Patofisiologi MODS
-
Upload
rizky-aditya-f-diyanah -
Category
Documents
-
view
315 -
download
4
Transcript of Patofisiologi MODS
-
7/22/2019 Patofisiologi MODS
1/6
Nama : Rizky Aditya F. Diyanah
NIM : 092310101001
MK : Keperawatan Kritis II
1. Patofisiologi Sindrom Disfungsi Organ Multipel (Multiple Organ Dysfunction
Syndrome/MODS)
Patofisiologi MODS dapat diuraikan secara sederhana melalui gambar di bawah ini.
Saat ini terdapat berbagai teori yang berusaha menjelaskan patofisiologi terjadinya MODS,
antara lain hipotesis mediator, hipotesis gut-as motor, hipotesis kegagalan mikrovaskuler,
hipotesis two hit, dan hipotesis terintegrasi.
a. Hipotesis mediator diungkapkan atas dasar ditemukannya peningkatan nyata kadar TNF-a
dan IL-1b. Sitokin-sitokin ini diduga menyebabkan kerusakan seluler primer dan bahwa
ternyata pemberian antisitokin dapat menghentikan atau paling tidak mengurangi terjadinya
MODS-like syndrome.
b. Hipotesis gut-as motor, teori yang paling banyak dibahas saat ini, menyatakan bahwa
translokasi bakteri atau produknya menembus dinding usus memicu terjadinya MODS.
Malnutrisi dan iskemia intestinal diketahui sebagai penyebab translokasi toksin bakteri ini.
c. Hipotesis yang terkuat dibanding dua hipotesis patogenesis MODS sebelumnya adalah
hipotesis kegagalan mikrovaskuler. Pada kasus sepsis dan SIRS, terdapat penurunan curah
jantung, penurunan tekanan perfusi sistemik, atau perubahan selektif perfusi sistem organ,
yang mengakibatkan hipoperfusi atau iskemia sistem organ. Perfusi jaringan menjadi
inadekuat dan terjadi gangguan distribusi aliran darah yang membawa oksigen, nutrien, dan
zat-zat penting lainnya. Ada pula hipotesis yang menyatakan bahwa suplai oksigen ke sel
sebenarnya memadai tetapi oksigen tersebut tidak dapat digunakan oleh sel, mungkin
disebabkan abnormalitas jalur fosforilasi oksidatif di mitokondria. Kerusakan endotel
vaskuler akibat mediator SIRS menyebabkan defek permeabilitas dan mengganggu integritas
endotel, menimbulkan edema atau gangguan fungsi sistem organ. Eritrosit yang rusak dengan
perubahan bentuk atau properti rheologik juga memudahkan terjadinya sumbatan atau
obstruksi mikrovaskuler yang kemudian menyebabkan iskemia seluler.
d. Hipotesis two-hit menyatakan bahwa terdapat 2 pola MODS, dini (dalam 72 jam setelah
jejas) dan lambat. MODS dini disebabkan oleh proses one hit, sedangkan MODS tipe
lambat disebabkan oleh proses two hit. Pada model one hit, jejas primer sedemikian
masifnya sehingga mempresipitasi SIRS berat, menyebabkan MODS yang dini dan seringkali
-
7/22/2019 Patofisiologi MODS
2/6
letal. Pada model two hit, terjadi jejas akibat pembedahan atau trauma yang tidak terlalu
berat (first hit), menyebabkan SIRS yang moderat. Adanya presipitasi infeksi atau jejas non-
infeksi dapat mengamplifikasi keadaan inflamasi awal tersebut menjadi SIRS yang berat,
yang cukup untuk menginduksi MODS tipe lambat (umumnya 6-8 hari setelah jejas awal).
Pada sebagian besar pasien MODS, tidak dapat ditelusuri satu penyebab sebagai pemicu
MODS. Oleh karena itu hipotesis terintegrasi menyatakan bahwa tampaknya MODS
merupakan akibat akhir dari disregulasi homeostasis yang melibatkan sebagian besar
mekanisme yang telah diuraikan pada gambar di bawah ini.
Mekanisme Kerusakan/Kematian Jaringan pada MODS
Kerusakan jaringan terjadi selama inflamasi dan merupakan suatu proses yang pada akhirnya
dapat menyebabkan disfungsi dan kegagalan organ. Sel endotel vaskuler mengekspresikan
JejasSel T dan sel B
Sel NK
Makrofag
Respon pro-inflamasi
IL-1, IL-6, TNF-
Status respon hiperinflamasi
Distribusi sistemik
Respon Anti Inflamasi
IL-10, IL-6, IL-4
Status respon hipoinflamasi
SIRS
Kompensasi kardiovaskuler (syok)
Apoptosi
CARS
Supresi sistem imun
Hilangnya homeostasis
MODS
-
7/22/2019 Patofisiologi MODS
3/6
molekul-molekul adhesi yang menarik leukosit dari sirkulasi untuk migrasi ke jaringan.
Akumulasi leukosit terjadi sebagai respons terhadap dari chemokine, seperti IL-8. Kerusakan
jaringan terjadi karena degranulasi leukosit, menghasilkan elastase dan matrix
metalloproteinase (MMP) yang mendegradasi protein struktural. Leukosit yang teraktivasi
juga memproduksi spesies oksigen reaktif (ROS) dari NADPH oksidase membran yang turut
menyebabkan kerusakan jaringan.
Dilatasi dan konstriksi lokal, blokade pembuluh darah oleh agregasi neutrofil dan trombosit,
kerusakan endotel, dan edema interstisial semuanya berkontribusi dalam kejadian hipoksia
jaringan pada MODS.10 Kematian sel karena hipoksia akan memicu respon inflamasi.
Hipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan TNF-a dan IL-8 yang
mengakibatkan perubahan permeabilitas epitel. Hipoksia juga menginduksi pelepasan IL-6,
sitokin utama yang berperan menimbulkan respon fase akut.
Setelah terjadi reperfusi pada jaringan iskemik, terbentuklah ROS sebagai hasil metabolisme
xantin dan hipoxantin oleh xantin oksidase, dan hasil metabolisme AA. Jumlah ROS yang
terbentuk melebihi kapasitas anti-oksidan endogen sehingga terjadi dominasi oksidasi
komponen seluler yang penting. Selain itu terjadi produksi superoksida dismutase oleh
neutrofil teraktivasi. Kematian sel juga terjadi akibat influks kalsium ke dalam sel (calcium-
mediated cell damage).
Respon inflamasi MODS terkait dengan perubahan dinamika dan regulasi apoptosis
dibandingkan dengan keadaan non-inflamasi. Pada MODS terjadi keterlambatan apoptosis
neutrofil serta peningkatan apoptosis limfosit dan parenkim. Keterlambatan apoptosis
neutrofil memperpanjang fungsi neutrofil dalam proses inflamasi sekaligus memperlama
elaborasi metabolit toksik. Peningkatan apoptosis limfosit mengurangi efektor inflamasi
sekaligus menyebabkan imunosupresi. Apoptosis parenkim mengurangi cadangan fungsional
organ.
Tanda dan Gejala
Sistem respirasi, kardiovaskuler, ginjal, hati, hematologi, dan neurologi merupakan 6 sistem
organ yang paling sering dievaluasi pada MODS. Sistem organ lain yang juga sering
diikutsertakan dalam evaluasi adalah gastrointestinal (GI), endokrin, dan imunologi.
Disfungsi respirasi sering terjadi pada pasien SIRS. Kira-kira 35% pasien sepsis akan
mengalami acute lung injury (ALI) ringan-sedang dan 25% mengalami komplikasi penuh
menjadi ARDS.16 Disfungsi respirasi bermanifestasi sebagai takipnea; perubahan status
oksigenasi yang terlihat dari hipoksemia, penurunan rasio PaO2/FiO2 atau kebutuhan
-
7/22/2019 Patofisiologi MODS
4/6
suplementasi oksigen; hipokarbia, serta infiltrat bilateral pada foto polos dada, setelah
kemungkinan gagal jantung kiri disingkirkan. Disfungsi respirasi juga ditunjukkan dengan
jumlahpositive end-expiratory pressure (PEEP) dan/atau penggunaan ventilasi mekanik. Jika
disfungsinya berat, dapat berkembang menjadi acute lung injury (ALI) dengan komplikasi
ARDS pada 60% kasus syok sepsis. Diagnosis ARDS ditegakkan bila rasio PaO2/FiO2
-
7/22/2019 Patofisiologi MODS
5/6
Hipoperfusi splanknik sering ditemukan setelah trauma, sepsis dan keadaan syok. Iskemia
splanknik bermanifestasi sebagai perdarahanstress ulcer, ileus, hepatitis iskemik, kolesistitis
akalkulus dan pankreatitis, intoleransi nutrisi enteral, iskemia/infark intestinal, maupun
perforasi gastrointestinal.
Iskemia mukosa usus meningkatkan permeabilitas intestinal dan menyebabkan terjadinya
translokasi bakteri dan mediator-mediator lain ke dalam sirkulasi sistemik.
Disfungsi endokrin bermanifestasi sebagai hiperglikemia akibat resistensi insulin,
hipertrigliseridemia, hipoalbuminemia, penurunan berat badan, dan hiperkatabolisme.
Hiperglikemia terjadi karena peningkatan glukoneogenesis dan gangguan bersihan glukosa.
Lipolisis meningkatkan gliserol dan asam lemak bebas dalam plasma. Dalam perkembangan
ke arah MODS, hipertrigliseridemia terjadi akibat penurunan bersihan trigliserida dan
kemudian glukoneogenesis gagal berjalan, menyebabkan hipoglikemia.
Disfungsi sistem imun diduga terjadi dengan terjadinya infeksi nosokomial, pireksia,
peningkatan leukositosis, dan gangguan aktivitas imun. Urutan klasik akumulasi MODS
adalah gagal respirasi (dalam 72 jam pertama) mendahului gagal hati (5-7 hari) dan intestinal
(10-15 hari), diikuti gagal ginjal (11-17 hari). Kegagalan hematologi dan miokardial biasanya
merupakan manifestasi akhir MODS, sedangkan kegagalan SSP dapat terjadi di awal atau
akhir perjalanan penyakit. Urutan kegagalan organ ini dapat dipengaruhi oleh proses penyakit
akut dan cadangan fisiologis pasien. Pada pasien MODS, gagal respirasi merupakan jenis
disfungsi yang paling sering (74,4%) dan menyebabkan mortalitas yang tinggi (65,5%)
Secara umum, perjalanan MODS dibagi menjadi 4 stadium klinis:
Stadium 1: pasien mengalami peningkatan kebutuhan volume cairan, alkalosis respiratorik
ringan, disertai dengan oliguria, hiperglikemia, dan peningkatan kebutuhan insulin.
Stadium 2: pasien mengalami takipnea, hipokapnia, hipoksemia, disfungsi hati moderat, dan
mungkin abnormalitas hematologi.
Stadium 3: terjadi syok dengan azotemia dan gangguan keseimbangan asam basa, serta
abnormalitas koagulasi yang signifikan.
Stadium 4: pasien membutuhkan vasopresor, mengalami oliguria/anuria, diikuti kolitis
iskemik dan asidosis laktat.
-
7/22/2019 Patofisiologi MODS
6/6
2. Jelaskan tentang Mati batang otak, Clinical death(mati klinis), biological death (mati
biologis), sosial death (mati sosial/persistent vegetative state), Cerebral death(mati
cerebral), Brain death (total brain death)
a. Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal
intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati
otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat
dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan .
b. Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi
(jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel. Pada masa dini
kematian inilah, pemulaian resusitasi dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi sistem
organ vital termasuk fungsi otak normal, asalkan diberi terapi optimal. Tidak ditemukan
adanya pernapasan dan denyut nadi, bersifat reversibel, penderita punya kesempatan waktu 4-
6 menit untuk dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak.
c. Mati biologis (kematian semua organ) selalu mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan
resusitasi jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan. Mati biologis merupakan
proses nekrotisasi semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah
kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi
nekrotik selama beberapa jam atau hari. Pada kematian, seperti yang biasa terjadi pada
penyakit akut atau kronik yang berat, denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada
suatu saat, ketika tidak hanya jantung, tetapi organisme secara keseluruhan begitu
terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi.
Upaya resusitasi pada kematian normal seperti ini tidak bertujuan dan tidak berarti.
d. Mati sosial (status vegetatif yang menetap) merupakan kerusakan otak berat ireversibel
pada pasien yang tetap tidak sadar dan tidak responsif, tetapi mempunyai elektro
ensefalogram (EEG) aktif dan beberapa refleks yang utuh. Ini harus dibedakan dari mati
serebral yang EEGnya tenang dan dari mati otak, dengan tambahan ketiadaan semua refleks
saraf otak dan upaya nafas spontan. Pada keadaan vegetatif mungkin terdapat daur sadar-
tidur.
e. Mati serebral (kematian korteks) adalah kerusakan ireversibel (nekrosis) serebrum,
terutama neokorteks. Mati otak (MO, kematian otak total) adalah mati serebral ditambah
dengan nekrosis sisa otak lainnya, termasuk serebelum, otak tengah dan batang otak.
f. Brain death (total brain death)(mati otak total) adalah mati cerebral dengan nekrosis sisa
otak lainnya (cerebellum,midbrain dan brain stem). Harus dibedakan brain death dengan
severe neurological dysfunction dimana masih ada menetap sedikit aktifitas otak.