osteomyelitis
-
Upload
ct-nurjawahir-rosli -
Category
Documents
-
view
82 -
download
19
description
Transcript of osteomyelitis
Muskuloskeletal 2
Osteomyelitis
SITI NURJAWAHIR BT ROSLI
10 2009 323 ( D8 )
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JALAN ARJUNA UTARA,NO. 6
JAKARTA 11510
1
ISI KANDUNGAN
BAB I – PENDAHULUAN
1.1 - Identifikasi kasus……………………………………………………………… 3
1.2 - Latar belakang ………………………………………………………………… 3
1.3 - Tujuan ………………………………………………… ………………………. 4
BAB II - PEMBAHASAN
2.1 - Anamnesis ………………………………………………………………….….. 5
2.2 - Pemeriksaan fisik dan penunjang ………………………………………… 6
2.3 - Manifestasi klinis……………………………………………………………… 8
2.4 - Diagnosis banding …………………………………………………………….. 8
2.5 – Diagnosis kerja ……………………………………………………………… 11
2.6 - Etiologi penyakit …………………………………………………………… 11
2.7 – Epidemiologi peyakit ……………………………………………………… 13
2.8 – Patofisiologi…………………………………………………………………… 13
2.9 – Penatalaksanaan…………………………………………………………… 15
2.10 – Pencegahan ……………………………………………………………….. 16
2.11 – Komplikasi ………………………………………………………………… 17
2.12 – Prognosis …………………………………………………………………… 17
BAB III - PENUTUP
-Kesimpulan ……………………………………………………………………… 18
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 19
BAB I
2
PENDAHULUAN
1.1 - Identifikasi kasus
Seorang anak laki-laki usia 10 tahun dating dibawa ibunya ke Unit Gawat
Darurat RS A dengan keluhan nyeri terus menerus pada lutut kanan selama
beberapa hari belakangan ini. Rasa nyeri bertambah buruk dengan
berjalannya waktu dan tidak berkurang dengan dipijit menggunakan minyak
gosok. Dia menderita sakit tenggorokan sejak 1 minggu sebelumnya. Pada
pemeriksaan fisik,Rudi tampak sakit berat. Suhu tubuh saat diukur 39oC. Dia
mengalami kesulitan mengangkat tungkai kanannya. Tidak tampak
deformitas dan kulitnya tampak normal. Rasa nyeri dirasakan pada tungkai
kanannya. Hasil pemeriksaan laboratorium darah menunjukkan jumlah
leukosit 15.000/uL.
1.2 - Latar Belakang
Infeksi tulang piogenik dapat terjadi semua peringkat usia tetapi paling
sering pada anak-anak. Periode pertumbuhan anak merupakan waktu
pertumbuhan tulang yang cepat sehingga kerusakan pada lempeng
pertumbuhan dapat membawa konsekuensi yang buruk.1 Osteomyelitis
adalah penyakit infeksi pada tulang dan sum-sum tulang dan biasanya
menyerang metafise tulang panjang yang umumnya berasal dari bakteri.
Kasus yang paling sering pada anak-anak adalah osteomyelitis
hematogenous akut. 2 Bakteri bisa sampai ke tulang secara langsung
(perkontinuitatum) atau dari aliran darah (hematogen). Streptococcus dan
Staphylococcus aureus terutama menyerang anak-anak dan orang dewasa.
Secara klinis,terbagi menjadi 3 fase yaitu osteomyelitis akut,osteomyelitis
subakut dan osteomyelitis kronik yang mana osteomyelitis fase akut paling
sering menyerang pada anak sehingga usia pubertas.3
3
1.3 - Tujuan
Mahasiswa mencari informasi dan memahami sepenuhnya mengenai :
Prosedur anamnesis
Pemeriksaan fisik dan penunjang
Diagnosis banding dan diagnosis kerja
Etiologi/penyebab osteomyelitis
Patofisiologi osteomyelitis
Penatalaksanaan
Pencegahan penyakit
Komplikasi penyakit
Prognosis penyakit
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 – ANAMNESIS
Pada anamnesis saat pasien datang berobat harus diketahui
mengenai riwayat penyakit yang deskriptif dan kronologis penyakitnya,
faktor yang memperberat penyakit serta hasil pengobatan jika sudah
pernah mendapat pengobatan sebelumnya. Harus diketahui umur dan jenis
kelamin pasien dan menyanyakan tentang keluhan utama yang
menyebabkannya datang berobat. Jika kasus dengan pasien anak atau
pasien yang tahap kesadaran menurun,harus ditanyakan pada orang tua
atau penjaganya. Dokter harus menanyakan tentang :
nyeri sendi pada pasien misalnya lokasi nyeri dan punctum
maksimum, penekanan radiks saraf, saat nyeri, nyeri mekanis,
nyeri inflamasi
gejala kaku sendi yang rasanya seperti diikat, lama terjadinya
kekakuan dan beratnya.
bengkak sendi ,apakah terjadi perubahan warna, bentuk &
posisi struktur ekstremitas
deformitas : posisi yang salah, dislokasi atau subluksasi
disabilitas : apabila suatu jaringan, organ atau sistem tidak
dapat berfungsi secara adekuat
handicap : bila disabilitas mengganggu aktivitas sehari-hari,
sosial atau mengganggu pekerjaan
5
2.2 – PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG 1,2,4,10
Setelah semua informasi telah dikumpulkan,pemeriksaan fisik terhadap
pasien dilaksanakan untuk menegakkan diagnosa. Pasien telah diobservasi
saat berjalan masuk ke kamar pemeriksaan dengan melihat postur,cara
berjalan dan tampilannya. Pada pemeriksaan inspeksi,diperhatikan pada
tubuh pasien :
Kulit : parut luka (scar), perubahan warna dan lipatan kulit
abnormal
Bentuk : bengkak, wasting, benjolan, bentuk tulang bengkok
Posisi : berbagai kelainan sendi dan lesi saraf mengakibatkan
deformitas
Pada langkah palpasi,dokter meraba bagian tubuh pasien untuk
mengetahui :
Kulit : hangat / dingin, lembab / kering, sensoris normal / abnormal
Jaringan lunak : benjolan, pulsasi
tulang dan sendi : bentuk luar, penebalan sinovial, cairan sendi
Nyeri tekan : sering kali diagnostik bila terlokalisir
Kemudian,pada pemeriksaan pergerakan,dokter memeriksa
pergerakan pasien apakah ada kesulitan saat menggerakkan anggota
tubuh :
Aktif : minta pasien untuk menggerakkan sendi dan periksa
kekuatannya
Pasif : catat lingkup gerak sendi pada setiap bidang gerak fisiologis
Abnormal : stabilitas gerak sendi
Test yang khusus diperlukan untuk menguji bagian tubuh spesifik yang
dirasakan nyeri dan kurang nyaman oleh pasien. Misalnya pada kasus
ini,pasien merasakan nyeri pada lutut dan kesukaran mengangkat tungkai
6
kanannya. Jadi harus dilakukan pemeriksaan khusus pada bagian tungkai
kanan dan lututnya
Tes Mc-Murray dilakukan untuk melihat apakah terjadi kerusakan
pada meniscus. Pada kasus osteomyelitis,secara umum gejala klinis yang
sering didapatkan adalah demam,nyeri hebat dan gangguan anggota gerak.
Pada infeksi lokal didapatkan oedem,nyeri tekan, kemerahan dan nekrotik
jaringan. Tanda osteomyelitis yang paling dini pada bayi adalah kegagalan
menggerakkan ekstremitas yang terkena(pseudoparalisis) dan nyeri pada
pergerakan pasif.
Bagi menegakkan diagnosis,pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan darah total, X-ray, kultur pus dan caira
infeksi,CT scan dan MRI. Pada pemeriksaan darah total didapatkan hitung sel
darah putih perifer total dan hitung jenis sel selalu abnormal tetapi pada
kebanyakan kasus,masih di dalam rentang normal. Uji LED didapatkan
normal atau sedikit meningkat pada awal penyakit. Rontgenogram biasanya
tidak akan memperlihatkan perubahan destruktif sehingga 10-14 hari
setelah onset infeksi. Tetapi secara akut foto rontgen mebantu membuktikan
perubahan pada jaringan di sekitar tulang yang terinfeksi. Pencitraan
radionuklida dengan skintigrafi tulang radiofosfat,pemindaian gallium atau
leukosit berlabel indium dapat membantu jika pemeriksaan fisik dan rontgen
tidak dapat menegakkan diagnosa. Pemindaian gallium terutama membantu
dalam menentukan lokasi osteomyelitis. Skintigrafi nuclear dapat membantu
terutama pada pasie anak yang tidak dapat memberitahu secara verbal
lokasi nyeri yang dirasakan dan jika daerah yang diduga multiple atau untuk
membedakan osteomyelitis dengan selulitis. CT scan membantu mendeteksi
destruksi tulang kortikal, reaksi perioteum sekuester dan abses jaringan
lunak. Dengan sensitivitas mencapai 97%, MRI menjadi pilihan pasien
dengan dugaan tinggi menderita osteomyelitis. Edema dan eksudat dapat
dideteksi pada ruang medular pada awal osteomyelitis. Prosedur definitive
yang harus dilakukan adalah aspirasi cairan sendi sama ada langsung ke
7
subperiosteal atau aspirasi jarum ke metafisis. Dengan cara ini,identifikasi
bakteri melalui pewarnaan Gram dapat ditegakkan. Operasi drainase dapat
dilakukan setelah aspirasi tulang.
2.3 – MANIFESTASI KLINIS 1,2,4,10
Keluhan yang paling sering dilaporkan pada kasus osteomyelitis adalah
nyeri local,panas,eritema,pembengkakan dan kurangnya pergerakan
ekstremitas. Demam,anoreksia,iritasi dan letalgik mungkin terjadi pada nyeri
local. Terjadi pseudoparalisis dimana pasien enggan mengerakkan angota
secara aktif atau pasif karena nyeri perioteum dan spasme otot.Kebanyakan
pasien hanya terinfeksi pada 1 tulang sama ada femur,tibia atau humerus.
Osteomyelitis pada neonates dapat terjadi onset sejak bulan pertama
kehidupan akibat prosedur iatrogenic seperti punksi tumit dan pemantauan
kulit kepala janin. 50% neonates tidak menunjukkan sebarang gejala,lokasi
infeksi tulang multiple terjadi pada separuh pasien dan dekompresi pus ke
dalam sendi terjadi pada tiga perempat jumlah mereka.
Pada osteomyelitis pelvis,nyeri tidak dapat dilokalisasi dengan baik
dan tanda-tanda fisik juga tidak menunjukkan lokasi. Kesan diagnostic awal
yang sering adalah abdomen akut,masalah intrapelvik lain dan penyakit
sendi pinggul. Pasien osteomyelitis dengan penyakit sel sabit akan sering
terjadi infark tulang aseptic dengan perubahan radiografi menyamai gejala
osteomyelitis akut. Osteomyelitis vertebra sering terjadi pada anak usia atas
8 tahun khas akibat infeksi hematogen. Tanda-tanda klinis adalah
demam,nyeri punggung,nyeri perut dan nyeri pada paha yang mengganggu
gaya berjalan. Osteomyelitis kronis mempunyai gejala-gejala yang
8
terlokalisasi dengan tanda-tanda radang sering dengan saluran sinus. Terjadi
eksaserbasi akut dengan tanda radang akut dan drainase saluran sinus.
2.4 – DIAGNOSIS BANDING
Penyakit-penyakit lain yang mempunyai gejala yang hampir sama
dengan osteomyelitis adalah selulitis,gout, pseudogout, thrombosis vena
dalam dan arthritis infeksiosa.
Selulitis adalah penyakit dimana terjadi infeksi pada lapisan kulit yang
lebih dalam yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus dan Streptococcus
serta bakteri lainnya. Faktor resiko yang dapat menyebabkan selulitis adalah
pada gigitan hewan dan sengatan serangga,luka di kulit, pasien dengan
riwayat penyakit pembuluh darah perifer atau diabetes,pasien yang baru
menjalani prosedur jantung,paru atau gigi serta pasien dengan pemakaian
obat imunosupresan atau kortikosteroid. Pada selulitis dapat dilihat gejala-
gejala awal misalnya kemerahan dan peradangan yang terlokalisasi pada
daerah yang terluka terutama tungkai. Kulit tampak merah,
bengkak,licin,neri tekan,terasa hangat dan ruam kulit akan muncul dengan
tiba-tiba dan memiliki batas yang tegas. Gejala lain yang sering adalah
demam,mengigil,sakit kepala,nyeri otot dan tidak enak badan.5
Gout adalah penyakit yang serangannya secara mendadak dan
berulang disebabkan endapan kristal monosodium urat ( MSU ) di dalam
sendi akibat dari tingginya kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia).
Peradangan sendi bersifat menahun dan setelah serangan yang berulang
kali,sendi pasien akan menjadi bengkok. Criteria-kriteria yang membolehkan
penyakit diklasifikasikan sebagai gout adalah ditemukan kristal asam urat
dalam cairan sendi atau tofus yang terbukti mengandung kristal asam urat
secara mikroskopi. Daripada 12 fenomena klinis,radiologis dan laboratories
9
di bawah harus ditemukan 6 pada pasien untuk dikatakan bahwa pasien
menghidap gout yaitu : 3,6
i. Serangan arthritis akut lebih dari sekali
ii. Inflamasi maksimal terjadi dalam sehari
iii. Serangan arthritis monoartikuler
iv. Sendi kemerahan
v. Nyeri atau bengkak sendi pada MTP-1
vi. Serangan unilateral melibatkan sendi MTP-1
vii. Serangan unilateral melibatkan sendi tarsal
viii. Dugaan tofus
ix. Hiperurisemia
x. Pembengkakan tidak simetris antara sendi
xi. Kista subkortikal tanpa erosi
xii. Kultur cairan sendi untuk mikroorganisma saat inflamasi beri
hasil negative
Pada kasus pseudogout, terjadi pengendapan kristal kalsium pirofosfat
dihidrat yang ditandai dengan serangan arthritis yang nyeri tetapi sakitnya
hilang timbul. Penyakit ini biasanya timbul pada pasien yang tinggi kadar
kalsium dalam darah disebabkan hiperparatiroidisme atau tinggi kadar zat
besi dalam jaringan atau rendah kadar magnesium dalam darah. Gejala bagi
pseudogout adalah bervariasi tetapi yang paling sering adalah serangan
yang menimbulkan nyeri pada lutut,pergelangan tangan dan sendi-sendi
besar yang lain. Kekakuan sendi pada lengan dan tungkai boleh juga terjadi.
Selama fase akut,LED pasein meningkat dan leukosit PMN sedikit meningi. 3,7
Pada kasus thrombosis vena dalam ditemukan keadaan bekuan darah
dalam vena dalam. Semakin sedikit peradangan di sekitar suatu thrombus
atau sumbatan,semakin longgar thrombus melekat ke dinding vena dan
semakin mudah terbentuknya emboli. Penekanan pada otot betis boleh
membebaskan thrombus saat penderita kembali aktif. Darah dari vena
10
tungkai akan mengalir ke paru jadi emboli dari vena tungkai boleh
menyebabkan sumbatan di arteri paru menimbulkan emboli paru.
Thrombosis vena dalam boleh disebabkan oleh faktor kecenderungan
pembekuan darah misalnya pada pasien kanker,cedera pada lapisan vena,
aliran darah di dalam vena melambat disebabkan tirah baring yang terlalu
lama dan otot betis kurang berkontraksi ataupun bisa terjadi pada orang
yang sering duduk terlalu lama ketika perjalanan jauh. Gejal-gejala
thrombosis yang timbul adalah peradangan hebat yang menyebabkan otot
betis membengkak dan rasa nyeri,saat diraba terasa nyeri tumpul dan terasa
hangat. Pergelangan kaki,kaki atau paha bisa membengkak tergantung vena
mana yang terkena. 8
Penyakit arthritis infeksiosa adalah penyakit infeksi pada cairan rongga
sendi dan jaringan suatu sendi. Organisma penyebab infeksi terutama
bakteri boleh mencapai sendi lewat aliran darah atau lewat
pembedahan,penyuntikan atau luka kulit. Infeksi virus sering menyebabkan
arthalgia atau nyeri sendi multiple yang berpindah. Misalnya Spirochaeta
borrelia yang dipindahkan lewat gigitan kutu akan menyebabkan radang
sendi kronis dengan papula kulit merah menonjol seperti mata sapi ( Bull eye
). Gejala yang sering muncul pada anak adalah nyeri,demam dan cenderung
rewel. Anak enggan menggerakan sendi saat disuruh karena rasa nyeri pada
pergerakan dan perabaan. Cairan yang terkumpul dalam sendi yang
terinfeksi akan membengkak dan kaku,penderita mungkin mengalami
demam dan menggigil. Sendi-sendi yang sering terkena adalah lutut,bahu,
pergelangan tangan,jari dan siku.3,9
2.5 – DIAGNOSIS KERJA
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta hasil
laboratorium, diagnosis akhir pada pasien adalah pasien menderita
osteomyelitis akut. Pasien mengalami demam, sakit tenggorakan dan
11
kesulitan mengangkat tungkai kanannya. Jumlah leukositnya meningkat
akibat dari inflamasi yang berlaku. CRP dan LED mengalami peningkatan
dan aspirasi cairan sendi pada lutut menunjukkan bahwa terdapat infeksi
bakteri .
2.6– ETIOLOGI
Osteomyelitis hematogen akut disebabkan oleh bakterimia,
osteomyelitis subakut biasanya terjadi setelah inokulasi local dari trauma
dan tidak berhubungan dengan gejala sistemik manakala osteomyelitis
kronis adalah hasil daripada infeksi tulang yang tidak mendapat pengobatan
langsung atau pengobatan inadekuat. Pada anak selain neonates tanpa
haemoglobinopati infeksi tulang sering menyerang metafisis. Pada anak
kurang dari 1 tahun,perforasi kapiler pada lempeng pertumbuhan epifisis
memberi laluan kepada bakteri untuk menginfeksi epifisis menyebabkan
arthritis supuratif. Pada anak yang lebih tua,infeksi terbatas pada metafisis
karena tiada pembuluh darah yang melintasi lempeng
epifisis.Staphylococcus aureus lebih mendominasi pada semua peringkat
usia. Streptococcus grup B dan S. aureus dan basilus koliformis hanya
ditemukan pada bayi baru lahir. Pasien osteomyelitis dengan riwayat sel
sabit atau penyakit haemoglobinopati lebih sering disebabkan oleh
Salmonella dan S. aureus. Osteomyelitis dari Pasteurella multocida terjadi
pada pasien yang cedera digigit hewan. Vaksin yang dicipta telah
mengurangkan insidens osteomyelitis yang disebabkan bakteri Haemophilus
influenza dan Streptococcus pneumonia. Infeksi pada tulang fokal subakut
yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa dan S. aureus sering terjadi pada
pasien dengan luka tertusuk pada kaki. Kingella kingae adalah penyebab
yang osteomyelitis yang sering di kawasan Timur Tengah dan dilaporkan
kasus osteomyelitis disebabkan kuman ini semakin meningkat di Amerika.
Osteomyelitis cenderung timbul pada anak kecil yang didasari infeksi saluran
nafas atas atau stomatitis oleh Kingella kingae yang juga merupakan bakteri
flora normal tenggorokan. 1,2,4
12
Gambar 1 : Identifikasi organisma patogenik dengan hasil kultur
positif pada osteomyelitis akut pada anak. 4
Organism Frekuensi (%)
Staphylococcus aureus 25-60
Haemophilus influenza tipe b 4-12
Streptococcus pneumoniae 2-5
Streptococcus grup A 2-4
Mycobacterium tuberculosis < 1
Neisseria meningitides < 1
Salmonella < 1
Tidak dapat diidentifikasi 10-15
Gambar 2 : Serangan organisma menurut usia
USIA ORGANISMA
< 4 bulan S. aureus,spesies Enterobacter,
spesies Streptococcus grup A dan B
4 bulan – 4 tahun S. aureus,spesies Enterobacter,
spesies Streptococcus grup A,
H.influenza
4 tahun – remaja S. aureus,spesies Enterobacter,
spesies Streptococcus grup
A,H.influenza
Dewasa S.aureus (tersering)
Penderita penyakit sel sabit Spesies Salmonella
2.7– EPIDEMIOLOGI 4
Osteomyelitis dapat menyerang pada semua peringkat umur tetapi
yang paling sering terkena adalah dari golongan anak usia 3 hingga 12
tahun dan lebih sering menyerang anak laki-laki berbanding anak
13
perempuan dengan nisbah 2:1. Osteomyelitis hematogen adalah yang paling
sering pada anak-anak manakala osteomyelitis disebabkan trauma atau
penyakit pembuluh perifer paling sering pada orang dewasa.
2.8– PATOFISIOLOGI 1,2,4,10
Osteomyelitis terjadi apabila banyak organisma virulen yang
mengatasi pertahanan tubuh hospes untuk membentuk infeksi setempat
pada tulang disertai nanah dan nekrosis iskemik,fibrosis dan perbaikan
tulang. Metafisis terdiri atas gelung-gelung vascular halus tempat di mana
aliran darah sangat lambat. Trauma yang menyebabkan pembuluh ini robek
akan menghasilkan satu kondisi yang mendukung pembiakan bakteri ini
yang menyebar secara hematogen. Osteomyelitis hematogen akut terjadi
akibat lokalisasi bakteri dalam tulang lewat aliran darah. Bakteri seperti S.
aureus mempunyai kemampuan untuk melekat pada elemen jaringan ikat
tulang misalnya kolagen,dentin,sialoprotein dan glikoprotein lewat perluasan
polisakarida ekstraseluler. Terutama pada bayi baru lahir dan bayi muda ada
pembuluh darah khas yang menghubungkan metafisis dengan epifisis
sehingga pus dari metafisis sering kali mengalir ke rongga sendi. Tulang
tidak dapat berdistensi hingga pus yang berada di bawah tekanan akan
terhalang dari berdekompresi ke dalam sendi lalu bergerak ke lateral lewat
saluran vascular korteks dan berakumulasi di bawah periosteum yang
melekat longgar.
Setelah pertumbuhan terhenti,ada pembuluh darah yang
menghubungkan metafisis dengan epifisis. Tulang korteks metafisis
mengandung banyak lubang atau fenestrasi yang menjadi jalan masuk bagi
bakteri. Periosteum anak yang tebal dan aktif melakukan osteogenesis
dengan mudah dapat dikupas dan diangkat dari korteks metafisis.
Pertahanan alami pejamu dapat menyerang dan membunuh bakteri tetapi
memerlukan satu sirkulasi untuk mencapai bakteri di tempat infeksi. Enzim
14
lisosom yang efektif membunuh bakteri dapat juga merusak jaringan pejamu
terutama kartilago sendi. Proses peradangan ini menimbulkan
hyperemia,panas dan bengkak. Staphylococcus menghasilkan toksin dan
enzim jaringan yang merusak jaringan,kolagenase dapat menghancurkan
matriks tulang dan kartilago sendi dan toksin jaringan dapat membunuh sel-
sel tulang dan kartilago.
Dalam perjalanan penyakit ini,embolus septic akan tersangkut dalam
pembuluh darah kecil di metafisis tulang panjang di daerah vena yang
bergelung tadi. Jadi tersumbatnya vena dengan thrombus menghalang
pertahanan pejamu untuk mencapai bakteri. Respons inflamasi yang mulai
timbul akan bergabung dengan bakteri untuk membunuh tulang. Suatu
rongga abses akan terbentuk yang mengandung bakteri,tulang mati dan
debris yang tidak akan tercapai oleh pertahanan tubuh. Abses yang
membesar akan menembus korteks dan mengangkat perioteum. Tulang
subkorteks akan terhalang daripada menerima asupan darah disebabkan
abses yang menyumbat pembuluh endosteum.
Tulang korteks yang tua dan kehilangan asupan darah akan berubaha
menjadi sekuestrum avaskular,debris berukuran besar dalam rongga abses.
Selama fase perbaikan,sel pendahulu osteogenik periosteum yang terangkat
akan membentuk tulang baru (involukrum) di subperiosteum membungkus
daerah yang terinfeksi. Tetapi infeksi bisa saja menembus periosteum dan
involukrum dan melibatkan jaringan lunak dan kulit. Hasil akhir dari proses
penyakit ini boleh menyebabkan pasien mengalami fraktur patologik atau
tulang yang memendek atau anak akan menderita deformitas tungkai dan
tungkai tidak berfungsi.
2.9– PENATALAKSANAAN 1,2,4,10
Terapi bedah umumnya dilakukan jika pada aspirasi diagostik terdapat
pus tetapi jika aspirasi sendi hanya mengeluarkan darah terapi antibiotic
15
sudah cukup. Terapi awal antibiotic adalah berdasarkan organisma yang
menyerang pada golongan usia tertentu, pada hasil aspirasi sendi dilihat
bakteri Gram apa dan penyakit-penyakit yang mungkin diderita pasien selain
osteomyelitis. Terapi antimikroba pada osteomyelitis bertujuan
mempertahankan kadar antibiotic efektif pada jaringan yang terinfeksi pada
kadar yang melebihi kadar hambatan minimum untuk pathogen. Kadar
serum antibiotic bakterisid yang tinggi harus dicapai untuk memastikan
kadar antibiotic dalam tulang mencukupi. Antibiotic yang targetnya adalah S.
aureus adalah oksasillin,nafsilin dan klindamisin. Jika pasien diduga dengan
S.aureus yang resistan dengan methicillin,dapat digantikan dengan
vankomisin. Pasien dengan penyakit sel sabit akan diberikan atibiotik yang
bersifat melawan aktivitas Salmonella. Pasien dengan infeksi Pseudomonas
dengan luka tusuk di kaki akan diberikan antibiotic B-laktam spektrum luas
misalnya ceftazidime,cefepime,piperacillin-tazobactam termasuk pemberian
aminoglikosida sekurang-kurangnya pada 2 minggu pertama pengobatan.
Untuk anak kecil hingga usia 5 tahun boleh diberikan sefalosporin generasi II
atau III yang melawan S. aureus, streptococcus dan K. kingae.
Setelah pemberian antibiotic secara IV, respon pasien dapat dilihat
dalam masa 48 jam. Jika respons yang diharapkan tidak kelihatan,tindak
operasi drainase boleh dilakukan dengan indikasi terdapat sekuestrum,ada
sendi panggul yang terlibat atau ada kompresi spinal. Durasi pengobatan
paling minimum yang dianjurkan adalah 4-6 minggu. Apabila LED dan CRP
menurun pengobatan bertukar kepada antibiotic oral sebanyak 2-3 kali
sehari untuk menyamai pemberian IV. Absorpsi antibiotic oral harus dipantau
dengan pengukuran titer bakterisidal serum terhadap organisma yang
diisolasi atau melalui pengukuran kandungan antibiotic serum. Antibiotic oral
yang sering digunakan pada anak adalah sefaleksin,amoksisillin,dikloksasillin
dan klindamisin.
Terapi tambahan yang bisa diberikan adalah analgesik,nutrisi
tambahan, hidrasi dan imobilisasi. Pemakaian gibs pada tungkai jarang
16
dilakukan. Pembebanan pada tungkai (weight-bearing) hanya dilakukan
setelah gambaran radiologis menunjukkan ada perbaikan.
2.10– PENCEGAHAN 4
Sehingga sekarang belum ada usaha yang efektif untuk membendung
osteomyelitis hematogen disebabkan S. aureus. Imunisasi global dengan
vaksin terhadap H. influenza tipe b telah mengeliminasi infeksi serius dari
bakteri ini termasuk infeksi tulang dan sendi. Dengan adanya vaksin
terhadap pneumococcal yang diberikan secara imunisasi global,insidens
osteomyelitis disebabkan S.pneumoniae diharapkan semakin berkurang.
Anak dengan cedera tusuk pada kaki harus menerima pengobatan awal yang
sebaiknya seperti irigasi,pembersihan luka, debridement, mengalihkan
sebarang debris atau benda asing pada luka dan diberikan profilaksis
tetanus.
2.11– KOMPLIKASI 1,4,10
Komplikasi dari osteomyelitis akut jarang terjadi dan jika terjadi
mungkin karena pengobatan inadekuat atau lambat mendapatkan
pengobatan. Pada anak yang infeksinya telah menyebar ke epifisis mungkin
terjadi arthritis supuratif. Fraktur patologik jarang terjadi dan jika infeksi
mengenai lempeng pertumbuhan,mungkin terjadi sekuele yaitu anak
berisiko mengalami deformitas dan abnormalitas panjang tulang yang
terkena. Arthritis septik dapat mempersulit perjalanan osteomyelitis dan
memerlukan intervensi pembedahan.
2.12– PROGNOSIS 1,4,10
17
Osteomyelitis hematogen akut mempunyai prognosis yang umumnya
baik sekiranya mendapat pengobatan yang cepat dan tepat dan operasi
drainase dilakukan jika diperlukan. Progonosis buruk jika infeksi pada
nenatus dan anak mengenai sendi panggul atau bahu. 4% pasien mungkin
mengalami infeksi berulang walaupun telah mendapat pengobatan yang
adekuat. Sebanyak 25% pasien gagal untuk berespon baik setelah operasi
debridement yang ekstensif dan perpanjangan terapi antimikroba
selanjutnya menyebabkan kehilangan tulang,pembentukan sinus dan
mungkin diamputasi.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan kasus,dapat disimpulkan bahwa osteomyelitis dapat
menyerang pada semua peringkat usia tetapi lebih sering pada anak di
bawah usia 10 tahun. Infeksi bakteri adalah berbeda mengikut golongan usia
dan penyakit ini sulit dideteksi pada awal perjalanan penyakit. Tetapi setelah
diagnosa ditegakkan, penatalaksanaan yang cepat dapat menyelamatkan
pasien tanpa menimbulkan komplikasi setelah pengobatan. Komplikasi
18
hanya timbul jika lambat mendapat pengobatan atau pengobatan tidak
mencukupi. Tiada sebarang langkah pencegahan yang efektif melainkan
pada kasus osteomyelitis disebabkan H. influenza dan S. pneumonia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abraham M. Rudolph, Julien I.E. Hoffman, Colin D. Rudolph. Buku ajar
pediatri Rudolph. Edisi 20, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Volume I ;
2006: 615-8.
2. Lisa B. Zaoutis, Vincent W. Chiang. Comprehensive pediatric hospital
medicine. Mosby Elsevier,2007: 414-9.
3. Aru W. Sudoyo,Bambang Setiyohadi,Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata
K, Siti Setiati. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III, Edisi V, Internal
Publishing : November 2009.
19
4. Karen J. Marcdante, Robert M. Kliegman, Hal B. Jenson, Richard E.
Behrman. Nelson essentials of paediatrics. Sixth edition,Saunders
Elsevier : 2011.
5. http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=345
Diunduh pada 29 Maret 2011.
6. http://medicastore.com/penyakit/7/Gout.html .
Diunduh pada 29 Maret 2011.
7. http://medicastore.com/penyakit/15/Pseudogout.html .
Diunduh pada 29 Maret 2011.
8. http://medicastore.com/penyakit/645/Trombosis_vena_dalam.html .
Diunduh pada 29 Maret 2011.
9. http://medicastore.com/penyakit/555/Artritis_Infeksiosa.html
Diunduh pada 29 Maret 2011.
10. Behrman,Kliegman,Arvin. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi 15, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Volume I ; 2000
20