OA

12
OSTEOARTHRITIS PENDAHULUAN Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki paling sering terkena OA. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5 % pada pria, dan 12,7 % pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajad yang lebih berat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga dapat mengganggu mobilitas pasien (Soeroso dkk, 2006). ETIOPATOGENESIS OSTEOARTHRITIS Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA Primer/OA idiopatik Lebih sering daripada OA sekunder OA yang kausanya tidak diketahui Tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi (Soeroso dkk, 2006).. OA Sekunder OA yang didasari kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan herediter, jejas mikro, dan makro, serta imobilisasi yang terlalu lama(Soeroso dkk, 2006).. .

Transcript of OA

Page 1: OA

OSTEOARTHRITIS

PENDAHULUAN

Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan

kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki paling sering

terkena OA. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai

15,5 % pada pria, dan 12,7 % pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada

waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada

derajad yang lebih berat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga

dapat mengganggu mobilitas pasien (Soeroso dkk, 2006).

ETIOPATOGENESIS OSTEOARTHRITIS

Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu

OA Primer/OA idiopatik

Lebih sering daripada OA sekunder

OA yang kausanya tidak diketahui

Tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal

pada sendi (Soeroso dkk, 2006)..

OA Sekunder

OA yang didasari kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan

herediter, jejas mikro, dan makro, serta imobilisasi yang terlalu lama(Soeroso

dkk, 2006).. .

Selama ini OA dipandang sebagai proses ketuaan yang tidak dapat dihindari. Para

pakar yang meneliti OA sekarang ini berpendapat bahwa OA adalah merupakan penyakit

gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur

proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui(Soeroso dkk, 2006)..

OA terjadi karena proses degradasi cairan sendi, remodelling tulang dan inflamasi

cairan sendi(Soeroso dkk, 2006).

Beberapa penelitian membuktikan bahwa rawan sendi ternyata dapat melakukan

perbaikan sendiri dimana khondrosit akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks

baru. Proses perbaikan ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu polipeptida yang

mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel. Faktor ini mengontrol

kondrosit untuk mensintesis DNA dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. Faktor

Page 2: OA

pertumbuhan yang berperan adalah IGF-1, TGF-b, dan CSFs. Faktor pertumbuhan IGF -1

mempunyai peran penting dalam proses perbaikan rawan sendi. Pada keadaan inflamasi,

sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1(Soeroso dkk, 2006)..

Faktor pertumbuhan TGF- mempunyai efek multiple pada matriks kartilago yaitu

merangsang sintesis kolagen dan proteoglikan serta menekan stromeolisin yaitu enzim

yang mendegradasi proteoglikan, meningkatkan sintesis PGE2, melawan efek inhibisi

PGE2 oleh IL1(Soeroso dkk, 2006)..

Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme

rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung

berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu proses

respon imun yang menyebabkan inflamasi sendi. Pemecahan matriks rawan sendi :

sintesis rawan sendi = 1:0,29(Soeroso dkk, 2006)..

Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrogenik

dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini mengakibatkan terjadinya penumpukan

trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkhondral yang menyebabkan

terjadinya ischemia dan kerusakan jaringan subkhondral tersebut. Ini mengakibatkan

dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang menimbulkan

bone angina lewat subkhondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang

dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga disebabkan karena

adanya prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendo/ligamen serta

spasmus otot ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga dapat

disebabkan adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari

medula spinalis seta kenaikan tekanan vena intrameduler karena proses remodelling pada

trabecula dan subchondrial(Soeroso dkk, 2006)..

Kelainan di sekitar rawan sendi

Kelainan disekitar rawan sendi tergantung pada sendi yang terkena, tetapi

prinsipnya adalah adanya tanda-tanda inflamasi sendi, perubahan fungsi dan struktur

rawan sendi seperti persambungan sendi tidak normal, gangguan fleksibilitas,

pembesaran tulang, serta gangguan fleksi dan ekstensi terjadinya instabilitas sendi,

timbulnya krepitasi baik pada gerakan aktif maupun pasif (Soeroso dkk, 2006)..

Page 3: OA

FAKTOR RESIKO OSTEOARTHRITIS

1. Umur

Faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi OA meningkat dengan

bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur

di bawah 40 tahun, dan sering pada umur di atas 60 tahun. OA bukan akibat

ketuaan. Perubahan rawan sendi akibat ketuaan berbeda dengan perubahan pada

OA (Soeroso dkk, 2006).

2. Jenis kelamin

Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi dan lelaki

lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Frekuensi OA <45

tahun sama antara laki-laki dan wanita, tetapi di atasi 50 tahun frekuensi OA lebih

banyak pada wanita dibandingkan pada pria(Soeroso dkk, 2006)..

3. Suku bangsa

OA paha lebih jarang pada kulit hitam dan Asia dibandingkan Kaukasoid.

OA lebih sering pada orang Indian daripada orang kulit putih. Hal ini mungkin

berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi

kelainan kongenital dan pertumbuhan (Soeroso dkk, 2006)..

4. Genetik

Faktor herediter berperan dalam timbulnya OA(Soeroso dkk, 2006).

5. Kegemukan dan penyakit metabolik

Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko

untuk timbulnya OA baik pada wanita maupun laki-laki. Kegemukan ternyata

tidak hanya berkaitan dengan OA pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga

dengan OA sendi lain. Disamping adanya faktor mekanis ( menanggung beban)

diduga terdapat faktor lain yang berperan dalam timbulnya kaitan tersebut. Peran

faktor metabolik dan hormonal pada kaitan antara OA dan kegemukan juga

disokong oleh adanya ikatan antara OA dengan PJK, DM dan hipertensi. Pasien

dengan OA mempunyai resiko OA dan Hipertensi yang lebih tinggi daripada

orang-orang tanpa OA.

6. Cedera sendi, Pekerjaan dan Olahraga

Page 4: OA

7. Kelainan pertumbuhan

8. Faktor lain

Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko

timbulnya OA. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat tidak

membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh rawan sendi.

Faktor-faktor yang diduga dapat menimbulkan keluhan adalah hipertensi,

merokok, kulit putih dan psikologis yang tidak baik(Soeroso dkk, 2006)..

SENDI-SENDI YANG TERKENA

Sendi carpometacarpal I, metatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut

dan paha(Soeroso dkk, 2006)..

RIWAYAT PENYAKIT

1. Nyeri

Keluhan inilah yang sering membawa pasien ke dokter. Nyeri biasanya

bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa

gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan raa nyeri yang lebih dibandingkan

dengan gerakan yang lain. Nyeri OA dapat juga berupa penjalaran atau akibat

radikulopati, misalnya pada OA servical dan lumbal. OA lumbal yang

menimbulkan stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri di betis dan

yang biasa disebut claudicatio intermitten(Soeroso dkk, 2006)..

2. Hambatan gerakan sendi

Gangguan ini biasanya bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan

dengan bertambahnya rasa nyeri(Soeroso dkk, 2006)..

3. Kaku pagi

Pada beberapa pasien, nyeri sendidapat timbul setelah imobilitas(Soeroso

dkk, 2006).

4. Krepitasi

Rasa gemeretak pada sendi yang sakit(Soeroso dkk, 2006).

5. Pembesaran sendi

Pasienmungkin menunjukkan sendinya pelan-pelan membesar(Soeroso

dkk, 2006).

6. Perubahan gaya berjalan

Page 5: OA

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua

pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut, atau panggul berkembang menjadi

pincang(Soeroso dkk, 2006)..

PEMERIKSAAN FISIS

1. Hambatan gerak

Perubahan ini seringkali seudah ada meskipun pada OA masih dini.

Biasanya berambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya

bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris

(seluruh arah) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja)

2. Krepitasi

Pemeriksaan ini lebih berarti pada pemeriksaan OA lutut. Pada awalnya

hanya berupa perasaan ada yang patah/ remukoleh pasien atau dokter yang

memeriksa. Gejala ini timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada

saat sendi digerakkan atau secara pasif dimanipulasi.

3. Pembengkakan sendi yang seringkali asimetris

Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul disebabkan oleh karena efusi

pada sendi yang biasanya tidak banyak (<100cc), sebab lain adalah karena ada

osteofit yang dapat mengubah permukaan sendi.

4. Tanda tanda peradangan

Tanda-tanda peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak, rasa

hangat yang merata, dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena

adanya sinovitis

5. Perubahan bentuk sendi/deformitas sendi yang permanen

Perubahan ini timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan

permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang

dan permukaan sendi.

6. Perubahan gaya berjalan

Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi

tumpuan berat badan(Soeroso dkk, 2006)..

Page 6: OA

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Radiografis sendi yang terkena

Gambaran radiografis sendi yang menyokong OA adalah

Penyempitan celah sendi yang seringkali terjadi asimetris

Peningkatan densitas tulang subchondral

Kista tulang

Osteofit pada pinggir sendi

Perubahan struktur anatomi sendi

Pemeriksaan penginderaan dan radiografi sendi lain

Penginderaan magnetik mungkin diperlukan. Bila OA pada pasien dicurigai

berkaitan dengan penyakit metabolik atau genetik seperti alkaptonuria, onchronosis,

displasia epifisis, hiperparatiroidisme, penyakit Paget/ hemokromatosis

Radiografi sendi lain juga harus dipertimbangkan pada pasien OA generalisata

Pasien dengan penyakit yang jarang tetapi berat (osteonekrosis, neuropati charcot,

pigmented sinovitis) perlu pemeriksaan yang lebih mendalam.

MRI dan mielografi mungkin diperlukan pada pasien dengan OA tulang.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan lanoratorium pada OA tidak banyak membantu, pada OA disertai

peradangan, mungkindidapatkan penurunan viscositas, pleositosis ringan sampai sedang,

peningkatan ringan sel peradangan (<8000) dan peningkatan protein(Soeroso dkk, 2006).

PEMANTAUAN PROGRESIVITAS DAN OUTCOME OA

Pengukuran nyeri sendi pada pasien

Pengukuran perubahan struktural anatomi pada sendi yang diserang

Pengukuran proses penyakit yang dinyatakan dengan perubahan metabolisme atau

perubahan kemampuan fungsional dari rawan sendi, artikuler, tulang subchondral

atau jaringan sendi lainnya(Soeroso dkk, 2006).

Page 7: OA

Jenis marker pada OA

PENGELOLAAN OSTEOARTHRITIS

Terapi non farmakologis

Edukasi

Terapi fisik dan rehabilitasi

Penurunan berat badan

Terapi farmakologis

Analgesik oral non opiat

Analgetik topikal

OAINS

Chondroprotectif

Steroid intraarticuler

Page 8: OA

Terapi bedah

Malalignment, deformitas lutut valgus varus

Arthroskopik debridement dan joint lavage

Ostotomi

Arthroplasti sendi total (Soeroso dkk, 2006).

Soeroso dkk, (2006). Osteoartritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II

Edisi Keempat. Ed: Sudoyo A, Setiyo Hadi B, Alwi I, Sumardibrata M, Setiyati.

Jakarta :Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Hal: 1195-1202.