Ny N Dengan CA Mammae

38
TUGAS DOKTER MUDA STASE BOYOLALI PERIODE 19-25 JANUARI 2015 CA RECTI Oleh : Alwidya Rosyid A P (G99141138) Adigama Priamas F (G99141140) Daniel Purbo R (G99141132) Pembimbing : dr. Junardi, Sp.B, FINACS

description

Presentasi Kasus RSUD Pandanarang

Transcript of Ny N Dengan CA Mammae

Page 1: Ny N Dengan CA Mammae

TUGAS DOKTER MUDA STASE BOYOLALI

PERIODE 19-25 JANUARI 2015

CA RECTI

Oleh :

Alwidya Rosyid A P (G99141138)

Adigama Priamas F (G99141140)

Daniel Purbo R (G99141132)

Pembimbing :

dr. Junardi, Sp.B, FINACS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

2014

Page 2: Ny N Dengan CA Mammae

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas saluran

cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah satu pemicu kanker rektal

adalah masalah nutrisi dan kurang berolah raga. Kanker rektal merupakan salah satu jenis

kanker yang tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia. Kanker rektal adalah

kanker yang menyerang kolon dan rektum. Namun, penyakit ini bukannya tidak dapat

disembuhkan. Jika penderita telah terdeteksi secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh

bisa mencapai 50 persen.3

Setiap waktu, kanker ini bisa menyerang seseorang. Risikonya akan terus meningkat

seiring dengan penambahan usia. Data dari Amerika Serikat dan Inggris memperlihatkan,

orang yang berusia antara 60 sampai 80 tahun berisiko tiga kali lipat dari kelompok usia

lainnya. Mereka yang memiliki riwayat peradangan saluran cerna seperti kolit usus kronis,

tergolong berisiko tinggi untuk berkembang menjadi kanker kolorektal. Demikian juga

dengan mereka yang memiliki riwayat penyakit kanker tersebut, risiko terkena penyakit ini

bisa menyerang pada kelompok usia mana pun di bawah 60 tahun. 3

Umumnya penderita datang dalam stadium lanjut, seperti kebanyakan tumor ganas

lainnya; 90% diagnosis karsinoma rekti dapat ditegakkan dengan colok dubur. Sampai saat

ini pembedahan adalah terapi pilihan untuk karsinoma rekti. 1,2,3,10

Page 3: Ny N Dengan CA Mammae

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI DAN ANATOMI

Carsinoma Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak di anterior

sakrum dan coccygeus panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid junction terletak pada

bagian akhir mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya dibungkus oleh

peritoneum. Di setengah bagian bawah rektum keseluruhannya adalah ektraperitoneal.1,2,

Karsinoma merupakan suatu proses pembelahan sel-sel (proliferasi) yang tidak

mengikuti aturan baku proliferasi yang terdapat dalam tubuh (proliferasi abnormal).

Proliferasi ini di bagi atas non-neoplastik dan neoplastik, non-neoplastik dibagi atas :

a. Hiperplasia adalah proliferasi sel yang berlebihan. Hal ini dapat normal karena

bertujuan untuk perbaikan dalam kondisi fisiologis tertentu misalnya kehamilan.

b. Hipertrofi adalah peningkatan ukuran sel yang menghasilkan pembesaran organ

tanpa ada pertambahan jumlah sel.

c. Metaplasia adalah perubahan dari satu jenis tipe sel yang membelah menjadi tipe

yang lain, biasanya dalam kelas yang sama tapi kurang terspesialisasi.

d. Displasia adalah kelainan perkembangan selular, produksi dari sel abnormal yang

mengiringi hiperplasia dan metaplasia.Perubahan yang termasuk dalam hal ini

terdiri dari bertambahnya mitosis, produksi dari sel abnormal pada jumlah besar

dan tendensi untuk tidak teratur.

Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis anorektal.

Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula dan sfingter.

Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan

fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis

pada insersi muskulus levator ani. Panjang rektum berkisar 10-15 cm, dengan keliling 15 cm

pada rectosigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang dewasa

dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan

longitudinal), dan lapisan serosa.5,11

Page 4: Ny N Dengan CA Mammae

Gambar 1 : Anatomi Rektum

Gambar 2: Lapisan dinding rektum

Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis superior, media,

dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan kelanjutan dari a. mesenterika

inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan. Arteri hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka

Page 5: Ny N Dengan CA Mammae

interna, arteri hemoroidalis inferior cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis

superior berasal dari 2 plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v.

Mesenterika inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak

berkatup sehingga tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma

rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis inferior

mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena kava.

Gambar 3 : Pembuluh darah Arteri dan Vena pada rektum

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang mengalirkan isinya

menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi

dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal.

Pembuluh rekrum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior

dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta.

Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut simpatik

berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2, 3, dan 4, serabut ini

mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi. Serabut parasimpatis berasal dari sakral 2, 3,

dan 4, serabut ini mengatur fungsi ereksi penis, klitoris dengan mengatur aliran darah ke

dalam jaringan.

Page 6: Ny N Dengan CA Mammae

2. ANGKA KEJADIAN

Di USA Ca kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang paling sering terjadi

dan nomor dua sebagai penyebab kematian di negara berkembang. Tahun 2005, diperkirakan

ada 145,290 kasus baru kanker kolorektal di USA, 104,950 kasus terjadi di kolon dan 40,340

kasus di rektal. Pada 56,300 kasus dilaporkan berhubungan dengan kematian, 47.700 kasus

Ca kolon dan 8,600 kasus Ca rectal. Ca kolorektal merupakan 11 % dari kejadian kematian

dari semua jenis kanker. 1, 4

Diseluruh dunia dilaporkan lebih dari 940,000 kasus baru dan terjadi kematian pada

hampir 500,000 kasus tiap tahunnya. (World Health Organization, 2003). Menurut data di RS

Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002, kanker rektal menempati urutan keenam dari 10

jenis kanker dari pasien yang dirawat di sana. Kanker rektal tercatat sebagai penyakit yang

paling mematikan di dunia selain jenis kanker lainnya. Namun, perkembangan teknologi dan

juga adanya pendeteksian dini memungkinkan untuk disembuhkan sebesar 50 persen, bahkan

bisa dicegah.1,3,4

Dari selutruh pasien kanker rektal, 90% berumur lebih dari 50 tahun. Hanya 5%

pasien berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat, laki – laki memiliki insidensi terbanyak

mengidap kanker rektal dibanding wanita dengan rasio bervariasi dari 8:7 - 9:5. 1,2

Page 7: Ny N Dengan CA Mammae

Gambar 4. Ca rekti

3. ETIOLOGI

Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa etiologi karsinoma rektum sama

seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui penyebabnya. Faktor predisposisi

munculnya karsinoma rektum adalah polyposis familial, defisiensi Imunologi, Kolitis

Ulseratifa, dan Granulomatosis. Faktor predisposisi penting lainnya yang mungkin berkaitan

adalah kebiasaan makan. Masyarakat yang dietnya rendah selulosa tapi tinggi protein hewani

dan lemak, memiliki insiden yang cukup tinggi.

Burkitt (1971) yang dikutip oleh Price dan Wilson mengemukakan bahwa diet rendah

serat, tinggi karbohidrat refined, mengakibatkan perubahan pada flora feces dan perubahan

degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian

dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat

yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, masa

transisi feses meningkat. Akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa

usus bertambah lama.

4. PATOFISIOLOGI KARSINOMA REKTUM

Pada mukosa rektum yang normal, sel-sel epitelnya akan mengalami regenerasi setiap

6 hari. Pada keadaan patologis seperti adenoma terjadi perubahan genetik yang mengganggu

proses diferensiasi dan maturasi dari sel-sel tersebut yang dimulai dengan inaktivasi gen

adenomatous polyposis coli (APC) yang menyebabkan terjadinya replikasi tak terkontrol.

Peningkatan jumlah sel akibat replikasi tak terkontrol tersebut akan menyebabkan terjadinya

mutasi yang akan mengaktivasi K-ras onkogen dan mutasi gen p53, hal ini akan mencegah

terjadinya apoptosis dan memperpanjang hidup sel.

Page 8: Ny N Dengan CA Mammae

Gambar 5. Patofisiologi Karsinoma Rektum

5. FAKTOR RESIKO

5.1. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease

5.1.1. Ulseratif Kolitis

Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon sekitar 1%

dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko perkembangan kanker pada

pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis dan berbanding lurus dengan

keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun,

8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun. Pendekatan yang direkomendasikan untuk

seseorang dengan risiko tinggi dari kanker kolorektal pada ulseratif kolitis dengan

mengunakan kolonoskopi untuk menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada

pasien dengan kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan berdasarkan

asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi sebelum terbentuknya invasif kanker. Sebuah studi

prospektif menyimpulkan bahwa kolektomi yang dilakukan dengan segera sangat esensial

untuk semua pasien yang didiagnosa dengan displasia yang berhubungan dengan massa atau

lesi, yang paling penting dari analisa mendemonstrasikan bahwa diagnosis displasia tidak

menyingkirkan adanya invasif kanker. Diagnosis dari displasia mempunyai masalah

tersendiri pada pengumpulan sampling spesimen dan variasi perbedaan pendapat antara para

ahli patologi anatomi.13

5.1.2. Penyakit Crohn’s

Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk menderita

kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan ulseratif kolitis. Keseluruhan

insiden dari kanker yang muncul pada penyakit crohn’s sekitar 20%. Pasien dengan striktur

kolon mempunyai insiden yang tinggi dari adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis.

Page 9: Ny N Dengan CA Mammae

Adenokarsinoma meningkat pada tempat strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari

dinding intestinal harus dilakukan pada saat melakukan strikturoplasty. Telah dilaporkan juga

bahwa squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik pasien

dengan crohn’s disease.14

Gambar 6. Crohn’s Disease

5.2. Faktor Genetik

5.2.1. Riwayat Keluarga

Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat kanker

kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang mempunyai

kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih

tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal

pada keluarganya.13

5.2.1. Herediter Kanker Kolorektal

Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal menuju mukosa

kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan adenokarsinoma yang besar

berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling penting dalam menegakkan diagnosa dari

sindrom kanker herediter yaitu riwayat kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat

pada adenoma yang lebih kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada ¾ dari

seluruh kanker kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon

dan adenoma yang besar.2 Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama dari

sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya. Dua sindrom ini,

Page 10: Ny N Dengan CA Mammae

dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki mekanisme yang

berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary non polyposis colorectal

cancer (HNPCC).13

5.2.1. FAP (Familial Adenomatous Polyposis)

Gen yang bertanggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang berlokasi pada

kromosom 5q21. Adanya defek pada APC tumor supresor gen dapat menggiring kepada

kemungkinan pembentukan kanker kolorektal pada umur 40 sampai 50 tahun. Pada FAP

yang telah berlangsung cukup lama, didapatkan polip yang sangat banyak untuk dapat

dilakukannya kolonoskopi polipektomi yang aman dan adekuat; ketika hal ini terjadi,

direkomendasikan untuk melakukan prophylactic subtotal colectomy diikuti dengan

endoskopi pada bagian yang tersisa. Idealnya prophylactic colectomy harus ditunda kecuali

terdapat terlalu banyak polip yang dapat ditangani dengan aman. Prosedur pembedahan

elektif harus sedapat mungkin dihindari ketika memungkinkan. Screening untuk polip harus

dimulai pada saat usia muda. Pasien dengan FAP yang diberi 400 mg celecoxib, dua kali

sehari selama enam bulan mengurangi rata rata jumlah polip sebesar 28%. Tumor lain yang

mungkin muncul pada sindrom FAP adalah karsinoma papillary thyroid, sarcoma,

hepatoblastomas, pancreatic carcinomas, dan medulloblastomas otak. Varian dari FAP

termasuk gardner’s syndrom dan turcot’s syndrom.13,15

Page 11: Ny N Dengan CA Mammae

Gambar 6. Familial Adenomatous Polyposis & Kolitis Ulseratifa

5.2.4. HNPCC (Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer)

Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk lynch’s sindrom I dan II.2 Generasi

multipel yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal muncul pada umur yang muda (±45

tahun), dengan predominan lokasi kanker pada kolon kanan. Abnormalitas genetik ini

terdapat pada mekanisme mismatch repair yang bertanggung jawab pada defek eksisi dari

abnormal repeating sequences dari DNA, yang dikenal sebagai mikrosatellite (mikrosatellite

instability). Retensi dari squences ini mengakibatkan ekspresi dari phenotype mutator, yang

dikarakteristikkan oleh frekuensi DNA replikasi error (RER+ phenotype), dimana

predisposisi tersebut mengakibatkan seseorang memiliki multitude dari malignansi primer.

Page 12: Ny N Dengan CA Mammae

Pasien dengan HNPCC mungkin juga memiliki adenoma sebaceous, carcinoma sebaceous,

dan multipel keratocanthoma, Termasuk kanker dari endometrium, ovarium, kandung kemih,

ureter, lambung dan traktus biliaris. Jika dibandingkan dengan sporadic kanker kolorektal,

tumor pada HNPCC seringkali poorly differentiated, dengan gambaran mucoid dan signet-

cell, reaksi yang mirip crohn’s (nodul lymphoid, germinal centers, yang berlokasi pada

perifer inflitrasi kanker kolorektal), kehadiran infiltrasi lymphocytes diantara tumor.

Karsinogenesis yang terakselerasi muncul pada HNPCC, pada keadaan ini adenoma kolon

yang berukuran kecil dapat menjadi karsinoma dalam 2-3 tahun, bila dibandingkan dengan

proses pada rata-rata kanker kolorektal yang membutuhkan waktu 8-10 tahun.

Pasien dengan HNPCC mempunyai kecenderungan untuk menderita kanker

kolorektal pada umur yang sangat muda, dan screening harus dimulai pada umur 20 tahun

atau lebih dini 5 tahun dari umur anggota keluarga yang pertama kali terdiagnosa kanker

kolorektal yang berhubungan HNPCC. Angka rata-rata pasien dengan HNPCC yang

didiagnosa menderita kanker kolorektal pada umur 44 tahun, dibandingkan dengan pasien

kontrol yang menderita kanker kolorektal pada umur 68 tahun. Prognosis dari pasien HNPCC

terlihat lebih baik daripada pasien dengan sporadic kanker kolon. Dari penelitian

menunjukkan bahwa pasien dengan HNPCC kurang mendapat manfaat dari adjuvant

kemoterapi berdasarkan kombinasi fluorourasil daripada pasien tanpa kelainan ini. 13,15

5.3. Diet

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat

berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan penelitian,

meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya hubungan antara serat dan

kanker kolorektal. Ada dua hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan

resiko kanker kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk

asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal. Mekanismenya

adalah menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi

insulin diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada

sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk menstimulus proliferasi

dan juga memperlihatkan interaksi oksigen reaktif. Pemaparan jangka panjang hal tersebut

dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi

berkelanjutan dari agen yang secara signifikan menghambat karsinogenesis kolon secara

experimental. Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya

fungsi pertahanan lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah

akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal,

Page 13: Ny N Dengan CA Mammae

karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif dengan

lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis dapat

meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini dapat dihambat

dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon; (b) agen anti-

inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut, misalnya resistensi insulin yang

berperan melalui tubuh dan kegagalan pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal,

dapat menjelaskan hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal.13,16

5.4. Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali untuk

memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar. Sedangkan merokok lebih

dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang

berukuran besar.

Diperkirakan 5000-7000 kematian karena kanker kolorektal di Amerika dihubungkan

dengan pemakaian rokok. Pemakaian alkohol juga menunjukkan hubungan dengan

meningkatnya risiko kanker kolorektal.

Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas, obesitas dan

asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap hewan, pembatasan asupan

energi telah menurunkan perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas

fisik menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang berhubungan

dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan yang

berkebalikan antara aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa

penurunan aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.

5.5. Usia

Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan wanita adalah

61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7 kali (2158 per 100.000

orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per 100.000 orang per

tahun) bila dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda (30-64 thn). Sekitar setengah

dari kanker yang terdiagnosa pada pria yang berusia lanjut adalah kanker prostat (451 per

100.000), kanker paru-paru (118 per 100.000) dan kanker kolon (176 per 100.000). Sekitar

48% kanker yang terdiagnosa pada wanita yang berusia lanjut adalah kanker payudara (248

per 100.000), kanker kolon (133 per 100.000), kanker paru paru (118 per 100.000) dan

kanker lambung (75 per 100.000).

Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko kanker kolorektal

pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker kolorektal meningkat bersamaan dengan

Page 14: Ny N Dengan CA Mammae

usia, terutama pada pria dan wanita berusia 50 tahun atau lebih, dan hanya 3% dari kanker

kolorektal muncul pada orang dengan usia dibawah 40 tahun. Lima puluh lima persen kanker

terdapat pada usia ≥ 65 tahun, angka insiden 19 per 100.000 populasi yang berumur kurang

dari 65 tahun, dan 337 per 100.000 pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun.13

Di Amerika seseorang mempunyai risiko untuk terkena kanker kolorektal sebesar 5%.

Sedangkan kelompok terbesar dengan peningkatan risiko kanker kolorektal adalah pada usia

diatas 40 tahun. Seseorang dengan usia dibawah empat puluh tahun hanya memiliki

kemungkinan menderita kanker kolorektal kurang dari 10%. Dari tahun 2000-2003, rata-rata

usia saat terdiagnosa menderita kanker kolorektal pada usia 71 tahun. Insidensi berdasarkan

usia dibawah 20 tahun sebesar 0,0%, 20-34 tahun sebesar 0,9%, 35-44 tahun sebesar 3,5%,

45-54 tahun sebesar 10,9%, 55-64 tahun sebesar 17,6%, 65-74 tahun sebesar 25,9%, 75-84

tahun sebesar 28,8%, dan > 85 sebesar 12,3%.17

6. MANIFESTASI KLINIK

6.1. Histologi

Histologi merupakan suatu faktor penting dalam hal etiologi, penanganan dan

prognosis dari kanker. Secara mikroskopis kanker kolorektal mempunyai derajat differensiasi

yang berbeda-beda, tidak hanya dari tumor yang satu dengan tumor yang lain tetapi juga dari

area ke area pada tumor yang sama, mereka cenderung mempunyai morfologi yang

heterogen. Gambaran histopatologis yang paling sering dijumpai adalah tipe adenocarcinoma

(90-95%), adenocarcinoma mucinous (17%), signet ring cell carcinoma (2-4%), dan sarcoma

(0,1-3%).

Pada penelitian mengenai gambaran histologi kanker kolorektal dari tahun 1998-2001

di Amerika Serikat yang melibatkan 522.630 kasus kanker kolorektal. Didapatkan gambaran

histopatologis dari kanker kolorektal sebesar 96% berupa adenocarcinoma, 2% karsinoma

lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma.

Proporsi dari epidermoid carcinoma, mucinous carcinoma dan carcinoid tumor banyak

diketemukan pada wanita. Secara keseluruhan, didapatkan suatu pola hubungan antara tipe

histopatologis, derajat differensiasi dan stadium dari kanker kolorektal. Adenocarcinoma

sering ditemukan dengan derajat differensiasi sedang dan belum bermetastase pada saat

terdiagnosa, signet ring cell carcinoma banyak ditemukan dengan derajat differensiasi buruk

dan telah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa, lain pula pada carcinoid tumor dan

sarcoma yang sering dengan derajat differensiasi buruk dan belum bermetastase pada saat

terdiagnosa, sedangkan small cell carcinoma tidak memiliki derajat differensiasi dan sering

sudah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa.

Page 15: Ny N Dengan CA Mammae

Dari 201 kasus kanker kolorektal periode 1994-2003 di RS Kanker Dharmais (RSKD)

didapatkan bahwa tipe histopatologis yang paling sering dijumpai adalah adenocarcinoma

[diferensiasi baik 48 (23,88%), sedang 78 (38,80%), buruk 45 (22,39%)], dan yang jarang

adalah musinosum 19 (9,45%) dan signet ring cell carcinoma 11 (5,47%). Jika dari hasil

penelitian di RSKD didapatkan bahwa frekuensi terbanyak adalah adenocarcinoma dengan

derajat differensiasi sedang (38,80%), maka lain halnya dengan penelitian yang dilakukan

oleh Soeripto et al di Jogjakarta pada tahun 2001 yang mendapati frekuensi derajat

differensiasi kanker kolorektal banyak didominasi oleh derajat differensiasi baik. Perbedaan

pola demografik dan klinis yang berhubungan dengan tipe histopatologis akan sangat

membantu untuk studi epidemiologi, laboratorium dan klinis di masa yang akan datang. 13,16

6.2. Gejala Klinis

Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah : 1,2,5,7,8,12

Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah segar

maupun yang berwarna hitam.

Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat BAB

Feses yang lebih kecil dari biasanya

Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada perut

atau nyeri

Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya

Mual dan muntah,

Rasa letih dan lesu

Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada daerah

gluteus.

6.3. Metastase

Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada saat

direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus. Metastase sering

ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan tulang.

Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rektum menuju

vena cava inferior, maka metastase kanker rektum lebih sering muncul pertama kali di paru-

paru. Berbeda dengan kolon dimana jalur limfatik dan vena menuju vena porta, maka

metastase kanker kolon pertama kali paling sering di hepar.11

7. DIAGNOSIS DAN STAGING

Page 16: Ny N Dengan CA Mammae

7.1. Diagnosis

Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker rektal, diantaranya

ialah : 1,2,5,7,8,9,12

1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik Antigen) dan Uji

faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan di jaringan

2) Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining awal.

Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal,

pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum,

tumor akan teraba keras dan menggaung.

Gambar 7. Pemeriksaan colok dubur pada Ca Rekti

Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan adanya suatu

penonjolan tepi, dapat berupa :

a. suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram yaitu suatu

plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas tegas.

b. suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi umumnya

mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi

c. suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang menonjol dengan

suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering)

d. suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan bentuk cincin

Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:

a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah

terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os

coccygis. Pada penderita perempuan sebaiknya juga dilakukan palpasi melalui

vagina untuk mengetahui apakah mukosa vagina di atas tumor tersebut licin dan

dapat digerakkan atau apakah ada perlekatan dan ulserasi, juga untuk menilai

Page 17: Ny N Dengan CA Mammae

batas atas dari lesi anular. Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan dengan

pemeriksaan colok dubur.

b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi

pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada lapisan

otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah mengalami ulserasi lebih dalam

umumnya terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke

struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina

atau dinding anterior uterus.

c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan karakteristik

pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau fiksasi lesi.

3) Dapat pula dengan Barium Enema,. yaitu Cairan yang mengandung barium dimasukkan

melalui rektum kemudian dilakukan seri foto x-rays pada traktus gastrointestinal bawah.

\

Gambar 8. Foto Rontgen dengan Barium Enema

4) Sigmoidoscopy , yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid

apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope dimasukkan

melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk

biopsi.

Page 18: Ny N Dengan CA Mammae

Gambar 9. Sigmoidoskopi

5) Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid

apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope dimasukkan

melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk

biopsi.

6) Biopsi. Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus dilakukan.

Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling sering yaitu

sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel

skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated

tumors.1,2

7.2. Staging

The American Joint Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM staging

system, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium (Stadium I-IV). 1,2,5

1. Stadium 0

Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum.yaitu pada

mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.

2. Stadium I

Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis dan

melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar kebagian terluar dinding

rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.

3. Stadium II

Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun tidak

menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.

Page 19: Ny N Dengan CA Mammae

4. Stadium III

Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar kebagian

tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.

5. Stadium IV

Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru, atau ovarium.

Disebut juga Dukes D rectal cancer

Gambar 7. Stadium Ca Recti I-IV

Tabel 1. CT Staging System for Rectal Cancer*

Stadium Deskripsi

T1 Massa polypoid Intraluminal; tidak ada penebalan pada dinding

rectum

T2 Penebalan dinding rectum >6 mm; tidak ada perluasan ke perirectal

T3a Penebalan dinding rectum dan invasi ke otot dan organ yang

berdekatan.

T3b Penebalan dinding rectum dan invasi ke pelvic atau dinding

abdominal

T4 Metastasis jauh, biasanya ke liver atau adrenal

 *Modified from Thoeni (Radiology, 1981)

Page 20: Ny N Dengan CA Mammae

Tabel 2. TNM/Modified Dukes Classification System*

TNM

Stadium

Modified Dukes

StadiumDeskripsi

T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submucosa

T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis propria

T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural

T2 N1 M0 C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric

T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran kelenjar mesenteric

T4 C2 Penyebaran ke organ yang berdekatan

Any T, M1 D Metastasis jauh

*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)

8. PENATALAKSANAAN

Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa adalah terapi

standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi standar untuk

kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :

8.1. Pembedahan

Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium I

dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga dilakukan

pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode penentuan stadium

kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical treatment dengan radiasi dan

kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant

chemotherapy, dan pada kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada

stadium II dan III. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun

sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih

membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang

tertinggal. 2,7

Tipe pembedahan yang dipakai antara lain : 1,2,9

Page 21: Ny N Dengan CA Mammae

Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat dihilangkan

tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker ditemukan dalam

bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.

Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan anastomosis.

Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu diidentifikasi apakah

limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.

Gambar 8. Reseksi dan Anastomosis Gambar 9. Reseksi dan Kolostomi

Pengangkatan kanker rektum biasanya dilakukan dengan reseksi abdominoperianal,

termasuk pengangkatan seluruh rectum, mesorektum dan bagian dari otot levator ani dan

dubur. Prosedur ini merupakan pengobatan yang efektif namun mengharuskan pembuatan

kolostomi permanen.

 Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker yang berada

di lokasi 1/3 atas dan tengah ( 5 s/d 15 cm dari garis dentate ) dapat dilakukan ” restorative

anterior resection” kanker 1/3 distal rectum merupakan masalah pelik. Jarak antara pinggir

bawah tumor dan garis dentate merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan

jenis operasi.

Goligher dkk berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa kegagalan operasi

”Low anterior resection ” akan terjadi pada kanker rectum dengan jarak bawah rectum

normal 2 cm. Angka 5 cm telah diterima sebagai jarak keberhasilan terapi. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh venara dkk pada 243 kasus menyimpulkan bahwa jarak lebih dari 3 cm

dari garis dentate aman untuk dilakukan operasi ” Restorative resection”. ”Colonal

anastomosis” diilhami oleh hasil operasi Ravitch dan Sabiston yang dilakukan pada kasus

kolitis ulseratif. Operasi ini dapat diterapkan pada kanker rectum letak bawah, dimana teknik

stapler tidak dapat dipergunakan. Local excision dapat diterapkan untuk mengobati kanker

Page 22: Ny N Dengan CA Mammae

rectum dini yang terbukti belum memperlihatkan tanda-tanda metastasis ke kelenjar getah

bening. Operasi ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yaitu transanal,

transpinchteric atau transsacral. Pendekatan transpinshter dan transacral memungkinkan

untuk dapat mengamati kelenjar mesorectal untuk mendeteksi kemungkinan telah terjadi

metastasis. Sedang pendekatan transanal memiliki kekurangan untuk mengamati keterlibatan

kelenjar pararektal.

Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan

sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui

reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini anus turut dikeluarkan.

Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan sigmoid

dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limf pararektum dan retroperitoneal

sampai kelenjar limf retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan

dikeluarkan seluruhnya dengan rektum melalui abdomen.

Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi dengan

menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal rendah.

Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas. Seleksi

penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan endoskopi

ultrasonografik untuk menentukan tingkat penyebaran di dalam dinding rektum clan adanya

kelenjar ganas pararektal.

Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum

1. Indikasi

Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate

T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound

Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara histologi

Ukuran kurang dari 3-4 cm

2. Kontraindikasi

Tumor tidak jelas

Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound

Termasuk Poorly diffrentiated secara histologi

9.2. Radiasi

Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III lanjut, radiasi

dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain radioterapi

adalah sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang

sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu.

Page 23: Ny N Dengan CA Mammae

Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan

setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis

sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiesi

telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak.

Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor

lokal yang unresectable. 1,2,9

9.3. Kemoterapi

Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit

residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien dimana

tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol ( Stadium II lanjut dan

Stadium III). Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan

leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti

metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole, (meningkatkan

sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka

kekambuhan kira – kira 15% dan menurunkan angka kematian kira – kira sebesar 10%. 1,2,9

10. PROGNOSIS

Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai berikut :

a. Stadium I - 72%

b. Stadium II - 54%

c. Stadium III - 39%

d. Stadium IV - 7%

Lima puluh persen dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa

kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi pada.

Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahu pertama setelah operasi. Faktor –

faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium

tumor, lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor. 2

BAB III

Page 24: Ny N Dengan CA Mammae

KESIMPULAN

Karsinoma rektal berasal dari epitel hampir sama dengan neoplasma kolon, jenis

terbanyak adalah adenokarsinoma. Umumnya didahului oleh kondisi pramaligna seperti

adenomatous, villous polyp, familial adenomatous polyposis dan kolitis ulseratif.

Karsinoma kolorektal masih merupakan penyebab kematian kedua untuk kanker

terutama di Amerika Serikat. Skrening awal untuk mengarahkan diagnosa Karsinoma

kolorektal penting dilakukan untuk meningkatkan survivalnya. Skrening awal yang dapat

dilakukan yaitu: pemeriksaan darah samar di feses, sigmodoskopi, kombinasi darah samar

feses dan sigmoidoskopi, kolonoskopi, dobel kontras barium enema.

Penyebab pasti karsinoma rektal belum diketahui, diduga dipengaruhi beberapa

komponen genetik dan faktor lingkungan. TNM Sistem Dikonversikan Kedalam Duke’s

Sistem yaitu :

Stadium I TNM = Duke’s A

Stadium II TNM = Duke’s B

Stadium III TNM = Duke’s C

Stadium IV TNM = Duke’s D

Sejak 1997 Diberlakukan Modifikasi Oleh AJCC

Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila sudah dijumpai

penyebaran tumor maka pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk mencegah

obstruksi, perforasi dan perdarahan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 25: Ny N Dengan CA Mammae

1. Hassan, Isaac., 2006. Rectal carcinoma. Available from www.emedicine.com. (Diakses

pada: 21 Januari 2015)

2. Cirincione, Elizabeth., 2005. Rectal Cancer. Available from www.emedicine.com.

(Diakses pada: 21 Januari 2015).

3. Anonim, 2006. Mengatasi Kanker Rektal. Republika online. Available from

www.republika.co.id. (Diakses pada: 21 Januari 2015)

4. American Cancer Society, 2006. Cancer Facts and Figures 2006. American Cancer

Society Inc. Atlanta

5. Anonim, 2006. A Patient’s Guide to Rectal Cancer. MD Anderson Cancer Center,

University of Texas.

6. Azamris, Nawawir Bustani, Misbach Jalins., 1997. Karsinoma Rekti di RSUP Dr. Jamil

Padang, Cermin dunia Kedokteran No.120. Available from http://www.kalbe.co.id

(Diakses pada: 21 Januari 2015)

7. Anonim, 2006. Rectal Cancer Facts : What’s You Need To Know. Available from

Available from www.healthABC.info. (Diakses pada: 21 Januari 2015)

8. Anonim, 2006. Rectal Cancer - Overview, Screening, Diagnosis & Staging. Available

from www.OncologyChannel.com. (Diakses pada: 21 Januari 2015)

9. Anonim, 2005. Rectal Cancer Treatment. Available from

www.nationalcancerinstitute.htm. (Diakses pada: 21 Januari 2015)

10. Marijata, 2006. Pengantar Dasar Bedah Klinis. Unit Pelayanan Kampus, FK UGM.

11. De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.

12. Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Buku Media

Aesculapius. Jakarta.

13. Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott Willi ams &

Wilkins: USA.p 201

14. Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States of America:

The McGraw-Hill Companies.

15. Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. the New England Journal of

Medicine. Available from www.pubmed.com. p.348:919-932, (Diakses pada: 21 Januari

2015)

Page 26: Ny N Dengan CA Mammae

16. Soeripto et al. Gastro-intestinal Cancer in Indonesia. Asian Pacific Journal of Cancer

Prevention, (Online), 2003; Vol. 4, No. 4, Available from http://www.apocp.org/

cancer_download/Vol4_No4/Soeripto.pdf,. (Diakses pada: 21 Januari 2015)

17. National Cancer Institute. 2006. SEER Cancer Statistics Review 1975-2003, Available

from http://seer.cancer.gov/statfacts/html/colorect.html. (Diakses pada: 21 Januari

2015)