OPTIMASI VOLUME PENYARI ETANOL 96% DAN SUHU … fileStudi Preformulasi Steviosida sebagai Pemanis...
Transcript of OPTIMASI VOLUME PENYARI ETANOL 96% DAN SUHU … fileStudi Preformulasi Steviosida sebagai Pemanis...
OPTIMASI VOLUME PENYARI ETANOL 96% DAN SUHU DALAM
PROSES PERKOLASI DAUN STEVIA (Stevia Rebaudiana Bertonii.)
DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
oleh :
Maria Margaretha Christiani
NIM : 058114139
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
OPTIMASI VOLUME PENYARI ETANOL 96% DAN SUHU DALAM
PROSES PERKOLASI DAUN STEVIA (Stevia Rebaudiana Bertonii.)
DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
oleh :
Maria Margaretha Christiani
NIM : 058114139
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
v
Thanks be to God!!
He Gives us the victory through
and Lord Jesus Christ
(1 Corinthus 15:27)
Kupersembahkan karya ini bagi:
Tuhan Yesusku yang indah dan selalu berbicara dalam
diam untuk membuatku kuat
Kedua orang tua dan saudaraku
Almamaterku
vi
Tak takut ku lelah dilikuku...
Ketika ku yakin Tuhan selalu berjalan disampingku..
Tak penat ku melangkah...
Ketika ku tau Tuhan selalu siap menggendongku...
Tak menangisku disaat mataku tertutup...
Karena ku tahu Tuhan selalu ingin ku tertawa...
Kuatku bukan karena diriku..
Tangisku tidak untuk diriku..
Kumelangkah tak hanya diriku..
Karena Tuhan menyatu menemaniku..
vii
viii
Prakata
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “Optimasi Volume Penyari Etanol 96% dan Suhu dalam Proses
Perkolasi Daun Stevia (Stevia rebaudiana Bertonii.) dengan Metode Desain
Faktorial” ini dengan baik.
Skripsi ini merupakan bagian dari penelitian payung Program Hibah
Penelitian Payung PHK A3 Dikti yang berjudul “Optimasi Proses Isolasi dan
Studi Preformulasi Steviosida sebagai Pemanis Pengganti Gula“.
Penulisan skripsi dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan
Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah suatu hal yang
mudah, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Tuhan Yesus, yang selalu memberi kekuatan disaat penulis mengerjakan
skripsi ini.
2. Mama, Lidya Lementaria Marbun, pemberi sayang terbesar dalam
hidupku, dan alasan terbesar penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
3. Papa, Perjuangan Paulus Simorangkir, abang, Freddy dan Fransiskus
Simorangkir, adik, Barnabas Simorangkir, atas dukungan dan kasih sayang
yang tulus.
ix
4. Rita Suhadi, M.Si., Apt., Selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
5. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., dan Yohanes
Martono, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan
dan mendampingi penulis selama proses penelitian dan penyusunan
skripsi.
6. Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt., dan Ignatius Yulius Kristio
Budiasmoro,M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan
pendampingan, dukungan, saran, dan kritik.
7. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
tradisional atas bantuan dan kerja samanya untuk menyediakan simplisia
dan gambar tanaman.
8. Segenap laboran atas bantuan dan kerjanya selama penulis menempuh
perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
9. “Sahabat-sahabat terbaik”; Rika, Valen, Indri, Anita, Febri, Desi, Dery,
Sinta, Lussy, Agus atas dukungan dan semangat yang diberikan.
10. Wiwid, Isti, Rina, Rini, Medy, Resty, Rian, Lidia, Andrew atas dukungan,
semangat dan keceriaan bersama penulis.
11. Team Stevia”, Totok, Very, febrian, Diana, Natalia, Tyas, Nia, dan Siska
atas keceriaan dan kerjasama selama mengerjakan skripsi ini.
12. Seseorang, atas waktu, dukungan, kenangan, dan kebersamaan selama
proses penyusunan skripsi ini
x
13. Teman-teman Kelas C angkatan 2005 dan FST 2005 atas semua kenangan
indah selama ini.
14. Teman-teman di Modist home: Yesse, Sekar, Nolen, Siska, Ika, Ina, Rini,
Tyas, Kristi, Tina, Katrin atas kebersamaan, keceriaan, dan kenangan
indah selama ini.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia
ini. Keterbatasan pikiran, waktu, dan tenaga membuat penulisan skripsi ini tidak
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar skripsi ini lebih baik lagi. Akhir kata, semoga skripsi ini
bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 13 Januari 2009
Penulis
xi
xii
INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan dan pengaruh interaksi antara suhu dan volume penyari etanol 96% serta kombinasi yang optimum untuk memperoleh kadar steviosida terbesar dari proses ekstraksi secara perkolasi.
Penelitian ini termasuk eksperimental murni menggunakan desain faktorial dengan dua faktor yaitu volume penyari etanol 96%-suhu dan dua level, level rendah dan level tinggi. Penelitian diawali pengumpulan dan determinasi tanaman, pembuatan serbuk simplisia, defatisasi, kemudian penyarian secara perkolasi dengan penyari etanol 96%. Perkolat diuji kualitatif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak kloroform:metanol:akuabides (10:15:2 v/v). Identifikasi bercak steviosida dengan pereaksi Iodium, lalu vanilin-asam sulfat pekat, kemudian dipanaskan. Penetapan kadar steviosida dengan mencari nilai AUC (daerah bawah kurva) bercak pada KLT dan dianalisis menggunakan image-J. Dari hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan Yate’s Treatment dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan penggunaan etanol 96% sebanyak 375 ml dengan suhu 50oC untuk 30 g serbuk stevia menghasilkan steviosida terbesar yaitu 2297,9388 mg (7,8818 %b/b). Etanol 96% merupakan faktor dominan yang signifikan dengan nilai F hitung 578,35 lebih besar dari F tabel 10,128. Kata kunci: daun stevia, perkolasi, steviosida, Image-J, desain faktorial, Yate’s Treatment
xiii
ABSTRACT
Stevia is the original plants from Brazil and Paraguay with chemistry pregnancy steviosida which use as sweetener. The purpose of this examination is to know the dominant factor and the influence of interaction between temperatures and volume of etanol 96% also combination to get the biggest percent of stevioside from extraction process with percolation.
This research, which is using factorial design and belong as pure experimental. Examination preced by means of collecting and plant determination, powder simplisia enactment, defatitation, Percolation extraction with ethanol 96 %. Perkolat is tested qualitative Thin Layer Chromatography (TLC) with quiet phase silica gel GF254 and movement phase chloroform: methanol: aquabidest (10:15:2). Pockmarked identification stevioside done with Iodium then vanillin sour sulfate, then heating. Quotation stevioside degree by seeking values of AUC (Curve Under Area) through pocks in TLC and analyzed by Image J. The effect of temperatures and ethanol 96% evaluated with factorial design accordance of statistics analysis Yate's Treatment with 95% level of confidence.
The result of examination shows volume which using ethanol 96% as much as 375 ml with temperature 50oC for 30 gram stevia powder produces 2297,9388 mg (7,8818 %b/b) stevioside. Ethanol 96% be dominant factor with F count ethanol 96% larger ones from F table. F count ethanol 96% 578, 35 while F table 10,128.
Key word: leaf of stevia, percolation, stevioside, Image-J, Factorial Design, Yate’s Treatment
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................... vii
PRAKATA .......................................................................................................... viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. xi
INTISARI ........................................................................................................... xii
ABSTRACT .......................................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xviii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
1 Perumusan masalah ..................................................................... 3
2. Keaslian penelitian ...................................................................... 3
3. Manfaat penelitian ...................................................................... 3
xv
B. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
1. Tujuan umum ............................................................................. 4
2. Tujuan khusus ............................................................................ 4
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Stevia (Stevia Rebaudiana Bertonii.). ................................................ 5
1. Deskripsi ..................................................................................... 6
2. Ekologi dan Penyebaran ............................................................. 6
3. Kandungan Kimia ....................................................................... 6
B. Steviol Glikosida ............................................................................... 7
C. Senyawa Steviosida .......................................................................... 8
D. Sokletasi ........................................................................................... 9
E. Etanol ................................................................................................ 10
F. Penyarian ........................................................................................... 10
G. Perkolasi ............................................................................................ 12
H. Ekstrak .............................................................................................. 14
I. Kromatografi Lapis Tipis .................................................................. 14
J. Penetapan Kadar Steviosida .............................................................. 17
K. Metode Desain Faktorial ................................................................... 17
L. Landasan Teori .................................................................................. 19
M. Hipotesis ........................................................................................... 20
xvi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................................ 21
B. Variabel Penelitian ............................................................................ 21
C. Definisi Operasional ........................................................................ 22
D. Alat Penelitian ................................................................................... 23
E. Bahan Penelitian ............................................................................... 23
F. Tata Cara Penelitian ......................................................................... 24
1. Pengumpulan tanaman ............................................................... 24
2. Pembuatan serbuk daun Stevia rebaudiana Bertonii .................. 24
3. Pembuatan ekstrak daun Stevia rebaudiana Bertonii ................. 25
4. Analisis Kualitatif Steviosida ..................................................... 26
5. Analisis Kuantitatif Steviosida ................................................... 26
6. Analisis Hasil .............................................................................. 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman Stevia ............................................................ 32
B. Pembuatan serbuk daun stevia .......................................................... 33
C. Pembuatan ekstrak daun stevia ......................................................... 34
D. Analisis Kualitatif Steviosida Dalam Ekstrak Stevia dengan KLT .. 36
E. Analisis Kuantitatif Steviosida Dalam Ekstrak Stevia dengan
Image-J .............................................................................................. 40
xvii
1. Pembuatan Kurva Baku .............................................................. 40
2. Analisis Kuantitatif Steviosida dengan Image-J ......................... 41
F. Analisis Hasil Steviosida .................................................................. 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................................... 48
B. Saran ................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 49
LAMPIRAN ..................................................................................................... 52
BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................ 72
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor
dan dua level ........................................................................... 18
Tabel II. Perbandingan cairan penyari dan suhu untuk 4 gram serbuk
Stevia ........................................................................................ 26
Tabel III. Jumlah volume etanol 96% dan suhu untuk 30 gram serbuk .. 34
Tabel IV. Volume akhir perkolat setiap perbandingan Akuades:Etanol 96%
.................................................................................................. 35
Tabel V. Nilai Rf untuk masing-masing bercak dengan fase gerak
kloroform : metanol : aquades (10 : 15 : 2) dan fase diam
Silika gel GF254, jarak elusi 15 cm, deteksi KI dan
Vanilin-Asam Sulfat P ............................................................. 38
Tabel VI. Kadar steviosida baku yang ditotolkan (µg) dengan
luas area dibawah kurva (AUC) steviosida baku ..................... 40
Tabel VII. Kadar steviosida pada sampel dengan masing-masing kondisi
.................................................................................................. 43
Tabel VIII. Kadar rata-rata steviosida pada sampel dengan masing-
Masing koefisien ...................................................................... 44
Tabel IX. Efek suhu, etanol 96%, dan interaksi dalam menentukan
Kadar steviosida ....................................................................... 45
Tabel X Hasil Perhitungan Yate’s Treatment pada respon kadar steviosida
(%b/b) ...................................................................................... 47
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Stevia rebaudiana Bertonii....................................................... 5
Gambar 2. Struktur Glikosida Steviol ........................................................ 7
Gambar 3. Struktur Steviosida ................................................................... 8
Gambar 4 Skema Tata Cara Penelitian ..................................................... 24
Gambar 5 Hasil KLT Ekstrak Daun Stevia dan Baku Steviosida
dengan jarak pengembangan 15 cm ......................................... 37
Gambar 6 Grafik Kurva Baku antara kadar steviosida (mg) dengan
area dibawah kurva (AUC) ...................................................... 41
Gambar 7 Alur penggunaan program Image-J untuk memperoleh
nilai AUC ................................................................................. 42
Gambar 8 Gambar a. grafik hubungan antara etanol 96% (ml) dengan
respon kadar steviosida (%b/b); Gambar b. grafik hubungan
antara suhu (Celcius) dengan respon kadar
steviosida (%b/b) ...................................................................... 45
Gambar 9 Counter plot kadar steviosida ekstrak daun stevia ................... 47
xx
DAFTAR LAMPIRAN
lampiran 1. Surat Keterangan Determinasi................................................ 54
lampiran 2. Kurva Baku Steviosida........................................................... 56
lampiran 3. Penetapan Kadar Steviosida Dalam Stevia rebaudiana
Bertonii................................................................................... 58
lampiran 4 Perhitungan Yate’s Treatment................................................. 63
lampiran 5 Dokumentasi........................................................................... 68
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Pada makanan banyak ditambahkan pemanis terutama pemanis buatan.
Pemanis buatan yang banyak terdapat dipasaran diantaranya siklamat dan sakarin
(Achyar, 2005). Penggunaan pemanis buatan dapat menimbulkan efek berbahaya
dan rasa tidak nyaman. Penggunaan siklamat dapat merangsang timbulnya kanker
(Mudjajanto, 2005), sedangkan penggunaan sakarin dapat menimbulkan rasa pahit
(Achyar, 2005).
Adanya dampak negatif akibat penggunaan pemanis buatan menyebabkan
dibutuhkannya suatu pemanis baru yang lebih aman dan nyaman dalam
penggunaan. Salah satu yang sedang dikembangkan adalah pemanis alami yang
berasal dari stevia (Stevia rebaudiana Bertonii) yang merupakan tanaman asli
Brazil dan Paraguay. Stevia mengandung steviosida yang kemanisannya 150-300
kali lebih manis daripada sukrosa (Hawke, 2002).
Penggunaan gula alami tersebut meminimalkan dampak negatif karena
steviosida tidak menimbulkan efek teratogenik, mutagenik, dan karsinogenik
terhadap penggunanya. Gula alami yang berasal dari tanaman stevia juga mulai
banyak dikonsumsi oleh para penderita diabetes karena faktor keamanan dan
kandungan kalori pada stevia yang lebih rendah dibandingkan pemanis sintetis baik
sakarin maupun siklamat (Ognean, 2003).
2
Sebenarnya untuk penderita diabetes, sudah ada pemanis buatan berkalori
rendah yang dapat dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari, yakni sakarin dan
siklamat. Namun, setelah diujikan secara praklinis terhadap tikus, ditemukan bahwa
kedua pemanis sintetis tersebut dapat menimbulkan tumor hingga kanker pada
kantung kemih. Penggunaan sakarin dan siklamat dianggap berbahaya dan perlu
diganti dengan pemanis yang lebih aman namun tetap rendah kalori (Mudjajanto,
2005).
Telah dilakukan uji terhadap kemanfaatan steviosida terhadap penyakit
diabetes. Penelitian dilakukan terhadap tikus 2 cara pemberian yakni secara
inravena dan oral. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa
steviosida yang terkandung pada tanaman stevia memberikan efek positif
menurunkan kadar gula darah dan mempertahankan sekresi insulin pada penderita
diabetes tipe 2 (Gregersen, 2004).
Martono (2007) telah melakukan penelitian mengenai jumlah kristal
steviosida yang dapat dihasilkan dengan metode ekstraksi secara sokletasi. Namun,
ada kekurangan dari metode sokletasi yakni suhu yang tidak bisa dikontrol, selain
itu untuk senyawa yang peka seperti glikosida, penggunaan pemanasan dalam
jangka waktu yang lama akan menyebabkan glikosida mudah terdegradasi sehingga
dapat mengurangi kadar senyawa aktif dalam ekstrak (Voigt, 1994).
Perlu dilakukannya penelitian dengan menggunakan perkolasi, untuk
mengetahui kemampuan ekstraksi secara perkolasi dalam mengekstraksi steviosida
yang jumlahnya pada tanaman stevia cukup kecil yakni 3%-8% dari daun kering
(Melis, 1992). Kemampuan etanol 96% untuk melarutkan steviosida menyebabkan
3
steviosida lebih cepat untuk tersari. Sedangkan penggunaan suhu akan membantu
meningkatkan kelarutan steviosida dalam etanol 96% sehingga steviosida akan lebih
mudah untuk berdifusi. Berdasarkan hal tersebut, peneliti merasa perlu
dilakukannya suatu optimasi terhadap volume penyari etanol 96% dan suhu untuk
memperoleh kadar steviosida terbesar secara perkolasi.
1. Perumusan Masalah
a. Manakah yang dominan berpengaruh antara volume etanol 96%,
suhu, atau interaksi keduanya dalam menentukan kadar steviosida dari
hasil perkolasi daun stevia?
b. Berapakah volume etanol 96% dan suhu yang optimum untuk
memperoleh perkolat dengan kadar steviosida terbesar ?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh penulis, penelitian mengenai
optimasi volume penyari etanol 96% dan suhu dalam proses perkolasi terhadap
kadar steviosida dalam ekstrak stevia dengan metode desain faktorial belum pernah
dilakukan sebelumnya.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan menambah khasanah pengetahuan
bidang farmasi Sains Teknologi khususnya mengenai optimasi volume
penyari etanol 96% dan suhu dalam proses perkolasi daun stevia dengan
metode desain faktorial.
4
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui faktor
yang dominan berpengaruh antara etanol 96%, suhu, dan interaksi
keduanya dalam menentukan kadar steviosida. Mengetahui volume
penyari etanol 96% dan suhu yang paling optimum untuk memperoleh
perkolat dengan kadar steviosida yang optimal.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui proses perkolasi yang optimum untuk memperoleh kadar
steviosida terbesar.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dominasi faktor-faktor yang berpengaruh antara etanol
96%, suhu, atau interaksi keduanya dalam menentukan kadar steviosida
dari hasil perkolasi daun stevia.
b. Mengetahui penggunaan volume etanol 96% dan suhu yang
optimum untuk memperoleh perkolat dengan kadar steviosida terbesar.
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Stevia
Gambar 1. Tanaman Stevia rebaudiana Bertonii.
Stevia (Stevia rebaudiana Bertonii) termasuk dalam familia Asteracea dan
merupakan tanaman asli dari Brazil dan Paraguay. Stevia sudah ditanam dan
dikembangkan di Jepang, Korea, Taiwan, Cina, dan beberapa negara lainnya
(Bakal, 1986).
Kegunaan utama dari stevia adalah sebagai pemanis dengan kadar
kemanisan 150 sampai 300 kali lebih besar dibandingkan dengan gula. Stevia juga
dimanfaatkan sebagai obat atau makanan kecil (Hawke, 2002).
Pemanis yang berasal dari daun dari Stevia rebaudiana Bertonii
direkomendasikan untuk dikonsumsi oleh para penderita diabetes karena kalori
yang dimiliki relatif rendah. Selain itu, sudah diujikan pada hewan dan digunakan
oleh manusia tanpa menimbulkan efek samping (Megeji, 2005).
6
1. Deskripsi
Habitus: semak, semusim, tinggi 30-90 cm. Batang: bulat, berbulu, beruas,
bercabang, hijau. Daun: tunggal, bulat telur, ujung tumpul, pangkal runcing, tepi
rata, panjang 2-4 cm, lebar 1-3 cm, pertulangan menyirip, berbulu, tangkai pendek,
hijau, bunga: majemuk, bentuk malai, di ujung dan di ketiak daun, bentuk cawan,
kelopak bentuk tabung, berbulu, berbagi lima, hijau, tangkai benang sari dan
tangkai putik pendek, kepala sari kuning, putik bentuk silindris, putih. Buah: kotak,
berambut, cokelat. Biji: bentuk jarum, putih kotor. Akar: tunggang, putih kotor
(Backer, 1968).
2. Ekologi dan Penyebaran
Stevia adalah tanaman herba dengan tangkai dan akar yang berukuran kecil
dan rapuh. Stevia akan tumbuh dengan baik pada tanah dengan kondisi lembab yang
teratur dan perairan yang memadai. Selain di Paraguay, Stevia tumbuh pada daerah
subtropis termasuk beberapa negara dari Amerika Serikat (Goettemoeller and
Ching, 1999). Stevia juga tumbuh di Brazil, Korea, Meksiko, Indonesia, Tanzania,
dan Kanada. Tanah yang baik untuk pertumbuhan stevia adalah tanah dengan
kandungan karbon yang rendah (0,2%), kandungan nitrogen total yang tinggi
(0,15%), dan pH sebesar 5,6 (Megeji et.al, 2005).
3. Kandungan Kimia
Pada kondisi daun yang kering, komponen yang larut air sebesar 42% dari
berat daun (Bakal and Nabors, 1986). Steviosida merupakan komponen pemanis
terbesar yang terdapat pada daun Stevia rebaudiana Bertonii. Komponen lain yang
ditemukan dalam jumlah kecil antara lain: steviolbiosida, rebaudiosida A, B, C,D,
7
E, F, dulkosida A (Starrat, Kirby, Brandle, 2002), dan rubusosida (Kuznesof, 2007).
Steviosida dan rebaudiosida A merupakan komponen glikosida steviol yang paling
menarik perhatian karena khasiatnya sebagai pemanis (Kuznesof, 2007).
Impurities yang terdapat pada ekstrak daun stevia merupakan ciri khas dari
material tanaman, seperti pigmen dan sakarida. Senyawa-senyawa nonfraksi
glikosida dari ekstrak daun stevia terdiri dari : spathulenol; asam dekanoat; 8,11,14-
asam ecosatrienoic; 2-metiloktadekan; pentacosane; octacosane; stigmasterol; b-
sitosterol; a- dan b- amyrin; lupeol; b-amyrin asetat; dan pentasiklik triterpen.
Senyawa-senyawa tersebut merupakan substansi non polar mewakili 56% dari total
ekstrak non glikosida, 44% lainnya masih belum teridentifikasi (Kuznesof, 2007).
B. GLIKOSIDA STEVIOL
Gambar 2. Struktur Glikosida Steviol (Geuns, 2003)
Pada tanaman stevia, minimal terdapat 95% dari total tujuh golongan
glikosida steviol. Steviosida dan rebaudiosida A adalah golongan glikosida steviol
yang paling dikenal karena kegunaannya sebagai pemanis (Kuznesof, 2007).
Glikosida steviol merupakan serbuk berwarna putih sampai kuning terang,
larut dalam air dan etanol, relatif tidak memiliki bau, dan cukup stabil terhadap suhu
dan kelembaban. kadar kemanisan dari glikosida steviol 200 sampai 300 kali lebih
tinggi daripada sukrosa (Kuznesof, 2007).
8
Glikosida steviol stabil terhadap suhu dan hidrolisis baik pada kondisi
produksi ataupun penyimpanan sehingga aman digunakan sebagai pemanis untuk
minuman berbasis susu, makanan pencuci mulut, kue, yoghurts, permen, dan
manisan (Kuznesof, 2007).
C. STEVIOSIDA
Gambar 3. Struktur Steviosida (Srimaroeng, 2005)
Steviosida(13-[(2-O-β–D-glucopyranosyl-β–D-glucopyranosyl)oxy]kaur-
16-en-18-oic acid β-D-glucopyranosyl ester) merupakan glikosida steviol yang
diekstraksi dari daun Stevia rebaudiana Bertonii. Organoleptis dari steviosida
adalah tampak seperti mentol, adanya after taste yang dapat dikurangi dengan
meningkatkan kemurnian steviosida. Larutan steviosida pada rentang pH 3-9
dengan suhu 1000C selama 1 jam tidak menunjukkan penurunan kadar yang
signifikan. Steviosida dipertimbangkan mengalami dekomposisi pada pH 10.
Penelitian lain menunjukkan steviosida sangat stabil dalam larutan asam dan
dengan adanya garam. Selain itu juga tidak terfermentasi sehingga tidak
karsiogenik (Bakal and Nabors, 1986).
9
Telah dilakukan uji mutagenik terhadap steviosida dan hasilnya negatif.
Dari hasil uji tersebut, dapat dinyatakan bahwa steviosida tidak memiliki efek
mutagenik yang signifikan atau aktivitas genetoksik. Steviosida juga dinyatakan
memiliki efek hipoglikemik (Bakal and Nabors, 1986). Steviosida memiliki
toksisitas akut yang rendah, dan dalam penggunaannya tidak memberikan efek
reaksi alergi (Kroger, Meister, Kava, 2006).
D. SOKLETASI
Pada sokletasi, alat yang digunakan dinamakan soklet. Mekanisme
kerjanya adalah cairan penyari diisikan pada labu, serbuk simplisia diisikan pada
tabung. Cairan penyari dipanaskan hingga mendidih. Uap penyari akan naik ke atas
melalui serbuk simplisia. Uap penyari mengembun karena didinginkan oleh
pendingin balik. Embun turun melalui serbuk simplisia sambil melarutkan zat
aktifnya dan kembali ke labu (Anonim, 1986).
Keuntungan metode sokletasi antara lain: cairan penyari yang diperlukan
lebih sedikit, dan secara langsung diperoleh hasil yang lebih pekat; serbuk simplisia
disari oleh cairan penyari yang murni, sehingga dapat menyari zat aktif lebih
banyak; dan penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan tanpa menambah
volume cairan penyari. Kekurangan metode sokletasi antara lain: larutan dipanaskan
terus menerus sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan peralatan untuk
mengurangi tekanan udara; dan cairan penyari dididihkan terus menerus sehingga
cairan penyari yang baik harus murni atau campuran azeotrop (Anonim, 1986).
10
E. ETANOL
Etanol mutlak mengandung tidak kurang dari 99,2% b/b setara dengan
tidak kurang dari 99,5% v/v C2H5OH pada suhu 15,56oC. Pemerian: cairan mudah
menguap, jernih, tidak berwarna. Bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada
lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78 oC.
mudah terbakar (Anonim, 1995).
Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida,
kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar, dan klorofil, lemak,
malam, tannin, dan saponin hanya sedikit larut. Untuk meningkatkan penyarian
biasanya digunakan campuran antara etanol dan air, perbandingannya tergantung
pada bahan yang akan disari. Keuntungan dari pengunaan etanol sebagai penyari
adalah lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas,
tidak beracun, netral, absorpsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada
segala perbandingan, panas yang diperlukan lebih sedikit. Kerugian dari
penggunaan etanol sebagai penyari adalah harganya yang relatif mahal (Anonim,
1986).
F. PENYARIAN
Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang
tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari mengandung zat aktif
yang dapat larut dan zat yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein,
dan lain-lain (Anonim, 1986). Proses penyarian dapat dipisahkan menjadi:
Pembuatan serbuk, Pembasahan, Penyarian dan Pemekatan (Anonim, 1986).
11
Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk
simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari makin luas. Tetapi dalam
pelaksanaannya tidak selalu demikian, karena penyarian masih tergantung juga pada
sifat fisik dan kimia simplisia yang bersangkutan (Anonim, 1986).
Pembasahan serbuk sebelum dilakukan penyarian dimaksudkan
memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari memasuki seluruh
pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnya (Anonim,
1986).
Dengan mengalirnya bahan pelarut ke dalam ruang sel juga
mengakibatkan protoplasma membengkak, dan bahan kandungan sel akan terlarut
sesuai dengan kelarutannya. Gaya yang bekerja adalah adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan didalam sel dengan cairan ekstraksi yang mula-mula
masih tanpa bahan aktif yang mengelilinginya. Bahan kandungan sel akan
mencapai ke dalam cairan di sebelah luar selama difusi melintasi melintasi
membran sampai terbentuknya suatu keseimbangan konsentrasi antara larutan di
sebelah dalam dan di sebelah luar sel (Voight, 1994).
Penyarian dipengaruhi oleh :
a. Derajat kehalusan serbuk
b. Perbedaan konsentrasi yang terdapat mulai dari pusat serbuk simplisia sampai
ke permukaannya, maupun pada perbedaan konsentrasi yang terdapat pada lapisan
batas, sehingga suatu titik akan dicapai, oleh zat-zat yang tersari jika ada daya
dorong yang cukup untuk melanjutkan perpindahan massa (Anonim,1986).
12
G. PERKOLASI
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan
melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah sebagai
berikut: serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian
bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui
serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai
mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh gaya beratnya sendiri
dan cairan diatasnya dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan
(Anonim, 1986).
Cara perkolasi lebih baik daripada dengan maserasi karena aliran cairan
penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang konsentrasinya lebih rendah
sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi. Ruangan diantara butir-butir
serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena
kecilnya saluran kapiler tersebut maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi
lapisan batas sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi (Anonim, 1986).
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang
digunakan untuk menyari disebut cairan penyari. Larutan zat aktif yang keluar dari
perkolator disebut sari atau perkolat, sedang sisa setelah dilakukan penyarian
disebut ampas atau sisa perkolasi (Anonim, 1986).
Cairan penyari yang digunakan harus memenuhi syarat kefarmasian atau
dalam perdagangan dikenal dengan kelompok spesifikasi “ Pharmaceutical grade”
sampai saat ini berlaku aturan bahwa pelarut yang diperbolehkan adalah air dan
alkohol (etanol) serta campurannya. Jenis pelarut lain seperti methanol, heksana
13
(hidrokarbon alifatik), toluene (hidrokarbon aromatik), kloroform (dan
segolongannya), aseton, umumnya digunakan sebagai pelarut untuk separasi dan
tahap pemurnian (Anonim, 1995).
Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan ke
dalam bejana perkolator, tetapi dibasahi atau dimaserasi terlebih dahulu dengan
cairan penyari. Maserasi dilakukan dalam bejana tertutup. Maserasi penting
terutama pada serbuk simplisia yang mengandung bahan yang mudah
mengembang bila terkena air. Bila serbuk tersebut langsung dialiri dengan cairan
penyari maka cairan penyari tidak dapat menembus keselurahan sel dengan
sempurna (Anonim, 1986).
Setelah maserasi, massa dimasukkan ke dalam perkolator. Pemindahan
dilakukan sedikit-demi sedikit untuk mengatur kecepatan pengaliran cairan
penyari. Bila ada kekhawatiran bahwa aliran cairan penyari terlalu cepat, hingga
zat aktif tidak tersari sempurna maka penekanan dapat dilakukan dengan agak
kuat. Sebaiknya bila perkolat tidak menetes, berarti massa terlalu padat atau
serbuk simplisia terlalu halus. Bila hal ini terjadi, isi perkolator harus dibongkar,
dan kemudian dimasukkan kembali dengan penekanan yang agak longgar
(Anonim, 1986). Untuk menentukan akhir perkolasi dapat dilakukan dengan
pemeriksaan zat aktif secara kualitatif pada perkolat terakhir (Anonim, 1986).
Cairan penyari dituangkan perlahan-lahan hingga di atas permukaan massa
masih tergenang dengan cairan penyari. Cairan penyari harus ditambahkan
sehingga terjaga adanya lapisan cairan penyari di atas permukaan massa. Untuk
memudahkan penambahan cairan penyari diatas perkolator dipasang botol cairan
14
penyari. Karena penetes cairan penyari diatur sehingga kecepatan menetes cairan
penyari sama dengan kecepatan menetes sari (Anonim, 1986).
H. EKSTRAK
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut metode yang cocok, diluar pengaruh cahaya
matahari langsung. Cairan penyari digunakan air, eter, atau campuran etanol-air.
Penyarian dengan campuran etanol-air dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi,
atau penyeduhan dengan air mendidih (Anonim, 1995).
Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat
di simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar tinggi dalam hal ini
memudahkan zat berkhasiat diatur dosisnya. Dalam sediaan ekstrak dapat
distandarisasikan kadar zat berkhasiat sedangkan kadar zat berkhasiat dalam
simplisia sukar didapat yang sama (Anief, 1998).
I. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Kromatografi Lapis Tipis merupakan suatu cara yang sederhana dan dapat
dipercaya untuk mengidentifikasi suatu tanaman obat asli atau dalam bentuk
ekstraknya (List dan Schmidt, 1989).
Kromatografi Lapis Tipis adalah cara pemisahan dengan adsorbsi pada
lapisan tipis adsorben. Kromatografi Lapis Tipis digunakan untuk memisahkan
berbagai senyawa organik, komplek senyawa organik dengan anorganik dan
senyawa organik alam maupun sintetik (Sastrohamidjodjo, 1991).
15
Kromatografi Lapis Tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan
yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan
pada penyangga yang berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok.
Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita
(awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985).
Metode pemisahan didasarkan atas pembagian campuran senyawa dalam
dua fase dimana fase gerak bergerak terhadap fase diam pada bidang datar. Fase
diam ditempatkan pada penyangga berupa pelat kaca yang cocok. Campuran
senyawa yang akan dipisahkan ditotolkan pada larutan, kromatogram dikembangkan
dalam bejana tertutup rapat berisi fase gerak. Pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler, selanjutnya berwarna harus ditampakkan atau dideteksi (Stahl, 1985).
Fase diam dibuat dari salah satu penjerap yang khusus digunakan untuk
KLT yang dihasilkan oleh berbagai perusahaan. Panjang lapisan tersebut 200 mm
dengan lebar 200 atau 100 mm. Untuk analisis, tebalnya 0,1-0,3 mm, biasanya 0,2
mm. Sebelum digunakan, lapisan disimpan dalam lingkungan yang tidak lembab
atau bebas dari uap laboratorium (Stahl, 1985).
Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut.
Ia bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler.
Yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan,
sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran sesederhana
16
mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen. Pada kromatografi jerap,
pelarut pengembang dapat dikelompokkan ke dalam deret eluotropik berdasarkan
sifat elusinya. Misalnya, heksana nonpolar mempunyai efek elusi lemah, kloroform
cukup kuat, dan metanol yang polar efek elusinya kuat. Tetapan dielektrik memberi
informasi mengenai kepolaran suatu senyawa. Laju rambat tergantung kepada
viskositas pelarut dan tentu juga kepada struktur lapisan (misalnya butiran penjerap)
(Stahl, 1985).
Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran
pelarut. Silika gel merupakan fase diam yang paling banyak digunakan dalam KLT.
Material ini dapat langsung digunakan atau dicampur dengan pengikat misalnya
kalsium sulfat untuk membuat lapisan yang lebih kohesif. Bila digunakan pengikat
CaSO4 maka pada namanya diberi tanda G, misalnya silika gel G, dan bila dicampur
dengan indikator fluoresensi diberi tanda F, misalnya silika gel GF (Stahl,1985).
Identifikasi senyawa pada kromatogram dibawah lampu ultra violet pada
daerah 254 nm dan 366 nm, ditandai dengan ada atau tidaknya warna atau
fluoresensi. Untuk menampakkan bercak senyawa dengan intensitas lemah dapat
digunakan reaksi semprot sesuai. Untuk identifikasi suatu senyawa menggunakan
harga Rf, dimana harga Rf ini diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak
senyawa dari titik awal dan jarak elusi pelarut dari titik awal (Stahl, 1985).
pelarutolehditempuhyangjarakzatolehditempuhyangjarakRf =
Angka Rf berkisar antara 0,00–1,00 dan hanya dapat ditentukan dengan
dua desimal (Stahl, 1985).
17
J. PENETAPAN KADAR STEVIOSIDA
Image J adalah program analisis gambar yang sangat kuat dan dibuat oleh
National Institutes of Health. Image J dapat digunakan oleh masyarakat umum,
merupakan program dengan system pengoperasian yang beraneka ragam dan dapat
diperbaharui secara setiap waktu (Reinking, 2007).
Image J adalah program yang dapat digunakan masyarakat umum untuk
mengolah dan menganalisa suatu gambar. Image J dapat mengukur luas area dan
nilai piksel gambar, jarak dan sudut, membuat densitas histogram, dan plot kurva
Keuntungan dari penggunaan program ini adalah hasil yang diperoleh akan akurat
dan reprodusibel (Girish and Vijayalakshmi, 2004).
K. METODE DESAIN FAKTORIAL
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk
memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel
bebas (Bolton, 1997). Desain faktorial merupakan desain yang digunakan untuk
mengevaluasi efek dari faktor yang dipelajari secara simultan dan efek yang relatif
penting dapat dinilai (Armstrong and James, 1996).
Desain faktorial 2 level berarti ada 2 faktor (misal A dan B) yang masing-
masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi.
Dengan desain faktorial dapat didesain suatu percobaan untuk mengetahui faktor
yang dominan berpengaruh secara significan terhadap respon. Juga memungkinkan
mengetahui interaksi diantara faktor-faktor tersebut (Bolton, 1997).
18
Desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat percobaan (2n =
4, 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor). Rancangan percobaan
desain faktorial dengan 2 faktor dan 2 level seperti tabel berikut:
Tabel I. Rancangan percobaan desan faktorial dengan dua faktor dan dua level:
Formula Faktor A Faktor B Interaksi
1 - - +
a + - - b - + - ab + + +
Keterangan : - : level rendah + : level tinggi Formula 1 : Faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah Formula a : Faktor A pada level tinggi, faktor B pada level rendah Formula b : Faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi Formula ab : Faktor A pada level tinggi, faktor B pada level tinggi
Rumus yang berlaku :
Y = b0 + b1(XA) + b2(XB) + b12 XA XB……………………………………….(1)
Dengan:
Y = respon hasil atau sifat yang diamati XA, XB = level faktor A, level faktor B bo, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaaan
Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki
efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam
menentukan respon. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian
jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1997).
19
Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek
interaksi antar faktor. (Muth, 1999).
L. Landasan Teori
Steviosida merupakan salah satu dari golongan glikosida steviol yang
terdapat pada ekstrak daun stevia. Steviosida merupakan komponen terbesar dan
komponen yang berperan sebagai pemanis selain Rebaudiosida A.
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan cairan penyari secara
terus menerus melalui serbuk simplisia yang sebelumnya sudah dibasahi terlebih
dahulu. Adanya aliran penyari yang terus menerus maka senyawa aktif yang terlarut
akan keluar dari sel terus menerus sehingga jumlah senyawa aktif yang terekstraksi
akan lebih banyak.
Pada penelitian ini dilakukan optimasi terhadap volume cairan penyari
etanol 96% dan suhu yang digunakan dalam proses perkolasi. Etanol 96%
digunakan sebagai cairan penyari karena steviosida memiliki kelarutan dalam etanol
96%. Penggunaan suhu pada perkolasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
menyari etanol 96% sehingga steviosida yang terekstraksi semakin besar.
Metode desain faktorial digunakan untuk mengetahui efek rata-rata faktor
maupun interaksi sehingga diketahui pengaruh tiap faktor dan interaksinya terhadap
respon. Pada Penelitian ini, desain faktorial digunakan untuk mengetahui volume
cairan penyari etanol 96% dan suhu optimum untuk memperoleh kadar steviosida
yang terbesar dari ekstrak stevia.
20
M. HIPOTESIS
1. Semakin besar volume penyari etanol 96% yang digunakan pada proses
ekstraksi secara perkolasi, maka semakin meningkat pula kadar steviosida
yang dihasilkan.
2. Semakin tinggi suhu yang digunakan pada proses ekstraksi secara
perkolasi, maka semakin meningkat pula kadar steviosida yang dihasilkan.
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental karena adanya
intervensi atau perlakuan terhadap subyek uji, dengan metode desain faktorial.
B. Variabel dalam Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah level volume penyari etanol 96%
dan level suhu. Level etanol 96% yang digunakan adalah 150 ml sebagai level
rendah dan 375 ml sebagai level tinggi. Level suhu yang digunakan adalah 30ºC
sebagai level rendah dan 50°C sebagai level tinggi.
2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar steviosida
3. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah suhu sokletasi.
22
C. Definisi Operasional
1. Ekstrak stevia adalah ekstrak cair yang diperoleh dari ekstraksi serbuk
daun stevia secara perkolasi dengan menggunakan penyari etanol 96%.
2. Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan etanol 96% melalui
serbuk daun stevia yang telah dibasahi dengan kecepatan alir 1ml/menit
hingga penyari habis.
3. Steviosida yang digunakan dalam penelitian ini adalah steviosida yg
dinyatakan setara dengan baku steviosida (99,2% Assay dengan HPLC
BM 804,87 wako Jepang).
4. Penetapan kadar steviosida adalah suatu analisis dengan KLT
Densitometri terhadap ekstrak stevia hasil perkolasi untuk mengetahui
kadar steviosida pada stevia. Pada penelitian ini penetapan kadar
steviosida dengan KLT densitometri menggunakan program Image-J.
5. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk
mengetahui efek yang dominan dalam menentukan kadar steviosida.
6. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini
digunakan 2 faktor, yaitu penyari suhu sebagai faktor A dan etanol 96%
sebagai faktor B.
7. Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan efeknya, besarnya
dapat dikuantitatif. Respon pada penelitian ini adalah kadar steviosida.
23
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: oven untuk suhu
1000C, Memmert, labu ukur (10 ml, 25 ml, 50 ml, 100 ml, 500 ml, 1 liter) Pyrex-
Fortuna, mikropipet IntraEND, oven untuk suhu penyimpanan serbuk hasil soklet
Termak’s, manttell heater Merk Toshniwal, hotplate magnetic stirer merk Cenco
Instrumen.b.v, Breda, the Netherland’s, alat soklet: Merk Quickfit (1 set),
perkolator, pipa kapiler 1 µl Merk Einmal- Mikropipetten, neraca ayakan dengan no
mesh 50, timbangan analitik merk Metler Toledo, lampu UV dengan λ 254 nm, Alat
Scanner Canon MP 160, seperangkat alat dengan program Image J.
E. Bahan – bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Simplisia berupa
tanaman Stevia rebaudiana Bertonii diambil dari Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO2T) yang dipanen
setiap 4 bulan sekali, baku steviosida (99,2% Assay dengan HPLC BM 804,87
wako Jepang), kloroform p.a (Merck), metanol p.a (Merck), etanol 96% teknis
(Brataco Chemika), N-Hexan teknis (Brataco Chemika), aquabidest (Aqua
Bidestilata Steril) pro injection 500ml (PT. Ikapharmindo Putramas), Kalium Iodida
(MKRChemical’s), Iodium Crystal (MKRChemical’s), Vanilin asam sulfat, Silika
gel GF254 Merck, aquadest, (Produksi USD), Kertas saring
24
F. Tata Cara Penelitian
Pengumpulan tanaman stevia
Pembuatan serbuk daun stevia
Pembuatan ekstrak daun stevia
Analisis kualitatif ekstrak Analisis kuantitatif ekstrak
Intensitas Warna dan nilai Rf dari metode KLT Nilai AUC dari program Image J
Gambar 4. Skema Tata Cara Penelitian
1. Pengumpulan tanaman
Tanaman stevia diperoleh peneliti dari Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Tawangmangu dalam kondisi
sudah kering.
2. Pembuatan serbuk simplisia Stevia rebaudiana Bertonii
a. Sortasi Kering
Sortasi kering dilakukan dengan cara memisahkan daun tanaman
stevia dari batang, bunga, ranting dan juga pengotor lain yang masih
tertinggal sehingga hanya didapatkan daun saja.
25
b. Pembuatan serbuk
Daun tanaman stevia hasil sortasi yang telah dioven selama satu hari,
diserbuk menggunakan grinder (mesin penyerbuk). Kemudian serbuk diayak
dengan ayakan dengan nomor mesh 50.
3. Pembuatan Ekstrak Tanaman Stevia rebaudiana Bertonii
a. Defatisasi serbuk simplisia
50 g sampel yang telah halus, dipisahkan dari senyawa–senyawa
non polar menggunakan pelarut heksan sejumlah volume 2 kali sirkulasi
dengan alat soklet. Sokletasi ini dilakukan selama 2 x 8 jam, dengan jumlah
sirkulasi 3–4 kali per 10 menit pada suhu 600C-640 C. Simpan residu sampel
dalam oven suhu 400C. Setelah kering residu sampel kemudian siap untuk
diekstraksi.
b. Ekstraksi serbuk simplisia secara perkolasi dengan adanya variasi
volume penyari etanol 96% dan suhu menggunakan metode Desain
Faktorial
Sebelumnya serbuk dibasahi dengan larutan penyari terlebih
dahulu, kemudian dimasukkan ke dalam bejana tertutup selama 3 jam.
Kemudian massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator
sambil tiap kali ditekan hati–hati. Selanjutnya dituangi dengan cairan
penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas simplisia masih
terdapat 1-2 cm cairan penyari (Voigt, 1994). Kemudian perkolator ditutup
dan dibiarkan menetes perlahan–lahan atau dengan kecepatan ±1 ml/menit
26
dan ditambahkan berulang–ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu
terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia.
Tabel II. Perbandingan cairan penyari dan suhu untuk 4 g serbuk stevia
Etanol 96% (ml) Suhu (ºC)
20 30 ºC
50 50 ºC
20 50 ºC
50 30 ºC
Pada penelitian, serbuk yang digunakan adalah 30 g dengan
masing-masing perlakuan dilakukan replikasi 2 kali.
4. Analisis Kualitatif steviosida
Perkolat yang diperoleh kemudian ditotolkan bersamaan dengan baku
steviosida pada lempeng KLT dan dielusi menggunakan fase gerak kloroform:
metanol: aquades (10 :15 :2 v/v). Setelah elusi selesai, dikeringkan, deteksi dengan
UV pada λ 254 nm. Hasil elusi yang telah dideteksi lalu disemprot dengan iodium,
vanilin-asam sulfat pekat, kemudian dikeringkan dan dipanaskan untuk memperoleh
bercak. Nilai Rf dari bercak sampel dibandingkan dengan nilai Rf dari baku
steviosida, apabila sebanding maka sampel mengandung steviosida.
5. Analisis Kuantitatif Steviosida
a. Pembuatan kurva baku
Larutan standar steviosida (2 mg/ml) ditotolkan pada lempeng
silika gel GF254 dengan Mikro pipa kapiler, dengan jumlah totolan masing-
masing 1µl, 2µl, 3µl, 4µl, 5µl, dan 6µl, dan 7 µl dimana masing-masing
totolan mengandung seri jumlah standar steviosida sebanyak 2µg, 4µg, 6µg,
8µg, 10µg, 12µg, dan 14 µg. Kemudian dielusi dengan fase gerak
27
kloroform: metanol: akuabides (10 :15 :2 v/v). Kadar yang diperoleh
ditetapkan dengan menggunakan program Image J dengan menghitung luas
bercak. Ditentukan persamaan kurva baku antara seri baku dengan luas area.
b. Penentuan kadar sampel dengan Program Image J
Pada penetapan kadar dengan menggunakan Program Image J harus
diperoleh pemisahan yang baik terlebih dahulu pada sampelnya. Pemisahan
dilakukan dengan KLT dengan fase diam silika gel GF254 dan fase geraknya
kloroform: methanol :akuabides (10:15:2 v/v). Larutan sampel ditotolkan
pada pelat dengan pipa mikro kapiler sebanyak 3µl, kemudian dielusi
dengan jarak elusi 15 cm dengan batas bawah 2 cm. Kadar sampel diketahui
melalui luas area bercak yang diketahui pada Image J lalu dihitung
menggunakan persamaan kurva baku.
6. Analisis Hasil
a. Optimasi Formula
Berdasarkan respon tiap kombinasi dapat diperoleh persamaan
desain faktorial :
Y = b0 + b1XA + b2XB + b12XAXB
Keterangan :
Y = respon hasil percobaaan/sifat yang diamati, dalam
hal ini banyaknya steviosida
XA = faktor pertama, dalam hal ini suhu (0C)
XB = faktor kedua, dalam hal ini etanol 96 % (ml)
b0, b1, b2, b12 = koefisien yang dapat dihitung berdasarkan hasil
percobaan
28
Dari pengolahan data dapat dihitung efek suhu, etanol 96%, dan
efek interaksi sehingga diketahui efek yang dominan dalam menentukan
kadar steviosida.
b. Yate’s Treatment
Analisis statistik Yate’s treatment dilakukan untuk mengetahui
faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap respon dari
setiap faktor dan interaksi. Berdasarkan analisis statistik ini, maka dapat
ditentukan ada atau tidaknya hubungan dari setiap faktor dan interaksi
terhadap respon. Hal tersebut dapat dilihat dari harga F hitung dan F tabel.
Sebelumnya ditentukan hipotesis terlebih dahulu, hipotesis alternatif (H1)
menyatakan adanya regresi (hubungan) antara faktor dengan respon,
sedangkan H0 merupakan negasi dari H1 yang menyatakan tidak adanya
regresi (hubungan) antara faktor dengan respon. H1 diterima dan H0 ditolak
bila harga F hitung lebih besar daripada harga F tabel yang berarti bahwa
faktor berpengaruh signifikan terhadap respon. F tabel diperoleh dari Fα
(numerator, denominator) dengan taraf kepercayaan 95 %. Derajat bebas
dan interaksi (experiment) sebagai numerator yaitu 1, dan derajat bebas
experimental error sebagai denominator yaitu 3, sehingga diperoleh harga
F tabel untuk faktor dan interaksi pada semua respon adalah F0,05 (1,3)
=10,128.
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman Stevia
Determinasi tanaman dilakukan untuk mendapat kepastian kebenaran
identitas tanaman yang digunakan dalam penelitian dan menghindari kesalahan dalam
pemilihan bahan yang akan diteliti. Determinasi tanaman stevia dilakukan oleh Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional,
Tawangmangu, Surakarta dengan menggunakan acuan baku menurut C.A Backer
(1968). Berdasarkan hasil determinasi (lampiran 1), dapat dinyatakan bahwa tanaman
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Stevia rebaudiana Bertonii.
B. Pembuatan Serbuk Stevia
1. Pengumpulan bahan
Stevia yang digunakan sebagai bahan penelitian merupakan hasil panen pada
bulan September. Stevia diproleh dari para petani di daerah Tawangmangu yang telah
dikumpulkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman dan Obat
Tradisional Tawangmangu, Surakarta dalam kondisi kering. Alasan pemilihan sampel
di daerah tersebut karena stevia yang dihasilkan merupakan tanaman hasil budidaya
sehingga faktor seperti umur, asal, dan tingkat kematangan stevia dapat dikendalikan.
Stevia yang digunakan merupakan hasil panen setelah berumur ± 4 bulan yang
merupakan kondisi dimana stevia dinyatakan sudah siap dipanen.
30
2. Sortasi Kering
Sortasi kering dilakukan dengan tujuan memisahkan daun tanaman stevia
dari bagian-bagian yang tidak diinginkan seperti batang, bunga, ranting, dan juga
pengotor lain seperti tanah, dan pasir yang masih tertinggal sehingga hanya
didapatkan daun saja. Dalam penelitian ini digunakan daun dari tanaman stevia
dikarenakan kandungan steviosidanya paling tinggi (3% - 8% dari berat kering
daunnya). Tanah merupakan pengotor yang harus dipisahkan dari daun
dikarenakan mengandung berbagai macam mikrobia dalam jumlah tinggi.
3. Pembuatan serbuk
Daun tanaman stevia hasil sortasi kemudian dikeringkan. Pengeringan ini
dilakukan dengan oven pada suhu 400C – 500C selama satu hari. Peletakan daun
dalam oven secara merata dan tidak terlalu tebal untuk menjamin keseragaman
dan keefektifan pengeringan. Tujuan dari pengeringan adalah untuk mendapatkan
simplisia yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang
lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik
maka akan mencegah penurunan mutu dan kerusakan simplisia. Air yang masih
tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu merupakan media pertumbuhan kapang
dan jasad renik. Adanya kapang dapat menyebabkan perubahan kimia pada
senyawa aktif dan menyebabkan kemunduran mutu simplisia. Selain itu, adanya
kapang juga dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengganggu kesehatan bagi
penggunanya. Enzim dapat menyebabkan terjadinya reaksi kimia yang dapat
menguraikan atau mengubah senyawa aktif yang dikandung dengan pengaruh air
31
yang terdapat di lingkungan. Pada simplisia yang cukup kering atau kadar airnya
rendah, enzim tidak dapat bekerja lagi.
Akhir pengeringan secara organoleptik dapat ditandai dengan bagian
daun atau terdengar bunyi gemerisik jika diremas. Daun yang sudah kering ini
mempermudah penyerbukan dengan grinder pada tahap selanjutnya. Kemudian
serbuk diayak dengan ayakan dengan nomor mesh 50. Tujuan pengayakan adalah
untuk meningkatkan efektivitas penyerapan penyari pada saat ekstraksi. Penyarian
akan semakin meningkat apabila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan
dengan cairan penyari makin luas. Apabila serbuk terlalu halus maka cairan tidak
dapat turun karena ruang antar sel berkurang. Ruang antar sel merupakan jalan
yang mudah untuk ditembus oleh cairan penyari.
Pengayakan dilakukan selama 5 menit hingga diperoleh derajat
kehalusan yang dikehendaki. Waktu pengayakan berperan penting dalam
menjamin seminimal mungkin partikel lain selain parenkim daun yang lolos
ayakan. Jika terlalu cepat, banyak serbuk yang belum terpisah secara maksimal.
Jika terlalu lama, maka pengayakan tidak akan efektif. Lalu serbuk disimpan
dalam wadah tertutup rapat untuk melindungi isi dari masuknya bahan padat dan
mencegah kehilangan bahan selama penanganan dan penyimpanan (Anonim,
1985).
32
C. Pembuatan Ekstrak dari Daun Stevia
1. Defatisasi serbuk simplisia
Pada tahap defatisasi, senyawa non polar yang akan dihilangkan adalah
lemak, minyak esensial, pigmen tumbuhan, spathulenol, asam dekanoat, asam
ecosatrionat, pentacosane, stigmasterol, sitosterol, lupeol, dan pentasiklik triterpen
(Kuznesof, 2007). Senyawa non polar ini perlu dihilangkan untuk meminimalkan
pengaruhnya terhadap proses ekstraksi steviosida. Pelarut heksan digunakan
dalam defatisasi ini, dikarenakan kepolarannya yang sangat rendah sehingga akan
lebih efektif untuk menyari senyawa non polar.
Defatisasi ini dilakukan dengan sokletasi. Heksan dipanaskan pada suhu
60oC-64oC, uap penyari akan naik ke atas dan akan mengembun karena
didinginkan. Embun akan turun melalui serbuk dan akan melarutkan senyawa non
polarnya. Lalu penyari tersebut akan menguap kembali untuk melarutkan senyawa
non polar. Peristiwa ini berlangsung terus menerus sehingga dikatakan sebagai
penyarian berkesinambungan. Volume yang digunakan adalah untuk 2 kali
sirkulasi. Tujuanya adalah agar penyarian dapat terus berlangsung. Waktu yang
digunakan untuk defatisasi adalah 2 x 8 jam (Martono, 2007). Waktu dan jumlah
sirkulasi sudah dioptimasi untuk menghasilkan titik akhir defatisasi yang
menunjukkan cairan terlihat jernih sebagai indikator senyawa non polar telah
tersari seluruhnya menggunakan heksan.
Setelah proses defatisasi berlangsung, serbuk dikeringkan dengan
menggunakan oven untuk menguapkan pelarut heksan yang masih terdapat pada
33
serbuk hasil sokletasi sehingga ketika digunakan dalam perkolasi, serbuk sudah
dalam kondisi kering kembali.
2. Ekstraksi serbuk simplisia secara Perkolasi dengan aplikasi desain
faktorial
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cairan yang dibuat dengan
menyari simplisia dengan metode yang sesuai. Ekstraksi secara perkolasi
dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah
dibasahi.
Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk simplisia
kemudian cairan penyari melarutkan zat aktif sel-sel yang dilewati sampai
keadaan jenuh. Cairan penyari bergerak ke bawah karena adanya kekuatan gaya
beratnya sendiri dan cairan diatasnya, dikurangi dengan gaya kapiler yang
cenderung untuk menahan sehingga akan meningkatkan daya dorong cairan
penyari terhadap zat-zat yang disari untuk keluar dari sel. Jumlah serbuk simplisia
yang digunakan pada proses perkolasi adalah 30 gram dengan jumlah penyari
akuades tetap namun berbeda pada penyari etanol 96% dan suhu yang digunakan.
Tabel III. Perbandingan cairan penyari Etanol 96% dan suhu untuk 30 g serbuk stevia
Volume etanol 96% (ml)
Suhu perkolator (ºC)
150 30 ºC
150 50 ºC
375 50 ºC
375 30 ºC
34
Sebelum dilakukan ekstraksi, dilakukan pembasahan selama 3 jam.
Pembasahan atau maserasi penting untuk simplisia yang mengandung bahan yang
mudah mengembang jika kontak dengan air. Tujuan dari pembasahan adalah
untuk memaksimalkan jumlah cairan penyari yang masuk ke dalam seluruh pori-
pori pada simplisia sehingga akan mempermudah proses penyarian selanjutnya.
Jika bahan tersebut langsung dialiri cairan penyari tanpa pembasahan, maka cairan
penyari tidak dapat menembus ke seluruh bagian sel dengan sempurna sehingga
penyarian menjadi tidak efektif. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam
perkolator yang telah diberi penyaring dengan diberikan penekanan secara hati-
hati. Tujuan dari pemberian penyaring tersebut adalah untuk menahan serbuk agar
tidak ikut masuk ke dalam perkolat yang akan diperoleh. Tujuan dari penekanan
adalah mengatur kecepatan aliran penyari.
Setelah serbuk terbasahi, ditambahkan cairan penyari sampai serbuk
terendam dan terlihat 1-2 cm cairan penyari. Lapisan cairan penyari tersebut
dijaga tetap ada karena apabila cairan kurang maka akan terdapat gelembung-
gelembung udara yang akan mengganggu penyarian. Hal tersebut disebabkan
cairan penyari tidak mampu menembus dalam sel-sel zat aktif, karena terhalang
oleh gelembung udara. Serbuk yang sudah terendam tersebut ditetesi cairan
penyari dengan kecepatan 1 ml/menit.
Untuk memudahkan penambahan cairan penyari maka pada bagian atas
dari perkolator dipasang botol untuk cairan penyari. Tujuan pengaturan penetesan
cairan penyari adalah untuk menjaga agar kecepatan menetes cairan penyari akan
sama dengan kecepatan menetes sari. Apabila penetesan terlalu cepat maka
35
penyarian tidak sempurna, sebaliknya apabila penetesan terlalu lama maka
kemungkinan pelarut menguap akan lebih besar.
Selain pengaturan tetesan, juga dilakukan pengaturan suhu. Hal tersebut
ditunjukkan adanya pemanas sebagai pengatur suhu pada perkolator. Penambahan
pemanas pada perkolator bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh suhu
terhadap proses perkolasi dan penyimpanan. Suhu yang digunakan adalah 30oC
dan 50oC. Suhu 30oC menggambarkan kadar steviosida yang diperoleh apabila
perkolasi berlangsung pada suhu ruangan. Steviosida tahan pada pemanasan 50oC-
95oC (Matsushita, 1984). Pemilihan suhu 50oC bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemanasan terhadap kadar steviosida dalam ekstrak dengan tetap
meminimalkan volume etanol 96% yang menguap.
Secara umum, hasil akhir dari metode ekstraksi secara perkolasi adalah
didapatkan perkolat yang tidak berwarna/jernih. Namun, dikarenakan penelitian
ini menggunakan metode desain faktorial dengan level rendah dan level tinggi
pada penggunaan etanol 96% dan suhu, maka hasil akhir yang digunakan adalah
volume total perkolat sesuai dengan jumlah volume cairan penyari dan suhu yang
telah ditentukan. Perkolat diperoleh dari 2 kali replikasi.
Tabel IV. Volume akhir perkolat setiap perbandingan Akuades:Etanol 96%
Akuades : Etanol 96% Perkolat
150:150 300 ml
150:375 525 ml
Penggunaan level rendah etanol 96% sebesar 150 ml didasarkan pada
perbandingan minimal serbuk dengan cairan penyari untuk mendapatkan hasil
36
ekstrak yang optimal adalah 1:10. Serbuk yang digunakan untuk perkolasi sebesar
30 gram, sehingga total volume cairan penyari minimal adalah 300 ml.
D. Analisis Kualitatif Steviosida Dalam Ekstrak Stevia
dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Analisis kualitatif steviosida hasil perkolasi dilakukan dengan KLT.
Tujuan dilakukan KLT adalah untuk memastikan bahwa zat aktif yang
terekstraksi mengandung steviosida.
Penelitian dilakukan dengan menotolkan ekstrak hasil perkolasi pada
lempeng KLT. Fase diam yang digunakan adalah Silika gel GF254 Merck yang
bersifat polar. Fase gerak yang digunakan adalah kloroform: metanol: aquades
(10: 15: 2 v/v) yang bersifat lebih polar dibandingkan fase diam dan telah
dijenuhkan dalam bejana dengan jarak pengembangan yang digunakan adalah 15
cm. Sampel yang akan diteliti bersifat polar. Fase gerak yang digunakan harus
memiliki sifat relatif sama dengan senyawa yang akan dipisahkan tetapi harus
memiliki sifat yang tidak saling campur dengan fase diam (Sastrohamidjodjo,
1991). Sampel yang bersifat lebih polar akan terelusi bersamaan dengan fase
gerak hingga akan terbentuk bercak pada ketinggian tertentu. Bercak ekstrak daun
stevia yang diperoleh diamati nilai Rf dan warna yang dihasilkan kemudian dapat
dilihat kesesuaiannya dengan bercak dari baku steviosida. Apabila bercak
keduanya sama atau hampir sama maka dapat dinyatakan bahwa sampel
mengandung senyawa yang diteliti. Dari hari hasil KLT yang diperoleh, terlihat
adanya kemiripan antara bercak yang dihasilkan dari elusi ekstrak daun stevia
dengan baku steviosida yang digunakan.
37
Gambar 5. Hasil KLT Ekstrak Daun Stevia dan Baku Steviosida dengan jarak pengembangan 15 cm
Keterangan: Fase Diam : Silika Gel GF254 Fase Gerak : Kloroform : Etanol : Akuades (10 : 15 : 2) Deteksi :
1. disemprot dengan Iodium 2. disemprot dengan vanilin-asam sulfat pekat
Keterangan: a : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 150 ml dan suhu
30°C replikasi 1 diperoleh secara perkolasi b : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 150 ml dan suhu
30°C replikasi 2 diperoleh secara perkolasi c : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 150 ml dan suhu
50°C replikasi 1 diperoleh secara perkolasi d : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 150 ml dan suhu
50°C replikasi 2 diperoleh secara perkolasi e : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 375 ml dan suhu
30°C replikasi 1 diperoleh secara perkolasi f : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 375 ml dan suhu
30°C replikasi 2 diperoleh secara perkolasi
-0,00
-1,00
-0,50
38
g : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 375 ml dan suhu 50°C replikasi 1 diperoleh secara perkolasi
h : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 375 ml dan suhu 50°C replikasi 2 diperoleh secara perkolasi
1 : Baku Steviosida 1µg/µl 2 : Baku Steviosida 2µg/µl 3 : Baku Steviosida 3µg/µl 4 : Baku Steviosida 4µg/µl 5 : Baku Steviosida 5µg/µl 6 : Baku Steviosida 6µg/µl 7 : Baku Steviosida 7µg/µl
Tabel V. Nilai Rf dan warna untuk masing-masing bercak dengan fase gerak kloroform : metanol : aquades (10 : 15 : 2) dan fase diam Silika GF254, jarak
elusi 15 cm, deteksi Iodium dan Vanilin-Asam Sulfat P
Keterangan: A : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 150 ml dan suhu 30°C rep.1 B : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 150 ml dan suhu 30°C rep.2 C : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 150 ml dan suhu 50°C rep.1 D : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 150 ml dan suhu 50°C rep.2 E : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 375 ml dan suhu 30°C rep.1 F : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 375 ml dan suhu 30°C rep.2 G : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 375 ml dan suhu 50°C rep.1 H : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 375 ml dan suhu 50°C rep.2
Kesesuaian nilai Rf dan dan intensitas warna antara bercak hasil elusi
ekstrak daun stevia dengan baku steviosida menunjukkan adanya kandungan
steviosida pada ekstrak daun stevia. Nilai Rf tersebut dapat dicari dengan
Deteksi Nilai Rf Warna Bercak Iodium Vanilin-Asam
Sulfat Iodium Vanilin-Asam
Sulfat Baku steviosida - 0,76 Cokelat muda Cokelat gelap
Sampel A 0,76 0,76 Cokelat muda Cokelat gelap Sampel B 0,78 0,78 Cokelat muda Cokelat gelap Sampel C 0,76 0,76 Cokelat muda Cokelat gelap Sampel D 0,77 0,77 Cokelat muda Cokelat gelap Sampel E 0,77 0,77 Cokelat muda Cokelat gelap Sampel F 0,77 0,77 Cokelat muda Cokelat gelap Sampel G 0,77 0,77 Cokelat muda Cokelat gelapSampel H 0,77 0,77 Cokelat muda Cokelat gelap
39
menghitung jarak yang ditempuh bercak terhadap jarak yang ditempuh oleh
pelarut. Dalam hal ini, nilai Rf didapat dengan menghitung jarak yang ditempuh
oleh steviosida pada ekstrak daun stevia dan baku steviosida terhadap jarak
pengembangan 15 cm.
Deteksi secara kimia dengan disemprot iodium menunjukkan adanya
senyawa yang mengandung oksigen. Deteksi dengan vanilin-asam sulfat pekat
yang dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 110oC selama 10 menit
menunjukkan adanya senyawa organik. Hal tersebut terlihat dari adanya bercak
cokelat gelap pada latar putih. Bercak yang diperoleh berwarna gelap dikarenakan
senyawa organik hangus terbakar menjadi karbon (arang). Berdasarkan deteksi
tersebut dapat dinyatakan bahwa senyawa yang dielusi adalah steviosida
dikarenakan senyawa steviosida mengandung oksigen dan senyawa organik. Hasil
KLT lalu di-scan untuk kemudian dicari nilai AUC dengan program Image-J.
E. Analisis Kuantitatif Steviosida Dalam Ekstrak Stevia
Dengan Image-J
1. Pembuatan kurva baku
Kurva baku dibuat dengan menotolkan suatu deret kadar steviosida pada
plat Silika gel GF254 dan dikembangkan pada fase gerak kloroform: metanol:
aquades (10: 15: 2 v/v) dengan jarak pengembangan 15 cm. Setelah mencapai
jarak pengembangan, plat KLT didiamkan hingga kering untuk menguapkan
pelarut yang digunakan. Bercak pada plat KLT dideteksi dengan pereaksi semprot
iodium dan vanilin-asam sulfat, lalu dipanaskan untuk mempertegas bercak yang
diperoleh sebelumnya. Warna gelap yang dihasilkan menunjukkan bahwa
40
senyawa aktif yang dielusi mengandung atom oksigen dan golongan glikosida
diterpen. Selanjutnya dilakukan penghitungan bercak dengan menggunakan
program Image J. Data yang diperoleh adalah luas daerah dibawah kurva (AUC).
Persamaan kurva baku diperoleh dari hubungan kadar steviosida yang ditotolkan
dengan luas daerah dibawah kurva (AUC), ditunjukkan pada tabel:
Tabel VI. Kadar steviosida baku yang ditotolkan (µg) dengan luas area dibawah kurva (AUC) steviosida baku
Jumlah Totolan Kadar (µg) AUC 1 2,0280 6,7550 2 4,0560 11,1880 3 6,0840 15,9270 4 8,1120 23,610 5 10,140 28,5390 6 12,1680 39,3710 7 14,1960 48,3720
Dari data (Tabel VI) diperoleh persamaan kurva baku: Y = 2,8090 X + 2,1718,
dengan r = 0,9941.
Gambar 6. Grafik Kurva Baku antara kadar steviosida (µg) dengan luas area dibawah kurva (AUC)
Kurva Baku
0
10
20
30
40
50
0 5 10 15
Kadar Steviosida (µg)
AUC
41
2. Analisis kuantitatif steviosida dengan program Image J
Ekstrak stevia ditotolkan pada KLT dengan fase diam silika gel GF254
dan fese gerak kloroform: metanol: aquades (10: 15: 2 v/v) dan dielusi dengan
jarak pengembangan yang digunakan 15 cm dengan volume 3 µl. Kemudian
diukur kerapatan bercak dengan program Image J sehingga didapat data luas area
dibawah kurva (AUC).
File→ Open→ Pilih plat KLT yang digunakan →Image→Type→ 8 bit→
Image→ Adjust→ Brightness and Contrast→ Save as → pilih tiff → Open in
adobe photoshop ready→ wand tools → Save as tiff→ Open in Image-J→ Eraser
tools→ Process→ Make Binary→ Analyze→ Calibrate→ Rectangular
selections→ Analyze→ Gels→ select lane→ plot lanes→ wand tools→ AUC
Gambar 7. Alur penggunaan program Image-J untuk memperoleh nilai AUC
Pada program Image-J (Gambar 7), tipe warna yang dipilih adalah 8 bit
sehingga pada plat KLT yang digunakan akan terdapat warna hitam, putih, dan
abu-abu. 8 bit memberikan pixel antara 0-255 dengan 0 merupakan warna hitam
dan 255 merupakan warna putih. Warna abu-abu medium berada pada pixel 128.
Brightness and Contrast berfungsi untuk memperjelas bercak yang terdapat pada
gambar plat KLT. Brightness and Contrast yang digunakan adalah 150 dan 252.
File disimpan dalam bentuk tiff dengan pixel 2381 x 2319. Penyimpanan dalam
bentuk tiff karena memberikan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan JPEG.
Penggunaan wand tools pada adobe photoshop ready bertujuan untuk menandai
bercak pada plat KLT sehingga akan mempermudah pada saat penghapusan
daerah selain bercak. Pada Make Binary bercak hanya akan dibuat dalam 2 warna
42
yakni hitam dan putih, warna abu-abu dengan pixel kurang dari 128 akan
dihitamkan sedangkan warna abu-abu dengan pixel lebih dari 128 akan
diputihkan. Rectangular berfungsi untuk membatasi area yang akan dihitung
hanya pada sekitar bercak. Plot lanes merupakan kurva yang dihasilkan dari
masing-masing bercak. Wands tools diletakkan didalam area kurva untuk
memperoleh nilai AUC.
Kadar steviosida diperoleh dengan memasukkan data AUC sampel dari
perkolasi ke dalam persamaan kurva baku. Setelah diperoleh kadar sampel untuk
setiap kondisi lalu dicari kadar rata-rata.
Tabel VII. Kadar steviosida pada sampel dengan masing-masing kondisi
Replikasi Suhu
(0C)
Etanol
96% (ml)
AUC
Sampel
Kadar
Sampel
(%b/b)
Kadar rata-
rata Sampel
(%b/b)
SD
1 30 150 27,739 3,0340 2,9869
0,0665
2 30 150 26,946 2,9399
1 50 150 33,002 3,6585 3,5406
0,1667
2 50 150 31,015 3,4227
1 30 375 35,402 6,9008 6,7704
0,1845
2 30 375 34,146 6,6399
1 50 375 37,988 7,4378 7,6598
0,3140
2 50 375 40,126 7,8818
Dari data (Tabel VII) diperoleh kadar steviosida paling tinggi terdapat
pada perkolat dengan jumlah cairan penyari etanol 96% paling besar. Semakin
43
banyak etanol 96% yang digunakan maka akan semakin banyak steviosida yang
larut sehingga kadar yang diperoleh akan semakin besar.
F. Analisis Hasil Kadar Steviosida
Dalam daun stevia, Steviosida merupakan zat aktif yang akan diekstraksi
untuk digunakan sebagai pemanis. Steviosida dengan konsentrasi lebih dari 3%
terkandung pada tanaman stevia.
Steviosida merupakan zat aktif yang mulai dikembangkan sebagai
pemanis pengganti gula. Hal tersebut dikarenakan steviosida memiliki kandungan
kalori yang rendah sehingga aman untuk dikonsumsi terutama bagi penderita
diabetes.
Steviosida merupakan senyawa aktif yang bersifat non polar, hal tersebut
terbukti dari banyaknya gugus –OH yang dimiliki. Sehingga untuk memperoleh
steviosida dari tanaman stevia diperlukan suatu penyari yang bersifat polar
sehingga dapat melarutkan steviosida. Dan dalam hal ini yang digunakan sebagai
penyari adalah akuades dan etanol 96% karena steviosida memiliki kelarutan
didalamnya. Dengan menggunakan penyari yang dapat melarutkan steviosida,
maka dapat memaksimalkan kadar steviosida yang tersari.
Selain faktor penyari, faktor suhu saat ekstraksi juga mempengaruhi
kadar steviosida yang akan diperoleh. Adanya pengaruh etanol 96% dan suhu
terbukti dari kadar steviosida yang dihasilkan dengan penggunaan perbandingan
suhu dan pelarut yang berbeda.
44
Kadar steviosida yang diperoleh kemudian dianalisis dengan
menggunakan metode Desain faktorial untuk menghitung koefisien 1, a, b, dan ab
sehingga diperoleh persamaan Y = 0,0859 + 0,0127XA + 0,0138XB + 0,0001XAXB.
Tabel VIII. Kadar rata-rata steviosida pada sampel dengan masing-masing koefisien
Koefisien Suhu Etanol 96% interaksi Respon (%b/b)
1 - - + 2,9869 A + - - 3,5406 B - + - 6,7704 ab + + + 7,6598
Dari data (Tabel VIII) dapat dilihat bahwa pada koefisien 1 yakni kondisi
dimana suhu dan etanol 96% yang digunakan berada dalam level rendah diperoleh
kadar steviosida terkecil. Sedangkan pada koefisien ab dimana suhu dan etanol
96% yang digunakan berada pada level tinggi yakni pada suhu 500C dengan
etanol 96% sebanyak 375 ml menunjukkan kadar steviosida terbesar. Hal tersebut
membuktikan bahwa suhu dan jumlah penyari yang digunakan akan
mempengaruhi kadar steviosida yang terkandung dalam perkolat.
Tabel IX. Efek suhu, etanol 96%, dan interaksi dalam menentukan Kadar steviosida
Berdasarkan perhitungan desain faktorial pada kadar steviosida, efek
etanol 96% lebih dominan dibandingkan suhu dan interaksinya. Secara kuantitatif,
besar efek suhu, etanol 96%, dan interaksi bernilai positif, hal tersebut berarti
Efek Kadar steviosida (%b/b) Suhu 0,7216
Etanol 96% 3,9514 Interaksi 0,1679
45
suhu, etanol 96% dan interaksi akan meningkatkan kadar steviosida. Semakin
banyak penggunaan etanol 96% maka akan semakin banyak zat aktif tersari.
Grafik Hubungan Etanol 96% dengan Kadar Steviosida (%b/b)
2
4
6
8
10
120 160 200 240 280 320 360 400
Etanol 96% (ml)
Kad
ar S
tevi
osid
a (%
b/b)
Suhu Tinggi (Celcius)
Suhu Rendah (Celcius)
Gambar 8a
Grafik Hubungan Suhu (Celcius) dengan Kadar Steviosida (%b/b)
2
4
6
8
10
20 30 40 50 60
Suhu (Celcius)
Kad
ar S
tevi
osid
a (%
b/b)
Etanol 96% tinggi (ml)
Etanol 96% rendah (ml)
Gambar 8b
Gambar 8a. grafik hubungan antara etanol 96% (ml) dengan respon kadar steviosida (% b/b); Gambar 8b. grafik hubungan antara suhu (Celcius)
dengan respon kadar steviosida (% b/b)
Berdasarkan gambar 8a, dapat dinyatakan bahwa semakin besar volume
etanol 96% yang digunakan sebagai penyari maka semakin besar kadar steviosida
yang akan tersari, baik pada penggunaan suhu level rendah maupun level tinggi.
Kemampuan etanol 96% melarutkan steviosida menyebabkan peningkatan kadar
steviosida tersari berbanding lurus dengan peningkatan volume penyari etanol
96% yang digunakan.
Berdasarkan gambar 8b, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi suhu
yang digunakan maka akan meningkatkan kadar steviosida yang diperoleh, baik
pada penggunaan etanol 96% level rendah maupun level tinggi.
Dari kedua grafik tersebut menunjukkan bahwa pada penentuan kadar
steviosida dalam daun stevia dipengaruhi oleh volume penyari etanol 96% dan
suhu yang digunakan.
46
Tabel X. Hasil Perhitungan Yate’s Treatment pada respon kadar steviosida(%b/b)
Source of variation
Degrees of freedom
Sum of Squares Mean Squares
F
Replicates 1 0,0027 0,0027 Treatment 3 32,3232 10,7744
A 1 1,0413 1,0413 19,2833 B 1 31,2255 31,2255 578,2500
Ab 1 0,0564 0,0564 1,0444Experimental
error 3 0,1621 0,0540
Total 7 32,4880
Hasil perhitungan harga F yang diperoleh dari Yate’s Treatment (Tabel
X) menunjukkan bahwa nilai F hitung untuk suhu dan volume etanol 96% lebih
tinggi daripada F table (10,128). Oleh karena itu, Hi1 dan Hi2 statistik (Lampiran
4) diterima sehingga terbukti bahwa faktor suhu dan volume etanol 96%
memberikan perbedaan terhadap respon kadar steviosida yang dihasilkan (Tabel
VIII). Artinya, perbedaan suhu level rendah (30ºC) dengan suhu level tinggi
(50ºC) dan perbedaan volume etanol 96% level rendah (150 ml) dengan level
tinggi (375 ml) memberikan respon kadar steviosida yang berbeda. Suhu dan
volume etanol 96% dalam proses perkolasi meningkatkan kadar steviosida
(Gambar 8a dan 8b). Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
steviosida mempunyai kelarutan dalam etanol 96%, dimana peningkatan volume
etanol 96% akan meningkatkan kadar steviosida. Selain itu, juga sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa peningkatan penggunaan suhu akan meningkatkan
kemampuan etanol 96% untuk melarutkan steviosida sehingga semakin besar suhu
yang digunakan akan memberikan peningkatan untuk kadar steviosida yang
tersari. Nilai F hitung untuk pengaruh interaksi suhu-volume etanol 96% lebih
47
rendah dari F tabel (10,128). Oleh karena itu.Ho3 statistik diterima sehingga
terbukti bahwa pengaruh interaksi suhu-volume etanol 96% tidak memberikan
perbedaan terhadap respon kadar steviosida (Tabel VIII).
Berdasarkan perhitungan desain faktorial, Y = 0,0859 + 0,0127 XA +
0,0138 XB + 0,0001 XAXB, maka dapat dibuat countour plot.
Gambar 9. Counter plot kadar steviosida ekstrak daun stevia
Dari countor plot (Gambar 9) dapat dinyatakan daerah kadar steviosida
pada ekstrak daun stevia yakni berada diantara 3,5%b/b-7,2%b/b dengan kadar
steviosida terbesar adalah 7,2%b/b. Kadar terbesar steviosida yang terdapat pada
ekstrak daun steviosida melebihi kadar steviosida yang dipersyaratkan yakni 3 %
(Melis. 1992).
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Volume etanol 96% dan suhu yang optimum untuk memperoleh perkolat dengan
kadar steviosida terbesar yakni 7,6598%b/b adalah volume 375 ml dan suhu
50°C.
2. Volume etanol 96% dominan dalam menentukan kadar steviosida yang tersari
pada ekstraksi steviosida secara perkolasi.
B. SARAN
1. Perlu dilakukan optimasi terhadap penggunaan akuades, etanol 96%, dan suhu,
serta interaksi antar ketiganya sehingga dapat diketahui pengaruh ketiga faktor
tersebut dan interaksinya terhadap kadar steviosida dalam ekstrak daun stevia.
49
DAFTAR PUSTAKA Achyar, 2005, Zat Aditif Pada Makanan,
http://www.pppgtertulis.or.id/index.php?id=16, diakses tanggal 8 November 2008
Anief, 1998, Ilmu Meracik Obat, Jilid VI, 167-182, Universitas Gadja Mada,
Yogyakarta Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, 52-53, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 6,7,16-21, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, hal 63-65, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta Armstrong N.A., and James, K.C., 1996, Pharmaceutical Experimental Design and
Interpretation: Factorial design of Experiment, 131-165, Taylor and Francis, USA
Backer, C.A., and Bakhuizen van den Brink, 1968, Flora of Java, 42, 72, Vol. III,
N.V.P. Noordhoff, Groningen, The Netherlands Bakal, A.I and Nabors, L.B., 1986, Alternative Sweeteners, 295, 296, 299-302,
Marcel Dekker, New York, USA Bolton, S., 1997, Pharmaceutical Statistic Practical and Clinical Application. 3rd,
Ed., 308-337; 532-574, Marcel Dekker, Inc., New York Girish, V., Vijayalakshmi, A., 2004, Affordable Image Analysis using NIH
Image/Image J, Deparment of Preventive Medicine and Division of Haematology/Oncology, Robert H.Lurie Comprehensive Cancer Center, Northwestern University Feinberg School of Medicine, Chicago, United States
Goettemoeller, J., and Ching, A., 1999, Seed Germination in Stevia rebaudiana, 510-
511, Perspectives on new crops and new uses, ASHS Press, Alexandria
50
Gregersen , S., Jeppesen, P.B., Holst, J.J., and Hermansen, 2004, Antihyperglycemic Effects Stevioside in Type 2 Diabetic Subjects, 73-75,Department of Endocrinology and Metabolism C and the Department of Medical Physiology, The Panum Institute, Copenhagen, Denmark
Hawke, J., 2002, STEVIA Natural Sweetener For Everyone,
http://209.85.175.104/search?q=cache:UNKrZmHnGsQJ:www.geocities.com/theelementmassage/Stevia.pdf diakses tgl 8 November 2008
Kroger, M., Meister, K., and Kava, R., 2006, Low-calorie Sweeteners and Other
Sugar Substitutes: A Review of the Safety Issues, 35-43, Comprehensive Reviews In Food Science And Food Safety, Vol.. 5, Institute of Food Technologist
Kuznesof, 2007, Report to JECFA: Steviol Glycosides: Chemical and Technical
Assessment, revised, I, Interntional Association for Stevia Research e.v., Germany
List, and Schmidt, 1989, Phytopharmaceutical Technology, 99-101, Institute for
Pharmaceutical Technology, University of Marburg, Germany Mantovaneli, I. C. C., Ferretti E. C., Simões M. R., and Ferreira da Silva, C., 2004,
The Effect Of Temperature And Flow Rate On The Of Clarifcation The Aqueous Stevia-Extract In A Fixed-Bed Column With Zeolites, 449-450, Universidade Estadual do Oeste do Paraná, Centro de Engenharias e Ciências Exatas, Brazil
Martono, Y., Kristopo, H., Sihasale, L.R., 2007, Recovery Produk Ekstrak Steviosida
sebagai Bahan Alternatif Pengganti Gula dari Stevia rebaudiana Bert., Laporan Penelitian, Fakultas SAins dan Matematika, Universitas Satya Wacana, Salatiga
Megeji N.W., Kumar, J.K, Singh, Virendra, Kaul, V.K., and Ahuja, P.S., 2005,
Introducing Stevia rebaudiana, a natural zero-calorie sweetener, 801-804, Current Science, vol. 88, no. 5, Institute of Himalaya Bioresource Technology, Palampur India
Melis, 1992, Renal Excretion Of Stevioside In Rats. J Nat;55 (5):688-690.
Mudjajanto, E.S, 2005, Keamanan Jajanan Tradisional, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0502/17/ilpeng/1563189.htm, diakes tanggal 8 November 2008
51
Muth, J. E., 1999, Basic Statistic and Pharmaceutical Statistical Applications, 265-
294, Marcel Inc., New York Ognean, C.F., Darie, N., and Ognean, M., 2003, The New Low Calorie Sweetener, 7-
9, ACTA Universitatis Cibiniensis, no. 7, vol. 1, University of Sibiu Reinking, Larry, 2007, Image J Basics (version 1.38), Department of Biology,
Millersville University, Millersville Sastrohamidjodjo, H., 1991, Spektroskopi, 5-8, Liberty, Yogyakarta Srimaroeng, C., Chatsudthipong, V., Aslamkhan, A.G., and Pritchard, J. B., 2005,
622, Transport of the Natural Sweetener Stevioside and Its Aglycone Steviol by Human Organic Anion Transporter (hOAT1; SLC22A6) and hOAT3 (SLC22A8), Department of Physiology, Faculty of Science, Mahidol University, Bangkok, Thailand, and Laboratory of Pharmacology and Chemistry, National Institute of Enviromental Health Science, Ntional Institutes of Health, Research Triangle Park, North Carolina
Stahl, E., 1985, Drug Anlysis by Chromatography, diterjemahkan oleh Padmawinata,
K. dan Soediro, I., hal 19-123, ITB- Press, Bandung Starrat, A. N., Kirby, C. W., Pocs, R. and Brandle, J. E., 2002, Rebaudioside F a diterpene glycoside from Stevia rebaudiana . Phytochemistry,, 59, 367–370 Voight, 1994, Lehrbruch der Pharmazeutischen Technologie, diterjemahkan oleh
Soeandhi, S.N. dan Widianto M.B., 559-569, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
52
Lampiran
53
Lampiran 1. Surat Keterangan Determinasi
54
55
Lampiran 2. Kurva Baku Steviosida
1. Data Penimbangan Baku Steviosida
Berat Cawan = 13,3605 g
Berat Cawan + Zat = 13,37079 g
Berat Zat = 0,01014 g
= 10,14 mg add 5 ml
Konsentrasi Baku Steviosida = 2,028 mg/ml
Kadar Steviosida dalam 1µl (1 totolan ) = 2,028 µg
2. Kurva Baku Steviosida
Jumlah Totolan Kadar (µg) AUC
1 2,0280 6,7550
2 4,0560 11,1880
3 6,0840 15,9270
4 8,1120 23,610
5 10,140 28,5390
6 12,1680 39,3710
7 14,1960 48,3720
A = 2,1718
B = 2,8090
R = 0,9941
Persamaan kurva baku:
Y = 2,8090 X + 2,1718
56
Kurva Baku
0
10
20
30
40
50
0 5 10 15
Kadar Steviosida (mg)
AU
C
57
LAMPIRAN 3. PENETAPAN KADAR STEVIOSIDA DALAM Stevia
rebaudiana Bertonii
1. Data Sampel
Replikasi Air (ml) Suhu (0C)
Etanol 96% (ml)
AUC Sampel
Kadar
(mg/30g)
Kadar
Sampel
(%b/b)
Kadar rata-
rata Sampel
(%b/b)
1 150 30 150 27,739 910,1887 3,0340 2,9869
2 150 30 150 26,946 881,9580 2,9399 1 150 50 150 33,002 1097,5507 3,6585 3,5406
2 150 50 150 31,015 1026,8138 3,4227 1 150 30 375 35,402 2070,2332 6,9008 6,7704
2 150 30 375 34,146 1991,9847 6,6399 1 150 50 375 37,988 2231,3403 7,4378 7,6598
2 150 50 375 40,126 2364,5372 7,8818
2. Perhitungan Desain Faktorial
Pengulangan Uji
1 a b ab
1 3,0340 3,6585 6,9008 7,4378 2 2,9399 3,4227 6,6399 7,8818
Rata-rata 2,9869 3,5406 6,7704 7,6598 SD 0,0665 0,1667 0,1845 0,3140
Kondisi suhu Etanol 96% interaksi respon
1 - - + 2,9869 a + - - 3,5406 b - + - 6,7704 ab + + + 7,6598
58
Efek suhu = - 2,9869 + 3,5406 – 6,7704 + 7,6598
2
= 0,7216
Efek etanol 96% = - 2,9869 - 3,5406 + 6,7704 + 7,6598
2
= 3,9514
Efek interaksi = + 2,9869 - 3,5406 - 6,7704 + 7,6598
2
= 0,1679
Persamaan
Y = b0 + b1XA + b2XB + b12XAXB
Faktor A = level suhu
Faktor B = level etanol 96%
Formula 1
2,9869 = b0 + b1(30) + b2(150) + b12 (30) (150)
2,9869 = b0 + 30 b1 +150 b2 + 4500 b12 (1)
Formula a
3,5406 = b0 + b1(50) + b2(150) + b12 (50) (150)
3,5406 = b0 + 50 b1 +150 b2 + 7500 b12 (2)
Formula b
6,7704 = b0 + b1(30) + b2(375) + b12(30) (375)
6,7704 = b0 + 30 b1 +375 b2 + 11250 b12 (3)
59
Formula ab
7,6598 = b0 + b1(50) + b2(375) + b12(50) (375)
7,6598 = b0 + 30 b1 +375 b2 + 11250 b12 (4)
Eliminasi persamaan (1) dan (2)
2,9869 = b0 + 30 b1 +150 b2 + 4500 b12
3,5406 = b0 + 50 b1 +150 b2 + 7500 b12 -
-0,5537 = -20 b1 – 3000 b12 (5)
Eliminasi persamaan (3) dan (4)
6,7704 = b0 + 30 b1 +375 b2 + 11250 b12
7,6598 = b0 + 30 b1 +375 b2 + 11250 b12-
-0,8894 = -20 b1 – 7500 b12 (6)
Eliminasi persamaan (5) dan (6)
-0,5537 = -20 b1 – 3000 b12
-0,8894 = -20 b1 – 7500 b12 -
0,3357 = 4500 b12
b12 = 0,0001
Eliminasi persamaan (1) dan (3)
2,9869 = b0 + 30 b1 +150 b2 + 4500 b12
6,7704 = b0 + 30 b1 +375 b2 + 11250 b12 –
-3,7835 = -225 b2 – 6750 b12 (7)
60
Substitusi b12 ke persamaan (5)
-0,5537 = -20 b1 – 3000 b12
-0,5537 = -20 b1 – 3000 (0,0001)
-0,5537 = -20 b1 – 0,3000
-0,2537 = -20 b1
b1 = 0,0127
Substitusi b12 ke persamaan (7)
-3,7835 = -225 b2 – 6750 b12
-3,7835 = -225 b2 – 6750 (0,0001)
-3,7835 = -225 b2 – 0,6750
-3,1085 = -225 b2
b2 = 0,0138
Substitusi b1,b2,b12 ke persamaan (1)
2,9869 = b0 + 30 b1 +150 b2 + 4500 b12
2,9869 = b0 + 30 (0,0127) +150 (0,0138) + 4500 (0,0001)
2,9869 = b0 + 0,3810 + 2,0700 + 0,4500
2,9869 = b0 + 2,9010
b0 = 0,0859
Persamaan Desain Faktorial
Y = 0,0859 + 0,0127 XA + 0,0138 XB + 0,0001 XAXB
61
Hubungan antara etanol 96% (ml) dengan kadar steviosida (%b/b)
Grafik Hubungan Etanol 96% dengan Kadar Steviosida (%b/b)
2
4
6
8
10
120 160 200 240 280 320 360 400
Etanol 96% (ml)
Kad
ar S
tevi
osid
a (%
b/b)
Suhu Tinggi (Celcius)
Suhu Rendah (Celcius)
Hubungan suhu dengan kadar steviosida (%b/b)
Grafik Hubungan Suhu (Celcius) dengan Kadar Steviosida (%b/b)
2
4
6
8
10
20 30 40 50 60
Suhu (Celcius)
Kad
ar S
tevi
osid
a (%
b/b)
Etanol 96% tinggi (ml)
Etanol 96% rendah (ml)
62
LAMPIRAN 4. PERHITUNGAN YATE’S TREATMENT
Faktor : A = Suhu
B = Etanol 96%
2yΣ = total sum of squares 2yΣ = (3,0340)2 + (2,9399)2 +(6,9008)2 + (6,6399)2 +( 3,6585)2 +
(3,4227)2 + (7,4378)2 +(7,8818)2 –89154,41
= 252,1006 – 219,6126
= 32,4880
Ryy = replicate sum of square
Ryy = ( ) ( ) ( )8
9154.144
20.884321.0311 222
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +
= 219,6153 – 219,6126
= 0,0027
Tyy = treatment sum of squares
Tyy = ( ) ( ) ( )8
41,91542
15,3196)()7,0812(13,54075,9739 22222
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +++
= 251,9358 – 219,6126
= 32,3232
Eyy = experiment al error sum of squares
= 32,4880 – 0,0027 – 32,3232
= 0,1621
Replikasi A1 A2
b1 b2 b1 b2
1 3,0340 6,9008 3,6585 7,4378
2 2,9399 6,6399 3,4227 7,8818
63
Ayy = sum of squares associated with the different level of a
= ( ) ( ) ( )8
41,91544
22.400819.5146 222
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +
= 220,6539 – 219,6126
= 1,0413
Byy = sum of squares associated with the different level of b
= ( ) ( ) ( )8
41,91544
28.860313.0551 222
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +
= 250,8381 - 219,6126
= 31,2255
Source of variation
Degrees of freedom
Sum of Squares Mean Squares
F
Replicates 1 0,0027 0,0027 Treatment 3 32,3232 10,7744
a 1 1,0413 1,0413 19,2833 b 1 31,2255 31,2255 578,2500ab 1 0,0564 0,0564 1,0444
Experimental error 3 0,1621 0,0540
Total 7 32,4880
Fa = errorrimentalforsquaresmeans
effectaforsquaresmeanexp
= 0,05401,0413
= 19,2833
Fb = errorrimentalforsquaresmeans
effectbforsquaresmeanexp
=0,054031,2255
= 578,2500
64
Fab =errorrimentalforsquaresmeans
effectabforsquaresmeanexp
= 0,05400,0564
= 1,0444
HIPOTESIS
1. Hi = Metode perkolasi serbuk daun Stevia rebaudiana Bertonii
menggunakan suhu level tinggi menghasilkan ekstrak dengan
kadar steviosida yang berbeda dengan metode perkolasi dengan
suhu level rendah.
Ho = Metode perkolasi serbuk daun Stevia rebaudiana Bertonii
menggunakan suhu level tinggi menghasilkan ekstrak dengan
kadar steviosida yang tidak berbeda dengan metode perkolasi
dengan suhu level rendah.
2. Hi = Metode perkolasi serbuk daun Stevia rebaudiana Bertonii
menggunakan etanol 96% level tinggi menghasilkan ekstrak
dengan kadar steviosida yang berbeda dengan metode perkolasi
dengan etanol level rendah.
Ho = Metode perkolasi serbuk daun Stevia rebaudiana Bertonii
menggunakan etanol 96% level tinggi menghasilkan ekstrak
dengan kadar steviosida yang tidak berbeda dengan metode
perkolasi dengan etanol level rendah.
65
3. Hi = Metode perkolasi serbuk daun Stevia rebaudiana Bertonii
menggunakan suhu level tinggi dan volume etanol 96% level tinggi
dan rendah menghasilkan ekstrak dengan kadar steviosida yang
berbeda dengan metode perkolasi yang menggunakan suhu level
rendah dan volume etanol 96% level tinggi dan rendah.
Ho = Metode perkolasi serbuk daun Stevia rebaudiana Bertonii
menggunakan suhu level tinggi dan volume etanol 96% level tinggi
dan rendah menghasilkan ekstrak dengan kadar steviosida yang
tidak berbeda dengan metode perkolasi yang menggunakan suhu
level rendah dan volume etanol 96% level tinggi dan rendah.
66
LAMPIRAN 5. COUNTER PLOT
Persamaan Desain Faktorial
Y = 0,0859 + 0,0127 XA + 0,0138 XB + 0,0001 XAXB
Counter Plot
30
35
40
45
50
150 200 250 300 350
Etanol 96% (ml)
Suh
u (C
elci
us) Kadar steviosida 3.5% b/b
kadar Steviosida 4.5 %b/bkadar steviosida 5.5 %b/bkadar steviosida 6.5 %b/bKadar Steviosida 7.2 %b/b
Kadar yang dipersyaratkan adalah 3% (Melis, 1992). Kadar steviosida yang
terdapat pada ekstrak daun stevia adalah 3,5%-7,2% dengan kadar terbesar 7,2%
pada volume penyari etanol 96% 375 ml dengan suhu 50°C
67
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Tanaman Stevia
Serbuk Stevia Sebelum Sokletasi
Vanilin-Asam Sulfat P
Simplisia Stevia Kering
Serbuk Stevia sesudah Sokletasi
Kalium Iodida
68
SOKLET
SPEKTROFOTOMETER UV
AIR:ETANOL:SUHU = 20:20:30
Replikasi 1
PERKOLATOR
OVEN
AIR:ETANOL:SUHU = 20:20:30
Replikasi 2
69
AIR:ETANOL:SUHU = 20:20:50
Replikasi 1
AIR:ETANOL:SUHU =20:50:30
Replikasi 1
AIR:ETANOL:SUHU = 20:50:50
Replikasi 1
AIR:ETANOL:SUHU = 20:20:50
Replikasi 2
AIR:ETANOL:SUHU = 20:50:30
Replikasi 2
AIR:ETANOL:SUHU = 20:50:50
Replikasi 2
70
Gambar 5. Hasil KLT Ekstrak Daun Stevia dan Baku Steviosida dengan jarak pengembangan 15 cm
Keterangan: Fase Diam : Silika Gel GF254 Fase Gerak : Kloroform : Etanol : Akuades (10 : 15 : 2) Deteksi :
1. disemprot dengan Iodium 2. disemprot dengan vanilin-asam sulfat pekat
Keterangan: a : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 150 ml dan suhu 30°C
replikasi 1 diperoleh secara perkolasi b : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 150 ml dan suhu 30°C
replikasi 2 diperoleh secara perkolasi c : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 150 ml dan suhu 50°C
replikasi 1 diperoleh secara perkolasi d : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 150 ml dan suhu 50°C
replikasi 2 diperoleh secara perkolasi e : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 375 ml dan suhu 30°C
replikasi 1 diperoleh secara perkolasi f : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 375 ml dan suhu 30°C
replikasi 2 diperoleh secara perkolasi
-0,00
-1,00
-0,50
71
g : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 375 ml dan suhu 50°C replikasi 1 diperoleh secara perkolasi
h : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 375 ml dan suhu 50°C replikasi 2 diperoleh secara perkolasi
1 : Baku Steviosida 1µg/µl 2 : Baku Steviosida 2µg/µl 3 : Baku Steviosida 3µg/µl 4 : Baku Steviosida 4µg/µl 5 : Baku Steviosida 5µg/µl 6 : Baku Steviosida 6µg/µl 7 : Baku Steviosida 7µg/µl
Tabel V. Nilai Rf dan warna untuk masing-masing bercak dengan fase gerak
kloroform : metanol : aquades (10 : 15 : 2) dan fase diam Silika GF254, jarak elusi 15 cm, deteksi Iodium dan Vanilin-Asam Sulfat P
Keterangan: A : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 150 ml dan suhu 30°C rep.1 B : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 150 ml dan suhu 30°C rep.2 C : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 150 ml dan suhu 50°C rep.1 D : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 150 ml dan suhu 50°C rep.2 E : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 375 ml dan suhu 30°C rep.1 F : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 375 ml dan suhu 30°C rep.2 G : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 375 ml dan suhu 50°C rep.1 H : Sampel ekstrak dengan volume etanol 96% 375 ml dan suhu 50°C rep.2
Deteksi Nilai Rf Warna Bercak Iodium Vanilin-Asam
Sulfat Iodium Vanilin-Asam
Sulfat Baku steviosida - 0,76 Cokelat muda Cokelat gelap
Sampel A 0,76 0,76 Cokelat muda Cokelat gelap Sampel B 0,78 0,78 Cokelat muda Cokelat gelap Sampel C 0,76 0,76 Cokelat muda Cokelat gelap Sampel D 0,77 0,77 Cokelat muda Cokelat gelap Sampel E 0,77 0,77 Cokelat muda Cokelat gelap Sampel F 0,77 0,77 Cokelat muda Cokelat gelap Sampel G 0,77 0,77 Cokelat muda Cokelat gelap Sampel H 0,77 0,77 Cokelat muda Cokelat gelap
72
BIOGRAFI PENULIS
Penulis yang bernama lengkap Maria Margaretha
Christiani adalah anak ketiga dari empat bersaudara
pasangan Bapak Paulus Perjuangan Simorangkir dan Ibu
Lidia Lementaria Marbun, lahir di Jakarta pada tanggal
13 Maret 1987. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman
Kanak-Kanak di TK Tunas Mawar Tangerang pada tahun
1992-1993, dilanjutkan di SD STRADA Slamet Riyadi 2
Tangerang pada tahun 1993-1999. Kemudian melanjutkan
di SLTP STRADA Slamet Riyadi Tangerang pada tahun
1999-2002.
Tahun 2002-2005 penulis menempuh pendidikan di SMA Stella Duce 2
Yogyakarta dan kemudian dilanjutkan studi untuk jenjang S-1 di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama kuliah, penulis pernah menjadi
Asisten Praktikum Biokimia. Selain itu, penulis juga aktif dalam Badan
Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF) Farmasi 2005/2006 (Litbang dan
Advokasi), Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sanata Dharma 2006/2007
(Litbang dan Advokasi), serta aktif di berbagai kepanitiaan seperti Inisisasi
Fakultas Farmasi TITRASI 2007 (Keamanan), Inisiasi Universitas Sanata Dharma
INSADHA 2007 (Koordinator Pendamping Kelompok), Inisisasi Fakultas
Farmasi TITRASI 2006 (Konseptor), Sumpahan Apoteker.