira-kira 1 dalam 2880. Saudara kandung dari anak leukemia memiliki resiko yang sedikit
meningkat (1 dalam 720) dalam 10 tahun pertama kehidupannya. Jika leukemia terjadi pada satu
anak kembar monozigot, maka terdapat kemungkinan bahwa anak kembar yang kedua akan
menderita leukemia dalam 6 tahun pertama kehidupannya sebesar 20%, setelah itu resikonya
sama seperti pada saudara kandung lain. Temuan baru-baru ini mengenai kelainan genetik sel
yang leukemia identik pada pasangan kembar monozigot menunjukkan bahwa metastasis
intrauterin menyebabkan leukemia yang sama. Suatu resiko yang lebih tinggi dari normal untuk
perkembangan leukemia telah dihubungkan dengan berbagai macam kelainan. Anak-anak yang
menderita Sindrom Down memiliki resiko 1 dalam 95 sebelum mencapai usia 10 tahun.
Leukemia M7 terjadi secara dominan pada pasien yang berusia 3 tahun atau kurang, dan LLA
dominan terjadi pada anak yang berusia lebih tua. Pasien dengan kromosom yang mudah rusak,
seperti pada anemia Fanconi, sindrom Bloom, dan ataksia telangiektasia, memiliki resiko tinggi
untuk menderita leukemia.
Patogenesis
Leukemia limfoid, atau limfositik akut (acute lymphoid, lymphocytic, leukemia, LLA)
adalah kanker jaringan yang menghasilkan sel darah putih (leukosit). Dihasilkan leukosit yang
imatur atau abnormal dalam jumlah berlebihan, dan leukosit-leukosit tersebut melakukan invasi
ke berbagai organ tubuh. Sel-sel leukemik berinfiltrasi ke dalam sumsum tulang, mengganti
unsur-unsur sel yang normal. Akibatnya, timbul anemia, dan dihasilkan sel darah merah dalam
jumlah yang tidak mencukupi. Timbul perdarahan akibat menurunnya jumlah trombosit yang
bersirkulasi. Infeksi juga terjadi lebih sering karena berkurangnya jumlah leukosit normal. Invasi
sel-sel leukemik ke dalam organ-organ vital menimbulkan hepatomegali, splenomegali, dan
limfadenopati.9
Teori umum tentang patofisiologi leukemia adalah bahwa satu sel induk mutan, mampu
memperbaharui secara tidak terhingga, menimbulkan prekursor hematopoietik berdiferensiasi
buruk maligna yang membelah diri pada kecepatan yang sama atau lebih lambat daripada
pasangannya yang normal. Pada studi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD), perkembangan
uniseluler dari neoplasma telah diperlihatkan dengan menemukan satu jenis G6PD dalam sel
ganas dari pasien heterozigot yang memiliki pola enzim ganda dalam jaringan normal mereka.
Penentuan pola metilasi dari polimorfisme panjang-fragmen-restriksi yang terkait-X pada
perempuan heterozigot merupakan metode sensitif lain dalam pada prinsip analisis yang sama.
Akumulasi sel blas menghambat produksi normal granulosit, eritrosit, dan trombosit, sehingga
mengakibatkan infeksi, anemia, dan perdarahan. Sel leukemia dapat menginfiltrasi setiap organ
dan menyebabkan pembesaran dan gangguan fungsi organ tersebut.9
Manifestasi Klinik
Anak-anak dengan LLA umumnya memperlihatkan gambaran yang agak konsisten. Sekitar
duapertiga telah memperlihatkan gejala dan tanda selama kurang dari 6 minggu pada saat
diagnosis ditegakkan. Gejala pertama biasanya tidak khas, dapat mempunyai riwayat infeksi
saluran napas akibat virus atau suatu eksantema yang belum sembuh sempurna. Manifestasi awal
yang lazim adalah anoreksia, iritabilitas, dan letargi. Kegagalan fungsi sumsum tulang yang
progresif menimbulkan keadaan pucat, perdarahan, dan demam, yaitu gambaran-gambaran yang
mendesak dilakukan pemeriksaan diagnostik.
Pada pemeriksaan awal, sebagian besar pasien tampak pucat dan sekitar 50% dengan petekie
atau perdarahan mukosa. Demam ditemukan pada sekitar 25% penderita, yang terkadang
dianggap timbul oleh sebab spesifik seperti infeksi saluran napas. Limfadenopati kadang-kadang
nyata, dan splenomegali (biasanya kurang dari 6 cm di bawah tepi kosta) dapat ditemukan pada
duapertiga pasien. Hepatomegali minimal dan tidak lazim. Sepertiga pasien mengalami nyeri
tulang akibat invasi periosteum dan perdarahan subperiosteal. Nyeri tulang dan atralgia tidak
jarang merupakan keluhan utama yang mengarah pada diagnostik LLA.
Kadang-kadang tanda-tanda peningkatan intrakranial seperti nyeri kepala dan muntah,
menunjukkan terlibatnya selaput otak. Anak-anak dengan leukemia sel T cenderung dengan
limfadenopati dan hepatosplenomegali yang nyata serta infiltrasi leukemik dini pada sistem
syaraf pusat.1
Tabel 2. Gambaran klinis leukemia akut
Gejala Tanda fisik
Anoreksia/letargi
Demam/infeksi
Perdarahan
Hipertrofi gusi
Nyeri tulang/sendi
Gejala peningkatan tekanan intrakranial
Gejala hipotalamus
Pucat
Ekismosis/perdarahan petekia
Hepatosplenomegali
Limfadenopati
Papil edem
Kelumpuhan saraf kranial
Pembesaran testis
Obstruksi vena kava superior
Klasifikasi Leukemia
Berdasarkan maturitas sel : akut, kronik
Berdasarkan jenis sel : myeloid, limfoid
Berdasarkan maturasi dan jenis sel :
Leukemia Mieloblastik Akut (LMA)
Leukemia Mieloblastik Kronik (LMK)
Leukemia Limfositik Akut (LLA)
Leukemia Limfositik Kronik (LLK)
Berdasarkan morfologi dan pewarnaan sitokimia (FAB) :
Acute Non Lymphocytic Leukemia (ANLL) dibagi menjadi :
M0 : undifferentiated LMA. Mieloperoksidase (-) sulit dibedakan dengan LLA
M1 : LMA tanpa maturasi. Dominasi sel blas, blas tanpa granula, sejumlah kecil
granula azurofil, Auer bodies. Tipe ini paling sering
M2 : LMA dengan maturasi. Terjadi diferensiasi, promielosit dan seterusnya.
M3 : APL (acute promyelocytic leukemia). Granula azurofil besar, Auer bodies
bundle (Faggot cell), sering disertai DIC.
M4 : AMMoL (acute myelomonocytic leukemia)
M5a: AMoL (acute monoblastic leukemia) poor differentiation
M5b: AMoL good differentiation
M6 : Erythroleukemia. Eritroblas sering PAS (+)
M7 : AMgL (acute megakaryoblastic leukemia)
Acute Lymphocytic Leukemia (LLA) dibagi menjadi :
L1 : sel kecil, homogen, sering terjadi pada anak-anak. Proliferasi uniform limfoblas
kecil.
L2 : sel besar, heterogen (limfoblas besar kecil), sering pada dewasa, jarang ≤ 5 tahun.
Diagnosis banding : M1
L3 : sel besar, homogeny (Burkitt type).9
Berdasarkan cell surface marker (immuno-phenotyping)
Acute Lymphocytic Leukemia (ALL) dibagi menjadi :
Common ALL : common ALL Antigen
Pre B ALL : cytoplasmic Ig
B ALL : surface Ig
T ALL : Erythrocyte Rosettes
Null ALL : Terminal deoxy-nucleotidyl Transferase (TdT +).4
Penatalaksanaan
Transfusi darah biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat
tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason, dan sebagainya). Setelah dicapai remisi
dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX)
pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin),
rubidomisin (daunorubicin), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA,
adriamisin, dsb. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan
prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia,
stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hati bila
jumlah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci
hama).
Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru, setelah tercapai remisi dan jumlah sel
leukemia cukup rendah (105 – 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik
dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan
dimaksudkan agar terbentuk antibody yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini
diharapkan akan terbentuk antibody yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel
patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh
sempurna.4
Cara pengobatan
Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI terhadap leukemia
limfositik akut ialah dengan menggunakan protocol sebagai berikut :
Induksi
Sistemik :
VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.
ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai pada hari ketiga
pengobatan
Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian tapering off selama 1
minggu.
SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5 kali dimulai
bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.
Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamid)
Konsolidasi
MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR keenam,
kemudian dilanjutkan dengan :
6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali
CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari konsolidasi
Rumat
Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :
6-MP: 65 mg/m2/hari peroral
MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan Kamis)
Reinduksi
Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat - obat rumat dihentikan.
Sistemik :
VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali
Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu
kemudian tapering off.
SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kaliSSP: MTX
intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali.
Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml
intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing – masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali
dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat – obat rumat diteruskan.
Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.
Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6
minggu).4
Prognosis
Sejumlah gambaran klinis telah dikenal memiliki kepentingan prognostik pada penderita
LLA. Sebagian besar memiliki arti yang dipercaya, sebelum dikenal pembagian subtipe LLA,
namun identifikasi subtipe spesifik mempunyai nilai tambah. Pada umumnya, prognosis yang
buruk dihubungkan dengan awitan yang timbul di bawah umur 2 tahun, atau di atas 10 tahun;
Hitung leukosit lebih besar dari 100.000/mm3 saat diagnosis; adanya massa mediastinum;
keterlibatan dini SSP; leukemia pada pasien kulit hitam. Pada semua keadaan ini, relaps sumsum
tulang cenderung terjadi selama lanjutan terapi dan penderita tak mampu mencapai remisi jangka
panjang selanjutnya.
Identifikasi subtipe spesifik LLA memungkinkan kategori prognostik yang lebih jelas. LLA
umum mempunyai prognosis yang paling baik dan ada kemungkinan dengan terapi mutakhir,
sebagian besar dapat mencapai taraf kontrol jangka panjang bebas penyakit. Sebaliknya, hanya
beberapa saja pederita LLA sel T yang dapat mengharapkan kontrol jangka panjang; dengan
rejimen mutakhir, lama remisi (median) hanya 1 tahun. Beberapa pasien LLA sel B mempunyai
respons terapi yang kurang daripada LLA sel T. Pengalaman dengan LLA subtipe
nondiferensiasi amat sedikit, untuk dapat menentukan pertimbangan prognostik. Klasifikasi FAB
juga dapat memberikan beberapa dugaan prognostik. Dilihat sebagai kelompok, pasien-pasien
dengan morfologi L-1 mempunyai prognosis yang lebih baik daripada kelompok morfologi L-2.
Pasien dengan morfologi L-3 mempunyai ciri prognosis yang buruk seperti halnya leukemia sel
B dan limfoma non-Hodgkin.
Saat ini, cukup banyak penderita LLA umum yang mencapai interval bebas penyakit jangka
panjang setelah dihentikannya pengobatan. Ini menunjukkan bahwa dengan rejimen mutakhir,
penderita yang mencapai remisi lengkap kontinu selama 6 tahun atau lebih hanya memiliki
kemungkinan relaps yang kecil di kemudian hari.1
Komplikasi
Metabolik pada anak dengan LLA dapat disebabkan oleh lisis sel leukemik akibat
kemoterapi atau secara sepontan dan komplikasi ini dapat mengancam jiwa pasien yang memiliki
beban sel leukemia yang besar. Terlepasnya komponen intraselular dapat menyebabkan
hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia dengan hipokalsemia sekunder. Beberapa
pasien dapat menderita nefropati asam urat atau nefrokalsinosis.
Karena efek mielosupresif dan imunosupresif penyakit itu dan juga kemoterapi, anak yang
menderita leukemia lebih rentan thd infeksi. Infeksi yang paling awal adalah bakteri.
Pneumonia Pneumocystis carinii yang timbul selama remisi adalah komplikasi yang paling
sering di jumpai masa lalu, namu sekarang telah jarang karena adanya kemoprofilaksis rutin
dengan trimetroprim-sulfametoksasol.9
Pencegahan
Pencegahan kuratif atau spesifik adalah penangan yang bertujuan menyembuhkan seorang
penderita. Strategi umum kemoterapi leukemia akut meliputi induksi remisi, intensifikasi
(profilaksi susunan saraf pusat) dan lanjutan.
Pencegahan suportif adalah penanganan pada penyakit lain yang menyertai leukemia,
komplikasi dan tindakan yang mendukung penyembuhan, termasuk perawatan psikologi.
Perawatan suportif tersebut antara lain transfusi darah (trombosit), pemberian antibiotik pada
infeksi (sepsis), obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik dan pendekatan aspek psikososial.
Banyak penelitian membuktikan bahwa angka kesakitan dan kematian bayi yang mendapat
ASI eksklusif (hanya ASI saja) selama enam bulan, jauh lebih rendah daripada bayi yang tidak
mendapat ASI. Penelitian lain dilakukan oleh tim dari University of Minnesota Cancer Center
yang dimuat Journal of the National Cancer Institute. Mereka menyatakan bahwa risiko bayi
yang mendapat ASI terkena leukemia turun sampai 30% bila dibandingkan dengan bayi yang
tidak mendapat ASI. Penyebab terjadinya kanker pada anak bisa jadi dipicu oleh kekurangan
imunitas. Di sinilah pentingnya peran pemberian ASI yang terbukti mengandung IgA
(Immunoglobulin A). Zat ini perlu untuk membantu kekebalan tubuh bayi.
Penyakit leukemia tidak dapat menular. Namun disarankan untuk menghindari masuknya
zat-zat kimia ke dalam tubuh, seperti debu, kapur, dan lainnya. Pencegahan leukemia adalah
dengan mengkonsumsi vitamin A, C, buah-buahan segar serta sayuran yang kaya akan serat.9
Daftar Pustaka
1. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Volume 3. Edisi ke-15.
Jakarta: EGC; 2000.h.1772-5.
2. Price SA. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2005.h.268-81.
3. Matondang, S. Corry dkk. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik. Diagnosis Fisis pada Anak.
Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.
4. Hassan, Rusepno dkk. Leukemia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 1. Cetakan ke-
11. Jakarta: Percetakan Infomedika; 2007.h.469-79.
5. Gunadi, Hartono. Leukemia akut. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2008.h.209-10.
6. Hoffbrand, A.V. Leukemia Akut. Kapita Selekta Hematologi. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2005.h.150-63.
7. Sudiono, Herawati, dkk. Leukemia. Penuntun Patologi Klinik Hematologi. Cetakan ke-3.
Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida; 2009.h.140-52.
8. Corrigan James J. kelainan trombosit dan pembuluh darah. Ilmu kesehatan Anak Nelson.
Edisi ke-2. Jakarta: Balai penerbit buku kedokteran EGC; 2000.h.1747.
9. Rudolph, M. Abraham. Leukemia limfoblastik akut. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Edisi 20.
Jakarta: EGC; 2006.h.1397,1401.