Pankreatit is Kron i k

56
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pancreatitis kronis merupakan suatu gangguan kerusakan nekroinflamasi pada pancreas yang progresif yag ditandai ole fibrosis ireversibel disertai kegagalan nyata dari fungsi eksokrin dan endokrin. Karena kemajuan di bidang pencitraan kedokteran, insiden pancreatitis kronik menigkat empat kali lipat dalam 30 tahun terakhir. Ada tiga bentuk pancreatitis kronis, yaitu : klasifikasi kronik, obstruksi kronik, dan inflamasi kronik. Penyalahgunaan alcohol dan atau malnutrisi merupakan penyebab utama tipe klasifikasi. Obstruksi duktus pankreatikus mayor dengan fibrosis sekunder pada bagian proksimal dari obstruksi menyebabkan tipe obstruktif. Pankratitis inflamantory kronik tidak memiliki cirri yang jelas dan banyak pasien dengan pancreatitis kronik tidak diketahui penyebabnya masuk ke dalam tipe ini. Insiden peyakit pkreatitis kronik di Negara maju / industry kira-kira 4-6 per 100.000 penduduk pertahun, dan semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari rumah sakt di amerika serikat, sekitar 87.000 kasus pancreatitis terjadi setiap tahun, dengan tingkat rawat inap untuk orang kulit hitam adalah 3 kali lebih tiggi daripada 1

description

referat

Transcript of Pankreatit is Kron i k

Page 1: Pankreatit is Kron i k

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pancreatitis kronis merupakan suatu gangguan kerusakan nekroinflamasi pada

pancreas yang progresif yag ditandai ole fibrosis ireversibel disertai kegagalan nyata dari

fungsi eksokrin dan endokrin. Karena kemajuan di bidang pencitraan kedokteran, insiden

pancreatitis kronik menigkat empat kali lipat dalam 30 tahun terakhir.

Ada tiga bentuk pancreatitis kronis, yaitu : klasifikasi kronik, obstruksi kronik,

dan inflamasi kronik. Penyalahgunaan alcohol dan atau malnutrisi merupakan penyebab

utama tipe klasifikasi. Obstruksi duktus pankreatikus mayor dengan fibrosis sekunder

pada bagian proksimal dari obstruksi menyebabkan tipe obstruktif. Pankratitis

inflamantory kronik tidak memiliki cirri yang jelas dan banyak pasien dengan pancreatitis

kronik tidak diketahui penyebabnya masuk ke dalam tipe ini.

Insiden peyakit pkreatitis kronik di Negara maju / industry kira-kira 4-6 per

100.000 penduduk pertahun, dan semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data

dari rumah sakt di amerika serikat, sekitar 87.000 kasus pancreatitis terjadi setiap tahun,

dengan tingkat rawat inap untuk orang kulit hitam adalah 3 kali lebih tiggi daripada kulit

putih, dimana perbandingan laki-laki dan perempuan 6,7 : 3,2 per 100.000 penduduk dan

rata-rata usia saat diagnosis adalah 46 tahun. Kejadian tahunan di eropa barat sekitar lima

kasus per 100.000 penduduk. Rasio laki-laki : wanita 7 : 1 dan usia rata-rata onset 36

tahun dan 55 tahun.

Di asia insiden pancreatitis kronis diperkirakan 14,4 per 100.000 peduduk dan

hanya 18,8% disebabkan oleh alcohol, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan

1,9:1 dimana usia rata-rata 33 tahun.

1

Page 2: Pankreatit is Kron i k

2. Tujuan

a. Mengetahui dan mempelajari anatomi dan fisiologi pankreas

b. Mempelajari Etiologi, Epidemiologi dan patofisiologi pancreatitis kronis

c. Mempelajari gejala klinis, diagnosis serta penatalaksanaan pancreatitis kronis

d. Mempelajari tinjuan pustaka jurnal Update OPERASI UNTUK PANKREATITIS

KRONIS

2

Page 3: Pankreatit is Kron i k

BAB II

TNJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pancreatitis kronis merupakan proses inflmasi pancreas yang progresif dan menyebabkan

kerusakan parenkim pancreas yang irreversible berupa fibrosis serta mengakibatkan

disfungsi eksokrin dan endokrin.

2.2 Anatomi

Pancreas terletak melintang di bagian ats bdome di belakang gaster dalam ruang

retroperitoneal. Di sebelah kiri, ekor pancreas mencapai hilus lima diarah kraniodorsal.

Bagian atas kiri kaput pancreas dihubungkan dengan korpus pancreas oleh leher

pancreas, yaitu bagian pancreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm. arteri dan

vena mesenterika superior berada di dorsal leher pancreas dan berjalan di ventral

duodenum III dan dan dorsal duodenum I, yang melingkari arteri dan vena mesenterika

superior tersebut.

2.2.1 sistem saluran

saluran wirsung bermula dari ekor pancreas sampai ke huu pancreas, dan di tempat ini

bergabung dengan saluran empedu di ampula hepato-pankreatika untuk selanjutnya

bermuara pada papilla vater saluran pancreas minor santorini atau duktuk

pankreatikus asesorius bermuara di papilla minor yang terletak kira-kira 2cm

proksimal dari papilla mayor. Ditemuan 60-70% variasi dari anatomi normal. kira-

kira 30% saluran santorini tidak masuk ke duodenum, 5-10% saluran santorini

bergabung dengan dutus wirsung menjadi saluran utama masuk ke papilla mayor atau

sama sekali tidak ada saluran santorini. Variasi anatomi terakhir ini disebut pancreas

divisum. Diameter saluran pancreas yang awalnya 3-4mm pada dewasa muda, dengan

bertambahnya usia, dapat mencapai diameter 5-6mm.

2.2.2 peredaran darah

pancreas kaya akan pasikan darah arteri dan relative tidak ada variasi. Hulu pancreas

didarahi oleh lengkung anterior dan posterior yang berasal dari arteri

3

Page 4: Pankreatit is Kron i k

gastroduodenalis, sementara korpus dan ekor pancreas di pedarahi oleh cabang arteri

lienalis.

2.2.3 aliran limfe dan saraf

aliran limfe dari pancreas bagian cranial masuk ke kelenjar limfe di daerah hilus

limpa, ke kelenjar limfe yang terletak di alur antara duodenum dan pancreas, dan

kelenjar subpilorik. Aliran limfe dari bagian anterior masuk ke kelenjar limfe di

sekitar pembuluh pankreatika uperior, gastrika superior, da kelenjar limfe sepajang

arteri hepatica, sedangkan dari bagian posterior aliran limfe masuk ke kelenjar limfe

di sekitar pembuluh pankratika inferior, mesokolika, mesenteria superior dan aorta.

Saraf simpatis ke pancreas berasal dari nervus splanikus mayor dan minor melalui

pleksus dan ganglion seliakus. Serat saraf ini membawa serat nyeri eferen dari

pancreas.

2.3 Etiologi

Penyebab dari pankreatitis kronis  ini pertama tama dikategorikan atas tiga penyebab yaitu

alkohol, idiopatik dan penyebab lain, tetapi dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, semenjak

tahun 2001,  etiopatogenesis  dari pankreatitis kronis  ini berdasarkan  pada sistem klasifikasi

TIGAR-O  ( Tabel 1 ).

Tabel 1. TIGAR-O klasifikasi 7.

Toxic metabolic AlkoholTembakau

Hiperkalsemia

Gagal ginjal kronik

Racun

Idiopatik Onset awalOnset lanjut

Tropis

4

Page 5: Pankreatit is Kron i k

Genetik Pankreatitis herediter (cationictrypsinogen

mutation)Mutasi CFTR , Mutasi SPINK-1

Defisiensi Alfa-1 antitripsin

Autoimun Isolated Autoimmune CPSyndromic

autoimmune CP (PSC, Sjogren associated,.

Recurrent and severe AP Post nekrotikPankreatitis akut rekuren

Iskemik/ vaskuler

Obstruktif Pankreas divisumTumor musinous intrapapilari

Adenokarsinoma duktal

Kemudian berkembang lagi sistem klasifikasi M-ANNHEIM , dasar dari sistem ini  bahwa

kemungkinan  pankreatitis kronis  merupakan hasil interaksi banyak faktor resiko (M), konsumsi

alkohol (A), konsumsi Nikotin (N), faktor herediter (H), faktor duktus pankreatik eferen(E),

faktor imunologi ( I ), dan faktor metabolik (M)

Alkohol bertanggung jawab atas 70-80% kasus pankreatitis kronis . Tidak ada ambang seragam

untuk efek racun dari alkohol pada pankreas, namun jumlah dan durasi konsumsi alkohol

berhubungan dengan perkembangan pankreatitis kronis. Beberapa bukti menunjukkan bahwa

jenis atau pola konsumsi penting. Dikemukakan bahwa konsumsi 150-200 ml > 40% etanol

setiap hari selama 10-15 tahun menyebabkan perkembangan pankreatitis kronis klinis dengan

signifikan, tapi asumsi lain pasien memiliki penyakit yang dipicu oleh alkohol jika mereka

mempunyai riwayat penggunaan alkohol berat. Bukti ini menunjukkan bahwa pankreas

seseorang mungkin jauh lebih sensitif terhadap alkohol dari pada yang lain, dan bahwa faktor

genetik yang tak dikenal mungkin bertanggung jawab untuk perbedaan ini.

Penelitian Mullhaupt et al (2005), dari 343 pasien pankreatitis kronis , 265 pasien disebabkan

karena alkohol, 57 pasien idiopatik dan 11 pasien herediter, dengan umur rata- rata 36 tahun.

Maisonneuve P et al (2005) melaporkan bahwa dari 930 pasien pankreatitis kronis , mempunyai

hubungan antara perokok dengan diagnosis pankreatitis kronis pada usia tua.Disamping alkohol,

5

Page 6: Pankreatit is Kron i k

rokok juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya pankreatitis kronis  serta terdapatnya

hubungan antara rokok dengan progresifitas pankreatitis kronis

Di India, prevalensi tertinggi pankreatitis kronis  yang diamati (830 orang) adalah pankreatitis

tropis, onset usia dini (usia rata-rata, 33±13 tahun ), kurangnya paparan alkohol, dan

perkembangan kalsifikasi yang cepat, serta kegagalan kelenjar.Spekulasi tentang etiologi telah

berpusat pada  mutasi peptidase serin inhibitor, tipe gen 1 Kazal, SPINK1.

2.4 Patofisiologi

Dalam beberapa dekade terakhir telah dimunculkan empat teori utama untuk menjelaskan

patogenesis dari pankreatitis kronik yaitu : toxik- metabolik, stress oksidatif, obstruksi batu dan

duktus, dan nekrosis-fibrosis. Setiap teori ini memberikan mekanisme yang menjelaskan

sekuensi patogenik. Lebih jauh, perkembangan ilmu pengetahuan yang terakumulasi dalam

beberapa tahun terakhir meliputi mekanisme  seluler , genetik serta  molekuler fibrosis

pankreatitis, dan teori patogenik baru dikembangkan.

a.      Teori Stres Oksidatif

Braganza dkk. mengajukan bahwa penyebab dari penyakit pankreas adalah overaktivitas enzim

detoksifikasi di hati yang menghasilkan radikal bebas oksidan  . Meskipun enzim-enzim ini

membantu proses detoksifikasi substansi dalam darah, hasil sampingannya termasuk molekul

reaktif yang menyebabkan kerusakan oksidatif. Pankreas terekspos oleh “stress oksidatif”

melalui sirkulasi sistemik atau refluks empedu ke dalam duktus pankreatikus menyebabkan

inflamasi dan kerusakan jaringan.

Gambar 1. Hipotesis stress oksidatif. Hasil sampingan oksidasi yang terjadi dalam sel-sel

hepatosit disekresikan ke dalam empedu. Empedu berefluks ke dalam duktus pankreatikus

menyebabkan kerusakan oksidatif pada level sel asinar dan sel duktus. Paparan kronik terhadap

stress oksidatif menyebabkan fibrosis.

 

6

Page 7: Pankreatit is Kron i k

b.      Teori Toksik Metabolik

Bordalo dan kawan-kawan mengajukan teori bahwa alkohol secara langsung menjadi toksik bagi

sel-sel asinar melalui perubahan pada metabolisme seluler. Alkohol memproduksi lipid

sitoplasmik yang berakumulasi dalam sel-sel asinar, yang menyebabkan degenerasi lemak,

nekrosis seluler, dan kemudian fibrosis yang meluas.

c.       Teori Obstruksi batu dan duktus

Henri Sarles menegaskan dualitas pankreatitis akut dan kronik , keduanya merupakan penyakit

yang terpisah dengan patogenesis yang berbeda. Pankreatitis akut disebabkan oleh aktivasi

tripsin dan autodigesti parenkimal yang tidak teratur, pankreatitis kronik dimulai dalam lumen

duktus pankreatikus. Alkohol memodulasi fungsi endokrin untuk meningkatkan litogenisitas

cairan pankreas, menyebabkan bentuk plak protein dan batu. Kontak kronik batu dengan sel-sel

epithelial duktus menyebabkan ulserasi dan perlukaan, menyebabkan obstruksi, stasis, dan

pembentukan batu lebih lanjut. Pada akhirnya, atrofi dan fibrosis berkembang sebagai dampak

dari proses obstruksi.

d.      Teori Nekrosis Fibrosis

Sebagai kebalikan dari teori batu, hipotesis nekrosis fibrosis membayangkan perkembangan

fibrosis dari pankreatitis akut yang rekuren. Inflamasi dan nekrosis dari beberapa episode

pankreatitis akut menyebabkan perlukaan pada daerah periduktal yang menyebabkan obstruksi

duktus dan berkembang menjadi stasis dalam duktus dengan pembentukan batu sekunder.

Obstruksi berat menyebabkan atrofi dan nekrosis.

Gambar 2. Teori nekrosis – fibrosis. (A) suatu episode pankreatitis akut menyebabkan infiltrate

sel-sel inflamasi akut dalam periduktal. (B) Fase penyembuhan pankreatitis akut melibatkan

deposisi kolagen yang berefek pada daerah periduktal. (C) kompresi ekstrinsik duktus oleh

kolagen menyebabkan obstruksi kompleks sel asinar. (D) obstruksi yang memburuk

menyebabkan atrofi sel asinar, stasis dan efek sekunder pembentukan batu.

7

Page 8: Pankreatit is Kron i k

Konsep-konsep baru pada fibrogenesis pankreatik berupa hipotesis “primary duct” dan “Sentinel

Acute Pankreatitis Event”

Primary duct hypothesis

Cavallini dan kawan-kawan mengajukan sebuah hipotesis yang didasarkan pada observasi pada

pasien pankreatitis kronik nonalkoholik dengan duktus lebar. Faktor patogenik primer

menyebabkan kerusakan duktus sebagai suatu immunologic attack dari epithelium duktus, yang

menyebabkan inflamasi dan perlukaan pada struktur duktus. Targetnya mungkin adalah beberapa

genetik spesifik atau antigen yang dibutuhkan pada epithelium duktus. Pada proses ini,

pankreatitis kronik merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan kerusakan duktus,

yang merupakan analog dari primary sclerosing cholangitis.

Sentinel acute pankreatitis event hypothesis

Sel-sel stellata pankreas profibrotik

Sel-sel penyimpan vitamin A ini, telah lama diketahui berperan pada fibrosis pankreas. Yang

terbaru, ditemukan pada pankreas tikus dan manusia dan memiliki peran yang sama dalam

fibrosis pankreas. Sel-sel stellata pankreas inaktif berbentuk segitiga, sel-sel berisi lemak

predominan berlokasi di region perivaskular. Ketika aktif, sel-sel stellata kehilangan droplet lipid

dan berubah bentuk menjadi gambaran bentuk menyerupai fibroblast, bermigrasi ke area

periasinar, mengekspresikan protein-protein spesifik, kehilangan droplet lipid sitoplasmik dan

memungkinkan sintesis kolagen tipe I, III dan fibronektin.

Beberapa penelitian terbaru menemukan faktor-faktor spesifik yang mencetuskan transformasi

sel-sel stellata menjadi bentuk aktif.  Alkohol secara langsung mengaktivasi sel-sel stellata

pankreas terisolasi invitro. Penelitian yang sama mendemonstrasikan bahwa stress oksidatif

secara independen mengaktivasi sel stellata.

Sitokin penting dalam fibrogenesis

Telah diketahui bahwa profil sitokin pada penderita pankreatitis kronik berbeda dengan pankreas

normal. Sel stellata pankreas disimulasi oleh berbagai sitokin, kebanyakan  ( PDGF, TGF β, IL-

8

Page 9: Pankreatit is Kron i k

1, IL-6, TNF α ) muncul selama fase inflamasi pankreatitis akut. Tampaknya pathogenesis

fibrosis pankreas meliputi :

1. Infiltrat sel-sel inflamasi kronik seperti sel mononuclear, makrofag

2. Pelepasan sitokin spesifik (terutama TGF-β1) oleh sel-sel inflamasi

3. Respon sel stellata pankreas terhadap sitokin,

4. Jalur akhir deposisi kolagen yang distimulasi oleh sel stellata

Jalur SAPE

Whitcomb dkk.(2007) mengajukan sekuensi patogenik. Mekanisme ini menyediakan suatu “jalur

umum final” untuk berbagai etiologi pankreas. Pentingnya episode pertama pada pankreatitis

akut merupakan tanda waspada untuk perkembangan lanjut dari pankreatitis kronik.

2.5 Gejala Klinis

Gambaran klinik pankreatitis kronik dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok klinis

yaitu : nyeri abdomen , gagal pankreas (eksokrin dan endokrin) dan komplikasi .

1. Nyeri

Pada kebanyakan pasien pankreatitis kronik, nyeri perut merupakan gejala

predominan dan salah satu yang paling mempengaruhi kualitas hidup. Pada

pankreatitis, ada dua pola nyeri, terus menerus dan intermiten. Pada nyeri

intermiten, episode nyeri dipisahkan oleh masa bebas nyeri selama beberapa

bulan atau tahun. Klasiknya, nyeri  pankreas dirasakan pada epigastrium atau

abdomen bagian atas, dengan penetrasi ke punggung atau menjalar ke regio

interkostal kiri. Nyeri menghilang saat membungkuk atau tidur melengkung

dengan paha menekan abdomen atau lutut dilipat. Intensitas nyeri dapat bervariasi

dari ringan hingga berat.

Penyebabnya multifaktorial, dan belum diketahui dengan jelas. Faktor yang

berperan termasuk inflamasi pada kelenjar atau mengenai serabut saraf nyeri yang

mensuplai pankreas melalui plexus seliak, tekanan yang meningkat dalam sistim

duktus pankreatikus atau parenkim kelenjar, dikaitkan dengan komplikasi ekstra

9

Page 10: Pankreatit is Kron i k

pankreas seperti obstruksi duktus bilier atau duodenum, pseudokista pankreas,

dan hiperstimulasi pankreas akibat gangguan pada kontrol feedback negative

pankreas.

Mullhaupt et al, (2005 ) melaporkan bahwa 240 (95,6%) dari 251 pasien

pankreatitis alkaholik mengalami nyeri yang hilang timbul selama kurang lebih 10

tahun.

2. Malabsorbsi

Steatorea akibat insufisiensi eksokrin pankreas tidak hanya terjadi hingga

kapasitas sekresi pankreas menurun kurang dari 10% normal. Malabsorbsi tidak

hanya akibat sekresi enzim pankreas yang berkurang, penurunan sekresi

bikarbonat pada sistem duktus pankreas juga menurunkan pH duodenal yang

mempengaruhi pencernaan. Penurunan berat badan terjadi sebagai konsekuensi

malabsorbsi, tetapi dapat memburuk dengan kurang makan akibat nyeri atau

intake makanan yang tidak adekuat akibat alkoholisme kronik.

3. Diabetes mellitus

Sel islet pankreas tampaknya lebih jarang rusak dibandingkan sel asinar dan

duktus, sehingga diabetes lebih jarang dibandingkan steatore. Diabetes melitus

terjadi terutama pada pankreatitis difus. Diabetes sekunder ini ditandai oleh

episode hipoglikemi akibat cadangan glukagon yang tidak adekuat  dan jarang

oleh ketoasidosis.

Pada beberapa kasus, gambarannya disertai komplikasi struktural yang berakibat

pada proses inflamasi  pankreatitis kronik, dimana pseudokista dan stenosis caput

retropankreatik dari duktus bilier oleh striktur fibrotik pada kaput pankreas sering

ditemukan. Komplikasi yang lain berupa obstruksi duodenal, thrombosis vena

portal atau splenika disertai  varises gaster atau esophagus, pseudo aneurisma

arteri, abses pankreas, fistula kutaneus dan ascites pankreas.

10

Page 11: Pankreatit is Kron i k

Bhasin DK, et all (2009) melaporkan 95,1% pasien  pankreatitis kronik dengan

gejala nyeri, 17,1% pasien dengan diabetes dan 46,3% pasien dengan kalsifikasi

pancreas.

2.6 Diagnosis

1. Pemeriksaan Fisik

Sangat sedikit pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis atau spesifik pada

pankreatitis kronik. Pasien umumnya tampak bergizi cukup dan nyeri abdomen

ringan hingga sedang. Pada pasien alkoholik kronik dengan stadium lanjut,

penurunan berat badan dan malnutrisi dapat ditemukan, atau ditemukan tanda-

tanda stigmata penyakit hati alkoholik primer. Ikterus dapat ditemukan pada

penyakit hati alkoholik atau kompresi duktus biliaris pada caput pankreas.

Pembesaran limpa jarang ditemukan, limpa membesar pada pasien dengan

trombosis vena   splenikus. Eritema pada epigastrium dan punggung dapat

ditemukan akibat penggunaan obat topikal untuk mengurangi rasa sakit.

2. Pemeriksaan penunjang

Sejumlah besar pemeriksaan diagnostik untuk evaluasi fungsi dan struktur 

pankreas  dapat dilakukan.

2.1 pemeriksaan labolatorium

Pada pemeriksaan laboratorium abnormal dapat ditemukan (1) inflamasi pankreas, (2)

Insufisiensi eksokrin pankreas, (3) diabetes melitus, (4) obstruksi duktus bilier, (5)

atau komplikasi lain seperti  pseudokista atau thrombosis vena splenika.

1. Pemeriksaan darah

- Serum amylase dan lipase dapat sedikit meningkat atau tidak melebihi 3x batas

normal pada pankratitis kronik, nilai yang tinggi ditemukan hanya pada serangan akut

pankreatits.Pada stadium lanjut pankreatitis kronik, atrofi parenkim pankreas

11

Page 12: Pankreatit is Kron i k

menyebabkan enzim serum dalam batas normal karena fibrosis pada pankreas yang

berdampak pada konsentrasi enzim-enzim ini dalam pankreas.

- Konsentrasi rendah serum tripsin relatif spesifik pada pankreatitis kronik stadium

lanjut, tidak cukup sensitif  pada pasien derajat ringan hingga sedang.

- Pemeriksaan laboratorium kalsium serum dan trigliserida untuk mengindentifikasi

faktor penyebab.

2. Pengujian feses

Steatorea jika dicurigai dapat dinilai secara kualitatif dengan pewarnaan sudan. Karena

uji kualitatif tidak cukup peka, test perlu dilakukan dengan diet tinggi lemak pada

pasien. Steatore juga bisa dinilai secara kuantitatif dengan menentukan eksresi lemak

tinja dalam 24jam setelah pasien memperoleh diet lemak 100gram. Tes biasanya

dilakukan dalam 72 jam, dengan eksresi lebih dari 7gram lemak perhari dianggap

diagnostic untuk malabsorpsi. Pasien dengan steatorea sering mengeluarkan lebih dari

20gram lemak perhari.

3. Tes fungsi pancreas

Tes fungsi pancreas dapat membantu dalam mendiagnosis pasien yang mengalami

sakit perut berulang tetapi memiliki hasil pencitraan dan labolatorium yang normal.

Tes fungsi pancreas bisa dilakukan indirek (sederhana dan non-invansif) atau direk

(invansif). Indirek tes mengukur kosekuensi dari insufisiensi pancreas. Pada tes fungsi

pancreas direk, pancreas dirangsang melalui pemberian makanan atau sekretagog

hormone. Setelah itu cairan duodenum di kumpulkan dan dianalisis untuk mengukur

isi sekretori pancreas normal. Masalah utama dengan beberapa tes direk adalah

sensitivitas rendah, terutama pada penyakit ringan. Hasil tes fungsi pancreas negative,

tidak boleh mengenyampingkan diagnosis pancreatitis kronis.

12

Page 13: Pankreatit is Kron i k

2.2 pemeriksaan radiologi

1. foto polos abdomen

Foto rontgen memperlihatkan klasifikasi pancreas pada 25-59% pasien yang merupakan

patogmonik pada pancreatitis konik. Klasifikasi primer muncul pada kalkuli intaductal

baik pada duktus pankreatikus mayor maupun minor. Klasifikasi ini paling sering

ditemukan pada pancreatitis alcohol.

2.pemeriksaan barium

Pada traktus gastrointestinal dapat memberikan informasi yang penting pada penanganan

pasien pankreatitis kronik. Keterlibatan esophagus dan obstruksi biasanya disebabkabkan

oleh ekstensi mediastinal oleh pseudokista. Pembesaran pankreas dapat menekan gaster.

Varises gaster sebagai dampak sekunder thrombosis vena splenika dapat memberikan

gambaran yang sama.

3.ultrasonografi

4.CT scan

CT scan sangat baik untuk pencitraan retroperitoneum, dan bermanfaat membedakan

pankreatitis kronik dengan karsinoma pankreas. Perubahan yang dapat ditampilkan pada

CT Scan berupa dilatasi duktus pankreatikus mayor, kalsifikasi, perubahan ukuran,

bentuk, dan kontur, pseudokista, dan perubahan pada duktus bilier.CT Scan lebih sensitif

dibandingkan foto polos dan ultrasonografi dalam pencitraan kalsifikasi.Tetapi

kelemahannya, tidak bisa mendeteksi perubahan awal pankreatitis kronis dan menentukan

tingkat kelainan duktus.

5.Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)

ERCP  merupakan teknik yang sensitif dan spesifik untuk pankreatitis kronik walaupun

invasif dan dapat menyebabkan episode akut pankreatitis dan ascending cholangitis.

Kegunaan terpenting ERCP adalah  untuk menilai  kelainan stuktur  seperti stenosis

saluran, batu, dan kista.ERCP hanya digunakan untuk diagnostic karena komplikasi yang

di timbulkannya.

13

Page 14: Pankreatit is Kron i k

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksaan pankreatitis kronik bertujuan untuk menetapkan diagnosis, mengelola

gejala dan komplikasi,  secara medis atau non bedah, endoskopi dan  bedah.

a. Penatalaksanaan Non Bedah

1. Perubahan pola hidup

Berhenti mengkonsumsi alkohol dan rokok tembakau memiliki arti penting. Pasien yang

terus mengkonsumsi alkohol mengalami gangguan fisik dan memiliki resiko kematian

tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang berhenti.

Rokok tembakau merupakan faktor resiko morbiditas dan mortalitas yang kuat dan

independen pada pankreatitis kronik alkoholik.

2. Penanganan nyeri abdomen

Urutan penggunaan analgesik menurut World Health Organization (WHO) dimulai  

dengan analgesik non opioid, kemudian opioid ringan , sebelum menggunakan opioid

yang lebih potent. Pada keadaan yang jarang, neurolisis plexux celiac (alkohol atau fenol)

dan blok (bupivacaine dan triamcinolone) dapat diberikan dengan bantuan radiologi

(tuntunan CT) atau endoskopi (EUS) , tetapi tingkat responnya relatif rendah dan jangka

pendek. Intervensi terbaru untuk mengurangi nyeri difokuskan pada penggunaan

octreotide ( untuk mengurangi sekresi pankreas dan cholesistokinin /CCK) atau

proglumide dan loxiglumide (antagonis reseptor CCK), penekanan pada pentingnya

stimulasi berlanjut CCK pada produksi nyeri pankreatik kronik.

Celiac  Plexus Blocade (CPB) telah digunakan untuk pengobatan nyeri selama beberapa tahun,

yaitu dengan memberikan kortikosteroid dan anestesi lokal.

LeBlank et all (2009) ,EUS –CPB dengan kortikosteroid cukup bermakna untuk mengurangi 

nyeri pada pankreatitis kronik, tetapi tidak ada perbedaan yang bermagna pemberian  1 atau 2

injeksi kortikosteroid terhadap lama dan kekambuhan nyeri.

14

Page 15: Pankreatit is Kron i k

3. Kegagalan fungsi endokrin dan eksokrin

a. Steatorea

Terapi untuk steatorea diarahkan pada memberikan jumlah enzim eksogen pankreas yang cukup

ke dalam lumen usus. Penggunaan yang sesuai mengobati diare dan penurunan berat badan

meskipun steatorea biasanya tidak terkoreksi sempurna. . Dosis enzim pankreas yang diberikan

harus cukup tinggi untuk mengobati steatorea, tapi  kenaikan berat badan yang signifikan jarang

tercapai. Penanganan yang efektif biasanya membutuhkan setidaknya 30.000 IU lipase selama

periode 4 jam prandial dan postprandial tetapi dosis yang lebih tinggi atau kombinasi dengan

pompa proton inhibitor mungkin diperlukan.

Manipulasi diet juga dapat membantu menangani malnutrisi dan malabsorbsi. Diet setidaknya

mengandung jumlah sedang lemak (30%), tinggi protein (24%), dan rendah karbohidrat (40%).

b. Diabetes melitus

Terapi diabetes pada pasien pankreatitis kronik sama dengan penanganan pada pasien diabetes

biasa, pemberian insulin juga dibutuhkan, tujuannya untuk mengontrol kehilangan glukosa

melalui urin dibandingkan upaya mengontrol gula darah. Kontrol ketat gula darah biasanya

diindikasikan pada satu subgroup, pasien dengan hiperlipidemik pankreatitis.  Pada kelompok

ini, diabetes merupakan penyakit primer dan kontrol ketat gula darah memungkinkan kontrol

serum trigliserida.

4. Diet makanan

Diet makanan rendah lemak dan tinggi protein dan karbohidrat direkomendasikan, terutama pada

pasien dengan steatore. Batasannya tergantung pada keparahan malabsorbsi lemak, umumnya

cukup intake 20 gram atau kurang.

Defisiensi protein dan lemak bermakna tidak terjaadi hingga fungsi pankreas 90% hilang.

Steatorea biasanya terjadi sebelum defisiensi protein karena penurunan aktivitas lipolisis lebih

proteolisis.1

15

Page 16: Pankreatit is Kron i k

Rekomendasi spesifik termasuk diet harian 2000-3000 kalori, terdiri dari 1,5 – 2 g/kgBB protein,

5-6 g/kg karbohidrat , dan 20-25% total kalori berupa lemak (kira-kira 50 – 75 gr) perhari.17

Malabsorbsi vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) dan vitamin B-12 mungkin terjadi. Suplemen

oral enzim-enzim direkemondasikan.20

5. Endoskopi

Indikasi terapetik ERCP termasuk penanganan batu, striktur, dan pseudokista. Dekompresi

duktus dengan spincterotomy atau pemasangan stent menghilangkan nyeri pada kebanyakan

pasien. Drainase endoskopi diindikasikan gejala atau komplikasi; regresi terjadi pada 70 hingga

86 persen pasien. Drainase ERCP pseudokista memberikan tingkat hilang nyeri serupa dengan

pembedahan, dengan tingkat mortalitas yang sama atau lebih rendah. Pada pasien dengan batu

bermakna , extracorporeal shock wave lithotripsy , dengan atau tanpa drainase endoskopi duktus

pankreatikus, telah diajukan sebagai teknik yang aman, metaanalisis terbaru menyimpulkan

bahwa teknik ini efektif untuk membersihkan duktus dan menghilangkan nyeri.

b. Pembedahan

Tindak bedah terdiri atas pankreatektomi parsial atau total, tergantung letak kelainannya.

Beberapa pertimbangan untuk memilih tindakan bedah adalah ukuran dan anatomi saluran

pancreas, distribusi pancreatitis pad apankreas, ada tidaknya pseudokista atau striktura saluran

empedu, dan keadaan umum pasien. Jika dilatasi saluran pancreas <6cm, tindak bedah berupa

penyaliran interna dalah yang terbaik. Namun jika dilatasi saluran pancreas >6cm, bedah

riseksilah pilihannya. Hipertensi portal, ketagihan alcohol atau ketagihan opiate merupakan

kontraindikasi pembedahan.

Melalui foto rontgen dengan kontras yang diberikan melalui endoskop, di peroleh gambaran

kelainan seluruh duktus. Jika kelainan terutama terletak di hulu pancreas, dapat dilakukan

pankreatiko-duodenektomi menurut whipple.

Untuk mempertahankan pylorus, dapat dilakukan operasi beger, yang merupakan ekstirpasi hulu

pancreas tanpa menggangu lambung dan duodenum. Keuntungan operasi ini adalah jalan saluran

16

Page 17: Pankreatit is Kron i k

tetap utuh, sehingga keadaan gizi penderita lebih baik. Tambahan lagi ekresi endokrin dan

eksokrin pancreas umumnya dapat dipertahankan.

Bila seluruh pancreas menunjukkan kelainan dan duktus pancreas tampak melebar, biasanya

dilakukan yeyunoprankreatikkostomi menurut partington dan Rochelle. Pada operasi ini, duktus

pancreas dibuka sepanjang pancreas dan diadakan anastomosis dengan jejunum secara roux-en-Y

sehingga penyaluran eksresi eksrokrin tetap bebas.

Bila kelainan hanya terletak diekor pancreas, dapat dipertimbangkan tindakan pankreatektomi

parsial. Bila hulu pancreas rusak dan mengalami fibrosis, dapat dikerjakan autotranplantasi

korpus dan ekor pancreas. Cangkokan ini ditempatkan di fosa iliaka memlalui anastomosis arteri

lienalis pada arteri iliaca komunis atau pada arteri iliaca eksterna.

2.8 Prognosis

Bergantung pada usia dan asupan alcohol yang masih di teruskan dan keseluruhannya kira-kira

25-30% meninggal dalam 10 tahun.

17

Page 18: Pankreatit is Kron i k

BAB III

JURNAL UPDATE

3.1 Abstrak

Pankreatitis kronis (CP) adalah proses inflamasi progresif pankreas. Nyeri perut merupakan

gejala tetap yang paling yang mempengaruhi kualitas hidup, selain diabetes mellitus, steatorea

dan penurunan berat badan. Pilihan pengobatan telah berubah selama beberapa dekade terakhir

dan bertujuan untuk meringankan gejala dengan upaya yang mungkin untuk mendukung atau

meningkatkan fungsi endokrin dan eksokrin yang gagal. Pilihan pengobatan dengan cara operasi

telah menunjukkan potensi untuk memberikan hasil yang lebih baik dalam waktu jangka panjang

dibandingkan dengan peberian obat-obatan dan endoskopi dan luas dibagi ke dalam drainase,

reseksi dan prosedur kombinasi hibrida. Pilihan ini didasarkan pada morfologi saluran pankreas

utama, kehadiran massa kepala dan komplikasi terkait dari CP. Mengetahui sifat dasar dari

penyakit, pancreatectomy keseluruhan tampaknya pilihan kuratif tetapi tidak tanpa morbiditas

yang signifikan. Ada pergeseran paradigma baru terhadap organ sparing prosedur bedah dengan

kesuksesan yang wajar. Meskipun kemajuan terbaru dalam modalitas pengobatan untuk CP

kualitas hidup secara keseluruhan tetap moderat yang perlu lebih addressal.

Keywords: Chronic pancreatitis, Surgical treatment, Drainage operation

3.2 Latar Belakang

Pankreatitis kronis (CP) merupakan karakteristik proses inflamasi jinak mampu menyebabkan

sakit parah, diabetes mellitus, steatorea dan penurunan berat badan. Semua ini menyebabkan

penurunan yang signifikan dalam kualitas hidup (QOL) pada pasien dengan CP. Dengan

meningkatnya pemahaman tentang patofisiologi CP, modalitas berbagai terapi telah berkembang

selama beberapa dekade terakhir. Selain modalitas farmakologis dan endoskopi, drainase dan

reseksi bedah semakin sering dilakukan. Ketika ditunjukkan, operasi dapat mengatasi berbagai

18

Page 19: Pankreatit is Kron i k

masalah klinis yang terkait dengan CP dan memiliki potensi untuk memberikan pereda nyeri

tahan lama dan memadai dan perbaikan dalam kualitas hidup.

3.3 Indikasi untuk operasi

Sakit keras tetap indikasi umum. Indikasi lainnya adalah komplikasi dari CP, yaitu obstruksi

bilier, obstruksi duodenum, gejala pseudocysts , fistula pankreas internal atau ascites pankreas

yang gagal setelah pengobatan konservatif atau endoskopik, hipertensi portal, gejala setelah

trombosis vena limpa atau portal, pseudoaneurysms dan massa di kepala pankreas atau

kecurigaan keganasan. Indikasi kontroversial lainnya untuk operasi adalah pencegahan

kekurangan eksokrin atau endokrin.

3.4 Tujuan operasi

Pembedahan harus sesuai dengan patomekanisme dari asal-usul nyeri pada CP untuk

menghilangkan rasa sakit dan sekaligus mengatasi komplikasi terkait yang mungkin timbul

akibat CP. Ada hipotesis yang berbeda yang mendukung peran operasi yang dilakukan tepat

waktu dalam pelestarian endokrin dan fungsi eksokrin. Dengan mengurangi gejala-gejala yang

tahan lama dan memadai, operasi harus memberikan kontribusi untuk rehabilitasi sosial dan

peningkatan kualitas hidup. Keputusan memilih prosedur pembedahan yang tepat tergantung

pada morfologi kelenjar, terutama ukuran saluran pankreas utama (MPD), kehadiran massa di

kepala pancreas yang inflamasi, komplikasi terkait seperti obstruksi bilier, stenosis duodenum

dan pseudocysts. Pasien dengan riwayat perdarahan gastrointestinal atau hipertensi portal

memerlukan seleksi yang teliti. Massa di kepala pancreas, inflamasi CP sering kali sulit

membedakan dari keganasan, baik sebelum operasi oleh radiologi penyelidikan atau selama

operasi. Jaringan diagnosis negatif dari massa kepala pankreas yang diperoleh selama operasi

harus ditafsirkan dengan hati-hati karena desmoplasia peritumoral dikenal. Meskipun prosedur

resectional seperti pancreaticoduodenectomy (PD) dapat memecahkan masalah tersebut,

pemilihan prosedur radikal seperti untuk massa kepala potensial pasti tetap menjadi keputusan

yang sulit.

19

Page 20: Pankreatit is Kron i k

3.5 Prosedur

Intervensi bedah dikelompokkan dengan salah satu prosedur drainase atau reseksi dan telah

berubah dari waktu ke waktu ke kategori ketiga gabungan drainase dan prosedur reseksi

Drainase

   - Duval Prosedur

   - Puestow-Gillesby Prosedur

   -  Partington-Rochelle varian dari prosedur Puestow

reseksi

     - Kausch-Whipple PD

    - Pilorus-melestarikan pancreaticoduodenectomy (pppd)

     - Beger operasi (duodenum-melestarikan pankreas reseksi kepala [DPPHR])

Reseksi dan Drainase

    - Frey prosedur

20

Page 21: Pankreatit is Kron i k

    - Izbicki prosedur

Modifikasi Prosedur

  - Berne modifikasi prosedur Beger

  - Hamburg modifikasi prosedur Frey

Distal pancreatectomy

-Distal pancreatectomy

-Subtotal atau total pancreatectomy dengan autotransplantation pankreas

3.6 Alasan untuk Prosedur Drainase

Dekompresi bedah saluran pankreas didasarkan pada asumsi bahwa saluran melebar merupakan

hipertensi parenkim intraductal pankreas dan mungkin salah satu ayang menyebabkan nyeri pada

CP. Konsep ini pertama kali didefinisikan oleh Coffey dan Link, namun, aplikasi klinis

ditunjukkan oleh Duval dan Zollinger dengan melakukan pancreatectomy distal dan splenektomi,

dan saluran di ekor pankreas terkuras melalui sebuah pancreaticojejunostomy end-to-side (PJ)

yang dikenal sebagai Duval Prosedur (A). Prosedur ini secara teoritis efektif untuk obstruksi

dominan antara ekor pankreas dan ampula. "Rantai danau ', yang bersifat dikenal CP, biasanya

memiliki beberapa striktur duktus dan mungkin tidak dapat dikeringkan secara memadai oleh

prosedur ini yang kemudian diwujudkan dengan terjadinya nyeri hebat yang berulang pasca

operasi. Pada tahun 1956, Puestow dan Gillesby (B) Prosedur dimodifikasi Duval dengan

menambahkan pancreaticojejunostomy longitudinal (LPJ) dengan tujuan secara efektif untuk

mengalirkan saluran pankreas dengan beberapa striktur atau batu. Partington dan Rochelle (C)

kemudian dimodifikasi prosedur Puestow-Gillesby dengan menghindari splenektomi dan

pancreatectomy distal sebagai bagian dari prosedur dan menunjukkan bahwa nyeri dapat dicapai

21

Page 22: Pankreatit is Kron i k

dengan LPJ saja sementara konsekuensi dari pancreatectomy distal dan splenektomi dapat

dihindari .

3.7 Alasan untuk Prosedur Resectional

Tumor inflamasi kepala pankreas hadir dalam 30-50% pasien dengan CP dan telah didalilkan

sebagai salah satu alasan yang mungkin untuk nyeri pada CP, selain itu dapat mengakibatkan

stenosis dan obstruksi pada saluran empedu distal, stenosis duodenum dan MPD. Kepala

pankreas disebut sebagai 'alat pacu jantung' dari penyakit tersebut. Resectional prosedur

berurusan dengan massa kepala pankreas, dan karenanya prosedur Whipple (D) digunakan untuk

pengobatan untuk CP di masa lalu. Kelemahan dari prosedur tersebut adalah reseksi organ lain

yang normal seperti lambung distal, duodenum dan saluran empedu. Kemudian, pppd (E) dicoba

dimana bagian perut yang diawetkan dengan harapan untuk meningkatkan hasil gizi. The

radicality prosedur tetap sama dengan PD, meskipun manfaat tidak tercermin secara klinis.

Meskipun terlalu radikal untuk CP, prosedur ini pada saat yang sama dapat menangani

komplikasi terkait seperti saluran empedu pada stenosis, stenosis duodenum dan fistula pankreas

internal. Massa kepala pankreas dengan kecurigaan keganasan yang terbaik ditangani oleh PD.

Beger (F) meliputi prosedur reseksi dari transeksi kepala pankreas termasuk vena portal pankreas

sementara kontinuitas bilioenteric yang diawetkan. Pankreas distal dikeringkan oleh loop Roux

dari jejunum melalui end-to-end atau end-to-side PJ, dan rongga resectional di kepala pankreas

dikeringkan oleh lingkaran jejunum yang sama dengan anastomosis sisi ke sisi untuk sisa

jaringan pankreas.

Lintang dari pankreas atas vena portal diperlukan di hampir semua prosedur resectional, yang

pada CP tetap bagian yang paling menantang karena perpindahan atau kompresi sumbu vena

portomesenteric. Ini mengarah pada perubahan prosedur drainase, yang berkaitan dengan

hipertensi intraductal dan intraparenchymal bersama dengan perubahan morfologi di kepala

pankreas dengan menghindari transaksi pankreas di leher.

Frey (G) memperkenalkan prototipe prosedur yang terdiri dari coring kepala pankreas

22

Page 23: Pankreatit is Kron i k

dikombinasikan dengan LPJ seperti yang dijelaskan oleh Partington dan Rochelle, dan prosedur

menghindari transeksi leher di atas vena portal. Menjadi sederhana untuk melakukan, telah

diterima secara luas dan telah dimodifikasi dengan berbagai tingkat reseksi kepala pankreas

bersama dengan proses uncinate dikenal sebagai modifikasi Hamburg. Prosedur ini tambahan

berkaitan dengan saluran untuk proses uncinate serta mempertahankan bagian lambung dan

kelangsungan saluran empedu umum, memberikan manfaat fisiologis dari kedua prosedur Frey

dan duodenum-mempertahankan KEPALA PANKREAS pada prosedur reseksi yang dijelaskan

oleh Beger.

3.8 Drainase Prosedur dan MPD Dilated

Diameter dari MPD bervariasi dari 3 sampai 5 mm. Debat pada ukuran saluran pankreas untuk

membenarkan beberapa prosedur drainase bukanlah hal yang baru. Pusat pankreas utama percaya

bahwa definisi dari saluran melebar tergantung pada pandangan ahli bedah terhadap kelayakan

teknis untuk melakukan PJ daripada ukuran sebenarnya. Kebanyakan menganggap ukuran

saluran minimal 8 mm cukup untuk melakukan PJ, sedangkan yang lain menganggap ukuran

saluran dari 5 mm sebagai batas untuk melakukan operasi drainase dengan melakukan

pancreatojejunostomy daripada PJ. Baru-baru ini Izbicki telah dijelaskan memanjang berbentuk

V eksisi aspek ventral pankreas dikombinasikan dengan LPJ dijahit ke kapsul pankreas. Ini

memiliki potensi untuk mengatasi kasus yang jarang terjadi pada pankreatitis duktal sclerosing

atau 'penyakit saluran kecil' dengan diameter MPD kurang dari 3 mm.

3.9 Drainase Prosedur

PJ Lateral adalah prosedur yang aman dengan mortalitas di bawah 5%, dan nyeri jangka pendek

adalah sekitar 80%, terutama pada pasien dengan MPD melebar. Fungsi eksokrin dan endokrin

terjaga dengan baik setelah operasi, karena hilangnya jaringan pankreas fungsional minimal,

namun peningkatan secara keseluruhan dalam parameter ini masi diperdebatkan. Peradangan

berkelanjutan dapat terus meskipun sudah di operasi, yang akhirnya dapat menyebabkan

kerusakan kelenjar. Jangka panjang tindak lanjut dari pasien menunjukkan bahwa rasa sakit

sering kambuh selama periode waktu dan sekitar 40% dari mereka mengeluh sakit 2 tahun

23

Page 24: Pankreatit is Kron i k

setelah operasi. Selain itu, manifestasi dari striktur bilier atau duodenum menjadi bukti lebih

sering CPpada saluran besar, yang selanjutnya membatasi penerapan prosedur drainase murni.

3.10 Resectional Prosedur

Kausch-Whipple PD telah berkembang menjadi suatu prosedur yang aman, terutama pada pusat-

pusat volume tinggi dengan tingkat kematian kurang dari 3%. Selain mencapai bantuan jangka

pendek nyeri yang wajar, kepala pankreas yang berhubungan dengan komplikasi dapat ditangani

secara bersamaan. Jangka panjang hasil di CP, bagaimanapun, adalah kurang. Pascaoperasi

morbiditas berkisar antara 30% dan 50% dengan fungsi endokrin dan eksokrin yang kurang baik

dibandingkan dengan prosedur reseksi lainnya. Dengan demikian, PD tidak lagi menjadi pilihan

yang lebih disukai pada pasien dengan CP. Hasil dari pppd atas orang-orang dari PD klasik

dicampur, mengenai manfaat yang sebenarnya. Meskipun percobaan terkontrol acak (RCT) yang

tersedia untuk kanker kepala pankreas menunjukkan hasil yang sebanding, tidak ada penelitian

secara acak ada untuk pengetahuan membandingkan PD dengan pppd pada pasien dengan CP.

Jimenez et al. retrospektif mempelajari 72 pasien yang menjalani PD atau pppd untuk CP,

menampilkan sebanding nyeri jangka panjang, status gizi, insiden diabetes mellitus dan

kebutuhan penambahan enzim setelah operasi. Pasien menjalani pppd menunjukkan insiden yang

lebih tinggi dari pengosongan lambung tertunda (33% vs 12%). Kedua prosedur ini awalnya

dirancang untuk mengobati kanker kepala pankreas, sedangkan CP adalah penyakit jinak dan

reseksi radikal seperti itu mungkin menjadi kontraproduktif.

Prosedur Beger berpotensi dapat menangani penghalang saluran empedu, saluran pankreas

stenosis dan penyumbatan pembuluh retropancreatic dengan menghilangkan massa kepala

pankreas yang inflamasi. Prosedur yang berhubungan dengan kematian bervariasi dari 0%

sampai 2% dan morbiditas antara 15% dan 54%. Pada 5 tahun dari tindak lanjut, nyeri

berkurangdengan melihat di sekitar 80% dari pasien fungsi eksokrin dan endokrin terjaga

dengan baik. Dalam hal QOL, 69% dari pasien secara profesional direhabilitasi dan di 72% dari

pasien indeks Karnofsky adalah antara 90% dan 100%. Tingkat kematian pada pasien dengan CP

yang telah menjalani prosedur Beger pada 5 tahun masa tindak lanjut telah dilaporkan 9-12,6%,

24

Page 25: Pankreatit is Kron i k

yang kontras dengan kematian dilaporkan dari 20-35% pada pasien CP tanpa pengobatan yang

diamati selama periode 6-10 tahun. Ini mendukung manfaat jangka panjang dari prosedur Beger.

Beberapa RCT dibandingkan prosedur Beger dengan PD dan pppd. Klempa et al. melaporkan

prosedur yang berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas, 100% dari pasien setelah DPPHR

adalah sakit gratis di tindak lanjut dari 3,5-5 tahun dibandingkan dengan 69% setelah PD.

Prosedur Beger menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam indeks massa tubuh (80% vs

29%). Buchler et al. pada 6 bulan follow-up disukai DPPHR atas pppd dalam hal penambahan

berat badan yang signifikan (4.4 ± 1.0 kg vs 2,1 ± 1,2 kg) dan pereda nyeri (74% vs 47%,\).

Makowiec et al. menunjukkan bahwa waktu operasi lebih pendek untuk DPPHR daripada untuk

PD atau pppd (368 menit vs 435 menit). Meskipun berat badan yang lebih baik terlihat pada

pasien setelah DPPHR, QOL adalah sama antara kedua prosedur. Sedangkan Witzigmann et al.

melaporkan lebih QOL pada kelompok DPPHR, yang dikonfirmasi oleh Möbius et al. dalam

studi non-radomized dengan tindak lanjut lebih dari 5 tahun. Hasil ini menunjukkan keunggulan

DPPHR daripada PD dan pppd.

Sebuah penelitian terkontrol acak membandingkan prosedur Frey dengan pppd menunjukkan

morbiditas signifikan lebih rendah untuk mantan (19% vs 53%), sedangkan setelah median

follow up 24 bulan kedua kelompok mengalami nyeri sebanding (94% vs 95%) , tapi QOL lebih

baik dengan prosedur Frey (71% vs 43%). Membandingkan prosedur Beger dengan Frey

prosedur (RCT), penghilang rasa sakit (berkisar antara 93% dan 95%), kontrol komplikasi ke

organ yang berdekatan (Frey 91%, 92% Beger) dan perbaikan dalam kualitas hidup (kenaikan

58-67% dalam indeks kualitas hidup secara keseluruhan) adalah hamper sama. Fungsi endokrin

dan eksokrin pankreas tidak berbeda antara kedua kelompok. Ada kecenderungan morbiditas

keseluruhan yang lebih rendah untuk Frey prosedur (Frey: 9-22% vs Beger: 20-32%). Meskipun

hasil jangka panjang tampaknya menunjukkan bahwa kedua pendekatan mungkin sama-sama

efektif, prosedur tidak dapat disukai dibanding yang lain berdasarkan laporan saat ini .. Baru-

baru ini, GLOOR et al. memperkenalkan modifikasi prosedur Beger dan Frey, yang

menggabungkan keunggulan dari kedua (Berne modifikasi). Farkas et al. melaporkan hasil

prosedur Berne pada 30 pasien selama rata-rata tindak lanjut dari 10 bulan. Semua pasien bebas

dari gejala, tidak terkait dengan pembedahan komplikasi parah dan menunjukkan fungsi eksokrin

25

Page 26: Pankreatit is Kron i k

ditingkatkan dengan fungsi endokrin tidak berubah. Temuan ini didukung oleh penelitian lain

oleh Andersen dan Topazian. Sebuah RCT sedang berlangsung untuk membandingkan prosedur

ini dengan bentuk-bentuk DPPHR (Beger dan Frey), dan laporan yang ditunggu.

Prosedur Izbicki pada 13 pasien dengan rata-rata tindak lanjut dari 30 bulan menunjukkan bahwa

itu adalah (angka kematian 0%, morbiditas 15,4%) aman dan efektif (92% menghilangkan

gejala) alternatif untuk prosedur reseksi lain dan memberikan rasa sakit (nyeri median skor

menurun 95%) dan peningkatan dalam indeks kualitas hidup global sebesar 67%).

Disebutkan di atas prosedur yang dirancang untuk mengobati CP dengan massa kepala pankreas.

Namun, kasus yang jarang terjadi dari CP dalam tubuh pankreas atau ekor dapat berhasil diobati

dengan pancreatectomy distal, sedangkan laporan dari pancreatectomy total CP telah

menunjukkan hasil yang buruk untuk keseluruhan.

3.11 Salvage Operasi

Bahkan dengan hasil awal yang sangat baik setelah operasi untuk CP, kekambuh memang

terjadi. Ini menimbulkan pertanyaan dari pemilihan pasien yang tepat dan pilihan prosedur.

Sebagian besar kambuh timbul dalam sisa kepala pankreas, menunjukkan bahwa baik reseksi

bedah tidak memadai atau penyakit itu lebih agresif. Pankreas reseksi kepala Revisional dapat

disarankan jika operasi utama telah meninggalkan terlalu banyak jaringan di daerah kepala

pankreas atau alternatif pppd / PD dapat dilakukan untuk pengendalian pasti dari penyakit ini

terbatas pada kepala pankreas. Karena tidak ada prosedur Redo sederhana, mereka harus

dilakukan di pusat-pusat yang berpengalaman. Kehadiran striktur bilier di sisa kepala pankreas

setelah prosedur Beger atau Frey tanpa bukti morfologi kekambuhan penyakit ini kemungkinan

karena iskemia dari saluran empedu intrapancreatic. Dalam situasi ini, sebuah anastomosis

bilioenteric adalah prosedur pilihan. Dalam kasus kekambuhan penyakit dari tubuh dan ekor,

baik setelah prosedur Beger atau setelah PD / pppd, V-berbentuk drainase prosedur seperti yang

dijelaskan oleh Izbicki adalah pilihan yang layak, karena alternatif pancreatectomy total terlalu

parah untuk penyakit jinak.

26

Page 27: Pankreatit is Kron i k

3.12 Bedah vs EndoTherapy

Karena kemajuan dalam instrumentasi endoskopi, telah terjadi munculnya terapi endoskopik

untuk pengelolaan nyeri pada CP. Beberapa laporan telah menunjukkan bahwa terapi endoskopi

bertujuan untuk dekompresi sebuah saluran pankreas yang terhambat dapat dikaitkan dengan

rasa sakit. Beberapa penelitian telah membandingkan pendekatan endoskopik dengan operasi.

Sebuah uji coba terakhir Belanda acak terkontrol dibandingkan terapi endoskopik dengan

drainase bedah dan menyarankan bahwa drainase bedah lebih efektif dalam mengurangi

obstruksi dan mencapai rasa sakit. Namun, sebagian besar pusat masih mencoba terapi endoskopi

sebelum operasi kecuali ada kecurigaan untuk kanker pankreas mungkin karena bias rujukan.

3.13 Bedah Neuroablative vs Prosedur

Data neurolysis ganglion celiac untuk pengelolaan nyeri pada CP yang terbatas dan peran yang

tepat tidak jelas. Endoskopi ultrasound-dipandu prosedur telah menunjukkan keberhasilan yang

wajar dan dianggap paling tidak invasif dan relatif aman. Satu-sepertiga sampai setengah dari

pasien telah menunjukkan penurunan baik dari rasa sakit dalam jangka pendek tindak lanjut,

namun hanya 10% dari mereka tampaknya menunjukkan manfaat pada 24 minggu. Banyak

penelitian menunjukkan bahwa hasil yang baik awal dicapai oleh penurunan prosedur

neuroablative dengan waktu berlalu dibandingkan dengan lega tahan lama yang diperoleh dari

prosedur bedah konvensional. Lebih dari dua-pertiga dari pasien pada akhirnya akan

memerlukan pembedahan lagi. Pasien yang berada pada risiko tinggi untuk operasi atau

menyangkalnya dan siapa yang telah gagal untuk menanggapi manajemen bedah dapat

ditawarkan prosedur neuroablative, meskipun data yang lebih besar diperlukan untuk

mendukung peran rutinnya.

27

Page 28: Pankreatit is Kron i k

3.14 Peran autotransplantation Pankreas

Pembedahan untuk CP telah berevolusi menuju organ-sparing prosedur, menjaga tubuh dan ekor

kelenjar. Kebutuhan untuk reseksi pankreas yang luas subtotal atau total karena itu sangat

terbatas dan harus digunakan sebagai pengobatan pilihan terakhir karena insufisiensi endokrin

parah. Dalam kelompok-kelompok kecil pasien yang menjalani pancreatectomy luas, upaya

harus dilakukan untuk mempertahankan fungsi islet dengan menawarkan autotransplantation

pankreas segmental atau autotransplantation islet sel. Hasil fungsional dari prosedur tergantung

pada jumlah massa sel islet residual fungsional, hilangnya sel selama teknik transplantasi yang

digunakan dan keberhasilan dari prosedur itu sendiri. Cangkok segmental telah menunjukkan

hasil jangka panjang lebih baik fungsi dari autotransplantation sel islet, namun, baik teknik yang

berkembang dan lebih banyak pengalaman dengan mereka diperlukan. Meskipun persentase

yang tinggi dari pasien akhirnya membutuhkan insulin, diabetes mellitus dapat dicegah di

beberapa dan tertunda pada orang lain. Sebagian besar penderita diabetes stabil dan lebih mudah

untuk mengelola dibandingkan dengan pasien yang menjalani pancreatectomy total dan tidak ada

autotransplant.

3.15 Kualitas Kehidupan setelah Bedah untuk CP

Data pada kualitas hidup setelah operasi untuk CP jarang dan hasilnya sulit untuk menafsirkan

dengan alasan bahwa kuesioner yang berbeda dan non-spesifik yang digunakan. Sebuah laporan

baru-baru ini di Belanda menganalisis 155 pasien setelah operasi untuk CP menggunakan

kuesioner divalidasi selama rata-rata tindak lanjut dari 5-6 tahun. Sebanyak 111 dilakukan

reseksi dan 46 prosedur drainase. Lima puluh tujuh pasien mengalami komplikasi utama, dan

tingkat kematian di rumah sakit adalah 1-3%. Setelah operasi jumlah pasien yang membutuhkan

analgesik berkurang (P <0,001). Konsumsi alkohol secara signifikan mengurangi nyeri

mekanisme coping (P = 0,032). Secara umum, kualitas hidup setelah operasi untuk CP tetap

buruk, karena sudah ada gaya hidup dan komorbiditas. Pasien yang dipilih untuk prosedur

drainase duktus pankreas memiliki QOL lebih baik pasca operasi daripada mereka menjalani

28

Page 29: Pankreatit is Kron i k

prosedur resectional. Konsumsi alkohol dikaitkan dengan kemampuan masyarakat miskin untuk

mengatasi rasa sakit setelah operasi.

Operative Diagrams

(A) Duval’s procedure

(B) Puestow–Gillesby procedure

29

Page 30: Pankreatit is Kron i k

(C) Partington–Rochelle variant of the Puestow procedure

(D) Kausch–Whipple pancreaticoduodenectomy

(E) Pylorus-preserving pancreaticoduodenectomy

30

Page 31: Pankreatit is Kron i k

(F) Beger procedure

(G) Frey procedure

(H) Izbicki procedure

31

Page 32: Pankreatit is Kron i k

BAB IV

KESIMPULAN

KESIMPULAN

Pancreatitis kronis merupakan suatu gangguan kerusakan nekroinflamasi pada pancreas yang

progresif yag ditandai ole fibrosis ireversibel disertai kegagalan nyata dari fungsi eksokrin dan

endokrin. Pilihan pengobatan dengan cara operasi dengan metode tertentu untuk memberikan

hasil yang lebih baik dalam waktu jangka panjang.

32

Page 33: Pankreatit is Kron i k

DAFTAR PUSTAKA

De Jong,dkk., Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi ketiga. Jakarta EGC. 2007.

REFERENSI JURNAL

References

1. Frey CF. Why and when to drain the pancreatic ductal system. In: Beger HG, Buechler MW, Ditschuneit H, Malfertheiner P, editors. Chronic pancreatitis. Berlin: Springer; 1990. pp. 415–425.2. Markowitz JS, Rattner DW, Warshaw AL. Failure of symptomatic relief after pancreaticojejunal decompression for chronic pancreatitis. Strategies for salvage. Arch Surg. 1994;129:374–379. doi: 10.1001/archsurg.1994.01420280044006. [PubMed] [Cross Ref]3. Coffey R. Pancreaticojejunostomy and pancreatectomy. Ann Surg. 1909;50:1238–1264. doi: 10.1097/00000658-190912000-00017. [PubMed] [Cross Ref]4. Link G. Treatment of chronic pancreatitis by pancreatectomy. Ann Surg. 1911;53:768–782. doi: 10.1097/00000658-191106000-00005. [PubMed] [Cross Ref]5. Duval MK. Caudal pancreaticojejunostomy for chronic relapsing pancreatitis. Ann Surg. 1954;140:775–785. doi: 10.1097/00000658-195412000-00001. [PubMed] [Cross Ref]6. Zollinger RM, Keith LM, Ellison EH. Pancreatitis. N Engl J Med. 1954;251:497–502. doi: 10.1056/NEJM195409232511301. [PubMed] [Cross Ref]7. Puestow CB, Gillesby WJ. Petrograde surgical drainage of pancreas for chronic pancreatitis. Arch Surg. 1958;76:898–906. doi: 10.1001/archsurg.1958.01280240056009. [Cross Ref]8. Partington PF, Rochelle REL. Modified Puestow procedure for retrograde drainage of the pancreatic duct. Ann Surg. 1960;152:1037–1043. doi: 10.1097/00000658-196012000-00015. [PubMed] [Cross Ref]9. Buechler M, Friess H, Isenmann R, Bittner R, Beger HG. Duodenum-preserving resection of the head of the pancreas: the Ulm experience. In: Beger HG, Buechler M, Malfertheimer P, editors. Standards in pancreatic surgery. 1. Berlin: Springer; 1993. pp. 436–449.10. Buechler MW, Friess H, Bittner R, Roscher R, Krautzberger W, Mueller MW, et al. Duodenum-preserving pancreatic head resection: long-term results. J Gastrointest Surg. 1997;1:13–19. doi: 10.1007/s11605-006-0004-z. [PubMed] [Cross Ref]11. Beger HG, Buechler M. Duodenum preserving resection of the head of the pancreas in chronic pancreatitis with inflammatory mass in the head. World J Surg. 1990;14:83–87. doi: 10.1007/BF01670550. [PubMed] [Cross Ref]12. Buechler M, Friess H, Mueller MW, Wheatley AM, Beger HG. Randomized trial of duodenum preserving pancreatic head resection versus pylorus preserving Whipple in chronic pancreatitis. Am J Surg. 1995;169:65–70. doi: 10.1016/S0002-9610(99)80111-1. [PubMed] [Cross Ref]13. Izbicki JR, Bloechle C, Knoefel WT, Wilker DK, Dornschneider G, Seifert H, et al. Complications of adjacent organs in chronic pancreatitis managed by duodenum-preserving

33

Page 34: Pankreatit is Kron i k

resection of the head of the pancreas. Br J Surg. 1994;81(9):1351–1355. doi: 10.1002/bjs.1800810932. [PubMed] [Cross Ref]14. Frey CF, Amikura K. Local resection of the head of the pancreas combined with longitudinal pancreaticojejunostomy in the management of patients with chronic pancreatitis. Ann Surg. 1994;220:492–507. doi: 10.1097/00000658-199410000-00008. [PubMed] [Cross Ref]15. Frey CF, Smith GJ. Description and rationale of a new operation for chronic pancreatitis. Pancreas. 1987;2:701–707. doi: 10.1097/00006676-198711000-00014. [PubMed] [Cross Ref]16. Izbicki JR, Bloechle C, Knoefel WT, Binmoeller KF, Soehendra N, Broelsch CE. Drainage versus resection in surgical therapy of chronic pancreatitis of the head of the pancreas: a randomized study. Chirurg. 1997;68(4):369–377. doi: 10.1007/s001040050200. [PubMed] [Cross Ref]17. Delcore R, Rodriguez FJ, Thomas JH, Forster J, Hermreck AS. The role of pancreatojejunostomy in patients without dilated pancreatic ducts. Am J Surg. 1994;168(6):598–601. doi: 10.1016/S0002-9610(05)80129-1. [PubMed] [Cross Ref]18. Izbicki JR, Bloechle C, Broering DC, Kuechler T, Broelsch CE. Longitudinal V-shaped excision of the ventral pancreas for small duct disease in severe chronic pancreatitis: prospective evaluation of a new surgical procedure. Ann Surg. 1998;227(2):213–219. doi: 10.1097/00000658-199802000-00010. [PubMed] [Cross Ref]19. Ebbehøj N, Borly L, Bülow J, Rasmussen SG, Madsen P, Matzen P, et al. Pancreatic tissue fluid pressure in chronic pancreatitis. Relation to pain, morphology, and function. Scand J Gastroenterol. 1990;25(10):1046–1051. doi: 10.3109/00365529008997633. [PubMed] [Cross Ref]20. Jalleh RP, Aslam M, Williamson RC. Pancreatic tissue and ductal pressures in chronic pancreatitis. Br J Surg. 1991;78(10):1235–1237. doi: 10.1002/bjs.1800781028. [PubMed] [Cross Ref]21. Nealon WH, Thompson JC. Progressive loss of pancreatic function in chronic pancreatitis is delayed by main pancreatic duct decompression. A longitudinal prospective analysis of the modified Puestow procedure. Ann Surg. 1993;217(5):458–466. doi: 10.1097/00000658-199305010-00005. [PubMed] [Cross Ref]22. Prinz RA, Greenlee HB. Pancreatic duct drainage in 100 patients with chronic pancreatitis. Ann Surg. 1981;194(3):313–320. doi: 10.1097/00000658-198109000-00009. [PubMed] [Cross Ref]23. Schnelldorfer T, Lewin DN, Adams DB. Operative management of chronic pancreatitis: long-term results in 372 patients. J Am Coll Surg. 2007;204(5):1039–1045. doi: 10.1016/j.jamcollsurg.2006.12.045. [PubMed] [Cross Ref]24. Wilson TG, Hollands MJ, Little JM. Pancreaticojejunostomy for chronic pancreatitis. Aust N Z J Surg. 1992;62(2):111–115. doi: 10.1111/j.1445-2197.1992.tb00007.x. [PubMed] [Cross Ref]25. Adloff M, Schloegel M, Arnaud JP, Ollier JC. Role of pancreaticojejunostomy in the treatment of chronic pancreatitis. A study of 105 operated patients. Chirurgie. 1991;117(4):251–256. [PubMed]26. Bradley EL., 3rd Long-term results of pancreatojejunostomy in patients with chronic pancreatitis. Am J Surg. 1987;153(2):207–213. doi: 10.1016/0002-9610(87)90816-6. [PubMed] [Cross Ref]27. Holmberg JT, Isaksson G, Ihse I. Long-term results of pancreaticojejunostomy in chronic pancreatitis. Surg Gynecol Obstet. 1985;160(4):339–346. [PubMed]

34

Page 35: Pankreatit is Kron i k

28. Greenlee HB, Prinz RA, Aranha GV. Long-term results of side-to-side pancreaticojejunostomy. World J Surg. 1990;14(1):70–76. doi: 10.1007/BF01670548. [PubMed] [Cross Ref]29. Warshaw AL. Conservation of pancreatic tissue by combined gastric, biliary, and pancreatic duct drainage for pain from chronic pancreatitis. Am J Surg. 1985;149(4):563–569. doi: 10.1016/S0002-9610(85)80057-X. [PubMed] [Cross Ref]30. Traverso LW, Kozarek RA. Pancreatoduodenectomy for chronic pancreatitis: anatomic selection criteria and subsequent long-term outcome analysis. Ann Surg. 1997;226(4):429–435. doi: 10.1097/00000658-199710000-00004. [PubMed] [Cross Ref]31. Sakorafas GH, Farnell MB, Nagorney DM, Sarr MG, Rowland CM. Pancreatoduodenectomy for chronic pancreatitis: long-term results in 105 patients. Arch Surg. 2000;135(5):517–523. doi: 10.1001/archsurg.135.5.517. [PubMed] [Cross Ref]32. Jimenez RE, Fernandez-del Castillo C, Rattner DW, Chang Y, Warshaw AL. Outcome of pancreaticoduodenectomy with pylorus preservation or with antrectomy in the treatment of chronic pancreatitis. Ann Surg. 2000;231(3):293–300. doi: 10.1097/00000658-200003000-00001. [PubMed] [Cross Ref]33. Klempa I, Spatny M, Menzel J, Baca I, Nustede R, Stöckmann F, et al. Pancreatic function and quality of life after resection of the head of the pancreas in chronic pancreatitis. A prospective, randomized comparative study after duodenum preserving resection of the head of the pancreas versus Whipple’s operation. Chirurg. 1995;66(4):350–359. [PubMed]34. Witzigmann H, Max D, Uhlmann D, Geissler F, Ludwig S, Schwarz R, et al. Quality of life in chronic pancreatitis: a prospective trial comparing classical Whipple procedure and duodenum-preserving pancreatic head resection. J Gastrointest Surg. 2002;6(2):173–179. doi: 10.1016/S1091-255X(01)00023-3. [PubMed] [Cross Ref]35. Witzigmann H, Max D, Uhlmann D, Geissler F, Schwarz R, Ludwig S, et al. Outcome after duodenum-preserving pancreatic head resection is improved compared with classic Whipple procedure in the treatment of chronic pancreatitis. Surgery. 2003;134(1):53–62. doi: 10.1067/msy.2003.170. [PubMed] [Cross Ref]36. Belina F, Fronek J, Ryska M. Duodenopancreatectomy versus duodenum-preserving pancreatic head excision for chronic pancreatitis. Pancreatology. 2005;5(6):547–552. doi: 10.1159/000087496. [PubMed] [Cross Ref]37. Büchler MW, Friess H, Müller MW, Wheatley AM, Beger HG. Randomized trial of duodenum-preserving pancreatic head resection versus pylorus- preserving Whipple in chronic pancreatitis. Am J Surg. 1995;169(1):65–69. doi: 10.1016/S0002-9610(99)80111-1. [PubMed] [Cross Ref]38. Makowiec FR, Hopt UT, Adam U. Randomized controlled trial of Whipple vs. duodenum-preserving pancreatic head resection in chronic pancreatitis. Am J Surg. 1995;169:65–69. doi: 10.1016/S0002-9610(99)80111-1. [PubMed] [Cross Ref]39. Izbicki JR, Bloechle C, Broering DC, Knoefel WT, Kuechler T, Broelsch CE. Extended drainage versus resection in surgery for chronic pancreatitis: a prospective randomized trial comparing the longitudinal pancreaticojejunostomy combined with local pancreatic head excision with the pylorus-preserving pancreatoduodenectomy. Ann Surg. 1998;228(6):771–779. doi: 10.1097/00000658-199812000-00008. [PubMed] [Cross Ref]40. Izbicki JR, Bloechle C, Knoefel WT, Kuechler T, Binmoeller KF, Broelsch CE. Duodenum-preserving resection of the head of the pancreas in chronic pancreatitis. A prospective,

35

Page 36: Pankreatit is Kron i k

randomized trial. Ann Surg. 1995;221(4):350–358. doi: 10.1097/00000658-199504000-00004. [PubMed] [Cross Ref]41. Diener MK, Knaebel HP, Heukaufer C, Antes G, Büchler MW, Seiler CM. A systematic review and meta-analysis of pylorus-preserving versus classical pancreaticoduodenectomy for surgical treatment of periampullary and pancreatic carcinoma. Ann Surg. 2007;245(2):187–200. doi: 10.1097/01.sla.0000242711.74502.a9. [PubMed] [Cross Ref]42. Tran KT, Smeenk HG, Eijck CH, Kazemier G, Hop WC, Greve JW, et al. Pylorus preserving pancreaticoduodenectomy versus standard Whipple procedure: a prospective, randomized, multicenter analysis of 170 patients with pancreatic and periampullary tumors. Ann Surg. 2004;240(5):738–745. doi: 10.1097/01.sla.0000143248.71964.29. [PubMed] [Cross Ref]43. Karanicolas PJ, Davies E, Kunz R, Briel M, Koka HP, Payne DM, et al. The pylorus: take it or leave it? Systematic review and meta-analysis of pylorus preserving versus standard Whipple pancreaticoduodenectomy for pancreatic or periampullary cancer. Ann Surg Oncol. 2007;14(6):1825–1834. doi: 10.1245/s10434-006-9330-3. [PubMed] [Cross Ref]44. Lin PW, Lin YJ. Prospective randomized comparison between pylorus-preserving and standard pancreaticoduodenectomy. Br J Surg. 1999;86(5):603–607. doi: 10.1046/j.1365-2168.1999.01074.x. [PubMed] [Cross Ref]45. Beger HG, Büchler M, Bittner RR, Oettinger W, Roscher R. Duodenum-preserving resection of the head of the pancreas in severe chronic pancreatitis. Early and late results. Ann Surg. 1989;209(3):273–278. doi: 10.1097/00000658-198903000-00004. [PubMed] [Cross Ref]46. Beger HG, Schlosser W, Friess HM, Büchler MW. Duodenum-preserving head resection in chronic pancreatitis changes the natural course of the disease: a single-center 26-year experience. Ann Surg. 1999;230(4):512–519. doi: 10.1097/00000658-199910000-00007. [PubMed] [Cross Ref]47. Büchler MW, Friess H, Bittner R, Roscher R, Krautzberger W, Müller MW, et al. Duodenum-preserving pancreatic head resection: long-term results. J Gastrointest Surg. 1997;1(1):13–19. doi: 10.1007/s11605-006-0004-z. [PubMed] [Cross Ref]48. Lankisch PG. Natural course of chronic pancreatitis. Pancreatology. 2001;1(1):3–14. doi: 10.1159/000055786. [PubMed] [Cross Ref]49. Miyake H, Harada H, Kunichika K, Ochi K, Kimura I. Clinical course and prognosis of chronic pancreatitis. Pancreas. 1987;2(4):378–385. doi: 10.1097/00006676-198707000-00003. [PubMed] [Cross Ref]50. Ammann RW, Akovbiantz A, Largiader F, Schueler G. Course and outcome of chronic pancreatitis. Longitudinal study of a mixed medical-surgical series of 245 patients. Gastroenterology. 1984;86(5 Pt 1):820–828. [PubMed]51. Möbius C, Max D, Uhlmann D, Gumpp K, Behrbohm J, Horvath K, et al. Five-year follow-up of a prospective non-randomized study comparing the duodenum-preserving pancreatic head resection with the classical Whipple procedure in the treatment of chronic pancreatitis. Langenbecks Arch Surg. 2007;392(3):359–364. doi: 10.1007/s00423-007-0175-4. [PubMed] [Cross Ref]52. Strate T, Taherpour Z, Bloechle C, Mann O, Bruhn JP, Schneider C, et al. Long-term follow-up of a randomized trial comparing the Beger and Frey procedures for patients suffering from chronic pancreatitis. Ann Surg. 2005;241(4):591–598. doi: 10.1097/01.sla.0000157268.78543.03. [PubMed] [Cross Ref]

36

Page 37: Pankreatit is Kron i k

53. Gloor B, Friess H, Uhl W, Büchler MW. A modified technique of the Beger and Frey procedure in patients with chronic pancreatitis. Dig Surg. 2001;18(1):21–25. doi: 10.1159/000050092. [PubMed] [Cross Ref]54. Farkas G, Leindler L, Daróczi M, Farkas G., Jr Organ-preserving pancreatic head resection in chronic pancreatitis. Br J Surg. 2003;90(1):29–32. doi: 10.1002/bjs.4016. [PubMed] [Cross Ref]55. Andersen DK, Topazian MD. Pancreatic head excavation: a variation on the theme of duodenum-preserving pancreatic head resection. Arch Surg. 2004;139(4):375–379. doi: 10.1001/archsurg.139.4.375. [PubMed] [Cross Ref]56. Köninger J, Seiler CM, Wente MN, Reidel MA, Gazayakan E, Mansmann U, et al. Duodenum preserving pancreatectomy in chronic pancreatitis: design of a randomized controlled trial comparing two surgical techniques [ISRCTN50638764] Trials. 2006;7:12. doi: 10.1186/1745-6215-7-12. [PMC free article] [PubMed] [Cross Ref]57. Rattner DW, Fernandez-del Castillo C, Warshaw AL. Pitfalls of distal pancreatectomy for relief of pain in chronic pancreatitis. Am J Surg. 1996;171(1):142–145. doi: 10.1016/S0002-9610(99)80089-0. [PubMed] [Cross Ref]58. Sawyer R, Frey CF. Is there still a role for distal pancreatectomy in surgery for chronic pancreatitis? Am J Surg. 1994;168(1):6–9. doi: 10.1016/S0002-9610(05)80061-3. [PubMed] [Cross Ref]59. Braasch JW, Vito L, Nugent FW. Total pancreatectomy of end-stage chronic pancreatitis. Ann Surg. 1978;188(3):317–322. doi: 10.1097/00000658-197809000-00006. [PubMed] [Cross Ref]60. Cooper MJ, Williamson RC, Benjamin IS, Carter DC, Cuschieri A, Linehan IP, et al. Total pancreatectomy for chronic pancreatitis. Br J Surg. 1987;74(10):912–915. doi: 10.1002/bjs.1800741013. [PubMed] [Cross Ref]61. Rosch T, Daniel S, Scholz M, Huibregtse K, Smits M, Schneider T, et al. Endoscopic treatment of chronic pancreatitis: a multicenter study of 1000 patients with long-term follow-up. Endoscopy. 2002;34(10):765–771. doi: 10.1055/s-2002-34256. [PubMed] [Cross Ref]62. Gabbrielli A, Pandolfi M, Mutignani M, Spada C, Perri V, Petruzziello L, et al. Efficacy of main pancreatic-duct endoscopic drainage in patients with chronic pancreatitis, continuous pain, and dilated duct. Gastrointest Endosc. 2005;61(4):576–581. doi: 10.1016/S0016-5107(05)00295-6. [PubMed] [Cross Ref]63. Cahen DL, Gouma DJ, Nio Y, Rauws EA, Boermeester MA, Busch OR, et al. Endoscopic versus surgical drainage of the pancreatic duct in chronic pancreatitis. N Engl J Med. 2007;356(7):676–684. doi: 10.1056/NEJMoa060610. [PubMed] [Cross Ref]64. Varadarajulu S, Wallace MB. Applications of endoscopic ultrasonography in pancreatic cancer. Cancer Control. 2004;11:15–22. [PubMed]65. Baghdadi S, Abbas MH, Albouz F, Ammori BJ. Systematic review of the role of thoracoscopic splanchnicectomy in palliating the pain of patients with chronic pancreatitis. Surg Endosc. 2008;22(3):580–588. doi: 10.1007/s00464-007-9730-x. [PubMed] [Cross Ref]66. Maher JW, Johlin FC, Heitshusen D. Long-term follow-up of thoracoscopic splanchnicectomy for chronic pancreatitis pain. Surg Endosc 15(7):706–709.67. Morrow CE, Cohen JI, Sutherland DER, Najarian JS. Chronic pancreatitis: long-term surgical results of pancreatic duct drainage, pancreatic resection and near-total pancreatectomy and islet autotransplantation. Surgery. 1984;96:608–616. [PubMed]68. Gooszen HG. Surgical treatment of painful chronic pancreatitis: an unresolved problem? Dig Dis. 1992;10:345–353. doi: 10.1159/000171375. [PubMed] [Cross Ref]

37

Page 38: Pankreatit is Kron i k

69. White SA. Pancreas resection and islet autotransplantation for end stage chronic pancreatitis. Ann Surg. 2001;233:423–43170. doi: 10.1097/00000658-200103000-00018. [PubMed] [Cross Ref]70. Loo ES, Baal MC, Gooszen HG, Ploeg RJ, Nieuwenhuijs VB. Long-term quality of life after surgery for chronic pancreatitis. Br J Surg. 2010;97:1079–1086. doi: 10.1002/bjs.7103. [PubMed] [Cross Ref]

38