Skabiosis - Paper Ilmu Penyakit Parasitik

18
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hewan ternak maupun hewan kesayangan dapat beresiko terinfeksi oleh tungau. Salah satu infeksi tungau dapat menyebabkan skabiosis atau disebut kudisan. Skabiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh sekelompok ektoparasit jenis tungau (mite). Skabiosis juga bersifat zoonosis pada manusia dan penularannya melalui kontak langsung dimana tungau akan menyerang kulit dengan cara membuat terowongan dibawah lapisan kulit (stratum korneum dan stratum lucidum) sehingga terjadi reaksi kulit serta air liurnya menimbulkan reaksi alergi berupa eritrema, papula, dan vesikula dan kerusakan kulit. Bahkan pada kasus yang parah dapat menyebabkan kematian hewan 50 – 100%. Tingkat kebersihan, sanitasi dan sosial ekonomi yang relatif rendah menjadi faktor pemicu terjangkitnya penyakit ini. Disamping itu, kondisi kekurangan air atau tidak adanya sarana pembersih tubuh, kekurangan makan ,dan hidup berdesakan semakin mempermudah penularan penyakit skabies dari penderita kepada hewan yang sehat. Tungau merupakan ektoparasit berukuran kecil yang bervariasi (0,5 – 2 mm). Tungau termasuk parasit obligat, tubuhnya tidak beruas, dan umumnya memiliki 4 pasang kaki. Ukuran tungau jantan lebih kecil dari tungau betina. Telurnya berbentuk oval. 1

description

skabiosis pada hewan

Transcript of Skabiosis - Paper Ilmu Penyakit Parasitik

Page 1: Skabiosis - Paper Ilmu Penyakit Parasitik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hewan ternak maupun hewan kesayangan dapat beresiko terinfeksi oleh tungau.

Salah satu infeksi tungau dapat menyebabkan skabiosis atau disebut kudisan. Skabiosis

merupakan penyakit yang disebabkan oleh sekelompok ektoparasit jenis tungau (mite).

Skabiosis juga bersifat zoonosis pada manusia dan penularannya melalui kontak

langsung dimana tungau akan menyerang kulit dengan cara membuat terowongan

dibawah lapisan kulit (stratum korneum dan stratum lucidum) sehingga terjadi reaksi

kulit serta air liurnya menimbulkan reaksi alergi berupa eritrema, papula, dan vesikula

dan kerusakan kulit. Bahkan pada kasus yang parah dapat menyebabkan kematian

hewan 50 – 100%. Tingkat kebersihan, sanitasi dan sosial ekonomi yang relatif rendah

menjadi faktor pemicu terjangkitnya penyakit ini. Disamping itu, kondisi kekurangan

air atau tidak adanya sarana pembersih tubuh, kekurangan makan ,dan hidup berdesakan

semakin mempermudah penularan penyakit skabies dari penderita kepada hewan yang

sehat.

Tungau merupakan ektoparasit berukuran kecil yang bervariasi (0,5 – 2 mm).

Tungau termasuk parasit obligat, tubuhnya tidak beruas, dan umumnya memiliki 4

pasang kaki. Ukuran tungau jantan lebih kecil dari tungau betina. Telurnya berbentuk

oval.

Parasit tungau  sangat mendatangkan gangguan pada hewan ternak karena jika

tidak segera ditangani kudis yang ditimbulkan sangat parah. Hewan yang diserang

mengalami penurunan kondisi tubuh, kerugian ekonomi, ketidak senangan pemelihara

dan lingkungan karena sifatnya yang zoonosis.

Skabiosis dapat disebabkan oleh beberapa tipe tungau yaitu yang membuat

terowongan dalam seperti Sarcoptes, Demodex, dan Knemidokoptes serta yang tidak

membuat terowongan seperti Psoroptes dan Chorioptes. Namun pembahasan hanya

terbatas pada tungau Sarcoptes.

1

Page 2: Skabiosis - Paper Ilmu Penyakit Parasitik

1.2 TUJUAN PENULISAN

1. Memenuhi tugas Ilmu Penyakit Parasitik

2. Untuk mengetahui etiologi dari skabiosis

3. Untuk mengetahui dan mengenal hewan yang rentan terhadap skabiosis bagaimana

siklus serta cara penularannya

4. Untuk mengetahui patogenesa – gejaa klinik, patologi anatomi, serta histopatologi

dari skabiosis.

5. Untuk mengetahui cara diagnosa, penanganan, dan pencegahan penyakit skabiosis.

1.3 MANFAAT PENULISAN

Diharapkan paper yang dibuat dapat memberikan informasi dan pengetahuan

kepada pembaca sehingga pembaca dapat mengetahui dan mengkaji penyakit skabiosis

pada babi.

2

Page 3: Skabiosis - Paper Ilmu Penyakit Parasitik

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ETIOLOGI

Skabiosis disebabkan oleh tungau terkecil dari ordo Acarina, yaitu Sarcoptes

scabiei. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.hominis karena tungau ini telah

mengalami adaptasi biologi membentuk strain sehingga dapat menginfestasi banyak

hospes definitif termasuk manusia. Selain itu terdapat Sarcoptes scabiei yang lain,

misalnya pada kambing dan babi. Peredarannya cosmopolitan diseluruh dunia dan daur

hidup bisa sampai 8 – 15 hari.

Secara morfologik merupakan tungau kecil, bentuk oval, punggung cembung,

dan bagian perut rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata.

Ukuran yang betina antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron.Yang jantan lebih

kecil yaitu antara 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa punya 4

pasang kaki biasanya hidup di lapisan kulit epidermis dengan membuat terowongan dan

memakan epitel kulit dan menyerang kulit dibagian telinga, moncong, wajah, siku dan

jika sudah berlanjut akan menyebar ke seluruh tubuh, aksial, dan inguinal.

Gambar 1: Morfologi Sarcoptes scabiei

2.2 HEWAN TERINFEKSI

Scabies dapat menyerang hewan kesayangan : anjing, kucing dan hewan ternak

seperti kambing, domba, sapi, kuda, babi serta bersifat zoonosis pada manusia. Na,un

dalam pembahasan paper ini hanya terbatas pada babi.

3

Page 4: Skabiosis - Paper Ilmu Penyakit Parasitik

Gambar 2: Babi yang terinfeksi skabiosis

2.3 SIKLUS HIDUP

Siklus hidup tungau Sarcoptes scabiei melalui empat tahap yaitu: telur, larva,

nimfa, dan dewasa.

a. Fase telur

Setelah menempel pada kulit inangnya ( anjing ) ,tungau betina dewasa yang telah

dibuahi membuat liang ke dalam kulit stratum korneum, stratum lucidum, dan

lapisan Malphigi atas kulit dengan menggunakan mulut dan kakinya yang tajam

selama 30 menit untuk bertelur sebanyak 2 – 3 telur per hari sampai mencapai

jumlah 40 – 50 butir dan akan menetas dalam waktu 3 – 4 hari menjadi larva.

b. Fase larva

Pada fase ini bebentuk larva berkaki 6 bermigrasi ke permukaan dan kemudian

kedalam liang kantong. Larva memakan folikel – folikel rambut. Setelah 2 – 3 hari

larva akan menjadi nimfa.

c. Fase nimfa

Pada fase ini berbentuk nimfa berkaki 8. Nimfa akan berkembang menjadi tungau

dewasa. Pada tahap nymphic, tungau jantan akan mengalami fase pendewasaan

selama 11 hari namun pada tungau betina mengalami fase pendewasaan yang lebih

4

Page 5: Skabiosis - Paper Ilmu Penyakit Parasitik

lama sekitar 17 – 19 hari. Betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan

tungau jantan mati setelah kopulasi. Tungau betina dapat hidup diluar suhu kamar

selama ± 7 – 14 hari.

Gambar 3: Siklus hidup Sarcoptes scabei

2.4 CARA PENULARAN

Penyakit skabiosis dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak

langsung. Kontak langsung (kulit dengan kulit). Kontak tak langsung misalnya

peralatan kandang, lantai dan dinding kandang, pakan, dan alat angkut. Penularan pada

manusia dapat melalui pakaian, handuk, seprei, dan bantal. Bahkan penyakit ini dapat

pula ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di

Amerika Serikat dilaporkan, bahwa scabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual

meskipun bukan merupakan akibat utama.

Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan hewan dan lingkungan,

atau apabila banyak hewan yang tinggal secara bersama – sama disatu tempat yang

relatif sempit.

Penularan biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau

terkadang oleh bentuk larva. Dikenal juga Sarcoptes scabiei var. Animalis yang kadang

dapat menulari manusia, terutama pada orang yang banyak memelihara binatang

peliharaan, misalnya anjing.

5

Page 6: Skabiosis - Paper Ilmu Penyakit Parasitik

2.5 PATOGENESIS

Predileksi Sarcoptes scabiei pada babi berada di mata sekitar moncong, dan

bagian cekung dari kulit telinga luar. Kegatalan yang terus menerus sehingga babi

menggosok tempat gigitan. Juga ditemukan papula kecil berwarna kemerahan atau

terlihat luka garuk berwarna kemerahan diikuti dengan merembesnya cairan limfe

kemudian menjadi keropeng, kerusakan kulit (exoriasis), dan diikuti pengelupasan

epidermis, berwarna kecoklatan, mengerut, terlihat endapan, dan menebal

(hyperkeratosis).

2.6 GEJALA KLINIS

Terjadi pruritus nokturna yaitu gatal pada malam hari karena aktivitas tungau

lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Bagian tubuh yang paling jarang

atau sedikit rambutnya merupakan tempat yang paling disenangi tungau. Kulit disekitar

moncong bila menderita akan segera meluas ke kaki karena moncong dan kaki saling

bergesekan untuk mengurangi rasa gatal. Sekali sebagian tubuh mengalami lesi

biasanya segera meluas ke bagian tubuh lain, termasuk yang berambut tebal. Rambut

rontok, dengan lesi yang tidak rata tepinya, tidak begitu menonjol dari permukaan, dan

biasa bersisik atau berkeropeng, dengan bentukan papulae yang tidak begitu berat.

Gejala pada anak babi adalah iritasi kulit. Penyakit skabiosis dapat bersifat akut dan

kronis. Akut dengan ciri: telinga gemetar, alergi yang parah hingga menutupi seluruh

kulit, hingga terjadi perdarahan. Kronis dengan ciri: ditemukan abses tebal pada telinga,

sepanjang sisi leher, dan siku.

Gejala tersebut timbul kira – kira 3 mingggu pascainfestasi tungau atau sejak

larva membuat terowongan. Selain terjadi gejala seperti diatas, infestasi tungau dapat

menyebabkan infeksi sekunder akibat bakteri Streptococcus dan Staphylococcus serta

infeksi jamur yang menimbulkan pyoderma apabila pengobatan tidak segera dilakukan.

Rasa gatal yang disebabkan tungau dapat pula menyebabkan nafsu makan

menurun, berbau apeg, dan dapat menimbulkan kerugian ekonomi pada produksi ternak

seperti penurunan berat badan, produksi susu, bahkan kematian.

6

Page 7: Skabiosis - Paper Ilmu Penyakit Parasitik

Gambar 4: Bulu rontok dan kekurusan pada babi

2.7 PATOLOGI ANATOMI

Terlihat eritrema pada daerah yang tidak ditumbuhi rambut, adanya terowongan

(kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu – abuan,

berbentuk garis lurusatau berkelok, dengan panjang rata – rata 1 cm, pada ujung

terowongan ditemukan papul atau vesikel, serta adanya pustul, ekskoriasi, dan

hyperkeratosis.

2.8 HISTOPATOLOGI

Gambaran histopatologi tidak khas, sering ditemukan akantosis, hiperkeratosis,

edema pada epidermis bagian bawah, dan dermis bagian atas. Pada papul yang masih

baru terdapat pelebaran pembuluh darah, infiltrasi ringan sel radang sekitar papul dan

dermis bagian atas. Bila telah kronik, infiltrat kronis ditemukan di sekitar pembuluh

darah serta deposit pigmen di bagian basal.

Gambar 5: Histopatologi Sarcoptes scabiei

7

Page 8: Skabiosis - Paper Ilmu Penyakit Parasitik

2.9 DIAGNOSA

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan mikroskopis

melalui pemeriksaan kerokan kulit. Kerokan dilakukan dengan menggunakan  scalpel

pada lapisan kulit yang mengalami lesi  atau keropeng. Kemudian  hasil kerokan ditaruh

diatas kaca preparat, lalu diteteskan NaOH atau KOH 10% sebanyak 1 – 2 tetes yang

berfungsi sebagai keratokolium, tutup dengan gelas penutup dan diperiksa dibawah

mikroskop dengan pembesaran 100 – 400 kali sehingga memungkinkan terlihatnya

gerakan tungau yang masih hidup. Untuk mengarahkan diagnosa beberapa tanda

bisadipakai patokan antara lain: sering menginfestasi telinga, menimbulkan ras agatal

sehingga akan digaruk, digosok, atau digigit sehingga terlihat peradangan kulit dan

sangat menular (kontangius).

Diagnosa banding penyakit skabiosis :

a) Prurigo, biasanya berupa papel – papel yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor

ekstremitas.

b) Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan, efloresensinya urtikaria

papuler.

c) Folikulitis, nyeri berupa pustule miliar dikelilingi daerah yang eritem.

2.10 PENANGANAN PENYAKIT

a) Pengobatan

- HCH (lidane), yang diaplikasikan dengan memandikan (dipping) dan

penyemprotan (spraying) konsentrasi larutan 0,25 %. Pengobatan diulang 2 – 3

kali dengan interval waktu 10 – 14 hari.

- Caumaphos 50% dengan pengenceran 1%, efektif membunuh berbagai jenis

telur dan tungau.

- Belerang dan bensil bensoat 5 – 25%, dioleskan pada kulit penderita, belerang

kalsium sulfide digunakan sebagai obat topical atau dipping dengan pemberian

3 – 6 kali selama satu minggu.

- Ivermectin atau avermectin 1 ml untuk 15 – 20 kg berat badan disuntikkan

subkutan dan diulang 10 – 14 hari kemudian.

- Amitraz 5% dilarutkan dalam 100 ml air. Pemakaian dengan memandikan

(dipping) babi 2 minggu sekali

- Menggunakan resep 2,4 yang terdiri dari 2 g asam salisilat, 4 g belerang, dan

8

Page 9: Skabiosis - Paper Ilmu Penyakit Parasitik

minyak nabati dengan vaselin sama banyaknya masing – masing 25 g

- Phosmet dengan car dibedaki

- Antibiotik sistemik seperti  lincomycin, clindamycin, erythromycin,

trimethoprim-sulfamethoxazole, trimetoprim-sulfadiazine, chloramphenicol,

cephalosporin, dan amoxicillin trihydrate-clavulanic acid jika ada infeksi

skunder.

Gambar 6: Contoh obat skabiosis (ivermectine(kiri) dan amitraz(kanan))

b) Pencegahan.

Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara:

- Selalu menjaga kebersihan kandang dan peralatan serta lingkungan sekitarnya.

- Bila ada ternak yang terserang hendaknya dipisahkan dari yang sehat.

- Mengawasi ternak yang masuk secara cermat  kedalam peternakan

- Tidak mengawinkan hewan yang menderita.

- Populasi ternak (densitas) agar disesuaikan dengan luas lahan kandang yang

tersedia.

2.11 SKABIOSIS BERSIFAT ZOONOSIS

Selain dapat menimbulkan skabiosis pada babi, infestasi Sarcoptes scabiei juga

bersifat zoonosis pada manusia. Jenis yang menginfestasi adalah Sarcoptes scabei

varian hominis. Berdasarkan epidemiologinya, banyak faktor yang mempengaruhi

berkembannya penyakit ini antara lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang

buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan

perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S.

(Penyakit akibat Hubungan Seksual).

Pada umumnya patogenesis dan gejala klinis skabiosis pada manusia sama

dengan hewan (babi). Kegatalan yang terus menerus menimbulkan papul (binti),

9

Page 10: Skabiosis - Paper Ilmu Penyakit Parasitik

vesikel, urtika yang sangat gatal, dan karena garukan dapat muncul erosi, eksoriasi,

krusta (koreng) hingga terjadi infeksi sekunder.

Gambar7: Gejala klinis pada manusia yang terkena skabiosis

Penularannya dapat terjadi secara langsung (kulit penderita dengan kulit orang

sehat) dan tidak langsung melalui sprai, handuk, dan bantal. Lokasi penyakit pun juga

khas: disela – sela jari, pergelangan tangan, siku, lipat dada, dan lipat ketiak.

Pengobatan dilakukan dengan memberikan krim scabicid (gameksan 1 %)

keseluruh tubuh penderita dan didiamkan semalaman dan krim permetrin 5% untuk

anak dibawah 6 tahun.

10

Page 11: Skabiosis - Paper Ilmu Penyakit Parasitik

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Skabiosis pada babi disebabkan oleh infestasi tungau Sarcoptes scabiei. Tungau

ini memiliki ciri morfologi kecil, bentuk oval, punggung cembung, dan bagian perut

rata. Siklus hidup tungau Sarcoptes scabiei melalui empat tahap yaitu: telur, larva,

nimfa, dan dewasa. Cara penularannya dapat secara langsung maupun secara tidak

langsung. Apabia babi telah terinfeksi maka akan terjadi Kegatalan yang terus menerus

sehingga babi menggosok tempat gigitan (di mata sekitar moncong, dan bagian cekung

dari kulit telinga luar). Secara patologi anatomi terlihat papul atau vesikel , serta adanya

pustul, ekskoriasi, dan hyperkeratosis. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis

dan pemeriksaan mikroskopis melalui pemeriksaan kerokan kulit. Pengobatan yang

efektif untuk skabiosis pada babi adalah ivermectin atau avermectin dan amitraz 5%.

Selain itu, skabiosis juga bersifat zoonosis pada manusia. Jenis yang

menginfestasi adalah Sarcoptes scabei varian hominis. Gejalanya berupa kegatalan yang

terus menerus menimbulkan papul (bintil), vesikel, urtika yang sangat gatal, dan karena

garukan dapat muncul erosi, eksoriasi, krusta (koreng) hingga terjadi infeksi sekunder.

Pengobatan dilakukan dengan memberikan krim scabicid (gameksan 1 %) keseluruh

tubuh penderita dan didiamkan semalaman dan krim permetrin 5% untuk anak dibawah

6 tahun.

11

Page 12: Skabiosis - Paper Ilmu Penyakit Parasitik

DAFTAR PUSTAKA

D.VM,Erwin. 2008. Scabiosis. Jogjakarta

Staff Parasitologi Veteriner. 2008 . Buku Ajar Ilmu Penyakit Parasitik Veteriner . Universitas

Udayana : Denpasar

Ackerman, A. B. 1977. Histopathology of human scabies. See Ref. 87 pp. 88-95

Alva-Valdes, R., Wallace, D. H., Foster, A. G" Ericsson, G. F., Wooden, J.W, 1986. The

effects of sarcoptic mange on the productivity of confined pigs. Vet . Med. 81(3):258-62

Brownlie, W. M : , Harrison, I. R. 1960. Sarcoptic mange in pigs. Vet. Rec. 72: 1022-23

Estes, S. A. 1982. Diagnosis and management of scabies. Med. Clin. North A m . 66:955-63

Fernandez, N. , Torres, A . , Ackerman,B. 1977. Pathologic findings in human scabies. Arch .

Dermatol. 1 1 3:320-24

12

Page 13: Skabiosis - Paper Ilmu Penyakit Parasitik

LAMPIRAN JURNAL

13