Paper Skizofrenia Paranoid

19
BAB I PENDAHULUAN Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk didunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan 25-35 tahun. Prognosisnya biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Awitan setelah umur 40 tahun jarang terjadi. 1 Diagnosis skizofrenia, menurut sejarahnya, mengalami perubahan-perubahan. Ada beberapa cara untuk menegakkan diagnosis. Pedoman untuk menegakkan diagnosis adalah DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual ) dan PPDGJ-III/ICD-X. Dalam DSM-IV terdapat kriteria objektif dan spesifik untuk mendefinisikan skizofrenia. Belum ada penemuan patognomomik untuk skizofrenia. Diagnosis berdasarkan gejala atau deskripsi klinis dan merupakan suatu sindrom. 1 Etiologi skizofrenia belum pasti. Berdasarkan penelitian biologik, genetik, fenomenologik dinyatakan bahwa skizofrenia merupakan suatu gangguan atau penyakit. Ada beberapa subtipe skizofrenia yang diidentifikasi berdasarkan variabel klinik: 1

description

Psikiatri

Transcript of Paper Skizofrenia Paranoid

Page 1: Paper Skizofrenia Paranoid

BAB I

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1%

penduduk didunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia

biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki

biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan 25-35 tahun. Prognosisnya

biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Awitan

setelah umur 40 tahun jarang terjadi.1

Diagnosis skizofrenia, menurut sejarahnya, mengalami perubahan-

perubahan. Ada beberapa cara untuk menegakkan diagnosis. Pedoman untuk

menegakkan diagnosis adalah DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) dan

PPDGJ-III/ICD-X. Dalam DSM-IV terdapat kriteria objektif dan spesifik untuk

mendefinisikan skizofrenia. Belum ada penemuan patognomomik untuk

skizofrenia. Diagnosis berdasarkan gejala atau deskripsi klinis dan merupakan

suatu sindrom.1

Etiologi skizofrenia belum pasti. Berdasarkan penelitian biologik, genetik,

fenomenologik dinyatakan bahwa skizofrenia merupakan suatu gangguan atau

penyakit. Ada beberapa subtipe skizofrenia yang diidentifikasi berdasarkan

variabel klinik:

F 20.0 Skizofrenia paranoid

F 20.1 Skizofrenia diorganisasi (hebefrenik)

F 20.2 Skizofrenia katatonik

F 20.3 Skizofrenia tak terinci

F 20.4 Depresi pasca skizofrenia

F 20.5 Skizofrenia Residual

F 20.6 Skizofrenia simpleks

F 20.7 Skizofrenia lainnya

F 20.8 Skizofrenia yang tak tergolongkan1

BAB II

1

Page 2: Paper Skizofrenia Paranoid

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab

(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis

atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada

perimbangan genetik, fisik dan sosial budaya.2

Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan

karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar

(inappropriate) or tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness)

dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran

kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.2

Skizofrenia paranoid merupakan tipe paling stabil dan paling sering.

Waham dan halusinasi menonjol sedangkan afek dan pembicaraan hampir tidak

terpengaruh.1

2.2. Etiologi

Skizofrenia kemungkinan merupakan suatu kelompok gangguan dengan

penyebab yang berbeda dan secara pasti memasukkan pasien yang gambaran

klinisnya, respon pengobatannya dan perjalanan penyakitnya adalah bervariasi.3

a. Model diatesis stres

Menurut model diatesis-stres terhadap integrasi faktor biologis,

psikososial, dan lingkungan, seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan

spesifik (diatesis) yang, jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang

menimbulkan stres, memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia. Pada

model diatesis-stres yang paling umum diatesis atau stres dapat biologis atau

lingkungan atau keduanya. Komponen lingkungan dapat biologis (contohnya

infeksi) atau psikologis (contohnya situasi keluarga yang penuh tekanan atau

kematian kerabat dekat). Dasar biologis untuk suatu diatesis terbentuk lebih

lanjut oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan zat, stres psikososial

dan trauma.3

2

Page 3: Paper Skizofrenia Paranoid

b. Faktor Biokimia

Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui. Hipotesis yang paling

banyak yaitu adanya gangguan neurotransmitter sentral yaitu terjadinya

peningkatan aktivitas dopamin sentral (hipotesis dopamin). Hipotesis ini

dibuat berdasarkan tiga penemuan utama1 :

- Efektivitas obat-obat neuroleptik (misalnya fenotiazin) pada skizofrenia,

ia bekerja memblok reseptor dopamin pasca sinaps (tipe D2).

- Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Psikosis yang terjadi

sukar dibedakan secara klinik dengan psikosis skizofrenia paranoid akut.

Amfetamin melepaskan dopamn sentral. Selain itu,, amfetamin juga

memperburuk skizofrenia.

- Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus kaudatus, nukleus

akumben dan putamen pada skizofrenia.

Teori lain yaitu peningkatan serotonin di susunan saraf pusat (terutama

5-HT2A) dan kelebihan NE di forebrain limbik (terjadi pada beberapa penderita

skizofrenia). Setelah pemberian obat yang bersifat antagonis terhadap

neurotransmitter tersebut terjadi perbaikan klinik skizofrenia.1

c. Genetika

Penelitian klasik awal menemukan bahwa seseorang kemungkinan

menderita skizofrenia jika anggota keluarga lainnya juga menderita

skizofrenia dan kemungkinan seseorang menderita skizofrenia adalah

berhubungan dengan dekatnya hubungn persaudaraan tersebut (sebagai

contoh, sanak saudara derajat pertama atau derajat kedua).4

Penelitian pada kembar monozigotik yang diadopsi menunjukkan

bahwa kembar yang diasuh oleh orangtua angkat mempunyai skizofrenia

dengan kemungkinan yang sama besarnya seperti saudara kembarnya yang

dibesarkan oleh orangtua kandungnya. Temuan tersebut menyatakan bahwa

pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan.4

d. Faktor Psikososial

3

Page 4: Paper Skizofrenia Paranoid

Cepatnya perkembangan pemahaman tentang biologi dan skizofrenia

dan diperkenalkannya pengobatan farmakologis yang efektif dan aman telah

lebih lanjut menekankan pentingnya untuk mengerti masalah individu,

keluarga dan sosial yang mempengaruhi pasien dengan skizofrenia.4

Berdasarkan teori psikoanalitis yakni mendalilkan bahwa berbagai

gejala skizofrenia mempunyai arti simbolik bagi pasien individual. Sebagai

contoh, fantasi tentang dunia yang akan berkahir mungkin menyatakan suatu

perasaan bahwa dunia internal seseorang telah mengalami kerusakan. Perasaan

kebesaran dapat mencerminkan narsisme yang reaktivasi, di mana orang

percaya bahwa mereka adalah mahakuasa.4

Halusinasi mungkin menggantikan ketidakmampuan pasien untuk

menghadapi kenyataan objektif dan mungkin mencerminkan harapan atau

ketakutan dari dalam diri mereka. Waham, serupa dengan halusinasi adalah

usaha regresif dan pengganti untuk menciptakan suatu kenyataan baru atau

untuk mengekspresikan rasa takut atau dorongan yang tersembunyi.4

2.3. Gejala Klinis

Gejala klinis biasanya mencakup:

a. Terlihat sangat konsisten, sering paranoid, pasien dapat atau tidak

bertindak sesuai dengan wahamnya.

b. Pasien sering tak kooperatif dan sulit untuk mengadakan kerjasama dan

mungkin agresif, marah atau ketakutan, tetapi pasien jarang sekali

memperlihatkan perilaku inkoheren atau diorganisasi.

c. Waham dan halusinasi menonjol sedangkan afek dan pembicaraan hampir

tidak terpengaruh. Beberapa contoh gejala paranoid yang sering ditemui:

Waham persekutorik (waham kejar) atau waham kebesaran

Halusinasi akustik berupa ancaman, perintah atau menghina.1

2.4. Diagnosis

Kriteria diagnostik skizofrenia menurut PPDGJ III:

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya

dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

4

Page 5: Paper Skizofrenia Paranoid

a. - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau

bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan,

walaupun isinya sama namun kualitasnya berbeda; atau

- “thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar

masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan

- “thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang

lain atau umum mengetahuinya.

b. - “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar; atau

- “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh

kekuatan tertentu dari luar; atau

- “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan

pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;

- “delusional perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifaat mistik atau

mukjizat.

c. Halusinasi auditorik:

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

perilaku pasien, atau

- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara), atau

- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal

keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan

diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau

berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

5

Page 6: Paper Skizofrenia Paranoid

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara

jelas:

e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai

baik oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa

kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan

(over valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari

selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.

f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolaration), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang

tidak relevan atau neologisme.

g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi

tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme,

mutisme, dan stupor.

h. Gejala-gejala “negatif” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,

dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya

yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan

menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut

idak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun

waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik

prodromal).

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi

(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak

bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self

absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.2

Kriteria diagnostik skizofrenia paranoid menurut PPDGJ-III:

Memenuhi kriteria umum diagnostik skizofrenia.

6

Page 7: Paper Skizofrenia Paranoid

Sebagai tambahan:

- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol

a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi

perintah atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa

bunyi pluit (whistling), mendengung (humming) atau bunyi tawa

(laughing).

b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual

atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi

jarang menonjol.

c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham

dikendalikan (delusion of control) dipengaruhi (delusion of

influence) atau passivity (delusion of passivity) dan keyakinan

dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas.

- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala

katatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.2

2.5. Diagnosis banding

1. Gangguan skizofreniform

Berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama (durasi) gejala yang

sekurangnya satu bulan tetapi kurang dari enam bulan.

2. Gangguan psikotik singkat

Gejala berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan

jika pasien tidak kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya.

3. Gangguan skizoafektif

Diagnosis yang tepat jika sindrom manik atau depresif berkembang

bersama-sama dengan gejala utam skizofrenia.

4. Gangguan kepribadian

Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu ciri

skizofrenia yaitu gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan ambang.

5. Gangguan psikotik sekunder dan akibat obat

7

Page 8: Paper Skizofrenia Paranoid

Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam

keadaan medis nonpsikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam

zat. Jika psikosis atau katatonia disebabkan oleh kondisi medis umum

nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat, diagnosis yang paling sesuai

adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum, gangguan katatonia

akibat kondisi medis umum atau gangguan psikotik akibat zat.4

2.6. Penatalaksanaan

Pengobatan skizofrenia adalah:

a. Terapi somatik

Antipsikotik

Skizofrenia diobati dengan antipsikotika (AP). Antipsikotik dibagi

dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:

- Dopamine receptor antagonist (DRA) atau antipsikotika generasi I

(APG-I) disebut juga antipsikotika konvensional atau tipikal. Obat

APG-I berguna terutama untuk mengontrol gejala-gejala positif

sedangkan untuk gejala negatif hampir tidak bermanfaat. Semua

obat APG-I dapat menimbulkan efek samping extrapiramidal

symptoms (EPS) yaitu parkinsonisme, distonia akut, dan akatisia.

- Serotonin dopamine antagonist (SDA) atau antipsikotika generasi II

(APG-II) disebut juga antipsikotika baru atau atipikal. Obat APG-II

bermanfaat baik untuk gejala positif maupun negatif.1

Tabel dibawah ini memperlihatkan klasifikasi antipsikotik:5

Antipsikotik Ikatan kimia Dosis anjuran

8

Page 9: Paper Skizofrenia Paranoid

Antipsikotik

tipikal

Chlorpromazine

Thioridazine

Trifluopherazine

Haloperidol

Fluphenazine

Sulpiride

Pimozide

Phenothiazine (aliphatic)

Phenothiazine (piperazine)

Phenothiazine (piperazine)

Butyrophenone

Phenothiazine (piperazine)

Diphenilbutylpiperidine

Diphenilbutylpiperidine

150-600 mg/h

150-600 mg/h

10-15 mg/h

5-15 mg/h

25mg/2-4

minggu

300-600 mg/h

2-4 mg/h

Antipsikotik

atipikal

Risperidone

Clozapine

Quetiapine

Olanzapine

Benzisoxazole

Dibenzodiazepine

Dibenzodiazepine

Dibenzodiazepine

2-6 mg/h

25-100 mg/h

50-400 mg/h

10-20 mg/h

Terapi somatik lainnya

Walaupun jauh kurang efektif daripada antipsikotik, terapi elektro

konvulsif (ECT) dapat diindikasikan pada pasien katatonik dan bagi pasien

karena suatu alasan yang tidak dapat menggunakan antipsikotik. Pasien

yang telah sakit selama kurang dari satu tahun adalah pasien yang

berespons.4

b. Terapi psikososial

Terapi utama skizofrenia adalah farmakologi. Psikoterapi jangka

panjang yang berorientasi tilikan, tempatnya sangat terbatas. Di sisi lain,

metode psikososial berorientasi suportif sangat bermanfaat terutama pada terapi

jangka panjang skizofrenia.

Terapi perilaku

9

Page 10: Paper Skizofrenia Paranoid

Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan

keterampilan sosial untuk meningkatkan komunikasi sosial,

kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis dan komunikasi

interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau

hadiah.

Terapi berorientasi keluarga

Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas di

dalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan

kecepatannya. Terapi keluarga dapat diarahkan kepada berbagai macam

penerapan strategi menurunkan stres dan mengatasi masalah dan

perlibatan kembali pasien ke dalam aktivitas.

Terapi kelompok

Terapi kelompok adalah efektif dalam menurunkan isolasi sosial,

meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien

dengan skizofrenia.

Psikoterapi individual

Berupa psikoterapi suportif dan psikoterapi berorientasi tilikan.4

2.7. Prognosis

Sejumlah studi menunjukkan bahwa selama periode 5 sampai 10 tahun

setelah rawat inap psikiatrik yang pertama untuk skizofrenia, hanya sekitar 10

sampai 20 persen pasien yang dapat dideskripsikan memiliki hasil akhir yang

baik. Lebih dari 50 persen pasien dapat digambarkan memiliki hasil akhir yang

buruk dengan rawat inap berulang, eksaserbasi gejala. Meski terdapat gambaran

yang kelam ini, skizofrenia tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang

memburuk dan sejumlah faktor dikaitkan dengan prognosis yang baik.3

Gambaran klinis yang dikaitkan dengan prognosis baik yaitu:

a. Awitan gejala-gejala psikotik aktif terjadi secara mendadak.

b. Awitan terjadi setelah umur 30 tahun terutama pada perempuan.

c. Fungsi pekerjaan dan sosial premorbid baik.

10

Page 11: Paper Skizofrenia Paranoid

d. Kebingungan sangat jelas dan gambaran emosi menonjol, selama episode

akut (gejala positif), beberapa hal yang perlu ditanyakan yaitu:

- Kemungkinan adanya suatu stresor yang mempresipitasi psikosis

akut dan tidak ada bukti gangguan saraf pusat.

- Tidak ada riwayat keluarga menderita skizofrenia.4

11

Page 12: Paper Skizofrenia Paranoid

BAB III

KESIMPULAN

Skizofrenia ditandai dengan distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar

dan khas dan didapati afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul,

kesadaran jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap dipertahankan

walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Pedoman untuk

menegakkan diagnosis skizofrenia adalah dengan terpenuhinya kriteria diagnostik

yang terdapat pada DSM-IV atau PPDGJ-III atau ICD-X. Penatalaksanaan

skizofrenia dengan memberikan terapi somatik berupa obat antipsikotik serta

terapi psikososial.

12

Page 13: Paper Skizofrenia Paranoid

DAFTAR PUSTAKA

1. Amir N, Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta, 2010: 173-198.

2. Maslim R, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Bagian Ilmu Kedokteran

Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta, 2013:46-48.

3. Kaplan HI, Sadock BJ, Sadock VA, Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi II, EGC,

Jakarta, 2015:147-167.

4. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA, Sinopsis Psikiatri Jilid I Edisi VII,

Binarupa Aksara, Jakarta, 2010: 699-743.

5. Maslim R, Panduan Praktis Penggunaan Obat Klinis Psikotropik Edisi III,

Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya, Jakarta, 2002: 14-22.

13