PAPER PENYAKIT DALAM BAB I-IV.docx

download PAPER PENYAKIT DALAM BAB I-IV.docx

of 74

description

PAPER PENYAKIT DALAM BAB I-IV

Transcript of PAPER PENYAKIT DALAM BAB I-IV.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis diabetik juga merupakan komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis. Ketoasidosis diabetik ini diakibatkan oleh defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.Ketoasidosis diabetukum lebih sering terjadi pada usia 300 mg/24 jam atau >200 ig/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.

2.2.2Klasifikasi

Tabel 1. Klasifikasi Nefropati DiabetikTahap Kondisi GinjalAERLFGTDPrognosis

1HipertrofiHiperfungsiNNReversibel

2Kelainan strukturN/NMungkin reversibel

3MikroalbuminuriaPersisten 20-200 mg/menit/NMungkin reversibel

4Makroalbuminuria Proteinuria >200 mg/menitRendahHipertensiMungkin bisa stabilisasi

5Uremia Tinggi/Rendah 140 160 mg/dl [7.7 8.8 mmol/l]); dimana A1C > 7 8 %2. Faktor-faktor genetis3. Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan LFG, peningkatan tekanan intraglomerulus)4. Hipertensi sistemik5. Sindrom resistensi insulin (sindroma metabolik)6. Inflamasi7. Perubahan permeabilitas pembuluh darah8. Asupan protein berlebih9. Gangguan metabolik (kelainan metabolisme polyol, pembentukan advanced glycation end products, peningkatan produksi sitokin)10. Pelepasan growth factors11. Kelainan metabolisme karbohidrat / lemak / protein12. Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan membrana basalis glomerulus)13. Gangguan ion pump (peningkatan Na+ - H+ pump dan penurunan Ca2+ - ATPase pump)14. Hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia)15. Aktivasi protein kinase C

2.2.4 DiagnosisPada saat diagnosa DM ditegakkan, kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula saat pasien sudah menjalani pengobatan rutin DM. Pemantauan yang dianjurkan oleh ADA antara lain pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens kreatinin. Untuk mempermudah evaluasi klirens kreatinin, dapat digunakan perhitungan LFG dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault, yaitu (Sudoyo, 2006).:

*) LFG dalam ml/menit/1,73 m2

2.2.5 PenatalaksanaanTujuan pengelolaan nefropati diabetik adalah mencegah atau menunda progresifitas penyakit ginjal dan memperbaiki kualitas hidup pasien sebelum menjadi gagal ginjal terminal.1. EvaluasiApakah masih normoalbuminuria, sudah terjadi mikroalbuminuria atau makroalbuminuria.

2. Terapi Pada prinsipnya pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah dengan: a. Pengendalian gula darah (olahraga, diet, obat anti diabetes); b. Pengendalian tekanan darah (diet rendah garam, obat anti hipertensi); c. Perbaikan fungsi ginjal (diet rendah protein, pemberian ACE inhibitor dan atau ARB); d. Pengendalian faktor-faktor komorbiditas lain (pengendalian kadar lemak, mengurangi obesitas, dll)

3. Rujukan Tatalaksana nonfarmakologis nefropati diabetik berupa gaya hidup yang sehat yang meliputi olahraga rutin, diet, menghentikan kebiasaan merokok serta membatasi konsumsi alkohol. Olahraga rutin yang dianjurkan ADA adalah dengan berjalan 3 5 km/hari dengan kecepatan sekitar 10 12 menit/km, 4 sampai 5 kali seminggu. Pembatasan asupan garam dianjurkan sebanyak 4 5 g/hari (atau 68 85 meq/hari) serta asupan protein hingga 0,8 g/kg/berat badan ideal/hari.Target tekanan darah pada nefropati diabetik adalah < 130/80 mmHg. Obat anti hipertensi yang dianjurkan antara lain ACE inhibitor atau ARB, sedangkan pilihan lain adalah diuretik, kemudian beta blocker atau calcium channel blocker.Pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal yang berjalan terus, saat LFG mencapai 10 12 ml/menit (setara dengan klirens kreatinin < 15 ml/menit atau serum kreatinin > 6 mg/dl), dianjurkan untuk memulai dialisis (hemodialisis atau peritoneal dialisis), walaupun masih ada perbedaan pendapat mengenai kapan sebaiknya dialisis dimulai. Pilihan pengobatan lain untuk gagal ginjal terminal adalah cangkok ginjal, dan di negara-negara maju sudah sering dilakukan cangkok ginjal dan pankreas sekaligus.

2.3 Anemia Penyakit Kronik2.3.1 DefinisiAnemia sering dijumpai pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun keganasan. Anemia ini umumnya ringan atau sedang, disertai oleh rasa lemah dan penurunan berat badan dan disebut anemia pada penyakit kronis. Anemia penyakit kronis ini merupakan bentuk anemia derajat ringan sampai sedang yang terjadi akibat infeksi kronis, peradangan, trauma dan penyakit neoplastik yang telah berlangsung 12 bulan . Anemia ini sangat mirip dengan anemia defisiensi besi yaitu ditandai dengan kelainan metabolism besi tetapi pada anemia ini terjadi sekuestrasi besi di dalam sistem RES karena inflamasi. Pada anemia jenis ini, terjadi sekuestrasi besi di dalam makrofag. Sekuestrasi ini berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme dependen besi atau untuk memperkuat aspek imunitas pejamu.2.3.2 EtiologiBanyak penyakit kronik yang berhubungan dengan anemia. Sebagian besar anemia disebabkan oleh infeksi dan peradangan dan dapat menghambat pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang, sehingga jumlah sel darah merah berkurang. 1. Anemia ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi seperti infeksi ginjal, paru (bronkiektasis, abses, empiema, dll). Untuk terjadinya anemia memerlukan waktu 1-2 bulan setelah infeksi terjadi dan menetap, setelah terjadi keseimbangan antara produksi dan penghancuran eritrosit dan Hb menjadi stabil (1). Laporan/data penyakit tuberkulosis, abses paru, endokarditis bakteri subakut, osteomielitis dan infeksi jamur kronis serta HIV membuktikan bahwa hampir semua infeksi supuratif kronis berkaitan dengan anemia. Biasanya infeksi yang berlangsung lebih dari 1 bulan, di antaranya TB, endocarditis, osteomyelitis, dan abses.2. Anemia ini bisa disebabkan oleh neoplasma seperti limfoma malignum, dan nekrosis jaringan. Ini terjadi bisa dikarenakan infiltrasi sel ganas ke dalam sumsum tulang (myelophthisis), akibat dari terapi yang diberikan seperti kemoterapi dan radioterapi, dan adanya defisiensi nutrisi, perdarahan gastrointestinal, terjadinya anemia hemolitik, dan hipersplenisme.3. Anemia ini bisa juga disebabkan oleh penyakit jaringan ikat, di antaranya systemic lupus erythematosus (SLE) dan rheumatoid arthritis. Pada SLE juga bisa sekunder karena AIHA atau karena gagal ginjal akibat lupus nephritis.4. Anemia ini bisa juga disebabkan oleh penyakit endokrin. Adrenal insufficiency, hiperparatiroid, hipertiroid, hipopituitarisme, dan hipotiroid.5. Anemia ini bisa juga disebabkan oleh penyakit hati kronis.

2.3.3 EpidemiologiAnemia pada penyakit kronik adalah anemia yang paling umum pada pasien rawat inap. Ini merupakan jenis anemia terbanyak kedua setelah anemia defisiensi besi yang dapat ditemukan pada orang dewasa di Amerika Serikat. Epidemiologinya tergantung penyakit yang mendasarinya.

2.3.4 PatogenesisYang mendasari patogenesis anemia pada penyakit kronik dititikberatkan pada 3 abnormalitas utama yaitu ketahanan hidup eritrosit yang menurun akibat terjadinya lisis eritrosit lebih dini, gagalnya sumsum tulang mengkompensasi kekurangan dengan meningkatkan produksi sel darah merah karena respon eritropoetin yang terganggu atau menurun, dan gangguan metabolisme berupa gangguan reutilisasi besi yaitu sequestration besi pada sisitem retikuloendotelial Semua proses diatas diduga karena adanya perubahan sitokin-sitokin pada pasien yang menderita penyakit kronik.1. Pemendekan Masa Hidup EritrositAnemia pada penyakit kronis diduga merupakan suatu sindrom stres hematologik, yang terjadi karena diproduksinya sitokin secara berlebihan karena kerusakan jaringan akibat infeksi, inflamasi atau kanker (5). Sitokin yang berlebihan ini yang akan menyebabkan sekuestrasi makrofag sehingga mengikat lebih banyak zat besi, meningkatkan detruksi eritrosit di limpa, menekan produksi eritropoietin di ginjal, serta menyebabkan perangsangan yang inadekuat pada eritropoiesis di sumsum tulang Selain menyebabkan sekuestrasi makrofag, sitokin yang berlebihan juga akan menyebabkan peningkatan aktivitas fagositosis makrofag dan sebagai bagian dari filter limpa menjadi kurang toleran terhadap kerusakan minor eritrosit. Pada keadaan malnutrisi, terjadi penurunan transformasi T4 menjadi T3 yang mengakibatkan terjadinya hipotiroid fungsional. Hipotiroid fungsional menyebabkan penurunan kebutuhan terhadap hemoglobin yang mengangkut besi sehingga produksi eritropoietin berkurang.

2. Gangguan fungsi sumsum tulang.Yaitu respon eritropoietin terhadap anemia yang inadekuat. Hal ini terkait dengan sitokin-sitokin yang dikeluarkan oleh sel yang cedera yaitu IL-1, TNF-, dan IFN-gamma. Kadar IFN gamma berhubungan langsung dengan beratnya anemia. TNF yang dihasilkan oleh makrofag aktif akan menekan eritropoiesis pada pembentukan BFU-E dan CFU-E. IL-1 akan menekan CFU-E pada kultur sumsum tulang manusia.

3. Gangguan metabolisme besi.Pada anemia jenis ini cadangan besi normal tetapi kadar besi rendah. Jadi, anemia disebabkan oleh penurunan kemampuan Fe dalam sintesis Hb. Dalam sitokin dan sel-sel sistem retikuloendotelial menyebabkan perubahan dalam homeostasis besi, efek proliferasi sel progenitor erythroid, produksi erythropoietin dan masa hidup sel darah merah. Semua ini kemudian berkontribusi pada patogenesis anemia. Invasi mikroorganisme, munculnya sel-sel ganas atau disregulasi autoimun menyebabkan aktivasi sel T (CD3 +) dan monosit. Sel-sel ini menyebabkan mekanisme efektor kekebalan tubuh, dengan memproduksi sitokin ada seperti interferon - (dari sel T) dan tumor necrosis factor (TNF-), interleukin -1. Interkeukin-6 dan lipolpolysaccharide merangsang ekspresi hepcidin protei, yang menghambat penyerapan zat besic di duodenum. Interferon - , lipoplysaccharide, atau keduanya meningkatkan ekspresi transporter logam divalen I pada makrofag dan merangsang penyerapan zat besi besi (Fe 2 +). Anti-inflamasi sitokin interleukin -10 mengatur ekspresi reseptor transferin dan meningkatkan reseptor transferin - serapan dimediasi besi transferin terikat dalam monosit. Selain itu, makrofag diaktifkan phagocytose dan menurunkan eritrosit pikun untuk daur ulang besi, sebuah proses yang lebih disebabkan oleh TNF- melalui merusak membran eritrosit dan stimulasi fagositosis. Interferon - dan lipopolisakarida mengatur ekspresi dari besi transporter makrofag ferroprotein 1, ekspor besi menyebabkan penghambatan makrofag, sebuah proses yang juga dipengaruhi oleh hepcidin. Pada saat yang sama, TNF-, interleukin-1, interleukin-6 dan interleukin-10 menginduksi ekspresi feritin dan merangsang penyimpanan dan retensi besi dalam makrofag. Singkatnya, mekanisme ini menyebabkan konsentrasi besi menurun dalam sirkulasi dan dengan demikian untuk ketersediaan terbatas besi dari sel erythroid. TNF- dan interferon- menghambat produksi erythropoietin dalam ginjal. TNF-, interferon-, dan interleukin -1 langsung menghambat diferensiasi dan proliferasi sel-sel progenitor erythroid. Selain itu, terbatasnya ketersediaan besi dan aktivitas biologis penurunan erythropoietin menyebabkan penghambatan eritropoiesis dan pengembangan anemia. Pada umumnya terdapat gangguan absorpsi Fe walaupun ringan. Ambilan Fe oleh sel sel usus dan pengikatan apoferitin intrasel masih normal sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa defek yang terjadi pada anemia ini yaitu gangguan pembebasan Fe dari makrofag dan sel- sel hepar pada pasien.Gambar 1. Patogenesis Anemia karena Penyakit Kronik 2.3.5 DiagnosisKarena anemia yang terjadi umumnya derajat ringan, sering kali gejalanya tertutup oleh gejala penyakit dasarnya, karena kadar Hb yang terjadinya adalah sekitar 7-11 g/dL dan ini umumnya asimtomatik. Temuan klinik pada anemia jenis ini bergantung pada penyebabnya Semakin berat penyakitnya, maka akan semakin berat anemia yang terjadi. Meskipun demikian apabila demam atau debilitas fisik meningkat, pengurangan kapasitas transpor O2 jaringan akan memperjelas gejala anemianya atau memperberat keluhan sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik umumnya hanya dijumpai konjungtiva yang pucat tanpa kelainan yang khas dari anemia jenis ini dan diagnosis biasanya tergantung dari hasil pemeriksaan laboratorium.Diagnosis yang harus dilakukan pada suspek yang menderita penyakit kronik adalah mengkonfirmasi penurunan serum besi, penurunan TIBC, dan normal atau meningkatnya serum ferritin.Hemoglobin jarang sampai dibawah 8 gram/dL. Hematokrit biasanya berkisar antara 25-30% (pada pria normal 45-52%, pada wanita normal 37-48%), biasanya normositik atau kadang-kadang mikrositik. Apabila disertai dengan penurunan kadar besi dalam serum atau saturasi transferin, anemia akan berbentuk hipokrom mikrositik. Kadar feritin dalam serum normal atau meningkat. Leukosit dan hitung jenisnya normal. Nilai retikulosit absolut dalam batas normal atau sedikit meningkat. Perubahan pada leukosit dan trombosit tidak konsisten, tergantung dari penyakit dasarnya. Serum besi biasanya menurrun pada anemia penyakit kronis. Keadaan ini timbul segera setelah onset suatu infeksi atau inflamasi dan mendahului terjadinya anemia. Konsentrasi protein pengikat Fe (transferin) menurun menyebabkan saturasi Fe yang lebih tinggi daripada anemia defisiensi besi. Proteksi saturasi Fe ini relatif mungkin mencukupi dengan meningkatkan transfer Fe dari suatu persediaan yang kurang dari Fe dalam sirkulasi kepada sel eritroid imatur. Penurunan kadar transferin setelah suatu jejas terjadi lebih lambat daripada penurunan kadar Fe serum, disebabkan karena waktu paruh transferin lebih lama (8-12 hari) dibandingkan dengan Fe (90 menit) dan karena fungsi metabolik yang berbeda.

Tabel 2. Anemia Penyakit Kronis

normal Anemia penyakit kronis

TIBC 250-400 60 tahun. Insiden yang lebih tinggi pada orang tua kemungkinan disebabkan oleh peningkatan penggunaan NSAID dalam kelompok ini.

2. PerforasiKejadianperforasi pada orang tuatampaknya meningkat sekunder untuk peningkatan penggunaan NSAID. Penetrasi adalah bentuk perforasi ulkus dimana terdapat terowongan ke organ yang berdekatan. Ulkus duodenum cenderung menembus ke posterior pankreas sehingga menyebabkan pankreatitis. Sedangkan ulkus gaster cenderung menembus ke dalam hati lobus kiri. 3. Gastric Outlet ObstruksiTerjadi pada 1-2% pasien. Seorang pasien mungkinmemiliki obstruksi relatif sekunder untuk ulkus terkait peradangan dan edema diwilayah peripyloric. Proses ini sering sembuh dengan penyembuhan ulkus. Sebuah obstruksi, tetap mekanik sekunder untuk pembentukan bekas luka di daerah peripyloric juga mungkin terjadi. Yang terakhir ini memerlukan intervensi endoskopi atau bedah. Tanda dan gejala obstruksi mekanik relatif dapat berkembang secara diam-diam. Diagnosis obstruksi onset baru yaitu cepat kenyang, mual, muntah, sakit perut peningkatan postprandial dan penurunan berat badan.

2.5 Pneumonia

2.5.1 DefinisiPneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia.(1)

Gambar 4 . Penyakit Pneumonia

2.5.2EtiologiPneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram Positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram Negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram Negatif.

BakteriAgen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif atau Gram Negatif seperti: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus), Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumonia, Legionella, Haemophilus influenza.

VirusInfluenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta virus.

FungiAspergilus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis, Histoplasma kapsulatum.

AspirasiMakanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.

Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi untuk terkena pneumonia, yaitu antara:1. Usia lebih dari 65 tahun.2. Merokok.3.Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan penyakit kronis lain.4. Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK, dan emfisema.5.Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan penyakit jantung.6.Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau penggunaan steroid lama.7. Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-obatan sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.8. Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh virus .

2.5.3PatofisiologiDalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :1. Inokulasi langsung2. Penyebaran melalui pembuluh darah3. Inhalasi bahan aerosol4. Kolonisasi dipermukaan mukosa.Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama.Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan.

2.5.4Cara PenularanPada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab pneumonia kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, di samping itu terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang disekitar penderita, transmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita.

2.5.5Gambaran Klinisa. AnamnesisGejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40C, sesak napas, nyeri dada, dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala.b. Pemeriksaan fisikTemuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

2.5.6Diagnosisa. Gambaran radiologisFoto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan foto toraks dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4 12 minggu.

b. Pemeriksaan labolatoriumPada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

2.5.7Penatalaksanaan

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :1.Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa2.Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.3.Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu

Pengobatan Pneumoni dibagi menjadi dua antara lain :

a. Pneumoni Komunitas

b. Pneumonia NosokomialPemberian terapi empirik antibiotik awal untuk pneumonia nosokomial yang tidak disertai faktor resiko untuk patogen resisten jamak, dengan onset dini pada semua tingkat berat sakit adalah dengan antibiotik spektrum terbatas :

Atau dengan menggunakan antibiotik spektrum luas :

Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin. Jika ada faktor resiko resistensi maka antibiotik diberikan secara kombinasi, jika tidak ada resiko maka diberikan monoterapi.

BAB IIILAPORAN KASUSAnamnesa PribadiNama: Rika WahyuningsihUmur : 34 TahunJenis Kelamin: PerempuanStatus Kawin: Belum MenikahAgama: IslamPekerjaan: -Alamat: Jalan Sido rukun Gang Sido ileng No. 5 MedanSuku: Jawa

Anamnesa PenyakitKeluhan Utama: Sesak napasTelaah :Pasien datang ke RSHM dengan keluhan sesak napas yang dirasakan dalam satu bulan belakangan dan semakin memberat sejak satu hari sebelum masuk Rumah Sakit. Sesak napas dirasakan secara tiba-tiba, dan sering berulang. Sesak napas dirasakan pasien saat istirahat dan saat melakukan aktivitas ringan. Sesak napas tidak berkurang saat pasien beristirahat.Pasien juga mengeluhkan sering merasa lapar dan sering makan. Dalam sehari, pasien dapat mengonsumsi nasi sebanyak tujuh kali dan suka mengonsumsi makanan yang manis-manis. Pasien juga banyak minum hingga tiga botol aqua besar dalam sehari. Sering buang air kecil dan sering mengantuk.Pasien juga mengeluhkan sering mengalami keputihan. Pasien mengatakan keputihan yang dialami sangat banyak. Dalam satu hari pasien dapat mengganti pembalut sebanyak tiga kali.Pasien juga mengeluhkan kaki bengkak sejak satu bulan yang lalu dan memberat dalam satu minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Kaki bengkak dirasakan tiba-tiba dan bengkak bersifat menetap. Kaki bengkak tidak disertai dengan rasa sakit. Riwayat perut membesar dan wajah sembab disangkal.Pasien juga mengeluhkan batuk yang dialami sejak dua bulan yang lalu. Batuk dirasakan setiap saat dan tidak ada waktu-waktu tertentu. Batuk disertai dengan dahak berwarna putih kekuningan dengan volume setengah sendok makan. Darah tidak dijumpai. Riwayat mengonsumsi obat rutin selama enam bulan disangkal.Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati yang dialami sejak 2 tahun yang lalu. Nyeri ulu hati dirasakan pasien terus-menerus. Nyeri ulu hati berkurang setelah pasien makan. Pasien juga mengeluhkan mual. Pasien juga muntah sebanyak 5 kali, isi muntahan berisi apa yang pasien makan. Nafsu makan menurun sejak pasien sakit dan pasien juga mengalami penurunan berat badan yang dirasakan sejak satu tahun yang lalu.BAB normal. BAK sering.RPT : DM selama 3 tahun ini, Asam lambung, Kolestrol,Hipertensi. Pasien pernah di opname sebanyak 2 kali, mulai tahun 2013 di karenakan pasien sesak napasRPK : Orang tua pasien menderita DMRPO : Obat Anti Diabetes

Anamnesa Umum1. Badan kurang enak : ya- Tidur : terganggu1. Merasa lemas: ya- Berat Badan: menurun1. Merasa kurang sehat: ya- Malas: ya1. Mengigil: tidak- Demam: ya1. Nafsu makan: menurun- Pening : tidak

Anamnesa Organ 1. Cor0. Dyspnoe deffort: ya- Cyanosis: tidak0. Dyspnoe drepos: ya- Angina Pectoris: tidak0. Oedem: ya- Palpitasi Cordis: tidak0. Nycturia: ya- Asma Cardial: tidak

1. Sirkulasi Perifer1. Claudicatio Intermitten: tidak- Gangguan Tropis: tidak1. Sakit waktu istirahat: tidak- Kebas-Kebas: ya1. Rasa mati ujung jari: tidak

1. Tractus Respiratorius2. Batuk: ya- Stridor: tidak2. Berdahak: ya- Sesak Nafas: ya2. Haemaptoe: tidak- Pernafasan Cuping Hidung: tidak2. Sakit dada waktu bernafas: tidak- Suara Parau: tidak

1. Tractus Digestivus0. Lambung0. Sakit di epigastrium: ya - Sendawa: tidakSebelum/ sesudah makan: sebelum- Anoreksia: ya0. Rasa panas di epigastrium: ya- Mual-mual: ya0. Muntah (frek, warna, isi, dll): ya, 5 kaliberisi apa yang dimakan.- Dysphagia: tidak0. Hematemesis: tidak- Foetor ex ore: tidak0. Ructus: tidak- Pyrosis: tidak

0. Usus1. Sakit di abdomen: ya- Melena: tidakBorborygmi: tidak- Tenesmi: tidak1. Defekasi (frek, warna, kons.): ya (1x/hari,normal)- Flatulensi: ya1. Obstipasi: tidak- Haemorrhoid: tidak1. Diare (frek, warna, kons.): tidak

0. Hati dan Saluran Empedu2. Sakit perut kanan: tidak- Gatal-gatal di kulit: tidakmemancar ke: -- Ascites: tidak2. Kolik: tidak- Oedem: tidak2. Icterus: tidak- Berak Dempul: tidak

1. Ginjal dan Saluran Kencing4. Muka sembab: tidak- Sakit pinggang memancar ke : tidak4. Kolik: tidak- Oliguria : tidak4. Polyuria: ya- Anuria : tidak4. Polakisuria: tidak4. Miksi (frek, warna, sebelum /sesudah miksi, mengedan): ya, sering

1. Sendi5. Sakit: tidak- Sakit Digerakkan: tidak5. Sendi Kaku: tidak- Bengkak: tidak5. Merah: tidak- Stand Abnormal: tidak

1. Tulang6. Sakit: tidak- Fraktur Spontan: tidak6. Bengkak: tidak- Deformasi: tidak

1. Otot7. Sakit: tidak- Kejang-Kejang: tidak7. Kebas-Kebas: ya- Atrofi: tidak

1. Darah8. Sakit dimulut dan lidah : tidak- Muka pucat: ya8. Mata berkunang-kunang: tidak- Bengkak: tidak8. Pembengkakan kelenjar : tidak- Penyakit Darah: tidak8. Merah di kulit: tidak- Perdarahan Sub Kutan: tidak

1. Endokrin1. Pankreas0. Polidipsi: ya- Pruritus: tidak0. Polifagi: ya- Pyorrhea: tidak0. Poliuri: ya

1. Tiroid1. Nervositas: tidak- Struma: tidak1. Exoftalmus: tidak- Miksodem: tidak

1. Hipofisis2. Akromegali: tidak-Distrofi Adipose Kongenital: tidak

1. Fungsi Genital10. Menarche : 12 thn - Ereksi : -10. Siklus Haid : tidak teratur, dan jarang- Libido Sexual: -10. Menopause: -- Coitus: tidak10. G / P / Ab:0 / 0 / 0

1. Susunan Syaraf11. Hipoastesia: tidak Sakit Kepala: ya11. Parastesia: tidak Gerakan Tics: tidak11. Paralisis : tidak

1. Panca Indra12. Penglihatan: normal- Pengecapan: normal12. Pendengaran: normal- Perasaan: normal12. Penciuman: normosmia

1. Psikis13. Mudah tersinggung: ya Pelupa: tidak13. Takut : ya Lekas Marah: ya13. Gelisah: ya

14. Keadaan Sosial13. Pekerjaan: -13. Hygiene: sedang

Anamnesa Penyakit Terdahulu : DM selama 3 tahun ini, Asam lambung, Kolestrol, Hipertensi. Pasein pernah di opname sebanyak 2 kali, mulai tahun 2013 di karenakan pasien sesak napas.

Riwayat Pemakaian Obat : Pasien teratur minum obat anti diabetes.

Anamnesa Penyakit Veneris :1. Bengkak kelenjar regional: TDT-Pyuria: TDT1. Luka di kemaluan: TDT-Bisul: TDT

Anamnesa Intoksikasi : Tidak ada

Anamnesa Makanan1. Nasi: frek 7x / hari- Sayur-sayuran:ya1. Ikan: ya- Daging:ya

Anamnesa Famili1. Penyakit-penyakit family: Orangtua pasien menderita DM.1. Penyakit seperti orang sakit: tidak1. Anak-anak 0, hidup 0, mati 0

STATUS PRESENTSKEADAAN UMUM1. Sensorium: Somnolen1. Tekan Darah:130/80 mmHg1. Temperatur: 38,0 C1. Pernafasan: 36 x/menit, Reguler, Tipe Pernafasan :Kusmaull1. Nadi: 114x/menit, Equal, Teg/Vol sedang.

KEADAAN PENYAKIT1. Anemi: ya- Eritema: tidak1. Ikterus: tidak- Turgor: buruk1. Sianose: tidak- Gerakan Aktif: ya1. Dispnoe: ya- Sikap Tidur Paksa: ya1. Edema: ya

KEADAAN GIZI1. BB: 42 kg1. TB: 155 cm1. RBW:::: 76 %1. Kesan : Underweight

PEMERIKSAAN FISIK1. Kepala1. Pertumbuhan rambut: normal1. Sakit kalau dipegang: tidak1. Perubahan lokal: tidak0. Muka0. Sembab: tidak- Parese: tidak0. Pucat: ya - Gangguan Lokal: tidak0. Kuning: tidak

0. Mata1. Stand Mata: normal- Ikterus: tidak1. Gerakan: normal- Anemia: ya1. Exoftalmus: tidak- Reaksi Pupil:isokor,d3mm, ka=ki1. Ptosis: tidak

0. Telinga2. Sekret: tidak- Bentuk: normal2. Radang: tidak- Atrofi: tidak

0. Hidung3. Sekret: tidak- Benjolan-Benjolan: tidak3. Bentuk: normal

0. Bibir 4. Sianosis: tidak- Kering: ya4. Pucat: ya- Radang: tidak

0. Gigi5. Karies: tidak- Jumlah: 32 buah 5. Pertumbuhan: normal- Pyorroe Alveolaris: tidak

0. Lidah6. Kering: ya- Beslag: tidak6. Pucat: tidak- Tremor: tidak

0. Tonsil7. Merah: tidak- Membran: tidak7. Bengkak: tidak- Angina Lacunaris: tidak7. Beslag: tidak

1. LeherInspeksi1. Struma: tidak- Torticolis: tidak1. Kelenjar Bengkak: tidak- Venektasi: tidak1. Pulsasi Vena: tidak

Palpasi1. Posisi Trachea : medial- TVJ: R -2 cmH2O1. Sakit/ Nyeri Tekan: tidak- Kosta Servikalis: tidak ada1. Struma : tidak

1. Thorax DepanInspeksi0. Bentuk: fusiformis- Venektasi: tidak0. Simetris/ Asimetris: simetris ka:ki- Pembengkakan : tidak0. Bendungan Vena: tidak- Pylsasi Verbal: tidak0. Ketinggalan Bernafas: tidak- Mammae: normal

Palpasi0. Nyeri Tekan: tidak0. Fremitus suara: Stem Fremitus mengeras pada lapangan paru kanan dan kiri

0. Iktus: Tidak terabaa. Lokalisasi:tidakb. Kuat Angkat:tidakc. Melebar:tidakd. Iktus Negatif:tidake. Fremissement:tidakPerkusi0. Suara Perkusi Paru: bedapada lapangan paru bawah kanan dan kiri0. Gerak Bebas: 2cm0. Batas Paru Hati2. Relatif: ICS V2. Absolut: ICS VI1. Batas Jantung1. Atas: ICS II Linea Parasternalis Sinistra1. Kanan: ICS III Linea Parasternalis Dextra1. Kiri: ICS V 2 cm medial linea Midclavicularis Sinistra

Auskultasi 1. Paru-Paru0. Suara Pernafasan: bronkial pada kedua lapangan paru0. Suara Tambahan1. Ronchi Basah: ya gel.sedang1. Ronchi Kering: tidak1. Krepitasi: tidak1. Gesek Pleura: tidak

1. Cor1. Heart Rate: 114 x/ menit, Reguler, Intensitas sedang1. Suara Katup1. M1 >M2A2>A11. P2>P1A2>P21. Suara Tambahan : 2. Desah jantung fungsionil/ organis : -2. Gesek pericardial/ pleurocardial : -

1. Thorax BelakangInspeksi 1. Bentuk: fusiformis- Scapulae Alta : tidak ada1. Simetris/ Asimetris: simetris- Ketinggalan Bernafas: tidak1. Benjolan-benjolan: tidak- Venektasi: tidak

Palpasi 1. Nyeri Tekan: tidak1. Penonjolan-penonjolan: tidak1. Fremitus Suara: Stem Fremitus mengeras kanan dan kiri

Perkusi1. Suara Perkusi Paru: beda pada lapangan paru bawah kanan dan kiri1. Batas Bawah Paru0. Kanan : Proc. Spin. Vert. Thoracalis IX0. Kiri : Proc. Spin. Vert. Thoracalis X1. Gerakan bebas: 2 cm

Auskultasi1. Suara Pernafasan: bronkial (kanan dan kiri)1. Suara Tambahan: Ronkhi basah (+) pada lapangan paru bawah kanan dan kiri

1. AbdomenInspeksi1. Bengkak: tidak1. Venektasi / pembentukan vena: tidak1. Gembung: tidak1. Sirkulasi Collateral: tidak1. Pulsasi: tidak

Palpasi 1. Defens Muskular: tidak1. Nyeri Tekan: ya, di regio epigastrium1. Lien: tidak teraba1. Ren: tidak teraba1. Hepar tidak teraba, pinggir(-) , konsistensi(-), permukaan rata,nyeri tekan(-)Perkusi1. Pekak hati : ya1. Pekak beralih: tidak

Auskultasi1. Peristaltik usus: (+) normal

1. Genitalia1. Luka: tidak diperiksa1. Cicatriks: tidak diperiksa1. Nanah: tidak diperiksa1. Hernia: tidak diperiksa 1. Ekstremitas1. Atas Dextra Sinistra1. Bengkak: tidak tidak- Reflex Dex Sin1. Merah: tidak tidak Biceps: ++++1. Stand abnormal: tidak tidak Triceps: ++++1. Gangguan fungsi: tidak tidak- Radio Periost: ++++1. Tes Rumpelit: tidak tidak

1. BawahDextra Sinistra1. Bengkak: ya ya1. Merah: tidak tidak1. Oedem: ya ya1. Pucat: tidak tidak1. Gangguan fungsi : tidak tidak1. Varises: tidak tidak1. ReflexDexSin0. KPR: ++++0. APR: ++++0. Strumple: ++++

1. PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN13-11-201515-11-2015

Glukosa DarahGlukosa Darah SewaktuFungsi Ginjal1. Ureum1. Kreatinin 1. Asam UratFungsi HatiBilirubin TotalBilirubin DirekAlkali PhospatAST (SGOT)ALT (SGPT)Protein TotalAlbumin Globulin Elektrolit Natrium (Na)Kalium (K)Chlorida (CI) Hi mg/dl

20 mg/dL1,43 mg/dL2,38 mg/dL

0,26 mg/dL0,18 mg/dL589 U/I12 U/I25 U/I9,82 g/dL4,26 g/dL5,56 g/dL

144 mEq/L4,5 mEq/L107 mEq/L249 mg/dl

65 mg/dL2,19 mg/dL3,4 mg/dL

1,68 mg/dL0,54 mg/dL167 U/I58 U/I16 U/I6,29 g/dL2,90 g/dL3,39 g/dL

PEMERIKSAAN ANALISA GAS DARAH (13/11/2015)pH7,035

PCO214,3 mmHg

PO2197,0 mmHg

PCO33,7 mmol/L

CO2 Total4,2 mmol/L

Base Excess-25,0 mmol/L

02 saturated98,7 %

PEMERIKSAAN DARAH RUTIN (15/11/2015)Darah

Hb9,2 gr/dL

Hitung Eritrosit2,7 x 106/L

Hitung Leukosit16,400 / L

Hematokrit25,1%

Hitung Trombosit176,000 / L

Indeks Eritrosit1. MCV1. MCH1. MCHC92,7 fL33,9 pg36,6 %

Hitung Jenis Leukosit1. Eosinofil1. Basofil1. N. Stab1. N. Seg1. Limfosit1. Monosit1. Laju Endap Darah1 %0 %0 %80 %13 %6 %15 mm/jam

HASIL ULTRA SONOGRAPHY REPORT (14/11/2015) :

Hepar: Membesar, echo parenkim kasar.Tak tampak SOL. CBD dan vaskuler baik.Ginjal: Ukuran normal, terlihat lesi-lesi kistik perirenal calyses tak tampak batu.Lien : Besar dan bentuk normal.GB: Besar dan bentuk normal, tak tampak batu dan kelainan lainnya.Terlihat ascitesKesan : Susp Hepatitis + Ascites + Nefritis

HASIL THE X-RAY CLINIC REPORT (14/11/2015) :

Sinus costoprenicus normal. Diapragma normalJantung: Besar dan bentuk dalam batas normalParu: Corakan broncho vascular kasar diparacardia dan parahilerKesan: Bronchitis

RESUMEAnamnese1. Keluhan Utama: Dyspnoe1. Telaah:1. Dyspnoe (+) satu bulan yang lalu1. Dyspnoe deffort (+), dyspnoe drepost (+)1. Poliuri (+), polidipsi (+), poliphagi (+), penurunan berat badan(+)1. Oedem pretibial (+) sejak satu bulan yang lalu 1. Batuk berdahak (+) sejak dua bulan yang lalu1. Epigastrium pain (+) sejak 2 tahun yang lalu dan memberat sejak satu bulan yang lalu1. Anoreksia (+), nausea (+), vomitus (+)1. BAB (+) normal, BAK (+) seringRPT : DM sejak 3 tahun yang lalu, Hipertensi, Asam lambung.RPT : Orangtua OS (+) DM RPO : Obat Anti Diabetes

1. Status PresentKeadaan UmumKeadaan PenyakitKeadaan Gizi

Sens: SomnolenTD : 130/80 mmHgNadi :114 x/menitNafas :36 x/menit Suhu : 38 CAnemia :yaIkterus :tidakSianosis :tidakDyspnoe :yaEdema : yaEritema :tidakTurgor : burukGerakan Aktif : yaSikap Paksa : yaTB : 155 cmBB : 42 kgBBW ::: : 76 %Kesan : Underweight

Pemeriksaan Fisik :

1. Kepala: Dalam Batas Normal1. Leher:a. Inspeksi: Dalam Batas Normal b. Palpasi:Dalam Batas Normal 1. Thorax: 1. Inspeksi :Dada simetris fusiformis , tidak ada ketinggalan bernafas.1. Palpasi:Stem Fremitus mengeras kanan dan kiri1. Perkusi:Beda pada lapangan paru bawah kanan dan kiri1. Auskultasi: Suara pernapasan: bronchial pada kedua lapangan paru Suara Tambahan: ronkhi basah dilapangan bawah paru kanan dan kiri Tipe pernapasan: Kusmaull1. Abdomen:3. Inspeksi:Dalam batas normal.3. Palpasi:Nyeri tekan di epigastrium.3. Perkusi:Pekak hati (+).3. Auskultasi:Peristaltik (+) normal.1. Ekstremitas: Oedem pretibial dextra dan sinistra (+), pitting oedem (+)

Pemeriksaan Laboratorium

1. Urin: TDP

Darah: Hemoglobin: 9,2 g/dL Eritrosit: 2,7 x106/L Leukosit : 16.400 /mm3 Led : 15 mm/jam Hematokrit : 25,1% N.Stab: 0% N.Seg : 80% Limfosit : 13% GDS: Hi Bilirubin total: 1,68 mg/dL Bil. Direk: 0,54 mg/dL Alk.posphat: 589 U/l AST (SGOT): 58 U/l Protein total: 9,82 g/dL Albumin: 2,90 g/dL Globulin: 5,56 g/dL Ureum: 65 mg/dL Kreatinin: 2,19 mg/dL Asam urat: 3,4 mg/dL Chlorida (Cl): 107 mEq/L

Tinja: -

Dll: AGDApH 7,035PCO2 14,3 mmHgPO2197,0 mmHgPCO33,7mmol/LCO2 Total4,2 mmol/LBase Excess-25,0 mmol/L02 saturated98,7 % USGKesan : Susp Hepatitis + Ascites + Nefritis Foto RontgenKesan: Bronchitis

Differensial Diagnosis:1. Ketoasidosis Diabetikum + DM Tipe 2 + Nefropati Diabetik + Anemia ec penyakit kronik + Dispepsia tipe nonspesifik + Pneumonia2. Hiperosmolar hiperglikemi non ketotik + DM Tipe 1 + Nefropati Diabetik + Anemia ec perdarahan + Pankreatitis + TB paru3. Asidosis laktat + DM Tipe lain + Nefropati Diabetik + Anemia ec defisiensi besi + Kolesistitis + Bronkitis4. Ketosis starvasi + DM Tipe 2 + Nefropati Diabetik + Anemia ec Keganasan + Ca Pankreas + Mikosis paru5. Ketosidosis alkoholik +DM Tipe 2 + Nefropati Diabetik + Anemia Hemolitik + Hepatitis + Ca Paru

Diagnosis Sementara: Ketoasidosis Diabetikum + DM Tipe 2 + Nefropati Diabetik + Anemia ec penyakit kronik + Dispepsia tipe nonspesifik + Pneumonia

Terapi :1. Aktifitas: Tirah baring, posisi semi fowler 1. Diet (Jumlah, Jenis, Jadwal): Diet DM 1800 kkal1. Medikamentosa:2. IVFD NaCl 0,9% 2 flash (tetesan cepat), selanjutnya 30 gtt/i macro2. 02 3-4l/i2. Inj. Cefotaxim 1amp/12jam2. Inj. Levofloxacin 500mg/12 jam2. Inj. Ranitidin 1amp/8jam2. Inj. Novalgin 1amp/12jam (k/p)2. Sucralfat syr 3xCI2. Paracetamol tab 3x12. Drip Insulin 6,3u/jam di NaCl 0,9% (dalam 1 jam pertama) selanjutnya cek KGD kalau KGD tetap tinggi bolus insulin 5,88u selanjutnya dilanjutkan dengan drip seperti sebelumnya.

Pemeriksaan Anjuran / usul :1. Darah rutin dan hitung jenis1. Urin rutin1. Faal Ginjal, Faal Hati1. KGD setiap 1-2 jam sekali1. AGDA1. USG upper and lower abdomen1. Foto Polos Dada1. EKG1. Elektrolit1. Sputum BTA1. Keton darah dan urin1. Osmolalitas serum1. Anion gap1. Lipid profil1. Fe serum dan transferin

BAB IV

STUDI KASUS

NOPENYAKITTEORIKASUS

1.Ketoasidosis DiabetikumAnamnesis: riwayat seorang pengidap DM pencetus tersering adalah infeksi poliuri, polidipsi, polifagia keluhan lain: rasa lelah, kram otot, mual muntah, nyeri perut pada keadaan berat dapat ditemukan keadaan penurunan kesadaran sampai koma

Pemeriksaan fisik: tanda-tanda dehidrasi pernapasan Kusmaull Takikardi Hipotensi/syok Penurunan berat badan

Kunci Diagnosis: KGD >250 mg/dL HCO3 300 mg/24 jam atau >200 ig/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Anemia sering dijumpai pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun keganasan. Anemia ini umumnya ringan atau sedang, disertai oleh rasa lemah dan penurunan berat badan dan disebut anemia pada penyakit kronis. Anemia penyakit kronis ini merupakan bentuk anemia derajat ringan sampai sedang yang terjadi akibat infeksi kronis, peradangan, trauma dan penyakit neoplastik yang telah berlangsung 12 bulan . Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah abdomen bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala berikut yaitu: nyeri epigastrium, rasa terbakar di epigastrium, rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna bagian atas, mual, muntah, dan sendawa. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia.

DAFTAR PUSTAKA

1. A.Sanityoso. Ketoasidosis Metabolik. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi Keempat. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007.2. A.Sanityoso. Nefropati Diabetik. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi Keempat. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007. 3. Muhammad A, Sianipar O. Penentuan Defisiensi Besi Anemia Penyakit Kronis. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. 2005 November; 12(1).4. Kumar, Cotran, Robbins. Sistem Hematopoietik dan Limfoid. In Robbins. Buku Ajar Patologi.Edisi 2. Jakart: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. p. 463.5. Price EA, Schrier SL. Nonregenerative Anemia: Recent Advances in Understanding Mechanisms of Disease. Department of Biomedical and Diagnostic Sciences. 2011 Desember.6. Theurl I, Aigner E, Theurl M, Nairz M, Seifert M, Schroll A,et all,. Regulation of iron homeostasis in anemia of chronic disease and iron deficiency. The American Society of Hematology. 2009 Mei; 113(21).7. Ikram N, Hassan K. Anaemia of Chronic Disease. Haematology Updates. 2011.8. Barry D, Weiss, MD. Anemia of Chronic Disease. Elder Care: A Resource for Interprofessional Providers. 2010 Juni.9. Sudoyo, A.W et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing. Hal: 516-517 dan 529-533.10. Jones, M.P. 2003. Evaluation and treatmentof dyspepsia. Post Graduate Medical Jurnal. 79:25-29.11. Rani, A.A., Simadibrata, K.M., Syam, A.F. 2011. Buku Ajar Gastroenterologi. Jakarta: InternaPublishing. Hal: 131-142.12. Simadibrata, M.K., Dadang, M., Abdullah, M., et al. 2014. KONSENSUS NASIONAL: Penatalaksanaan Dispepsia dan lnfeksi Helicobacter pylori. Perkumpulan Gastoenterologi Indonesia.13. Tack, J. Nicholas J. Talley, Camilleri M, et al. 2006. Functional Gastroduodenal Disorder. Gastroenterology. 130:1466-1479.14. Harahap, Y. 2009. Karakteristik penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2007. Edisi 2010. (online) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14681/1/10E00274.pdf. Diakses tanggal 2 Juni 2015.15. Tanto, C., Liwang, F., Hanifati., et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta : Media Aesculapius. Hal: 591-595.16. Laksono, R.D. 2011. Dispepsia. USU. (online) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23015/4/Chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 28 Mei 2015.17. Abdulah, M. dan Gunawan, J. 2012. Dispepsia. Jakarta : Divisi Gastroenterologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 39 (9) : 647-651.18. Firmansyah, M.A., Makmun, D., Abdullah, M. 2013. Role of Digestive Tract Hormone in Functional Dyspepsia. Jakarta : Divisi Gastroenterologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 14 (1):39-43.19. Glenda, N.L. 2006. Gangguan lambung dan duodenum. Patofisiologi. Edisi ke-6. EGC. Hal 417-419.20. Indra, I. 2013. Dispepsia. USU. (online) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38021/4/chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 3 Juni 2015.21. Miwa, H., Ghoshal,U.C., Sutep, G., et al. 2012. Asian Consensus Report on Functional Dyspepsia. J Neurogastroenterol Motil. 18(2): 150-168.22. Valle, J.D. 2011. Peptic Ulcer Disease and Related Disorders. In Fauci, A.S., et al. HARRISONS Principles of Internal Medicine 18th edition Volume 2. USA : McGraw-Hill.23. New Zealand Guidelines Group. 2003. Management of dyspepsia and heartburn. Wellington: New Zealand Guidelines Group.24. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep K linis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 780.25. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999. hal: 695-705.26. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 201027. http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-pneumoniakom/pnkomuniti.pdf Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PNEUMONIA KOMUNITI :PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA . 2003. Accessed on September 25th28. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Bandung: 2005.29. A.Sanityoso. Pneumonia. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi Keempat. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007. 964-74.

25