Obat Anti Hipertensi, Posologi, Mekanisme Kerja, Pada Kasus Khusus by Ganda S
-
Upload
ganda-edhi -
Category
Documents
-
view
67 -
download
0
Transcript of Obat Anti Hipertensi, Posologi, Mekanisme Kerja, Pada Kasus Khusus by Ganda S
Terapi Farmakologis
Hipertensi menurut WHO adalah keadaan dimana dijumpai lebih dari 140/90
mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg
untuk usia di atas 50 tahun, dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal
sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan tersebut (UPN, 2009).
Tabel 1.2. Klasifikasi Hipertensi JNC 7 (UPN, 2009).
a.
Diuretik
Diuretik dipakai untuk dua tujuan utama, yaitu menurunkan hipertensi dan
untuk memperkecil edema pada payah jantung kongestif. Diuretik
menghasilkan peningkatan aliran urin (diuresis) dengan menghambat
reabsorbso natrium dan air dari tubulus ginjal, sehingga menurunkan
volume darah dan cairan ekstraseluler. Beberapa diuretik juga
menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya.
Enam kategori diuretik yang efektif untuk menghilangkan air dan natrium
adalah : tiasid, diuretik kuat, diuretik hemat kalium, penghambat
anhidrase karbonik, osmotik, dan merkurial (Kee, 2009).
Klasifikasi TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal <120 <80
Prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi Derajat 2 ≥160 ≥100
Dosis dan sediaan ( Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007) :
Tabel 1.3 Dosis dan sediaan ( Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).
Obat Dosis (mg) Pemberian Sediaan
Diuretik tiazid
HCT 12,5 – 25 1 d.d Tab 25 dan 50
mg
Klortalidon 12,5 – 15 1 d.d Tab 50 mg
Indapamid 1,25 - 2,5 1 d.d Tab 2,5 mg
Bendroflumetiazid 2,5 – 5 1 d.d Tab 5 mg
Metolazon 2,5 – 5 1 d.d Tab 2,5 ; 5 ;
10mg
Metolazid rapid
action
0,5 – 1 1 d.d Tab 0,5mg
Xipamid 10 – 20 1 d.d Tab 2,5mg
Diuretik kuat
Furosemid 20 - 80 2-3 dd Tab 40 mg, amp
20 mg
Torsemid 2,5 – 10 1-2 dd Tab 5, 10, 20,
100 mg
amp 10mg/dL (2
dan 5 mL)
Bumetanid 0,5 – 4 2-3 dd Tab 0,5, 1 dan 2
mg
As. Etakrinat 25 – 100 2-3 dd Tab 25 dan 50
mg
Diuretik hemat K
Amilorid 5 – 10 1-2 d.d -
Spironolakton 25 – 100 1 d.d Tab 25 dan 100
mg
Triamteren 25 - 300 1 d.d Tab 50,100 mg
1) Farmakokinetik
Tiazid diabsorbsi dengan baik dalam tractus
gastrointestinal. Hidroclorotiazid (HCT) memiliki kekuatan ikat
protein lebih lemah dibandingkan furosemid. Oleh karena itu,
tiazid harus diberikan pada pagi hari untuk menghindari nokturia
atau berkemih pada malam hari (Kee, 2009).
2) Farmakodinamik
Tiazid bekerja langsung pada arteriol, menyebabkan
vasodilatasi sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
Furosemid adalah diuretik yang lebih poten dari tiazid karena
bekerja dengan cepat dan memiliki lama kerja yang lebih pendek
serta diekskresi lebih cepat (Kee, 2009).
3) Efek Samping Obat
Efek samping tazid adalah terjadinya ketidakseimbangan
elektrolit (hipokalseia, hipokalemia, hipoMg, dan kehilangan
bikarbonat), hiperglisemia, hiperurisemia (kadar asam urat serum
meningkat), dan hiperlipidemia (Kee, 2009).
4) Kontrandikasi
Dikontraindikasikan pada penderita gagal ginjal. Dengan
gejala berat seperti oligouria, peningkatan nitrogen urea darah,
dan peningkatan kreatinin darah (Kee, 2009).
b. Penghambat adrenergik
a. Penghambat adrenoseptor beta (β- blocker)
Dipakai sebagai obat antihipertensi tahap I atau
dikombinasikan dengan antidiuretik dalam pendekatan tahap II
untuk mengobati hipertensi (Kee, 2009).
Mekanisme penurunan tekanan darah oleh β- blocker
adalah dengan tiga cara, yaitu : penurunan frekuensi denyut
jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah
jantung, hambatan sekresi renin di sel jukstaglomeruler ginjal
dengan akibat penurunan produksi angiotensin II, dan efek
sentral yang mempengaruhi saraf simpatis (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).
Dosis awal
(mg/hari)
Dosis max
(mg/hari)
Frekuensi
pemberian
Sediaan
Kardioselektif
Asebutolol 200 800 1-2 d.d Caps 200mg
Tab 400mg
Atenolol 25 100 1 d.d Tab 50 dan
100mg
Bisoprolol 2,5 10 1d.d Tab 5mg
Metoprolol
Biasa
Lambat
50 200 1-2 d.d Tab 50 dan
100mg
100 200 1 d.d Tab 100mg
Nonselektif
Alprenol 100 200 2 d.d. Tab 50mg
Karteolol 2,5 10 2-3 d.d Tab 5mg
Nadolol 20 160 1 d.d Tab 40 dan
80mg
Pindolol 5 40 2 d.d Tab 5 dan
10mg
Propanolol 40 160 2-3 d.d Tab 10 dan
40mg
Timolol 25 40 2 d.d Tab 10 dan
20mg
Karvedilol 12,5 50 1 d.d Tab 25mg
Labetalol 100 300 2 d.d Tab 100mg
Tabel 1.4 Jenis obat penghambat adrenoseptor beta
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).
b. Penghambat adrenoseptor alfa ( α-blocker)
Golongan obat ini memblok reseptor adrenergik alfa1,
menyebabkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Obat ini
juga menurunkan lipoprotein berdensitas rendah (VLDL) dan
LDL yang merupakan faktor penyebab plak atherosklerosis.
Penghambat alfa yang lebih kuat adalah fentolamin,
fenosibenzamin dan tolatozolin terutama dipakai untuk krisis
hipertensi dan hipertensi berat yang disebabkan oleh
feokromositoma ( Kee, 2009).
Obat Mekanisme
kerja
Sediaan dan
Dosis Efektif
Efek
maksimal
tercapai
setelah
Efek
Samping
Obat
Metildopa Menurunkan
resistensi
vaskular
2x125mg/hari
dan max
3g/hari
6-8jam Sedasi,
hipotensi
postural,
pusing,
mulut
kering,
sakit
kepala
Klonidin Bekerja di
reseptor α-2
di SSP
menurunkan
simpathetic
outflow
0,075 mg 2
d.d dan dapat
ditingkatkan
menjadi
0,6mg/hari
Waktu
paruh 6-
13jam
Sedasi,
mulut
kering,
efek sentral
berupa
insomnia,
mimpi
buruk
Guanfasin Mirip
klonidin
0,5 –
3mg/hari a.c
2-4jam Mirip
klonidin
Reserpin Penurunan
CO dan
resistensi
perifer
0,05 mg +
diuretik
- Sentral
berupa
mimpi
buruk,
letargi,
depresi
mental
Guanetidin Menurunkan 10-50mg 1 - Hipotensi
dan
guanadrel
tekanan
darah dan CO
d.d ortostatik,
diare
Trimetafan Penghambat
ganglion
Iv
0,3-5mg/man
it
3-5 menit
dan
hilang
setelah 15
menit
Ileus
paralitik,
paralisis
kandung
kemih,
mulut
kering,
penglihatan
kabur,
hipotensi
ortostatik
Tabel 1.5 Jenis obat Penghambat adrenoseptor alfa (Departemen Farmakologi FK UI,
2007).
c. Vasodilator
Obat Farmakokinetik Dosis dan
sediaan
Efek Samping
Obat
Hidralazin Diabsorbsi baik
melalui saluran
cerna,
bioavailabilitas
16%
Oral 25-100mg
2 d.d dan max
200mg/hari
Sakit kepala,
mual, hipotensi,
palpitasi, angina
pectoris,
takikardia,
flusshing
Minoksidil Diserap baik
per oral dan
bioavailabilitas
90%
Krim untuk
penyubur
rambut 15mg
1-2 d.d, dapat
ditingkatkan
menjadi
40mg/hari
Retensi cairan
dan garam, efek
cardiovaskuler,
hipertiroksikosis
Diazoksid Baik melalui
oral
Iv 50-100mg
interval 5-
Retensi cairan
dan
10menit hiperglikemia
Na
nitroprusid
Absorbsi baik
melalui iv
Iv
0,5-10µg/kg/m
enit, dosis rata-
rata
310µg/kg/menit
metHb, toksik
Tabel 1.6 Jenis obat vasodilator (Departemen Farmakologi FK UI, 2007).
d. ACE inhibitor
Mekanisme kerja ACE inhibitor adlah menghambat konversi
Angiotensin I (At1) menjadi angiotensin II (At2) dan juga
menghambat bradikinin (kee, 2009).
Penghambatan tersebut akan mengakibatkan vasodilatasi dan
penurunan sekresi aldosteron di korteks adrenal. Akibatnya terjadi
ekskresi air dan natrium, sedangkan kalium mengalam retensi
sehingga ada terjadinya tendensi terjadinya hiperkalemia terutama
npada gangguan fungsi ginjal. Di ginjal, akan mengakibatkan
vasodilatasi arteri renalis sehingga meningkatkan aliran darah ginjal
dan memperbaiki laju filtrasi glomerulus. Efek ini dimanfaatkan
untuk mengurangi proteinuria pada nefropati diabetik dan sindrom
nefrotik (Departemen Farmakologi dan Teraupetik FK UI, 2007).
Ada berbagai macam obat antihipertensi yang tersedia. Tabel 2
memuat daftar obat-obat yang biasanya digunakan sebagai obat antihipertensi.
Dosis dan frekuensi pemberiannya juga tertera (U.S Health Department,
2004).
Lebih dari 2/3 penderita hipertensi tidak dapat dikendalikan dengan
hanya satu obat saja dan membutuhkan dua atau lebih kombinasi obat
antihipertensi dari kelas yang berbeda. Diuretik merupakan obat yang
direkomendasikan sebagai obat yang pertama kali diberikan, jika penderita
hipertensi memerlukan terapi farmakologis, kecuali jika terdapat efek
samping(U.S Health Department, 2004).
Semua obat antihipertensi bekerja pada salah satu atau lebih tempat
pengaturan tekanan darah berikut (Benowitz, 2004).
1. Resistensi arteriol
2. Kapasitansi venule
3. Pompa jantung
4. Volume darah
Obat-obat antihipertensi tersebut juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan tempat kerja utamanya, antara lain(Benowitz, 2004).
1. Diuretik yang menurunkan tekanan darah dengan mengurangi kandungan
natrium tubuh dan volume darah
a. Thiazide diuretic
b. Loop diuretic
c. Potassium sparing diuretic
2. Agen-agen simpatoplegia yang menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi resistensi pembuluh darah perifer, menghambat kerja jantung
dan meningkatkan kapasitansi darah dengan memvasodilatasi vena
a. Beta-blocker
b. Alpha-1 blocker
c. Central alpha-2 agonist
3. Vasodilator direk yang menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi
otot polos pembuluh darah, sehingga menurunkan resistensi dan
meningkatkan kapasitansi pembuluh darah.
a. Calcium channel blocker
b. Hydralazine
c. Minoxidil
4. Agen yang menghambat produksi atau kerja dari angiotensin sehingga
menurunkan resistensi pembuluh darah perifer dan juga volume darah.
a. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor
b. Angiotensin II antagonist
c. Aldosterone receptor blocker
Kenyataan bahwa obat-obat dari golongan yang berbeda ini bekerja dengan
mekanisme yang berbeda pula, membuat kombinasi obat-obat yang berbeda
golongan tersebut dapat meningkatkan efektifitas dan juga dalam beberapa
kasus menurunkan toksisitas dari terapi farmakologis (Benowitz, 2004).
Algoritma Penanganan Hipertensi
Gambar 2. Algoritma Penanganan Hipertensi5
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien
adalah :
1. CCB dan ACEI atau ARB
2. CCB dan BB
3. CCB dan diuretika
4. AB dan BB
5. Kadang diperlukan tiga atu empat kombinasi obat
Penanganan Hipertensi pada Kasus-kasus Tertentu
Hipertensi dapat terjadi bersamaan dengan kondisi-kondisi lain
sehingga terdapat beberapa indikasi tertentu dalam pemilihan obat-obatan
antihipertensi. JNC VII memberikan rekomendasi terhadap kasus-kasus
tersebut yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Pedoman untuk kasus-kasus hipertensi tertentu.
Penanganan Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi terdiri dari hipertensi emergensi (emergency
hypertension) dan hipertensi urgensi (urgency hypertension). Hipertensi
emergensi dikarakterisasi oleh peningkatan tekanan darah yang hebat
(>180/120mmHg) yang disertai dengan keadaan-keadaan disfungsi organ
target atau keadaan-keadaan yang mengarah pada disfungsi organ target.
Hipertensi ini memerlukan penurunan tekanan darah yang segera (tidak perlu
menjadi normal) untuk mencegah atau mengurangi kerusakan organ target.
Contohnya adalah ensefalopati hipertensi, perdarahan intraserebral, infark
miokard akut, gagal jantung kiri akut dengan edema pulmonal, unstable
angina pectoris, diseksi aneurisma aorta, dan eklamsi(Benowitz, 2004).
Hipertensi urgensi adalah keadaan-keadaan dengan peningkatan
tekanan darah yang hebat (>180/120mmHg) tanpa disertai keadaan-keadaan
disfungsi organ target atau keadaan-keadaan yang mengarah pada disfungsi
organ target. Hipertensi urgensi biasanya ditandai dengan sakit kepala yang
hebat, nafas pendek, epitaksis, atau kecemasan yang berlebih(Benowitz,
2004).
Pasien-pasien dengan hipertensi emergensi harus dirawat di ICU
(intensive care unit) untuk pemantauan dan pemberian obat-obatan
antihipertensi parenteral. Target terapi awal adalah menurunkan tekanan darah
arteri rata-rata, tetapi tidak lebih dari 25% dalam 1 menit sampai 1 jam.
Kemudian, jika tekanan darahnya stabil, target terapi adalah menurunkan
tekanan darahnya sampai 160/100-110 mmHg dalam 2-6 jam berikutnya.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba harus dihindarkan untuk mencegah
terjadinya iskemia renal, serebral dan koronaria. Untuk alasan ini, nifedipin
kerja singkat tidak lagi digunakan pada terapi hipertensi emergensi (Benowitz,
2004).
Jika target tersebut telah tercapai dan keadaan pasien telah stabil,
penurunan tekanan darah berikutnya dapat dilakukan dalam 24-48 jam
kemudian. Terdapat beberapa pengecualian dari penanganan di atas, yaitu:
pasien dengan stroke iskemik yang mana pemberian terapi
antihipertensi secara segera masih menimbulkan perdebatan.
pasien dengan diseksi aorta yang harus menurunkan tekanan darah
sistolnya di bawah 100 mmHg jika memungkinkan.
pasien yang menerima agen-agen trombolitik.
Tabel 3. Obat-obatan parenteral yang digunakan dalam penanganan hipertensi
emergensi.
5.7 Evaluasi dan Pemantauan
Setelah terapi farmakologis untuk hipertensi dimulai, penderita
hipertensi harus kontrol secara teratur untuk memantau perkembangannya
setidaknya sebulan sekali sampai tekanan darahnya normal. Kunjungan yang
lebih sering diperlukan pada penderita hipertensi derajat 2 (stage II) atau jika
mempunyai komplikasi. Kadar kalium dan kreatinin serum harus dimonitor
setidaknya satu atau dua kali setahun (Benowitz, 2004).
Setelah tekanan darah mencapai target dan stabil, kunjungan dapat
dilakukan dengan interval tiga bulan sekali atau enam bulan sekali. Jika ada
penyakit lain seperti gagal jantung dan diabetes, kunjungan harus lebih sering
dilakukan (Benowitz, 2004).
Tabel 4. Rekomendasi pemantauan ulang berdasarkan pemeriksaan tekanan
darah awal untuk pasien tanpa kerusakan organ target (Benowitz, 2004).
Daftar Pustak
U.S. Department of Health and Human Services. 2004. The Seventh Report of the
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. National Institute of Health.
Benowitz NL. Antihypertensive agents. In : Katzung, Bertram G, editor. Basic &
clinical pharmacology. 9th edition. Singapore : The McGraw-Hill
Companies, Inc.; 2004.p.160-83
Kee, J. Evelyn, R. 2009. Farmakologi. Jakarta : EGC. Available at : http://books.google.co.id/books?id=BftFTitO30AC&pg=PA458&dq=anti+angina&hl=id&sa=X&ei=WvZxUfyuGcaHrQeTmYCQDQ&ved=0CC4Q6AEwAA#v=onepage&q&f=false
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
Katzung, Bertram G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta:Salemba Medika
UPN. 2009. Hipertensi. Available at http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/206312017/bab2.pdf