Patofisiologi dispepsia

8
Patofisiologi 1. Dispepsia organik Dispepsia organik adalah dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Dispepsia organik dapat disebabkan karena: a. Dispepsia Tukak Keluhan penderita yang sering dirasakan adalah nyeri uluhati. Berkurang atau bertambahnya nyeri berhubungan dengan adanya makanan. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak lambung atau duodenum b. Refluks gastroesofageal Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal, yaitu rasa panas di dada dan regurgitasi asam terutama setelah makan. c. Ulkus peptikum/duodenum Ulkus peptik dapat terjadi di esophagus, lambung, duodenum atau pada divertikulum meckel ileum. Ulkus peptikum timbul akibat kerja getah lambung yang asam terhadap epitel yang rentan. Penyebab yang tepat masih belum dapat dipastikan. Beberapa kelainan fisiologis yang timbul pada ulkus duodenum : 1. Jumlah sel parietal dan chief cells bertambah dengan produksi asam yang makin banyak. 2. Peningkatan kepekaan sel parietal terhadap stimulasi gastrin. 3. Peningkatan respon gastrin terhadap makanan 4. Penurunan hambatan pelepasan gastrin dari mukosa antrum setelah pengasaman isi lambung. 5. Pengosongan lambung yang lebih cepat dengan berkurangnya hambatan pengosongan akibat masuknya asam ke duodenum. Menurunnya resistensi mukosa duodenum terhadap asam lambung dan pepsin dapat berperan penting. Insiden ulkus peptik meningkat pada kegagalan ginjal kronik. Ulkus juga dapat berkaitan dengan hiperparatiroidisme, sirosis, penyakit paru dan jantung. Kortikosteroid meningkatkan resiko ulkus peptik dan perdarahan saluran

description

dispepsia merupakan sindroma gastroenterohepatologi paling banyak diderita. terbagi dua organik dan non organik. semoga bermanfaat

Transcript of Patofisiologi dispepsia

Patofisiologi1. Dispepsia organikDispepsia organik adalah dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Dispepsia organik dapat disebabkan karena:a. Dispepsia TukakKeluhan penderita yang sering dirasakan adalah nyeri uluhati. Berkurang atau bertambahnya nyeri berhubungan dengan adanya makanan. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak lambung atau duodenumb. Refluks gastroesofagealGejala yang klasik dari refluks gastroesofageal, yaitu rasa panas di dada dan regurgitasi asam terutama setelah makan. c. Ulkus peptikum/duodenumUlkus peptik dapat terjadi di esophagus, lambung, duodenum atau pada divertikulum meckel ileum. Ulkus peptikum timbul akibat kerja getah lambung yang asam terhadap epitel yang rentan. Penyebab yang tepat masih belum dapat dipastikan. Beberapa kelainan fisiologis yang timbul pada ulkus duodenum : 1. Jumlah sel parietal dan chief cells bertambah dengan produksi asam yang makin banyak. 2. Peningkatan kepekaan sel parietal terhadap stimulasi gastrin. 3. Peningkatan respon gastrin terhadap makanan 4. Penurunan hambatan pelepasan gastrin dari mukosa antrum setelah pengasaman isi lambung. 5. Pengosongan lambung yang lebih cepat dengan berkurangnya hambatan pengosongan akibat masuknya asam ke duodenum. Menurunnya resistensi mukosa duodenum terhadap asam lambung dan pepsin dapat berperan penting. Insiden ulkus peptik meningkat pada kegagalan ginjal kronik. Ulkus juga dapat berkaitan dengan hiperparatiroidisme, sirosis, penyakit paru dan jantung. Kortikosteroid meningkatkan resiko ulkus peptik dan perdarahan saluran pencernaan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya ulkus pept ik antara lain merokok, penyakit hati kronik, penyakit paru kronik dan pankreatitis kronik. Gastritis atrofik kronik, refluks empedu dan merupakan predisposisi untuk ulkus lambung. d. Penyakit saluran empeduSindroma dispepsia ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu. Rasa nyeri dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke punggung dan bahu kanan.e. KarsinomaKarsinoma dari saluran makan (esophagus, lambung, pancreas dan kolon) sering menimbulkan keluhan sindrom dispepsia. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri perut. Keluhan bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia dan berat badan menurun. f. PankreatitisRasa nyeri timbul mendadak yang menjalar ke punggung. Perut terasa makin tegang dan kembung. g. Dispepsia pada sindrom malabsorbsi Pada penderita ini di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea, sering flatus, kembung, keluhan utama lainnya ialah timbulnya diare yang berlendir. h. Dispepsia akibat obat-obatanBanyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak di daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual dan muntah, misalnya obat golongan NSAIDs, teofilin, digitalis, antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin dan lain-lain).i. Gangguan metabolismeDiabetes Mellitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan lambung yang lambat sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroid mungkin menimbulkan keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus, sedangkan hipotiroid menyebabkan timbulnya hipomotilitas lambung.

2. Dispepsia non-organik (fungsional)Dispepsia fungsional dapat dijelaskan sebagai keluhan dispepsia yang telah berlangsung dalam beberapa minggu tanpa didapatkan kelainan atau gangguan struktural/organik/metabolik berdasarkan pemeriksaan klinik, laboratorium, radiology dan endoskopi. Bisanya dispepsia non-organik merupakan dispepsia yang terjadi pada anak. Dalam konsensus Roma II, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai dispepsia yang berlangsung sebagai berikut : sedikitnya terjadi dalam 12 minggu, tidak harus berurutan dalam rentang waktu 12 minggu terakhir, terus menerus atau kambuh (perasaan sakit atau ketidaknyamanan) yang berpusat di perut bagian atas dan tidak ditemukan atau bukan kelainan organik (pada pemeriksaan endoskopi) yang mungkin menerangkan gejala-gejalanya.

Pada fungsional dispepsia tidak ada mekanisme patofisiologi yang pasti. Beberapa mekanisme yang menyebabkan dispepsia fungsional:a. Perubahan motilitasAbnormalitas gastrointestinal motor seperti keterlambatan pengosongan lambung (delay gastric emptying), penurunan distribusi makanan kedalam gaster, penurunan motilitas gaster bagian distal (hipomotilitas antral), penurunan tonus gaster dalam merespon makanan yang memicu penurunan kemampuan peregangan gaster, disritmia gaster (tachygastrias, bradygastrias, atau campuran) dan perubahan motilitas duojejunale telah teridentifikasi pada grup pasien dengan fungsional dispepsia. Pada pasien dengan fungsional dispepsia kemungkinan memiliki abnormalitas fungsi motorik dari abdomen bagian proximal seperti hiporeaktivitas atau penurunan refleks relaksasi fundus dalam responnya terhadap distensi duodenal. Normalnya, bagian proximal abdomen akan berelaksasi dalam merespon makanan yang masuk ke dalam gaster agar dapat meningkatkan volume gaster tanpa meningkatkan tekanan dalam gaster. Sebenarnya mekanisme ini masih belum diketahui secara pasti b. Hipersensitivitas viseralHipersensitivitas viseral merupakan suatu distensi mekanik akibat gastrointestinal hipersensitif terhadap rangsangan, merupakan salah satu hipotesis penyakit gastrointestinal fungsional. Fenomena ini berdasarkan mekanisme perubahan perifer. Sensasi viseral ditransmisikan dari gastrointestinal ke otak, dimana sensasi nyeri dirasakan. Peningkatan persepsi nyeri sentral berhubungan dengan peningkatan sinyal dari usus. Peningkatan perangsangan pada dinding perut menunjukkan disfungsi pada aktivitas aferen. Secara umum terganggunya aktivitas serabut aferen lambung mungkin menyebabkan timbulnya gejala dispepsia. Dispepsia fungsional juga ditandai oleh respon motilitas yang cepat setelah rangsangan kemoreseptor usus. Hal ini mengakibatkan rasa mual dan penurunan motilitas duodenum. Mekanisme hipersensitivitas viseral ini juga terkait dengan mekanisme sentral. Penelitian pada nyeri viseral dan somatik menunjukkan bagian otak yang terlibat dalam afektif, kognitif dan aspek emosional terhadap rasa sakit yang berhubungan dengan pusat sistem saraf otonom. Kemungkinan bahwa perubahan periperal pada gastrointestinal dimodulasi sentral. Bagian kortikolimbikpontin otak adalah bagian pusat terpenting dalam persepsi stimuli periperal.

c. Faktor genetikGenetik merupakan faktor predisposisi pada penderita gangguan gastrointestinal fungsional. Faktor genetik dapat mengurangi jumlah sitokin antiinflamasi (Il-10, TGF-). Penurunan sitokin antiinflamasi dapat menyebabkan peningkatan sensitisasi pada usus. Selain itu polimorfisme genetik berhubungan dengan protein dari sistem reuptake synaptic serotonin serta reseptor polimorfisme alpha adrenergik yang mempengaruhi motilitas dari usus. Insiden keluarga yang mengalami gangguan fungsional gastrointestinal berhubungan dengan potensi genetik. Perbedaan pada kelenjar axis hipotalamus pituitary adrenal menjadi hasil temuan yang menarik. Pada pasien gangguan gastrointestinal fungsional terjadi hiperaktifitas dari axis hypothalamus pituitarity adrenal.d. Faktor psikososialPenyelidikan atas pengaruh psikososisal mengungkapkan bahwa stres adalah faktor yang mempengaruhi dispepsia fungsional. Emosional yang labil memberikan kontribusi terhadap perubahan fungsi gastrointestinal. Hal ini akibat dari pengaruh pusat di enterik. Stres adalah faktor yang diduga dapat mengubah gerakan dan aktivitas sekresi traktus gastrointestinal melalui mekanisme-neuroendokrin.Pada beberapa literatur menyebutkan bahwa anak-anak dengan gangguan fungsi gastrointestinal lebih lazim disebabkan oleh karena kecemasan pada diri mereka dan orang tuanya terutama ibu. Satu studi menyatakan bahwa pada stres atau kecemasan dapat mengaktifkan reaksi disfungsi otonomik traktus gastrointestinal yang dapat menyebabkan gejala sakit perut berulang.Corticotropin releasing hormone (CRH) diproduksi oleh hypothalamus adalah mediator stress yang paling utama terutama pada hypothalamic-pituitary-adrenal axis. CRH ini berfungsi untuk memproses pesn nosiseptik yang akan memicu anxiogenic dan efek depresi. Dalam fungsinya pada gastrointestinal, CRH akan mengaktivasi syaraf aferen melalui sitokin seperti TNF-, IL-1, IL-6, IL-12. CRH juga akan meningkatkan aktivitas respon imun dalam gastrointestinal sehingga akan mengeluarkan sel mast. Sel mast ini akan mengeluarkan CRH-1 dan CRH-2 reseptor dimana CRH-2 akan mengaktivasi sebagian besar mediator inflamasi termasuk sel mast, eosinofil dan T-helper. Mekanisme ini akan menyebabkan sensitivitas viseral dan gangguan motilitas.

e. Helicobacter pyloriInfeksi Helicobacter pylori (Hp) mempengaruhi terjadinya dispepsia fungsional. Penyelidikan epidemiologi menunjukkan kejadian infeksi H.pylori pada pasien dengan dispepsia cukup tinggi, walaupun masih ada perbedaan pendapat mengenai pengaruh H.pylori terhadap dispepsia fungsional. Diketahui bahwa Hp dapat merubah sel neuroendokrin lambung. Sel neuroendokrin menyebabkan peningkatan sekresi lambung dan menurunkan tingkat somatostatin.Kolonisasi H.pylori dihubungkan dengan inflamasi secara histologis. Infeksi H.pylori pada anak dihubungkan dengan peningkatan limfosit mukosa, plasma sel, neutrofil, dan eosinofil yang akan meningkatkan sekresi asam lambung eosinofil cationic protein.