PATOFISIOLOGI KJDK ari

13
A. PATOFISIOLOGI 1,2 Kelangsungan hidup janin dalam uterus, dapat berlangsung dengan adanya penyediaan zat asam dan nutrisi, disamping bahan-bahan lain yang berasal dari darah ibunya. Hal ini tergantung dari beberapa faktor : a) Adekuatnya perfusi plasenta dengan darah ibu b) Adekuatnya fungsi plasenta c) Sirkulasi janin melalui pembuluh darah umbilikus yang berfungsi baik Bila terjadi gangguan pada faktor-faktor diatas yang disebabkan oleh penyakit-penyakit tertentu, maka akan dapat menimbulkan kegagalan transfer yang adekuat dari bahan-bahan terutama zat asam dan zat makanan dari darah ibu ke janin, yang akan membahayakan kelangsungan hidup janin (gawat janin). Keadaan gawat janin ini dapat terjadi secara adekuat, yang terjadi akibat hipoksia yang timbul pada waktu persalinan. Sedangkan gawat janin yang timbul secara khronis adalah keadaan gawat janin yang timbul pada masa kehamilan (periode antenatal); namuin karena tidak diketahui atau tidak terdiagnosa sehingga terjadi kematian dalam kandungan. Gangguan peredaran darah ibu ke dalam plasenta atau gangguan sirkulasi ibu ke dalam ruang intervilli atau gangguan perfusi plasenta, dapat terjadi pada beberapa keadaan/penyakit ibu,

description

lihatnya kedalam

Transcript of PATOFISIOLOGI KJDK ari

Page 1: PATOFISIOLOGI KJDK ari

A. PATOFISIOLOGI1,2

Kelangsungan hidup janin dalam uterus, dapat berlangsung dengan adanya penyediaan zat

asam dan nutrisi, disamping bahan-bahan lain yang berasal dari darah ibunya. Hal ini

tergantung dari beberapa faktor :

a) Adekuatnya perfusi plasenta dengan darah ibu

b) Adekuatnya fungsi plasenta

c) Sirkulasi janin melalui pembuluh darah umbilikus yang berfungsi baik

Bila terjadi gangguan pada faktor-faktor diatas yang disebabkan oleh penyakit-penyakit

tertentu, maka akan dapat menimbulkan kegagalan transfer yang adekuat dari bahan-bahan

terutama zat asam dan zat makanan dari darah ibu ke janin, yang akan membahayakan

kelangsungan hidup janin (gawat janin). Keadaan gawat janin ini dapat terjadi secara

adekuat, yang terjadi akibat hipoksia yang timbul pada waktu persalinan.

Sedangkan gawat janin yang timbul secara khronis adalah keadaan gawat janin yang timbul

pada masa kehamilan (periode antenatal); namuin karena tidak diketahui atau tidak

terdiagnosa sehingga terjadi kematian dalam kandungan.

Gangguan peredaran darah ibu ke dalam plasenta atau gangguan sirkulasi ibu ke dalam ruang

intervilli atau gangguan perfusi plasenta, dapat terjadi pada beberapa keadaan/penyakit ibu,

antara lain yang disebabkan oleh kelainan vaskuler yang ditemukan pada penyakit hipertensi,

preeklampsia/eklampsia, nefritis khronika, diabetes melitus.

Kelainan atau proses degeneratif pada plasenta dapat terjadi oleh karena menuanya plasenta

(placental aging process) atau karena terjadinya perubahan-perubahan yang terjadi dalam

sirkulasi utero plasenter.4

Kelainan vaskuler yang terjadi pada penyakit-penyakit ibu diatas dapat melalui proses atau

perubahan-perubahan degeneratif, dimana terjadinya atheromatosis pada arteri spiralis

desidua. Selanjutnya terjadi penyempitan atau stenosis dan terjadi penyumbatan partial atau

komplet dari arteri tersebut. Disamping terjadinya proses degeneratif tersebut dapat pula

Page 2: PATOFISIOLOGI KJDK ari

terjadi kelainan vaskuler berupa spasme arteri spiralis desidua. Spasme ini akan

menyebabkan menurunnya aliran darah utero plasenter, menurunnya volume darah dalam

ruang intervilli, sehingga terjadi infark plasenta dan hilangnya fungsi jaringan plasenta yang

berfungsi.,

Terutama pada toksemia arteri spiralis desidua akan mengalami degenerasi akut (acute

atherosis), yang mengakibatkan penurunan aliran darah intervilli, iskhemi jaringan plasenta,

yang secara reflektoris meningkatkan tahanan vaskuler villi, sehingga sirkulasi feto plasenta

jadi menurun.

Infark yang terjadi akibat gangguan sirkulasi darah ibu ke dalam ruang intervilli (maternal

intervillous circulation) didahului oleh degenerasi fibrin pada permukaan villi atau koagulasi

darah dalam ruang intervilli. Endapan-endapan kecil pada permukaan villi ini akan

membentuk endapan fibrin yang besar dan menutupi permukaan villi, sehingga menghambat

atau mengganggu absorbsi nutrisi untuk villi dari sirkulasi ibu, dan akibatnya terjadi

kematian villi. Proses koagulasi dari darah intervilli yang terjadi akibat sirkulasi yang sangat

lambat (stagnasi darah), menyebabkan pembentukan trombosis (intervillous thrombosis)

sehingga dapat terjadi degenerasi villi.

Akibat dari gangguan-gangguan hemodinamik ini maka akan menyebabkan kerusakan dari

trofoblast dan dengan demikian akhirnya terjadi gangguan fungsi dari plasenta (insufisiensi

plasenta), sehingga transport O2 dan nutrisi oleh plasenta akan terganggu, bila lesi pada

plasenta sifatnya tidak luas atau tidak berat, maka akan terjadi insufisiensi khronik dan janin

akan mengalami hipoksia khronik dan hambatan pertumbuhan janin.

Bila janin dalam keadaan hipoksia kronik, maka untuk mengatasi keadaan hipoksia,

kapasitas cadangan plasenta sebesar 50% menambah difusi oksigen. Cadangan difusi

plasenta ini bergantung pada luas permukaan villi, aliran darah utero plasenter dan feto

plasenter. Penurunan atau pengurangan aliran darah dalam ruang intervilli sebesar 50% dapat

menyebabkan terjadinya hipoksia janin.

Page 3: PATOFISIOLOGI KJDK ari

Hipoksia janin yang ringan saja tidak akan menyebabkan janin menderita oleh karena

plasenta mempunyai oksigen cadangan. Hipoksia janin baru terjadi bila cadangan O2 plasenta

telash berada dibawah harga kritis yaitu kejenuhan oksigen sudah berkurang dari 10%.

Pengurangan aliran darah kedalam plasenta oleh sebab apapun, dapat mengurangi oksigen

sampai kedalam plasenta. Pada penyakit-penyakit ibu yang telah diuraikan diatas atau pada

proses-proses yang menuju kepad ainsufisiensi plasenta kronik. Cadangan O2 sudah menipis,

dan janin menderita kekurangan oksigen secara kronik, serta kekurangan bahan-bahan

makanan karena transportasi melalui plasenta menjadi terganggu sebagai akibat dari proses-

proses yang kronik ini pertumbuhan janin perlahan-lahan akan mengalami kemunduran atau

”growth retardation”.

Pada keadaan yang lebih parah dimana cadangan O2 dari plasenta telah habis terpakai maka

pertumbuhan janin akan terhenti karena fungsi-fungsi alat tubuh seperti otak, jantung, hati,

ginjal sudah tidak mampu bekerja memenuhi kewajibannya lagi. Pada saat ini janin terancam

bahaya kematian dalam kandungan.

Akhirnya pada keadaan hipoksia berat yang terus berlangsung, dimana metabolisme anaerob

yang menggunakan cdangan karbohidrat habis terpakai, akan menghasilkan asam laktat dan

asam piruvat menumpuk dalam darah janin, sehingga mengalami asidosis (metabolic

acidosis). Keadaan asidosis dan hipoksia selanjutnya akan menekan sistem enzim-enzim

metabolik dan menurunnya penghasilan senyawa fosfat yang kaya energi, sehingga

mekanisme tubuh jatuh ke dalam sirkulasi kolaps (Circulatory collapse). Keadaan ini akan

menyebabkan spincter ani mengendor dan keluarnya mekoneum ke dalam cairan ketuban,

menimbulkan lesi pada organ (CNS, kardiovaskuler, paru dan hepar). Kegagalan jantung

yang disertai shock dan pada akhirnya kematian janin dalam rahim (KJDK).

B. DIAGNOSA1,2,3,4,5,

Gejala dan tanda-tanda kematian janin dalam kandungan adalah sebagai berikut :

A. Anamnese

a) Terhentinya gerakan janin

Page 4: PATOFISIOLOGI KJDK ari

Tidak dirasakannya gerakan janin oleh ibu biasanya merupakan gejala abnormal yang

pertama, yang memperingatkan ibu akan kemungkinan janinnya. Gejala ini hanyalah

bersifat dugaan, oleh karena pada kehamilan normal gerakan janin tidak dapat

dirasakan oleh ibu selama tiga hari.

b) Pembesaran perut tidak bertambah

Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau

kehamilan tidak seperti biasanya. Atau ibu belakangan ini merasa perutnya sering

menjadi keras dan merasakan sakit-sakit seperti mau melahirkan.

B. Inspeksi

Tidak terlihatnya gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu

yang kurus.

C. Palpasi

a) Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan atau bahkan lebih

kecil dari sebelumnya

b) Pada perabaan dinding perut uterus dan janin tidak elastik (melembek)

c) Mammae mengalami perubahan retrogresi

d) Pada pemeriksaan dalam melalui fornik vagina atau kanslis servikalis dan kadang-

kadang melalui dinding perut, teraba kepala janin yang melembek atau teraba adanya

krepitasi (egg cracking sensation)

Menurut beberapa ahli, yang menyatakan bahwa tanda ini adalah tanda yang positif

untuk diagnosa.

Cara untuk menentukan tuanya kehamilan dan berat badan janin dalam kandungan :

(1) Dihitung dari tanggal haid terakhir

(2) Ditambahkan 4,5 bulan dari waktu ibu merasa janin hidup ”feeling life” (quickening)

(3) Menurut Spiegelberg : dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari simfisis, maka

diperoleh tabel :

22-28 mg 24-25 cm di atas simfisis

28 mg 26,7 cm di atas simfisis

Page 5: PATOFISIOLOGI KJDK ari

30 mg 29,5-30 cm di atas simfisis

32 mg 29,5-30 cm di atas simfisis

34 mg 31 cm di atas simfisis

36 mg 32 cm di atas simfisis

38 mg 33 cm di atas simfisis

40 mg 37,7 cm di atas simfisis

(4) Menurut Mac Donald : adalah modifikasi Spiegelberg, yaitu jarak fundus – simfisis

dalam cm dibagi 3,5 merupakan tuanya kehamilan dalam bulan.

(5) Menurut Ahfeld :”Ukuran kepala – bokong” = 0,5 panjang anak sebenarnya. Bila

diukur jarak kepala-bokong janin adalah 20 cm, maka tua kehamilan adalah 8 bulan.

(6) Menurut Johnson- Tausak : BB=(mD-12) X 155

BB=berat badan mD=jarak simfisis-fundus uteri

Hubungan tua kehamilan(bulan), besar uterus dan tinggi fundus uteri

Akhir bulan Besar uterus Tinggi fundus uteri

1 Lebih besar dari biasa Belum teraba(palpasi)

2 Telur bebek Dibelakang simfisis

3 Telur angsa 1-2 jari di atas simfisis

4 Kepala bayi Pertengahan simfisis-pusat

5 Kepala dewasa 2-3 jari di bawah pusat

6 Kepala dewasa Kira-kira setinggi pusat

7 Kepala dewasa 2-3 jari di atas pusat

8 Kepala dewasa Pertengahan pusat-proc.xyphoideus

9 Kepala dewasa 3 jari di bawah Px atau sampai setinggi Px

10 Kepala dewasa Sama dengan kehamilan 8 bulan namun melebar ke samping

D. Auskultasi

Secara auskultasi dengan menggunakan stetoskop monoaural denyut jantung janin tidak

terdengar. Juga dengan alat Dapton denyut jantung janin tidak terdengar.

Menurut Pritchard, bahwa bila denyut jantung janin tidak terdengar dengan alat Daptone,

maka dapat dinyatakan bahwa kematian janin sangat mungkin.

Page 6: PATOFISIOLOGI KJDK ari

E. Amniosintesis.

Bila dilakukan amniosintesis, terlihat cairan ketuban berwarna merah sampai kecoklatan.

F. Pemeriksaan Laboratorium

a) Reaksi Kehamilan

Reaksi kehamilan menjadi negatif setelah ± 10 hari janin mati.

b) Pemeriksaan enzim fosfokinase

Pada kehamilan normal aktivitas fosfokinase kreatinin didalam air ketuban didapati

30 mu/ml, sedangkan setelah 4-5 hari kematian janin menjadi 1000 mu/ml. Enzim

fosfokinase kreatinin banyak teradpat pada epitel dan jaringan subkutan janin.

C. PEMERIKSAAN LAIN1,2,3,4,5

A. Ultrasonografi

Dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diperoleh gambaran kematian janin sebagai

berikut :

a) Tidak adanya gerakan janin

b) Tidak adanya gerakan jantung janin

c) Kepala janin dalam keadaan kollap, bila kematian janin telah berlangsung beberapa

minggu.

B. Rontgen Foto Abdomen

Pada rontgengram terlihat gambaran/tanda-tanda kematian janin sebagai berikut :

a) Tanda Spalding (Spalding’s Sign)

Tanda spalding adalah tanda yang menunjukkan adanya tulang tengkorak yang saling

menutup (overlapping) yang disebabkan karena otak yang mencair.

b) Tanda Noiujokes (Noujokes’s Sign)

Tanda ini menunjukkan gambaran tulang punggung janin yang sangat melengkung.

c) Tanda Robert (Robert’s Sign)

Tanda ini berupa bayangan gas yang tampak didalam tubuh janin.

d) Tanda Duel (Duel’s Sign)

Page 7: PATOFISIOLOGI KJDK ari

Tanda ini berupa ”halo” (lingkaran) yang mengelilingi kranium. Gambaran seperti ini

mirip dengan gambaran halo yang dijumpai pada hidrops fetalis karena pengerutan

kranium dan oedema.

C. PENATALAKSANAAN2,3

Pilihan cara persalinan dapat secara aktif ataupun ekspektatif dimana hal ini perlu dibicarakan

dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

Penanganan ekspektatif :

Tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu

Yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi.

Penanganan aktif (sebagai pilihan pasien, trombosit menurun atau persalinan spontan tidak

terjadi dalam 2minggu) :

Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.

Jika servik belum matang, lakukan pematangan servik dengan prostaglandin atau kateter

Foley. Penggunaan misoprostol yaitu dengan menempatkan misoprostol 25 mcg di

puncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam jika tidak ada respon setelah pemberian 2 x

25 mcg, naikkan dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam (dosis tidak lebih dari 50 mcg setiap

kali dan jangan melebihi 4 dosis).

Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.

Embriotomi yaitu suatu cara pembedahan dengan jalan melukai atau merusak janin,

memungkinkan janin dilahirkan pervaginam, syarat yang harus dipenuhi ialah pembukaan

lengkap, dan panggul yang tidak seberapa sempit sehingga dapat dilalui oleh janin yang sudah

menjadi kecil.3

Pengeluaran janin secara spontan dapat terjadi pada keadaan janin yang kecil, lembek dan

terlipat dua dimana dikenal dengan istilahi Konduplikasio korpore atau evolusio spontanea.5

Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau belum mudah pecah, waspada terhadap

koagulopati, antara lain6 :

Tangani kemungkinan penyebab kegagalan pembekuan ini :

Page 8: PATOFISIOLOGI KJDK ari

Solusio plasenta

Eklamsi

Gunakan produk darah untuk mengontrol perdarahan

Berikan darah lengkap segar, jika tersedia, untuk menggantikan faktor pembekuan dan

sel darah merah.

Jika darah lengkap segar tidak tersedia, pilihlah salah satu dibawah ini berdasarkan

ketersediaannya :

o Plasma beku segar untuk menggantikan faktor pembekuan (15 ml/kg BB).

o Sel darah merah packed (atau yang tersedimentasi) untuk penggantian sel darah

merah.

o Kriopresipitat untuk menggantikan fibrinogen.

o Konsentrasi trombosit (jika trombosit di bawah 20.000).

Penanganan setelah persalinan dapat berupa2 :

Pemeriksaan langsung atau secara patologi plasenta dan tali pusat untuk mengungkapkan

adanya patologi plasenta dan infeksi.

Otopsi janin.

Sitogenetik jaringan fetus.

Page 9: PATOFISIOLOGI KJDK ari

DAFTAR PUSTAKA

1. F. Gary Cunningham, MD dkk. 2010. William Obstetrics. New York : Mc Graw Hill, 630-

632.

2. Lumban T, Jenius. 2013. Standart Pelayanan Medik. Medan : SMF Kebidanan dan Penyakit

Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan, 15-16.

3. Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC, 157-158.

4. Nababan, nora. 2009. Gambaran faktor penyebab kematian janin dalam kandungan di RSU

dr pirngadi medan tahun 2007-2008. USU reporsitory. Avvailable from

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23913/4/Chapter%20II.pdf [Accessed 01

July 2013].

5. Prawirohardjo,sarwono. 2010. Ilmu kebidanan. Edisi IV. Jakarta : PT. Bina Pustaka, 732-

735.

6. Pane, Juli A. 2010. Karakteristik ibu yang melahirkan bayi dengan bblr dan mengalami kjdk

di rumah sakit sri ratu medan tahun 2009. USU reporsitory. Avvailable from

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21887/3/Chapter%20II.pdf [Accessed 01

July 2013].

7.