repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8292/1/Devi Nur Ikkah Fitrih.pdf · ii APLIKASI ANALISA...
Transcript of repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8292/1/Devi Nur Ikkah Fitrih.pdf · ii APLIKASI ANALISA...
APLIKASI ANALISA SENSORI SPECTRUM DESCRIPTIVE ANALYSIS UNTUK PEMBENTUKAN DAN PELATIHAN PANELIS TERLATIH SEBAGAI
PENGUJIAN MUTU PRODUK MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG) DI PT. CHEIL JEDANG INDONESIA JOMBANG JAWA TIMUR
SKRIPSI
Oleh : DEVI NUR IKKAH FITRIH
NIM 135100501111011
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
ii
APLIKASI ANALISA SENSORI SPECTRUM DESCRIPTIVE ANALYSIS UNTUK PEMBENTUKAN DAN PELATIHAN PANELIS TERLATIH SEBAGAI
PENGUJIAN MUTU PRODUK MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG) DI PT. CHEIL JEDANG INDONESIA JOMBANG JAWA TIMUR
Oleh : DEVI NUR IKKAH FITRIH
NIM 135100501111011
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Aplikasi Analisa Sensori Spectrum Descriptive Analysis
untuk Pembentukan dan Pelatihan Panelis Terlatih
sebagai Pengujian Mutu Produk Monosodium Glutamat
(MSG) di PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang Jawa
Timur
Nama Mahasiswa : Devi Nur Ikkah Fitrih
NIM : 135100501111011
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Dosen Pembimbing
Kiki Fibrianto STP., M. Phil, Ph D
NIP. 19820206 200501 1 001
Tanggal Persetujuan : 25 September 2017
Pembimbing Lapang
Nugroho Bomo Prakoso S.Si
Supervisor Divisi QC
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Aplikasi Analisa Sensori Spectrum Descriptive Analysis
untuk Pembentukan dan Pelatihan Panelis Terlatih
sebagai Pengujian Mutu Produk Monosodium Glutamat
(MSG) di PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang Jawa
Timur
Nama Mahasiswa : Devi Nur Ikkah Fitrih
NIM : 135100501111011
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Dosen Penguji 1
Dr. Siti Narsito Wulan, STP., MP
NIP. 19731225 199903 2 001
Dosen Penguji 2
Prof. Dr. Teti Estiasih S.TP., MP
NIP. 19701226 200212 2 001
Dosen Pembimbing
Kiki Fibrianto STP., M. Phil, Ph D
NIP. 19820206 200501 1 001
Ketua Jurusan
Prof. Dr. Teti Estiasih S.TP., MP
NIP. 19701226 200212 2 001
Tanggal Persetujuan : 25 September 2017
Pembimbing Lapang
Nugroho Bomo Prakoso S.Si
Supervisor Divisi QC
v
RIWAYAT HIDUP
Devi Nur Ikkah Fitrih dilahirkan di Jombang pada tanggal
10 Mei 1995 dari ayah yang bernama Hartono dan Ibu
yang bernama Lina Ana Fitria sebagai anak pertama dari
tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SDN
Daditunggal (2001 – 2007), SMP Negeri 2 Ploso (2007 –
2010), SMA Negeri Ploso (2010 – 2013). Pada tahun 2013,
penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Brawijaya
dengan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan,
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian menalui jalur
SNMPTN. Selama studinya di Universitas Brawijaya, penulis aktif mengikuti
berbagai organisasi diantaranya Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian
(Himalogista) divisi Pendidikan dan Penalaran selama tiga periode sebagai staff
magang pada tahun 2013, sebagai staff pengurus pada tahun 2014, sebagai
staff ahli pada tahun 2015. Berbagai kegiatan kemahasiswaan pun aktif penulis
ikuti, diantaranya Himalogista Anniversary ke-15, OPJH 2014, kuliah tamu dan
lainnya. Penulis juga sempat terpilih menjadi Wakil Koordinator Konsumsi pada
acara Rapat Umum Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia dan masih
banyak lainnya. Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten praktikum Analisa
Sensori pada periode (2016 – 2017). Penulis juga sempat melaksanakan praktek
kerja lapang di PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang Indonesia di bagian Quality
Control sebagai bentuk pengasahan kemampuan selama kuliah di jurusan ini.
vi
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Devi Nur Ikkah Fitrih
NIM : 135100501111011
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul Skripsi : Aplikasi Analisa Sensori Spectrum Descriptive Analysis
untuk Pembentukan dan Pelatihan Panelis Terlatih sebagai
Pengujian Mutu Produk Monosodium Glutamat (MSG) di
PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang Jawa Timur
Menyatakan bahwa,
Skripsi dengan judul di atas benar merupakan karya asli penulis dengan
bimbingan dari dosen pembimbing Kiki Fibrianto, STP., M.Phil., Ph.D., Skripsi
tersebut belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun, apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya
bersedia dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.
Malang, 21 Agustus 2017
Pembuat Pernyataan,
Devi Nur Ikkah Fitrih
NIM. 135100501111011
vii
Bismillaahirrahmaanirrahiim . . .
Aku datang,
Aku bimbingan,
Aku revisi,
Aku ujian,
Aku revisi lagi,
Dan aku menang.
“Kunikmati setiap langkah dalam sebuah perjalananku. Proses demi
proses untuk meraih sebuah hasil. Wujud dari harapan dan impian yang
ada pada diriku. Meski belum semua kuraih, Insyaallah dengan dukungan
dan doa restu semua harapan dan impian akan terwujud. Sukses adalah
sebuah prestasi. Sementara, berjuang adalah suatu keharusan.
Terimakasih Bapak dan Ibu, karya kecil ini kupersembahkan”
viii
DEVI NUR IKKAH FITRIH. 135100501111011. APLIKASI ANALISA SENSORI SPECTRUM DESCRIPTIVE ANALYSIS UNTUK PEMBENTUKAN DAN PELATIHAN PANELIS TERLATIH SEBAGAI PENGUJIAN MUTU PRODUK MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG) DI PT. CHEIL JEDANG INDONESIA JOMBANG JAWA TIMUR. SKRIPSI.
Pembimbing : Kiki Fibrianto, S.TP., M. Phil., Ph.D.
RINGKASAN
Monosodium Glutamat (MSG) ditemukan pertama kali oleh Dr. Kikunae Ikeda seorang ahli kimia Jepang pada tahun 1909. Dr. Kikunae Ikeda mengisolasi asam glutamat tersebut dari rumput laut „kombu‟ yang biasa digunakan dalam masakan Jepang. Umami berasal dari bahasa Jepang ‟umai‟ yang berarti enak dan lezat. Monosodium Glutamat merupakan salah satu jenis bahan tambahan makanan (food additive) yang berfungsi sebagai pembangkit cita rasa atau dikenal masyarakat sebagai penyedap masakan. PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang merupakan salah satu cabang dari perusahaan asing bergerak di bidang biobisnis yang berasal dari Korea Selatan dengan MSG sebagai produk utamanya. Pengawasan mutu dilakukan secara menyeluruh terhadap proses produksi, dimulai dari pengolahan bahan baku hingga dihasilkan produk akhir berupa MSG. Salah satu pengujian mutu yang dapat dilakukan dalam hal mempertahankan kualitas produk MSG adalah dengan melakukan analisa sensori. Metode analisa sensori di PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang sudah diterapkan namun masih perlu perbaikan dan pengembangan lebih lanjut. Hal ini ditunjukkan dengan masih seringnya digunakan panelis yang berbeda dalam suatu pengujian produk. Pengunaan panelis yang berbeda dalam pengujian sensori produk di suatu industri akan menghasilkan data yang tidak relevan. Dimana seharusnya pengujian sensori suatu produk dalam skala industri harus digunakan seorang panelis terlatih yang terdiri dari 9 sampai dengan 15 orang untuk menentukan atribut dari karakteristik produk tersebut. Metode Spectrum Descriptive Analysis merupakan salah satu metode analisa deskriptif dalam pengujian sensori yang digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik atribut sensori produk pangan dengan menggunakan panelis terlatih. Panelis dapat dipilih dan dilatih untuk mengevaluasi suatu produk atau produk spesifik tertentu. Penentuan atribut sensori dalam metode ini berdasarkan karakterisasi dari produk MSG dan studi literatur yang ada. Pada metode ini, panelis mengukur intensitas atribut produk tersebut dengan menggunakan skala tidak terstruktur. Pembentukan panelis terlatih dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga bagian yaitu seleksi panelis, pelatihan panelis dan pengujian panelis. Seleksi panelis terdiri dari lima tahap yaitu wawancara lisan, wawancara tertulis, uji lima rasa dasar & aroma dasar, uji Threshold, uji Segitiga. Panelis yang lolos tahap seleksi selanjutnya mengikuti tahap pelatihan dengan menggunakan uji Skala. Kemuadian panelis terlatih akan melakukan pengujian deskritifi dengan metode Spektrum. Dalam uji deskriptif terdapat 18 sampel yang disajikan dengan kombinasi dari dua jenis larutan (air mineral & kaldu ayam), tiga jenis kristal MSG (small, fine, powder), dan tiga jenis konsentrasi (0,03 %, 0,04 %, 0,05 %). Ketiga jenis kristal MSG tersebut akan dilarutkan kedalam dua jenis larutan yaitu larutan air mineral dan larutan kaldu dengan menggunakan tiga jenis konsentrasi yang
ix
berbeda. Analisa data yang digunakan adalah ANOVA GLM (General Linear Model), hasil yang menunjukkan berbeda nyata akan dianalisa lebih lanjut dengan menggunkan uji lanjut Fisher.
Hasil penelitian didapatkan 12 panelis terlati yang berasal dari karyawan tetap PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang. Ke 12 karyawan tetap ini telah lolos dalam berbagai pengujian sensori dan dapat dinyatakan sebagai panelis terlatih. Adanya panelis terlatih ini dapat digunakan untuk pengujian mutu produk akhir MSG dengan menggunakan analisa sensori oleh PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa atribut sensori yang dominan terdapat pada jenis larutan yaitu kaldu ayam, diantaranya adalah rasa (manis, asin, pahit, dan umami), after-taste (manis, asin, dan umami), mouthfeel (berlemak, berminyak, kental, cair), warna (bening, keruh, kuning), dan flavor gurih. Perbedaan jenis kristal dan jenis konsentrasi tidak begitu berpengaruh terhadap atribut sensori dari MSG. Kata kunci : MSG, panelis, jenis larutan, metode Spectrum Descriptive Analysis
x
DEVI NUR IKKAH FITRIH. 135100501111011. APLLICATION SENSORY
ANALYSIS WITH SPECTRUM DESCRIPTIVE ANALYSIS METHOD FOR THE
FORMATION OF TRAINED PANELLISTS AS QUALITY CONTROL OF
MONOSODIUM GLUTAMATE AT CHEIL JEDANG INDONESIA JOMBANG
COMPANY. Undergraduated Thesis.
Supervisor : Kiki Fibrianto, S.TP., M. Phil., Ph.D.
SUMMARY
Monosodium Glutamate (MSG) was first discovered by Dr. Kikunae Ikeda a Japanese chemist in 1909. Kikunae Ikeda isolates the glutamic acid from the 'kombu' seaweed commonly used in Japanese cuisine. Umami comes from the Japanese 'umai' which means delicious and delicious. Monosodium Glutamate is one type of food additive (food additive) that serves as a flavor generator or known to the public as a flavoring dish. PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang is one of the branches of foreign companies engaged in the field of business from South Korea with MSG as its main product. Quality control is done thoroughly to the production process, starting from the processing of raw materials to produce the final product of MSG. One quality test that can be done in terms of maintaining the quality of MSG products is to perform sensory analysis.
Sensory Analysis Method at PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang already drawn but still needs improvement and further development. This is contained by still being used by different panelists in a product. The use of different panels in sensory testing of products within an industry will result in irrelevant data. Where to test the sensory of a product on an industrial scale should be used a panelist consisting of 9 to 15 people to determine the attributes of the product features. Spectrum Analysis Method Descriptive analysis is one of the descriptive analysis methods in sensory testing used to describe the attributes of product sensory by using panelists. Panelists may be selected and trained for a particular product or product. Determination of sensory attributes in this method is a product of the MSG category and existing literature studies. In this method, the panelists measure the intensity of the product using an unstructured scale. The formation of panelists in this study was conducted in three parts: panel panel, panel panel and panel panel. The panelist selection consists of five stages: oral interview, written interview, five basic tastes & basic aroma tests, Threshold test, Triangle test. The panelists who pass the next selection stage with the training stage using the Scale test. Kemuadian panelists will perform deskritifi test with Spectrum method. In the descriptive test there were 18 samples presented with a combination of two types of solutions (three types of MSG crystals (small, refined, powdered), and three types of concentrations (0.03%, 0.04%, 0.05%). the MSG crystals will be dissolved into two types of heat and broth solutions using three different types of concentrations.The data analysis used is the ANOVA GLM (General Linear Model), the results showing the real difference will be analyzed further by using Fisher's further test.
The result of this research is 12 panelists from PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang. These 12 permanent employees have passed in various sensory tests and can be declared as trained panelists. The existence of these trained
xi
panelists can be used for testing the quality of MSG final products by using sensory analysis by PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang. The results also show that the dominant sensory attributes are found in the types of solutions: chicken broth, including flavors (sweet, salty, bitter, and umami), after-taste, moutefeel (fatty, oily, liquid), color (clear, turbid, yellow), and savory flavor. Differences in the type of crystals and types of concentrations do not significantly affect the sensory attributes of MSG.
Keywords : MSG, panelists, types of solutions, methods Spectrum Descriptive Analysis
xii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaiakn laporan skripsi dengan judul “Aplikasi Analisa
Sensori Spectrum Descriptive Analysis untuk Pembentukan dan Pelatihan
Panelis Terlatih sebagai Pengujian Mutu Produk Monosodium Glutamat (MSG) di
PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang Jawa Timur” Pada kesempatan ini tidak
lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang berperan
dalam penyelesaian laporan ini, yakni kepada :
1. Bapak Kiki Fibrianto, STP.,M.Phil.,Ph.D, selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, arahan, Ilmu dan Pengetahuan hingga
laporan ini terselesaikan dengan baik
2. Bapak Nugroho Bomo Prakoso S.Si, selaku pembimbing lapang di PT.Cheil
Jedang Indonesia Jombang dengan penuh kesabaran membagikan ilmu
dan memberikan arahan hingga laporan ini terselesaikan dengan baik
3. Prof. Dr. Teti Estiasih S.TP., M.P., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Beserta
selaku dosen penguji kedua atas segala saran dan masukannya
4. Dr. Siti Narsito Wulan S.TP., M.P., selaku dosen penguji pertama atas
segala saran dan masukannya.
5. Pemimpin perusahaan PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang dan seluruh
karyawan PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang
6. Kedua orang tua, Hartono dan Lina Ana Fitria serta kedua saudara tercinta
Adelia Riski Nur Fitriasari dan Dhamar Adi Sasmito yang selalu
memberikan dukungan baik moril maupun formil
7. Teman – teman tercinta yang selalu bersama, Dinar Ayu Kusuma P, Devi
Farisa Maulidiah, Meidina Widya Herdian, Astri Prastiti. Dan juga teman
spesial saya M. Hakimutsani Nugroho. Terima kasih atas dukungannya
8. Teman-teman Sensoris 2012 dan Sensoris 2013 yang telah membantu
dalam penulisan skripsi maupun pelaksanaan penelitian
9. Teman teman THP 2013 yang telah menempuh perkuliahan bersama
10. Keduabelas panelis terlatis diantaranya Mas Dheo, Mas Dedy, Mas Udin,
Mas Faisol, Mas Saiful, Mas Heru, Mas Hery, Mas Priya, Mas Hajar, Mas
xiii
Adi, Mas Andi, dan Mas Toro, atas kekompakan dan kerjasamanya
selama tahap awal hingga akhir.
Menyadari bahwa dalam pembuatan laporan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan, penulis memohon maaf yang sebesar – besarnya. Penulis
mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penyusun maupun
pihak yang membutuhkan. Terima kasih.
Malang, 21 Agustus 2017
Penulis
Devi Nur Ikkah Fitrih
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP .................................................................................................. v
PERSYARATAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................................. vi
HALAMAN PERUNTUKKAN ................................................................................ vii
RINGKASAN ......................................................................................................... viii
SUMMARY ............................................................................................................ x
KATA PENGANTAR ............................................................................................. xii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xxi
I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 4
1.3 Tujuan ................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
1.5 Hipotesa ................................................................................................ 5
II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 6
2.1 Pengertian MSG .................................................................................... 6
2.1.1 Zat dalam MSG ...................................................................................... 7
2.1.2 Metabolisme MSG dalam Tubuh ............................................................ 9
2.1.3 Mekanisme Terdeteksi Rasa .................................................................. 11
2.1.4 Aroma MSG ........................................................................................... 14
2.1.5 Jenis MSG ............................................................................................. 14
2.1.6 Bahan Baku Pembuatan MSG ............................................................... 16
2.1.7 Proses Produksi MSG ............................................................................ 18
2.1.8 Jenis Kristal MSG .................................................................................. 23
2.2 Jenis Larutan ......................................................................................... 25
2.2.1 Kaldu Ayam ........................................................................................... 25
2.2.2 Air Mineral ............................................................................................. 28
xv
2.3 Pengujian Mutu ...................................................................................... 30
2.3.1 Uji Pengenalan dan Aroma Rasa Dasar................................................. 32
2.3.2 Uji Threshold ......................................................................................... 32
2.3.3 Uji Segitiga ............................................................................................ 33
2.3.4 Uji Skala ................................................................................................ 33
2.3.5 Uji Deskriptif Medode Spektrum ............................................................. 34
2.3.6 Persepsi Sensori .................................................................................... 35
III METODE PENELITIAN ................................................................................... 37
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ........................................................... 37
3.2 Bahan, Peralatan dan Instrumen Penelitian ........................................... 37
3.2.1 Bahan Penelitian .................................................................................... 37
3.2.2 Peralatan Penelitian ............................................................................... 37
3.2.3 Instrumen Penelitian .............................................................................. 37
3.3 Metode Penelitian .................................................................................. 38
3.4 Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 38
3.4.1 Persiapan Sampel ................................................................................. 38
3.4.2 Seleksi Panelis ...................................................................................... 53
3.4.3 Pelatihan Panelis ................................................................................... 58
3.4.4 Uji Spektrum Atribut Sensori MSG ......................................................... 60
3.4.5 Diagram Alir ........................................................................................... 62
IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 65
4.1 Seleksi Panelis ...................................................................................... 72
4.1.1 Perekrutan Panelis ................................................................................ 72
4.1.2 Acuity Test (Seleksi Sensori) ................................................................. 84
4.2 Pelatihan Panelis ................................................................................... 105
4.3 Uji Deskriptif Metode Spektrum .............................................................. 139
V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 161
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 161
5.2 Saran ..................................................................................................... 162
DARTAR PUSTAKA ............................................................................................. 163
LAMPIRAN ............................................................................................................ 169
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengelompokan Jenis Kristal MSG Berdasarkan Ukuran Mesh........... 24
Tabel 2.2 Persyaratan Mutu Kaldu ...................................................................... 25
Tabel 2.3 Komposisi Kimia yang Terkandung Dalam Ekstrak Daging
Ayam ................................................................................................... 27
Tabel 3.1 Gambaran Rancangan Pengujian Utama ............................................ 40
Tabel 3.2 Konsentrasi Sampel Uji Pengenalan Rasa Dasar ................................ 55
Tabel 3.3 Konsentrasi Sampel Uji Threshold ....................................................... 56
Tabel 3.4 Kode dan Konsentrasi Sampel Uji Segitiga MSG dan Garam .............. 57
Tabel 3.5 Kode dan Konsentrasi Sampel Uji Segitiga MSG dan GMP ................. 57
Tabel 3.6 Bahan dan Konsentrasi Artibut Pelatihan Panelis ................................ 60
Tabel 4.1 Hasil p-value Uji Threshold pada setiap Konsentrasi .......................... 89
Tabel 4.2 Hasil Nilai BET Uji Threshold ............................................................... 94
Tabel 4.3 Perubahan ID Panelis .......................................................................... 106
Tabel 4.4 Bahan dan Konsentrasi Artibut Pelatihan Panelis ................................ 107
Tabel 4.5 Hasil Nilai PCC dan p-value Uji Skala ................................................. 108
Tabel 4.6 Hasil p-value Atribut yang Digunakan .................................................. 140
Tabel 4.7 Hasil Uji Fisher Atribut Rasa Manis MSG pada Jenis Larutan ............. 142
Tabel 4.8 Hasil Uji Fisher Atribut Rasa Manis MSG pada Jenis Kristal ................ 143
Tabel 4.9 Hasil Uji Fisher Atribut Rasa Asin MSG pada Jenis Larutan ................ 144
Tabel 4.10 Hasil Uji Fisher Atribut Rasa Asin MSG pada Jenis Konsentrasi ......... 145
Tabel 4.11 Hasil Uji Fisher Atribut Rasa Pahit MSG pada Jenis Larutan ............... 146
Tabel 4.12 Hasil Uji Fisher Atribut Rasa Pahit MSG pada Jenis Kristal ................. 146
Tabel 4.13 Hasil Uji Fisher Atribut Rasa Pahit MSG pada Jenis Konsentrasi ........ 147
Tabel 4.14 Hasil Uji Fisher Atribut Rasa Umami MSG pada Jenis Larutan ............ 148
Tabel 4.15 Hasil Uji Fisher Atribut After-taste Manis MSG pada Jenis
Larutan ................................................................................................ 149
Tabel 4,16 Hasil Uji Fisher Atribut After-taste Asin MSG pada Jenis Larutan ........ 150
Tabel 4,17 Hasil Uji Fisher Atribut After-taste Asin MSG pada Jenis ....................
Konsentrasi ......................................................................................... 151
Tabel 4,18 Hasil Uji Fisher Atribut After-taste Umami MSG pada Jenis
Larutan ................................................................................................ 152
xvii
Tabel 4,19 Hasil Uji Fisher Atribut Mouthfeel Kental MSG pada Jenis
Larutan ................................................................................................ 153
Tabel 4,20 Hasil Uji Fisher Atribut Mouthfeel Berlemak MSG pada Jenis
Larutan ................................................................................................ 154
Tabel 4.21 Hasil Uji Fisher Atribut Mouthfeel Berminyak MSG pada Jenis
Larutan ................................................................................................ 155
Tabel 4,22 Hasil Uji Fisher Atribut Mouthfeel Cair MSG pada Jenis
Larutan ................................................................................................ 156
Tabel 4.23 Hasil Uji Fisher Atribut Warna Bening MSG pada Jenis Larutan .......... 157
Tabel 4.24 Hasil Uji Fisher Atribut Warna Kuning MSG pada Jenis Larutan ......... 158
Tabel 4.25 Hasil Uji Fisher Atribut Warna Keruh MSG pada Jenis Larutan ........... 158
Tabel 4.26 Hasil Uji Fisher Atribut Flavor Gurih MSG pada Jenis Larutan ............. 160
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Rumus Bangun Monosodium Glutamat (MSG) .................................... 6
Gambar 2.2 Tabel Kandungan Glutamat Bebas Dalam Air Susu ............................ 9
Gambar 2.3 Kandungan Glutamat Bebas Dalam Tubuh Manusia ........................... 9
Gambar 2.4 Grafik Perbandingan Penggunaan MSG Dan Non MSG ...................... 13
Gambar 2.5 Diagram Alir Proses Produksi MSG ..................................................... 18
Gambar 2.6 Jenis Kristal MSG ................................................................................ 24
Gambar 2.7 Syarat Mutu Air Minum Dalam Kemasan ............................................. 29
Gambar 3.1 Peletakan Sampel MSG dan Garam pada Uji Segitiga ........................ 57
Gambar 3.2 Peletakan Sampel MSG dan GMP pada Uji Segitiga ........................... 57
Gambar 3.3 Diagram Alir Persiapan Sampel ........................................................... 62
Gambar 3.4 Diagram Alir Seleksi Panelis ................................................................ 63
Gambar 3.5 Diagram Alir Pelatihan Panelis ............................................................ 64
Gambar 3.6 Diagram Alir Pengujian Utama ............................................................ 64
Gambar 4.1 Denah laboratorium Analisa Sensori ................................................... 69
Gambar 4.2 Persentase Panelis tentang Pengetahuan BTP & MSG ....................... 74
Gambar 4.3 Persentase Panelis tentang Fungsi MSG ............................................ 75
Gambar 4.4 Persentase Tingkat Konsumsi MSG .................................................... 75
Gambar 4.5 Persentase Panelis tentang Pengetahuan Takaran Saji MSG ............. 76
Gambar 4.6 Persentase Panelis tentang Gambaran Umum MSG (Rasa) ............... 76
Gambar 4.7 Persentase Panelis tentang Gambaran Umum MSG (Aroma) ............. 77
Gambar 4.8 Persentase Panelis tentang Gambaran Umum MSG (Warna) ............. 78
Gambar 4.9 Persentase Panelis tentang Pengetahuan MSG Tidak Layak
Konsumsi ............................................................................................ 78
Gambar 4.10 Persentase Panelis tentang Analisa Sensori ....................................... 79
Gambar 4.11 Persentase Panelis tentang Pentingnya Analisa Sensori ..................... 79
Gambar 4.12 Grafik Ketersediaan Waktu Calon Panelis ........................................... 81
Gambar 4.13 Grafik Kebiasaan Merokok Calon Panelis ............................................ 82
Gambar 4.14 Grafik Alergi Calon Panelis .................................................................. 82
Gambar 4.15 Grafik Status Kesehatan Calon Panelis ............................................... 83
Gambar 4.16 Grafik Pola Makan Calon Panelis ........................................................ 84
Gambar 4.17 Grafik Kesukaan Rasa Calon Panelis .................................................. 84
Gambar 4.18 Grafik Individual Plot Data Uji Pengenalan Aroma ............................... 86
xix
Gambar 4.19 Grafik Individual Plot Data Uji Pengenalan Rasa ................................. 87
Gambar 4.20 Grafik Respon Calon Panelis Uji Threshold Rasa Manis .................... 90
Gambar 4.21 Grafik Respon Calon Panelis Uji Threshold Rasa Asin ....................... 91
Gambar 4.22 Grafik Respon Calon Panelis Uji Threshold Rasa Asam ..................... 91
Gambar 4.23 Grafik Respon Calon Panelis Uji Threshold Rasa Pahit ...................... 92
Gambar 4.24 Grafik Respon Calon Panelis Uji Threshold Rasa Umami................... 93
Gambar 4.25 Grafik Scatterplot Respon Calon Panelis Uji Segitiga sampel
MSG dan Garam ................................................................................. 99
Gambar 4.26 Grafik Scatterplot Respon Calon Panelis Uji Segitiga sampel
MSG dan GMP .................................................................................... 100
Gambar 4.27 Skala Garis Tidak Terstruktur .............................................................. 105
Gambar 4.28 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut Aroma Gula
Pasir ................................................................................................... 109
Gambar 4.29 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut Rasa Asam ............. 110
Gambar 4.30 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut After-taste
Asin ................................................................................................... 111
Gambar 4.31 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut After-taste
Manis .................................................................................................. 111
Gambar 4.32 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut Muthfeel Kesat ........ 112
Gambar 4.33 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut Mouthfeel Licin ........ 113
Gambar 4.34 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut Mouthfeel
Kental .................................................................................................. 114
Gambar 4.35 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut Mouthfeel Cair ......... 114
Gambar 4.36 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut Mouthfeel
Berminyak ........................................................................................... 115
Gambar 4.37 Grafik Individual Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 1 ......................... 117
Gambar 4.38 Grafik Individual Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 2 ......................... 119
Gambar 4.39 Grafik Individual Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 3 ......................... 120
Gambar 4.40 Grafik Individual Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 4 ......................... 122
Gambar 4.41 Grafik Individual Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 5 ......................... 124
Gambar 4.42 Grafik Individual Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 6 ......................... 126
Gambar 4.43 Grafik Individual Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 7 ......................... 129
Gambar 4.44 Grafik Individual Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 8 ......................... 131
Gambar 4.45 Grafik Individual Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 9 ......................... 132
Gambar 4.46 Grafik Individual Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 10 ....................... 134
xx
Gambar 4.47 Grafik Individual Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 11 ....................... 136
Gambar 4.48 Grafik Individual Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 12 ....................... 137
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Pernyataan Panelis ................................................................ 169
Lampiran 2 Kuisioner Wawancara Lisan ................................................................ 170
Lampiran 3 Kuisioner Wawancara Tertulis ............................................................. 171
Lampiran 4 Kuisioner Uji Pengenalan Rasa Dasar ................................................. 173
Lampiran 5 Kuisioner Uji Threshold ....................................................................... 175
Lampiran 6 Kuisioner Uji Segitiga .......................................................................... 176
Lampiran 7 Kuisioner Uji Pelatihan / Skala ............................................................. 177
Lampiran 8 Hasil Penilaian Uji Lima Rasa Dasar ................................................... 183
Lampiran 9 Tabel Binomial ..................................................................................... 184
Lampiran 10 Hasil Penilaian Uji Treshold ................................................................. 185
Lampiran 11 Hasil Penilaian Uji Segitiga .................................................................. 187
Lampiran 12 Tabel Nilai Kritis Korelasi ..................................................................... 188
Lampiran 13 Hasil Minitab 17 Paired T-Test dan Person Correlation Uji
Skala ................................................................................................... 189
Lampiran 14 Hasil Minitab 17 Uji Fisher pada Uji Utama .......................................... 195
Lampiran 15 Dokumentasi Pengujian Sensori .......................................................... 199
Lampiran 16 Hasil Pengujian Kimia Kaldu Ayam ...................................................... 200
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Monosodium Glutamat ditemukan pertama kali oleh Dr. Kikunae Ikeda
seorang ahli kimia Jepang pada tahun 1909. Dr. Kikunae Ikeda mengisolasi
asam glutamat tersebut dari rumput laut „kombu‟ yang biasa digunakan dalam
masakan Jepang. Penemuan rasa lezat dan gurih dari MSG berbeda dengan
rasa yang pernah dikenalnya. Oleh karena itu, dia menyebut rasa itu dengan
sebutan „umami‟. Umami berasal dari bahasa Jepang ‟umai‟ yang berarti enak
dan lezat. Rasa umami ini dapat bertahan lama, karena di dalamnya terdapat
suatu komponen L-glutamat dan 5-ribonukleotida (Wakidi, 2012). MSG
merupakan turunan kimia garam monosodium (natrium glutamat atau sodium
glutamate) berupa kristal berwarna putih yang sangat stabil pada penyimpanan
dalam waktu lama pada suhu ruang. Permintaan terhadap Monosodium Glutamat
dalam masyarakat dunia cukup besar yakni mencapai 1,1 juta ton per tahun.
Meskipun demikian, penggunaan Monosodium Glutamat juga mengalami
kontroversi karena Monosodium Glutamat dapat menyebabkan gejala
hipersensitif terhadap asam glutamat (Monosodium Glutamat complex
syndrome). Oleh sebab itu organisasi pangan dan kesehatan dunia
mengelompokan Monosodium Glutamat sebagai bahan tambahan pangan nilai
Acceptable Daily Intake (ADI) sebesar 120 mg/kg badan perhari. Salah satu
perusahaan yang memproduksi Monosodium Glutamat dalam jumlah besar atau
dalam skala industri adalah PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang.
PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang merupakan salah satu cabang dari
perusahaan asing yang bergerak dibidang biobisnis yang berasal dari Korea
Selatan dengan Monosodium Glutamat sebagai produk utamanya. Didukung
dengan kecanggihan peralatan dan sumber daya manusia yang dimiliki,
menjadikan PT. Cheil Jedang Indonesia yang terdepan dibidangnya. Pengolahan
Monosodium Glutamat di PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang meliputi
beberapa tahapan penting yang harus dilakukan, yang mana pada tiap tahapan
tersebut sangat membutuhkan adanya suatu sistem pengawasan terhadap
bahan baku, proses, maupun mutu produk yang dihasilkan. Pengawasan mutu
perlu dilakukan secara menyeluruh terhadap proses produksi, yang dimulai dari
2
pengolahan bahan mentah hingga dihasilkan produk akhir berupa MSG. Hal ini
dilakukan untuk menjamin keamanan dan kualitas produk yang dihasilkan. Salah
satu analisa yang dapat dilakukan dalam hal mempertahankan kualitas produk
akhir dari Monosodium Glutamat adalah dengan melakukan analisa sensori
sebagai pengujian mutu produk akhir MSG. Analisa sensori di PT. Cheil Jedang
Indonesia Jombang sudah diterapkan namun masih perlu perbaikan dan
pengembangan lebih lanjut. Hal ini ditunjukkan data yang diperoleh penulis pada
saat melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Cheil Jedang Indonesia
Jombang tahun 2016. Dimana dalam pengujian sensori suatu produk
menggunakan panelis yang berbeda pada setiap pengujian, hasil yang diperoleh
tentunya tidak relevan. Di dalam sutau industri pangan apabila ingin diterapkan
analisa sensori sebagai salah satu metode pengujian mutu produk seharusnya
panelis yang digunakan adalah panelis tetap dan sudah terlatih. Panelis terlatih
merupakan panelis yang berasal dari karyawan tetap perusahaan tersebut terdiri
dari 9 samapi dengan 15 orang. Hal tersebut yang melatarbelakangi penulis
melakukan penelitian pembentukan dan pelatihan karyawan tetap PT. Cheil
Jedang Indonesia Jombang sebagai panelis terlatih. Adanya panelis terlatih ini
dapat digunakan untuk pengujian mutu produk akhir MSG dengan menggunakan
analisa sensori oleh PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang.
Analisa sensori merupakan metode ilmiah untuk mengukur, menganalisis dan
menginterpretasikan reaksi yang diterima oleh lima indra manusia (penglihatan,
penciuman, pencicipan, perabaan dan pendengaran) terhadap karakteristik
produk pangan dan bahan lainnya. Analisa sensori digunakan untuk mendeteksi
adanya perbedaan, mengkarakterisasi dan mengkuantifikasikan atribut sensori,
serta mengukur penerimaan produk pangan. Kekhasan dari metode uji sensori
adalah penggunaan manusia sebagai instrumen ukurnya. Analisa sensori di
industri pangan banyak digunakan untuk keperluan pengembangan produk dan
pengendalian mutu. Aplikasi lain yang sangat memerlukan analisa sensori
meliputi penentuan umur simpan, pemetaan produk, spesifikasi produk dan
penjaminan mutu, reformulasi produk, dan penerimaan produk. Ketentuan
penggunaan metode - metode analisa sensori untuk keperluan pengembangan
produk dan quality control pada umumnya memiliki ketentuan yang berbeda. PT.
Cheil Jedang Indonesia Jombang merupakan industri besar dalam memproduksi
Monosodium Glutamat, yang mana dalam pendistribusiannya juga dalam skala
industri. Monosodium Glutamat sendiri merupakan bahan tambahan pangan
3
yang dalam penggunaannya akan dikombinasikan langsung dengan makanan
yang akan dikonsumsi manusia. Pentingnya analisa sensori diterapkan di PT.
Cheil Jedang Indonesia Jombang adalah sebagai salah satu metode pengujian
mutu produk akhir Monosodium Glutamat dengan hasil karakteristik dari atribut
sensori masing – masing produk. Untuk mendapatkan hasil yang relevan dalam
analisa sensori di suatu perusahaan sebaiknya digunakan penelis terlatih yang
berasal dari karyawan tetap perusahaan tersebut. Pemahaman karyawan yang
bergerak dalam kedua bidang tersebut terhadap dasar – dasar pengujian
sensori untuk menjamin hasil uji yang diperoleh merupakan hal yang kritikal,
termasuk cara pengambilan keputusan sesuai dengan kaidah – kaidah statistika
yang berlaku. Oleh karena itu dalam hal ini perlu dirancang dan dipersiapkan
suatu kelompok yang disebut “Panelis Terlatih”. Panelis terlatih berasal dari
karyawan PT. Cheil Jedang Indonesia, Jombang.
Dalam analisa sensori, salah satu metode yang dapat digunakan untuk
membentuk suatu kelompok panelis terlatih adalah dengan menggunakan
metode analisa deskriptif Spektrum. Analisa sensori deskriptif Spektrum
merupakan analisa deskripsi yang terdiri dari karakterisasi deskripsi lengkap,
rinci, dan akurat pada atribut mutu suatu produk. Karakteristik ini akan
memberikan informasi mengenai atribut sensori yang dirasakan dengan tingkat
atau intensitas yang berbeda. Penentuan atribut sensori yang digunakan dalam
metode deskriptif Spektrum berdasarkan karakteristik produk MSG PT. Cheil
Jedang Indonesia Jombang dan juga literatur yang ada. Dalam pengujian ini
digunakan panelis terlatih yang terdiri dari karyawan tetap PT. Cheil Jedang
Indonesia Jombang. Karyawan tetap tersebut akan diseleksi dengan berbagai
macam pengujian sensori, kemudian dilatih. Karyawan yang telah ditetapkan
sebagai panelis terlatih akan melakukan pengujian deskriptif Spektrum untuk
produk yang diinginkan. Pada pelaksanaannya metode Spektrum tidak
memerlukan waktu yang cukup lama, hal tersebut yang manjadi kelebihan dari
metode deskriptif Spektrum ini. Oleh karena itu analisa sensori suatu produk
dengan metode deskriptif Spektrum cocok diterapkan di perusahaan pangan
yang berkembang seperti PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang dalam skala
besar sebagai pengujian mutu produk Monosodium Glutamat.
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara membentuk dan mempersiapkan panelis terlatih yang terdiri
dari karyawan tetap PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang dengan
menggunakan metode analisa Deskripsi Spektrum dengan menggunkan
sampel Monosodium Glutamat ?
2. Bagaimana cara mengetahui atribut sensori Monosodium Glutamat dengan
menggunakan metoda analisa Deskripsi Spektrum ?
1.3 Tujuan
1. Untuk membentuk panelis terlatih yang terdiri dari karyawan tetap, sebagai
bagian dari proses pengendalian mutu dengan cara melakukan analisa
sensori pada produk jadi MSG di PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang
2. Untuk mengetahui atribut sensori Monosodium Glutamat yang dapat dijadikan
acuan dalam pengujian analisis sensori sebagai kontrol penjaminan dan
pengendalian mutu produk Monosodium Glutamat di PT. Cheil Jedang
Indonesia Jombang.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian diharapkan dapat memberikan pemahaman dasar
mengenai atribut sensori produk pangan, faktor – faktor yang mempengaruhi
analisa sensori, persyaratan desain laboratorium sensori, penyiapan sampel
untuk analisa sensori serta ketentuan panelis untuk analisa sensori, pengenalan
metode – metode analisa sensori untuk keperluan pengembangan produk dan
quality control. Serta dapat bermanfaat bagi PT. Cheil Jedang Indonesia
Jombang dalam menentukan panelis terlatih dan mengetahui atribut serta data
standar yang dapat dijadikan acuan dalam pengujian selanjutnya.
5
1.5 Hipotesa
1. Diduga terdapat faktor biologis, fisiologis, dan psikologis yang mempengaruhi
kondisi panelis dalam pembentukan dan pelatihan karyawan tetap PT. Cheil
Jedang Indonesia Jombang sebagai panelis terlatih untuk pengijian sensori
Monosodium Glutamat
2. Diduga larutan kaldu ayam dan air mineral yang digunakan sebagai pelarut
kristal Monosodium Glutamat memberikan pengaruh yang nyata pada
beberapa atribut yang digunakan
6
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Monosodium Glutamat (MSG)
Monosodium Glutamat ditemukan pertama kali oleh Dr. Kikunae Ikeda
seorang ahli kimia Jepang pada tahun 1909, mengisolasi asam glutamat tersebut
dari rumput laut „kombu‟ yang biasa digunakan dalam masakan Jepang,
kemudian dia menemukan rasa lezat dan gurih dari Monosodium Glutamat yang
berbeda dengan rasa yang pernah dikenalnya, oleh karena itu, dia menyebut
rasa itu dengan sebutan „umami‟ yang berasal dari bahasa Jepang ‟umai‟ yang
berarti enak dan lezat, rasa umami ini dapat bertahan lama, di dalamnya terdapat
suatu komponen L-glutamat dan 5-ribonukleotida. Rangsangan selera dari
makanan yang diberi MSG disebabkan oleh kombinasi rasa yang khas dari efek
sinergis MSG dengan komponen 5- ribonukleotida yang terdapat di dalam
makanan, yang bekerja pada membran sel reseptor kecap atau lidah (Wakidi,
2012). Kemajuan teknologi informasi membawa dampak terhadap perubahan
gaya hidup masyarakat, termasuk perubahan pola konsumsi makanan yang lebih
banyak mengkonsumsi jenis makanan cepat saji, makanan kemasan dan awetan
yang belakangan ini semakin banyak dijual di pasar tradisional dan swalayan.
Monosodium Glutamat atau dikenal sebagai vetsin merupakan garam sodium
dari asam glutamat yang terdapat di alam. Asam glutamat dalam bentuk sodium
merupakan suatu senyawa sintetik yang dapat menimbulkan rasa enak (flavor
potentiator) atau menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan pangan,
sehingga Monosodium Glutamat ini banyak digunakan sebagai penyedap rasa
dalam industri pangan maupun di masyarakat (Dyah , 2005). Struktur kimia
Monosodium Glutamat adalah seperti pada gambar :
Gambar 2.1 Rumus bangun Monosodium Glutamat (MSG)
(Suratmah, 1997).
7
Monosodium Glutamat merupakan salah satu jenis bahan tambahan makanan
(food additive) yang berfungsi sebagai pembangkit cita rasa atau dikenal
masyarakat sebagai penyedap masakan. Monosodium Glutamat merupakan
flavor enhancer (penguat rasa) yang memberi rasa enak pada makanan apabila
digunakan pada dosis yang sesuai. Saat ini hampir setiap makanan
menggunakan Monosodium Glutamat sebagai bahan tambahannya untuk
meningkatkan kelezatannya.
2.1.1 Zat dalam Monosodium Glutamat (MSG)
MSG tersusun atas 78 % Glutamat, 12 % Natrium dan 10 % air. Kandungan
glutamat yang tinggi menyebabkan rasa gurih dalam segala macam masakan.
Glutamat termasuk dalam kelompok asam amino non esensial penyusun protein
yang terdapat dalam bahan makanan secara alami seperti daging, susu, keju,
ASI dan dalam tubuh kita pun mengandung glutamat. Di dalam tubuh, glutamat
dari MSG dan dari bahan lainnya dapat dimetabolime dengan baik oleh tubuh
dan digunakan sebagai sumber energi usus halus. Senyawa ini adalah gabungan
dari sodium/natrium (garam), asam amino glutamat dan air. Cita rasa gurih dibuat
melalui proses fermentasi tetes tebu oleh bakteri Brevi-bacterium lactofermentum
yang menghasilkan asam glutamat. Kemudian, dilakukan penambahan garam
sehingga mengkristal. Itu sebabnya, MSG sering ditemukan dalam bentuk kristal
putih (Eka dkk., 2014). Monosodium Glutamat (MSG) terdiri dari air, sodium, dan
glutamat.
1. Air
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O, satu molekul air
tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom
oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi
standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperatur 273,15 K (0 °C).
Dari sudut pandang biologi, air memiliki sifat-sifat yang penting untuk kehidupan.
Air dapat memunculkan reaksi yang dapat membuat senyawa organik untuk
melakukan replikasi. Semua makhluk hidup diketahui memiliki ketergantungan
terhadap air. Air merupakan zat pelarut yang penting untuk makhluk hidup dalam
proses metabolisme. Air juga dibutuhkan untuk menghasilkan hidrogen. Hidrogen
akan digunakan untuk membentuk glukosa dan oksigen akan dilepas ke udara
(Eka dkk., 2014).
8
2. Sodium
Kandungan sodium dalam MSG tidak tinggi, hanya 1 – 3 % sodium.
Sedangkan sodium pada garam dapur jumlahnya lebih banyak. Perbandingan
jumlah sodium pada MSG dan garam dapur adalah 13% : 40%. Namun
demikian, perlu diingat bahwa sodium termasuk dalam zat gizi mikro yang
penting dalam menunjang aktivitas normal tubuh. Konsumsi sodium yang cukup
(tidak kurang atau lebih) sangat penting dalam menjaga volume tekanan darah
dengan menngikat air. Komponen ini juga berperan mengatur tekanan osmotik
sel, yang berfungsi bagi keluar masuknya cairan sel. Tidak kalah pentingnya
adalah fungsi zat mikro ini terhadap transmisi impuls sel saraf. Sodium juga
memiliki fungsi dalam meningkatkan mutu pangan. Komponen ini merupakan
pasangan yang pas bagi ion klorida untuk berikatan dalam memberikan rasa
asin. Begitupun dengan glutamat, ikatannya memberikan rasa umami dalam
bentuk yang murni. Anjuran konsumsi sodium (dari berbagai sumber) bagi
remaja dan dewasa adalah 1200 mg/hari dan toleransi hingga 2300 mg/hari,
tergantung kondisi tubuh (Eka dkk., 2014).
3. Glutamat
Glutamat adalah asam amino (amino acid) yang secara alami terdapat pada
semua bahan makanan yang mengandung protein. Setiap orang rata-rata
membutuhkan kurang lebih 11 g glutamat per hari yang didapat dari sumber
protein alami. Namun rata-rata pasokan glutamat yang ditambahkan dari MSG
hanya sebesar 0,5 - 1,5 g tiap hari (Eka dkk., 2014).
Glutamat diproduksi oleh tubuh dan merupakan senyawa vital dalam fungsi
otak. Glutamat dibuat dalam badan manusia dan memainkan peran esensial
dalam metabolisme. Hampir 2 kg glutamat terdapat secara alami dalam otak,
ginjal, hati dan di lain-lain bagian badan dan jaringan badan. Di samping itu
glutamat terdapat dalam jumlah besar di air susu ibu, dalam tingkatan sekitar
sepuluh kali yang terdapat dalam susu sapi.
9
Gambar 2.2. Tabel Kandungan Glutamat Bebas Dalam Air Susu
(International Glutamate Information Service, 2016)
Rata-rata seseorang mengkonsumsi antara 10 sampai 20 g glutamat terikat,
dan 1 g glutamat bebas dari makanan yang kita makan setiap hari. Di samping
itu, badan manusia membuat sekitar 50 g glutamat bebas setiap hari.
Gambar 2.3. Kandungan Glutamat Bebas Dalam Tubuh Manusia
(International Glutamate Information Service, 2016)
Sebagian besar glutamat dalam makanan dengan cepat dimetabolime dan
digunakan sebagai sumber energi. Dari sudut nutrisional, glutamat adalah asam
amino non esensial yang berarti bahwa jika diperlukan badan kita dapat
membuat sendiri glutamat dari sumber protein lain.
2.1.2 Metabolisme MSG dalam Tubuh
Di otak terdapat asam amino glutamat yang berfungsi sebagai
neurotransmitter untuk menjalarkan rangsang antar neuron. Tetapi bila
10
terakumulasi di sinaps (celah antar sel syaraf) akan bersifat eksitotoksik bagi
otak. Oleh karena itu terdapat kerja dari glutamate transporter protein untuk
menyerapnya dari cairan ekstraseluler, termasuk salah satu peranannya untuk
keperluan sintesis GABA (Gamma Amino Butyric Acid) oleh kerja enzim Glutamic
Acid Decarboxylase (GAD). GABA termasuk neurotransmitter sekaligus memiliki
fungsi lain sebagai reseptor glutamatergik, sehingga bisa menjadi target dari sifat
toksik glutamat. Disamping kerja glutamate transporter protein, ada enzim
glutamine sintetase yang bertugas merubah amonia dan glutamat menjadi
glutamin yang tidak berbahaya dan bisa dikeluarkan dari otak. Dengan cara ini,
meski terakumulasi di otak asam glutamat diusahakan untuk dipertahankan
dalam kadar rendah dan nontoksik. Reseptor sejenis untuk glutamat juga
ditemukan di beberapa bagian tubuh lain seperti tulang, jantung, ginjal, hati,
plasenta dan usus (Ardyanto, 2004).
Menurut Sardjono (1989), kadar asam glutamat plasma yang dideteksi tubuh
akan lebih tinggi jika MSG diberikan melalui larutan (minum) dibandingkan
melalui makanan pada dosis yang sama. Hal tersebut disebabkan karena MSG
adalah senyawa polar yang mudah larut dalam air maupun air ludah (saliva)
pada mulut. MSG akan berdisosiasi menjadi garam bebas dalam bentuk anion
glutamat kemudian ion ini akan masuk dengan cara membuka saluran Ca2+ pada
sel saraf yang terdapat kuncup perasa sehingga menimbulkan depolarisasi
reseptor. Depolarisasi inilah yang menimbulkan potensial aksi yang sampai ke
otak untuk kemudian diterjemahkan oleh otak sebagai rasa lezat (Siregar, 2009).
Pada konsumsi MGS, asam glutamat bebas yang dihasilkan sebagian akan
terikat di usus, dan selebihnya dilepaskan ke dalam darah. Selanjutnya
menyebar ke seluruh tubuh termasuk akan menembus sawar darah otak dan
terikat oleh reseptornya. Sayangnya, seperti disebutkan sebelumnya, asam
glutamat bebas ini bersifat eksitotoksik sehingga dihipotesiskan akan bisa
merusak neuron otak bila sudah melebihi kemampuan otak mempertahankannya
dalam kadar rendah. Tubuh kita mendapatkan asupan glutamat yang berasal dari
glutamat alami dari makanan dan glutamat dalam bentuk garam natrium
(MSG). Sehingga jika ada proses pyrolisis yang menghasilkan Glutamic-1-
pyrolised (Glu-1-P) dan Glu-P-2, bukan berasal dari MSG saja, tetapi bisa juga
dari glutamat yang berasal dari makanan secara alami. Pyrolisis adalah proses
peruraian/dekomposisi bahan organik secara termokimia pada temperatur tinggi
tanpa adanya oksigen. Glutamic-1-pyrolised (Glu-1-P) dan Glu-2-P merupakan
11
senyawa karsinogen yang merupakan produk pirolisis dari glutamat. Tapi
sebenarnya bukan glutamat saja yang bisa menghasilkan produk pyrolysis yang
bersifat karsinogen, tetapi juga asam amino lainnya, seperti tryptophan dan
lysine. Sebaliknya, tidak semua produk pyrolysis merupakan senyawa
karsinogenik. Namun saat ini belum ditemukan bagaimana proses pyrolysis MSG
menjadi Glu-1-P dan Glu-2-P (Ardyanto, 2004). Glutamat yang diserap oleh
tubuh kemudian ditransminasikan dengan piruvat ke bentuk alanin. Alanin dari
hasil transaminasi dari piruvat oleh asam amino dikarboksilat menghasilkan
aketoglutarat atau oksoloasetat. Proses ini mengakibatkan berkurangnya jumlah
asam amino dikarboksilat yang dilepas ke dalam darah portal. Glutamat dan
asam aspartat dari metabolisme mucose dibawa melalui vena portal ke hepar.
Sebagian glutamat dan aspartat dikonversikan oleh usus dan hepar ke bentuk
glukosa dan laktat kemudian dialirkan ke dalam perifer (Sukawan, 2008).
2.1.3 Mekanisme Terdeteksi Rasa Oleh Tubuh
Monosodium Glutamat adalah zat penambah rasa pada makanan yang dibuat
dari hasil fermentasi zat tepung dan tetes dari gula beet atau gula tebu. Ketika
MSG ditambahkan pada makanan akan memberikan fungsi yang sama seperti
Glutamat yaitu memberikan rasa sedap pada makanan. MSG mempunyai rasa
yang gurih. Penemuan MSG yang mempunyai rasa umami pada tahun 1909 ini
melengkapi 4 rasa dasar menjadi 5 rasa dasar yaitu asam, manis, asin, pahit dan
umami. Seluruh rasa dapat dirasakan oleh seluruh permukaan lidah, tetapi satu
jenis rasa akan lebih sensitif pada daerah tertentu. Rasa manis lebih sensitif
dirasakan pada daerah ujung depan lidah, rasa asin paling baik diapresiasi pada
pinggir depan lidah, rasa asam paling baik diterima di sepanjang samping/tepi
lidah dan sensasi pahit dapat dideteksi dengan sangat baik pada sepertiga
belakang lidah. Keempat rasa ini dikenal dengan istilah sensasi rasa primer.
Selain itu, ada rasa kelima yang telah teridentifikasi yakni umami yang dominan
ditemukan pada L-glutamat.
Rasa Manis
Beberapa jenis zat kimia yang menyebabkan rasa ini meliputi: gula, glikol,
alkohol, aldehida, keton, amida, ester, asam amino, asam sulfonat, asam
halogen, dan garam anorganik dari timah hitam dan berilium. Hampir semua zat
yang menyebabkan rasa manis merupakan zat kimia organik, satu-satunya zat
12
anorganik yang menimbulkan rasa manis merupakan garam – garam tertentu
dari timah hitam dan beryllium (Septiani, 2011).
Rasa Asam
Rasa asam disebabkan oleh suatu golongan asam. Konsentrasi ion hidrogen
maupun intensitas sensasi rasanya kira-kira sebanding dengan logaritma
konsentrasi ion hidrogen. Oleh sebab itu, makin asam suatu makanan maka
sensasi rasa asamnya semakin kuat (Septiani, 2011).
Rasa Asin
Rasa asin ditimbulkan oleh garam terionisasi terutama konsentrasi ion sodium.
Kualitas rasa asin sedikit berbeda dari satu garam dengan garam lainnya karena
beberapa jenis garam juga mengeluarkan rasa lain di samping rasa asin
(Septiani, 2011).
Rasa Pahit
Rasa pahit seperti rasa manis, tidak disebabkan satu jenis agen kimia, tetapi zat-
zat yang memberikan rasa pahit semata-mata hampir merupakan zat organik.
Pembagian kelas zat yang sering menyebabkan rasa pahit adalah:
(1) Zat organik rantai panjang yang berisi nitrogen
(2) Alkaloid, terdiri dari banyak obat yang digunakan dalam kedokteran seperti
kuinin, kafein, striknin, dan nikotin (Septiani, 2011).
Rasa Umami
Umami berasal dari bahasa Jepang yang artinya enak. Rasa umami mempunyai
ciri khas yang jelas berbeda dari keempat rasa lainnya, termasuk sinergisme
peningkat rasa antara dua senyawa umami, L-glutamat dan 5'-ribonulceotides,
serta rasa yang bertahan lama setelahnya. Umami adalah rasa yang dominan
ditemukan pada makanan yang mengandung L-glutamat (terdapat pada ekstrak
daging dan keju) (Septiani, 2011).
Banyak dari kita telah mengkonsumsi makanan yang asin atau berlemak
tinggi melebihi kebutuhan badan kita. Penelitian ilmiah telah menyatakan adanya
hubungan antara hidangan yang mengandung banyak lemak dan natrium
dengan resiko kesehatan seperti penyakit jantung koroner, diabetes, dan
13
hipertensi. Para Nutrisionis menganjurkan agar mengurangi mengkonsumsi
bahan – bahan itu. Mempertahankan keseimbangan rasa yang bisa diterima
menjadi sulit, karena menghilangkan lemak atau natrium dapat menyebabkan
makanan rasanya hambar. Monosodium Glutamat (MSG) dapat sangat berguna
dalam hal ini. MSG hanya mengandung natrium sepertiganya garam dapur, dan
digunakan dalam tingkat yang sangat rendah. Meskipun MSG sendiri tidak
berasa asin, dengan menambahkan sedikit Monosodium Glutamat ke dalam
produk rendah natrium dapat membuat rasanya sebaik makanan yang
mengandung kadar garam tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa orang
mengganggap makanan yang mengandung kadar garam rendah menjadi lebih
dapat diterima kalau dibubuhi sedikit Monosodium Glutamat.
Terdapat studi yang melakukan penilaian respons orang terhadap versi –
versi kuah bening dengan MSG dan tanpa MSG dan tambahan garam yang
berbeda – beda kadarnya. Garis horisontal yang terputus pada grafik
menunjukkan ambang batas di bawah dimana peserta dalam penelitian itu
menggangap kuah itu tidak enak. Tanpa penambahan MSG, kuah itu tidak dirasa
enak dimakan, sampai kadar garam mencapai 0.75%. Namun, dengan
penambahan MSG kuah itu dirasa enak dimakan dengan kadar garam 0,4% saja
(International Glutamate Information Service, 2016)
Gambar 2.4 Grafik Perbandingan Penggunaan MSG Dan Non MSG
(International Glutamate Information Service, 2016)
Terdeteksinya rasa umami oleh tubuh yang terdapat di dalam MSG
dikarenakan glutamat di dalam MSG akan merangsang sel saraf perasa
glutamat, sehingga dapat mengenal rasa gurih. Rangsang rasa gurih yang
14
diterima tersebut kemudian dikirim ke otak dan membuat tubuh merasa ingin
makanan terus menerus (adiktif). Glutamat digunakan oleh sel saraf perasa
glutamat sebagai neurotransmitter dimana sel – sel saraf ini dilengkapi dengan
sistem perlindungan diri mencegah terjadinya keracunan glutamat pada otak.
Cara kerjanya, dengan menyerap kelebihannya dan mengubahnya menjadi
glutamin (asam amino). Pasalnya konsumen tidak bisa mencegah kelebihan
glutamat dalam menu makanan sehari – hari, dan akan mengakibatkan berbagai
gangguan. Reaksi MSG terhadap tubuh manusia adalah salah satu akibatnya,
bisa mengganggu kerja sel – sel otak dan juga proses pengiriman rangsang ke
sel – sel saraf di otak. MSG di dalam darah akan mempengaruhi kerja
penghantar rangsang pada sel saraf (neurotransmitter). MSG hanya
mengandung sepertiga dari jumlah natrium dari garam meja (NaCl) yaitu 13%
(versus 40% pada garam meja) dan digunakan dalam jumlah yang lebih kecil.
Jika digunakan dalam kombinasi dengan sejumlah kecil garam meja, MSG dapat
mengurangi jumlah sodium yang diperlukan dalam sebuah masakan hingga 20 –
40%, dengan tetap menjaga rasanya (International Glutamate Information
Service, 2016).
2.1.4 Aroma Pada MSG
MSG tidak berbau dan tidak beraroma. MSG merupakan zat penyedap rasa
yang banyak digunakan oleh produsen makanan untuk membuat produknya lebih
enak. Penambahan MSG ke dalam makanan tidak akan berpengaruh pada
aroma makanan tersebut. Hal ini dikarenakan MSG tidak mempunyai aroma atau
bau tersendiri.
MSG mempunyai fungsi untuk menguatkan aroma makanan pada
penambahannya. Penambahan MSG yang berlebihan tidak akan mempengaruhi
atau mengubah aroma dari makanan tersebut (Yamaguchi dan Kimizuka, 1979).
Karena memang fungsi dari MSG hanya menguatkan aroma dari makanan
tersebut tanpa mengubah aroma aslinya.
2.1.5 Jenis Monosodium Glutamat (MSG)
PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang mempunyai beberapa macam
Monosodium Glutamat diantaranya adalah MSG Mi Poong, MSG Masita, dan
Premiks 2,5 Nukleotida.
15
MSG Mi Poong & MSG Masita
Monosodium Glutamat merupakan salah satu asam amino yang
memberikan kontribusi rasa gurih atau umami yang biasanya digunakan
sebagai bahan penyedap masakan. Glutamat dapat secara alami
ditemukan dalam bahan baku atau berbagai makanan seperti kombu
rumput laut, tomat, keju, kecap dan banyak lagi. Glutamat ini telah
diproduksi secara komersial sebagai MSG (Monosodium Glutamat)
menggunakan fermentasi mikroba. MSG ini telah menjadi salah satu wakil
dari produk PT. Cheil Jedang dan telah dijual kepada perusahaan pangan
global selama lima puluh tahun.
Premiks 2,5 Nukleotida
Nukleotida yang dikenal sebagai penguat rasa dengan potensi rasa yang
lebih tinggi daripada Monosodium Glutamat telah dikenal sebagai
penguat rasa sejak tahun 1960. PT. Cheil Jedang Indonesia di Jombang
teah memproduksi 2 jenis nukleotida dasar yaitu Disodium inosin 5”-
monophospate (IMP) dan Disodium guanosine 5”-monophospate (GMP),
serta 1 nukleotida campuran IMP & GMP (50:50) yang sering dikenal
dengan I & G. Cheil Jedang Group telah berhasil mengkomersilkan
produk nukleotida sejak 1977 dengan teknologi manufaktur sendiri.
Sumber nukleotida alami terdapat pada daging sapi, jamur, ikan dan
bahan baku lainnya. Dengan demikian, industri pangan memproduksi
nukleotida dengan cara fermentasi menggunakan mikroba. Makanan
olahan biasanya mengandung MSG dan nukleotida, karena ketika
keduanya diterapkan bersama-sama, akan bekerja secara sinergis untuk
memaksimalkan rasa gurih. Ketika nukleotida diterapkan, umumnya
memperkaya rasa, tetapi dua jenis IMP dan GMP memiliki efek yang
khas. IMP meningkatkan rasa asin yang digunakan sebagai pengganti
garam, dan GMP meningkatkan lemak dan rasa meaty, yang diterapkan
sebagai pengganti lemak. Selanjutnya, selain peran mereka sebagai
penambah rasa, nukleotida diterapkan di banyak industri non-pangan
lainnya karena manfaat fisiologi gizi mereka
16
2.1.6 Bahan Baku Pembuatan MSG
a. Bahan Baku Utama Pembuatan MSG
Bahan baku utama pembuatan Monosodium Glutamat merupakan bahan
baku yang digunakan dalam pembuatan Monosodium Glutamat terutama untuk
proses fermentasi. Dalam produksi Monosodium Glutamat ini bahan baku utama
dibutuhkan dalam jumlah yang besar. Pada proses produksi MSG di PT. Cheil
Jedang Indonesia Jombang ini bahan baku utama yang digunakan antara lain
adalah :
1. Raw Sugar
Raw sugar merupakan gula tebu yang masih melalui proses minimal. Raw
sugar merupakan gula kristal yang diperoleh dari hasil proses pemurnian
pertama dari pengolahan tebu, sehingga memiliki kandungan molasses
yang lebih tinggi daripada gula yang dikonsumsi pada umumnya.
Kandungan dari raw sugar terdiri dari sukrosa, glukosa, dan fruktosa.
Pada dasarnya perbedaan antara raw sugar dengan gula putih yang
paling menonjol adalah warnanya, dimana raw sugar mempunyai memiliki
kenampakan warna lebih kecoklatan kerena kendungan molasesnya yang
masih tinggi, sedangkan gula putih memiliki warna yang lebih cerah
(Draycott, 2006).
2. CM (Cane Molases)
Tetes tebu (molasses) merupakan produk sisa pada proses pembuatan
gula yang diperoleh dari hasil pemisahan sirup low grade dimana gula
dalam sirup tersebut merupakan gula yang tidak dapat dikristalisasi lagi
(Draycott, 2006). PT. Cheil Jedang Indonesia menggunakan tetes tebu
yang diperoleh dari pemasok lokal. Namun semakin meningkatnya
efisiensi gula, mengakibatkan total gula pada tetes tebu menurun
sehingga alternatif lain yang digunakan oleh PT. Cheil Jedang Indonesia
adalah menggunakan sumber karbon lainnya seperti beet molasses dan
C-SOD hasil olahan tepung tapioka.
3. Beet Molasses
Merupakan tetes dari buah beet yang memiliki kandungan sukrosa lebih
tinggi dari cane molasses yakni sekitar 40 – 50 %. Untuk bahan baku beet
molasses, diperoleh secara impor dari beberapa negara seperti Brazil,
Thailand, dan beberapa Negara asing lainnya. Beet molasses sangat
17
penting digunakan pada proses fermentasi, dimana dalam
penggunaannya terdapat rasio tertentu yang harus dipenuhi dalam proses
fermentasi untuk menghasilkan produk akhir yang sesuai dengan standar
yang ditetapkan.
b. Bahan Pendukung Pembuatan MSG
Pada proses produksi Monosodium Glutamat di PT. Cheil Jedang Indonesia,
bahan pendukung atau bahan tambahan lain yang digunakan antara lain adalah :
a. Tuna extract, yeast extract, CSL (Corn Steep Liquid) dan CSP (Corn
Steep Powder) merupakan import material yang berfungsi sebagai
sumber nitrogen bagi bakteri dalam proses fermentasi. CSL (Corn Steep
Liquid) merupakan hasil samping dari pengolahan ekstraksi pati, yakni
hasil dari proses pemisahan pati dengan komponen protein yang
terkandung di dalamnya menggunakan metode perendaman dengan
larutan sulfit.
b. MgSO4, MnSO4, FeSO4, KOH, H3PO4, dan KH2PO4 berfungsi sebagai
sumber mineral bagi bakteri.
c. Vitamin biotin dan thiamin, dimana biotin digunakan untuk
mempertahankan dinding sel bakteri dan thiamin digunakan dalam media
fermentasi sebagai faktor pertumbuhan bakteri.
d. Surfactant berfungsi untuk mempercepat ekstraksi asam glutamat oleh
bakteri dengan cara melemahkan dinding sel sehingga asam glutamat
mudah keluar. Hal ini karena asam glutamat merupakan hasil
metabolisme dari bakteri yang dihasilkan di dalam sel (metabolisme
intraseluler)
e. Enzim amylase berfungsi untuk memecah ikatan α - 1,4 glikosida pada
pati dalam pembuatan larutan dextrose sehingga diperoleh disakarida.
f. Enzim glukoamilase berfungsi untuk memecah ikatan α - 1,6 glikosida
pada pati dalam pembuatan larutan dextrose sehingga diperoleh
monosakarida
g. H2SO4 berfungsi mengendapkan Ca2+ dalam tetes tebu, mengatur
keasaman larutan saat pembentukan kristal α pada tahap netralisasi dan
pelarutan.
h. Active Carbon digunakan dalam tahap decolorization dari cairan NL-0
untuk menghasilkan warna putih pada kristal MSG
18
i. NH3 berfungsi sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan bakteri
j. Antifoam berfungsi untuk mengurangi buih akibat proses pengadukan dan
aerasi yang dapat mengganggu proses fermentasi
k. NaCl digunakan untuk regenersi resin pada resin tower.
2.1.7 Proses Produksi Monosodium Glutamat
Proses produksi Monosodium Glutamat (MSG) di PT. Cheil Jedang Indonesia
Jombang meliputi beberapa tahapan produksi. Pada setiap tahapan tersebut
ditetapkan pengendalian mutu yang sesuai dengan ketentuan sehingga dapat
dihasilkan kualitas yang terjamin mutunya dari awal persiapan bahan hingga
pada tahap akhir (proses packing). Dimana diagram alir proses produksi
Monosodium Glutamat (MSG) di PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang secara
keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 2.5
Gambar 2.5 Diagram alir proses produksi MSG
(Sumber : PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang)
a. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan adalah tetes tebu (cane molasses) dan atau beet
molasses yang dihasilkan dari hasil samping proses industri gula, dextrose dari
tepung tapioka (C-SOD), serta raw sugar. Gula yang dimanfaatkan bakteri
sebagai substrat adalah fermentable sugar yang merupakan total gula yang
dapat difermentasi oleh bakteri yakni sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Standar
yang ditetapkan oleh PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang adalah total gula
yang terkandung pada setiap bahan yakni 55 % untuk molasses, 95 % untuk raw
19
sugar, dan 85 % untuk starch content tapioka. Bahan tersebut tidak semuanya
langsung dipergunakan untuk proses fermentasi, tetapi bahan – bahan tersebut
harus melalui proses PCM (Preteatment Cane Molasses) yaitu perlakuan awal
pada tetes tebu untuk diubah menjadi TCM (Treated Cane Molasses).
Standar yang ditetapkan oleh PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang untuk
tetes tebu (cane molasses) adalah minimum mengandung kadar gula 55 % dan
untuk beet molasses adalah 45 – 50 %. Beet molasses digunakan untuk
menginisiasi pertumbuhan bakteri sehingga akan didapatkan log phase yang
lebih tegak dan produktivitas menjadi meningkat. Beet molasses merupakan hasil
samping dari proses pembuatan gula beet dimana kandungan total gulanya
sangat tinggi.
Tujuan dilakukan pretreatment adalah :
Menurunkan kandungan Ca2+ yang dapat mengganggu proses kristalisasi
karena dapat menyebabkan timbulnya kerak (scale) pada instrument dan
dapat merapuhkan kristal MSG
Menghilangkan impurities yang dapat menimbulkan kerak pada
instrument
Menurunkan kandungan garam – garam organik dan koloid dalam
molasses
Tahap pretreatment akan menghasilkan TCM yang selanjutnya digunakan
pada proses fermentasi pembentukan asam glutamat. Proses Pretreatment Cane
Molasses (PCM) juga dapat dilakukan dengan penambahan H2SO4 dimana pada
prosesnya meliputi beberapa tahapan yang secara garis besar terdiri dari proses
mixing, aging, pemisahan dan sedimentasi. Cane molasses (CM) yang
ditampung dalam storage tank akan dipompa menuju mixing tank dengan
kapasitas meksimal 120 kL, di dalam mixing tank terdapat agitator yang berfungsi
sebagai pengaduk yang mana proses tersebut akan menurunkan nilai s.g
(specific gravity) dari 1.400 menjadi 1.200. Penambahan H2SO4 bertujuan untuk
ajust pH hingga mencapai 3,2 sehingga akan terbentuk ikatan CaSO4.
Penambahan low steam akan menaikan suhu CM menjadi 55˚C yang mana
peningkatan suhu tersebut bertujuan untuk mempercepat proses pengikatan
Ca2+ oleh H2SO4. Hasil dari proses pengenceran tersebut adalah Diluted Cane
Molasses (DCM) yang selanjutnya dialirkan menuju aging tank selama 8 jam.
Setelah dilakukan aging, proses dilanjutkan menuju tangki sedimentasi (530
kL) yang dilengkapi dengan agitator dengan kecepatan 0,02 rpm. Garam CaSO4
20
berupa sludge akan mengendap dan dipompa menuju SDC (super decanter
centrifuge) untuk diproses menjadi gypsum yang merupakan by-product.
Sedangkan liquid akan mengalr menuju cushion tank dan disaring dengan alat
yang disebut autostrainer. Liquid tersebut akan diseparasi dan menghasilkan
TCM (treated cane molasses) dan sludge. TCM akan dipompa menuju cushion
tank sedangkan sludge menuju ke SDC 1. TCM yang dihasilkan memiliki
karakteristik yakni kandungan total gula 40 % dengan s.g 1.200 dan pH 3. Hasil
dari proses SDC 1 adalah sludge 2 dan RCM (recycle cane molasses). RCM
kemudian masuk kembali ke aging tank. Sedangkan sludge 2 akan diseparasi
kembali di SDC 2 dan dihasilkan bubur kristal (gypsum) sedangkan RCM 2 akan
diproses kembali ke mixing tank.
b. Persiapan Bakteri
Tahap ini merupakan tahap awal sebelum bakteri digunakan dalam proses
fermentasi. Dalam persiapan bakteri, terdiri dari 3 tahapan, antara lain :
Tahap LiopHili
Tahap ini merupakan tahap awal dalam identifikasi bakteri yang
digunakan. Tahap ini menentukan apakah bakteri yang digunakan
mempunyai kualitas baik atau tidak. Pengawetan kultur murni strain
bakteri dilakukan dengan cara freeze drying
Stock slant
Tahapan ini merupakan tahap pembiakan kultur dan penentuan jumlah
bakteri aktif yang dpat memproduksi asam glutamat. Media yang
digunakan adalah agar miring dengan komposisi Bacto-agar dan yeast
extract serta beberapa jenis mineral yang dilarutkan dengan air yang
terdestilasi.
Active Slant
Active slant disebut juga dengan kultur 5 L jar. Pada tahap ini, bakteri
dipindahkan dari agar miring ke media cair yang bertjuan agar kultur
dapat beradaptasi dengan medium yang digunakan dan mempersiapkan
inokulum pada fase eksponensial.
21
c. Persiapan Media
Tahap ini merupakan proses perkembangbiakan kultur 5 L jar dengan
penambahan media seed. Perlakuan yang diberikan antara lain :
Seed tank dibersihkan dengan air yang disterilisasi (pada suhu 121 -
125˚C selama 30 menit) dengan menggunakan steam.
Media seed (TCM, SOD, sumber nitrogen, vitamin, mineral, dan biotin)
dimasukkan ke dalam seed tank dan disterilisasi pada suhu 121 – 125˚C
selama 20 menit. Konsentrasi nutrisi yang terkandung dalam media seed
lebih rendah dibandingkan dengan media cair dikarenakan hanya
bertujuan untuk fase adaptasi saja.
Media seed kemudian diinokulasikan dengan kultur 5 L jar. Pada tahap ini
diberikan perlakuan berupa aerasi untuk menciptakan kondisi aerobic,
agitasi dengan kecepatan 1450 rpm, kontrol suhu 30 – 31,5˚C dan pH 7,3
– 7,5 serta penambahan NH3. Lama inokulasi adalah 20 jam.
Sementara proses perkembangbiakan di seed tank berlangsung, preparasi
media utama dilakukan pada main tank 100 kL dengan memasukkan bahan yang
dibutuhkan antara lain TCM, BM, C-SOD, raw sugar, sumber nitrogen, vitamin,
dan mineral yang dilarutkan menggunakan process water (PW). Sebelum
dimasukkan ke main fermentor, media dileatkan pada Plate Heat Exchanger
(PHE) untuk disterilisasi.
d. Proses Fermentasi
Pada proses fermentasi, bahan baku yang telah disterilisasi dialirkan ke
fermentor. Dalam fermentor ditambahkan bahan pembantu berupa vitamin,
mineral dan ammonium hidroksida (NH4OH) sebagai nutrisi serta media bakteri.
Dimana sebelum digunakan bahan pembantu tersebut telah disterilkan terlebih
dahulu karena akan digunakan untuk mengembangbiakkan bakteri. Proses
fermentasi berlangsung selama 32 – 35 jam pada pH 7,0 – 7,8. Selama proses
fermentasi terjadi proses enzimatis dimana bakteri akan menghasilkan enzim
yang mengubah bahan baku menjadi produk (MSG) membentuk asam glutamat
dan biomassa. Limbah yang dihasilkan pada tahap ini berupa limbah cair yang
berasal dari equipment cleaning, air kondensat dari steam dan limbah padat dari
media yang tercampur dengan bakteri. Limbah cair selanjutnya akan diolah pada
PAL, sedangkan limbah padat akan digunakan untuk bahan baku pupuk padat.
22
e. Proses Refinery
Proses pemurnian (Refinery) merupakan suatu proses pemurnian broth yang
didapatkan dari proses fermentasi yang mengandung Glutamic Acid (GA) beserta
impurities (pengotor), sehingga didapatkan kristal MSG pada produk akhirnya.
Proses ini menggunakan prinsip filtrasi atau pemisahan untuk mengurangi dan
atau menghilangkan sejumlah kotoran yang terdapat dalam suatu produk dengan
meminimalkan kehilangan GA selama proses penghilangan kotoran. Proses
refinery MSG di PT. Cheil Jedang Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Refinery H-4, merupakan proses intermediet yang mengeliminasi
pengotor dalam broth sampai 99 % atau lebih. Proses penghilangan
kotoran dilakukan melalui kristalisasi, pencucian, dan pemisahan selama
masih berbentuk GA (dimana GA akan diubah menjadi MSG di akhir
proses).
2. Refinery H-5, merupakan proses yang mengeliminasi pengotor yang
terdapat di dalam MSG. Proses penghilangan kotoran dilakukan melalui
proses kristalisasi. Dimana akan didapatkan MSG dalam bentuk kristal
pada akhir proses.
Produk yang terbentuk didalam fermentor adalah bentuk cairan (asam glutamat,
media dan biomassa). Proses ini selanjutnya akan dimurnikan dengan beberapa
tahapan diantaranya :
Filtrasi
Merupakan pemisahan campuran antara larutan, media dan biomassa
dengan menggunakan membrane filter. Limbah yang dihasilkan pada
tahap ini berupa biomassa dan garam yang akan dijadikan sebagai bahan
baku pembuatan pakan ternak Promate.
Kristalisasi
Larutan jenuh yang mengandung produk (campuran antara asam
glutamat, media dan biomassa) yang didinginkan sampai suhu mencapai
20°C pada pH 3,2 sehingga akan terbentuk kristal. Dimana untuk
mempertahankan pH-nya dapat ditambahkan asam ataupun basa.
Setelah itu kristal akan dialirkan ke tangki netralisasi dengan
penambahan NaOh sehingga membentuk garam Monosodium Glutamat
(MSG) dalam bentuk cair. Larutan induk yang dihasilkan dipekatkan
23
menggunakan evaporator sehingga membentuk PL (purge liquor) MSG.
PL MSG inilah yang digunakan untuk pembuatan Liquid Fertilizer.
Dekolorisasi
Larutan Monosodium Glutamat mengalami dekolorisasi untuk membuat
larutan MSG menjadi jernih. Dekolorisasi yang digunakan adalah
adsorben aktif atau ion exchanger resin. Limbah cair yang dihasilkan dari
kegiatan backwash karbon aktif atau regenerasi resin akan diolah lebih
lanjut pada IPAL.
Filtrasi
Campuran yang mengandung larutan MSG dan karbon aktif kemudian
dipisahkan menggunakan filtrasi. Selanjutnya larutan dialitkan ke dalam
tangki kontrol dengan penambahan NaOH.
Kristalisasi
Tahapan ini merupakan pembentukan kristal MSG pada kristalizer.
Pengayakan
Pengayakan bertujuan untuk mendapatkan kristal dengan ukuran yang
sama. Kristal MSG yang tidak memenuhi standarisasi ukuran yang telah
ditetapkan akan direcyle kembali.
Pengeringan
Proses ini bertujuan untuk mendapatkan MSG dengan kadar air sebesar
0,05 %.
Proses akhir
Setelah dikeringkan, dihasilkan produk yang siap untuk dikemas dan
dipasarkan kepada konsumen PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang.
2.1.8 Jenis Kristal Monosodium Glutamat
PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang merupakan perusahaan terbesar
penghasil Monosodium Glutamat. PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang
mempunyai beberapa macam jenis MSG yang dibedakan menurut ukuran
kristalnya. Diantaranya adalah MC (Medium Crystal), RC (Reguler Crystal), SC
(Small Crystal), FC (Fine Crystal), PD (Powder). Namun, kristal MSG tersebut
pada dasarnya mempunyai karakteristik rasa yang sama. Gambar 2.6
menunjukkan perdebaan antara setiap jenis kristal MSG PT. Cheil Jedang
Indonesia Jombang berdasarkan ukuran kristal MSG.
24
Gambar 2.6 Jenis Kristal MSG PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang
(Sumber : PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang)
Kristal MSG dihasilkan pada proses Refinery II (H – 5), dimana pada proses
ini MSG yang semula berwujud liquid diubah menjadi garam kristal. Proses
singkatnya wet crystal yang dihasilkan dari proses counterbex akan ditransfer
menuju dryer menggunkan bucket elevator, tujuan dari proses ini untuk
mendapatkan kristal MSG yang memiliki kadar air rendah. Kristal MSG yang
keluar dari dryer diangkut menggunakan bucket elevator menuju shifter feeder.
Dalam shifter feeder, kristal MSG didinginkan dengan cara blow dari blower
bersuhu 30°C dan mendorong kristal masuk ke vibro shifter. Kristal MSG
kemuadian diayak sesuai dengan ukuran mesh yang diinginkan. Masing –
masing ukuran kristal ditampung sementara di hopper dengan melewati magnetic
trap untuk memudahkan proses packing.
Tabel 2.1 Pengelompokan Jenis Kristal MSG Berdasarkan Ukuran Mesh
Jenis Kristal Ukuran Mesh
Oversize 4
Medium crystal (MC) 16
Regular crystal (RC) 36
Small crystal (SC) 60
Fine crystal (FC) Powder
120 240
Sumber : Adm. Dept. Refinery PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang
25
2.2 Jenis Larutan
Pada penelitian ini digunakan dua macam larutan untuk melarutkan kristal
MSG dalam penentuan atribut sensori, sebagai aplikasi pembentukan dan
pelatihan karyawan tetap PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang menjadi panelis
terlatih. Kedua larutan tersebut adalah kaldu ayam kampung dan air mineral
dalam kemasan (galon).
2.2.1 Kaldu Ayam
Kaldu adalah produk yang diperoleh dari daging atau daging unggas dengan
cara memasak bahan sarinya atau hidrolisatnya dengan air, dengan atau tanpa
penambahan bumbu atau bahan penyedap, lemak yang dapat dimakan, natrium
klorida, rempah-rempah dan sari-sari alami atau destilatnya dan bahan makanan
lain untuk meningkatkan rasa yang diizinkan dan sesuai dengan petunjuk
penggunaan (Swasono, 2008). Kaldu adalah sari tulang, daging, atau sayuran
yang direbus untuk mendapatkan sari bahan tersebut, mempunyai aroma dan
citarasa khas, berbentuk cairan, berwarna agak kekuningan. Kaldu sebagai
produk olahan sangat jarang atau bahkan tidak dikonsumsi secara langsung,
tetapi umumnya dijadikan bahan penyerta atau pemberi rasa pada masakan
tertentu. Citarasa yang khas ditimbulkan terutama berkaitan dengan senyawa-
senyawa protein dengan degradasi unsur-unsur gizi lainnya (lemak dan
karbohidrat) yang terdapat pada bahan makanan. Departemen Perindustrian
telah mengeluarkan standar mutu kaldu daging yaitu Standar Nasional Indonesia
(SNI) No. 01-4218-1996. Standar ini meliputi beberapa parameter penting yang
mempengaruhi kualitas kaldu daging tersebut. Adapun persyaratan mutu kaldu
dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Persyaratan Mutu Kaldu
Keterangan
Warna Normal Aroma Normal Rasa Normal
Kadar nitrogen total Min 0.01 (kaldu daging, kaldu unggas) Min 0.04 (kaldu daging lainnya)
Kadar nitrogen amino Min 0.02 Nitrogen klorida Maks 1.25
Lemak Min 0.3 (kaldu daging berlemak)
Sumber : Swasono, (2008).
26
Daging merupakan sumber protein hewani. Daging banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat karena daging mempunyai rasa yang enak dan kandungan zat gizi
yang tinggi. Salah satu sumber daging yang paling banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat Indonesia adalah ayam. Daging ayam mempunyai ciri-ciri khusus
antara lain berwarna keputih-putihan atau merah pucat, mempunyai serat daging
yang panjang dan halus, diantara serat daging tidak ada lemak. Lemak daging
ayam terdapat di bawah kulit dan berwarna kuning-kekuningan. Kandungan gizi
daging ayam terdiri dari protein, lemak, air, dan abu. Menurut Badan Ketahanan
Pangan dan Penyuluhan Provinsi DIY, daging ayam mempunyai kalori sebesar
302 kal, protein sebesar 18,2 g, lemak sebesar 25 g, kalsium sebesar 14 mg,
fosfor sebesar 200 mg, dan zat besi sebesar 1,5 mg. Jenis ayam yang digunakan
untuk kaldu pada penelitian ini adalah ayam kampung. Ayam kampung disebut
juga ayam lokal. Berat ayam kampung untuk betina dewasa sekitar 2,5 kg dan
jantan 3 sampai 3,5 kg. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Winarso (2003),
menyebutkan bahwa daya ikat air pada ayam kampung yang berumur 3 bulan
lebih besar apabila dibandingkan dengan ayam kampung yang berumur 6 bulan
yaitu masing – masing 33,548 % dan 27,104 %, hal ini akibat pengaruh
kandungan lemak. Lemak dapat melonggarkan mikrostruktur daging sehingga
memberi lebih banyak kesempatan pada protein daging untuk mengikat air. Daya
ikat air dipengaruhi oleh faktor pH yang tergantung pada spesies, umur yang
tergantung pada spesies, umur, dan fungsi otot (Soeparno, 1994). Dalam
penelitian ini digunakan ayam kampung dengan usia kurang lebih 4 bulan.
Kaldu ayam merupakan salah satu bentuk produk olahan daging ayam yang
sering dijumpai masyarakat. Dalam membuat aneka masakan berkuah,
khususnya sup, kaldu merupakan kunci kelezatannya. Untuk mendapatkan cita
rasa sup yang menonjol, sebaiknya memang disesuaikan antara bahan kaldu
dengan jenis sup yang ingin dibuat. Misalnya saja, untuk membuat sup ayam
kaldunya juga dibuat dari hasil rebusan ayam. Demikian juga dengan sup
seafood, memakai kaldu dari udang/ikan, dan seterusnya. Dalam kaldu ayam
sendiri telah terdapat rasa umami. Seperti yang dituliskan Farmer (1999), flavor
pada daging sapi maupun unggas akan timbul setelah mengalami pemanasan
atau pemasakan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mempelajari
flavor yang terbentuk pada daging unggas khususnya ayam (Gallus domesticus),
yaitu dengan menganalisa senyawa – senyawa larut air deri ekstrak daging ayam
yang telah matang dan merekombinasikan beberapa asam amino, metanolit
27
adenosine trifosfst dan ion – ion anorganik untuk mengimbangi sifat sensori pada
ekstrak ayam. Hasil yang diperoleh hanya inosin monofosfat, asam glutamat dan
ion kalium yang memiliki efek terhadap rasa. Asam glutamat dan inosin 5‟ –
monofosfat memberi rasa “umami” dan “asin”. Ion kalium memberi rasa manis,
asin dan pahit. Komposisi kimia yang terkandung dalam ekstrak daging ayam
ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Komposisi Kimia yang Terkandung Dalam Ekstrak Daging Ayam
Senyawa Konsentrasi
Asam amino (µg/g) Lisin 58
Asam glutamat * 53 Glisin 42
Treonin 40 Alanin 36 Prolin 34 Serin 33
Metionin 29 Arginin 24 Tirosin 20
Asam aspartate 14 Leusin 13
Fenilalanin 10 Valin 7
Histidin 5 Metabolit ATP (mg/g)
IMP * 3,3 Inosin 0,15 AMP 0,10 ADP 0,033
Hipoksantin 0,014 ATP 0,012
Ion anorganik (mg/g) K + * 2,8 PO4
3- 2,0 Cl- 0,28 Na+ 0,27 Mg2+ 0,045 Ca2+ 0,0003
* (berpengaruh terhadap cita rasa)
Sumber : Farmer, (1999).
Menurut Farmer (1999), perubahan gula, asam amino, dan nukleotida yang
terukur selama pemasakan akan berimbas tidak hanya pada rasa daging ayam
tetapi juga aroma dan cita rasa keseluruhan. Karena sebagian besar substansi
ini merupakan prekursor bagi reaksi kimia yang bertanggung jawab atas
28
pembentukan senyawa aroma. Flavor dan aroma yang dimasak bergantung pada
cara pemasakan. Ayam yang direbus, dipanggang atau digoreng memiliki
kandungan senyawa volatil yang berbeda – beda. Senyawa volatil yang timbul
berasal dari reaksi Maillard, oksidasi lemak maupun degradasi tiamin yang terjadi
selama pemasakan.
Dalam penelitian ini kaldu ayam kampung digunakan sebagai pelarut kristal
MSG, untuk menentukan atribut sensori pada MSG sebagai aplikasi dari
pembentukan dan penyiapan karyawan tetap PT. Cheil Jedang Indonesia
Jombang sebagai panelis terlatih. Seperti yang telah dijelaskan pada literatur
diatas bahwa tanpa penambahan Monosodium Glutamat, ekstrak ayam telah
mimiliki senyawa yang dapat membangkitkan rasa umami. Penambahan MSG ke
dalam kaldu ayam dalam penelitian ini berfungsi untuk meningkatkan rasa dan
falavor pada kaldu ayam tersebut. Seperti yang dijelaskan Sugita (2002), MSG
merupakan senyawa pembangkit cita rasa (flavor potentiator) yang bekerja
dengan cara meningkatkan rasa enak atau menekan rasa yang tidak diinginkan
dari suatu bahan makanan.
2.2.2 Air Mineral
Air merupakan salah satu elemen terpenting dalam kehidupan manusia.
Sekitar 70% tubuh manusia terdiri dari air. Fungsi air dalam tubuh manusia
diantaranya mengatur suhu tubuh, sebagai pelarut, membawa nutrisi daan
oksigen, dan meningkatkan metabolisme. Oleh karena fungsinya yang
fundamental, ketersediaan air terutama air minum merupakan hal yang krusial
dalam kehidupan manusia. Air mineral adalah air minum dalam kemasan yang
mengandung mineral dalam jumlah tertentu tanpa penambahan mineral. Air
mineral yang biasa dikonsumsi oleh manusia adalah air yang berasal dari air
pegunungan yang mengandung beberapa jenis mineral seperti garam – garam
mineral dan komponen sulfur. Air yang memiliki banyak kandungan ion Ca dan
Mg terlarut disebut hard water sedangkan air yang sedikit mengandung ion Ca
dan Mg disebut soft water (Florence, 2015).
Air minum kemasan atau dengan istilah AMDK (Air Minum Dalam Kemasan),
merupakan air minum yang siap di konsumsi secara langsung tanpa harus
melalui proses pemanasan terlebih dahulu. Menurut Standard Nasional
Indonesia 01-3553-2006, air minum dalam kemasan adalah air baku yang
diproses, dikemas, dan aman diminum mencakup air mineral dan air demineral.
29
Air mineral merupakan air minum dalam kemasan yang mengandung mineral
dalam jumlah tertentu tanpa menambahkan mineral sedangkan air demineral
merupakan air minum dalam kemasan yang diperoleh melalui proses pemurnian
secara destilasi, deionisasi, reverse osmosis atau proses setara. Air minum
dalam kemasan dikemas dalam berbagai bentuk wadah 19 ltr atau galon , 1500
ml / 600 ml ( botol ), 240 ml /220 ml (cup) (Susanti,2010). Air kemasan diproses
dalam beberapa tahap baik menggunakan proses pemurnian air (reverse
osmosis / tanpa mineral) maupun proses biasa water treatment processing
(mineral) dimana sumber air yang digunakan untuk Air kemasan mineral berasal
dari mata air pengunungan. Untuk Air kemasan Non mineral biasanya dapat juga
digunakan dengan sumber mata air tanah / mata air pengunungan
(Susanti,2010). Syarat mutu Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Indonesia
untuk jenis air mineral dan air demineral dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Syarat Mutu Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)
(SNI-01-3553-2006 dalam Florence, 2015).
30
Dalam penelitian ini air mineral yang digunakan adalah air mineral dalam
kemasan galon. Fungsi dari air mineral dalam penelitian ini sebagai pelarut kristal
MSG, untuk menentukan atribut sensori pada MSG sebagai aplikasi dari
pembentukan dan penyiapan karyawan tetap PT. Cheil Jedang Indonesia
Jombang sebagai panelis terlatih. Monosodium glutamat (MSG) berupa serbuk
kristal putih dengan rumus molekul C5H8NNaO4, berat molekul 187,13,
mempunyai sifat kelarutan 74 g/100 ml air (sangat mudah larut dalam air), tetapi
tidak bersifat higroskopis (Edward, 2010). Oleh karena itu dalam penelitian ini
selain menggunakan kaldu ayam sebagai pelarut kristal MSG, peneliti juga
menggunakan air mineral sebagai pelarut MSG dalam pengujian sensori.
2.3 Pengujian Mutu
Konsep mutu merupakan proses rangkaian aktivitas yang terintergrasi untuk
menghasilkan suatu produk yang mempunyai nilai kepada pelanggan. Dimana
produk yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan pelanggan. Pengujian
mutu merupakan bagian dari pengendalian mutu. Pengendalian mutu merupakan
suatu program dan tindakan yang meliputi semua aspek tentang produk, kondisi
penanganan, pengolahan, pengemaan, penyimpanan produk, dan distribusi hal
tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan produk yang mempunyai
mutu terbaik serta dapat menjamin keamanan produk pangan yang diproduksi.
Pengendalian mencakup tahapan penetapan standar, penilaian (uji) kesesuaian
dengan standar serta melakukan tindakan koreksi, apabila terdapat
penyimpangan dari standar mutu yang telah ditetapkan oelh perusahaan.
Pengujian mutu merupakan bentuk perencanaan bisnis maupun kegiatan
operasional yang harus dapat menjamin pencapaian mutu yang dikendaki.
Pengendalian mutu Monosodium Glutamat (MSG) yang dilakukan PT. Cheil
Jedang Indonesia Jombang adalah dengan menerapkan sistem Hazard Analysis
& Critical Control Point (HACCP). HACCP merupakan sistem pengontrolan
secara terus menerus terhadap titik – titik kritis pada proses pengolahan dan
keseluruhan individu dalam perusahaan. Dimana semua komponennya harus
memiliki kesadaran serta tanggung jawab agar mutu produk yang dihasilkan baik
(sesuai dengan standar yang ditetapkan). PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang
melakukan pengawasan secara menyeluruh dalam pengendalian mutu yang
31
meliputi penerimaan bahan baku, proses produksi, hingga produk akhir.
Pengendalian mutu ini bertujuan untuk :
Mencapai standar mutu produk MSG yang ditentukan
Menekan biaya produksi MSG
Meningkatkan efisiensi proses produksi MSG
Mutu memiliki beragam definisi. Umumnya mutu dinilai dari penampilan, hasil
kerja atau pemenuhan terhadap persyaratan. Mutu memiliki peranan yang besar
dalam menjaga nama baik perusahaan dan dalam mengembangkan usahanya.
Pemeriksaan mutu produk diperlukan untuk memberikan keyakinan kepada
perusahaan itu sendiri (internal) dan pelanggan (eksternal) bahwa mutu produk
yang dihasilkan benar-benar telah sesuai dengan spesifikasi. Pengujian mutu
umumnya dilakukan dalam bentuk pengujian, seperti uji mikrobiologi, uji
organoleptik, dan sebagainya, atau dalam bentuk pengukuran, seperti
pengukuran panjang, berat, dan sebagainya. Pencapaian mutu organoleptik
produk dapat diketahui melalui uji organoleptik (Analisa sensori). Analisa sensori
adalah analisa yang dilakukan untuk menilai suatu produk dengan menggunakan
indera manusia sebagai alat pengukur (Meilgaard et all, 1999).
Analisa Sensori
Analisa sensori berperan penting dalam pengembangan produk dengan
meminimalkan resiko dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini dibutuhkan
penelis yang akan dapat mengidentifikasi sifat-sifat sensori yang akan membantu
untuk mendeskripsikan produk. Analisa sensori dapat digunakan untuk menilai
adanya perubahan yang dikehendaki atau tidak dikehendaki dalam produk atau
bahan-bahan formulasi, mengidentifikasi area untuk pengembangan,
menentukan apakah optimasi telah diperoleh, mengevaluasi produk pesaing,
mengamati perubahan yang terjadi selama proses atau penyimpanan, dan
memberikan data yang diperlukan bagi promosi produk. Penerimaan dan
kesukaan atau preferensi konsumen, serta korelasi antara pengukuran sensori
dan kimia atau fisik dapat juga diperoleh dengan eveluasi sensori. Untuk analisa
sensori di PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang sudah diterapkan namun belum
terlalu detail dan maksimal dilakukan.
32
Pengujian sensori bisa dibilang unik dan berbeda dengan pengujian
menggunakan instrumen atau analisa kimia, karena melibatkan manusia tidak
hanya sebagai objek analisa, akan tetapi juga sebagai penentu hasil atau data
yang diperoleh. Analisa sensori pada dasarnya bersifat objektif dan subjektif.
Analisa objektif ingin menjawab pertanyaan dasar dalam penilaian kualitas suatu
produk, yaitu pembedaan dan deskripsi, sementara subjektif berkaitan dengan
kesukaan atau penerimaan. Respon yang diberikan panelis merupakan penilaian
individu secara alami, sehingga respon yang diberikan tiap panelis akan berbeda
satu sama lainnya. Menurut Manson dan Nottingham (2002), faktor yang
mempengaruhi respon yang diberikan panelis adalah sampel, faktor biologis,
faktor biologis, dan faktor psikologis.
2.3.1 Uji Pengenalan Rasa dan Aroma Dasar
Uji pengenalan rasa dasar (Basic Recognation Teste Test) merupakan suatu
uji yang dilakukan untuk mengetahui batasan dasar sensori dari indera panelis
dengan menggunakan lima larutan rasa dasar yaitu rasa menis, asin, asam,
pahit, umami, dan suatu sampel pembanding balnko (air mineral) sebagai
pebanding. Pada uji pengenalan rasa dasar (Basic Recognation Teste Test)
dapat digunakan sembilan sampel yang berbeda dan satu sampel blanko (air
mineral) sebagai pembanding (Kaneko, 2006)
2.3.2 Uji Threshold
Konsep threshold atau ambang rangsangan secara indrawi dapat
didefinisikan sebagai kisaran konsentrasi antara kondisi dimana suatu stimulus
bau maupun rasa dari suatu senyawa tidak dapat dikenali dalam kondisi apapun
dan di atas konsentrasi tersebut individu dengan indera yang normal dapat
mengenali bau maupun rasa dari senyawa tersebut. Prinsip dari percobaan uji
threshold adalah berdasarkan sensitivitas panelis dalam menentukan
rangsangan terendah yang mulai dapat menghasilkan rangsangan (Kaneko,
2006). Ambang rangsang mutlak (detection threshold) merupakan rangsang yang
pertama kali dapat dirasakan atau dibedakan dari rangsang netral, misalnya air
suling. Ambang pengenalan (recognition threshold) merupakan konsentrasi
minimal yang diperlukan agar suatu senyawa dapat dikenali. Konsentrasi
ambang pengenalan umumnya sedikit lebih tinggi dari konsentrasi ambang
mutlak. Pada konsentrasi ini panelis dapat mendeskripsikan sensasi yang
33
dirasakan. Lebih jauh, pada stimulus yang lebih tinggi intensitasnya, panelis
dapat menjelaskan perbedaan pada sampel yang diberikan. Hal ini disebut
dengan ambang pembeda (different threshold).
2.3.3 Uji Segitiga
Uji segitiga digunakan untuk menunjukkan apakah ada perbedaan
karakteristik sensori di antara dua sampel. Metode ini digunakan pada pekerjaan
pengawasan mutu untuk mendeteksi apakah ada perbedaan antar lot produksi
yang berbeda. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui apakah
perbedaan substitusi ingredient atau perubahan lain dalam proses produksi
menghasilkan perbedaan karakteristik sensori produk yang dapat dideteksi. Uji
segitiga juga digunakan untuk seleksi panelis. Dalam uji segitiga panelis diminta
untuk mencari sampel yang berbeda dari keseluruhan karakteristik sensori. Uji
segitiga terbatas pada produk – produk yang homogen. Tingkat probabilitas uji
segitiga adalah 1/3. Analisis hasil uji segitiga dilakukan dengan membandingkan
jumlah jawaban yang benar dengan tabel binomial (Puwatiningrum dkk, 2016).
2.3.4 Uji Skala
Uji Skala merupakan suatu uji yang digunakan dalam tahap pelatihan. Panelis
yang dilatih merupakan panelis yang lolos pada tahap uji seleksi panelis. Tahap
pelatihan bertujuan untuk melatih kepekaan dan konsistensi penilaian panelis
sehingga panelis dapat dikatakan sebagai panelis terlatih. Lamanya tahap
pelatihan tergantung pada kompleksitas produk yang akan dianalisis. Panelis
dilatih menggunakan uji skala garis pada atribut rasa, aroma, flavor dan warna.
Selain itu dilakukan terminologi untuk masing-masing atribut untuk menyamakan
persepsi atau terminologi antar panelis sehingga semua panelis memiliki
persepsi yang sama terhadap atribut-atribut sensori yang akan diujikan. Panelis
dilatih untuk menilai intensitas rasa, aroma, flavor dan warna pada standar
sampai kepekaan sensori panelis konsisten.
Pelatihan uji Skala masing-masing atribut dilakukan menggunakan sampel
standar (bukan sampel yang akan diujikan). Sampel standar diperoleh dengan
mengkarakterisasi produk yang akan diuji dan menganalisa atribut yang akan
diujikan kemudian mencari bahan yang dimungkinkan akan memunculkan atribut
tersebut. Bahan tersebut yang akan digunakan sebagai sampel dalam pengujian
ini, sebagai contoh larutan gula sebagai sampel untuk atribut rasa manis.
34
Sebelum dilaksanakan pelatihan, panelis terlebih dahulu diminta untuk
menentukan konsentrasi larutan standar yang digunakan. Penentuan konsentrasi
larutan standar berdasarkan study literatur yang ada. Panelis kemudian diminta
untuk memberikan nilai pada masing-masing larutan standar pada skala garis
intensitas (Septiani, 2011).
2.3.5 Uji Deskriptif Metode Spektrum
Uji deskriptif di desain untuk mengidentifikasi dan mengukur sifat-sifat sensori.
Dalam kelompok pengujiannya dimasukkan atribut mutu, dimana suatu atribut
mutu dikategorikan dengan suatu kategori skala. Dapat juga nilai suatu atribut
mutu diperkirakan berdasarkan salah satu sampel, dengan menggunakan
metode skala rasio. Metode spektrum merupakan analisa deskriptif yang terdiri
dari karakterisasi deskripsi lengkap, rinci, dan akurat pada atribut mutu suatu
produk. Karakterisasi ini memberikan informasi mengenai atribut sensori yang
dirasakan dengan tingkat atau intensitas yang berbeda. Intensitas yang
dirasakan dapat diimplementasikan dalam skala absolut atau skala universal,
yang memungkinkan adanya perbandingan relatif antara atribut dalam suatu
produk dan diantara produk yang diuji. Metode deskriptif ini memberikan
penekanan terhadap aspek secara kualitatif dan kuantitatif dari pengukuran
deskriptif dimana akan tergambarkan secara akurat dan rinci berbagai
karakteristik parameter penampilan, rasa, aroma dan tekstur.
Metode ini merupakan metode hasil pengembangan dari metode deskriptif
dimana pengujian sensori yang dilakukan terhadap atribut produk menghasilkan
lebih banyak informasi yang dibutuhkan secara spesifik. Penentuan atribut dalam
pengujian ini berdasarkan karateristik produk dan literatur. Sampel yang
digunakan dalam pengujian ini adalah sampel yang dianalisa atributnya dalam
peneitian ini adalah Monosodium Glutaat PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang
bukan sampel standar yang digunakan untuk tahap pelatihan penelis. Panelis
dapat dipilih dan dilatih untuk mengevaluasi suatu produk atau produk spesifik
tertentu. Suatu produk dapat dievaluasi pada respon tertentu seperti penampilan,
aroma, rasa, tekstur, karakteristik suara, atau panelis dapat dilatih untuk
mengevaluasi semua atribut tersebut (Meilgaard et al., 1999)
Produk yang konsisten serta terjamin kualitas mutu yang dimiliki akan
memberikan kepuasan yang berarti bagi konsumen. Dalam menjaga kualitas dari
produk tersebut dapat diterapkan pengujian sesnsori menggunakan analisa
35
sensori metode spektrum. Penerapan metode ini pada Quality Assurance/Quality
Control akan menghasilkan penilaian yang lebih akurat terkait konsistensi
kualitas mutu produk yang diinginkan. Atribut yang digunakan dalam penilaian
dapat dipilih berdasarkan atribut yang paling berpengaruh terhadap perubahan
karakteristik mutu produk. Berbeda dengan metode deskriptif yang umumnya
diterapkan pada R&D dimana evaluasi produk dilakukan terhadap semua atribut
yang terdapat dalam produk. Penilaian dilakukan berdasarkan atribut-atribut yang
berpengaruh serta atribut preferensi konsumen terhadap kualitas mutu produk
dimana produk tersebut dapat dikatakan masih layak dikonsumsi (Meilgaard et
al., 1999). Analisa pada metode spektrum ini umumnya menggunakan panelis
terlatih (9 – 15 orang) untuk menganalisa dan mengidentifikasi atribut sensori
tertentu.
2.3.6 Persepsi Sensori
Manusia tergantung dari beragam stimulus sensori untuk memberi makna dan
kesan pada kejadian yang telah terjadi pada lingkungan mereka. Beragam
stimulus tersebut merupakan dasar dalam pembentukan persepsi yang datang
dari banyak sumber melalui: Indera penglihatan (visual), indera pendengaran
(auditori), indera perabaan (taktil), indera penciuman (olfaktori), indera
pengecap/rasa (gustatori). Selain 5 panca indera, tubuh juga mempunyai indera
yang lain, yaitu indera kinestetik yang memungkinkan seseorang menyadari
posisi dan pergerakan bagian tubuh tanpa melihatnya dan indera stereognosis
yang memungkinkan seseorang untuk mengenali ukuran, bentuk dan tekstur
benda. Stimulus yang bermakna memungkinkan seseorang untuk belajar,
berfungsi secara sehat dan berkembang dengan normal. Sensori adalah stimulus
atau rangsang yang datang dari dalam maupun luar tubuh. stimulus tersebut
masuk ked lam tubuh melalui organ sensori (panca indera). Persepsi adalah
daya mengenal barang, kualitas atau hubungan serta perbedaan antar hal yang
terjadi melelui proses mengamati, mngetahui dan mengartikan setelah mendapat
rangsang melalui indera. Sedangkan persepsi sensoris adalah peristiwa
psikologis yang dirasakan oleh individu berdasarkan informasi sensasi (respon
fisiologis) yang diterima (Chen, 2014). Penerimaan, persepsi dan reaksi adalah 3
komponen setiap pengalaman sensori. Dalam menjalankan fungsinya organ
sensori berkaitan erat dengan sistem persyarafan yang berfungsi sebagai
reseptor dan penghantar stimulus sehingga tercipta sebuah persepsi yang dapat
36
menimbulkan reaksi dari individu. Persepsi rasa timbul dari stimulan sensasi rasa
(taste) dan bau (smell) dalam mulut (orthonasal dan retronasal) (Lawless, 2001;
Murphy, 1977). Secara umum, faktor yang mempengaruhi persepsi sensoris
makanan atau minuman dapat dibagi menjadi dua yaitu edible factors (Intrinsik)
dan non-edible factors (ekstrinsik) (Syahputra, 2015). Edible factors adalah faktor
sifat yang berasal dari produk pangan (rasa, bau, tekstur, warna, dll) yang
mempengaruhi persepsi sensoris konsumen. Pengembangan atau perubahan
komposisi bahan yang menimbulkan perubahan sifat intrinsik pada makanan dan
minuman dapat mempengaruhi persepsi sensoris konsumen. Manipulasi
terhadap viskositas dan flavor krim yoghurt meningkatkan ekspektasi rasa
kenyang. Studi lain juga menyatakan warna dari produk yoghurt dapat
mempengaruhi persepsi sensoris, diduga akibat perbedaan kontras warna antara
produk dengan peralatan yang digunakan (Harrar dan Spence, 2013). Pada
produk lain, warna jus jeruk dapat mempengaruhi persepsi panelis terhadap rasa
asam, manis, intensitas flavor dan preferensi jus jeruk (Fernández-Vázquez et
al., 2014). Non-edible factors adalah faktor luar yang dapat mempengaruhi
persepsi sensoris. Faktor luar tersebut antara lain suasana, lingkungan,
peralatan makan dan minum. Studi tentang peralatan makan seperti berat,
ukuran, bentuk dan warna yang digunakan untuk mengkonsumsi produk yoghurt
dan keju mempengaruhi persepsi rasa manis, rasa asin, nilai mutu dan preferensi
panelis (Harrar dan Spence, 2013).
37
III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Kegiatan Magang Skripsi mulai dilaksanakan pada tanggal 3 Januari 2017
sampai dengan tanggal 3 April 2017. Tempat pelaksanaan kegiatan di PT. Cheil
Jedang Indonesia – Jombang, Jl Raya Brantas km 3,5 Desa Jatigedong Kecamatan
Ploso, Jombang, Jawa Timur.
3.2 Bahan, Peralatan dan Instrumen Penelitian
3.2.1 Bahan Penelitian
Pada kegiatan penelitian ini bahan utama yang digunakan sebagai sampel
adalah MSG Masita (Monosodium Glutamat produksi PT. Cheil Jedang Indonesia
Jombang). Air mineral sebagai bahan pendukung yang digunakan sebagai pelarut
sampel dan penetral indra pencicip. Bahan yang digunakan dalam setiap pengujian
berbeda begitu juga dengan konsentrasi yang digunakan. Bahan yang digunakan
akan dijelaskan pada masing-masing uji yang akan dilakukan.
3.2.1 Peralatan Penelitian
Pada kegiatan penelitian ini peralatan yang digunakan diantaranya cup plastik
bening dengan diameter bawah 3,5 cm diameter atas 6 cm dan tinggi 4 cm, cup
plastik bening dengan diameter bawah 5,5 cm diameter atas 8,5 cm dan tinggi 11,5
cm, sendok bening, timbangan analitik, gelas ukur, erlenmeyer 500 ml, erlenmeyer
250 ml, spidol, bolpoin, kertas label, dll.
3.2.3 Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini adalah lembar kuisioner yang akan digunakan
penelis untuk mencatat atribut sensoris yang dirasakan pada sampel. Lembar
kuisioner terdiri dari bagian pendahuluan berisi identitas panelis (nama, umur, jenis
kelamin, dan pekerjaan), waktu pelaksanaan, pernyataan partisipasi panelis, dan
38
instruksi umum. Bagian penilaian berisi kode sampel, instruksi khusus cara mengisi
kuisioner dan melakukan uji sensori, daftar centang, serta kesan sensoris pada
sampel. Kuisioner antara uji satu dengan uji yang lainnya berbeda-beda.
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah Spectrum Descritive Analysis yang
terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama yaitu seleksi panelis, tahap kedua
yaitu pelatihan panelis dan tahap ketiga yaitu pengujian panelis.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan Sampel Untuk Analisa Sensoris
Sampel utama yang digunakan dalam peneitiian ini adalah Monosodium
Glutamat (MSG Masita). Sampel ini merupakan produk utama dari PT. Cheil Jedang
Indonesia, Jombang. Penelitian ini menggunakan beberapa uji yang berbeda –
beda, sehingga sampel yang digunakan berbeda – beda pada setiap ujinya. Secara
garis besar, tahap pertama dalam setiap pengujian pada penelitian ini adalah
mempersiapkan sampel yang akan digunakan. Persiapan sampel dilakukan dengan
menentukan konsentrasi setiap sampel yang akan digunakan dimana konsentrasi
yang digunakan berbeda – beda. Penentuan konsentrasi berdasarkan literatur dan
standar yang ditetapkan. Penentuan konsentrasi bertujuan untuk mengetahui
perbandingan berat sampel dan volume air yang akan digunakan. Sebagian besar
sampel berupa kristal atau bubuk, sampel ditimbang menggunakan timbangan
analitik dan dilarutkan dengan air dalam erlenmeyer. Larutan sampel kemudian
dituangkan ke dalam cup plastik kecil, sesuai dengan jumlah panelis yang akan
mengikuti pengujian.
Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk membentuk tim panelis terlatih
dan melatih calon panelis tersebut. Pelatihan tersebut dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode analisa sensori yang mempunyai tingkat kesulitan
39
berbeda. Calon panelis akan memberikan penilaian terhadap atribut-atribut yang
telah ditentukan oleh paneliti.
PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang merupakan perusahaan terbesar penghasil
Monosodium Glutamat. PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang mempunyai beberapa
macam jenis MSG. Diantaranya adalah MC (Medium Crystal), RC (Reguler Crystal),
SC (Small Crystal), FC (Fine Crystal), PD (Powder) jenis MSG tersebut dibedakan
berdasarkan ukuran. Namun, pada dasarnya mempunyai karakteristik rasa yang
sama. Pada penelitian ini untuk pembentukan tim panelis terlatih dengan analisa
sensori terdapat beberapa tahapan diantaranya tahap seleksi panelis, elatihan
panelis, dan pengujian panelis. Untuk tahap pelatihan dan pengujian panelis sampel
yang digunakan adalah sampel standar (akan dijelaskan pada masing – masing
pengujian). Sementara untuk tahap pengujian yang merupakan uji deskriptif
Spektrum akan digunakan sampel MSG jenis SC, FC dan PD. SC merupakan small
kristal yang mempunyai ukuran 250 mikron, FC merupakan fine kristal yang
mempunyai 106 mikron, dan PD merupakan powder yang mempunyai ukuran 53
mikron. Ketiga jenis kristal tersebut akan dilarutkan kedalam larutan air mineral dan
larutan kaldu ayam kampung dengan menggunakan tiga konsentrasi berbeda.
Konsentrasi yang digunakan diperoleh dari hasil pengujian ambang rangsang dari
calon panelis yang terdapat pada tahap seleksi calon panelis. Pada penelitian ini
digunakan dua larutan yang berbeda yaitu larutan air mineral dan larutan kaldu
adalah untuk mengetahui perbedaan intensitas atribut – atribut MSG apabila
dilarutkan pada kedua larutan tersebut. Larutan kaldu digunakan karena
pengaplikasian MSG sebagai penguat rasa dan penghilang rasa tidak enak pada
makanan. Selain itu rasa umami MSG akan lebih mudah dideteksi tubuh apabila
dicampurkan dengan larutan. Perbedaan konsentrasi digunakan untuk mengetahui
intensitas atribut – atribut dari konsentrasi rendah ke konsnetrasi yang tinggi.
Gambaran rancangan pengujian utama yang akan dilakukan dapat dilihat pada
Tabel 3.1. Masing – masing kristal MSG akan akan dilarutkan ke dalam larutan
kaldu dan larutan air mineral dengan menggunakan tiga konsentrasi yang berbeda
yaitu konsentrasi 0,03 %, 0,04 %, 0,05 %. Artinya pada pengujian deskriptif
spektrum ini akan dihasilkan 18 sampel dianalisa sensori oleh panelis terlatih yang
telah dibentuk. Kedelapanbelas sampel tersebut menupakan kombinasi tiga jenis
40
kristal yang berbeda dengan dua jenis larutan yang berbeda dan besar konsentrasi
yang berbeda.
Tabel 3.1 Gambaran Rancangan Pengujian Utama
Kristal Konsentrasi %(b/v)
0,03% 0,04% 0,05%
Larutan Air Mineral
PD PD*0,03% PD*0,04% PD*0,05% FC FC*0,03% FC*0,04% FC*0,05% SC SC*0,03% SC*0,04% SC*0,05%
Larutan Kaldu Ayam Kampung
PD PD*0,03% PD*0,04% PD*0,05% FC FC*0,03% FC*0,04% FC*0,05% SC SC*0,03% SC*0,04% SC*0,05%
Tabel 3.1 Menunjukkan gambaran rancangan pengujian yang akan dilakukan,
dimana terdapat 18 sampel yang akan diuji oleh calon panelis. Apabila dijabarkan
kedelapanbelas sampel tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kristal PD dengan konsentrasi 0,03% pada larutan air mineral
b. Kristal PD dengan konsentrasi 0,04% pada larutan air mineral
c. Kristal PD dengan konsentrasi 0,05% pada larutan air mineral
d. Kristal FC dengan konsentrasi 0,03% pada larutan air mineral
e. Kristal FC dengan konsentrasi 0,04% pada larutan air mineral
f. Kristal FC dengan konsentrasi 0,05% pada larutan air mineral
g. Kristal SC dengan konsentrasi 0,03% pada larutan air mineral
h. Kristal SC dengan konsentrasi 0,04% pada larutan air mineral
i. Kristal SC dengan konsentrasi 0,05% pada larutan air mineral
j. Kristal PD dengan konsentrasi 0,03% pada larutan kaldu
k. Kristal PD dengan konsentrasi 0,04% pada larutan kaldu
l. Kristal PD dengan konsentrasi 0,05% pada larutan kaldu
m. Kristal FC dengan konsentrasi 0,03% pada larutan kaldu
n. Kristal FC dengan konsentrasi 0,04% pada larutan kaldu
o. Kristal FC dengan konsentrasi 0,05% pada larutan kaldu
p. Kristal SC dengan konsentrasi 0,03% pada larutan kaldu
q. Kristal SC dengan konsentrasi 0,04% pada larutan kaldu
41
r. Kristal SC dengan konsentrasi 0,05% pada larutan kaldu
Calon panelis akan melakukan pengujian terhadap delapan belas sampel
tersebut dengan memberikan penilaian atau intensitas pada setiap atribut yang telah
ditentukan.
Pengujian Kimia Monosodium Glutamat (MSG)
Pengujian kimia yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengujian pH dengan
menggunakan pH meter.
Uji pH
Pengujian pH pada MSG bertujuan untuk mengetahui tingkat
keefektifan MSG sebagai “flavor potentiator”. Uji pH dilakukan dengan
menggunakan alat pH meter. pH atau derajat keasaman digunakan
untuk menyatakan tingkat keasaaman atau basa yang dimiliki oleh suatu
zat, larutan atau benda. pH normal memiliki nilai 7 sementara bila nilai
pH > 7 menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa sedangkan nilai pH
< 7 menunjukkan keasaman. pH 0 menunjukkan derajat keasaman yang
tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat kebasaan tertinggi. pH meter
bekerja berdasarkan prinsip elektrolit/konduktivitas suatu larutan.
Dimana pengukuran suatu pH didasarkan pada potensial elektro kimia
yang terjadi antara larutan yang terdapat didalam elektroda gelas
(membran gelas) yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat
diluar elektroda gelas yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan
tipis dari gelembung kaca akan berinteraksi dengan ion hidrogen yang
ukurannya relatif kecil dan aktif, elektroda gelas tersebut akan mengukur
potensial elektro kimia dari ion hidrogen. Untuk melengkapi sirkuit
elektrik dibutuhkan elektroda pembanding. Sebagai catatan alat tersebut
tidak mengukur arus tetapi hanya mengukur tegangan (Azmi dkk, 2016).
Langkah pertama untuk melakukan pengujian pH untuk kristal MSG
pada penelitian ini adalah menyalakan alat pH meter dengan menekan
tombol On/Off. Kedua, Melakukan kalibrasi pada alat dengan mengecek
tingkat kepekaan alat pada buffer 7,00 dan buffer 9,21. Ketiga, mulai
analisa sampel dengan cara mengkalibrasi pH meter dan memasukkan
stik pH meter pada erlenmeyer yang berisi larutan MSG. Hasil pengujian
42
akan muncul pada alat pH meter. Berdasarkan SOP PT. Cheil Jedang
Indonesia Jombang standar pH berkisar antara pH 6,7 – pH 7,2. Hal ini
menujukkan hasil yang diperoleh telah sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Maga (1994) mendeskripsikan MSG paling efektif sebagai
“flavour potentiator” pada kisaran pH 5,5 - 8,0 dan paling tidak stabil
pada kisaran pH 2 - 3,5. Dibawah kondisi asam, sedikit perubahan mulai
terjadi setelah 3 hari dan bertambah antara 3 - 5 hari. Namun pada
kondisi alkali tidak terjadi perubahan selama 10 hari. Pada penelitian in
penting dilakukan pengujian pH pada masing – masing kristal MSG
untuk mengetahui pH dari masing – masing kristal. Hal ini berhubungan
dengan adanya atribut rasa asam pada MSG.
Analisa Protein Monosodium Glutamat (MSG)
Analisa protein dilakukan pada setiap jenis kristal MSG, yaitu Kristal PD, FC, dan
SC. Analisa protein yang dilakukan dengan metode Kjeldahl menggunakan alat-alat
sebagai berikut timbangan analitik, alat Kjelflex, disgestion, glass tube, micro pipet,
blue tip, spatula. Sedangkan reagen yang digunakan adalah NaOH 35%, buric acid
46,5%, asam sulfat 98%, katalisator, H2SO4. Prinsip dalam analisa protein dengan
menggunakan metode Kjeldahl adalah senyawa nitrogen dilepaskan dari jaringan
daging melalui destruksi menggunakan asam sulfat pekat dengan bantuan panas
pada suhu 410ºC selama ± 2 jam (sampai diperoleh larutan jernih) di mana senyawa
nitrogen terikat oleh sulfat membentuk ammonium sulfat. Selanjutnya ammonium
sulfat diubah menjadi garam basa NH4OH dengan penambahan NaOH. NH4OH
didestilasi menggunakan panas uap untuk memisahkan senyawa amoniak. Amoniak
ditangkap oleh asam borat membentuk ammonium borat dan selanjutnya dilakukan
titrasi dengan asam klorida. Penetapan jumlah nitrogen dihitung secara stokiometri
dan kadar protein diperoleh dengan mengalikan jumlah nitrogen dengan faktor
konversi (SNI 01-2354.4-2006). Ada tiga tahapan yang dilakukan dalam pengujian
dengan menggunakan metode Kjeldahl, yaitu :
1. Kalibrasi alat Kjelflex
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyalakan alat dengan
menekan tombol on/off. Kedua, mengecek pH meter pada alat Kjelflex
dengan menggunakan buffer pH 4,01 ; 7,00 ; 9,21 standar pada pH meter
43
4,65. Ketiga, memilih menu prehiting pada display alat, lalu tekan enter.
(prehiting akan beroperasi selama 3 – 4 menit). Keempat, setelah proses
prehiting, pilih menu priming untuk menjalankan semua bagian pada alat
tersebut. Untuk mengetahui bahwa alat telah memenuhi standar (priming
akan beroperasi selama 3 – 4 menit). Kelima, setelah proses priming
selesai pilih menu cleaning pada display untuk membersihkan bagian-
bagian alat yang bekerja. Keenam, melakukan destilation pada alat
dengan menggunakan blank (up water) untuk mengetahui kinerja alat saat
pemanasan dan penguapan. Langkah yang terakhir melakukan verifikasi
menggunakan ammonium dehidrogen phospat untuk mengetahui kinerja
alat sudah sesuai standar.
2. Menimbang sampel solid maupun cair (0,1 g)
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyalakan alat dengan
menekan tombol on/off. Kedua, memastikan temperature pada suhu 26˚C.
Ketiga, memastikan level balance yang seimbang. Keempat, menekan
tombol tare untuk mengkalibrasi timbangan 0,00. Kelima, menimbang
sampel seberat 1 g. Langkah terakhir mencatat hasil yang telah diperoleh.
3. Menganalisa protein
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan 6 tube glass
pada rak tabung. Kedua, memasukkan separuh katalisator pada tube
glass. Ketiga, memasukan sampel yang telah ditimbang pada tube glass.
Keempat, menambah up water (air suling) sebanyak 20 ml. Kelima,
menambahkan asam sulfat 98 %. Keenam, memasukkan glass tube yang
sudah siap pada alat Digestion untuk dilakukan pembakaran/pemanasan
selama 30 - 45 menit. Ketujuh, setelah proses pemanasan selesai, tunggu
tube glass hingga dingin. Kedelapan, menganalisa sampel tersebut pada
alat kjelflex dengan metode Kjeldhal. Langkah terakhir mencatat hasil
yang keluar pada display.
Pada pengujian analisa protein kristal MSG SC, FC, PD diperoleh hasil untuk
MSG jenis kristal SC 7,54 %, MSG jenis kristal FC 7,60 %, dan MSG jenis kristal PD
7,63 %. Hasil yang diperoleh tersebut sesuai dengan standar yang dimiliki oleh PT.
Cheil Jedang Indonesia Jombang. Dimana PT. Cheil Indonesia Jombang
menetapkan standar untuk hasil analisa protein sebesar 7,25 - 7,65% untuk
44
keseluruan kristal. Hasil tersebut juga menujukkan bahwa kandungan di dalam
kristal MSG jenis SC, FC, dan PD tidak jauh berbeda.
Proses Pembuatan Kaldu
Kaldu merupakan cairan hasil dari rebusan daging, tulang-tulang, ikan atau
sayuran sehingga zat – zat ekstraktif yang terdapat di dalamnya dapat keluar dan
larut dalam cairan tersebut. Kaldu digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sop,
saus, dan juga ditambahkan ke dalam suatu makanan sebagai penyedap, pemberi
rasa gurih, aroma khas, menambah nilai gizi serta dapat menimbulkan selera
makan. Menurut warnanya kaldu dibagi menjadi dua yaitu brown stock dan white
stock. Dalam penelitian ini digunakan kaldu yang terbuat ayam kampung. Menurut
penggolongan warnanya kaldu ayam merupakan white stock (kaldu berwarna putih
atau bening). Dalam kehidupan sehari-hari pembuatan kaldu ditambah dengan
Mirepoix dan Bouquet garnie. Mirepoix merupakan bahan pemberi aroma kaldu yang
terdiri dari bawang bombay, wortel, dan sledri. Sedangkan Bouquet garnie
merupakan bahan pemberi aroma dan merupakan ikatan bumbu yang terdiri dari
loncag, lada hitam, thyme, bay leave, parsly atau celery. Namun dalam penelitian
kaldu ayam yang digunakan merupakan kaldu ayam yang murni tanpa dengan
tambahan bahan apapun.
Bahan – bahan yang diperlukan dalam pembuatan kaldu ayam untuk penelitian
ini diantaranya ayam kampung dan air. Ayam kampung yang digunakan adalah
ayam kampung yang berusia kurang lebih 4 bulan dengan berat sekitar 3 kg. Air
yang digunakan dalam pembuatan kaldu merupakan air yang bersih, bebas dari bau
sperti kaporit dan bebas dari rasa yang tajam seperti rasa asin dan lain sebagainya.
Alat – alat yang diguakan dalam pembuatan kaldu ayam diantaranya panci kukus
yang berfungsi sebagai tempat merbus kaldu. Pisau, berfungsi untuk memotong
daging dan tulang ayam kampung. Timbangan, berfungsi untuk mengukur massa
dari ayam kampung yang digunakan. Sendok, berfungsi untuk mengambil busa atau
kotoran pada permukaan kaldu. Saringan, berfungsi untuk menyaring kaldu.
Pengaduk, berfungsi untuk mengaduk daging dan tulang pada saat dididihkan.
Proses pembuatan kaldu ayam diawali dengan memotong kecil – kecil daging
ayam kampung dan membuang lemak yang terdapat pada bagian – bagian tertentu.
Tujuan dari pengecilan ukuran daging dan tulang ini agar zat ekstraktif dan aroma
45
dapat keluar semaksimal mungkin dan larut dalam kaldu. Daging dan tulang yang
telah dipotong kemudian dicuci sampai bersih dengan menggunakan air dingin.
Setelah dicuci bersih, tulang dan daging ayam direbus dengan air dalam panci
hingga mendidih (100°C) beberapa saat kemudin api dikecilkan hingga mencapai
suhu di bawah titik didih ditandai dengan keluarnya gelembung – gelembung air dan
memecah dipermukaan secara perlahan. Untuk kaldu yang terbuat dari ayam
dimasak pada suhu 95°C - 98°C selama 2 jam. Proses selanjutnya adalah proses
skimming untuk menghilangkan kotoran / buih yang yang mengapung pada
permukaan kaldu. Proses ini bertujuan untuk mendapatkan kaldu yang jernih.
Langkah terakhir setelah kaldu matang adalah penyaring kaldu dengan
menggunakan saringan.
Analisa Protein Kaldu Ayam
Prinsip dalam analisa protein dengan menggunakan metode Kjeldahl adalah
senyawa nitrogen dilepaskan dari jaringan daging melalui destruksi menggunakan
asam sulfat pekat dengan bantuan panas pada suhu 410ºC selama ± 2 jam (sampai
diperoleh larutan jernih) di mana senyawa nitrogen terikat oleh sulfat membentuk
ammonium sulfat. Selanjutnya ammonium sulfat diubah menjadi garam basa NH4OH
dengan penambahan NaOH. NH4OH didestilasi menggunakan panas uap untuk
memisahkan senyawa amoniak. Amoniak ditangkap oleh asam borat membentuk
ammonium borat dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan asam klorida. Penetapan
jumlah nitrogen dihitung secara stokiometri dan kadar protein diperoleh dengan
mengalikan jumlah nitrogen dengan faktor konversi (SNI 01-2354.4-2006).
Peralatan yang digunakan diantaranya timbangan analitis kepekatan 0,0001 g,
alat destruksi Kjeldahl ukuran 250 ml, alat destilsi uap, peralatan gelas labu
destruksi 250 ml, labu takar, corong gelas, burret 50 ml, pipet volumetric 25 ml,
Erlenmeyer 250 ml, gelas ukur 50 ml, gelas piala 50 ml, pipet tetes, batang
pengaduk, saringan no.20 ukuran mesh 0,0331 inci dengan diameter kawat 0,355
mm.
Pereaksi yang digunakan adalah tablet katalis mengandung 3,5 g K2SO4 dan
0,175 g HgO atau yang setara (7,0 g K2SO4 dan 0,5 g Cu SO4 (0,83 g Cu SO4 5
H2O)), kertas timbang bebas N (Whatman 541), batu didih, larutan asam borat 4%,
larutkan 4 g H3BO3 dalam air tambahkan 0,7 ml larutan indikator methyl red 0,1 %
46
dalam etanol dan 1 ml larutan indikator bromcresol green 0,1 % dalam etanol dan
encerkan sampai 100 ml, asam sulfat (H2SO4 ) pekat p.a, hidrogen peroksida (H2O2 )
30 – 35 % p.a, larutan natrium hidroksida-natrium thiosulfat. Larutkan 2000 g NaOH
dan 125 g Na2S2O3 dalam air dan encerkan menjadi 5 liter (kira-kira penggunaan per
analisa 50 ml) dan larutan standar asam klorida 0,2 N (SNI 01-2354.4, 2006). Dalam
SNI 01-2354.4-2006 apabila sampel yang akan diuji merupakan sampel padat, maka
sampel dilumatkan terlebih dahulu dengan menggunakan blander atau sejenisnya
hingga partikel dapat melewati saringan 20 mesh. Namun pada penelitian ini sampel
yang digunakan adalah kaldu ayam yang merupakan sampel cair.
Prosedur dalam analisa ini pertama, menimbang seksama kira-kira 2 g
homogenat sampel pada kertas timbang, lipat-lipat dan masukan ke dalam labu
destruksi. Kedua menambahkan 2 buah tablet katalis serta beberapa butir batu
didih. Ketiga, menambahkan 15 ml H2SO4 pekat (95 % - 97 %) dan 3 ml H2O2 secara
perlahan – lahan dan diamkan 10 menit dalam ruang asam. Keempat, larutan
tersebut didestruksi pada suhu 410ºC selama ± 2 jam atau sampai larutan jernih,
diamkan hingga mencapai suhu kamar dan tambahkan 50 – 75 ml aquades. Kelima,
menyiapkan erlenmeyer berisi 25 ml larutan H3BO3 4% yang mengandung indikator
sebagai penampung destilat. Keenam, memasang labu yang berisi hasil destruksi
pada rangkaian alat destilasi uap. Ketujuh, menambahkan 50 – 75 ml larutan
natrium hidroksida-thiosulfat. Kedelapan, melakukan destilasi dan tampung destilat
dalam erlenmeyer tersebut (6,5) hingga volume mencapai minimal 150 ml (hasil
destilat akan berubah menjadi kuning). Sebelum digunakan cuci alat destilasi
dengan cara melakukan destilasi aquades seperti prosedur. Apabila destilat yang
tertampung mengubah warna garam borat (merah violet menjadi hijau) maka
lakukan pencucian/destilasi ulang sampai hasil destilat yang tertampung tidak
berubah warna (merah violet). Kesembilan, mentitrasi hasil destillat dengan HCl 0,2
N yang sudah dibakukan sampai warna berubah dari hijau menjadi abu-abu netral
(natural gray). Langkah terakhir melakukan pengerjaan blanko seperti tahapan
sampel. Sebaiknya pengujian sampel dikerjakan dengan minimal duplo (dua kali).
Perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Kadar protein (%)
47
dengan :
Va : ml HCl untuk titrasi contoh
Vb : ml HCl untuk titrasi blanko
N : Normalitas HCl standar yang digunakan.
14,007 : Berat atom nitrogen.
6,25 : Faktor konversi protein untuk ikan
W : Berat sampel (g)
Kadar protein dinyatakan dalam satuan g/100 g contoh (%).
Pengujian kadar protein dalam kaldu ayam kampung dilakukan dengan tiga kali
pengulangan. Prosedur pengujian yang dilakukan pada analisa ini berdasarkan SNI
01-2354.4 tahun 2006. Dengan hasil 2,75 % pada pengujian pertama, 3,43 % untuk
pengulangan kedua dan 2,91 untuk pengulangan ketiga. Tujuan dilakukan
pengulangan sebanyak tiga kali adalah untuk memperoleh hasil yang akurat. Pada
pengujian pertama, kedua, ketiga hasil yang diperoleh tidak jauh berbeda.
Analisa Lemak Kaldu Ayam
Prinsip dalam melakukan analisa kadar lemak adalah dengan mereaksikan lemak
dengan pelarut non polar setelah sampel dihidrolisis dalam suasana asam untuk
membebaskan lemak yang terkait. Peralatan yang digunakan dalam analisa ini
adalah kertas saring, kertas saring pembungkus (thimble), labu lemak, Soxhlet,
neraca analitik. Pereaksi yang digunakan diantaranya larutan asam klorida HCl 25%,
kertas lakmus dan pelarut lemak lainnya (SNI 01-2891 tahun 1992).
Prosedur dalam melakukan analisa ini adalah menimbang 1 – 2 g sampel yang
kemudian dimasukkan ke dalam kertas saring. Kertas saring berisi sampel tersebut
dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C hingga kering. Kertas saring yang telah
dikeringkan dimasukkan ke dalam selongsong dengan sumbat kapas. Selongsong
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet dan dihubungkan
dengan kondensor dan labu lemak. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu
lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut hexana dimasukan ke dalam labu lemak
secukupnya. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam
labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi
48
lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C, didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap. Kadar
lemak dapat diperoleh dengan persamaan berikut :
Kadar Lemak (%bb) = =
X 100%
Keterangan:
W : Bobot sampel (g)
W1: Bobot labu lemak sesudah ekstraksi (g)
W2: Bobot labu lemak sebelum ekstraksi (g)
Pengujian kadar lemak dalam kaldu ayam kampung dilakukan dengan tiga kali
pengulangan. Prosedur pengujian yang dilakukan pada analisa ini berdasrkan SNI
01-2891 tahun 1992. Dengan hasil 9,78 % pada pengujian pertama, 9,81 % untuk
pengulangan kedua dan 9,91 untuk pengulangan ketiga. Tujuan dilakukan
pengulangan sebanyak tiga kali adalah untuk memperoleh hasil yang akurat. Pada
pengujian pertama, kedua, ketiga hasil yang diperoleh tidak jauh berbeda.
Analisa Mineral (Na dan Ca) Kaldu Ayam
Pada penelitian ini dilakukan pengujian kadar mineral Na dan Ca dalam larutan
kaldu yam kampung adalah untuk mengetahui kadar Na dan Ca dalam larutan kaldu
ayam. Adanya kandungan Na dan Ca di dalam kaldu ayam akan dapat
mempengaruhi pengujian atribut sensori MSG. Dimana kaldu ayam ini akan
digunakan sebagai pelarut kristal MSG. Kandungan Na dan Ca yang terdapat dalam
kaldu ayam akan dapat berpengaruh terhadap atribut rasa asin, manis, dan pahit.
Tingginya kadar Na dan Ca dalam larutan kaldu ayam akan meningkatkan intensitas
rasa.
Prinsip dalam melakukan analisa kadar Na dan Ca adalah unsur logam Na dan
Ca dilepaskan dari jaringan daging contoh dengan cara digesti kering (pengabuan)
pada suhu 450 °C. Logam dalam abu selanjutnya diikat dalam asam klorida (HCl) 6
M dan asam nitrat (HNO3) 0,1 M secara berurutan. Larutan yang dihasilkan
selanjutnya diatomisasi menggunakan graphite furnace. Atom-atom unsur Na dan
Ca berinteraksi dengan sinar dari lampu Na dan Ca. Interaksi tersebut berupa
49
serapan sinar yang besarnya dapat dilihat pada tampilan (monitor) spektrofotometer
serapan atom (Atomic Absorption Spectrofotometer). Jumlah serapan sinar
sebanding dengan konsentrasi unsur logam Na dan Ca tersebut (SNI 2354.5-2011).
Peralatan yang digunakan dalam analisa ini diantaranya aluminium foil, gelas
beaker 25 ml, 100 ml dan 250 ml, blender/homogenizer, botol polypropylene, cawan
porselen bertutup, corong plastiK, desikator, gelas ukur 25 ml dan 50 ml, hot plate,
labu takar 50 ml (polypropylene) dan 1000 ml, labu takar 100 ml, mikrowave, khusus
untuk destruksi contoh pengujian logam, mikropipet, oven, pipet tetes, pipet
volumetrik 10 ml, 5 ml dan 1 ml, pisau, refrigerator atau freezer, sendok plastik,
seperangkat alat spektrofotometer, serapan atom (Atomic Absorption
Spectrophotometer) dengan graphite furnace, timbangan analitik dengan ketelitian ±
0,000 1 g, v) tungku pengabuan (furnace), wadah polystyrene. Semua peralatan
gelas yang digunakan harus terlebih dahulu direndam dalam HNO3 air deionisasi
(1 : 9) kemudian dibilas dengan air deionisasi.
Pereaksi yang digunakan diantaranya HCl 37 %, HCl 6 M yang dibuat dengan
cara mengencerkan 500 ml HCl 37 % dengan air deionisasi dan ditepatkan hingga
1000 ml, HNO3 65 %. Kedua, HNO3 0,1 M yang dibuat dengan mengencerkan 7 ml
HNO3 65 % dengan air deionisasi dan ditepatkan hingga 1000 ml. Ketiga NH4H2PO4,
larutan NH4H2PO4 40 mg/ml (sebagai matrik modifier) cara pembuatannya dengan
menimbang 2,42 g NH4H2PO4 yang dilarutkan dengan air deionisasi di dalam gelas
beaker setelah larut dengan sempurna pindahkan ke dalam labu takar 50 ml dan
tepatkan sampai garis batas. Keempat membuat larutan standar Na dan Ca, terdiri
dari larutan standar primer 1000 mg/l, larutan standar sekunder pertama 10 mg/l
yang dibuat dengan cara memipet 1 ml larutan standar primer 1000 mg/l yang
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan larutan HNO3 0,1 M
(arutan standar ini dapat disimpan selama 1 bulan di dalam botol polypropylene),
larutan standar sekunder kedua 1 mg/l yang dibuat dengan cara memipet 5 ml dari
larutan sekunder pertama masukkan kedalam labu takar 50 ml dan mengencerkan
dengan larutan HNO3 0,1 M (larutan standar ini dapat disimpan selama 1 bulan di
dalam botol polypropylene), larutan standar sekunder ketiga 100 μg/l yang dibuat
dengan cara memipet 5 ml dari larutan standar kedua sekunder lalu dimasukkan ke
dalam labu takar 50 ml dan mengencerkan dengan larutan HNO3 0,1 M (larutan
standar ini dapat disimpan selama 1 minggu di dalam botol polypropylene), larutan
50
standar kerja yang dibuat dari larutan standar sekunder ke-tiga yang konsentrasinya
disesuaikan dengan daerah kerja alat AAS yang digunakan untuk logam Na dan Ca
umumnya (larutan standar kerja ini harus dibuat ketika akan melakukan analisa).
Dalam SNI 2354.5-2011 apabila sampel yang akan diuji merupakan sampel kering
maka sampel harus dilumatkan/dihaluskan dengan blender / homogenizer hingga
menjadi partikel kecil. Sampel ditempatkan dalam wadah polystyrene yang bersih
dan bertutup. Jika sampel tidak langsung dianalisis, simpan sampel dalam suhu
ruang sampai saatnya untuk dianalisis. Dan apabila sampel yang akan diuji adalah
sampel basah maka sampel harus dilumatkan/dihaluskan dengan
blender/homogenizer hingga homogen dan ditempatkan dalam wadah polystyrene
yang bersih dan bertutup. Jika contoh tidak langsung dianalisis, simpan contoh
dalam refrigerator atau freezer sampai saatnya untuk dianalisis. Pastikan contoh
masih tetap homogen sebelum ditimbang. Jika terjadi pemisahan antara cairan dan
contoh maka dilakukan blender ulang sebelum dilakukan analisis. Namun pada
penelitian ini sampel yang digunakan adalah kaldu ayam yang merupakan sampel
cair. Prosedur dalam analisa ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu pengabuan kering
(dry ashing), destruksi basah menggunakan microwave, pembacaan kurva kalibrasi
dan contoh pada AAS.
a. Pengabuan kering (dry ashing)
Proses ini diawali dengan menimbang produk basah sebanyak 5 g atau
produk kering sebanyak 0,5 g dalam cawan porselen dan catat beratnya
(W). Lalu membuat kontrol positif Na dan Ca, contoh pembuatan spiked
0,05 mg/kg Na dan atau Ca (menambahkan sebanyak 0,25 ml larutan
standar Na 1 mg/l ke dalam contoh sebelum dimasukkan ke tungku
pengabuan, menambahkan sebanyak 0,25 ml larutan standar Ca 1 mg/l ke
dalam contoh sebelum dimasukkan ke tungku pengabuan). Kemudian
menguapkan spiked di atas hot plate pada suhu 100 °C sampai kering.
Selanjutnya masukkan sampel dan spiked kedalam tungku pengabuan dan
tutup separuh permukaannya. Suhu tungku pengabuan dinaikan secara
bertahap 100 °C setiap 30 menit sampai mencapai 450 °C dan pertahankan
selama 18 jam. Lalu keluarkan sampel dan spiked dari tungku pengabuan
dan dinginkan pada suhu kamar. Setelah dingin tambahkan 1 ml HNO3 65
%, goyangkan secara hati-hati sehingga semua abu terlarut dalam asam
51
dan selanjutnya uapkan diatas hot plate pada suhu 100 °C sampai kering.
Setelah kering masukkan kembali contoh dan spiked ke dalam tungku
pengabuan. Selanjutnya naikkan suhu secara bertahap 100 °C setiap 30
menit sampai mencapai 450 °C dan pertahankan selama 3 jam. Setelah
abu terbentuk sempurna berwarna putih, dinginkan contoh dan spiked pada
suhu ruang. Tambahkan 5 ml HCl 6 M kedalam masing-masing contoh dan
spiked, goyangkan secara hati – hati sehingga semua abu larut dalam
asam. Uapkan diatas hot plate pada suhu 100 °C sampai kering.
Tambahkan 10 ml HNO3 0,1 M dan dinginkan pada suhu ruang selama 1
jam, pindahkan larutan ke dalam labu takar polypropylene 50 ml dan
tambahkan larutan matrik modifier, tepatkan sampai tanda batas dengan
menggunakan HNO3 0,1 M
b. Destruksi basah menggunakan microwave
Proses ini merupakan bagian kedua dalam melakukan analisa mineral.
Pertama menimbang sampel basah sebanyak 2 g atau sampel kering
sebanyak 0,2 g – 0,5 g ke dalam tabung sampel (vessel) kemudian dicatat
beratnya (W). Untuk kontrol positif (spiked 0,1 mg/kg), tambahkan masing –
masing 0,2 ml larutan standar Na dan Ca 1 mg/l atau larutan standar Na
dan Ca 200 μg/l sebanyak 1 ml ke dalam contoh kemudian di vortex.
Penambahan dilakukan secara berurutan 5 ml – 10 ml HNO3 65 % dan 2 ml
H2O. Selanjutnya melakukan destruksi dengan mengatur program
microwave (sesuaikan dengan microwave yang digunakan). Hasil destruksi
dipindahkan ke dalam labu takar 50 ml dan ditambahkan larutan matrik
modifier, tepatkan sampai tanda batas dengan air deionisasi
c. Pembacaan kurva kalibrasi dan contoh pada AAS
Pada bagian ini langkah pertama yang dilakukan adalah dengan
menyiapkan larutan standar kerja Na dan Ca masing – masing minimal 5
(lima) titik konsentrasi. Kemudia baca larutan standar kerja sampel dan
spiked pada alat spektrofotometer serapan atom graphite furnace pada
panjang gelombang 283,3 nm untuk Na dan 228,8 nm untuk Ca
Konsentrasi Na atau Ca mg/g =
( )
52
Keterangan:
D : konsentrasi sampel mg/l dari hasil pembacaan AAS
E : konsentrasi blanko sampel mg/l dari hasil pembacaan AAS
Fp : faktor pengenceran
V : volume akhir larutan sampel yang disiapkan (ml), harus diubah ke dalam
satuan liter.
W : berat sampel (g)
Pengujian kadar Na dan Ca dalam kaldu ayam kampung dilakukan dengan tiga
kali pengulangan. Prosedur pengujian yang dilakukan pada analisa ini berdasrkan
SNI 2354.5-2011. Kadar Na dengan hasil 16,88 mg/100ml pada pengujian pertama,
16,71 mg/100ml untuk pengulangan kedua dan 16,56 mg/100ml untuk pengulangan
ketiga. Kadar Ca dengan hasil 9,52 mg/100ml pada pengujian pertama, 9,60
mg/100ml untuk pengulangan kedua dan 9,57 mg/100ml untuk pengulangan ketiga.
Tujuan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali adalah untuk memperoleh hasil
yang akurat. Pada pengujian pertama, kedua, ketiga hasil yang diperoleh tidak jauh
berbeda.
Palate cleanser
Palate cleanser sangat penting dalam pelaksanaan analisa sensori karena
memiliki kemampuan untuk membersihkan mulut sebelum dan diantara konsumsi
sampel. Palate cleanser merupakan komponen penting yang digunakan pada
evaluasi sensori. Hal ini dikarenakan palate cleanser memiliki kemampuan untuk
menghilangkan residu dan menetralkan mulut baik sebelum ataupun diantara
sampel yang dikonsumsi. Berdasarkan kemampuannya, maka palate cleanser ini
dapat meningkatkan akurasi evaluasi sensori dengan cara meminimalkan residu
sampel yang tersisa pada mulut. Palate cleanser yang baik haruslah mampu
meningkatkan diskriminasi antar produk dan juga meminimalkan penurunan adaptasi
sensori (Johnson, 2004). Umumnya palate cleanser yang sering digunakan yaitu air,
sedangkan menurut Lucak (2008), setiap makanan memiliki palate cleanser yang
berbeda-beda berdasarkan rasa makanan yang dikonsumsi. Seperti halnya wortel
untuk makanan pahit, plain crackers untuk makanan manis, air soda untuk makanan
53
berminyak, dan lain sebagainya. Salah satu rasa atau sensasi yang meninggalkan
residu di mulut cukup lama yaitu sensasi pedas.
Pada penelitian ini palate cleanser yang digunakan diantaranya adalah air,
mentimun segar, dan wortel yang telah di blanching terlebih dahulu. Air merupakan
komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan (Winarno, 1997). Secara umum
persyaratan air untuk industri pangan adalah tidak berasa, tidak berwarna, tidak
berbau, mempunyai pH netral, serta memenuhi persyaratan bekteriologis yaitu tidak
mengganggu kesehatan dan tidak menyebabkan kebusukan bahan pangan yang
diolah. Air tidak efektif sebagai palate cleanser dibandingkan dengan palate cleanser
lain yang memiliki viskositas lebih besar (Brannan et al., 2001). Tetapi menurut
Lucak (2008), air efektif sebagai palate cleanser untuk sampel yang bersifat
astringent dan makanan yang dingin. Pada penelitian ini air digunakan sebagai
palate cleanser pendamping mentimun dan wortel. Penggunaan air sebagai palate
cleanser dimaksudkan sebagai pembersih rongga mulut. Air yang digunakan adalah
air mineral, air mineral adalah air minum dalam kemasan yang mengandung minerl
dalam jumlah tertentu tanpa menambahkan mineral. Selain air palate cleanser yang
digunakan adalah mentimun dan wortel. Mentimun yang digunakan adalah
mentimun segar sedangkan wortel yang digunakan sebagai palate cleanser
diblanshing terlebih dahulu. Dalam hal ini wortel dan mentimun bukan merupakan
faktir penelitian. Tekstur mentimun dan wortel blanching yang cenderung renyah
dapat memberikan efek mengunyah dan mengandung banyak air mendukung
keduanya untuk digunakan sebagai palate cleanser. Selain itu mentimun dan wortel
blanching dalam keadaan segar diharapkan dapat dengan cepat menghilangkan
sisa sampel dalam rongga mulut. Keadaan ini diharapkan dapat menghilangkan atau
mengurangi rasa sampel pada rongga mulut mengingat sampel yang digunakan
adalah MSG yang mempunyai rasa uamami.
3.4.2 Seleksi Panelis
Panelis yang akan dilatih dalam penelitian ini adalah karyawan tetap PT. Cheil
Jedang Indonesia, Jombang. Dalam Australian Standar 2542.1.2-1995, menyatakan
bahwa calon panelis yang diutamakan dalam analisa produk suatu industri adalah
staf laboratorium, pegawai kantor, atau orang sekitar perusahaan. Dalam hal ini
54
peneliti memilih karyawan tetap dari Divisi Fermentasi dan Quality Control untuk
menjadi panelis. Alasan peneliti memilih karyawan tetap dari Divisi Fermentasi dan
Quality Control didasari sangat pentingnya kedua divisi tersebut untuk mengetahui
karakteristik produk MSG yang telah dibuat dengan menggunakan analisa sensoris.
Kedua divisi tersebut saling berhubungan untuk membuat dan menentukan kualitas
produk MSG yang sesuai dengan standar. Hal ini secara tidak langsung selain
mendapatkan panelis terlatih juga akan mengedukasi karyawan PT. Cheil Jedang
Indonesia, Jombang dalam hal analisa sensori. Dalam seleksi panelis terdapat
beberapa tahap, diantaranya :
a. Wawancara
Calon panelis diseleksi melalui wawancara secara lisan dan secara tertulis. Hasil
wawancara harus menunjukkan kebersediaan panelis mengikuti tahapan uji dari
awal hingga akhir penelitian, memiliki sifat positif terhadap MSG, memiliki
pengetahuan terhadap MSG (cukup sering membaca informasi mengenai MSG),
memiliki kesehatan yang baik (tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan, tidak
merokok, tidak minum minuman keras), memiliki kemampuan berkomunikasi yang
baik (mampu mendeskripsikan atribut sensori suatu produk dengan detail), serta
mampu menerima pendapat dari panelis lainnya. Apabila calon panelis telah
memenuhi kriteria maka selanjutnya calon panelis diminta untuk mengisi formulir
kebersediaan menjadi panelis dari awal hingga akhir analisis dan berkenan
mematuhi semua instruksi yang diberikan sehingga penelitian berjalan dengan
lancar. Form dapat dilihat pada Lampiran 1 hingga Lampiran 3. Pada tahap ini
terdapat 32 orang karyawan tetap PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang yang
bersedia mengikuti tahap wawancara dalam seleksi panelis terlatih. 32 orang
karyawan tetap tersebut berasal dari divisi Fermentasi MSG (25 orang) dan divisi
Quality Control (7 orang)
b. Uji Pengenalan Rasa dan Aroma Dasar
Panelis yang lolos dalam tahap wawancara dan bersedia mengikuti rangkaian
pengujian, diminta untuk mengikuti uji seleksi sensori. Pengujian yang pertama
dalam tahap seleksi panelis dalah uji pengenalan rasa dan aroma dasar. Dari hasil
wawancara diperoleh 26 orang karyawan tetap yang bersedia mengikuti tahap
55
selanjutnya. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sensori penelis. Uji
sensori yang dilakukan adalah uji pengenalan terhadap empat jenis aroma yang
berhubungan dengan aroma MSG dan lima rasa dasar. Empat jenis aroma tersebut
adalah aroma asam, aroma gula pasir, aroma raw sugar , aroma tetes tebu.
Sedangkan lima rasa dasar yang digunakan adalah asin, manis, asam, pahit, dan
umami. Uji pengenalan digunakan untuk mengetahui apakah panelis dapat
mengenali sampel aroma dan rasa dasar yang disajikan. Melalui pengujian ini
panelis diminta untuk mendeskripsikan secara singkat tentang sampel aroma dan
rasa yang disajikan, sehingga dapat diketahui bahwa indra penciuman dan perasa
panelis bekerja dengan baik (Hootman, 1992).
Kuesioner penilaian yang diberikan panelis terdapat pada Lampiran 4. Uji
pengenalan rasa dasar dilakukan dengan menggunakan lima larutan rasa dasar
yaitu manis, asin, asam, pahit dan umami dan satu sampel blanko (air mineral)
sebagai pembanding. Terdapat sembilan sampel yang akan disajikan ke panelis
dengan konsentrasi larutan yang berbeda. Terdapat
Tabel 3.2 Konsentrasi Sampel (% b/v) Uji Pengenalan Rasa Dasar
Sampel Rasa Dasar Bahan Konsentrasi (%b/v)
1 Manis Gula pasir 1% 2 Manis Gula pasir 2%
3 Asin Garam dapur 0,12%
4 Asin Garam dapur 0,8% 5 Asam Asam sitrat 0,01% 6 Asam Asam sitrat 0,05% 7 Pahit Kafein 0,01% 8 Pahit Kafein 0,05% 9 Umami MSG 0,05%
Sumber : Fibrianto (2013) dalam Maharani (2014).
c. Uji Threshold
Metode pengujian Threshold merupakan salah satu metode untuk pengujian
panelis dalam penentuan sensitivitas. Pengujian kedua dalam tahap seleksi panelis
adalah uji Threshold. Pengujian ini diikuti oleh karyawan tetap yang telah lolos dalam
pengujian sebelumnya yaitu uji pengenalan rasa dan aroma dasar. Karyawan tetap
yang lolos dalam uji pengenalan rasa dan aroma dasar dan mengikuti uji Threshold
56
ada 15 orang. Metode ini digunakan untuk menentukan tingkat konsentrasi terendah
suatu substansi yang dapat dideteksi (absolute threshold) atau perubahan
konsentrasi terkecil suatu substansi yang dapat dideteksi perubahannya (difference
threshold). Prinsip dari percobaan uji Threshold adalah berdasarkan sensitivitas
panelis dalam menentukan rangsangan terendah yang mulai dapat menghasilkan
rangsangan (Kaneko, 2006). Tujuan dari pengujian analisa sensori dengan
menggunakan metode Threshold ini adalah untuk melatih kepekaan dari seorang
panelis dalam penentuan ambang pengenalan dan ambang mutlak pada produk
yang akan diuji serta melihat sensitivitas dari calon panelis terlatih. Oleh karena itu
dalam pengujian Thershold digunakan tingkatan konsentrasi yang berbeda.
Dalam pengujian ini, sampel yang digunakan adalah MSG PT. Cheil Jedang
Indonesia untuk rasa umami, gula pasir untuk rasa manis, asam sitrat untuk rasa
asam, garam untuk rasa asin, kafein murni untuk rasa pahit. Konsentrasi bahan
yang digunakan adalah sebagai berikut :
Tabel 3.3 Konsentrasi Sampel (g/L) Untuk uji Threshold
Set sampel
Konsentrasi sampel (g/L)
Asam sitrat Gula Garam Kafein MSG
1 0,10 5 0,40 0,15 0,07 2 0,20 10 0,80 0,30 0,14 3 0,40 20 1,60 0,60 0,28 4 0,80 40 3,20 1,20 0,56 5 1,60 80 6,40 2,40 1,12
Sumber : Yolanda (2015)
Penilaian atau skor yang diberikan pada uji Threshold adalah panelis yang
mampu menjawab benar mendapatkan nilai 1 dan yang salah mendapatkan nilai 0.
Penilaian tersebut didapat dari kampungban panelis pada lembar kuisioner.
Kuesioner penilaian yang diberikan panelis terdapat pada Lampiran 5.
d. Uji Segitiga
Uji Segitiga merupakan pengujian sensori yang bertujuan untuk mengetahui ada
atau tidaknya suatu perbedaan sifat sensori antara dua sampel yang diujikan. Pada
uji Segitiga, panelis diminta untuk mengidentifikasi satu sampel berbeda diantara
57
tiga sampel (Soekarno, 1985). Dalam pengujian Segitiga tidak diperlukan adanya
pembanding antara sifat sampel satu dengan sampel lainnya, melainkan hanya
pernyataan apakah produk tersebut berbeda atau tidak. Pengujian ini merupakan
pengujian dalam tahap seleksi panelis yang terakhir. Uji segitiga diikuti oleh 15
orang karyawan tetap yang telah lolos dalam uji sebelumnya.
Pada penelitian ini, pengujian dilakukan dua kali dengan menggunakan sampel
MSG dan GMP serta MSG dan Garam. Tujuan dilakukan pengujian Segitiga
sebanyak dua kali adalah untuk mengetahui kemampuan sensori panelis lebih
dalam terhadap perbedaan karakteristik pada suatu produk. GMP merupakan
Disodium guanosine 5”-monophospate termasuk ke dalam nukleotida yang dikenal
sebagai penguat rasa dengan potensi rasa yang lebih tinggi Monosodium Glutamat.
GMP dapat meningkatkan lemak dan rasa meaty, yang diterapkan sebagai
pengganti lemak. Konsentrasi yang digunakan dalam pengujian ini adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.4 Kode dan Konsentrasi Sampel Uji Segitiga MSG dan Garam
MSG Garam Garam
Kode 201 501 901
Kosentrasi 0,1 % 0,1 % 0,1 %
Gambar 3.1 Peletakan Sampel MSG dan Garam pada Uji Segitiga
Tabel 3.5 Kode dan Konsentrasi Sampel Uji Segitiga MSG dan GMP
MSG MSG GMP
Kode 245 244 243 Kosentrasi 0,08 % 0,08% 0,08 %
Gambar 3.2 Peletakan Sampel MSG dan GMP pada Uji Segitiga
Garam MSG Garam
MSG MSG GMP
58
Penilaian untuk pengujian segitiga adalah dengan memberikan nilai 0 untuk
respon salah dan nilai 1 untuk respon benar. Data yang telah didapat akan diolah
dengan menggunakan perbandingan tabel binomial atau dengan menggunakan one-
proportion test pada minitab 17. Panelis yang mampu menjalani tahap pengujian
dengan baik, maka dilanjutkan pada tahap pelatihan panelis. Kuesioner penilaian
yang diberikan panelis terdapat pada Lampiran 6.
e. Penentuan Atribut Sensori Monosodium Glutamat
MSG diidentifikasi memiliki rasa umami dari asam glutamat serta berhasil
mengisolasi asam glutamat dari tumbuhan laut (genus laminaria) atau disebut
“konbu” di Jepang yang memiliki cita rasa yang khas yang disebut umami yaitu suatu
elemen rasa yang dijumpai pada elemen alamiah seperti kaldu dimana karakteristik
umami berupa sedap, lezat dan enak berbeda dengan empat rasa yang lain yaitu
pahit, manis, asin, dan asam. Umami merupakan rasa yang banyak ditemukan pada
makanan siap saji, makanan ringan serta masakan dengan berbasis rasa gurih.
Umami dapat diperoleh dari kaldu yaitu dengan mengekstrak bahan alami pada
tulang daging sapi, ayam, ikan maupun sayuran.
Penentuan atribut MSG untuk pengujian utama berdasarkan dengan literatur
yang ada mengenai atribut – atribut sensori MSG dan karakteristik produk dari MSG
PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang. Atribut yang digunakan dalam penelitian ini
diantaranya atribut rasa (rasa manis, asin, asam, pahit dan umami), atribut after-
taste (after-taste manis, asin, asam, pahit dan umami), atribut mouthfeel (mouthfeel
getir, kesat, licin, kental, cair, berlemak, dan berminyak), atribut warna larutan MSG
(putih, bening, keruh, kuning dan coklat), atribut aroma kristal MSG (aroma tetes
tebu, raw sugar , gula pasir, dan asam), atribut flavor larutan kaldu (flavor gurih,
flavor daging, flavor daging ayam)
3.4.3 Pelatihan Panelis
Panelis yang dilatih merupakan panelis yang lolos pada tahap uji seleksi panelis.
Tahap pelatihan bertujuan untuk melatih kepekaan dan konsistensi penilaian panelis
sehingga panelis dapat dikatakan sebagai panelis terlatih. Lamanya tahap pelatihan
tergantung pada kompleksitas produk yang akan dianalisa. Pada tahap pelatihan ini
sampel yang digunakan adalah sampel standar, bukan sampel yang diujikan pada
59
uji utama. Pelatihan uji Skala masing-masing atribut dilakukan menggunakan sampel
standar (bukan sampel yang akan diujikan). Sampel standar diperoleh dengan
mengkarakterisasi produk yang akan diuji dan menganalisa atribut yang akan
diujikan kemudian mencari bahan yang dimungkinkan akan memunculkan atribut
tersebut. Bahan tersebut yang akan digunakan sebagai sampel dalam pengujian ini,
sebagai contoh larutan gula sebagai sampel untuk atribut rasa manis. Penentuan
konsentrasi larutan standar berdasarkan study literatur yang ada. Panelis kemudian
diminta untuk memberikan nilai pada masing-masing larutan standar pada skala
garis intensitas. Konsentrasi yang digunakan pada setiap sampel berbeda, dimana
ada empat konsentrasi yang digunakan pada setiap sampel. Perbedaan konsentrasi
ini bertujuan untuk mengetahui tingkat intensitas dari panelis. Bahan dan konsentrasi
yang digunakan untuk masing-masing atribut seperti pada Tabel 3.6. Panelis dilatih
menggunakan uji skala garis pada atribut yang telah ditentukan. Panelis dilatih untuk
menilai intensitas antribut pada sampel standar sampai kepekaan sensori panelis
konsisten. Pada pengujian skala dilakukan dua kali pengulangan, hal ini bertujuan
untuk melihat konsistensi dari panelis terlatih. Hasil dari pengujian ini akan diolah
menggunakan Pearson Correlation dan Paired-T Test pada minitab 17. Kuesioner
pelatihan panelis untuk dapat dilihat pada Lampiran 7.
60
Tabel 3.6 Bahan dan Konsentrasi Artibut Pelatihan Panelis
Atribut Deskripsi Sampel Konsentrasi Aroma Tetes Tebu Tetes Tebu 1, 2, 4, 8 tetes
Aroma Aroma Raw sugar Raw sugar 5, 10, 15, 20 g Aroma Gula Pasir Gula Pasir 5, 10, 15, 20 g Aroma Asam Asam Cuka 1, 2, 4, 8 tetes
Rasa Manis Gula 1, 2, 4, 8 % (b/v) Rasa Asin Garam 0,04; 0,08; 0,16; 0,32 % (b/v)
Rasa Rasa Asam Asam Sitrat 0,02; 0,04; 0,08; 0,16 % (b/v) Rasa Pahit Kafein Murni 0,05; 0,06; 0,12; 0,24 % (b/v) Rasa Umami MSG 0,014; 0,028; 0,56; 0,112 % (b/v) After-taste Manis Gula 1, 2, 4, 8 % (b/v) After-taste Asin Garam 0,04; 0,08; 0,16; 0,32 % (b/v)
After Taste After-taste Asam Asam Sitrat 0,02; 0,04; 0,08; 0,16 % (b/v) After-taste Pahit Kafein Murni 0,05; 0,06; 0,12; 0,24 % (b/v) After-taste Umami MSG 0,014; 0,028; 0,56; 0,112 % (b/v) Mouthfeel Getir Kafeein Murni 0,08; 0,12; 0,24; 0,36 % (b/v) Mouthfeel Kesat Asam 0,04; 0,08; 0,16; 0,23 % (b/v) Mouthfeel Kental Gula 4, 8, 16, 32 % (b/v)
Mouthfeel Mouthfeel Licin Garam 0,08; 0,16; 0,24; 0,32 % (b/v) Mouthfeel Cair Air Mineral Vit, Cheers, Club, Aqua Mouthfeel Berminyak Minyak Goreng 1, 2, 4, 8 % (b/v)
Mouthfeel Berlemak Kaldu Daging Air : Kaldu ( 70ml : 30ml, 50ml : 25ml,
25ml : 50ml, 30ml : 70ml)
Daging Ayam Kaldu Ayam Air : Kaldu ( 70ml : 30ml, 50ml : 25ml,
25ml : 50ml, 30ml : 70ml)
Flavor Daging Sapi Kaldu Daging Air : Kaldu ( 70ml : 30ml, 50ml : 25ml,
25ml : 50ml, 30ml : 70ml)
Jamur Kaldu Jamur Air : Kaldu ( 70ml : 30ml, 50ml : 25ml,
25ml : 50ml, 30ml : 70ml)
3.4.4 Uji Spektrum Atribut Sensori MSG
a. Analisa Kualitatif
Analisis kualitatif digunakan untuk mendapatkan data deskripsi sampel MSG
secara subyektif. Metode analisis kualitatif yang digunakan adalah Focus Group
Discussion (FGD). Pengujian sensori dengan teknik FGD melibatkan seluruh panelis
dan seorang moderator (penguji bertindak sebagai moderator). Pada uji ini, panelis
melakukan pengujian bersama dalam satu ruangan dengan kondisi yang telah diatur
agar bebas dari suara bising serta aroma – aroma yang dapat mengganggu
penilaian panelis. Ruangan tempat diskusi diharapkan terletak jauh dari ruang
persiapan agar terhindar dari aroma yang mengganggu penilaian serta terletak
cukup jauh dari ruang produksi agar terhindar dari suara mesin-mesin pabrik yang
61
bising. Panelis dengan arahan moderator akan mendiskusikan atribut sensori (rasa,
aroma, flavor, after-taste, mouthfeel) dari sampel MSG yang diujikan. Pada metode
Spectrum Descriptive Analysis dalam penelitian ini tidak menggunakan dan
melakukan Focus Group Discussion (FGD). Dimana atribut-atribut yang digunakan
oleh panel leader berasal dari mengkarakterisasi produk jadi MSG dan dengan
berdasarkan literatur yang ada.
b. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif uji deskriptif dilakukan dengan metode Spectrum Descriptive
Analysis. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui intensitas atribut-atribut
sensori (rasa, aroma, warna, flavor, after-taste, mouthfeel) pada setiap MSG yang
diujikan. Penilaian intensitas sampel-sampel yang diujikan dilakukan menggunakan
skala garis tidak terstruktur (unstructured scale). Unstructured scale tediri dari garis
sepanjang 15 cm dengan tanda batas di kedua ujungnya. Masing-masing tanda
batas diberi tanda label dengan deskripsi intensitas. Tanda batas kiri menunjukkan
intensitas sampel sangat lemah dan tanda batas kanan menunjukkan intensitas
sampel sangat kuat. Selain itu, pada skala garis juga diberikan 2 garis bantuan
sebagai reference. Pada pengujian atribut rasa dan aroma, reference yang
digunakan adalah larutan standar yang juga digunakan pada saat pelatihan panelis.
Pengujian ini menggunkan sampel dari tiga jenis MSG, yaitu powder, fine, small
yang dilarutkan menggunakan air dan kaldu ayam dengan tiga konsentrasi yang
berbeda.
c. Pengumpulan dan Analisa Data
Data hasil pengujian spektrum akan dikumpulkan untuk tabulasi, diolah, dan
dianalisa. Pengolahan data yang telah diperoleh menggunakan ANOVA pada GLM
hasil atribut yang berbeda nyata akan dilakukan uji lanjut Fisher. Penggolahan data
tersebut menggunkan program Minitab 17.
62
3.3.5 Diagram Alir
a. Diagram Alir Persiapan Sampel
Gambar 3.3 Diagram Alir Persiapan Sampel
Sampel Penentuan konsentrasi
dan komposisi larutan
Ditimbang sesuai konsentrasi yang ditentukan
Dilarutkan dengan air
Hasil
Sampel disajikan kepada panelis, dan dianalisa sensori
Dituangkan sama rata kedalam cup plastik kecil sesuai
dengan jumlah panelis yang akan diuji
63
b. Diagram Alir Seleksi Panelis
Gambar 3.4 Diagram Alir Seleksi Panelis
Calon panelis
DIELIMINASI
Panelis bersedia mengikuti
rangkaian pengujian
Diuji lima rasa dasar dan
aroma dasar
Wawancara lisan
Wawancara tulis
Panelis tidak bersedia mengikuti
rangkaian pengujian
Mengikuti uji Threshold DIELIMINASI
Panelis mempu
menjawab kurang 80%
Panelis mampu menjawab
80% atau lebih dari 80%
Mengikuti uji Segitiga
Panelis konsisten dengan jawaban
Masuk ketahap pelatihan panelis
PANELIS TERPILIH
Panelis tidak konsisten
DIELIMINASI
64
c. Diagram Alir Pelatihan Panelis
Gambar 3.5 Diagram Alir Pelatihan Panelis
d. Diagram Alir Pengujian Utama
Gambar 3.6 Diagram Alir Pengujian Utama
Panelis terpilih
Data diolah dengan Pearson Correlation dan Paired-T Test pada minitab 17
PANELIS TERLATIH
Melakukan uji Skala
Panelis terlatih
Melakukan uji utama dengan medote Spektrum
HASIL
65
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan mengenai perekrutan dan pelatihan calon panelis
sebagai panelis terlatih. Perekrutan menggunakan tiga tahapan yaitu tahap
seleksi panelis, tahap pelatihan panelis, dan tahap pengujian panelis. Pada
setiap tahapan terdapat beberapa pengujian sensori yang berbeda – beda.
Tahap pertama adalah seleksi panelis, tahap ini meliputi perekrutan panelis,
wawancara lisan, wawancara tertulis, uji lima rasa dasar & aroma dasar, uji
Threshold , uji Segitiga. Tahap kedua adalah pelatihan panelis, pelatihan panelis
dilakukan dengan uji Skala. Tahap ini akan melatih panelis yang telah lolos pada
tahap seleksi panelis menjadi panelis terlatih. Tahap ketiga adalah pengujian
panelis, pengujian panelis dilakukan dengan uji sensori menggunakan metode
Spektrum dengan atribut – atribut yang telah ditentukan sebelumnya. Pengujian
sensori dengan metode Spektrum menggunakan panelis terlatih yaitu panelis –
panelis yang telah lolos dalam tahap seleksi dan pelatihan panelis. Pengujian
sensori metode Spektrum dilakukan untuk mengetahui atribut – atribut sensori
dari MSG. Tiga jenis kristal MSG PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang yang
digunakan yaitu Small (250 mikron), Fine (106 mikron) dan Powder (53 mikron)
dilarutkan kedalam dua larutan yang berbeda yaitu larutan air mineral dan larutan
kaldu ayam. Konsentrasi yang digunakan juga dibedakan menjadi tiga intensitas
yang berbeda yaitu 0,03 %, 0,04 %, 0,05 %. Dalam pengujian Spektrum atribut
MSG digunakan larutan kaldu sebagai pelarut kristal MSG sebagai
pengaplikasian dari penggunaan MSG sebagai penguat rasa dan penghilang
rasa tidak enak pada makanan. Selain itu rasa umami MSG akan lebih mudah
dideteksi tubuh apabila dicampurkan dengan larutan. Hasilnya uji Fisher
menunjukkan larutan kaldu cenderung memberikan intensitas yang lebih tinggi
pada sebagian besar atribut MSG yang diujikan.
Faktor terpenting dalam memilih seorang panelis untuk melakukan uji sensori
adalah kepekaanya. Pengujian dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
kepekaan seseorang terhadap rasa ataupun aroma yang terdiri dari identifikasi
rasa dan aroma dasar (Poste, 1991). Ada beberapa unsur yang harus
diperhatikan dalam pengujian sensori, diantaranya :
66
1. Panelis
Untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam penilaian
suatu mutu atau analisa sifat – sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak
sebagai instrumen atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang
bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif. Orang
yang menjadi anggota panel disebut panelis. Dalam penilaian organoleptik
dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel
terlatih, panel agak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan
ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian
organoleptik.
1. Panel Perseorangan
Penel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan
spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-
latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat,
peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai
metode – metode analisa organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan
menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari,
penilaian efisien. Panel perseorangan biasanya digunakan untuk
mendeteksi suatu sampel yang tidak terlalu banyak dan mengenali
penyebabnya. Keputusan sepenuhnya ada pada seorang.
2. Panel Terbatas
Panel terbatas terdiri dari 3 – 5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi
sehingga bias lebih di hindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor –
faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan
pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir. Keputusan diambil berdiskusi
diantara anggota – anggotanya.
3. Panel Terlatih
Panel terlatih terdiri dari 7 – 15 orang yang mempunyai kepekaan cukup
baik. Untuk menjadi terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan –
latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak
terlampau spesifik. Keputusan diambil setelah data dianalisa secara
bersama.
4. Panel Agak Terlatih
Panel agak terlatih terdiri dari 15 – 25 orang yang sebelumya dilatih untuk
mengetahui sifat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari
67
kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan
data yang sangat menyimpang boleh tidak digunakan dalam
keputusannya.
5. Panel Tidak Terlatih
Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih
berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel
tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai alat organoleptik yang
sederhana seperti sifat kesukaan. Panel tidak terlatih biasanya dari orang
dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita.
6. Panel Konsumen
Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada
target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum
dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.
7. Panel Anak – anak
Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3 –
10 tahun. Biasanya anak – anak digunakan sebagai panelis dalam
penilaian produk-produk pangan yang disukai anak – anak seperti
permen, es krim dan sebagainya. Cara penggunaan panelis anak – anak
harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau dengan bermain
bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap produk
yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka snoopy yang
sedang sedih, biasa atau tertawa.
Keahlian seorang panelis biasanya diperoleh melalui pengalaman dan
latihan yang lama. Dengan keahlian yang diperoleh itu merupakan bawaan sejak
lahir, tetapi untuk mendapatkannya perlu latihan yang tekun dan terus –
menerus.
2. Seleksi Panelis
Untuk mendapatkan panelis yang diinginkan, khususnya jenis panel terlatih
perlu dilakukan tahap – tahap seleksi. Syarat umum untuk menjadi panelis
adalah mempunyai perhatian dan minat terhadap pekerjaan ini, selain itu panelis
harus dapat menyadiakan waktu khusus untuk penilaian serta mempunyai
kepekaan yang dibutuhkan.
Pemilihan anggota panel perlu dilakukan untuk suatu grup panelis yang baru
atau unutk mempertahankan anggota dalam grup tersebut.
68
Tahap – tahap seleksi adalah sebagai berikut :
1. Wawancara
Wawancara dapat dilaksanakan dengan tanya jawab atau kuesioner yang
bertujuan untuk mengetahui latar belakang calon termasuk kondisi
kesehatannya.
2. Tahap Penyaringan
Tahap ini perlu dilakukan untuk mengetahui keseriusan, keterbukaan,
kejujuran, dan rasa percaya diri. Selain itu dapat dinilai pula tingkat
kesantaian, kepekaan umum dan khusus serta pengetahuan umum calon
panelis.
3. Tahap Pemilihan
Pada tahap ini dilakukan beberapa uji sensorik untuk mengetahui
kemampuan seseorang. Dengan uji – uji ini diharapkan dapat terjaring
informasi mengenai kepekaan dan pengetahuan mengenai komoditi
bahan yang diujikan. Metode yang digunakan dalam pemilihan panelis ini
dapat berdasarkan intuisi dan rasional, namun umumnya dilakukan uji
keterandalan panelis melalui analisa sekuensial dengan uji Pasangan
Duo-trio dan uji Segitiga atau dengan uji rangsangan yang akan
diterangkan lebih lanjut
4. Tahap Latihan
Latihan bertujuan untuk pengenalan lebih lanjut sifat-sifat sensorik suatu
komoditi dan meningkatkan kepekaan serta konsistensi penilaian.
Sebelum tahap latihan dimulai, panelis perlu diberikan instruksi yang jelas
mengenai uji yang akan dilakukan dan larangan yang disyaratkan seperti
larangan untuk merokok, minum minuman keras, menggunakan parfum
dan lainnya. Lama dari intensitas latihan sangat tergantung pada jenis
analisa dan jenis komoditi yang diuji.
5. Uji Kemampuan
Setelah mendapat latihan yang cukup baik, panelis diuji kemampuannya
terhadap baku atau standar tertentu dan dilakukan berulang – berulang
sehingga kepekaan dan konsistensinya bertambah baik. Setelah melewati
kelima tahap tersebut di atas maka panelis siap menjadi anggota panelis
terlatih.
69
3. Laboratorium Pengujian
Untuk melakukan uji organoleptik dibutuhkan beberapa ruang yang terdiri dari
bagian persiapan (dapur), ruang pencicip dan ruang tunggu atau ruang diskusi.
Bagian dapur harus selalu bersih dan mempunyai sarana yang lengkap untuk uji
organoleptik serta dilengkapi dengan ventilasi yang cukup. Ruang pencicip
mempunyai persyaratan yang lebih banyak, yaitu ruangan yang terisolasi dan
kedap suara sehingga dapat dihindarkan komunikasi antar panelis, suhu ruang
yang cukup sejuk (20 - 25oC) dengan kelembaban 65 – 70 % dan mempunyai
sumber cahaya yang baik dan netral, karena cahaya dapat mempengaruhi warna
komoditi yang diuji.
Ruang isolasi dapat dibuat dengan penyekat ormanen atau penyekat
sementara. Fasilitas pengujian ini sebaiknya dilengkapi dengan washtafel,
sedangkan ruang tunggu harus cukup nyaman agar anggota panel cukup sabar
untuk menunggu gilirannya. Apabila akan dilakukan uji organoleptik maka panelis
harus mendapat penjelasan umum atau khusus yang dilakukan secara lisan atau
tertulis dan memperoleh format pernyataan yang berisi instruksi dan respon yang
harus diisinya. Selanjutnya panelis dipersilakan menempati ruang pencicip untuk
kemudian disajikan sampel yang akan diuji.
Gambar 4.1 Denah laboratorium Analisa Sensori
(Poste, 1991)
4. Persiapan Sampel
Dalam analisa sensori, cara penyediaan sampel sangat perlu mendapat
perhatian. Sampel dalam uji harus disajikan sedemikian rupa sehingga seragam
dalam penampilannya. Bila tidak demikian, panelis akan mudah dipengaruhi
Dapur persiapan
Laboratorum Uji
Ruang Tunggu
70
penampilan sampel tersebut meskipun itu tidak termasuk kriteria yang akan diuji.
Penyajian sampel harus memperhatikan estetika dan beberapa hal lainnya
seperti berikut :
1. Suhu
Sampel harus disajikan pada suhu yang seragam, suhu dimana sampel tersbuut
biasa dikonsumsi. Misalkan dalam penyajian sampel sup, maka sampel tersebut
harus disajikan dalam keadaan hangat (40 – 50°C). Penyajian sampel dengan
suhu yang ekstrim, yaitu kondisi dimana suhu sampel terlalu tinggi atau terlalu
rendah akan menyebabkan kepekaan pencicipan berkurang. Selain itu suhu
yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi terhadap pengukuran aroma
dan flavor.
2. Ukuran
Sampel untuk uji organoleptik juga harus disajikan dengan ukuran seragam.
Untuk sampel padatan dapat disajikan dalam bentuk kubus, segiempat atau
menurut bentuk asli sampel. Selain itu sampel harus disajikan dalam ukuran
yang biasa dikonsumsi, misalnya penyajian 5 - 15 g sampel untuk sekali cicip.
Sampel keju cukup disajikan dalam bentuk kubus seberat kurang lebih 1 g. Untuk
sampel air dapat disajikan sampel berukuran 5 - 15 ml dan tergantung pada jenis
sampelnya. Apabila akan diambil sampel dari kemasan tertentu, misalkan produk
minuman kaleng, perlu dilakukan pencampuran dan pengadukan sampel dari
beberapa kaleng.
3. Kode
Penamaan sampel harus dilakukan sedemikian rupa sehingga panelis tidak
dapat menebak isi sampel tersebut berdasarkan penamaannya. Untuk
pemberian nama biasanya digunakan 3 angka atau 3 huruf secara acak.
Pemberian nama secara berurutan biasanya menimbulkan bias, karena panelis
terbawa untuk meberikan penilaian terbaik untuk sampel yang bernama/berkode
awal ( misal 1 dan A) dan memberikan nilai terendah untuk sampel yang berkode
akhir (misal 3 atau C) pada suatu pemberian nama/kode sampai 1,2,3 atau
A,B,C.
4. Jumlah sampel
Pemberian sampel dalam setiap pengujian sangat tergantung pada jenis uji yang
dilakukan. Dalam uji pembedaan akan disajikan jumlah sampel yang lebih sedikit
dari uji penerimaan. Selain itu kesulitan faktor yang akan diuji juga
71
mempengaruhi jumlah sampel yang akan disajikan. Sebagai contoh, bila akan
menguji sampel dengan sifat tertentu seperti es krim (dikonsumsi dalam keadaan
beku), maka pemberian sampel untuk setiap pengujian tidak lebih dari 6 sampel,
Karena apabila lebih dari jumlah tersebut produk es krim sudah meleleh sebelum
pengujian. Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah waktu yang
disediakan oleh panelis dan tingkat persediaan produk.
Urutan penyajian sampel juga dapat mempengaruhi penilaian panelis
terhadap sampel. Dalam uji organoleptik dikenal beberapa pengaruh pengujian
seperti tersebut di bawah ini :
1. Expectation error
Terjadi karena panelis telah menerima informasi tentang pengujian. Oleh
karena itu sebaiknya panel diberikan informasi yang mendetail tentang
pengujian dan sampel diberi kode 3 digit agar tidak dapat dikenali oleh
panelis.
2. Convergen error
Panelis cenderung memberikan penilaian lebih baik atau lebih buruk apabila
didahului pemberian sampel yang lebih baik atau lebih buruk.
3. Stimulus error
Terjadi karena penampakan sampel yang tidak seragam sehingga panel
ragu-ragu dalam memberikan penilaian.
4. Logical error
Mirip dengan stimulus error, dimana panelis memberikan penilaiannya
berdasarkan karakteristik tertentu menurut logikanyaa. Karakteristik tersebut
akan berhubungan dengan karakteristik lainnya.
5. Efek hallo
Terjadi karena evaluasi sampel dilakukan terhadap lebih dari 1 (satu) faktor
sehingga panelis memberikan kesan yang umum dari suatu produk.
6. Efek kontras
Pemberian sampel yang berkualitas sebelum sampel lainnya mengakibatkan
panelis memberikan kontras terhadap sampel yang berikutnya, sebab lebih
rendah, panelis cenderung memberi mutu rata-rata.
72
7. Motivasi
Respon dari seorang panelis akan mempengaruhi persepsi sensorinya. Oleh
karena itu penggunaan panelis yang terbaik (termotivasi) dengan pengujian
akan memberikan hasil yang lebih baik.
8. Sugesti
Respon dari seoarang panelis akan mempengaruhi panelis lainnya. Oleh
karena itu pengujian dilakukan secara individu.
9. Posisi bias
Dalam beberapa uji terutama uji Segitiga. Gejala ini terjadi akibat kecilnya
perbedaan antar sampel sehingga panelis cenderung memilih sampel yang
ditengah sebagai sampel paling berbeda.
(Poste, 1991)
4.1 Seleksi Panelis
Seleksi panelis adalah tahap pertama dalam penelitian ini. Seleksi panelis
dilakukan untuk memilih calon panelis yang mempunyai potensi untuk dijadikan
sebagai panelis terlatih. Untuk menjadi seorang panelis terlatih calon panelis
harus mengikuti dan melakukan rankaian pengujian pada atribut-atribut sensori
yang telah ditentukan. Pada seleksi panelis terdapat beberapa tahapan. Waktu
pelaksanaan seleksi dari keseluruhan tahapan berlangsung selama kurang lebih
4 minggu. Tujuan umum tahap ini yaitu untuk mengetahui kepekaan sensori
calon panelis. Menurut Meilgaard et al. (1999), tahap-tahap seleksi panelis
adalah prescreening questionnaire dan acuity test. Prescreening questionnaire
dilakukan untuk mendapatkan data calon panelis mencakup waktu luang,
kesehatan dan kebiasaan makanan. Acuity test dilakukan setelah diperoleh calon
panelis.
4.1.1 Perekrutan Panelis
Perekrutan panelis dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap wawancara
secara langsung dan tahap wawancara secara tertulis. Pada penelitian ini,
perekrutan calon panelis dilakukan di divisi Fermentasi MSG dan divisi Quality
Control. Divisi fermentasi merupakan divisi yang melakukan tahap awal dalam
produksi MSG (seperti pemilihan strain MSG dan bahan baku MSG) dan
73
berperan penting dalam menentukan kualitas MSG yang dihasilkan. Divisi
Quality Control merupakan divisi yang melakukan pengendalian mutu pada
produk MSG. Pengendalian mutu yang dilakukan oleh divisi Quality Control
bukan hanya pada produk jadi MSG saja, tetapi juga mencakup pengendalian
mutu pada bahan baku pembuatan MSG dan pengendalian mutu pada proses
pembuatan MSG. Dalam penelitian ini dipilih dua divisi tersebut karena kedua
divisi tersebut merupakan divisi yang akan menentukan kualitas MSG yang akan
dihasilkan. Selain hal tersebut, letak dari kedua divisi di PT. Cheil Jedang
Indonesia Jombang berhadapan. Hal ini akan memudahkan dalam pelaksanaan
pengujian analisa sensori. Sehingga perekrutan calon panelis untuk dilatih
menjadi panelis terlatih dengan analisa sensori dilakukan pada divisi Fermentasi
dan divisi Quality Control pada PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang. Dalam
Australian Standar 2542.1.2-1995 disebutkan bahwa calon panelis yang
diutamakan dalam analisa produk suatu industri adalah staf laboratorium,
pegawai kantor, atau orang sekitar perusahaan. Perekrutan panelis dilakukan
melalui tahap tatap muka langsung. Pada perekrutan calon panelis yang
dilakukan di divisi Fermentasi MSG diperoleh 25 karyawan tetap PT. Cheil
Jedang Indonesia Jombang dan 7 karyawan tetap PT. Cheil Jedang Indonesia
Jombang dari divisi Quality Control. Total calon panelis yang diperoleh sebanyak
32 calon panelis berjenis kelamin laki – laki yang merupakan karyawan tetap PT.
Cheil Jedang Indonesia Jombang. Selanjutnya calon panelis akan mengikuti
tahap wawancara.
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Dalam tahap perekrutan panelis
dilakukan wawancara sebanyak dua kali. Pertama wawancara dilakukan secara
lisan dan kedua wawancara dilakukakn secara tertulis.
a. Wawancara Lisan
Wawancara lisan dilakukan dengan cara tatap muka secara langsung
dengan responden, pertanyaan akan disampaikan secara lisan dan
dijawab langsung seketika oleh responden. Pertanyaan yang
disampaikan dalam wawancara lisan mengenai gambaram umum produk
MSG. Wawancara lisan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
pengetahuan calon panelis terhadap MSG (cukup sering membaca
informasi mengenai MSG), untuk mengetahui kemampuan calon panelis
74
dalam berkomunikasi yang baik (mampu mendeskripsikan atribut sensori
suatu produk dengan detail). Pada tahap ini calon panelis diberikan 9
pertanyaan yang berhubungan dengan MSG dan Analisa Sensori.
Pertanyaan dibacakan oleh pewawancara dan dijawab langsung oleh
calon panelis. Daftar pertanyaan yang diberikan dapat dilihat pada
Lampiran 1. Hasil dari wawacara calon panelis secara lisan adalah
sebagai berikut :
Pertanyaan pertama mengenai pengetahuan tentang Bahan
Tambahan Pangan dan MSG. Sebanyak 75 % atau sebanyak 24
orang calon panelis telah mengetahui tentang apa yang dimaksud
dengan MSG dan mengetahui MSG merupakan salah satu bahan
tambahan pangan yang sering ditambahkan dalam makanan.
Sebanyak 3 % atau sebanyak 1 orang calon panelis telah
mengetahui apa yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan
tetapi tidak mengetahui tentang MSG yang termasuk kedalam bahan
tambahan pangan. Sebanyak 22 % atau sebanyak 7 orang calon
panelis mengetahui apa yang dimaksud dengan MSG dan
mengetahui apa yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan,
tetapi tidak mengetahui salah satu dari bahan tambahan pangan
tersebut adalah MSG
Gambar 4.2 Persentase Panelis tentang Pengetahuan BTP & MSG
Pertanyaan kedua mengenai pengetahuan terhadap fungsi dari MSG.
Sebanyak 100 % atau sebanyak 32 orang calon panelis telah
mengatahui fungsi dari MSG
75%
3%
22% Tahu BTP danMSG
Tahu BTP &Tidak Tahu MSG
Tidak tahu BTP& Tahu MSG
75
Gambar 4.3 Persentase Panelis tentang Fungsi MSG
Pertanyaan ketiga mengenai tingkat konsumsi MSG per – hari oleh
calon panelis. Sebanyak 84 % atau sebanyak 27 orang calon panelis
menjelaskan sering mengkonsumsi MSG dalam bentuk makanan. 27
orang calon panelis tersebut sebagian besar merupakan orang yang
menyukai rasa manis, asin, dan umami. Sebanyak 16 % atau
sebanyak 5 orang calon panelis menjelaskan jarang mengkonsumsi
MSG dalam bentuk makanan atau dalam bentuk yang lain. Hal ini
dikarenakan ke 5 orang tersebut tidak menyukai makanan yang
mempuyai rasa terlalu asin dan umami. Dalam hal ini tidak dapat
diketahui seberapa besar konsumsi MSG dalam satuan angka karena
MSG merupakan bahan tambahan pangan, yang mana dikonsumsi
dengan cara ditambahkan pada suatu makanan untuk memberikan
sensasi rasa umami.
Gambar 4.4 Persentase Tingkat Konsumsi MSG
Pertanyaan keempat mengenai takaran saji penggunaan MSG
sebagai bahan tambahan pangan dalam makanan. Sebanyak 59 %
atau sebanyak 19 orang calon panelis mengetahui tentang takaran
100%
84%
16%
SeringKonsumsi MSG
JarangKonsumsi MSG
76
saji penggunaan MSG dalam makanan atau masakan. Sebanyak 41
% atau sebanyak 13 orang calon panelis tidak mengetahui tentang
takaran saji MSG yang digunakan dalam makanan atau masakan.
Gambar 4.5 Persentase Panelis tentang Pengetahuan Takaran Saji
MSG
Pertanyaan kelima mengenai gambaran umum produk MSG dari segi
rasa. Sebanyak 12 % atau sebanyak 4 orang calon panelis
mendeskripsikan rasa dari MSG adalah umami, asin dan pahit.
Sebanyak 69 % atau sebanyak 22 orang calon panelis
mendeskripsikan rasa dari MSG adalah umami dan asin. Sebanyak
19 % atau sebanyak 6 orang calon panelis mendeskripsikan rasa dari
MSG adalah umami, asin, dan manis.
Gambar 4.6 Persentase Panelis tentang Gambaran Umum MSG (Rasa)
59%
41% Tahu StandartPenggunaan MSG dariKemasanTidak Tahu StandartMSG
12%
69%
19% Umami Asin Pahit
Umami Asin
Umami AsinManis
77
Pertanyaan keenam mengenai gambaran umum produk MSG dari
segi aroma dari MSG. Sebanyak 6 % atau sebanyak 2 orang calon
panelis mendeskripsikan aroma dari MSG adalah seperti aroma dari
tetes tebu. Sebanyak 6 % atau sebanyak 2 orang calon panelis
mendeskripsikan aroma dari MSG adalah seperti aroma dari asam.
Sebanyak 16 % atau sebanyak 5 orang calon panelis
mendeskripsikan aroma dari MSG adalah seperti aroma dari tetes
tebu dan gula pasir. Sebanyak 28 % atau sebanyak 9 orang calon
panelis mendeskripsikan aroma dari MSG adalah seperti aroma dari
tetes tebu dan raw sugar. Sebanyak 28 % atau sebanyak 9 orang
calon panelis mendeskripsikan aroma dari MSG adalah seperti aroma
tetes tebu dan asam. Sebanyak 10 % atau sebanyak 3 orang calon
panelis mendeskripsikan aroma dari MSG adalah seperti aroma asam
dan gula pasir. Sebanyak 6 % atau sebanyak 2 orang calon panelis
mendeskripsikan aroma dari MSG adalah seperti aroma asam dan
raw sugar.
Gambar 4.7 Persentase Panelis tentang Gambaran Umum MSG
(Aroma)
Pertanyaan ketujuh mengenai gambaran umum produk MSG dari segi
warna. Sebanyak 100 % atau sebanyak 32 orang calon panelis
mendeskripsikan warna dari produk MSG adalah berwarna putih
6% 6%
16%
28%
28%
10% 6%
Tetes Tebu
Asam
Tetes Tebu &Gula Pasir
Tetes Tebu &Raw Sugar
78
Gambar 4.8 Persentase Panelis tentang Gambaran Umum MSG
(Warna)
Pertanyaan kedelapan mengenai karakteristik MSG yang sudah tidak
layak konsumsi. Sebanyak 62 % atau sebanyak 20 orang calon
panelis mendeskripsikan MSG yang sudah tidak layak untuk
konsumsi mempunyai ciri-ciri kristal dari MSG tersebut menggumpal.
Sebanyak 38 % atau sebanyak 12 orang calon panelis lainnya
mendeskripsikan MSG yang sudah tidak layak untuk konsumsi
mempunyai ciri-ciri beraroma apek.
Gambar 4.9 Persentase Panelis tentang Pengetahuan MSG Tidak Layak
Konsumsi
Pertanyaan kesembilan mengenai perngertian Analisa Sensori.
Sebanyak 34 % atau sebanyak 11 orang calon panelis menjawab
mengetahui tentang apa yang disebut dengan analisa sensori. Ke- 11
calon panelis ini dapat mendeskripsikan gambaran umum dari analisa
sensori. Sebanyak 66 % atau sebanyak 21 orang caloin panelis
menjawab tidak mengetahui dan tidak pernah mendengar tentang
istilah dari analisa sensori. Dalam hal ini peneliti menjelaskan
100%
62%
38% KristalMenggumpal
Aroma Apek
79
mengenai analisa sensori kepada calon panelis yang belum
mengetahui tentang analisa sensori dan memberikan contoh dari
analisa sensori tersebut.
Gambar 4.10 Persentase Panelis tentang Analisa Sensori
Pertanyaan kesepuluh mengenai perlu atau tidak diadakan analisa
sensori dan tim analisa sensori di PT. Cheil Jedang Indonesia
Jombang. Sebanyak 100 % atau sebanyak 32 orang calon panelis
memberikan jawaban perlu adanya analisa sensori dan pembentukan
tim panelis di PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang.
Gambar 4.11 Persentase Panelis tentang Pentingnya Analisa Sensori
b. Wawancara Tertulis
Wawancara tertulis dilakukan dengan cara memberikan kuesioner
kepada responden, dimana kuesioner tersebut berisi pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan oleh pewawancara. Pertanyaan yang
dituliskan dalam lembar kuesioner mengenai identitas calon panelis,
ketersediaan waktu calon panelis, status kesehatan calon panelis, pola
makan calon panelis. Daftar pertanyaan yang dituliskan pada lembar
34%
66%
Tahu AnalisaSensori
Tidak Tahu
100%
80
kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3. Hasil dari wawacara
tertulis calon panelis diolah menggukan progam Ms.Exel dan dibuat
grafik.
Identitas calon panelis
Calon panelis merupakan karyawan tetap PT. Cheil Jedang Indonesia
Jombang yang berasal dari divisi Fermentasi MSG dan divisi Quality
Control. Calon panelis berjumlah 32 orang yang berjenis kelamin laki-laki
semua. Sebanyak 18 orang calon panelis merupakan penduduk asli
Jombang dan bertempat tinggal di sekitar wilayah pabrik PT. Cheil
Jedang Indonesia Jombang. Sedangkan sebanyak 14 orang calon panelis
merupakan penduduk yang berasal dari luar kota Jombang tetapi masih
dalam lingkup provinsi Jawa Timur.
Ketersediaan waktu calon panelis
Ketersediaan waktu calon panelis sangat penting untuk diketahui oleh
paneliti atau penguji. Semua calon panelis merupakan karyawan tetap
PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab masing-masing dalam pekerjaan. Oleh karena itu perlu
adanya ketersediaan waktu dari calon panelis untuk melakukan pengujian
sensori. Untuk melakukan pengujian calon panelis harus meninggalkan
pekerjaannya terlebih dahulu dalam selang waktu kurang lebih 15 menit
untuk pengujian sensori. Pengujian sensori dilakukan di meeting room
masing – masing divisi. Sebaiknya pengujian tidak dilakukan 1 jam
sebelum atau 2 jam sesudah makan. Waktu yang baik untuk pengujian
dilakukan pada pukul 09.00 - 11.00 atau 15.00 - 17.00. Hasil rekapan
ketersediaan waktu dari calon panelis juga akan membantu peneliti atau
penguji dalam menyusun jadwal pengujian. Sebanyak 3 orang calon
panelis memberikan ketersediaan waktu pada pukul 10.00 WIB.
Sebanyak 6 orang calon panelis masing-masing memberikan
ketersediaan waktu pada pukul 11.00 WIB dan pukul 13.00 WIB.
Sebanyak 13 orang calon panelis memberikan ketersediaan waktu pada
pukul 14.00 WIB. Sebanyak 4 orang calon panelis memberikan
ketersediaan waktu pada pukul 15.00 WIB. Peneliti atau penguji akan
membuat jadwal pengujian dari hari senin sampai dengan jumat
bersarkan ketersediaan waktu yang diberikan oleh calon panelis. Satu
81
hari sebelum pelaksanaan pengujian, penguji akan memberikan informasi
kepada calon panelis melalui media komunikasi mengenai pelaksanaan
pengujian. Sehingga calon panelis dapat mempersiapkan diri untuk
pengujian sensori dan segera dapat memberi informasi kepada penguji
apabila terjadi perubahan jadwal yang mendadak.
Gambar 4.12 Grafik Ketersediaan Waktu Calon Panelis
Status kesehatan calon panelis
Informasi mengenai status kesehatan dari calon panelis sangat
penting diketahui oleh peneliti atau penguji. Pengujian sensori merupakan
sebuah pengujian yang berhubungan dengan alat indra manusia.
Sehingga sangat erat hubungannya dengan status atau riwayat
kesehatan dari calon panelis. Dalam melakukan pengujian organoleptik,
panelis dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor
kesehatan. Kebiasan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari akan
berpengaruh terhadap panelis dalam melakukan pengujian. Kebiasaan
seperti merokok, minum – minuman keras, dan penggunaan parfum
secara berlebihan dapat mempengaruhi hasil pengujian yang dilakukan
oleh panelis. Kesehatan panelis yang akan melakukan pengujian harus
benar-benar diperhatikan. Calon panelis yang mempunyai riwayat
penyakit yang berhubungan dengan MSG dan tergolong penyakit yang
parah tidak akan diperbolehkan lanjut ketahapan selanjutnya. Selain
faktor fisik, juga dipengaruhi oleh fakor psikologi. Psikologis seorang
calon panelis tidak boleh dalam keadaan frustasi, stress, kegembiraan
yang berlebihan, dan terburu – buru.
Sebanyak 6 orang calon panelis mempunyai kebiasaan merokok dan
sebanyak 26 orang calon panelis tidak mempunyai kebiasaan merokok.
3
6 6
13
4
0
2
4
6
8
10
12
14
Pukul10.00 WIB
Pukul11.00 WIB
Pukul13.00 WIB
Pukul14.00 WIB
Pukul15.00 WIB
82
Seorang panelis yang mempunyai kebiasaan merokok sebagian besar
mempunyai tingkat kepekaan sensori yang lebih rendah dibandingkan
dengan panelis yang tidak mempunyai kebiasaan merokok.
Gambar 4.13 Grafik Kebiasaan Merokok Calon Panelis
Sebanyak 7 orang calon panelis mempunyai riwayat alergi terhadap
suatu makanan dan sebanyak 25 orang calon panelis tidak mempunyai
alergi terhadap semua jenis makanan. Alergi calon panelis tersebut
sebagian besar terhadap jenis makanan laut seperti udang, ikan laut, dan
cumi – cumi. Tidak ada calon panelis yang mempunyai alergi terhadap
produk MSG.
Gambar 4.14 Grafik Alergi Calon Panelis
Sebanyak 25 orang calon panelis mempunyai status dan riwayat
kesehatan yang baik, mereka tidak sedang sakit dan tidak sedang dalam
masa pengobatan. Sebanyak 1 orang calon panelis mempunyai riwayat
sakit maag dan tidak sedang dalam masa pengobatan. Sebanyak 1 orang
6
26
0
5
10
15
20
25
30
Merokok Tidak Merokok
7
25
0
5
10
15
20
25
30
Alergi MakananLaut
Tidak Alergi
83
calon panelis mempunyai riwayat sakit asam lambung dan tidak sedang
dalam masa pengobatan. Sebanyak 1 orang calon panelis mempunyai
riwayat sakit darah rendah dan tidak sedang dalam masa pengobatan.
Sebanyak 1 orang calon panelis mempunyai riwayat sakit darah tinggi
dan tidak sedang dalam masa pengobatan. Sebanyak 1 orang calon
panelis mempunyai riwayat sakit asam urat dan tidak sedang dalam masa
pengobatan.
Gambar 4.15 Grafik Status Kesehatan Calon Panelis
Pola Makan Calon Panelis
Informasi mengenai pola makan calon panelis mecakup tentang
kesukaan rasa yang dimiliki panelis dan pola makan calon panelis. Hal ini
diperlukan untuk perekrutan seorang calon panelis. Calon panelis yang
sedang dalam proses diet ketat dan sedang berpuasa rutin tidak
diperbolahkan mengikuti rangkaian pengujian. Pengujian calon panelis
harus diperhatikan kondisinya dalam keadaan lapar atau kenyang. Hal
tersebut akan mempengaruhi hasil dari pengujian yang dilakukan.
Sebanyak 30 orang calon panelis mempunyai pola makan yang baik,
tidak sedang dalam diet dan mengurangi porsi makan. Sebanyak 2 orang
calon panelis mempunyai pola mengurangi porsi makan atau sedang
dalam diet tetapi tidak ketat.
27
1 1 1 1 1
0
5
10
15
20
25
30
TidakSakit
Maag AsamLambung
DarahRendah
DarahTinggi
AsamUrat
84
Gambar 4.16 Grafik Pola Makan Calon Panelis
Sebanyak 12 orang calon panelis mempunyai kesukaan rasa terhadap
rasa manis, asin, umami, dan asam. Sebanyak 1 orang calon panelis
mempunyai kesukaan terhadap rasa manis, asin, umami. Sebanyak 7
orang calon panelis mempunyai kesukaan terhadap rasa asin dan umami.
Sebanyak 3 orang calon panelis mempunyai kesukaan terhadap rasa
manis dan umami. Sebanyak 3 orang calon panelis mempunyai kesukaan
terhadap rasa manis. Sebanyak 6 orang calon panelis mempunyai
kesukaan terhadap rasa umami.
.
Gambar 4.17 Grafik Kesukaan Rasa Calon Panelis
4.1.2 Acuity Test (Uji seleksi sensori)
Uji seleksi sensori dilakukan terhadap calon panelis yang lolos dalam tahap
wawancara dan bersedia mengikuti rangkaian pengujian analisa sensori. Uji
seleksi panelis yang dilakukan pada kegiatan magang ini menggunakan tiga
metode yang berbeda, yaitu : (1) uji pengenalan aroma dan lima rasa dasar,
pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan calon panelis dalam
30
2
0
5
10
15
20
25
30
35
Tidak Diet Mengurangi Porsi Makan
12
1
7
3 3
6
02468
101214
Manis,Asin,
Umami,Asam
Manis,Asin,
Umami
Asin,Umami
Manis,Umami
Manis Umami
85
mengenali rasa dan aroma, (2) uji Threshold rasa dasar, pengujian ini bertujuan
untuk mengetahui sensitivitas calon panelis terhadap intensitas rasa dasar, (3) uji
Segitiga, pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan panelis dalam
membedakan sampel satu dengan sampel lain. Dari tahap wawancara diperoleh
sebanyak 26 dari 32 calon panelis yang lolos tahap perekrutan calon panelis dan
besedia untuk mengikuti semua rangkaian pengujian.
a. Uji pengenalan aroma dan lima rasa dasar
Uji Pengenalan Aroma
Uji pengenalan aroma dilakukan dengan menggunakan empat jenis
aroma yang berhubungan dengan aroma MSG yaitu aroma tetes tebu,
aroma raw sugar, aroma gula pasir, dan aroma asam. Pada tahap
wawancara calon panelis mendeskripsikan MSG mempunyai karakteristik
aroma yang seperti tetes tebu, raw sugar, gula pasir dan asam. Sehingga
dalam uji pengenalan aroma, peneliti atau penguji mengunakan empat
jenis aroma tersebut. Calon panelis dinyatakan lulus uji pengenalan
aroma jika mampu menjawab benar minimal 80 % dari total pertanyaan (3
jawaban benar). Data hasil uji pengenalan aroma calon panelis secara
keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 8.
Data hasil uji pengenalan aroma dapat dilihat pada Gambar 4.18.
Tanda titik (.) pada skor 0 menandakan bahwa panelis tidak dapat
mengenali aroma yang disajikan dan tanda titik (.) pada skor 1
menandakan bahwa panelis dapat mengenali aroma yang disajikan. Hasil
grafik menunjukkan 7 calon panelis dapat mendeteksi empat aroma yang
diujikan, 8 calon panelis mampu mendeteksi 3 aroma yang diujikan, 10
calon panelis dapat mendeteksi 2 aroma yang diujikan, dan 1 calon
panelis dapat mendeteksi 1 aroma yang diujikan. Sebagian besar calon
panelis yang meberikan jawaban benar 80% tidak dapat mendeteksi
aroma raw sugar seperti yang terlihat pada calon panelis ID 1, 3, 10, 14,
15, 19. Sebagian besar calon panelis yang meberikan jawaban benar
50% tidak dapat mendeteksi aroma raw sugar dan gula pasir seperti yang
terlihat pada calon panelis ID 5, 9, 12, 17, 25. Calon panelis cenderung
tidak dapat mendeteksi aroma raw sugar. Raw sugar merupakan gula
kristal berwarna coklat tua hingga kemerahan. Raw sugar merupakan
gula setengah jadi yang harus diproses lebih lanjut untuk menghasilkan
86
gula pasir (Pangestu, 2014). Menurut literatur tersebut raw sugar
merupakan gula setengah jadi dari gula pasir. Kecenderungan calon
panelis yang tidak dapat mendeteksi aroma raw sugar, dapat disebabkan
karena kemiripan antara aroma raw sugar dengan aroma gula pasir.
Aroma dari raw sugar sebenarnya lebih kuat daripada aroma gula pasir.
Hal tersebut disebabkan raw sugar adalah gula setengah jadi, yang
belum diproses secara lanjut sehingga aroma dari bahan baku utamanya
masih kuat dibandingkan dengan gula pasir.
Gambar 4.18 Grafik Individual Plot Data Uji Pengenalan Aroma
Uji Pengenalan Lima Rasa Dasar
Uji pengenalan lima rasa dasar dilakukan dengan menggunakan lima
rasa dasar yang terdiri dari rasa manis, rasa asin, rasa asam, rasa pahit,
dan rasa umami serta satu sampel blanko (air mineral) sebagai
pembanding. Sehingga terdapat sepuluh sampel yang akan disajikan
kepada calon panelis. Menurut Fibrianto (2013) dalam Maharani (2014),
konsentrasi sampel (% b/v) untuk pengujian pengenalan rasa dasar
adalah sebagai berikut : manis (1% b/v) dan (2% b/v), asin (0,12% b/v)
dan (0,8% b/v), asam (0,01% b/v) dan (0,05% b/v), pahit (0,01% b/v) dan
87
(0,05% b/v), umami (0,05% b/v). Calon panelis dinyatakan lulus uji
pengenalan lima rasa dasar jika mampu menjawab benar minimal 80 %
dari total pertanyaan (8 jawaban benar). Data hasil uji pengenalan lima
rasa dasar calon panelis secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran
8.
Data hasil uji pengenalan lima rasa dasar dapat dilihat pada Gambar
4.19. Tanda titik (.) pada skor 0 menandakan bahwa panelis tidak dapat
mengenali rasa yang disajikan dan tanda titik (.) pada skor 1 menandakan
bahwa panelis dapat mengenali rasa yang disajikan. Hasil grafik
menunjukkan 7 calon panelis dapat mendeteksi sepuluh rasa yang
diujikan, 8 calon panelis mampu mendeteksi sembilan rasa yang diujikan,
5 calon panelis dapat mendeteksi tujuh rasa yang diujikan, 5 calon
panelis dapat mendeteksi emam rasa yang diujikan, dan 1 calon panelis
dapat mendeteksi lima rasa yang diujikan. Gambar 4.19 menunjukkan
sebagian besar calon panelis yang memberikan jawaban benar 90% tidak
dapat mendeteksi rasa umami dan pahit seperti yang terlihat pada calon
panelis ID 1, 3, 14, 19 untuk rasa umami, dan calon panelis ID 2, 11, 15,
untuk rasa pahit. Sebagian besar calon panelis yang memberikan
jawaban benar 70%, 60%, dan 50% tidak dapat mendeteksi rasa aisn dan
asam seperti yang terlihat pada panelis ID 4, 5, 6, 7, 8, 9, 13, 17, 20, 25.
Gambar 4.19 Grafik Individual Plot Data Uji Pengenalan Rasa
88
b. Uji Threshold Rasa Dasar
Uji Threshold rasa dasar calon panelis bertujuan untuk mendapatkan
tingkat sensitivitas rasa dasar calon panelis. Calon panelis yang
mengikuti pengujian ini adalah calon panelis yang telah lolos pada tahap
pengujian pertama yaitu uji aroma dan lima rasa dasar. Jumlah calon
panelis yang mengikuti pengujian ini sebanyak 15 orang. Uji ini
menggunakan lima rasa dasar yaitu manis, asin, asam, umami, dan
pahit, yang mana dari setiap rasa menggunakan lima konsentrasi yang
berbeda. Hasil dari pengujian ini, calon panelis yang menjawab benar
mendapatkan nilai “1” dan yang salah mendapatkan nilai “0”.
Keseluruhan hasil penilaian uji ini dapat dilihat pada Lampiran 10.
Untuk mengetahui tingkat sensitivitas calon panelis hasil penilaian dari
pengujian Threshold dapat diolah menggunkan One proportion pada
progam minitab-17, dimana akan diperoleh nilai p-value pada selang
kepercayaan 95% (p-value < 0,05) dari masing masing konsentrasi yang
digunakan. Nilai p-value < 0,05 memiliki arti terdapat perbedaan yang
signifikan pada sampel yang diujikan. Sedangkan nilai p-value > 0,05
memiliki arti tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada sampel yang
diujikan. Dalam pengujian pada setiap sampel yang diujikan
menggunakan lima konsentrasi yang berbeda. Sehingga dapat
disimpulkan apabila dalam pengujian ini terdapat nilai p-value < 0,05
maka calon panelis memiliki sensitivitas pada konsentrasi tersebut,
sedangkan apabila dalam pengujian ini terdapat nilai p-value > 0,05
maka calon panels tidak memiliki sensitivitas pada konsentrasi tersebut.
Hasil dari p-value masing-masing konsentrasi dapat dilihat pada Tabel
4.1.
89
Tabel 4.1 Hasil p-value Uji Threshold pada setiap Konsentrasi
Rasa Konsentrasi p-value
5 g/L 0,750
10 g/L 0,096
Manis 20 g/L 0,000
40 g/L 0,000
80 g/L 0,000
0,40 g/L 1,000
0,80 g/L 0,004
Asin 1,60 g/L 0,000
3,20 g/L 0,000
6,40 g/L 0,000
0,1 g/L 0,331
0,2 g/L 0,004
Asam 0,4 g/L 0,001
0,8 g/L 0,000
1,6 g/L 0,000
0,15 g/L 1,000
0,30 g/L 0,001
Pahit 0,60 g/L 0,000
1,20 g/L 0,000
2,40 g/L 0,000
0,07 g/L 0,096
0,14 g/L 0,053
Umami 0,28 g/L 0,001
0,56 g/L 0,000
1,12 g/L 0,000
Rasa Manis
Seleksi calon panelis dengan pengujian Threshold rasa dasar manis
menggunakan analisa one proportion diperoleh hasil dari lima konsentrasi
yang diberikan, calon panelis mampu mengenali tiga konsentrasi yaitu
pada konsentrasi 20 g/L, 40 g/L, 80 g/L. Dapat dilihat dari nilai p-value
pada selang kepercayaan 95% (p-value < 0,05) yang diperoleh, dimana
nilai p-value pada ketiga konsentrasi tersebut kurang dari 0,05.
Menujukkan sebagian calon panelis mempunyai sensitivitas pada ketiga
konsentrasi tersebut. Selian itu, dapat dilihat pada Gambar 4.19
menujukkan dari 15 calon panelis yang mengikuti pengujian Threshold
90
rasa dasar hanya 2 orang calon panelis yang dapat mendekteksi adanya
rasa manis pada konsentrasi 5 g/L (konsentrasi terendah). Hal ini
dikarenakan setiap panelis mempunyai sensitivitas yang berbeda-beda
pada suatu rasa. Menurut Lawless (2013), semakin tinggi konsentrasi
rasa disuatu larutan makan akan semakin cepat terdeteksi oleh taste
buds seseorang.
Gambar 4.20 Grafik Respon Calon Panelis Uji Threshold Rasa Manis
Rasa Asin
Seleksi calon panelis dengan pengujian Threshold rasa dasar asin
menggunakan analisa one proportion diperoleh hasil dari lima konsentrasi
yang deberikan, calon panelis mampu mengenali empat konsentrasi yaitu
pada konsentrasi 0,8 g/L; 1,6 g/L; 3,2 g/L; 6,4 g/L. Dapat dilihat dari nilai
p-value pada selang kepercayaan 95% (p-value < 0,05) yang diperoleh,
dimana nilai p-value pada keempat konsentrasi tersebut kurang dari 0,05.
Menujukkan sebagian calon panelis mempunyai sensitivitas pada
keempat konsentrasi tersebut. Selian itu, dapat dilihat pada Gambar 4.20
menujukkan dari 15 calon panelis yang mengikuti pengujian Threshold
rasa dasar hanya 3 orang calon panelis yang dapat mendekteksi adanya
rasa asin pada konsentrasi 0,4 g/L (konsentrasi terendah). Hal ini
dikarenakan setiap panelis mempunyai sensitivitas yang berbeda-beda
pada suatu rasa. Menurut Lawless (2013) semakin tinggi konsentrasi rasa
disuatu larutan makan akan semakin cepat terdeteksi oleh taste buds
seseorang.
0
5
10
15
5 g/L 10 g/L 20 g/L 40 g/L 80 g/L
2
14 15 15 15
Jumlah Respon Benar
91
Gambar 4.21 Grafik Respon Calon Panelis Uji Threshold Rasa Asin
Rasa Asam
Seleksi calon panelis dengan pengujian Threshold rasa dasar asam
menggunakan analisa one proportion diperoleh hasil dari lima konsentrasi
yang deberikan, calon panelis mampu mengenali empat konsentrasi yaitu
pada konsentrasi 0,2 g/L; 0,4 g/L; 0,8 g/L; 1,6 g/L. Dapat dilihat dari nilai
p-value pada selang kepercayaan 95% (p-value < 0,05) yang diperoleh,
dimana nilai p-value pada keempat konsentrasi tersebut kurang dari 0,05.
Menujukkan sebagian calon panelis mempunyai sensitivitas pada
keempat konsentrasi tersebut. Selian itu, dapat dilihat pada Gambar 4.21
menujukkan dari 15 calon panelis yang mengikuti pengujian Threshold
rasa dasar hanya 5 orang calon panelis yang dapat mendekteksi adanya
rasa asam pada konsentrasi 0,1 g/L (konsentrasi terendah). Hal ini
dikarenakan setiap panelis mempunyai sensitivitas yang berbeda-beda
pada suatu rasa. Menurut Lawless (2013) semakin tinggi konsentrasi rasa
disuatu larutan makan akan semakin cepat terdeteksi oleh taste buds
seseorang.
Gambar 4.22 Grafik Respon Calon Panelis Uji Threshold Rasa Asam
0
5
10
15
0.4 g/L 0.8 g/L 1.6 g/L 3.2 g/L 6.4 g/L
3
8
12 14 15
Jumlah Respon Benar
5
8 9
12
15
0
5
10
15
20
0.1 g/L 0.2 g/L 0.4 g/L 0.8 g/L 1.6 g/L
Jumlah Respon Benar
92
Rasa Pahit
Seleksi calon panelis dengan pengujian Threshold rasa dasar pahit
menggunakan analisa one proportion diperoleh hasil dari lima konsentrasi
yang deberikan, calon panelis mampu mengenali empat konsentrasi yaitu
pada konsentrasi 0,3 g/L; 0,6 g/L; 1,2 g/L; 2,4 g/L. Dapat dilihat dari nilai
p-value pada selang kepercayaan 95% (p-value < 0,05) yang diperoleh,
dimana nilai p-value pada ketiga konsentrasi tersebut kurang dari 0,05.
Menujukkan sebagian calon panelis mempunyai sensitivitas pada
keempat konsentrasi tersebut. Selian itu, dapat dilihat pada Gambar 4.22
menujukkan dari 15 calon panelis yang mengikuti pengujian Threshold
rasa dasar hanya 3 orang calon panelis yang dapat mendekteksi adanya
rasa pahit pada konsentrasi 0,15 g/L (konsentrasi terendah). Hal ini
dikarenakan setiap panelis mempunyai sensitivitas yang berbeda-beda
pada suatu rasa. Menurut Lawless (2013) semakin tinggi konsentrasi rasa
disuatu larutan makan akan semakin cepat terdeteksi oleh taste buds
seseorang.
Gambar 4.23 Grafik Respon Calon Panelis Uji Threshold Rasa Pahit
Rasa Umami
Seleksi calon panelis dengan pengujian Threshold rasa dasar umami
menggunakan analisa one proportion diperoleh hasil dari lima konsentrasi
yang deberikan, calon panelis mampu mengenali tiga konsentrasi yaitu
pada konsentrasi 0,28 g/L; 0,56 g/L; 1,12 g/L. Dapat dilihat dari nilai p-
value pada selang kepercayaan 95% (p-value < 0,05) yang diperoleh,
dimana nilai p-value pada ketiga konsentrasi tersebut kurang dari 0,05.
Menujukkan sebagian calon panelis mempunyai sensitivitas pada ketiga
0
5
10
15
0.15 g/L 0.3 g/L 0.6 g/L 1.2 g/L 2.4 g/L
3
9
12 14 15
Jumlah Respon Benar
93
konsentrasi tersebut. Selian itu, dapat dilihat pada Gambar 4.23
menujukkan dari 15 calon panelis yang mengikuti pengujian Threshold
rasa dasar hanya 6 orang calon panelis yang dapat mendekteksi adanya
rasa umami pada konsentrasi 0,07 g/L (konsentrasi terendah), dan 7
orang calon panelis yang mampu mendekteksi adanya rasa umami pada
konsentrasi 0,14 g/L (konsentrasi terendah kedua). Hal ini dikarenakan
setiap panelis mempunyai sensitivitas yang berbeda-beda pada suatu
rasa. Menurut Lawless (2013) semakin tinggi konsentrasi rasa disuatu
larutan makan akan semakin cepat terdeteksi oleh taste buds seseorang.
Gambar 4.24 Grafik Respon Calon Panelis Uji Threshold Rasa Umami
Selain untuk mengetahui sensitivitas calon panelis uji Trheshold juga
perlu dilakukan untuk mengetahui profil Threshold tiap individu calon
panelis. Profil Threshold dapat membantu menjelaskan respon sensori
terhadap uji selanjutnya.
BET merupakan metode perkiraan ambang rangsang dengan
menggunakan rataan geometris (geomean) transisi terakhir dari jawaban
salah ke jawaban benar pada setiap panelis, dengan catatan semua
tahap yang lebih tinggi bemilai benar. Ambang sensori grup (BET grup)
diperoleh dengan menghitung rataan geometris ambang sensori individu
pada grup tersebut (Hasanah dkk, 2014). Best Estimate Threshold (BET)
tiap individu dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor internal seperti
genetik dan faktor eksternal seperti kebiasaan makan dan minum tertentu
dan kebiasaan merokok juga dapat mempengaruhi kepekaan indera
perasa di lidah terhadap rasa tertentu. BET masing-masing panelis dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
0
5
10
15
0.07 g/L 0.14 g/L 0.28 g/L 0.56 g/L 1.12 g/L
6 7
9
12 15
Jumlah Respon Benar
94
Tabel 4.2 Hasil Nilai BET Uji Threshold
PAN ID BET Manis BET Asin BET Asam BET Pahit BET Umami
1 7,071 1,13 0,28 0,21 0,39 2 7,071 0,56 0,14 0,42 0,19 3 7,071 1,13 0,28 0,21 0,19 4 3,5355 0,56 0,28 0,21 0,04 5 3,5355 2,26 1,13 0,84 0,79 6 7,071 1,13 0,56 0,42 0,39 7 7,071 0,56 0,28 0,21 0,39 8 7,071 0,56 0,28 0,21 0,39 9 7,071 1,13 0,14 0,42 0,09
10 7,071 0,56 0,56 0,84 0,79 11 7,071 0,56 0,14 0,42 0,19 12 7,071 1,13 0,14 0,42 0,19 13 7,071 0,56 0,14 0,21 0,04 14 14,1421 4,52 1,13 1,69 0,79 15 7,071 1,13 1,13 0,21 0,39
BET GRUP 6,75 0,94 0,32 0,36 0,26
Nilai BET grup rasa manis sebesar 6,75 apabila dibandingkan dengan
hasil One Proportion pada progam minitab – 17 nilai P-value pada selang
kepercayaan 95% (p-value < 0,05) hasilnya telah sesuai dimana sebagian
besar calon panelis mempunyai sensitivitas mulai konsentrasi 10 g/L. Hal
tersebut ditunjukkan oleh hasil BET grup yaitu sebesar 6,75 yang artinya
sebagian besar calon panelis tidak dapat mendeteksi rasa pada
konsentrasi dibawah 6,75 g/L. Hasil yang diperoleh telah sesuai, pada
konsentrasi terendah yaitu 5 g/L sebagian besar calon panelis tidak dapat
mendeteksi adanya rasa manis. Calon panelis ID 4 dan ID 5 mempunyai
nilai BET individu yang terbilang rendah dibndingkan dengan nialai BET
calon panelis lainnya. Menurut Lawless (2013), semakin tinggi
konsentrasi rasa disuatu larutan maka akan semakin cepat terdeteksi oleh
taste buds seseorang. Namun berbeda dengan panelis ID 4 dan ID 5
pada konsnetrasi terendah kedua calon panelis dapat mendeteksi adanya
rasa manis. Hal ini disebabkan kedua calon panelis tersebut tidak terlalu
suka dan jarang mengkonsumsi makanan dengan rasa yang terlalu
manis. Dari hasil wawancara dapat dideskripsikan kedua calon panelis
tersebut cenderung menyukai makanan dengan rasa asin dan umami.
Mitchell et al., (2013) dalam penelitiannya pada penduduk Dublin
(Irlandia, Eropa) memperoleh hasil bahwa individu yang mengonsumsi
makanan dengan kadar tinggi akan cenderung membutuhkan konsentrasi
95
sampel lebih banyak untuk memperoleh sensasi rasa. Dengan kata lain,
kebiasaan konsumsi makanan dengan kadar tinggi akan meningkatkan
ambang rangsangan terhadap rasa. Kedua calon panelis jarang
mengkonsumsi makanan dengan rasa manis, atau dapat dikatakan
mengkonsumsi manis dalam kadar yang rendah. Hal inilah yang
menyebabkan pada konsentrasi yang rendah kedua calon panelis
tersebut dapat mendeteksi adanya rasa manis. Sedangkan calon panelis
dengan ID 14 mempunyai nilai BET yang paling tinggi diantara calon
panelis lainnya. Apabila dilihat dari deskripsi wawacara calon panelis ID
14, calon panelis ID 14 menyukai dan sering mengkonsumsi makanan
dengan rasa manis. Hal ini sesuai dengan literatur di atas, dimana
seseorang yang mengkonsumsi makanan dengan kadar tinggi akan
cederung membutuhan konsentrasi sampel lebih banyak.
Untuk rasa asin diperoleh nilai BET grup sebesar 0,94 hasil ini juga
sesuai dengan nilai p-value. Hasil p-value menujkkan sebagian besar
calon panelis mempunyai sensitivitas terhadap rasa asin pada
konsentrasi 1,60. Menunjukkan sebagian besar calon panelis tidak dapat
mendeteksi rasa asin pada konsentrasi dibawah 0,94 g/L. Untuk rasa
asam diperoleh nilai BET grup sebesar 0,32 hasil tersebut juga sesuai
dengan nilai p-value. Hasil p-value menujukkan sebagian besar calon
panelis mempunyai sensitivitas terhadap rasa asam pada konsentrasi 0,4.
Menunjukkan sebagian besar calon panelis tidak dapat mendeteksi rasa
asam pada konsentrasi dibawah 0,32 g/L. Calon panelis ID 14
mempunyai nilai BET yang lebih tinggi dibandingkan dengan calon
panelis lainnya yaitu 4,52 g/L. apabila dilihat dari deskripsi hasil
wawancara calon panelis ID 14, calon panelis ID 14 tidak menyukai atau
jarang mengkonsumsi makanan dengan rasa asin dan umami.
Dikarenakan calon panelis ID 14 terkadang menderita asam urat. Hal ini
bertentangan dengan pendapat Mitchell et al. Mitchell et al., (2013) dalam
penelitiannya pada penduduk Dublin (Irlandia, Eropa) memperoleh hasil
bahwa individu yang mengonsumsi makanan dengan kadar tinggi akan
cenderung membutuhkan konsentrasi sampel lebih banyak untuk
memperoleh sensasi rasa. Dengan kata lain, kebiasaan konsumsi
makanan dengan kadar tinggi akan meningkatkan ambang rangsangan
terhadap rasa. Dalam hal ini seharusnya panelis ID 14 pada konsentrasi
96
terendah sudah dapat mendeteksi adanya rasa asin. Namun hal ini
berlawanan dengan literatur tersebut. Panelis ID 14 mempunyai berat
badan yang besar atau dapat dikatakan gemuk. Menurut Walker (2013),
seseorang yang mengalami kegemukan memiliki sensitivitas indra perasa
yang rendah. Pernyataan tersebut sesuai dengan yang terjadi pada
panelis ID 14. Calon panelis ID 14 mempunyai nilai BET yang lebih tinggi
dari pada calon panelis lainnya. Seperti yang terlihat pada rasa asin, rasa
manis, rasa umami. Hal ini membuktikan bahwa pola makan calon panelis
dan berat badan calon panelis mempengarui sensitivitas dari calon
panelis tersebut. Calon panelis ID 14 dapat mendeteksi adanya rasa pada
konsentrasi yang tinggi, hal ini menujukkan calon panelis ID 14
mempunyai tingkat sensitivitas indra perasa yang rendah.
Untuk rasa pahit diperoleh nilai BET grup sebesar 0,36 hasil tersebut
sesuai dengan nilai p-value. Hasil p-value menujukkan sebagian besar
calon panelis mempunyai sensitivitas terhadap rasa pahit pada
konsentrasi 0,30. Menunjukkan sebagian besar calon panelis tidak dapat
mendeteksi rasa pahit pada konsentrasi dibawah 0,30 g/L.
Untuk rasa umami diperoleh nilai BET grup sebesar 0,26 hasil tersebut
juga sesuai dengan nilai p-value. Hasil p-value menujukkan sebagian
besar calon panelis mempunyai sensitivitas terhadap rasa umami pada
konsentrasi 0,28. Menunjukkan sebagian besar calon panelis tidak dapat
mendeteksi rasa umami pada konsentrasi dibawah 0,26 g/L.
Dari hasil pengolahan data menggunakan BET secara keseluruhan
terdapat beberapa calon panelis yang memiliki nilai BET lebih tinggi dan
lebih rendah dari calon panelis lainnya. Calon panelis ID 4 dan 5 memiliki
BET rasa manis 3,5 nilai BET tersebut lebih kecil dibandingkan dengan
nilai BET calon panelis lainnya. Hal ini berarti pada konsentrasi terkecil
yaitu 2,6 % (b/v) calon panelis ID 5 dapat mendeteksi adanya rasa manis
pada sampel yang diujikan. Calon panelis ID 14 memiliki BET rasa manis
14,14 rasa asin 4,52 rasa asam 1,13 rasa pahit 1,69 rasa umami 0,79
nilai BET yang dimiliki calon panelis ID 14 lebih besar dibandingkan
dengan nilai BET dari calon panelis lainnya. Hal ini menujukkan calon
panelis ID 14 mempunyai tingkat sensitivitas atau tingkat kepekaan yang
rendah terhadap rasa. Calon panelis ID 14 dapat mendeteksi rasa manis
97
pada konsentrasi 14,14 % (b/v), rasa asin 4,25 % (b/v), rasa asam 1,13 %
(b/v), rasa pahit 1,69 % (b/v), dan rasa umami 0,79 % (b/v).
Perbedaan nilai BET yang dimiliki masing-masing calon panelis
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor internal seperti genetik dan
faktor eksternal seperti sensitivitas seseorang yang dapat berfluktuasi,
umur (terlalu muda dan terlalu tua), kebiasaan mengkonsumsi suatu jenis
makanan, kebiasaan merokok, indera yang sedang sakit/cacat, dan
pemakaian zat – zat yang dapat mempengaruhi fungsi indera. Setiap
orang mempunyai threshold yang berbeda – beda. Di bawah threshold
level, berbagai senyawa rasa masih dapat mempengaruhi persepsi rasa
secara keseluruhan, yang dikenal sebagai pengaruh sub threshold level.
Misalnya peningkatan konsentrasi garam dapat menyebabkan
peningkatan tingkat kemanisan dan penurunan tingkat kemasaman.
Peningkatan konsentrasi asam dapat meningkatkan keasinan dan
peningkatan konsentrasi gula dapat mengurangi tingkat keasinan dan
kepahitan (Hasanah dkk, 2014).
b. Uji Segitiga (Triangle Test)
Pengujian Triangle merupakan salah satu bentuk pengujian pembeda,
dimana dalam pengujian ini sejumlah contoh disajikan tanpa menggunkan
pembanding (Kartika, 1987). Uji Segitiga digunakan untuk menujukkan
apakah ada perbedaan karakteristik sensori di antara dua sampel.
Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan subtitusi ingedient atau perubahan lain dalam proses produksi,
sehingga perbedaan karakteristik sensori produk dapat dideteksi. Uji
Segitiga juga digunakan untuk seleksi panelis, yaitu menguji kemampuan
fiso-psikologis panelis khususnya kemampuan untuk membedakan.
Prinsip dari pengujian ini berdasarkan pada sensitivitas panelis dalam
membedakan dua sampel yang mana perbedaannya sangat kecil. Dalam
uji Segitiga panelis diminta untuk mencari sampel yang berbeda dari
keseluruhan karakteristik sensori.
Dalam pengujian ini, peneliti melakukan dua kali pengujian Segitiga.
Tujuan dari pengulangan uji Segitiga dengan menggunakan sampel yang
berbeda adalah untuk menyeleksi panelis, dan untuk mendeteksi
kepekaan sensori panelis lebih dalam terhadap suatu sampel. Pada
98
pengujian pertama sampel yang digunakan adalah larutan MSG dan
larutan garam. Dimana terdapat dua sampel garam, dan satu sampel
MSG. Calon panelis yang menjawab benar adalaah panelis yang dapat
membedakan sampel MSG dari kedua sampel garam yang disajikan.
Calon panelis yang menjawab benar akan memperoleh nilai “1” dan yang
menjawab salah akan memperoleh nilai “0”. Hasil uji Segitiga terhadap
sampel MSG dan garam akan dianalisis menggunakan One Proportion
Test dengan minitab 17 pada selang kepercayaan 95% (p-value < 0,33)
dan dibandingkan dengan tabel binomial pada selang kepercayaan 5%.
Hasil yang diperoleh 11 dari 15 calon panelis mampu membedakan
sampel yang diujikan, yang artinya 4 dari calon panelis memberikan
jawaban salah dan tidak dapat membedakan sampel yang diujikan.
Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan One proportion test pada
selang kepercayaan 95% (p-value < 0,33) hasil tersebut menujukkan
bahwa nilai p-value dari hasil analisis lebih kecil dari 0,33 yang artinya
terdapat perbedaan yang singnifikan antara kedua sampel yang diujikan.
Hasil yang diperoleh juga sesuai dengan tabel binomial selang
kepercayaan 5%. Pada tabel binomial menujukkan jika jumlah penguji
sebanyak 15 orang, maka beda terkecil untuk beda nyata selang
kepercayaan 15% adalah 9 orang. Pada pengujian ini terdapat 15 calon
panelis, dan 11 diantaranya dapat membedakan sampel yang diujikan
atau menjawab benar. Berdasarkan tabel binomial, hasil yang diperoleh
adalah kedua sampel yang diujikan berbeda nyata. Hasil ini sesuai dan
sebanding dengan hasil p-value yang dianalisa dengan One Proportion
Test pada selang kepercayaan 95% (p-value < 0.33). Sampel yang
digunakan adalah MSG dan garam, kedua sampel ini memang berbeda
dan mempunyai karakteristik rasa yang tidak sama. Sehingga hasil yang
diperoleh telah sesuai, namun dalam hal ini tidak semua calon panelis
dapat membedakan kedua sampel tersebut. Calon panelis ID 2, 7, 8, dan
14 tidak dapat membedakan kedua sampel yang diujikan. Dapat dilihat
pada Gambar 4.25.
99
Gambar 4.25 Grafik Scatterplot Respon Calon Panelis Uji Segitiga sampel MSG
dan Garam
Sama seperti pengujian pertama, pengujian kedua ini menggunakan
sampel GMP dan MSG. Dimana terdapat dua sampel MSG, dan satu
sampel GMP. Tujuan dilakukan pengujian yang kedua ini adalah untuk
mendeteksi kepekaan sensori panelis lebih dalam terhadap suatu sampel.
Selain itu pengujian kedua ini juga dapat memperkuat hasil dari pengujian
pertama dan melihat apakah terdapat perubahan dari calon panelis yang
menjawab benar sebelumnya dan menjawab salah sebelumnya. Calon
panelis yang dalam dua kali pengujian ini memberikan jawaban salah
maka calon panelis tersebut tidak lolos dalam tahap seleksi dan tidak
dapat mengikuti rangkaian pengujian selanjutnya.
Hasil uji segitiga terhadap sampel MSG dan GMP akan dianalisis
menggunakan One Proportion Test dengan minitab 17 pada selang
kepercayaan 95% (p-value < 0,33) dan dibandingkan dengan tabel
binomial pada selang kepercayaan 5%. Hasil yang diperoleh 10 dari 15
calon panelis mampu membedakan sampel yang diujikan, yang artinya 5
dari calon panelis memberikan jawaban salah dan tidak dapat
membedakan sampel yang diujikan. Berdasarkan analisis yang dilakukan
dengan One Proportion Test pada selang kepercayaan 95% (p-value <
0,33) diperoleh nilai p-value 0,011 hasil tersebut menujukkan bahwa nilai
p-value lebih kecil dari 0,33 yang artinya terdapat perbedaan yang
signifikan antara kedua sampel yang diujikan. Hasil yang diperoleh juga
sesuai dengan tabel binomial selang kepercayaan 5%. Pada tabel
binomial menujukkan jika jumlah penguji sebanyak 15 orang, maka beda
151413121110987654321
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
ID
MS
G &
GA
RA
M
Respon Panelis Pada Sampel MSG & Garam
100
terkecil untuk beda nyata selang kepercayaan 15% adalah 9 orang. Pada
pengujian ini terdapat 15 calon panelis, dan 10 diantaranya dapat
membedakan sampel yang diujikan atau menjawab benar. Berdasarkan
tabel binomial, hasil yang diperoleh adalah kedua sampel yang diujikan
berbeda nyata. Hasil ini sesuai dan sebanding dengan hasil p-value yang
dianalisa dengan One Proportion Test pada selang kepercayaan 95% (p-
value < 0,33). Sampel yang digunakan adalah MSG dan GMP, kedua
sampel ini memang berbeda dan mempunyai karakteristik rasa yang tidak
sama. Sehingga hasil yang diperoleh telah sesuai, namun dalam hal ini
tidak semua calon panelis dapat membedakan kedua sampel tersebut.
Calon panelis ID 2, 6, 7, 9, dan 14 tidak dapat membedakan kedua
sampel yang diujikan. Dapat dilihat pada Gambar 4.26.
Gambar 4.26 Grafik Scatterplot Respon Calon Panelis Uji Segitiga sampel MSG
dan GMP
Dua pengujian segitiga yang telah dilakukan oleh 15 calon panelis,
menujukkan 3 calon panelis tidak dapat mendeteksi sampel yang berbeda
pada dua kali pengujian. Ketiga calon panelis tersebut meberikan
jawaban yang salah pada pengujian pertama dan juga memberikan
jawaban salah pada pengujian kedua. Calon panelis ID 5, 10, dan 14
adalah calon panelis yang tidak dapat mendeteksi adanya sampel
berbeda pada pengujian pertama. Pada pengujian kedua tidak terdapat
perubahan pada ketiga calon panelis tersebut, ketiga calon panelis
151413121110987654321
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
ID
MS
G &
GM
P
Respon Panelis Pada Sampel MSG & GMP
101
tersebut tetap meberikan jawaban salah pada pengujian ini atau tidak
dapat mendeteksi adanya sampel yang berdeba. Sehingga ketiga calon
panelis ini tidak lolos untuk tahap selanjutnya dan tidak dapat mengikuti
rangkaian pengujian selanjutnya. Hal tersebut menujukkan calon panelis
ID 5, 10 dan 14 mempunyai tingkat sensitivitas yang rendah. Tingkat
sensitivitas yang dimiliki calon panelis dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Sehingga mempengaruhi kemampuan calon panelis dalam
membedakan dan mendeskripsikan suatu sampel pada sebuah pengujian
sensori.
Panelis ID 5 dan ID 14 memiliki hasil rekapan wawancara yang
menunjukkan panelis ID 5 dan panelis ID 14 mempunyai persamaan pola
makan yang tidak teratur karena sedang dalam masa diet namun tidak
ketat. Panelis ID 5 dan ID 14 mempunyai berat badan yang dapat
dikategorikan gemuk. Ketidakstabilan pola makan panelis ID 5 dan ID 14
dapat menyebabkan kesulitan dalam mengidentifikasi sampel yang
berbeda pada pengujian ini. Selain itu, menurut Walker (2013), seseorang
yang mengalami kegemukan memiliki sensitivitas indra perasa yang
rendah. Panelis ID 5 dan ID 14 lebih suka mengkonsumsi makanan yang
mempunyai cita rasa asin dan umami. Dalam pengujian ini panel leader
menggunakan sampel MSG, GMP, dan Garam. Dimana ketiga sampel
tersebut mempunyai karakteristik rasa umami dan asin. Kesulitan panelis
ID 5 dan ID 14 juga dapat dikarenakan ambang rangsang kedua panelis
tersebut tinggi sedangkan konsentrasi sampel yang digunakan pada
pengujian ini tidak sampai kepada ambang rangsang yang dimiliki oleh
kedua panelis tersebut. Mitchell et al., (2013) dalam penelitiannya pada
penduduk Dublin (Irlandia, Eropa) memperoleh hasil bahwa individu yang
mengonsumsi makanan dengan kadar tinggi akan cenderung
membutuhkan konsentrasi sampel lebih banyak untuk memperoleh
sensasi rasa. Dengan kata lain, kebiasaan konsumsi makanan dengan
kadar tinggi akan meningkatkan ambang rangsangan terhadap rasa.
Dari sisi psikologis panelis ID 5 mempunyai sifat kepercayaan diri yang
tinggi. Rasa percaya diri yang tinggi tersebut ditunjukkan panelis ID 5
pada saat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh panel
leader pada saat tahap wawancara. Dalam sesi wawancara tersebut
terlihat calon panelis ID 5 tidak menguasai pertanyaan yang diberikan
102
oleh panel leader, tetapi calon panelis ID 5 tetap berusaha memberikan
jawaban meski akhirnya jawaban yang diberikan tidak sesuai.
Kepercayaan diri merupakan keyakinan seseorang terhadap segala
aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya
merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya.
Orang yang percaya diri akan mengembangkan sikap positif terhadap
dirinya sendiri maupun lingkungan yang dihadapinya (Wahyuni, 2014).
Pada dasarnya rasa kepercayaan diri memang memegang peran penting
dalam kehidupan sehari-sehari. Merupakan suatu kelebihan apabila
seseorang mempunyai rasa percaya diri. Namun rasa percaya diri yang
cenderung berlebihan juga tidak baik. Rasa percaya diri yang tinggi atau
berlebihan dapat mempengaruhi psikologi dari calon panelis dalam
melakukan pengujian analisa sensori. Dimana calon panelis tersebut akan
merasa dirinya selalu mampu untuk memberikan jawaban yang sesuai
pada setiap pengujian. Calon panelis cenderung tidak memperhatikan
hal-hal yang dasar, calon panelis menyepelekan instruksi yang diberikan
oleh panel leader. Karena ada suatu kayakinan dalam dirinya yang
menujukkan dirinya mampu menyelesaikan suatu hal dengan baik. Rasa
percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya
beberapa aspek dalam kehidupan individu tersebut, dimana individu
merasa memiliki kompetansi, yakin, mampu, dan percaya bahwa bisa
melakukannya karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi
serta harapan yang realistik pada diri sendiri (Hakim, 2002)
Tingginya rasa percaya diri yang dimiliki oleh calon panelis ID 5
tersebut dapat mempengaruhi jawaban yang diberikan oleh calon panelis
tersebut dalam melakukan pengujian analisa sensori. Sehingga calon
panelis memberikan suatu jawaban yang tidak sesuai atau tidak benar.
Calon panelis yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan
berlebihan sebaiknya tidak diikutsertakan dalam pembentukan sebuah
panelis terlatih. Hal tersebut dapat mempengaruhi hasil yang akan
diperoleh pada pengujian – pengujian selanjutnya. Kepercayaan diri
calon panelis merupakan faktor psikologis yang harus diperhatikan untuk
membentuk suatu panelis terlatih.
Berbeda dengan calon panelis ID 5, calon panelis ID 14 cenderung
mempunyai rasa percaya diri yang rendah atau mudah cemas.
103
Kecemasan yang dimiliki oleh panelis ID 14 sudah terlihat pada saat
panel leader melakukan tahap wawancara. Dimana pada saat menjawab
berbagai macam pertanyaan yang diberikan panel leader, calon panelis
ID 14 menjawab dengan gugup dan tergesa – gesa. Kecemasan
merupakan perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan
mengenai rasa – rasa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan
tersebut (Chaplin, 2006). Kecemasan berlebihan yang dimiliki oleh calon
panelis ID 14 mempengaruhi hasil yang diperoleh pada pengujian ini dan
pengujian sebelumnya. Apabila dilihat hasil dari pengujian sebelumnya,
yaitu pada pengujian Threshold terlihat hasil yang diperoleh oleh panelis
ID 14 berbeda dengan hasil dari calon panelis lainnya. Selama proses
pengujian berlangsung, panelis ID 14 menunjukkan ketidaknyamanan
pada pengujian yang sedang dilakukan. Calon panelis cenderung tergesa
– gesa dalam memberikan jawaban, sehingga konsentrasi calon panelis
tersebut terganggu. Kecemasan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti faktor biologis, faktor pikiran negatif, faktor perilaku menghindar,
dan faktor emosional (Monarth & Kase dalam Haryanthi dan Tresniasari,
2012). Dari beberapa faktor tersebut, kecemasan yang dimiliki oleh calon
panelis ID 14 disebabkan oleh faktor perilaku menghindar. Dapat
dianalisa dari sifat atau perilaku calon panelis tersebut pada saat
melakukan pengujian yang terlihat tergesa – tega, tidak nyaman, dan
ingin segera meninggalkan tempat pengujian. Faktor perilaku menghindar
adalah bagaimana agar dapat lepas dari kondisi tersebut dengan strategi
menghindar (Haryanthi dan Tresniasari, 2012).
Selain dikarenakan ketidaktepatan calon panelis ID 14 dalam
memberikan jawaban pada pengujian yang dilakukan, panel leader juga
mempertimbangkan sifat cemas yang dimiliki oleh calon panelis ID 14
untuk tidak diloloskan ke tahap pelatihan panelis. Kecemasan dapat
mempengaruhi konsentrasi seorang calon panelis dalam melakukan
suatu pengujian, dimana salah satu syarat untuk menjadi seorang panelis
terlatih adalah tenang dan bisa mengkontrol emosi. Dibutuhkan
konsentrasi yang baik dan ketepatan dalam menganalisa sesuatu dalam
pengujian analisa sensori. Karena dibentuknya panelis terlatih bertujuan
untuk menganalisa suatu produk dari suatu perusahaan sebagai proses
pengendalian mutu. Sehingga calon panelis yang akan dibentuk menjadi
104
seorang panelis terlatih harus benar – benar mampu dan memiliki
konsentrasi yang baik.
Berbeda dengan calon panelis ID 5 dan calon panelis ID 14, calon
panelis ID 10 mempuyai berat badan yang standar (tidak gemuk dan tidak
kurus). Pola makan dari calon panelis ID 10 juga teratur, tidak sedang
dalam proses diet. Calon panelis ID 10 menyukai semua cita rasa baik
manis, asin, asam, dan umami. Namun, calon panelis ID 10 mempunyai
kebiasaan merokok. Konsumsi rokok calon panelis ID 10 setiap hari
kurang lebih 2 – 4 batang. Meskipun terbilang sedang namun kebiasaan
merokok dapat berpengaruh terhadap hasil yang diperoh calon panelis
pada suatu pengujian analisa sensori. Merokok dapat menyebabkan
kelainan – kelainan rongga mulut misalnya pada gusi, mukosa mulut, gigi,
langit – langit yang berupa stomatitis nikotina dan infeksi jamur serta pada
lidah yang berupa terjadinya perubahan sensitivitas indera pengecap
(Revianti, 2007). Literatur lain menyatakan, perokok sukar merasakan
rasa manis dan pahit akibat rusaknya ujung saraf sensoris dan taste buds
pada lidah akibat panas yang dihasilkan asap rokok, bahwa pada saat
rokok dihisap, nikotin yang terkondensasi dalam asap rokok masuk ke
dalam rongga mulut. Iritasi yang terus menerus dari hasil pembakaran
tembakau menyebabkan penebalan jaringan mukosa mulut. Hal ini
menyebabkan nikotin lebih mudah terdeposit menutupi taste bud dan
membran reseptor rasa pengecap di sekitar taste pore. Menempelnya
nikotin pada membrane reseptor rasa pengecap di sekitar taste pore akan
menghalangi interaksi zat – zat makanan ke dalam reseptor pengecap
sehingga akan mengurangi sensitivitas pengecapan rasa (Fandra, 2014).
Menurut literatur tersebut, kebiasaan merokok pada seseorang akan
mempengaruhi sensitivitas seseorang terhadap rasa manis dan pahit.
Pada pengujian ini sampel yang digunakan merupakan sampel yang
mempunyai karakteristik rasa asin dan umami. Seharusnya calon panelis
ID 10 ini akan tetap bisa merasakan dan membedakan sampel yang
diujikan. Namun pada dasarnya pengecap rasa pada lidah yang disebut
dengan taste buds, mengandung pori – pori atau dikenal sebagai taste
pore yang mengandung mikrovili dan membawa sel gustatory yang akan
distimulasi oleh berbagai cairan kimiawi. Taste buds mengandung
reseptor rasa yaitu asam, asin, manis, pahit, dan umami. Sensitivitas
105
indera pengecap dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah usia,
suhu makanan, penyakit, oral hygiene, dan kebiasaan merokok yang
paling berpotensi menyebabkan sensitivitas indera pengecap ini menurun.
Kebiasaan merokok memang paling berpengaruh terhadap rasa manis
dan rasa pahit, namun pada dasarnya taste buds selain mengandung
reseptor rasa manis dan pahit, juga mengandung reseptor rasa asin,
asam, dan umami. Jadi kebeiasaan merokok akan tetap berpengaruh
terhadap pengujian sensori suatu produk, karena adanya penurunan
sensitivitas reseptor pada seseorang yang mempunyai kebiasaan
merokok. Sehingga pada pengujian yang mempunyai tingkat lebih sulit
dari pengujian sebelumnya calon panelis tidak dapat memberikan hasil
analisa yang sesuai dengan harapan. Hal ini yang yang menjadi
pertimbangan panel leader untuk tidak meloloskan calon panelis ID 10 ke
tahap pelatihan.
4.2 Pelatihan Panelis (Uji Skala)
Pelatihan panelis bertujuan untuk melatih kepekaan dan konsistensi penilaian
panelis. Panelis dilatih dalam kurun waktu tertentu sehingga penilaian panelis
menjadi konsisten. Dalam penelitian kali ini, panelis dilatih selama kurang lebih 1
– 3 minggu dilakukan dua kali pengulangan pada pengujian ini untuk mengetahui
konsistensi panelis. Pada tahap pelatihan ini panelis dilatih dengan
menggunakan skala garis. Pelatihan skala garis bertujuan untuk memberikan
pengenalan cara memberi skor intensitas atribut sensori sesuai dengan persepsi
intensitas masing-masing panelis. Skala garis yang digunakan dalam pengujian
ini adalah skala garis tidak terstruktur sepanjang 15 cm dengan garis vertikal
sepanjang 1,5 cm pada setiap ujungnya. Garis vertikal sebelah kiri adalah batas
intensitas terendah dan garis vertikal sebelah kanan adalah batas intensitas
tertinggi. Contoh garis dapat dilihat pada Gambar 4.27.
Gambar 4.27 Skala Garis Tidak Terstruktur
106
Panelis yang mengikuti pengujian pelatihan panelis ini adalah calon panelis
yang lolos dalam tahap seleksi panelis. Untuk selanjutnya calon panelis ini
disebut dengan panelis, karena telah lolos tahap seleksi panelis dan akan
mengikuti tahap pelatihan panelis. Dari 15 calon panelis yang mengikuti
rangkaian pengujian seleksi panelis, terdapat 12 panelis yang lolos pada tahap
tersebut. 12 calon panelis ini dapat dikatakan mempunyai kemampuan sensoris
yang lebih dibandingkan dengan 3 lainnya. Hal ini dibuktikan pada tahap seleksi
panelis pengujian segitiga. Dimana 3 dari 15 calon panelis tidak dapat
membedakan sampel yang berbeda pada kedua pengujian yang dilakukan
dikarenakan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pada tahap ini terjadi
perubahan ID panelis, karena terdapat panelis yang tidak lolos pada tahap
seleksi panelis, sehingga panelis tersebut tidak dapat mengikuti tahap
selanjutnya. Perubahan ID panelis tahapan selanjutnya ada pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Perubahan ID Panelis
Kode Panelis Awal Kode Panelis Akhir
1 1 2 5 3 3 4 4 5 Tidak Lolos Tahap Selanjutnya 6 6 7 10 8 8 9 9
10 Tidak Lolos Tahap Selanjutnya 11 11 12 12 13 7 14 Tidak Lolos Tahap Selanjutnya 15 2
Dalam tahap pelatihan ini dilakukan pengujian skala, dimana sampel yang
digunakan adalah sampel standar. Pengujian ini digunakan untuk memberi skor
intensitas pada setiap atribut yang telah ditentukan oleh panel leader. Panel
leader menentukan referensi yang sesuai dengan atribut. Referensi digunakan
untuk melatih panelis agar terbiasa dengan aroma, rasa, flavor, warna, after-taste
dan sensasi tiap atribut. Atribut, dan referensi sampel dapat dilihat pada Tabel
4.4. Pada sesi pelatihan ini, sebelum pengujian panelis diberikan pamahaman
terkait macam-macam atribut yang akan dinilai tingkat intensitasnya dengan
menggunakan skala garis. Pemahaman yang diberikan panel leader kepada
107
panelis ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada panelis terhadap
atribut sensori lebih dalam sehingga nantinya antar panelis memiliki suatu
pemahaman yang sama dalam menganalisa sensori suatu sampel.
Tabel 4.4 Bahan dan Konsentrasi Artibut Pelatihan Panelis
Atribut Deskripsi Sampel Konsentrasi Aroma Tetes Tebu Tetes Tebu 1, 2, 4, 8 tetes
Aroma Aroma Raw sugar Raw sugar 5, 10, 15, 20 g Aroma Gula Pasir Gula Pasir 5, 10, 15, 20 g Aroma Asam Asam Cuka 1, 2, 4, 8 tetes
Rasa Manis Gula 1, 2, 4, 8 % (b/v) Rasa Asin Garam 0,04; 0,08; 0,16; 0,32 % (b/v)
Rasa Rasa Asam Asam Sitrat 0,02; 0,04; 0,08; 0,16 % (b/v) Rasa Pahit Kafein Murni 0,05; 0,06; 0,12; 0,24 % (b/v) Rasa Umami MSG 0,014; 0,028; 0,56; 0,112 % (b/v) After-taste Manis Gula 1, 2, 4, 8 % (b/v) After-taste Asin Garam 0,04; 0,08; 0,16; 0,32 % (b/v)
After Taste After-taste Asam Asam Sitrat 0,02; 0,04; 0,08; 0,16 % (b/v) After-taste Pahit Kafein Murni 0,05; 0,06; 0,12; 0,24 % (b/v) After-taste Umami MSG 0,014; 0,028; 0,56; 0,112 % (b/v) Mouthfeel Getir Kafeein Murni 0,08; 0,12; 0,24; 0,36 % (b/v) Mouthfeel Kesat Asam 0,04; 0,08; 0,16; 0,23 % (b/v) Mouthfeel Kental Gula 4, 8, 16, 32 % (b/v)
Mouthfeel Mouthfeel Licin Garam 0,08; 0,16; 0,24; 0,32 % (b/v) Mouthfeel Cair Air Mineral Vit, Cheers, Club, Aqua Mouthfeel Berminyak Minyak Goreng 1, 2, 4, 8 % (b/v)
Mouthfeel Berlemak Kaldu Daging Air : Kaldu ( 70ml : 30ml, 50ml : 25ml,
25ml : 50ml, 30ml : 70ml)
Daging Ayam Kaldu Ayam Air : Kaldu ( 70ml : 30ml, 50ml : 25ml,
25ml : 50ml, 30ml : 70ml)
Flavor Daging Sapi Kaldu Daging Air : Kaldu ( 70ml : 30ml, 50ml : 25ml,
25ml : 50ml, 30ml : 70ml)
Jamur Kaldu Jamur Air : Kaldu ( 70ml : 30ml, 50ml : 25ml,
25ml : 50ml, 30ml : 70ml)
Panelis melakukan dua kali ulangan pada pelatihan referensi dan intensitas
menggunakan skala garis. Data hasil pelatihan ditabulasi dan diuji secara
statistik dengan uji Pearson Correlation dan Paired T-test. Berdasarkan tabel nilai
kritis Pearson Correlation Coefficient (PCC), dimana batas nilai kritis untuk 12
orang panelis adalah 0,576 yang artinya 12 panelis dinyatakan konsisten apabila
nilai p-value > 0,576 dari hasil Pearson Correlation Coefficient (PCC) dengan
selang kepercayaan 95%. Tabel nilai kritis untuk analisa Pearson Correlation
Coefficient (PCC) dapat dilihat pada Lampiran 12. Sedangkan untuk Paired T-
Test, nilai p-value Paired t-test menunjukkan konsistensi dari keseluruhan panelis
sebagai grup, p-value > 0,05 memiliki arti bahwa keseluruhan panelis tidak
memiliki perbedaan dalam memberikan intensitas atribut dari pelatihan pertama
108
dan kedua. Sedangkan nilai PCC menunjukkan konsistensi dari tiap individu
panelis, nilai PCC > 0,576 memiliki arti bahwa tiap individu memberikan penilaian
intensitas atribut sensori yang konsisten pada pelatihan pertama dan kedua.
Berikut hasil nilai PCC dan p-value pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Nilai PCC dan p-value Uji Skala
Artibut aroma
Atribut aroma gula pasir mimiliki nilai PCC > 0,576 dan p-value < 0,05.
Nilai PCC yang diperoleh sebesar 0,679 dan p-value sebesar 0,013. Hal
ini mengindikasikan bahwa setiap panelis memberikan penilaian
intensitas atribut sensori yang konsisten pada pelatihan pertama dan
kedua. Namun sebagian besar panelis memiliki perbedaan dalam
memberikan intensitas atribut dari pelatihan pertama dan kedua. Hasil
Atribut PCC p-value
Paired T-Test
Aroma
Aroma tetes tebu 0,943 0,024* Aroma raw sugar 0,952 0,541 Aroma gula pasir 0,679 0,013* Aroma asam 0,868 0,354 Rasa
Asin 0,873 0,874 Manis 0,961 0,378
Asam 0,976 0,004* Pahit 0,958 0,571 Umami 0,974 0,698 After Taste
Asin 0,919 0,042* Manis 0,953 0,007* Asam 0,938 0,111 Pahit 0,946 0,489 Umami 0,970 0,788 Flavor
Daging ayam 0,961 0,134 Daging sapi 0,779 0,437 Jamur 0.952 0,541 Mouthfeel
Getir 0,927 0,134 Kesat 0,937 0,026*
Licin 0,983 0,002*
Kental 0,976 0,004*
Cair 0,832 0,011*
Berminyak 0,733 0,023*
Berlemak 0,812 0,161
109
yang diperoleh ditunjukkan grafik scatterplot intensitas atribut aroma gula
pasir yang dapat dilihat pada Gambar 4.28.
Gambar 4.28 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut Aroma
Gula Pasir
Dapat dilihat pada Gambar 4.28 sebagian besar panelis secara
individu memberikan penilaian yang konsisten atau tidak jauh berbeda
pada ulangan pertama dan ulangan kedua. Namun terdapat panelis
memberikan intensitas penilaian yang berdeda dengan sebagian besar
panelis lainnya. Pada penilaian skor intensitas atribut aroma gula pasir
pada berat 20 g, sebagian besar panelis memberikan penilaian skor
intensitas pada garis skala antara 10 cm sampai dengan 15 cm. berbeda
dengan panelis yang mempunyai ID 8. Panelis ID 8 memberikan
memberikan skor intensitas sangat rendah pada ulangan pertama dan
memberikan skor intensitas sangat tinggi pada ulangan kedua.
Atribut rasa
Atribut rasa asam mimiliki nilai PCC > 0,576 dan p-value < 0,05. Nilai
PCC yang diperoleh sebesar 0,976 dan p-value sebesar 0,004. Hal ini
mengindikasikan bahwa setiap panelis memberikan penilaian intensitas
atribut sensori yang konsisten pada pelatihan pertama dan kedua. Namun
sebagian besar panelis memiliki perbedaan dalam memberikan intensitas
atribut dari pelatihan pertama dan kedua. Hasil yang diperoleh
ditunjukkan grafik scatterplot intensitas atribut aroma gula pasir yang
dapat dilihat pada Gambar 4.29.
121110987654321
15.0
12.5
10.0
7.5
5.0
Panelis ID
Sko
r In
ten
sita
s
Ulangan 1
Ulangan 2
Variable
Skor Intensitas Panelis Atribut Aroma Gula Pasir Konsentrasi 20 gr
110
Gambar 4.29 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut Rasa
Asam
Dapat dilihat pada gambar bla, sebagian besar panelis secara individu
memberikan penilaian yang konsisten atau tidak jauh berbeda pada
ulangan pertama dan ulangan kedua. Namun terdapat panelis yang
memberikan intensitas penilaian yang berdeda dengan sebagian besar
panelis lainnya. Pada penilaian skor intensitas atribut aroma rasa asam
pada konsentrasi 0,16 %, sebagian besar panelis memberikan penilaian
skor intensitas pada garis skala antara 10 cm sampai dengan 15 cm.
Berbeda dengan panelis yang mempunyai ID 8. Panelis ID 8 memberikan
penilaian skor intensitas yang rendah untuk ulangan pertama dan ulangan
kedua.
Atribut After-taste
Atribut after-taste asin dan manis mimiliki nilai PCC > 0,576 dan p-
value < 0,05. Nilai PCC yang diperoleh after-taste asin sebesar 0,919 dan
p-value sebesar 0,042, nilai PCC sebesar 0,953 dan p-value sebesar
0.007 untuk after-taste manis. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap
panelis memberikan penilaian intensitas atribut sensori yang konsisten
pada pelatihan pertama dan kedua. Namun sebagian besar panelis
memiliki perbedaan dalam memberikan intensitas atribut dari pelatihan
pertama dan kedua. Hasil yang diperoleh ditunjukkan grafik scatterplot
intensitas atribut after-taste asin dan after-taste manis yang dapat dilihat
pada Gambar 4.30 dan 4.31.
121110987654321
15.0
12.5
10.0
7.5
5.0
Panelis IDS
kor
Inte
nsi
tas
Ulangan 1
Ulangan 2
Variable
Skor Intensitas Panelis Atribut Rasa Asam Konsentrasi 0.16 %
111
Gambar 4.30 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut After-
taste Asin
Dapat dilihat pada Gambar 4.30 sebagian besar panelis secara
individu memberikan penilaian yang konsisten atau tidak jauh berbeda
pada ulangan pertama dan ulangan kedua. Namun terdapat panelis yang
memberikan intensitas penilaian yang berdeda dengan sebagian besar
panelis lainnya. Pada penilaian skor intensitas atribut after-taste asin
pada konsentrasi 0,08%, sebagian besar panelis memberikan penilaian
skor intensitas pada garis skala antara 13 cm sampai dengan 15 cm.
Berbeda dengan panelis yang mempunyai ID 11. Panelis ID 11
memberikan penilaian skor intensitas yang rendah untuk ulangan pertama
dan ulangan kedua.
Gambar 4.31 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut After-taste
Manis
Dapat dilihat pada Gambar 4.31 sebagian besar panelis secara
individu memberikan penilaian yang konsisten atau tidak jauh berbeda
pada ulangan pertama dan ulangan kedua. Namun terdapat beberapa
121110987654321
15
14
13
12
11
Panelis IDS
kor
Inte
nsi
tas
Ulangan 1
Ulangan 2
Variable
Skor Intensitas Panelis Atribut After Taste Asin Konsentrasi 0.08 %
121110987654321
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
Panelis ID
Sko
r In
ten
sita
s
Ulangan 1
Ulangan 2
Variable
Skor Intensitas Panelis Atribut After Taste Manis Konsentrasi 2 %
112
panelis memberikan intensitas penilaian yang berdeda dengan sebagian
besar panelis lainnya. Pada penilaian skor intensitas atribut after-taste
manis pada konsentrasi 2%, sebagian besar panelis memberikan
penilaian skor intensitas pada garis skala antara 2 cm sampai dengan 8
cm. berbeda dengan panelis yang mempunyai ID 8. Panelis ID 8 yang
memberikan penilaian skor intensitas yang sama tinggi untuk ulangan
pertama dan ulangan kedua yaitu pada skala 12 cm, jauh berbeda
dengan penilaian yang diberikan panelis lainnya.
Mouthfeel
Atribut Mouthfeel kesat, licin, kental, cair dan berminyak mimiliki nilai
PCC > 0,576 dan p-value < 0,05. Nilai PCC yang diperoleh secara
berturut-turut sebesar 0,937; 0,983; 0,976; 0,832; 0,733 dan p-value
secara berturut-turut sebesar 0,026; 0,002; 0,004; 0,011; 0,023. Hal ini
mengindikasikan bahwa setiap panelis memberikan penilaian intensitas
atribut sensori yang konsisten pada pelatihan pertama dan kedua. Namun
sebagian besar panelis memiliki perbedaan dalam memberikan intensitas
atribut dari pelatihan pertama dan kedua.
Gambar 4.32 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut
Muthfeel Kesat
Dapat dilihat pada Gambar 4.32 sebagian besar panelis secara
individu memberikan penilaian yang konsisten atau tidak jauh berbeda
pada ulangan pertama dan ulangan kedua. Namun terdapat beberapa
panelis memberikan intensitas penilaian yang berdeda dengan sebagian
besar panelis lainnya. Pada penilaian skor intensitas Mouthfeel kesat
pada konsentrasi 0,16%, sebagian besar panelis memberikan penilaian
121110987654321
15.0
12.5
10.0
7.5
5.0
Panelis ID
Sko
r In
ten
sita
s
Ulangan 1
Ulangan 2
Variable
Skor Intensitas Panelis Atribut Mouthfeel Kesat 0.16 %
113
skor intensitas pada garis skala antara 9 cm sampai dengan 15 cm.
berbeda dengan panelis yang mempunyai ID 8. Panelis ID 8 yang
memberikan penilaian skor intensitas yang rendah untuk ulangan pertama
dan skor intensitas yang sedang untuk ulangan kedua yaitu pada skala
9.5 cm, jauh berbeda dengan penilaian yang diberikan panelis lainnya.
Gambar 4.33 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut
Mouthfeel Licin
Dapat dilihat pada Gambar 4.33 sebagian besar panelis secara
individu memberikan penilaian yang konsisten atau tidak jauh berbeda
pada ulangan pertama dan ulangan kedua. Namun terdapat beberapa
panelis memberikan intensitas penilaian yang berdeda dengan sebagian
besar panelis lainnya. Pada penilaian skor intensitas Mouthfeel licin pada
konsentrasi 0,04%, sebagian besar panelis memberikan penilaian skor
intensitas pada garis skala antara 1 cm sampai dengan 4 cm. Berbeda
dengan panelis yang mempunyai ID 5 dan ID 6. Panelis ID 5 dan ID 6
memberikan penilaian skor intensitas yang tinggi untuk ulangan pertama
dan skor intensitas yang tinggu juga untuk ulangan kedua, hai ini jauh
berbeda dengan penilaian yang diberikan panelis lainnya.
121110987654321
12
10
8
6
4
2
0
Panelis ID
Sko
r In
ten
sita
sUlangan 1
Ulangan 2
Variable
Skor Intensitas Panelis Atribut Mouthfeel Licin 0.04 %
114
Gambar 4.34 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut
Mouthfeel Kental
Dapat dilihat pada Gambar 4.34 sebagian besar panelis secara
individu memberikan penilaian yang konsisten atau tidak jauh berbeda
pada ulangan pertama dan ulangan kedua. Namun terdapat beberapa
panelis memberikan intensitas penilaian yang berdeda dengan sebagian
besar panelis lainnya. Pada penilaian skor intensitas Mouthfeel licin pada
konsentrasi 20%, sebagian besar panelis memberikan penilaian skor
intensitas pada garis skala antara 11 cm sampai dengan 15 cm. berbeda
dengan panelis yang mempunyai ID 1. Panelis ID 1 memberikan penilaian
skor intensitas yang lebih rendah dibandingkan dengan panelis lainnya
untuk ulangan pertama dan ulangan kedua.
Gambar 4.35 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut
Mouthfeel Cair
Dapat dilihat pada Gambar 4.35 sebagian besar panelis secara
individu memberikan penilaian yang konsisten atau tidak jauh berbeda
pada ulangan pertama dan ulangan kedua. Namun terdapat beberapa
121110987654321
15
14
13
12
11
10
9
8
Panelis ID
Sk
or
Inte
nsi
tas
Ulangan 1
Ulangan 2
Variable
Skor Intensitas Panelis Atribut Mouthfeel Kental 20 %
121110987654321
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
Panelis ID
Sko
r In
ten
sita
s
Ulangan 1
Ulangan 2
Variable
Skor Intensitas Panelis Atribut Mouthfeel Cair "Aqua"
115
panelis memberikan intensitas penilaian yang berdeda dengan sebagian
besar panelis lainnya. Pada penilaian skor intensitas Mouthfeel cair pada
sampel aqua, sebagian besar panelis memberikan penilaian skor
intensitas pada garis skala antara 10 cm sampai dengan 15 cm. berbeda
dengan panelis yang mempunyai ID 4. Panelis ID 4 memberikan penilaian
skor intensitas yang randah pada ulangan ulangan pertama dan ulangan
kedua.
Gambar 4.36 Grafik Scatterplot Skor Intensitas Panelis Atribut
Mouthfeel Berminyak
Dapat dilihat pada Gambar 4.36 sebagian besar panelis secara
individu memberikan penilaian yang konsisten atau tidak jauh berbeda
pada ulangan pertama dan ulangan kedua. Namun terdapat beberapa
panelis memberikan intensitas penilaian yang berdeda dengan sebagian
besar panelis lainnya. Pada penilaian skor intensitas Mouthfeel berminyak
pada konsentrasi 4 %, sebagian besar panelis memberikan penilaian skor
intensitas pada garis skala antara 10 cm sampai dengan 15 cm. berbeda
dengan panelis yang mempunyai ID 8. Panelis ID 8 memberikan penilaian
skor intensitas rendah pada ulangan pertama dan skor intensitas tinggi
pada ulangan kedua.
4.2.1 Konsistensi Respon Panelis
Hasil dari pelatihan panelis uji Skala juga dapat diolah dengan Individual
Value Plot pada minitab. Respon tiap panelis ditunjukkan dengan menggunakan
grafik individual value plot pada atribut rasa. Grafik Individual Value Plot
menunjukkan penilaian tiap panelis pada setiap atribut rasa yang menggunakan
empat konsentrasi berbeda dengan dua kali pengulagan. Fungsi dari analisa ini
121110987654321
15.0
12.5
10.0
7.5
5.0
Panelis ID
Sko
r In
ten
sita
s
Ulangan 1
Ulangan 2
Variable
Skor Intensitas Panelis Atribut Mouthfeel Berminyak Konsentrasi 4 %
116
untuk mengetahui konsistensi tiap panelis dalam memberikan intensitas penilaian
pada pengujian pertama dan pengujian kedua. Konsistensi tiap panelis dapat
dilihat dari penilaian calon panelis dalam tahap pelatihan. Sampel dan
konsentrasi yang digunakan pada pengujian pertama dan kedua sama, hanya
waktu yang digunakan berbeda. Konsistensi masing – masing panelis dapat
dilihat dari titik yang diberikan. Pada uji Skala digunakan empat konsentrasi yang
berbeda yang terdiri dari konsentrasi rendah ke tinggi dan dua kali pengulangan
pengujian. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka penilaian intensitas
yang diberikan panelis akan semakin tinggi begitupun titik yang diberikan panelis
akan semakin tinggi, dibandingkan dengan titik yang diberikan untuk konsentrasi
rendah. Konsistensi dilihat dari hasil pengujian pertama dan kedua, apabila
kedua hasil pengujian menunjukkan grafik yang konstan maka panelis dapat
dikatakan mempunyai konsistensi yang baik. Hasil analisis yang dilakukan
menujukkan tiap panelis mempunyai tingkat konsistensi yang berbeda dalam
memberikan intensitas penilaian pada sampel yang di uji. Setiap panelis
mempunyai persepsi yang berbeda satu sama lain, hal tersebut dapat
menyebabkan adanya perbedaan intensitas penilaian tiap panelis pada
pengujian analisa sensori. Persepsi merupakan proses organisasi dan
interprestasi informasi sensori sehingga dapat menghasilkan kesan. Persepsi
rasa terjadi ketika molekul zat kimia dari makanan menstimulus sel reseptor
perasa (Rahmawati dkk, 2015). Seperti yang dinyatakan oleh Budi (2004),
Sensasi rasa pengecap timbul akibat deteksi zat kimia oleh resepor khusus di
ujung sel pengecap (taste buds) yang terdapat di permukaan lidah dan palatum
molle. Sel pengecap tetap mengalami perubahan pada pertumbuhan, mati dan
regenerasi. Proses ini bergantung pada pengaruh saraf sensoris karena jika
saraf tersebut dipotong maka akan terjadi degenerasi pada pengecap.
Perbedaan intensitas penilaian yang diberikan oleh tiap panelis dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor biologis, fisik, dan psikologis.
Panelis ID 1
Respon intensitas penilaian yang diberikan oleh panelis ID 1
cenderung konstan pada atribut rasa manis, rasa asam, rasa pahit, dan
rasa umami. Pada atribut rasa asin panelis ID 1 memberikan intensitas
penilaian yang sedikit berbeda pada pengujian pertama dan pengujian
kedua. Dapat dilihat pada Gambar 4.37 grafik Individual Value Plot rasa
asin 1 dan rasa asin 2 menunjukkan titik yang berbeda. Semakin besar
117
nilai konsentrasi sampel yang digunakan, maka akan semakin tinggi
intensitas penilaian yang diberikan oleh panelis. Nilai respon yang
diberikan pada set pengujian kedua lebih konstan dibandingkan dengan
nilai respon yang diberikan pada set sampel pertama. Nilai respon yang
diberikan panelis ID 1 pada pengujian pertama menunjukkan titik yang
tidak konstan. Pada pengujian set sampel pertama, panelis memberikan
respon nilai lebih rendah untuk konsentrasi ke 4 dibandingkan dengan
konsentrasi ke 3 dan konsentrasi ke 2. Hal tersebut dapat disebabkan
meningkatnya sensitivitas panelis terhadap rasa asin pada saat dilakukan
pengujian kedua, sehingga ketelitian panelis dalam memberikan nilai
respon lebih baik dibandingkan dengan penilaian pada set pengujian
pertama. Panelis ID 1 dapat dikatakan panelis terlatih yang mempunyai
tingkat konsistensi baik. Sebagian besar respon penilaian yang diberikan
oleh panelis ID 1 stabil kan konstan.
Gambar 4.37 Grafik Individiul Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 1
Panelis ID 1 mempunyai tinggi badan 159 cm dan berat badan 58 kg.
Menurut perhitungan BMI (Boddy Mass Index) panelis ID 1 termasuk ke
dalam katagori berat badan normal. Tingkat sensitivitas yang dimiliki oleh
panelis ID 1 dapat dikatagorikan tinggi, berdasarkan hasil pengujian yang
telah dilakukan. Seperti yang dinyatakan oleh Walker (2013), bahwa
seseorang yang mengalami kegemukan memiliki sensitivitas indra perasa
yang rendah. Panelis ID 1 mempunyai berat badan yang normal, hal ini
sesuai dengan literatur tersebut bahwa berat badan berpengaruh
terhadap konsistensi panelis dalam memberikan respon penilaian.
9.0
7.5
6.0
4321
10.0
7.5
5.0
12
8
4
4321
15
10
5
8
6
4
10.0
7.5
5.0
4321
12
8
4
12
8
4
4321
7.0
4.5
2.0
6
4
2
Rasa Manis 1
Atribut Rasa
Rasa Manis 2 Rasa Asin 1 Rasa Asin 2
Rasa Asam 1 Rasa Asam 2 Rasa Pahit 1 Rasa Pahit 2
Rasa Umami 1 Rasa Umami 2
Atribut Rasa Panelis ID 1
118
Panelis ID 1 mempunyai pola makan yang baik, tidak sedang dalam diet
dan menerapkan pola makan secara teratur. Panelis ID 1 menyukai
makanan dengan berbagai cita rasa, baik manis, asin, asam, pahit,
umami. Sehingga panelis ID 1 lebih mudah dalam mendeskripsikan dan
memberikan skala yang konstan pada setiap atribut rasa. Faktor lain yang
dapat mempengaruhi kestabilan respon panelis yaitu panelis ID 1
cenderung lebih tenang dan tidak tergesa-gesa pada setiap melkukan
pengujian. Hal ini menujukkan panelis ID 1 mempuyai tingkat
kepercayaan diri yang baik.
Panelis ID 2
Respon intensitas penilaian yang diberikan oleh panelis ID 2
cenderung konstan pada atribut rasa manis, rasa asam, rasa pahit, dan
rasa umami. Pada atribut rasa asin panelis ID 2 memberikan intensitas
penilaian yang berbeda pada pengujian pertama dan pengujian kedua.
Dapat dilihat pada Gambar 4.38 grafik Individual Value Plot rasa asin 1
dan rasa asin 2 menunjukkan titik yang berbeda. Semakin besar nilai
konsentrasi sampel yang digunakan, maka akan semakin tinggi intensitas
penilaian yang diberikan oleh panelis. Nilai respon yang diberikan pada
set pengujian kedua lebih konstan dibandingkan dengan nilai respon yang
diberikan pada set sampel pertama. Nilai respon yang diberikan panelis
ID 2 pada pengujian pertama menunjukkan titik yang tidak konstan. Pada
pengujian set sampel pertama, panelis memberikan respon nilai lebih
rendah untuk konsentrasi ke 3 dibandingkan dengan konsentrasi ke 2.
Hal tersebut dapat disebabkan meningkatnya sensitivitas panelis
terhadap rasa asin pada saat dilakukan pengujian kedua, sehingga
ketelitian panelis dalam memberikan nilai respon lebih baik dibandingkan
dengan penilaian pada set pengujian pertama. Panelis ID 2 dapat
dikatakan panelis terlatih yang mempunyai tingkat konsistensi baik.
Sebagian besar respon penilaian yang diberikan oleh panelis ID 2 stabil
kan konstan.
119
Gambar 4.38 Grafik Individiul Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 2
Panelis ID 2 mempunyai tinggi badan 153 cm dan berat badan 49 kg.
Menurut perhitungan BMI (Boddy Mass Index) panelis ID 2 termasuk ke
dalam katagori berat badan normal. Tingkat sensitivitas yang dimiliki oleh
panelis ID 2 dapat dikatagorikan tinggi, berdasarkan hasil pengujian yang
telah dilakukan. Seperti yang dinyatakan oleh Walker (2013), bahwa
seseorang yang mengalami kegemukan memiliki sensitivitas indra perasa
yang rendah. Panelis ID 2 mempunyai berat badan yang normal, hal ini
sesuai dengan literatur tersebut bahwa berat badan berpengaruh
terhadap konsistensi panelis dalam memberikan respon penilaian.
Panelis ID 2 mempunyai pola makan yang baik, tidak sedang dalam diet
dan menerapkan pola makan secara teratur. Panelis ID 2 menyukai
makanan dengan berbagai cita rasa, baik manis, asin, asam, pahit,
umami. Sehingga panelis ID 2 lebih mudah dalam mendeskripsikan dan
memberikan skala yang konstan pada setiap atribut rasa. Panelis ID 2
tidak mempunyai kebiasaan merokok, sehingga dapat dikatakan sesuai
apabila panelis ID 2 mempunyai tingkat sensitivitas yang tinggi. Faktor
lain yang dapat mempengaruhi kestabilan respon panelis yaitu panelis ID
2 cenderung lebih tenang dan tidak tergesa-gesa pada setiap melakukan
pengujian. Hal ini menujukkan panelis ID 2 mempuyai tingkat
kepercayaan diri yang baik.
Panelis ID 3
Respon intensitas penilaian yang diberikan oleh panelis ID 3 konstan
pada keseluruhan atribut rasa yaitu atribut rasa manis, rasa asin, rasa
15
10
5
4321
15
10
5
15
10
5
4321
15
10
5
15
10
5
15
10
5
4321
10
5
0
15
10
5
4321
10
5
0
10
5
0
Rasa Manis 1
Atribut Rasa
Rasa Manis 2 Rasa Asin 1 Rasa Asin 2
Rasa Asam 1 Rasa Asam 2 Rasa Pahit 1 Rasa Pahit 2
Rasa Umami 1 Rasa Umami 2
Atribut Rasa Panelis ID 2
120
asam, rasa pahit, dan rasa umami. Dapat dilihat pada Gambar 4.39 grafik
Individual Value Plot keseluruhan atribut rasa menunjukkan titik yang
konstan. Skala intensitas yang diberikan oleh panelis ID 3 juga tidak jauh
berbeda pada pengujian pertama dan kedua. Semakin besar nilai
konsentrasi sampel yang digunakan, maka akan semakin tinggi intensitas
penilaian yang diberikan oleh panelis. Panelis ID 3 dapat dikatakan
panelis terlatih yang mempunyai tingkat konsistensi yang sangat baik.
Sebagian besar respon penilaian yang diberikan oleh panelis ID 3 stabil
kan konstan.
Gambar 4.39 Grafik Individiul Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 3
Panelis ID 3 mempunyai tinggi badan 165 cm dan berat badan 58 kg.
Menurut perhitungan BMI (Boddy Mass Index) panelis ID 3 termasuk ke
dalam katagori berat badan normal. Tingkat sensitivitas yang dimiliki oleh
panelis ID 3 dapat dikatagorikan tinggi, berdasarkan hasil pengujian yang
telah dilakukan. Seperti yang dinyatakan oleh Walker (2013), bahwa
seseorang yang mengalami kegemukan memiliki sensitivitas indra perasa
yang rendah. Panelis ID 3 mempunyai berat badan yang normal, hal ini
sesuai dengan literatur tersebut bahwa berat badan berpengaruh
terhadap konsistensi panelis dalam memberikan respon penilaian.
Panelis ID 3 mempunyai pola makan yang baik, tidak sedang dalam diet
dan menerapkan pola makan secara teratur. Panelis ID 3 menyukai
makanan dengan berbagai cita rasa, baik manis, asin, asam, pahit,
umami. Sehingga panelis ID 3 lebih mudah dalam mendeskripsikan dan
memberikan skala yang konstan pada setiap atribut rasa. Panelis ID 3
15
10
5
4321
10
5
0
12
8
4
4321
15
10
5
10
5
0
12
8
4
4321
15
10
5
15
10
5
4321
10
5
0
12
8
4
Rasa Manis 1
Atribut Rasa
Rasa Manis 2 Rasa Asin 1 Rasa Asin 2
Rasa Asam 1 Rasa Asam 2 Rasa Pahit 1 Rasa Pahit 2
Rasa Umami 1 Rasa Umami 2
Atribut Rasa Panelis ID 3
121
tidak mempunyai kebiasaan merokok, sehingga dapat dikatakan sesuai
apabila panelis ID 3 mempunyai tingkat sensitivitas yang tinggi. Faktor
lain yang dapat mempengaruhi kestabilan respon panelis yaitu panelis ID
3 cenderung lebih tenang dan tidak tergesa-gesa pada setiap melakukan
pengujian. Hal ini menujukkan panelis ID 3 mempuyai tingkat
kepercayaan diri yang baik. Panelis ID 3 berbeda dengan panelis yang
lain, panelis ID 3 merupakan seorang panelis yang mempunyai tingkat
ketelitian dan daya ingat yang baik terhadap sesuatu. Manusia dapat
memiliki ingatan yang kuat karena kemampuan jangka panjangnya
bagus. Mereka dapat memindahkan informasi dari memori jangka pendek
menjadi memori jangka panjang dengan mengkaitkan informasi baru
dengan pengetahuan awal yang telah dipelajari. Akurasi memori jangka
dipengaruhi oleh faktor efek dari konteks, mood, expertise, bias ras
(Wijaya, 2014). Panelis yang mempunyai daya ingat tinggi sangat
berguna dalam pengujian sensori untuk dijadikan seorang panelis terlatih
karena mereka dapat mengigat hasil atau nilai dari suatu jenis atribut
yang di ujikan. Selain itu panelis ID 3 juga merupakan seorang yang
cenderung pendiam dan menunjukkan sikap yang baik dan serius selama
pengujian.
Panelis ID 4
Ploting respon yang diberikan panelis kode 4 tidak jauh berbeda
dengan ploting respon yang diberikan panelis ID 2. Respon intensitas
penilaian yang diberikan cenderung konstan pada atribut rasa manis, rasa
asam, rasa pahit, dan rasa umami. Pada atribut rasa asin panelis ID 4
memberikan intensitas penilaian yang berbeda pada pengujian pertama
dan pengujian kedua. Dapat dilihat pada Gambar 4.40 grafik Individual
Value Plot rasa asin 1 dan rasa asin 2 menunjukkan titik yang berbeda.
Semakin besar nilai konsentrasi sampel yang digunakan, maka akan
semakin tinggi intensitas penilaian yang diberikan oleh panelis. Nilai
respon yang diberikan pada set pengujian kedua lebih konstan
dibandingkan dengan nilai respon yang diberikan pada set sampel
pertama. Nilai respon yang diberikan panelis ID 4 pada pengujian
pertama menunjukkan titik yang tidak konstan. Pada pengujian set
sampel pertama, panelis memberikan respon nilai lebih rendah untuk
122
konsentrasi ke 3 dibandingkan dengan konsentrasi ke 2. Hal tersebut
dapat disebabkan meningkatnya sensitivitas panelis terhadap rasa asin
pada saat dilakukan pengujian kedua, sehingga ketelitian panelis dalam
memberikan nilai respon lebih baik dibandingkan dengan penilaian pada
set pengujian pertama. Panelis ID 4 dapat dikatakan panelis terlatih yang
mempunyai tingkat konsistensi baik. Sebagian besar respon penilaian
yang diberikan oleh panelis ID 4 stabil dan konstan.
Gambar 4.40 Grafik Individiul Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 4
Panelis ID 4 juga mempunyai berat dan tinggi badan yang hampir
sama dengan panelis ID 2 yaitu tinggi badan 155 cm dan berat badan 50
kg. Menurut perhitungan BMI (Boddy Mass Index) panelis ID 4 termasuk
ke dalam katagori berat badan normal. Tingkat sensitivitas yang dimiliki
oleh panelis ID 4 dapat dikatagorikan tinggi, berdasarkan hasil pengujian
yang telah dilakukan. Seperti yang dinyatakan oleh Walker (2013), bahwa
seseorang yang mengalami kegemukan memiliki sensitivitas indra perasa
yang rendah. Panelis ID 4 mempunyai berat badan yang normal, hal ini
sesuai dengan literatur tersebut bahwa berat badan berpengaruh
terhadap konsistensi panelis dalam memberikan respon penilaian.
Panelis ID 4 mempunyai pola makan yang baik, tidak sedang dalam diet
dan menerapkan pola makan secara teratur. Panelis ID 4 menyukai
makanan dengan berbagai cita rasa, baik manis, asin, asam, pahit,
umami. Sehingga panelis ID 4 lebih mudah dalam mendeskripsikan dan
memberikan skala yang konstan pada setiap atribut rasa. Panelis ID 4
12
8
4
4321
10
5
0
12
8
4
4321
15
10
5
12
8
4
15
10
5
4321
6
5
4
8.4
7.2
6.0
4321
4
2
0
6
4
2
Rasa Manis 1
Atribut Rasa
Rasa Manis 2 Rasa Asin 1 Rasa Asin 2
Rasa Asam 1 Rasa Asam 2 Rasa Pahit 1 Rasa Pahit 2
Rasa Umami 1 Rasa Umami 2
Atribut Rasa Manis Pnelis ID 4
123
mempunyai sifat psikologis yang hampir sama dengan panelis ID 3.
Panelis ID 4 merupakan seorang yang mempunyai daya ingat tinggi dan
tingkat ketelitian yang baik. Panelis ID 4 juga cukup serius dalam
melakukan dan memberikan penilaian pada saat pengujian. Namun
panelis ID 4 mempunyai kebiasaan merokok, dalam sehari panelis ID 4
mengkonsumsi rokok satu bungkus. Kebiasaan merokok ini dapat
mempengaruhi sensitivitas dari panelis ID 4. Manusia pada umumnya
memiliki sekitar 10.000 taste buds. Secara fisiologis sensitivitas indera
pengecap pada manusia akan mengalami penurunan. Penurunan
sensitivitas ini terjadi bersamaan dengan penurunan vaskularisasi yang
disebabkan secara umum oleh faktor usia (Guyton 2001). Biasanya
penurunuan sensitivitas ini terjadi pada usia 50 tahun keatas. Hal yang
sama dapat kita lihat pada penyepitan ruang pulpa yang dikarenakan oleh
penurunan daya vaskularisasi dan pensarafan seiring bertambahnya usia.
Secara patologis penurunan sensitivitas indera pengecap dapat terjadi
lebih awal, misalkan pada perokok. Menurut studi dari Direktorat Gizi
Masyarakat Departemen Kesehatan RI 2004 pada perokok, sensasi rasa
manis, asam, asin, dan pahit lebih sukar didapat karena adanya
kerusakan pada ujung saraf sensorik dan pada taste buds akibat dari
panas yang berasal dari asap rokok (Depkes RI, 2004). Pada pengujian
ini meskipun panelis ID 4 merupakan seorang perokok, namun usia
panelis ID 4 masih tergolong usia muda yaitu 25 tahun. Salain itu panelis
ID 4 juga merupakan seorang yang teliti dan daya ingat yang tinggi.
Sehingga sensitivitas panelis ID 4 masih tergolong baik.
Panelis ID 5
Respon intensitas penilaian yang diberikan oleh panelis ID 5
cenderung konstan pada atribut rasa manis, rasa asam, rasa pahit, dan
rasa umami. Pada atribut rasa asin panelis ID 5 memberikan intensitas
penilaian yang sedikit berbeda pada pengujian pertama dan pengujian
kedua. Dapat dilihat pada Gambar 4.41 grafik Individual Value Plot rasa
asin 1 dan rasa asin 2 menunjukkan titik yang berbeda. Nilai respon yang
diberikan pada set pengujian kedua lebih besar dibandingkan dengan
nilai respon yang diberikan pada set sampel pertama. Nilai respon yang
diberikan panelis ID 5 pada pengujian pertama menunjukkan titik yang
124
tidak konstan. Pada pengujian set sampel pertama, panelis memberikan
respon nilai lebih rendah untuk konsentrasi ke 2 dibandingkan dengan
konsentrasi ke 1 dan konsentrasi ke 4 lebih rendah dibandingkan dengan
konsentrasi ke 3. Semakin besar nilai konsentrasi sampel yang
digunakan, maka akan semakin tinggi intensitas penilaian yang diberikan
oleh panelis. Namun penilaian yang diberikan oleh panelis pada
pengujian kedua menghasilkan grafik yang konstan. Hal tersebut dapat
disebabkan meningkatnya sensitivitas panelis terhadap rasa asin pada
saat dilakukan pengujian kedua, sehingga ketelitian panelis dalam
memberikan nilai respon lebih baik pada pengujian kedua dibandingkan
dengan penilaian pada set pengujian pertama. Panelis ID 5 dapat
dikatakan panelis terlatih yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik.
Sebagian besar respon penilaian yang diberikan oleh panelis ID 5 stabil
kan konstan.
Gambar 4.41 Grafik Individiul Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 5
Panelis ID 5 mempunyai tinggi badan 163 cm dan berat badan 61 kg.
Menurut perhitungan BMI (Boddy Mass Index) panelis ID 5 termasuk ke
dalam katagori berat badan normal. Tingkat sensitivitas yang dimiliki oleh
panelis ID 5 dapat dikatagorikan tinggi, berdasarkan hasil pengujian yang
telah dilakukan. Seperti yang dinyatakan oleh Walker (2013), bahwa
seseorang yang mengalami kegemukan memiliki sensitivitas indra perasa
yang rendah. Panelis ID 5 mempunyai berat badan yang normal, hal ini
sesuai dengan literatur tersebut bahwa berat badan berpengaruh
terhadap konsistensi panelis dalam memberikan respon penilaian.
12
9
6
4321
15
10
5
14
12
10
4321
15.0
13.5
12.0
10.0
7.5
5.0
15
10
5
4321
10.0
7.5
5.0
10.0
7.5
5.0
4321
12
9
6
10.0
7.5
5.0
Rasa Manis 1
Atribut Rasa
Rasa Manis 2 Rasa Asin 1 Rasa Asin 2
Rasa Asam 1 Rasa Asam 2 Rasa Pahit 1 Rasa Pahit 2
Rasa Umami 1 Rasa Umami 2
Atribut Rasa Panelis ID 5
125
Panelis ID 5 mempunyai pola makan yang baik, tidak sedang dalam diet
dan menerapkan pola makan secara teratur. Panelis ID 5 tdak menyukai
makanan rasa asin dan sensitive terhadap rasa asam. Hal ini ditunjukkan
dalam grafik rasa asin pada pengujian pertama panelis memberikan
penilaian yang tidak konsisten. Sedangkan untuk rasa asam pada
dasarnya panelis sensitif terhadap rasa asam sehingga grafik yang
ditunjukkan pada rasa asam konstan. Panelis ID 5 tidak mempunyai
kebiasaan merokok, sehingga dapat dikatakan sesuai apabila panelis ID
5 mempunyai tingkat sensitivitas yang baik.
Panelis ID 5 merupakan seorang panelis yang selalu mempunyai
mood baik pada setiap kali pengujian. Dari hasil wawancara dan
rangkainan pengujian analisa sensori yang telah dilakukan panelis ID 5
memiliki sifat yang ceria, ramah, mudah bergaul dan tidak malu malu sifat
tersebut menunjukkan seorang invidu yang extravert. Menurut Costa dan
Mc Crae (1992), individu yang extravert adalah individu yang sociable,
mudah bergaul dengan orang lain tanpa rasa malu. Individu yang
extravert juga dikaitkan dengan pembawaan yang cenderung untuk lebih
assertif dan optimistik. Dengan kata lain panelis ID 5 merupakan seorang
panelis yang mempunyai rasa percaya diri dan tidak malu dalam bergaul
dengan orang baru dan melakukan suatu hal yang baru. Hal tersebut
ditunjukkan oleh panelis ID 5 pada setiap pengujian. Panelis terlihat tidak
ada beban dalam melakukan pengujian, cenderung santai dan optimis
meskipun pengujian sensori ini merupakan hal baru untuk panelis ID 5.
Sehingga penilaian yang diberikan oleh panelis ID 5 cenderung konstan.
Dalam analisa sensori seorang panelis terlatih hendaknya mempunyai
sifat psikologis yang demikian. Karena faktor psikologis seorang panelis
sangat berpengaruh dalam memberikan penilaian.
Panelis ID 6
Ploting respon yang diberikan panelis ID 6 tidak jauh berbeda dengan
ploting respon yang diberikan panelis ID 5. Respon intensitas penilaian
yang diberikan oleh panelis ID 6 cenderung konstan pada atribut rasa
manis, rasa asam, rasa pahit, dan rasa umami. Pada atribut rasa asin
panelis ID 6 memberikan intensitas penilaian yang sedikit berbeda pada
pengujian pertama dan pengujian kedua. Dapat dilihat pada Gambar 4.42
126
grafik Individual Value Plot rasa asin 1 dan rasa asin 2 menunjukkan titik
yang berbeda. Nilai respon yang diberikan pada set pengujian kedua
lebih besar dibandingkan dengan nilai respon yang diberikan pada set
sampel pertama. Nilai respon yang diberikan panelis ID 6 pada pengujian
pertama menunjukkan titik yang tidak konstan. Pada pengujian set
sampel pertama, panelis memberikan respon nilai lebih rendah untuk
konsentrasi ke 2 dibandingkan dengan konsentrasi ke 1. Semakin besar
nilai konsentrasi sampel yang digunakan, maka akan semakin tinggi
intensitas penilaian yang diberikan oleh panelis. Namun penilaian yang
diberikan oleh panelis pada pengujian kedua menghasilkan grafik yang
konstan. Hal tersebut dapat disebabkan meningkatnya sensitivitas panelis
terhadap rasa asin pada saat dilakukan pengujian kedua, sehingga
ketelitian panelis dalam memberikan nilai respon lebih baik pada
pengujian kedua dibandingkan dengan penilaian pada set pengujian
pertama. Panelis ID 6 dapat dikatakan panelis terlatih yang mempunyai
tingkat konsistensi yang baik. Sebagian besar respon penilaian yang
diberikan oleh panelis ID 6 stabil kan konstan.
Gambar 4.42 Grafik Individiul Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 6
Panelis ID 6 mempunyai tinggi badan 165 cm dan berat badan 67 kg.
Menurut perhitungan BMI (Boddy Mass Index) panelis ID 6 termasuk ke
dalam katagori berat badan normal. Tingkat sensitivitas yang dimiliki oleh
panelis ID 6 dapat dikatagorikan tinggi, berdasarkan hasil pengujian yang
telah dilakukan. Seperti yang dinyatakan oleh Walker (2013), bahwa
12
8
4
4321
10
5
0
13.0
10.5
8.0
4321
14
12
10
10
5
0
10
5
0
4321
10
5
0
10
5
0
4321
15
10
5
12
8
4
Rasa Manis 1
Atribut Rasa
Rasa Manis 2 Rasa Asin 1 Rasa Asin 2
Rasa Asam 1 Rasa Asam 2 Rasa Pahit 1 Rasa Pahit 2
Rasa Umami 1 Rasa Umami 2
Atribut Rasa Panelis ID 6
127
seseorang yang mengalami kegemukan memiliki sensitivitas indra perasa
yang rendah. Panelis ID 6 mempunyai berat badan yang normal, hal ini
sesuai dengan literatur tersebut bahwa berat badan berpengaruh
terhadap konsistensi panelis dalam memberikan respon penilaian.
Panelis ID 6 mempunyai pola makan yang baik, tidak sedang dalam diet
dan menerapkan pola makan secara teratur. Panelis ID 6 menyukai
makanan dengan berbagai cita rasa, baik manis, asin, asam, pahit,
umami. Sehingga panelis ID 6 lebih mudah dalam mendeskripsikan dan
memberikan skala yang konstan pada setiap atribut rasa. Panelis ID 6
tidak mempunyai kebiasaan merokok, sehingga dapat dikatakan sesuai
apabila panelis ID 6 mempunyai tingkat sensitivitas yang tinggi. Panelis
ID 6 merupakan seorang yang santai, ramah, bersimpati dan mudah
untuk diajak kerja sama. Hal tersebut ditunjukkan panelis selama proses
seleksi awal yaitu tahap wawancara sampai dengan rangkaian pengujian
berakhir. Orang yang bersikap santai dalam menghadapi sesuatu
cenderung memiliki daya ingat yang baik dan tajam, daripada orang yang
memiliki kepribadian tertekan dan mudah panik. Hal ini disebabkan
adanya kinerja syaraf yang mempengaruhi. Dimana orang – orang yang
memiliki kadar neurotisme tinggi cenderung memiliki keterkaitan saraf
yang lebih lambat. Dengan demikian, mereka pun cenderung memiliki
daya ingat yang lebih buruk daripada orang – orang yang memiliki
kepribadian santai. Daya ingat merupakan alih bahasa dari memory. Pada
umumnya para ahli memandang daya ingat sebagai hubungan antara
pengalaman dengan masa lalu (Walgito, 2004). Panelis yang mempunyai
daya ingat tinggi sangat berguna dalam pengujian sensori untuk dijadikan
seorang panelis terlatih karena mereka dapat mengigat hasil atau nilai
dari suatu jenis atribut yang diujikan. Hal inilah yang ditunjukkan oleh
panelis ID 6, dengan kepribadiannya yang santai dapat memberikan
jawaban yang sebagian besar konstan pada setiap pengujian yang
dilakukan.
Panelis ID 7
Respon intensitas penilaian yang diberikan oleh panelis ID 7
cenderung konstan pada atribut rasa asam, rasa pahit, dan rasa umami.
Pada atribut rasa manis panelis ID 7 memberikan intensitas penilaian
128
yang sedikit berbeda pada pengujian pertama dan pengujian kedua.
Dapat dilihat pada Gambar 4.43 grafik Individual Value Plot rasa manis 1
dan rasa manis 2 menunjukkan titik yang berbeda. Nilai respon yang
diberikan pada set pengujian pertama lebih konstan dibandingkan dengan
nilai respon yang diberikan pada set sampel kedua. Semakin besar nilai
konsentrasi sampel yang digunakan, maka akan semakin tinggi intensitas
penilaian yang diberikan oleh panelis. Namun pada set sampel pengujian
kedua tidak menunjukkan hal tersebut. Pada pengujian set sampel kedua
panelis memberikan respon nilai lebih rendah untuk konsentrasi ke 2
dibandingkan dengan konsentrasi ke 1. Hal tersebut dapat disebabkan
menurunnya sensitivitas panelis terhadap rasa manis pada saat dilakukan
pengujian kedua, sehingga ketelitian panelis dalam memberikan nilai
respon kurang baik dibandingkan dengan penilaian pada set pengujian
pertama. Pada atribut rasa asin panelis ID 7 memberikan intensitas
penilaian yang sedikit berbeda pada pengujian pertama dan pengujian
kedua. Dapat dilihat pada Gambar 4.43, grafik individual plot rasa asin 1
dan rasa asin 2 menunjukkan titik yang berbeda. Nilai respon yang
diberikan pada set pengujian kedua lebih konstan dibandingkan dengan
nilai respon yang diberikan pada set sampel pertama. Nilai respon yang
diberikan panelis ID 7 pada pengujian pertama menunjukkan titik yang
tidak konstan. Semakin besar nilai konsentrasi sampel yang digunakan,
namun pada set sampel pengujian pertama tidak menunjukkan hal
tersebut. Pada pengujian set sampel pertama, panelis memberikan
respon nilai lebih rendah untuk konsentrasi ke 2 dibandingkan dengan
konsentrasi ke 1. Hal tersebut dapat disebabkan meningkatnya
sensitivitas panelis terhadap rasa asin pada saat dilakukan pengujian
kedua, sehingga ketelitian panelis dalam memberikan nilai respon lebih
baik dibandingkan dengan penilaian pada set pengujian pertama. Panelis
ID 7 dapat dikatakan panelis terlatih yang mempunyai tingkat konsistensi
yang baik. Sebagian besar respon penilaian yang diberikan oleh panelis
ID 7 stabil kan konstan.
129
Gambar 4.43 Grafik Individiul Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 7
Panelis ID 7 mempunyai tinggi badan 165 cm dan berat badan 60 kg.
Menurut perhitungan BMI (Boddy Mass Index) panelis ID 7 termasuk ke
dalam katagori berat badan normal. Tingkat sensitivitas yang dimiliki oleh
panelis ID 7 dapat dikatagorikan tinggi, berdasarkan hasil pengujian yang
telah dilakukan. Seperti yang dinyatakan oleh Walker (2013), bahwa
seseorang yang mengalami kegemukan memiliki sensitivitas indra perasa
yang rendah. Panelis ID 7 mempunyai berat badan yang normal, hal ini
sesuai dengan literatur tersebut bahwa berat badan berpengaruh
terhadap konsistensi panelis dalam memberikan respon penilaian.
Panelis ID 7 mempunyai pola makan yang baik, tidak sedang dalam diet
dan menerapkan pola makan secara teratur. Panelis ID 7 menyukai
makanan dengan berbagai cita rasa, baik manis, asin, asam, pahit,
umami. Sehingga panelis ID 7 lebih mudah dalam mendeskripsikan dan
memberikan skala yang konstan pada setiap atribut rasa. Panelis ID 7
tidak mempunyai kebiasaan merokok, sehingga dapat dikatakan sesuai
apabila panelis ID 7 mempunyai tingkat sensitivitas baik. Dalam pengujian
ini panelis ID 7 menunjukkan sifat yang hampir sama seperti panelis ID 6
yaitu santai dan tidak tergesa-gesa dalam melalukan berbagai rangkaian
pengujian. Hal tersebut juga ditunjukkan oleh panelis ID 7 pada saat
tahap wawancara. Namun hasil yang diperoleh panelis ID 7 berbeda
dengan hasil yang diperoleh oleh panelis ID 6. Dimana panelis ID 7
memberikan penilaian yang tidak konstan rasa manis pada pengujian
kedua dan rasa asin pada pengujian pertama. Sedangkan panelis ID 6
12
8
4
4321
10
5
0
12
8
4
4321
12
8
4
12
8
4
12
8
4
4321
10
5
0
12
8
4
4321
10
5
0
12
8
4
Rasa Manis 1
Atribut Rasa
Rasa Manis 2 Rasa Asin 1 Rasa Asin 2
Rasa Asam 1 Rasa Asam 2 Rasa Pahit 1 Rasa Pahit 2
Rasa Umami 1 Rasa Umami 2
Atribut Rasa Panelis ID 7
130
hanya memberikan penilaian yang tidak konstan rasa asin pada
pengujian pertama. Penilaian yang tidak konstan pada rasa manis kedua
yang diberikan oleh panelis ID 7 menunjukkan terjadinya penurunan
sensitivitas. Penurunan sensitivitas pada panelis ID 7 disebabkan karena
padatnya pekerjaan yang dilakukan oleh panelis ID 7 pada hari pengujian
kedua tersebut. Dimana panelis ID 7 melakukan pengujian dengan
kelelahan dan rasa lapar. Seperti yang dijelaskan Walker (2013) bahwa
rasa lapar memberikan pengaruh terhadap persepsi sensori terutama
untuk rasa manis dan asin.
Panelis ID 8
Respon intensitas penilaian yang diberikan oleh panelis ID 8
cenderung konstan pada atribut rasa asin, rasa asam, rasa pahit, dan
rasa umami. Pada atribut rasa manis panelis ID 8 memberikan intensitas
penilaian yang sedikit berbeda pada pengujian pertama dan pengujian
kedua. Dapat dilihat pada Gambar 4.44 grafik Individual Value Plot rasa
manis 1 dan rasa manis 2 menunjukkan titik yang berbeda. Nilai respon
yang diberikan pada set pengujian pertama lebih konstan dibandingkan
dengan nilai respon yang diberikan pada set sampel kedua. Semakin
besar nilai konsentrasi sampel yang digunakan, maka akan semakin
tinggi intensitas penilaian yang diberikan oleh panelis. Namun pada set
sampel pengujian kedua tidak menunjukkan hal tersebut. Pada pengujian
set sampel kedua panelis memberikan respon nilai sama untuk
konsentrasi ke 2 dan konsentrasi ke 3. Hal tersebut dapat disebabkan
menurunnya sensitivitas panelis terhadap rasa manis pada saat dilakukan
pengujian kedua, sehingga ketelitian panelis dalam memberikan nilai
respon kurang baik dibandingkan dengan penilaian pada set pengujian
pertama. Panelis ID 8 dapat dikatakan panelis terlatih yang mempunyai
tingkat konsistensi yang baik. Sebagian besar respon penilaian yang
diberikan oleh panelis ID 8 stabil kan konstan.
131
Gambar 4.44 Grafik Individiul Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 8
Panelis ID 8 mempunyai tinggi badan 175 cm dan berat badan 65 kg.
Menurut perhitungan BMI (Boddy Mass Index) panelis ID 8 termasuk ke
dalam katagori berat badan normal. Tingkat sensitivitas yang dimiliki oleh
panelis ID 8 dapat dikatagorikan tinggi, berdasarkan hasil pengujian yang
telah dilakukan. Seperti yang dinyatakan oleh Walker (2013), bahwa
seseorang yang mengalami kegemukan memiliki sensitivitas indra perasa
yang rendah. Panelis ID 8 mempunyai berat badan yang normal, hal ini
sesuai dengan literatur tersebut bahwa berat badan berpengaruh
terhadap konsistensi panelis dalam memberikan respon penilaian.
Panelis ID 8 mempunyai pola makan yang baik, tidak sedang dalam diet
dan menerapkan pola makan secara teratur. Panelis ID 8 menyukai
makanan dengan berbagai cita rasa, baik manis, asin, asam, pahit,
umami. Sehingga panelis ID 8 lebih mudah dalam mendeskripsikan dan
memberikan skala yang konstan pada setiap atribut rasa. Panelis ID 8
tidak mempunyai kebiasaan merokok, sehingga dapat dikatakan sesuai
apabila panelis ID 8 mempunyai tingkat sensitivitas baik. Panelis ID 8
memberikan penilaian yang tidak konstan rasa manis pada pengujian
kedua. Penilaian yang tidak konstan pada rasa manis kedua yang
diberikan oleh panelis ID 8 menunjukkan terjadinya penurunan
sensitivitas. Penurunan sensitivitas pada panelis ID 8 disebabkan karena
padatnya pekerjaan yang dilakukan oleh panelis ID 8 pada hari pengujian
kedua tersebut. Dimana panelis ID 8 melakukan pengujian dengan
kelelahan dan rasa lapar. Seperti yang dijelaskan Walker (2013) bahwa
rasa lapar memberikan pengaruh terhadap persepsi sensori terutama
14
12
10
4321
15.0
12.5
10.0
15
10
5
4321
15
10
5
3.5
2.5
1.5
5
4
3
4321
8
7
6
10
9
8
4321
10
5
0
10
5
0
Rasa Manis 1
Atribut Rasa
Rasa Manis 2 Rasa Asin 1 Rasa Asin 2
Rasa Asam 1 Rasa Asam 2 Rasa Pahit 1 Rasa Pahit 2
Rasa Umami 1 Rasa Umami 2
Atribut Rasa Panelis ID 8
132
untuk rasa manis dan asin. Waktu pengujin panelis ID 8 bersamaan
dengan panelis ID 7, yaitu pada waktu menuju jadwal makan siang.
Panelis ID 9
Pada atribut rasa asin panelis ID 9 memberikan intensitas penilaian
yang sedikit berbeda pada pengujian pertama dan pengujian kedua.
Dapat dilihat pada Gambar 4.45 grafik Individual Value Plot rasa asin 1
dan rasa asin 2 menunjukkan titik yang berbeda. Nilai respon yang
diberikan pada set pengujian kedua lebih konstan dibandingkan dengan
nilai respon yang diberikan pada set sampel pertama. Nilai respon yang
diberikan panelis ID 9 pada pengujian pertama menunjukkan titik yang
tidak konstan. Semakin besar nilai konsentrasi sampel yang digunakan,
namun pada set sampel pengujian pertama tidak menunjukkan hal
tersebut. Pada pengujian set sampel pertama, panelis memberikan
respon nilai lebih rendah untuk konsentrasi ke 2 dibandingkan dengan
konsentrasi ke 1. Hal tersebut dapat disebabkan meningkatnya
sensitivitas panelis terhadap rasa asin pada saat dilakukan pengujian
kedua, sehingga ketelitian panelis dalam memberikan nilai respon lebih
baik dibandingkan dengan penilaian pada set pengujian pertama. Panelis
ID 9 dapat dikatakan panelis terlatih yang mempunyai tingkat konsistensi
yang baik. Sebagian besar respon penilaian yang diberikan oleh panelis
ID 9 stabil kan konstan.
Gambar 4.45 Grafik Individiul Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 9
10
5
0
4321
10
5
0
15
10
5
4321
10
5
0
10
5
0
10
5
0
4321
15
10
5
10
5
0
4321
12
8
4
10
5
0
Rasa Manis 1
Atribut Rasa
Rasa Manis 2 Rasa Asin 1 Rasa Asin 2
Rasa Asam 1 Rasa Asam 2 Rasa Pahit 1 Rasa Pahit 2
Rasa Umami 1 Rasa Umami 2
Atribut Rasa Panelis ID 9
133
Panelis ID 9 mempunyai tinggi badan 160 cm dan berat badan 55 kg.
Menurut perhitungan BMI (Boddy Mass Index) panelis ID 9 termasuk ke
dalam katagori berat badan normal. Tingkat sensitivitas yang dimiliki oleh
panelis ID 9 dapat dikatagorikan tinggi, berdasarkan hasil pengujian yang
telah dilakukan. Seperti yang dinyatakan oleh Walker (2013), bahwa
seseorang yang mengalami kegemukan memiliki sensitivitas indra perasa
yang rendah. Panelis ID 9 mempunyai berat badan yang normal, hal ini
sesuai dengan literatur tersebut bahwa berat badan berpengaruh
terhadap konsistensi panelis dalam memberikan respon penilaian.
Panelis ID 9 mempunyai pola makan yang baik, tidak sedang dalam diet
dan menerapkan pola makan secara teratur. Panelis ID 9 menyukai
makanan dengan berbagai cita rasa, baik manis, asin, asam, pahit,
umami. Sehingga panelis ID 9 lebih mudah dalam mendeskripsikan dan
memberikan skala yang konstan pada setiap atribut rasa. Faktor lain yang
dapat mempengaruhi kestabilan respon panelis yaitu panelis ID 9
cenderung lebih tenang dan tidak tergesa-gesa pada setiap melakukan
pengujian. Hal ini menujukkan panelis ID mempuyai tingkat kepercayaan
diri yang baik.
Panelis ID 10
Pada atribut rasa asin panelis ID 10 memberikan intensitas penilaian
yang sedikit berbeda pada pengujian pertama dan pengujian kedua.
Dapat dilihat pada Gambar 4.46 grafik Individual Value Plot rasa asin 1
dan rasa asin 2 menunjukkan titik yang berbeda. Nilai respon yang
diberikan pada set pengujian kedua lebih konstan dibandingkan dengan
nilai respon yang diberikan pada set sampel pertama. Nilai respon yang
diberikan panelis ID 10 pada pengujian pertama menunjukkan titik yang
tidak konstan. Semakin besar nilai konsentrasi sampel yang digunakan,
namun pada set sampel pengujian pertama tidak menunjukkan hal
tersebut. Pada pengujian set sampel pertama, panelis memberikan
respon nilai lebih rendah untuk konsentrasi ke 2 dibandingkan dengan
konsentrasi ke 1. Hal tersebut dapat disebabkan meningkatnya
sensitivitas panelis terhadap rasa asin pada saat dilakukan pengujian
kedua, sehingga ketelitian panelis dalam memberikan nilai respon lebih
baik dibandingkan dengan penilaian pada set pengujian pertama. Pada
134
atribut rasa umami panelis ID 10 memberikan intensitas penilaian yang
berbeda pada pengujian pertama dan pengujian kedua. Dapat dilihat
pada Gambar 4.46, grafik individual plot rasa umami 1 dan rasa umami 2
menunjukkan titik yang berbeda. Nilai respon yang diberikan pada set
pengujian pertama lebih konstan dibandingkan dengan nilai respon yang
diberikan pada set sampel kedua. Nilai respon yang diberikan panelis ID
10 pada pengujian kedua menunjukkan titik yang tidak konstan. Semakin
besar nilai konsentrasi sampel yang digunakan, namun pada set sampel
pengujian pertama tidak menunjukkan hal tersebut. Pada pengujian set
sampel kedua, panelis memberikan respon nilai lebih rendah untuk
konsentrasi ke 2 dan konsentrasi ke 3 dibandingkan dengan konsentrasi
ke 1. Hal tersebut dapat disebabkan menurunnya sensitivitas panelis
terhadap rasa asin pada saat dilakukan pengujian kedua, sehingga
ketelitian panelis dalam memberikan nilai respon menurun dibandingkan
dengan penilaian pada set pengujian pertama. Panelis ID 10 dapat
dikatakan panelis terlatih yang mempunyai tingkat konsistensi kurang
baik.
Gambar 4.46 Grafik Individiul Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 10
Panelis ID 10 mempunyai tinggi badan 170 cm dan berat badan 75 kg.
Menurut perhitungan BMI (Boddy Mass Index) panelis ID 10 termasuk ke
dalam katagori berat badan dengan tingkat obesitas 1. Tingkat
sensitivitas yang dimiliki oleh panelis ID 10 dapat dikatagorikan kurang
baik, berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan. Seperti yang
dinyatakan oleh Walker (2013), bahwa seseorang yang mengalami
10
5
0
4321
10
5
0
12
8
4
4321
10
5
0
10
5
0
10
5
0
4321
10
5
0
10
5
0
4321
12
8
4
10.0
7.5
5.0
Rasa Manis 1
Atribut Rasa
Rasa Manis 2 Rasa Asin 1 Rasa Asin 2
Rasa Asam 1 Rasa Asam 2 Rasa Pahit 1 Rasa Pahit 2
Rasa Umami 1 Rasa Umami 2
Atribut Rasa Panelis ID 10
135
kegemukan memiliki sensitivitas indra perasa yang rendah. Panelis ID 10
mempunyai berat badan yang melebihi batas normal, hal ini sesuai
dengan literatur tersebut bahwa berat badan berpengaruh terhadap
konsistensi panelis dalam memberikan respon penilaian. Panelis ID 10
mempunyai pola makan yang baik, tidak sedang dalam diet dan
menerapkan pola makan secara teratur. Panelis ID 10 menyukai
makanan dengan berbagai cita rasa, baik manis, asin, asam, pahit,
umami. Sehingga panelis ID 10 lebih mudah dalam mendeskripsikan dan
memberikan skala yang pada setiap atribut rasa. Selain itu, panelis ID 10
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan panelis
lainnya dalam memberikan penilaian. Panelis ID 10 mudah lupa dan
sering menanyakan kepada peneliti tentang atribut sensori yang diujikan.
Panelis ID 10 juga mempunyai kebiasaan tidur larut malam dan
begadang. Kebiasaan ini mampu mempengaruhi sensitivitas respon yang
diberikan. Seperti yang dinyatakan oleh Anonymous (2003), bahwa faktor
yang mempengaruhi persepsi sensori salah satunya adalah kurangnya
waktu tidur.
Panelis ID 11
Pada atribut rasa pahit panelis ID 11 memberikan intensitas penilaian
yang sedikit berbeda pada pengujian pertama dan pengujian kedua.
Dapat dilihat pada Gambar 4.47 grafik Individual Value Plot rasa pahit 1
dan rasa pahit 2 menunjukkan titik yang berbeda. Nilai respon yang
diberikan pada set pengujian pertama lebih konstan dibandingkan dengan
nilai respon yang diberikan pada set sampel kedua. Nilai respon yang
diberikan panelis ID 11 pada pengujian kedua menunjukkan titik yang
tidak konstan. Semakin besar nilai konsentrasi sampel yang digunakan,
namun pada set sampel pengujian pertama tidak menunjukkan hal
tersebut. Pada pengujian set sampel kedua, panelis memberikan respon
nilai lebih rendah untuk konsentrasi ke 4 dibandingkan dengan
konsentrasi ke 3 dan konsentrasi ke 2. Hal tersebut dapat disebabkan
menurunnya sensitivitas panelis terhadap rasa pahit pada saat dilakukan
pengujian kedua, sehingga ketelitian panelis dalam memberikan nilai
respon menurun dibandingkan dengan penilaian pada set pengujian
pertama. Panelis ID 11 dapat dikatakan panelis terlatih yang mempunyai
136
tingkat konsistensi yang baik. Sebagian besar respon penilaian yang
diberikan oleh panelis ID 11 stabil kan konstan.
Gambar 4.47 Grafik Individiul Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 11
Panelis ID 11 mempunyai tinggi badan 169 cm dan berat badan 57 kg.
Menurut perhitungan BMI (Boddy Mass Index) panelis ID 11 termasuk ke
dalam katagori berat badan normal. Tingkat sensitivitas yang dimiliki oleh
panelis ID 9 dapat dikatagorikan tinggi, berdasarkan hasil pengujian yang
telah dilakukan. Seperti yang dinyatakan oleh Walker (2013), bahwa
seseorang yang mengalami kegemukan memiliki sensitivitas indra perasa
yang rendah. Panelis ID 11 mempunyai berat badan yang normal, hal ini
sesuai dengan literatur tersebut bahwa berat badan berpengaruh
terhadap konsistensi panelis dalam memberikan respon penilaian.
Panelis ID 11 mempunyai pola makan yang baik, tidak sedang dalam diet
dan menerapkan pola makan secara teratur. Panelis ID 11 menyukai
makanan dengan berbagai cita rasa, baik manis, asin, asam, pahit,
umami. Sehingga panelis ID 11 lebih mudah dalam mendeskripsikan dan
memberikan skala yang konstan pada setiap atribut rasa. Dalam
pengujian ini panelis ID 11 mengalami penurunan intensitas pada rasa
pahit. Keadaan ini dapat dipengaruhi karena sebelum mengikuti
pengujian ini, panelis mengkonsumsi kopi pahit. Hal tersebut dilakukan
karena panelis ingin mengurangi rasa kantuk yang sedang dirasakan.
Dikhawatirkan after-taste kopi yang dikonsumsi oleh panelis masih
tertinggal di indra perasa panelis sehingga respon penilaian yang
diberikan pada pengujian menjadi bias. Kemp et al., (2009) menyatakan
15
10
5
4321
10
5
0
12
8
4
4321
10
5
0
12
9
6
12
9
6
4321
15
10
5
10.0
7.5
5.0
4321
12
8
4
12
8
4
Rasa Manis 1
Atribut Rasa
Rasa Manis 2 Rasa Asin 1 Rasa Asin 2
Rasa Asam 1 Rasa Asam 2 Rasa Pahit 1 Rasa Pahit 2
Rasa Umami 1 Rasa Umami 2
Atribut Rasa Panelis ID 11
137
bahwa faktor fisikologis berupa adaptasi dapat mempengaruhi respon
sensori yang diberikan. Keadaan ini menujukkan bahwa panelis ID 11
membutuhkan waktu jeda yang lebih lama setelah meminum kopi, baru
dapat melakukan pengujian.
Panelis ID 12
Respon intensitas penilaian yang diberikan oleh panelis ID 12
cenderung konstan pada atribut rasa asin, rasa asam, rasa pahit, dan
rasa umami. Pada atribut rasa manis panelis ID 12 memberikan intensitas
penilaian yang sedikit berbeda pada pengujian pertama dan pengujian
kedua. Dapat dilihat pada Gambar 4.48 grafik Individual Value Plot rasa
manis 1 dan rasa manis 2 menunjukkan titik yang berbeda. Nilai respon
yang diberikan pada set pengujian pertama lebih konstan dibandingkan
dengan nilai respon yang diberikan pada set sampel kedua. Semakin
besar nilai konsentrasi sampel yang digunakan, maka akan semakin
tinggi intensitas penilaian yang diberikan oleh panelis. Namun pada set
sampel pengujian kedua tidak menunjukkan hal tersebut. Pada pengujian
set sampel kedua panelis memberikan respon nilai lebih rendah untuk
konsentrasi ke 2 dibandingkan dengan konsentrasi ke 1. Hal tersebut
dapat disebabkan menurunnya sensitivitas panelis terhadap rasa manis
pada saat dilakukan pengujian kedua, sehingga ketelitian panelis dalam
memberikan nilai respon kurang baik dibandingkan dengan penilaian
pada set pengujian pertama.
Gambar 4.48 Grafik Individiul Value Plot Atribut Rasa Panelis ID 12
15
10
5
4321
15
10
5
12
8
4
4321
15
10
5
15
10
5
15
10
5
4321
15
10
5
15
10
5
4321
15
10
5
15
10
5
Rasa Manis 1
Atribut Rasa
Rasa Manis 2 Rasa Asin 1 Rasa Asin 2
Rasa Asam 1 Rasa Asam 2 Rasa Pahit 1 Rasa Pahit 2
Rasa Umami 1 Rasa Umami 2
Atribut Rasa Panelis ID 12
138
Panelis ID 12 mempunyai tinggi badan 163 cm dan berat badan 57 kg.
Menurut perhitungan BMI (Boddy Mass Index) panelis ID 12 termasuk ke
dalam katagori berat badan normal. Tingkat sensitivitas yang dimiliki oleh
panelis ID 12 dapat dikatagorikan tinggi, berdasarkan hasil pengujian
yang telah dilakukan. Seperti yang dinyatakan oleh Walker (2013), bahwa
seseorang yang mengalami kegemukan memiliki sensitivitas indra perasa
yang rendah. Panelis ID 12 mempunyai berat badan yang normal, hal ini
sesuai dengan literatur tersebut bahwa berat badan berpengaruh
terhadap konsistensi panelis dalam memberikan respon penilaian.
Panelis ID 12 mempunyai pola makan yang baik, tidak sedang dalam diet
dan menerapkan pola makan secara teratur. Panelis ID 12 menyukai
makanan dengan berbagai cita rasa, baik manis, asin, asam, pahit,
umami. Sehingga panelis ID 12 lebih mudah dalam mendeskripsikan dan
memberikan skala yang konstan pada setiap atribut rasa. Panelis ID 12
tidak mempunyai kebiasaan merokok, sehingga dapat dikatakan sesuai
apabila panelis ID 12 mempunyai tingkat sensitivitas baik. Dalam
pengujian ini panelis ID 12 menunjukkan sifat yang hampir sama seperti
panelis ID 6 dan ID 7 yaitu santai dan tidak tergesa-gesa dalam
melalukan berbagai rangkaian pengujian. Hal tersebut juga ditunjukkan
oleh panelis ID 12 pada saat tahap wawancara, dimana panelis ID 12
terlihat good looking. Penilaian yang tidak konstan pada rasa manis
kedua yang diberikan oleh panelis ID 12 menunjukkan terjadinya
penurunan sensitivitas. Penurunan sensitivitas pada panelis ID 12
disebabkan karena padatnya pekerjaan yang dilakukan oleh panelis ID 12
pada hari pengujian kedua tersebut. Dimana panelis ID 12 melakukan
pengujian dengan kelelahan dan rasa lapar. Seperti yang dijelaskan
Walker (2013) bahwa rasa lapar memberikan pengaruh terhadap persepsi
sensori terutama untuk rasa manis dan asin.
Terdapat perbedaan tingkat konsistensi pada setiap panelis tarlatih, hal ini
dapat terjadi dikarenakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor
biologis, faktor fisiologis, faktor psikologis setiap panelis terlatih merupakan faktor
yang mempengaruhi tingkat konsistensi masing- masing panelis terlatih. Dalam
suatu industri pangan dalam pembentukan panelis terlatih perlu diperhatikan
adanya faktor – faktor tersebut. Hal ini dikarenakan faktor – faktor tersebut dapat
139
berpengaruh terhadap hasil pengujian yang akan dilakukan. Adanya faktor
biologis, faktor fisiologis, faktor psikologis yang terdapat dalam setiap panelis
perlu dipertimbangkan dalam hal pembentukan panelis terlatih suatu industri
pangan untuk pengujian mutu produk yang dapat digunakan dalam jangka
panjang. Dalam hal ini seorang Panel Leader dalam mempertimbangkan seorang
karyawan tetap untuk dibentuk menjadi panelis terlatih di industri tempat
karyawan tersebut bekerja, dapat berdiskusi dengan divisi HRD. Tujuan dari
diskusi tersebut adalah untuk memilih panelis terlatih dan melihat konsistensinya
dengan mempertimbangkan faktor biologis, faktor fisiologis, faktor psikologis
pada setiap karyawan tetap yang telah lolos menjadi panelis terlatih.
4.3 Pengujian Deskriptif MSG Metode Spektrum
Analisa atribut MSG secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
metode Spectrum Descriptive Analysis. Keduabelas panelis terlatih yang telah
diperoleh akan melakukan pengujian atribut sensori MSG dengan menggunakan
metode Deskriptif Spektrum. Seperti yang telah dituliskan sebelumnya, atribut –
atribut yang digunakan untuk uji kuantitatif merupakan atribut yang ditentukan
oleh panel leader berdasarkan karakteristik dari MSG. Pengujian dilakukan
dengan menilai intensitas sampel MSG jenis kristal Powder, Fine, dan Small
yang dilarutkan dalam larutan air mineral dan kaldu ayam. Penilaian intensitas
menggunakan skala garis tidak terstruktur sepanjang 15 cm. Pada saat
pengujian, diberikan 2 larutan reference (R1 dan R2) sebagai pengingat yang
akan memudahkan panelis dalam melakukan penilaian. Data respon panelis
terhadap intensitas tiap atribut sensori ditabulasi dan diuji secara statistik
menggunakan uji Analysis of Variance (ANOVA) General Linear Model (GLM)
dengan uji lanjut Fisher pada tiap atribut yang memiliki p-value < 0,05. Dalam
pengujian ini digunakan tiga jenis kristal MSG yang berbeda yaitu Powder, Fine,
dan Small yang dilarutkan ke dalam dua larutan yang berbeda yaitu larutan air
mineral dan larutan kaldu yang masing-masing menggunakan konsentrasi
berbeda. Gambaran sampel yang digunakan dalam pengujian ini dapat dilihat
pada Tabel 3.1 bab metode penelitian. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
dari ketiga faktor yang digunakan yairu larutan, jenis kristal, dan konsentrasi,
mana yang akan paling berpengaruh terhadap atribut – atribut sensori MSG.
140
Tabel 4.6 Hasil p-value atribut yang digunakan
Data hasil uji statistik menunjukkan bahwa perbedaan jenis larutan
berpengaruh nyata terhadap sebagian besar atribut-atribut sensori MSG. Hasil p-
value dari masing-masing atribut pada jenis larutan, jenis kristal, dan jenis
konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 4.6. Hampir setiap atribut mempunyai nilai
p-value <0,05 pada jenis larutan. Seperti yang terlihat pada atribut rasa (rasa
manis, rasa asin, rasa pahit, rasa umami), atribut after-taste (after-taste manis,
after-taste asin, after-taste umami), atribut Mouthfeel (mouthfeel getir, mouthfeel
kental, mouthfeel cair, mouthfeel berminyak, mouthfeel berlemak), atribut warna
(warna bening, warnah keruh, warna kuning, warna coklat). Pada jenis kristal
MSG terdapat beberapa atribut yang menunjukkan hasil p-value <0,05 yang
artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada jenis kristal tersebut. seperti
yang terlihat pada atribut rasa manis, atribut rasa pahit, atribut warna keruh.
Sedangkan pada jenis konsentrasi juga terdapat beberapa atribut yang
menunjukkan hasil p-value <0.05 yang artinya terdapat perbedaan yang
Atribut Jenis Larutan Jenis Kristal Konsentrasi
Rasa manis 0,003* 0,004* 0,196 Rasa asin 0,011* 0,817 0,021*
Rasa asam 0,246 0,292 0,252 Rasa pahit 0,000* 0,006* 0,008*
Rasa umami 0,000* 0,985 0,085 After-taste manis 0,000* 0,797 0,102 After-taste asin 0,000* 0,518 0,043*
After-taste asam 0,064 0,059 0,150 After-taste pahit 0,067 0,097 0,256
After-taste umami 0,000* 0,581 0,184 Mouthfeel getir 0,093 0,345 0,071 Mouthfeel kesat 0,670 0,738 0,659 Mouthfeel licin 0,098 0,933 0,061
Mouthfeel kental 0,000* 0,276 0,455 Mouthfeel cair 0,000* 0,695 0,992
Mouthfeel berminyak 0,000* 0,490 0,749 Mouthfeel berlemak 0,000* 0,557 0,488
Warna putih - - - Warna bening 0,000* 0,619 0,145 Warna keruh 0,000* 0,059 0,050 Warna kuning 0,000* 0,079 0,345 Warna coklat 0,165 0,570 0,804 Flavor gurih - 0,264 0,014*
Flavor daging - 0,495 0,432 Flavor daging ayam - 0,571 0,520
Flavor jamur - 0,128 0,100 Aroma tetes tebu - 0,845 -
Aroma asam - 0,412 - Aroma gula - 0,302 -
Aroma raw sugar - 0,247 -
141
signifikan pada jenis konsentrasi yang digunakan. Seperti yang terlihat pada
atribut rasa asin, atribut rasa pahit, atribut atribut warna keruh dan atribut flavor
gurih.
Atribut Rasa
Rasa merupakan sensasi yang diterima oleh alat pengecap yang berada di
dalam rongga mulut. Rasa ditimbulkan oleh senyawa larut dalam air yang
berinteraksi dengan reseptor pada lidah dan indera perasa. Terdapat lima rasa
dasar yang dapat dikenlai oleh manusia yaitu manis, asin, asam, pahit, dan
umami. Menurut studi biologis dan elektrofisiologis sel pencicip menggunakan
beberapa mekanisme yang berbeda dalam mentransduksi informasi kimiawi
kepada sel – sel pembewa sinyal. Deteksi rasa asam dan asin dimediasi oleh
saluran ion (ion channels), sedangkan untuk rasa manis, pahit, dan umami
transduksi rasa mengikutkan membrane reseptor protein yang mengikat pada
alur signal intraseluler (Wijaya, 2009). Pada pengujian Spektrum ini daperoleh
nilai p-value < 0,05 pada atribut rasa manis, rasa asin, rasa pahit dan rasa
umami. Untuk atribut rasa asam tidak diperoleh nilai p-value < 0,05 hal ini
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada jenis larutan, jenis
kristal, dan jenis konsentrasi untuk penilaian atribut rasa asam.
Pada rasa asam, sensasi asam dipengaruhi oleh konsentrasi ion (H+) dalam
larutan. Namun stimulus senyawa pada saraf pengecap lebih bergantung pada
asam tertitrasi dari pada pHnya. Itu sebabnya tidak semua produk dengan pH
rendah mempunyai rasa asam. Asam organik memberikan kesan rasa asam
lebih kuat daripada asam in-organik terkait dengan pHnya. Rasa asam terutama
diberikan oleh garam-garam organik tak terdisosiasi seperti asam malat, tertarat,
asam sitrat dan seterusnya. Masing –masing asam tidak murni memberikan rasa
asam saja tetapi juga rasa khas pada setiap asamnya seperti asam sitrat yang
memberikan sensasi kesat (tart) dan sepat (astringent) khas seperti pada
tanaman sitrus, sementara asam laktat memberikan kesan khas seperti pada
yoghurt atau mentega.
Atribut Rasa Manis
Rasa manis pada MSG dapat diperoleh dari bahan baku MSG.
Dimana bahan baku dari MSG merukapan tetes tebu, raw sugar dan beet
molasses. Ketiga komponen tersebut mengandung unsur gula karena
142
merupakan hasil samping dari pembuatan gula (Simputra, 2014). Rasa
manis yang timbul dikarenakan Monosodium Glutamat mengandung
sukrosa 35,5%, frukstosa 5,6% dan glukosa 2,6% (Suratmah, 1997).
Rasa manis disebabkan oleh senyawa organik alifatik yang mengandung
gugus hidroksi (OH), beberapa asam amino, aldehid dan gliserol. Sensasi
manis juga dapat dihasilkan oleh berbagai golongan senyawa baik dari
kelompok gula, asam amino-peptida-protein, bahkan klorofom. Tingkat
kemanisan dari senyawa yang berbeda akan menghasilkan sensasi
manis yang berbeda pula (Valentin et al.,2006).
Hasil Uji Fisher dapat dilihat pada Tabel 4.7. Atribut rasa manis
memiliki nilai p-value < 0,05 pada jenis larutan dan jenis kristal. Yang
artinya jenis larutan dan jenis kristal MSG berpengaruh nyata terhadap
atribut sensori rasa manis. Rasa manis dominan terdapat pada larutan
kaldu dengan rerata tertinggi 0,63889 dan berbeda signifikan dengan
intensitas rasa manis pada larutan air mineral. Rasa manis dapat
dihasilkan berbagai golongan senyawa baik dari kelompok gula, asam
amino, peptida protein, amida siklis, turunan benzena dan lain
sebagainya. Hasil dari larutan kaldu lebih dominan karena kaldu yang
digunakan merupakan kaldu asli yang terbuat dari bahan baku ayam
kampung. Di dalam kaldu ayam telah terdapat kandungan protein kurang
lebih sebesar 3,03 % seperti pada hasil pengujian protein pada kaldu
ayam yang telah dilakukan. Setelah ditambah dengan kristal MSG
kandungan protein dalam larutan kaldu akan semakin bertambah. Hal ini
dikarenakan MSG sendiri mempunyai kandungan protein kurang lebih
sebesar 7,6 %. Sehingga rasa gula yang muncul pada larutan kaldu lebih
dominan pada saat dianalisa oleh panelis dibandingkan dengan sampel
larutan air mineral. MSG sendiri merupakan asam amino yang termasuk
dalam asam glutamat. Asam amino glutamat merupakan salah satu yang
paling banyak dijumpai, secara alami terdapat pada keju, susu, jamur,
daging, ikan dan berbagai sayuran.
Tabel 4.7. Hasil Uji Fisher Atribut Rasa Manis MSG pada Jenis Larutan
Atribut p-value Uji Fisher
Larutan N Rerata Gouping
Rasa manis 0,003 Kaldu 108 0,638889 A Air Mineral 108 0,291667 B
143
Hasil Uji Fisher dapat dilihat pada Tabel 4.8. Atribut rasa manis
memiliki nilai p-value < 0,05 pada jenis kristal. Yang artinya jenis kristal
MSG berpengaruh nyata terhadap atribut sensori rasa manis. Rasa manis
dominan terdapat pada jenis kristal Small dengan rerata tertinggi
0,701389 dan berbeda signifikan dengan intensitas rasa manis pada jenis
kristal lainnya. Rasa manis dapat dihasilkan berbagai golongan senyawa
baik dari kelompok gula, asam amino, peptide protein, amida siklis,
turunan benzene dan lain sebagainya. Rasa manis pada kristal jenis
Small mempunyai rerata paling tinggi dan berbeda nyata dengan jenis
kristal lainnya. Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan antara ketiga
jenis kristal tersebut, hanya ukuran yang membedakan. MSG jenis Small
merupakan jenis kristal MSG yang mempunyai ukuran paling besar
diantara jenis MSG lainnya yaitu sebesar 250 mikron.
Tabel 4.8. Hasil Uji Fisher Atribut Rasa Manis MSG pada Jenis Kriatal
Atribut p-value Uji Fisher
Kristal N Rerata Gouping
Rasa manis 0,004 Small 72 0,701389 A Fine 72 0,465278 A B Powder 72 0,229167 B
Atribut Rasa Asin
Hasil Uji Fisher dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan Tabel 4.10. Atribut
rasa asin memiliki nilai p-value < 0,05 pada jenis larutan dan jenis
konsentrasi. Yang artinya jenis larutan dan jenis konsentrasi yang
digunakan berpengaruh nyata terhadap atribut sensori rasa asin. Rasa
asin dominan terdapat pada larutan kaldu dengan rerata tertinggi
0,745370 dan berbeda signifikan dengan intensitas rasa asin pada larutan
air mineral.
Pada rasa asin, ion sodium (Na+) yang menyentuh ujung pangkal
apikal dari sel pengecap memalui saluran ion pada mikrovili akan
menimbulkan rangsangan sensasi rasa asin. Pada dasarnya semua
kation dapat memberikan rasa asin namun ukuran diameter ion akan
sangat menentukan. Semakin besar ukuran garam akan mengubah rasa
asin ke arah pahit, seperti halnya NaCl (0,56 nm) dan MgCl2 (0,85 nm)
cenderung pahit. Satu hal yang perlu dicermati adalah kation Na+
mempunyai peran lain selain memberi rasa asin yaitu kemampuannya
144
untuk menstimulasi cita rasa daging atau meaty flavor, seta peran yang
tidak bisa dipisahkan dalam membentuk rasa lezat khas pada daging
kepiting (Wijaya, 2009). Rasa asin pada larutan kaldu lebih berpengaruh,
hal ini disebabkan kaldu ayam yang digunakan mempunyai kandungan
Na sebesar 16,71. Sedangkan Monosodium Glutamat sendiri merupakan
sodium atau garam natrium dari asam glutamat (glutamic acid) yang
termasuk asam amino non esensial, yaitu komponen penting protein yang
dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan Na di dalam produk MSG yang
digunakan kurang lebih sebesar 12,3 %. Hal ini menunjukkan MSG yang
dilarutkan dalam kaldu ayam lebih berpengaruh dalam membentuk rasa
asin dibandingkan dengan MSG yang dilarutkan dalam air mineral.
Tabel 4.9. Hasil Uji Fisher Atribut Rasa Asin MSG pada Jenis Larutan
Atribut p-value Uji Fisher
Larutan N Rerata Gouping
Rasa asin 0,011 Kaldu 108 0,745370 A Air Mineral 108 0,291667 B
Hasil Uji Fisher pada Tabel 4.16 menunjukkan atribut rasa asin
memiliki nilai p-value < 0,05 pada jenis konsentrasi yang digunakan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh panelis dapat merasakan rasa asin
pada konsentrasi tertinggi yaitu konsentrasi 0,5 g/L. Hal ini ditujukkan
dengan nilai rerata konsentrasi 0,5 g/L yang diperoleh yaitu sebesar
0,861111. Nilai rerata tersebut lebih besar daripada nilai rerata dua
konsentrasi lainnya. Konsentrasi 0,5 g/L merupakan konsentrasi tertinggi
yang digunkan pada pengujian ini. Hasil Uji Fisher menujukkan nilai
konsentrasi 0,5 g/L berbeda nyata dengan dua konsentrasi lainnya yaitu
konsentrasi 0,4 g/L dan 0,3 g/L. Perbedaan konsentrasi yang digunakan
memberikan pengaruh terhadap pengujian yang dilakukan. Semakin
tinggi konsentrasi yang digunakan pada suatu sampel, maka konsentrasi
tersebut akan semakin berpengaruh dalam pemberian penilaian atribut
sensori oleh panelis. Seperti yang dituliskan Lawless (2013), semakin
tinggi konsentrasi rasa disuatu larutan makan akan semakin cepat
terdeteksi oleh taste buds seseorang. Pada pengujian Threshold yang
telah dilakukan sebelumnya didapatkan nilai BET sebesar 0,9 g/L. Namun
dalam pengujian ini pada konsentrasi 0,3 g/L , 0,4 g/L , 0,5 g/L panelis
145
telh dapat mendeteksi adanya rasa asin pada sampel. Sedangkan
menurut pengujian Threshold BET rasa asin panelis sebesar 0,9 g/L. Hal
ini menunjukkan penambahan MSG pada kaldu ayam mempengaruhi
panelis dapat mendeteksi adanya rasa asin pada konsentrasi yang lebih
rendah dari BET yang telah diperoleh. Kandungan Na di dalam kaldu
ayam sesebar 16,71 % dan kandungan Na di dalam kristal MSG sebesar
12,3 % dapat mempengaruhi terbentuknya rasa asin pada konsentrasi
rendah.
Tabel 4.10. Hasil Uji Fisher Atribut Rasa Asin MSG pada Jenis Konsentrasi
Atribut p-value Uji Fisher
Konsentrasi N Rerata Gouping
Rasa asin 0.021 0,5 g/L 72 0,861111 A 0,4 g/L 72 0,409722 B 0,3 g/L 72 0,284722 B
Atribut Rasa Pahit
Sensasi senyawa rasa pahit diperoleh dengan mekanisme yang mirip
dengan rasa manis. Hanya saja jarak antar gugus fungsional menjadi
penentu. Rasa pahit umumnya diasosiasikan dengan kelompok
komponen fenolik dan alkaloid seperti naringin pada gapefruit dan anggur,
limonin pada sitrus, kafein pada kopi, dan sebagainya. Selain itu peptide
dengan berat molekul lebih kecil 6000 atau asam amino hidrofobik dapat
juga memberikan rasa pahit. Senyawa pemberi rasa pahit terkini yang
dilaporkan memiliki rasa pahit sangat intens adalah “quanozolate” dengan
ambang batas 0,00025 mmol/kh air (Ottinger dan Hofmann, 2001). Hasil
Uji Fisher untuk atribut rasa pahit menujukkan atribut rasa pahit memiliki
nilai p-value < 0,05 pada jenis larutan, jenis kristal, dan jenis konsentrasi
yang digunakan. Tabel 4.17 menujukkan hasil Uji Fisher pada jenis
larutan yang digunakan. Jenis larutan berpengaruh nyata terhadap atribut
rasa pahit pada pengujian ini. Dapat dilihat dalam tabel, larutan kaldu
lebih berpengaruh dalam memberikan rasa pahit dibandingkan dengan
larutan air mineral. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai rerata larutan
kaldu yang lebih besar dibandingkan dengan larutan air mineral yaitu
sebesar 0,277778. Literatur di atas menyebutkan asam amino hidrofobik
dapat memberikan rasa pahit sedangkan Asam Glutamat merapakan
salah satu jenis asam amino polar dimana asam amino polar mempunyai
146
sifat hidrofilik. Rasa pahit dapat diperolah dari tingginya kadar garam yang
terdapat dalam sampel. Seperti yang dituliskan Wijaya (2009) Semakin
besar ukuran garam akan mengubah rasa asin ke arah pahit, seperti
halnya NaCl (0,56 nm) dan MgCl2 (0,85 nm) cenderung pahit. Selain itu
kandungan protein di dalam kaldu ayam dan MSG juga akan
mempengaruhi trebentuknya rasa pahit.
Tabel 4.11. Hasil Uji Fisher Atribut Rasa Pahit MSG pada Jenis Larutan
Atribut p-value Uji Fisher
Larutan N Rerata Gouping
Rasa pahit 0,000 Kaldu 108 0,277778 A Air Mineral 108 -0,000000 B
Tabel 4.12 menunjukkan hasil Uji Fisher pada jenis kristal yang
digunakan. Jenis kristal small lebih berpengaruh dalam memberikan rasa
pahit pada pengujian ini. Dapat dilihat dalam tabel, jenis kristal Small
mempunyai nilai rerata yang lebih besar dibandingkan dengan nilai rerata
kedua kristal lainnya. Kristal Small mempunyai nilai rerata sebesar
0,277778 sedangkan kedua kristal lainnya mempunyai nilai rerata yang
sama yaitu sebesar 0,069444. Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan
antara ketiga jenis kristal tersebut, hanya ukuran yang membedakan.
MSG jenis Small merupakan jenis kristal MSG yang mempunyai ukuran
paling besar diantara jenis MSG lainnya yaitu sebesar bla.
Tabel 4.12. Hasil Uji Fisher Atribut Rasa Pahit MSG pada Jenis Kristal
Atribut p-value Uji Fisher
Kristal N Rerata Gouping
Rasa pahit 0,006 Small 72 0,277778 A Fine 72 0,069444 B Powder 72 0,069444 B
Tebel 4.13 menujukkan hasil Uji Fisher pada jenis konsentrasi yang
digunakan. Konsentrasi 0,3 g/L memiliki nilai rerata yang paling besar
diantara dua konsentrasi lainnya yang digunakan yaitu sebesar 0.263889.
Hal ini menujukkan konsentrasi 0,3 g/L merupakan konsentrasi yang
paling berpengaruh dalam memberikan rasa pahit. Konsentrasi 0,3 g/L
merupakan konsentrasi terendah yang digunakan dalam pengujian ini.
Perbedaan konsentrasi yang digunakan memberikan pengaruh terhadap
147
pengujian yang dilakukan. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan
pada suatu sampel, maka konsentrasi tersebut akan semakin
berpengaruh dalam pemberian penilaian atribut sensori oleh panelis.
Seperti yang dituliskan Lawless (2013) semakin tinggi konsentrasi rasa
pada suatu larutan maka akan semakin cepat terdeteksi oleh taste buds
seseorang. Namun hasil Uji Fisher yang diperoleh pada atribut rasa pahit
ini berlawanan dengan literatur tersebut. Hal ini menujukkan bahwa pada
konsentrasi rendah rasa pahit sudah dapat terdeteksi oleh panelis.
Tabel 4.13. Hasil Uji Fisher Atribut Rasa Pahit MSG pada Jenis Konsentrasi
Atribut p-value Uji Fisher
Konsentrasi N Rerata Gouping
Rasa pahit 0,008 0,3 g/L 72 0,263889 A 0,5 g/L 72 0,118056 B 0,4 g/L 72 0,034722 B
Atribut Rasa Umami
Pada rasa umami, senyawa pemberi sensasi ini akan berperan melalui
protein G yang mengikat pada reseptor dan mengaktifkan pembawa
pesan kedua (second messenger). Senyawa pemberi umami yang paling
dikenal dan potensial adalah L-glutamat, asam amino yang terdapat
dalam protein. Senyawa pemberi rasa umami tidak hanya asam glutamat,
tetapi juga diperoleh dari kelompok ribonukleat dengan nukleotida-5
seperti IMP, GMP, dan senyawa penguat rasa umami seperti ADP. Rasa
umami merupakan bagian dari lima dasar rasa selain rasa manis, asin,
asam dan pahit (Hallock, 2007). Rasa umami timbul karena keberadaan
asam glutamate dan asam amino (protein) dalam makanan. Apabila
glutamate berikatan dengan molekul protein menjadi tidak berasa dan
tidak akan menimbulkan rasa umami pada makanan, namun hidrolisa
protein oleh pemanasan selama proses pemasakan akan menyebabkan
pelepasan glutamate sehingga glutamate menjadi bentuk bebas yang
dapat menimbulkan rasa umami.
Hasil uji Fisher atribut rasa umami dapat dilihat pada Tabel 4.14.
Atribut rasa umami mempunyai nilai p-value < 0,05 pada jenis larutan
yang digunakan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji lanjut Fisher, nilai
rerata larutan kaldu lebih besar dibandingkan dengan nilai rerata larutan
air mineral yaitu sebesar 6,37500. Larutan kaldu lebih berpengaruh dalam
148
memberikan rasa umami pada pengujian ini dibandingkan dengan larutan
air mineral. Hasil dari larutan kaldu lebih dominan karena kaldu yang
digunakan merupakan kaldu asli yang terbuat dari bahan baku ayam
kampung. Di dalam kaldu ayam telah terdapat kandungan protein kurang
lebih sebesar 3,03 % dan kandungan Na sebesar 16,71 % seperti pada
hasil pengujian protein pada kaldu ayam yang telah dilakukan. Setelah
ditambah dengan kristal MSG kandungan protein dalam larutan kaldu
akan semakin bertambah. Hal ini dikarenakan MSG sendiri mempunyai
kandungan protein kurang lebih sebesar 7,6 % dan kandungan Na
sebesar 12,3 %. MSG sendiri merupakan asam amino yang termasuk
dalam asam glutamat. Asam amino glutamat merupakan salah satu yang
paling banyak dijumpai, secara alami terdapat pada keju, susu, jamur,
daging, ikan dan berbagai sayuran (Jinap et al., 2010). Pada penelitian
kaldu yang digunakan merupakan kaldu asli yang dibuat dengan daging
Ayam Jawa. Kemungkinan dalam daging ayam Jawa yang digunakan
sudah terdapat kandungan asam amino glutamat. Selain itu, salah satu
senyawa yang berperan dalam memberi rasa umami adalah Monosodium
Glutamat.
Tabel 4.14. Hasil Uji Fisher Atribut Rasa Umami MSG pada Jenis Larutan
Atribut p-value Uji Fisher
Larutan N Rerata Gouping
Rasa umami 0,000 Kaldu 108 6,37500 A Air Mineral 108 1,63889 B
Atribut After-taste
After-taste merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan “Kesan
Rasa Kedua” dari aroma dan flavor pada suatu bahan pangan. Kesan rasa kedua
ini akan muncul kembali setelah larutan atau makanan tertelan. Seperti yang
ditulis oleh Andika (2016) mengenai Kopi Nusantara, after-taste terjadi karena
proses retronasal, retronasal mengakibatkan aroma kopi yang menempel pada
lapisan tenggorokan hingga dinding mulut terbawa keluar kembali bersama
dengan hembusan udara. Proses ratronasal membuat otak kembali
menterjemahkan rasa dan aroma cairan seduhan kopi. Proses itu terjadi
berulang-ulang dan akan melemah kemudian berhenti pada saat cairan seduhan
149
kopi yang menempel pada lapisan tenggorokan dan dinding mulut habis terlarut,
atau saat peminum kopi sudah tidak lagi bernapas. Karena proses retronasal
yang berulang-ulang inilah sehingga muncul kesan bahwa rasa kopi nya awet
atau dikenal dengan Long Aftertaste. Tingkat aroma, flavor dan after-taste pada
cairan seduhan kopi dipengaruhi oleh jumlah partikel kopi yang memiliki sifat
terlarut atau soluble partikel. Kekuatan pertikel yang terlarut dalam kopi disebut
juga dengan istilah Strenght. Atribut after-taste yang muncul pada pengujian
sensori ini adalah after-taste manis, after-taste asin, dan after-taste umami.
Atribut After-taste Manis
Hasil uji Fisher atribut after-taste manis dapat dilihat pada Tabel 4.15.
Atribut after-taste manis memiliki nilai p-value < 0,05 pada jenis larutan
yang digunakan. Dapat dilihat dalam tabel, larutan kaldu memberikan
pengaruh lebih besar pada after-taste manis dibandingkan dengan larutan
air mineral. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai rerata larutan kaldu
sebesar 0,925296. After-taste manis dapat muncul karena adanya
senyawa asam amino dalam larutan sampel yang digunakan. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya pada atribut rasa manis, dimana
larutan kaldu lebih dominan karena memiliki kandungan protein yang lebih
tinggi. Sehingga rasa manis tersebut masih tertinggal di dalam rongga-
rongga mulut dan meberikan after-taste manis.
Tabel 4.15. Hasil Uji Fisher Atribut After-taste Manis MSG pada Jenis Larutan
Atribut p-value Uji Fisher
Larutan N Rerata Gouping After-taste
manis 0,000 Kaldu 108 0,925296 A
Air Mineral 108 0,152778 B
Atribut After-taste Asin
Hasil Uji Fisher dapat dilihat pada Tabel 4.16 dan Tabel 4.17. Atribut
after-taste asin memiliki nilai p-value <0,05 pada jenis larutan dan jenis
konsentrasi. Yang artinya jenis larutan dan jenis konsentrasi yang
digunakan berpengaruh nyata terhadap atribut sensori rasa asin. After-
taste asin dominan terdapat pada larutan kaldu dengan rerata tertinggi
1,37037 dan berbeda signifikan dengan intensitas after-taste asin pada
larutan air mineral.
150
After-taste asin muncul karena adanya senyawa Na, baik didalam
MSG maupun didalam larutan kaldu yang belum dicampur dengan kristal
MSG. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada atribut rasa asin,
dimana pada larutan kaldu lebih berpengaruh, hal ini disebabkan kaldu
ayam yang digunakan mempunyai kandungan Na sebesar 16,71.
Sedangkan Monosodium Glutamat sendiri merupakan sodium atau garam
natrium dari asam glutamat (glutamic acid) yang termasuk asam amino
non esensial, yaitu komponen penting protein yang dibutuhkan oleh
tubuh. Sehingga rasa asin tersebut masih tertinggal di dalam rongga-
rongga mulut dan meberikan after-taste asin.
Tabel 4.16. Hasil Uji Fisher Atribut After-taste Asin MSG pada Jenis Larutan
Atribut p-value Uji Fisher
Larutan N Rerata Gouping
After-taste asin
0,000 Kaldu 108 1,37037 A
Air Mineral 108 0,26852 B
Hasil Uji Fisher pada Tabel 4.17, menunjukkan atribut after-taste asin
memiliki nilai p-value < 0,05 pada jenis konsentrasi yang digunakan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh panelis dapat mendeteksi after-taste
asin pada konsentrasi tertinggi yaitu konsentrasi 0,5 g/L. Hal ini ditujukkan
dengan nilai rerata konsentrasi 0,5 g/L yang diperoleh yaitu sebesar
0,861111. Nilai rerata tersebut lebih besar daripada nilai rerata dua
konsentrasi lainnya. Konsentrasi 0,5 g/L merupakan konsentrasi tertinggi
yang digunkan pada pengujian ini. Hasil Uji Fisher menujukkan nilai
konsentrasi 0,5 g/L berbeda nyata dengan dua konsentrasi lainnya yaitu
konsentrasi 0,4 g/L dan 0,3 g/L. Perbedaan konsentrasi yang digunakan
memberikan pengaruh terhadap pengujian yang dilakukan. Semakin
tinggi konsentrasi yang digunakan pada suatu sampel, maka konsentrasi
tersebut akan semakin berpengaruh dalam pemberian penilaian atribut
sensori oleh panelis. Seperti yang dituliskan Lawless (2013) semakin
tinggi konsentrasi rasa pada suatu larutan maka akan semakin cepat
terdeteksi oleh taste buds seseorang. Dalam hal ini telah sesuai, dimana
konsentrasi tertinggi yang digunakan lebih dominan dalam memberikan
kesan after-taste asin pada panelis.
151
Tabel 4.17. Hasil Uji Fisher Atribut After-taste Asin MSG pada Jenis Konsentrasi
Atribut p-value Uji Fisher
Konsentrasi N Rerata Gouping
After-taste
asin 0,043 0,5 g/L 72 1,10417 A
0,4 g/L 72 0,83333 B 0,3 g/L 72 0,52083 B
Atribut After-taste Umami
Hasil uji Fisher atribut after-taste umami dapat dilihat pada Tabel 4.18.
Atribut after-taste umami mempunyai nilai p-value < 0,05 pada jenis
larutan yang digunakan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji lanjut Fisher,
nilai rerata larutan kaldu lebih besar dibandingkan dengan nilai rerata
larutan air mineral yaitu sebesar 4,48611. Larutan kaldu lebih
berpengaruh dalam memberikan rasa umami pada pengujian ini
deibandingkan dengan larutan air mineral. After-taste umami muncul
karena pada dasarnya Monosodium Glutamat merupakan jenis asam
amino pembentuk rasa umami. After-taste umami lebih dominan dalam
larutan kaldu. Seperti yang telah dijelaskan pada atribut rasa umami
dimana kaldu lebih dominan karena kaldu yang digunakan merupakan
kaldu asli yang terbuat dari bahan baku ayam kampung. Di dalam kaldu
ayam telah terdapat kandungan protein kurang lebih sebesar 3,03 % dan
kandungan Na sebesar 16,71 % seperti pada hasil pengujian protein pada
kaldu ayam yang telah dilakukan. Setelah ditambah dengan kristal MSG
kandungan protein dalam larutan kaldu akan semakin bertambah. Hal ini
dikarenakan MSG sendiri mempunyai kandungan protein kurang lebih
sebesar 7,6 %. Selain itu, kaldu yang digunakan dalam pengujian ini
merupakan kaldu asli yang dibuat dengan menggunakan daging ayam
Jawa. Menurut Jinap et al., (2010) asam amino glutamat merupakan
salah satu yang paling banyak dijumpai, secara alami terdapat pada keju,
susu, jamur, daging, ikan dan berbagai sayuran. Sehingga rasa umami
tersebut masih tertinggal di dalam rongga-rongga mulut dan meberikan
after-taste umami yang lebih dominan pada larutan kaldu.
152
Tabel 4.18. Hasil Uji Fisher Atribut After-taste Umami MSG pada Jenis Larutan
Atribut p-value Uji Fisher
Larutan N Rerata Gouping
After-taste
umami 0,000 Kaldu 108 4,48611 A
Air Mineral 108 1,67130 B
Atribut Mouthfeel
Mouthfeel merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesan
permukaan yang dirasakan oleh mulut secara keseluruhan. Menurut Andika
(2016), Mouthfeel secara umum dibagi menjadi Buttery, Creamy, dan Watery
(Seperti-Mentega, Cream dan Air). Selain itu, "Kesan Permukaan" lain seperti
Velvety, Silky, Syrupy dan Sticky. Wijaya (2009) menuliskan Mouthfeel
merupakan sensasi rasa, dimana sensasi rasa ini sering dikelompokkan sebagai
rasa sekunder antara lain hot (panas), astringent (sepat), cooling (semriwing),
anyir, metallic (rasa logam) atau getir. Saat ini bahkan dikenal juga sensasi getar
seperti pada “sechuan papper” atau andaliman. Wijaya (2009), juga
menerangkan sensasi rasa tersebut tidak diterim oleh pengecap lidah, namun
lebih pada sensasi yang diterima oleh indera perasa karena induksi kimiawi yang
lebih dikenal dengan sebutan sensasi “trigeminal”. Pada pengujian spektrum ini
menggunakan atribut mouthfeel getir, mouthfeel kesat, mouthfeel licin, mouthfeel
kental, mouthfeel cair, mouthfeel berminyak, dan mouthfeel berlemak. Hasil
pengujian Spektrum yang diperoleh mununjukkan nilai p-value < 0,05 pada
atribut mouthfeel kental, mouthfeel cair, mouthfeel berminyak, dan mouthfeel
berlemak.
Mouthfeel Kental
Mouthfeel kental adalah atribut sensori yang didefinisikan sebagai
ketebalan pada flavor, konsistensi ketebalan dari sebuah cairan pada
produk minuman (USAID, 2005). Sensasi kental pada produk minuman
bergantung pada karakteristik bahan baku dan rasio kopi dengan air
(ICONTEC, 2011). Menurut literatur tersebut dapat dijelaskan bahwa
adanya sensasi kental pada suatu larutan bergantung pada karakteristik
bahan baku dan rasio yang digunakan. Hasil uji Fisher atribut Mouthfeel
kental dapat dilihat pada Tabel 4.19. Atribut mouthfeel kental mempunyai
nilai p-value < 0,05 pada jenis larutan yang digunakan. Hal ini ditunjukkan
153
dengan hasil uji lanjut Fisher, nilai rerata larutan kaldu lebih besar
dibandingkan dengan nilai rerata larutan air mineral yaitu sebesar
0,671296. Larutan kaldu lebih berpengaruh dalam memberikan Mouthfeel
kental pada pengujian ini dibandingkan dengan larutan air mineral.
Larutan kaldu ayam kampung yang digunakan dalam penelitian ini
mempunyai kandungan protein sebesar 3,03 % dan kandungan lemak
sebesar 9,83 %. Adanya kandungan protein dan lemak di dalam larutan
kaldu ayam kampung mengakibatkan larutan kaldu tersebut bersifat lebih
kental dibandingkan dengan larutan larutan air mineral. Kekentalan atau
yang sering disebut dengan viskositas merupakan tahanan yang timbul
oleh adanya gesekan antara molekul – molekul di dalam zat cair yang
mengalir. Larutan protein dalam air mempunyai viskositas atau
kekentalan yang relatif lebih besar daripada viskositas air sebagai
pelarutnya. Viskositas larutan protein tergantung pada jenis protein,
bentuk molekul, kemolaran, dan suhu larutan. Kandungan lemak yang
terdapat dalam kaldu ayam juga dapat mempengaruhi. Semakin tinggi
kandungan lemak maka semakin besar kemungkinan pembentukan
kompleks lipid – amilosa selama pengolahan (Sanusi, 2006). Selain
kandungan lemak dan protein, di dalam kaldu ayam juga terdapat
kandungan kabohidrat. Menurut informasi gizi kandungan karbohidrat di
dalam kaldu ayam sebesar 1,51 g/ml. Hal tersebut yang menyebabkan
kristal MSG yang dilarutan ke dalam kaldu ayam lebih dominan dalam
memberikan atribut mouthfeel kental dibandingkan dengan kristal MSG
yang dilarutkan ke dalam larutan air mineral.
Tabel 4.19. Hasil Uji Fisher Atribut Mouthfeel Kental MSG pada Jenis Larutan
Atribut p-value Uji Fisher
Larutan N Rerata Gouping Mouthfeel
kental 0,000 Kaldu 108 0,671296 A
Air Mineral 108 0,055556 B
Mouthfeel Berlemak
Lemak (Lipid) adalah zat organik hidrofobik yang bersifat sukar larut
dalam air. Namun lemak dapat larut dalam pelarut organik seperti
kloroform,eter dan benzene (Hadi, 2013). Mouthfeel berlemak merupakan
sensasi rasa berlemak yang dirasakan mulut. Menurut Richard D Matters
154
dalam Anna (2015), seorang profesor nutrisi, stimulus rasa lemak
mempunyai struktur yang unik yang bisa mengikat atau berinteraksi
dengan reseptor dan dibawa oleh saraf perasa pada sistem saraf pusat
dimana informasi rasa diterjemahkan (Anna, 2015). Hasil uji Fisher
atribut Mouthfeel berlemak dapat dilihat pada Tabel 4.20. Atribut
Mouthfeel berlemak mempunyai nilai p-value < 0,05 pada jenis larutan
yang digunakan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji lanjut Fisher, nilai
rerata larutan kaldu lebih besar dibandingkan dengan nilai rerata larutan
air mineral yaitu sebesar 1,75463.
Larutan kaldu lebih berpengaruh dalam memberikan Mouthfeel
berlemak pada pengujian ini dibandingkan dengan larutan air mineral.
Analisa kadar lemak pada sampel kaldu ayam yang telah dilakukan
menghasilkan kadar lemak sebesar 9,83 %. Daging ayam kampung
sendiri mempunyai kandungan lemak sebesar 25 % (Karyadi dan Muhilal
dalam Kanoni, (1997). Lemak merupakan bagian terpenting dari semua
bahan, lemak berperan dalam penambahan kalori serta memperbaiki
tekstur dan citarasa bahan pangan (Winarno, 2003). Oleh karena itu,
atribut mouthfeel berlemak lebih dominan dalam kristal Monosodium
Glutamat yng dilarutkan ke dalam larutan kaldu.
Tabel 4.20. Hasil Uji Fisher Atribut Mouthfeel Berlemak MSG pada Jenis Larutan
Atribut p-value Uji Fisher
Larutan N Rerata Gouping
Mouthfeel
berlemak 0,000 Kaldu 108 1,75463 A
Air Mineral 108 -0,00000 B
Mouthfeel Berminyak
Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol,
dimana lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari
pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak
merupakan ester yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan asam
lemak dan gliserol. Lemak merupakan jenis trigliserida yang dalam
kondisi suhu ruang berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair
pada suhu ruang (Herlina dan Ginting, 2002). Hasil uji Fisher atribut
mouthfeel berminyak dapat dilihat pada Tabel 4.21. Atribut mouthfeel
berminyak mempunyai nilai p-value < 0,05 pada jenis larutan yang
155
digunakan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji lanjut Fisher, nilai rerata
larutan kaldu lebih besar dibandingkan dengan nilai rerata larutan air
mineral yaitu sebesar 1,41204. Larutan kaldu lebih berpengaruh dalam
memberikan Mouthfeel berminyak pada pengujian ini deibandingkan
dengan larutan air mineral. Seperti yang dijelaskan pada atribut mouthfeel
berlemak, kadar lemak pada sampel kaldu ayam sebesar 9,83 %. Daging
ayam kampung sendiri mempunyai kandungan lemak sebesar 25 %
(Karyadi dan Muhilal dalam Kanoni, (1997). Lemak merupakan bagian
terpenting dari semua bahan, lemak berperan dalam penambahan kalori
serta memperbaiki tekstur dan citarasa bahan pangan (Winarno, 2003).
Oleh karena itu, atribut mouthfeel berlemak lebih dominan dalam kristal
MSG yang dilarutkan ke dalam larutan kaldu.
Tabel 4.21. Hasil Uji Fisher Atribut Mouthfeel Berminyak MSG pada Jenis
Larutan
Atribut p-value Uji Fisher
Larutan N Rerata Gouping
Mouthfeel berminyak
0,000 Kaldu 108 1,41204 A
Air Mineral 108 0,02778 B
Mouthfeel Cair
Mouthfeel cair merupakan sensasi yang terbentuk di dalam mulut
seperti meminum air, tidak meninggalkan rasa, tidak melekat pada rongga
mulut. Hasil uji Fisher atribut mouthfeel cair dapat dilihat pada Tabel 4.22.
Atribut mouthfeel cair mempunyai nilai p-value < 0,05 pada jenis larutan
yang digunakan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji lanjut Fisher, nilai
rerata larutan air mineral lebih besar dibandingkan dengan nilai rerata
larutan kaldu yaitu sebesar 4,44444. Larutan air mineral lebih
berpengaruh dalam memberikan Mouthfeel cair pada pengujian ini
deibandingkan dengan larutan air mineral. Hal ini dikarenakan kristal
MSG yang dilarutkan pada kaldu ayam terdapat beberapa senyawa
seperti protein dan lemak yang menyebabkan larutan tersebut
mempunyai viskositas lebih tinggi daripada larutan air mineral. Adanya
lemak pada kaldu ayam juga menyebabkan larutan kaldu ayam
menimbulkan sensasi licin, berlemak, dan berminyak di dalam mulut.
Sedangkan larutan air mineral merupakan larutan yang terbuat dari air
156
mineral yang kemudian ditambahkan dengan kristal MSG sesuai dengan
konsentrasi yang telah ditentukan.
Tabel 4.22. Hasil Uji Fisher Atribut Mouthfeel Cair MSG pada Jenis Larutan
Atribut p-value Uji Fisher
Larutan N Rerata Gouping
Mouthfeel
cair 0,000 Air Mineral 108 4,44444 A
Kaldu 108 1,28241 B
Atribut Warna
Salah satu unsur kualitas sensoris yang paling penting untuk makanan adalah
warna. Warna merupakan suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari
penyebaran spectrum sinar. Timbulnya warna dibatasi oleh faktor terdapatnya
sumber sinar. Pengaruh tersebut terlihat apabila suatu bahan dilihat di tempat
yang suram dan di tempat yang gelap akan menimbulkan perbedaan warna yang
mencolok. Warna bukan merupakan suatu zat atau benda melainkan suatu
sensasi seseorang oleh karena adanya rangsangan dari seberkas energi radiasi
yang jatuh ke indera mata (Bambang K et al., 1988). Menurut Kramer (1986),
warna adalah sebutan untuk semua sensasi yang timbul dari aktivitas retina mata
dan berhubungan dengan mekanisme urat saraf pada saat sesuatu mencapai
mata. Sifat penglihatan atau kenampakan dari sebuah produk merupakan sifat
pertama yang diamati oleh konsumen sedangkan sifat – sifat lain akan dinilai
kemudian. Warna termasuk dalam kenampakan. Oleh itu warna merupakan
salah satu unsur kualitas sensoris yang paling penting. Penglihatan sangat
penting untuk menyampaikan persepsi panelis terhadap suatu produk pangan.
Produk yang tidak mempunyai penampilan menarik (dibandingkan dengan
gambaran yang tersimpan dalam memori) dapat menjadi penyebab bagi
seseorang dalam memutuskan untuk tidak bereaksi lebih lanjut, seperti ingin
memegang atau ingin mencicipi. Penglihatan terhadap suatu objek mampu
memberikan pengaruh yang nyata terhadap respons dari berbagai jenis indra
yang lain.
Atribut Warna Bening
Hasil uji Fisher atribut warna bening dapat dilihat pada Tabel 4.22.
Atribut warna bening mempunyai nilai p-value < 0,05 pada jenis larutan
157
yang digunakan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji lanjut Fisher, nilai
rerata larutan air mineral lebih besar dibandingkan dengan nilai rerata
larutan kaldu yaitu sebesar 7,24537. Larutan air mineral lebih
berpengaruh dalam memberikan warna bening pada pengujian ini
deibandingkan dengan larutan air mineral. Pada larutan air mineral, kristal
MSG dilarutkan dengan menggukan konsentrasi yang berbeda-beda.
Kristal MSG yang dilarutkan kedalam air mineral kemudian dihomogenkan
sampai larutan terlihat bening. Sehingga kristal MSG yang dilarutkan ke
dalam air mineral membentuk warna bening. Warna bening dideskripsikan
sebagai warna yang bening, jernih, bersih, tembus pandang (seperti air
yang di dalam gelas kaca). Cahaya yang melewati 10 cm air dimana
masih memiliki hampir seluruh komponennya diantrnya, 90,5% cahaya
merah, 99% cahaya hijau, dan 99,9% cahaya biru. Sedangkan cahaya
yang sudah melewati 5 m, hanya memiliki sedikit (0,7%) cahaya merah,
setengah (60,7%) cahaya hijau, dan banyak (95,1%) cahaya biru. Inilah
sebabnya segelas air tampak bening. Cahaya tidak terlalu terganggu jika
melewati hanya segelas air. Sehingga mengakibatkan sesuatu yang kita
lihat dari balik segelas air “sama” seperti yang kita lihat langsung.
Sementara itu, hanya cahaya biru yang banyak tersisa dan yang banyak
diterima oleh mata setelah melewati air yang cukup dalam (Arifin, 2013).
Hal tersebut yang mengakibatkan larutan air mineral lebih berpengaruh
dalam membentuk warna bening dibandingkan dengan larutan kaldu
ayam.
Tabel 4.23. Hasil Uji Fisher Atribut Warna Bening MSG pada Jenis Larutan
Atribut p-value Uji Fisher
Larutan N Rerata Gouping
Warna bening
0,000 Air Mineral 108 7,24537 A
Kaldu 108 0,23611 B
Atribut Warna Keruh dan Warna Kuning
Hasil Uji Fisher untuk atribut warna keruh dan kuning menujukkan nilai
p-value <0.05 pada jenis larutan yang digunakan. Tabel 4.17 menujukkan
hasil Uji Fisher pada jenis larutan yang digunakan. Jenis larutan
berpengaruh nyata terhadap atribut warna keruh dan warna kuning pada
pengujian ini. Dapat dilihat dalam tabel, larutan kaldu lebih berpengaruh
158
dalam memberikan warna keruh dan warna kuning dibandingkan dengan
larutan air mineral. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai rerata larutan
kaldu yang lebih besar dibandingkan dengan larutan air mineral yaitu
sebesar 5,15741 untuk atribut warna keruh dan 1,28704 untuk atribut
warna kuning. Larutan kaldu ayam lebih berpengaruh dikarenakan
adanya kandungan lemak yang terdapat dalam kaldu ayam. Lemak
merupakan bagian terpenting dari semua bahan, lemak berperan dalam
penambahan kalori serta memperbaiki tekstur dan citarasa bahan pangan
(Winarno, 2003). Hubungan yang erat antara proses absorpsi dan
timbulnya warna kuning dalam minyak terutama terjadi dalam minyak atau
lemak tidak jenuh. Warna akan timbul selama penyimpanan dan
intensitas warna bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah-merahan.
Pada lemak hewani timbulnya warna kuning dalam lemak dapat terjadi
pada suhu rendah, dalam waktu penyimpanan yang terlalu lama.
Tabel 4.24. Hasil Uji Fisher Atribut Warna Keruh MSG pada Jenis Larutan
Atribut p-value Uji Fisher
Larutan N Rerata Gouping
Warna keruh 0,000 Kaldu 108 5,15741 A Air Mineral 108 -0,00000 B
Tabel 4.25. Hasil Uji Fisher Atribut Warna Kuning MSG pada Jenis Larutan
Atribut P-value Uji Fisher
Larutan N Rerata Gouping
Warna kuning
0,000 Kaldu 108 1,28704 A
Air Mineral 108 0,34722 B
Atribut Flavor
Menurut Sinki (2002), flavor atau cita rasa merupakan sensasi yang dihasilkan
oleh bahan makanan ketika diletakkan di dalam mulut terutama yang ditimbulkan
oleh rasa dan bau. Ada 3 komponen yang berperan yaitu bau, rasa dan
rangsangan mulut. Komposisi makanan dan senyawa pemberi rasa dan bau
berinteraksi dengan reseptor organ perasa dan penciuman menghasilkan sinyal
yang dibawa menuju susunan syaraf pusat untuk memberi pengaruh dari flavor
atau cita rasa. Flavor dapat diperoleh secara alami maupun buatan. Flavor alami
terkandung dalam bahan makanan itu sendiri, sedangkan flavor buatan diperoleh
159
dari reaksi senyawa kimia yang menghasilkan senyawa aromatik (biasanya
berupa ester – ester).
Flavor Gurih
Seiring berkembangnya industri pangan maka dikenal istilah rasa gurih
(umami) atau savory flavor yang bukan campuran dari keempat rasa
utama. Savory flavor merupakan salah satu jenis flavor yang banyak
digunakan secara luas pada industri pangan dan tergolong flavor
enchancer atau flavor potentiator (pembangkit cita rasa) yang bekerja
dengan cara meningkatkan rasa enak atau menekan rasa yang tidak
diinginkan dari suatu bahan makanan padahal bahan itu sendiri tidak atau
sedikit memiliki cita rasa (Sugita, 2002). Dua jenis bahan pembangkit cita
rasa (flavor) yang umum adalah asam amino L atau garamnya, misalnya
monosodium glutamat (MSG) dan jenis 5’-nukleotida seperti inosin 5’-
monophosphat (5’-IMP), guanidin 5’-monophosphat (5’-GMP) (Winarno,
1997). Flavor memiliki peranan penting terhadap produk-produk pangan
seperti makanan ringan, bumbu instan, mi instan, dan kecap. Untuk
aplikasinya, savory flavor digunakan tidak sendiri. Pada satu formulasinya
bisa terdapat berbagai macam komposisi, diantaranya ekstrak daging,
rempah-rempah, savory flavor sintetik atau alami dan asam amino.
Savory flavor tersedia dalam bentuk bubuk (garam, gula, pati dan MSG),
pasta (terdiri dari campuran fraksi padatan dan cair, yang dapat terdiri dari
minyak dan pati) dan cair (minyak pada mie instan), dimana
penggunaannya tergantung dari jenis produk.
Hasil Uji Fisher pada Tabel 4.23, menunjukkan atribut flavor gurih
memiliki nilai p-value < 0,05 pada jenis konsentrasi yang digunakan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh panelis dapat mendeteksi favor gurih
pada konsentrasi tertinggi yaitu konsentrasi 0,5 g/L. Hal ini ditujukkan
dengan nilai rerata konsentrasi 0,5 g/L yang diperoleh yaitu sebesar
3,61111. Nilai rerata tersebut lebih besar daripada nilai rerata dua
konsentrasi lainnya. Konsentrasi 0,5 g/L merupakan konsentrasi tertinggi
yang digunkan pada pengujian ini. Hasil Uji Fisher menujukkan nilai
konsentrasi 0,5 g/L berbeda nyata dengan dua konsentrasi lainnya yaitu
konsentrasi 0,4 g/L dan 0,3 g/L. Perbedaan konsentrasi yang digunakan
memberikan pengaruh terhadap pengujian yang dilakukan. Semakin
160
tinggi konsentrasi yang digunakan pada suatu sampel, maka konsentrasi
tersebut akan semakin berpengaruh dalam pemberian penilaian atribut
sensori oleh panelis. Seperti yang dituliskan Lawless (2013) semakin
tinggi konsentrasi rasa pada suatu larutan maka akan semakin cepat
terdeteksi oleh taste buds seseorang. Dalam hal ini telah sesuai, dimana
konsentrasi tertinggi yang digunakan lebih dominan dalam memberikat
kesan after-taste asin pada panelis.
Tabel 4.26. Hasil Uji Fisher Atribut Flavor Gurih pada Jenis Konsentrasi
Atribut p-value Uji Fisher
Konsentrasi N Rerata Gouping
Falvor gurih 0,014 0.5 g/L 36 3,61111 A 0.4 g/L 36 3,06944 A B 0.3 g/L 36 2,18056 B
Dari hasil pengujian deskriptif Spektrum diperoleh hasil jenis larutan kaldu
cnderung memberikan intesitas lebih tinggi dibandingkan dengan jenis larutan air
mineral. Hal ini dikarenakan kaldu yang digunakan merupakan kaldu yang
terbuat dari ayam kampung, dimana di dalam daging ayam telah terdapat
kandungan asam glutamat yang akan dapat memberikan rasa umami.
Penambahan MSG ke dalam larutan kaldu akan meningkatkan intensitas rasa
dari kaldu tersebut. MSG merupakan salah satu bahan pembangkit cita rasa,
yang bekerja dengan cara meningkatkan rasa enak atau menekan rasa yang
tidak diinginkan dari suatu bahan makanan yang tidak memiliki atau memiliki
sedikit cita rasa. Konsentrasi yang lebih tinggi akan cenderung memberikan
intensitas rasa yang lebih tinggi. Jenis kristal MSG Small cenderung memberikan
intensitas rasa manis dan pahit yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua
jenis kristal lainnya. Hal ini dikarenakan kristal Small merupakan kristal yang
mempunyai ukuran paling besar diantara kedua kristal lainnya. Sehingga
menyebabkan ikatan Na tidak mudah putus dan menyebabkan MSG tidak
terdisosiasi sempurna. Rasa umami akan muncul apabila terdapat deteksi
reseptor terhadap glutamat bebas. Sementara rasa yang ditingkatkan
intensitasnya adalah rasa manis dan pahit, hal ini dikarenakan kristal MSG juga
mengandung unsur CH yang dapat memberikan rasa manis dan unsur N yang
dapat memberikan rasa pahit. Ambang deteksi rasa manis dan rasa pahit di
dalam indera perasa manusia paling cepat adalah 1 detik, hal ini juga dapat
berpengaruh terhadap munculnya rasa manis dan rasa pahit pada kristal Small.
161
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk membentuk dan melatih karyawan PT. Cheil
Jedang Indonesia Jombang untuk menjadi seorang panelis terlatih. Penelitian
dilakukan menggunakan analisa sensori metode deskriptif Spektrum, dengan
berbagai rangkaian pengujian. Berdasarkan hasil penelitian dapat dibentuk 12
panelis terlatih. Ke 12 panelis terlatih tersebut merupakan karyawan PT. Cheil
Jedang Indonesia Jombang yang berasal dari divisi Fermentasi dan divisi Quality
Control dimana ke 12 panelis terlatih tersebut berjenis kelamin laki – laki. Ke 12
panelis terlatih tersebut telah lolos dalam berbagai macam pengujian yang
dilakukan oleh peneliti. Hal itu dapat dilihat dari hasil pengujian yang diperoleh
oleh ke 12 panelis tersebut menunjukkan hasil yang konstan pada setiap uji.
Metode deskriptif Spektrum tidak memerlukan waktu yang cukup lama, hal
tersebut yang manjadi kelebihan dari metode ini. Oleh karena itu analisa sensori
suatu produk dengan metode deskriptif Spektrum cocok diterapkan di
perusahaan pangan yang berkembang seperti PT. Cheil Jedang Indonesia
Jombang dalam skala besar sebagai pengujian mutu produk Monosodium
Glutamat. Dalam pembentukan dan pelatihan keryawan menjadi seorang panelis
terlatih terdapat faktor yang mempengaruhi diantaranya faktor biologis seperti
berat badan calon panelis, faktor fisiologis seperti kebiasaan merokok calon
panelis, faktor psikologis seperti tingkat stress yang sedang dialami calon
panelis, dan lain sebagainya.
Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui atribut dari produk
MSG yang dilarutkan ke dalam larutan air mineral dan larutan kaldu ayam
dengan menggunakan kombinasi konsentrasi dan jenis kristal MSG yang
kemudian dianalisa sensori oleh kedua panelis terlatih yang telah diperoleh.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil kristal MSG yang dilarutkan ke
dalam larutan kaldu lebih berpengaruh dalam memberikan atribut sensori pada
produk MSG. Sedangkan untuk jenis kristal yang digunakan dan jenis
konsentrasi yang digunakan tidak begitu berpengaruh dalam menggambarkan
atribut sensori produk MSG. Larutan kaldu lebih dominan dalam memberikan
atribut sensori produk MSG pada sebagian besar aitribut yang telah ditentukan.
162
Diantaranya, atribut rasa (manis, asin, pahit, umami), after-taste (manis, asin,
uamami), mouthfeel (cair, kental, berlemak, berminyak), warna (bening, keruh,
kuning), dan flavor gurih. Atribut MSG yang telah diperoleh dalam larutan ini
dapat digunakan sebagai dasar apabila ingin melakukan analisa sensori pada
produk MSG lebih dalam lagi.
5.2 Saran
Analisa sensori sebagai salah satu metode pengujian mutu produk
akhir, diterapkan juga pada produk pangan lainnya yang diproduksi di
PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang seperti produk IMP, GMP, dan
I & G
Dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk pembentukan panelis terlatih
dan pengujian atribut sensori produk yang serupa dengan MSG di PT.
Cheil Jedang Indonesia Jombang seperti produk IMP, GMP, dan I & G
Perlu dilakukan pengujian sensori secara rutin untuk karyawan yang
telah terpilih menjadi panelis terlatih. Tujuannya untuk menjaga indera
perasa dari panelis terlatih agar sensitivitasnya tetap stabil. Pelatihan
dapat dilakukan minimal satu bulan sekali
Untuk mengetahui foktor – faktor yang mempengaruhi konsistensi
panelis terlatih seperti faktor fisiologis, faktor biologis, dan faktor
psikologis dapat dilakukan diskusi dengan divisi HRD (Human
Resources Devolepment)
Aplikasi lain dari analisa sensori adalah untuk menentukan umur
simpan dari suatu produk pangan dan mengetahui karakteristiknya.
Dapat dilakukan penelitian lanjutan apabila ingin mengetahui pengaruh
umur simpan produk MSG terhadap kualitas sensori produk MSG.
163
VI DAFTAR PUSTAKA
Andika, Muhammad. 2016. Kopi Nusantara http://www.samdjo.com/2016/04/-aftertaste.html. Diunduh pada tanggal 20 Juli 2017 Pukul 19.00 WIB
Andika, Muhammad. 2016. Kopi Nusantara. http://www.samdjo.com/2016/05/-bodymouthfeel.html. Diunduh pada tanggal 20 Juli 2017 Pukul 19.00 WIB
Anna, Lusia Kus. 2015. Berlemak Dikelompokkan sebagai Rasa Dasar Baru. http://lifestyle.kompas.com/read/2015/07/29/080600523/Berlemak.Dikelompokkan.sebagai.Rasa.Dasar.Baru. Diunduh pada tanggal 28 Juli 2017 Pukul 10.00 WIB
Anonim. 2003. Nurse Caring Concept 1A : Sleep, Rest and Sensory Perception. 27 Oktober 2003
Ardyanto, Dwi Tonang. 2004. MSG Dan Kesehatan : Sejarah, Efek, Dan Kotraversinya.http://eprints.uns.ac.id/713/1/MSG_dan_Kesehatan_Sejarah,Efek_dan_Kontroversinya.pdf. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Diakses pada tanggal 28 Desember 2016 Pukul 09.00 WIB
Arifin, Jane C. 2013. Warna Air Sebenarnya. http://anakbertanya.com/apa-warna-air-sebenarnya/. Diunduh pada tanggal 2 Agustus 2017 Pukul 19.00 WIB
Australian Standard. 1995. AS 2542.1.3-1995. Sensory Analysis of Foods. Method 1.3 : General Guide to Methodology-Selection of Assesors. SAI Global
Azmi, Zulfian, Saniman, Ishak. 2016. Sistem Penghitung pH Air Pada Tambak Ikan Berbasis Mikrokontroller. Jurnal Ilmiah Saintikom. Program Studi Sistem Komputer STMIK Triguna Dharma
Bambang, Kartika dkk, 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Budi Riyanto Wreksoatmodjo. 2004. Aspek Neurologik Gangguan Rasa Pengecapan. Majalah Kedokteran Atma Jaya. 3(3). hlm. 155-6.
Brannan, G. D. C. S Seter and K. E. Kemp. 2001. Effectiveness of Rinses in Alleviating Bitterness and Astrigency Residuals in Model Solution. Journal of Sensory Studies. 16 (3) : 261-275
Chaplin, J. P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Kartini Kartono. Jakarta: Grafindo Persada.
164
Chen, J., 2014. Food Oral Processing: Some Important Underpinning Principles Of Eating and Sensory Perception. Food Structure 1, 91-105.
Costa, P. T. Jr., & McCrae, R. R. (1992b). Revised NEO Personality Inventory (NEO PI-R) and NEO Five-Factor Inventory (NEO-FFI) Professional Manual. Odessa, FL: Psychological Assessment Resources, Inc.
Distantina, Sperisa. 2009. Penanganan Bahan Padat. Teknik Kimia FT UNS. Semarang.
Dyah, Pertiwi D. P. 2005. Proses Pengendalian Mutu Di PT Miwon Indonesia Driyorejo Gresik. Praktek Kerja Lapang. Universitas Brawijaya. Malang.
Edward, Zulkarnain. 2010. Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamat (MSG) pada Tikus Jantan (Rattus Norvegicus) terhadap FSH dan LH. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Padang
Eka Widyalita P, Saifuddin Sirajuddin, Zakaria. 2014. Analisis Kandungan Monosodium Glutamat (MSG) pada Pangan Jajanan Anak di SD Komp Lariangbangi Makassar.pdf. Universitas Hasanuddin Makassar.
Fandra, M. Dhio. 2014. Perbedaan Sensitivitas Indera Pengecap Rasa Manis dan Rasa Pahit pada Perokok dan Non Perokok. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati. Denpasar
Farmer, L.J. 1999. Poultry Meat Flavour, didalam R.I. Richardson & G.C. Mead., Poultry Meat Science. United Kingdom : CABI Publishing
Fernandez-vazquez, R., Hewson, L., Fisk, I., Vila, D.H., Mira, F.J.H., Vicario, I. M., Hort, J., 2014. Colur Influences Sensory Perception and Liking or Orange Juice. Flavour 3, 1.
Florence, Amsalia. 2015. Industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Skripsi. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung. Bandung
Guyton A C. 2001,Buku ajar fisiologi kedokteran (Indera Kimia-pengecapan dan penciuman).Penerjemah: Irawati Setiawan.Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hadi, Abdul. 2013. Pengertian, Fungsi, dan Metabolisme Lemak. http://www.softilmu.com/2013/07/pengertian-dan-fungsi-lemak.html. Diunduh pada tanggal 28 Juli 2017 Pukul 9.00 WIB
Hakim, Thursan. 2002 .Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri.Jakarta : Gunung Mulia.
Hallock, R.M. 2007. The Taste of Mushrooms. Article of Mcllvainea 17(1) : 33-41.
165
Harrar, V. dan Spence, C., 2013. The Taste of Cutlery: How the Taste of Food is Affected by the Weight, Size, Shape, and Colour of the Cutlery Used to Eat It. Flavour 2, 21.
Haryanthi, dan Trsniasari. 2012. Efektivitas Metode Terapi Ego State dalam Mengatasi Kecemasan Berbicara di Depan Publik pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jurnal unair. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah. Vol.14. No. 01. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/-artikel%204-14-1.pdf. (Diakses tanggal 17 Juli 2016).
Hasanah, Uswatun, Dede R Adawiyah dan Budi Nurtama. 2014. Preferensi dan Ambang Deteksi Rasa Manis dan Pahit: Pendekatan Multikultural dan Gender. Jurnal Mutu Pangan, Vol. 1(1): 1-8. Departemen Jlmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Herlina, Netti dan Guinting, M. Hendra S. 2001. Lemak dan Minyak. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara
Hootman RC. 1992. Manual on Descriptive Analysis Testing for Sensory Evaluation. Philadelphia: ASTM. p 52.
ICONTEC. 2011. Norma Técnica Colombiana NTC 4883. Analisis Sensorial. Café. Metodología Para Analisis Sensorial Cuantitativo Descriptivo Del Café. Bogotá. Colombia.
International Glutamate Information Service. 2016. www.lutamate.org/Indonesia/-basic/--glutamate-dalam-tubu-kita.html. Diakses Pada 28 Desember 2016 Pukul 08.00 WIB
Jinap S & Nuryani H . 2010. Soy Sauce and Its Umami Taste: A link From the Past to Current Situation. Journal of Food Science 5(3):71-76.
Johnson EA & Vickers Z. 2004. The Effectiveness Of Palate Cleansing Strategies For Evaluating The Bitterness Of Caffeine In Cream Cheese. Food. Qual. Prefer. 15(4):311-316.
Kaneko, S., K. Kumazawa, H. Masuda, A. Henze and T. Hofmann. 2006. Molecular and Sensory Studies on the Umami Taste of Japanes Green Tea. J.Agric.Food Chem 54: 2688-2694
Kanoni, S., S. Hadiwiyoto dan S. Naruki, 1997. Biokimia dan Teknologi Protein Hewani. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Kemp, S.E., T. Hollowood and J.Hort. 2009. Sensory Evaluation : A Pratical Handbook. Chichester, U.K. : Woodhead Publishing.
Kramer, A. and Twigg, B.S., 1986. Fundamental of Quality Control the Food Industry. The AVI Publishing Company Inc. Westport Connecticut
166
Lawless L. J. R.. 2013 Devoloping Lexicon : A Review Journal of Sensory Studies 28 (2013) 270-281. Wiley Periodicals, Inc
Lawless, H. T. 2001. Taste. In B.E. Goldstein (Ed.), Blackwell Handbook of Perception (pp. 601-605). MA:Blackwell Publisher Ltd. Melden.
Lucak, C.L. 2008. Determination of Various Palate Cleanser Efficacies for Representative Food Types. Thesis. The Ohio State University.
Maga, J.A and Tu, A.T. 1994. Food Additive Toxicology. Marcell Dekker, Inc. New York
Maharani, D. 2014. Aplikasi Content Analysis untuk Eksplorasi Sensory Lexicon Susus Pasteurisasi di Kalangan Mahasiswa Universitas Brawijaya. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.
Meilgaard,M.,G.V.Civille, dan B.T. Carr. 1999. Sensory EvaluationTechniques, Third Edition. CRC Press. Boca Raton.
Mitchel1 M, Brunton NP, Wilkinson MG, 2013. The Influence of Salt Taste Threshold on Acceptability and Purchase Intent of Reformulated Reduced Sodium Vegetable Soups. Food Quality and Preference. 28:356-360. Doi: 1 0.1016/j.foodqua!.20 12. 11.002.
Mottram, Donald S. 1991. Meat, didalam Henk Maarse, Volatile Compounds in Food and Beverages. New York : Marcel Dekker, Inc
Ottinger, Frank, O. and H., Hofmann, T. 2001. Characterization of an intense bitter-tasting 1h,4h-quinolizinium-7-olate by application of the taste dilution analysis, a novel bioassay for the screening and identification of taste-active compounds in foods. Journal of Agricultural and Food Chemistry 49: 231-238.
Pangestu, Diah Erika. 2014. Pengendalian Mutu MSG di PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang. Praktek Kerja Lapang. Universitas Brawijaya. Malang
Poste, L.M., D.A. Mackie, G. Butler, dan E. Larmond. 1991. Laboratory Methods for Sensory Analysis of Food. Canada Communication Group- Publishing Centre. Ottawa.
Purwatiningrum, Indria, Kiki Fibrianto, Elok Waziroh dan Hera Sisca P. 2016. Modul Praktikum Analisa Sensori. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang
Rahmawati, Ani. 2015. Keperawatan Gerontik. Ed. ke-2. Penerbit EGC. Jakarta.
Revianti S. 2007, Pengaruh radikal bebas pada rokok terhadap timbulnya kelainan di rongga mulut. Dental Jurnal FKG-UHT vol.1, no 2, hlm 85-89.
167
Sanusi, H. S. 2006. Kimia Laut Proses Fisik Kimia dan Interaksinya Dengan Lingkungan. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Sardjono, O.S., 1989, Penggunaan Obat Tradisional Secara Tradisional, 20-24, Ilmu Dunia Kedokteran, Jakarta.
Septiani, Lia. 2011. Profil Sensori Deskriptif Kecap Manis Komersial Indonesia. SKRIPSI. Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institur Pertanian Bogor. Bogor
Sinki, Gabriel S. dan Robert J. Gordon. 2002. Flavoring Agents, didalam A. Larry Branen, Food Additive, second edition. New York : Marcel Dekker, Inc
Simputra, Dea Agatha. 2014. Proses Recovery Loss pada Revinery MSG di PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang. Praktek Kerja Lapang. Universitas Brawijaya. Malang
Siregar, A. 2009. Pemberian ASI Ekskusif dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jurnal : Universitas Sumatra Utara
Soekarno, S.T.1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara: Jakarta.
Sugita, Yoshi-hisa. 2002. Flavour Enchancers, didalam A. Larry Branen, Food Additive, second edition. New York : Marcel Dekker, Inc
Sukawan, U.Y. 2008. Efek Toksis Monosodium Glutamate (MSG) pada Binatang Percobaan. Tesis. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. 2(3):306-314
Suratmah. 1997. Ilmu Pangan dan Gizi. Yogyakarta: Liberty
Susanti, W. 2010, Analisa Kadar Ion Besi, Kadmium dan Kalsium dalam Air Minum Kemasan Galon dan Air Minum Kemasan Galon Isi Ulang dengan Metode Spektofotometri Serapan Atom, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatra Utara, Medan.
Swasono, Muh. Aniar Hari. 2008. Optimasi Pengolahan Kaldu Ayam Dan Brokoli Dalam Bentuk Instan Dan Analisa Biaya Produksi. Skripsi. Teknologi Hasil Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang. Malang
Syahputra, M. A. 2015. Studi Eksploratori Efek Cara Konsumsi Es Kopi Instan Terhadap Persepsi Multisensoris Konsumen Menggunakan Metode Rate-All-That-Apply (RATA). Skripsi. Universitas Brawijaya.
Valentine, D., C. Chrea and D.H. Nguyen. 2006. Taste Odour Interactions in Sweet Taste Perception. In W. J Spillane (ed) Optimising Sweet Taste in Food. Woodhead Publishing Limited. Cambridge. England
168
Wahyuni, Sri. 2014. Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Kecemasan Berbicara di Depan Umum. Pada Mahasiswa Psikologi. Jurnal. Psikologi, vol 2014,2(1): 50-64. Universitas Mulawarman Samarinda
Wakidi, R.F. 2012. Efek Protektif Vitamin C dan E Terhadap Mutu Sperma Mencit Jantan Dewasa Yang di Pajan Dengan Monosodium Glutamat. Tesis. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Walgito, Bimo, 2004. Pengantar Psikologi Umum, Andi, Yogyakarta.
Walker, L. 2013. Factors Influencing Teste Perception. White Paper Devolepment Resources. FONA International Inc. Averill Road, Geneva.
Wijaya, Ade. 2014. Hubungan Antara Tingkat Inteligensi Dengan Kepercayaan Diri Siswa Kelas X SMA Negeri 7. Skripsi. Program Studi Bimbingan Dan Konseling Fakultas Keguruan Dan Ilmu Kependidikan Universitas Bengkulu. Bengkulu
Wijaya, H.C. 2009. Sensasi Rasa. http://www.foodreview.co.id/login/preview.php ?view&id=55764. Dilihat pada 26 September 2016.
Winarno, F. G. 2003. Mikrobiologi Usus Bagi Kesehatan dan Kebugaran, dalam Seminar Sehari Keseimbangan Flora Usus Bagi Kesehatan dan Kebugaran. Bogor: IPB.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pusaka Utama. Jakarta
Yamaguchi, Shizuko and Kimizuka, Akimitsu.1979. Psychometric Studies On The Teste of Monosodium Glutamate. Central Research Laboratories Ajinomoto Co.Inc. Japan
Yolanda, S. 2015. Uji Ambang Mutrlak Lima Rasa Dasar pada Sampel Penduduk Jawa Bagian Barat, Tengah dan Timur dengan Metode 3-AFC (Alternative Forced Choice). Skripsi. Universitas Brawijaya.