SKRIPSI - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2269/1/MAHARDHIKA NURISLAM WANDA.pdf · STUDI...
Transcript of SKRIPSI - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2269/1/MAHARDHIKA NURISLAM WANDA.pdf · STUDI...
STUDI ALTERNATIF ANALISIS SAMBUNGAN BALOK-KOLOM
DENGAN SISTEM PRACETAK PADA GEDUNG VOLENDAM
HOLLAND PARK CONDOTEL KOTA BATU
SKRIPSI
TEKNIK SIPIL
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
MAHARDHIKA NURISLAM WANDA
NIM. 135060107111033
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
STUDI ALTERNATIF ANALISIS SAMBUNGAN BALOK-KOLOM
DENGAN SISTEM PRACETAK PADA GEDUNG VOLENDAM
HOLLAND PARK CONDOTEL KOTA BATU
SKRIPSI
TEKNIK SIPIL
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
MAHARDHIKA NURISLAM WANDA
NIM. 135060101111033
Skripsi ini telah direvisi dan disetujui oleh dosen pembimbing
Pada tanggal 21 Juli 2017
Mengetahui,
Ketua Program Studi S1
Dr. Eng. Indradi Wijatmiko, ST., M.Eng (Prac.)
NIP. 19810220 200604 1 002
Dosen Pembimbing I
Ir. M. Taufik Hidayat, MT.
NIP. 19611228 198802 1 001
Dosen Pembimbing II
Dr. Eng. Ming Narto Wijaya, ST., MT., M.Sc.
NIP. 201102 840705 1 001`
HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI SKRIPSI
Judul Skripsi :
Studi Alternatif Analisis Sambungan Balok-Kolom dengan Sistem Pracetak pada Gedung
Volendam Holland Park Condotel Kota Batu
Nama Mahasiswa : Mahardhika Nurislam Wanda
NIM : 135060107111033
Program Studi : Teknik Sipil
Minat : Struktur
Tim Dosen Penguji :
Dosen Penguji 1 : Ir. M. Taufik Hidayat, MT
Dosen Penguji 2 : Dr. Eng. Ming Narto Wijaya, ST., MT., M.Sc
Dosen Penguji 3 : Dr. Eng. Devi Nuralinah, ST, MT
Tanggal Ujian : 17 Juli 2017
SK Penguji : 787/UN 10.F07/SK/2017
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya dan
berdasarkan hasil penelusuran sebagai karya ilmiah, gagasan dan masalah ilmiah yang
diteliti dan diulas di dalam naskah skripsi ini adalah asli dari pemikiran saya, tidak terdapat
karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di
suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan
disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur
plagiasi, saya bersedia skripsi ini dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70)
Malang, 21 Juli 2017
Mahardhika Nurislam Wanda
NIM. 135060107111033
RIWAYAT HIDUP
Mahardhika Nurislam Wanda, lahir di Sumenep, 19 Desember 1994, anak keempat
dari Bapak Suwondo dan Ibu Siti Honainah. Mulai memasuki bangku sekolah di SDN
Jungcangcang 5 Pamekasan Madura sejak tahun 2001 dan lulus pada tahun 2007.
Kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Pamekasan dan lulus pada tahun
2010. Selanjutnya melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Pamekasan dan lulus pada
tahun 2013. Kemudian mengenyam bangku perkuliahan hingga lulus S1 (Strata 1) pada
tahun 2017 dari Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang.
Selama kuliah aktif berpartisipasi dalam kegiatan organisasi kampus. Aktif sebagai
Ketua Umum Forum Studi Islam Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 2016/2017,
Ketua Divisi FKMTSI Himpunan Mahasiswa Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2015/2016, Ketua Departemen PSDM Forum Studi Islam Sipil Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya 2015/2016, Asisten Laboratorium Struktur dan Bahan Konstruksi
Teknik Sipil Universitas Brawijaya 2015-2017, serta berbagai kepanitiaan yang
diselenggarakan di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang
antara lain sebagai Ketua Pelaksana Civil In Ramadhan 2015, Ketua Pelaksana
Musyawarah Besar FORSIS FT UB 2015, Kabid Humas Open House HMS FT UB 2014,
Kabid Humas Civil In Idul Adha 2015, Kabid Kerohanian Civil Camp 2015, Kabid
Kesehatan FKMTSI Camp 2015, dan kepanitiaan lainnya.
Malang, Juli 2017
Penulis
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga rahmat dan hidayah-
Nya selalu dilimpahkan kepada kita semua setiap saat. Sholawat serta salam semoga tetap
terlimpah curahkan kepada junjungan kita, suri tauladan kita, Nabi Muhammad SAW yang
telah menuntun kita dari alam gelap jahilyah menuju alam terang benderang penuh iman
seperti yang kita rasakan saat ini.
Skripsi yang berjudul “Studi Alternatif Analisis Sambungan Balok – Kolom dengan
Sistem Pracetak pada Gedung Volendam Holland Park Condotel Kota Batu” ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Sipil,
Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat dukungan dan
bimbinngan beberapa pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Orang tua saya Suwondo dan Siti Honainah, serta saudara-saudara saya Mbak
Rista, Mas Piping, Mas Danak, dan Aka yang selama ini memberikan dukungan
moral dan doa.
2. Bapak Bapak Ir. M. Taufik Hidayat, MT. dan Bapak Dr. Eng. Ming Narto Wijaya,
ST, MT, M.Sc selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan
arahan untuk kesempurnaan skripsi ini.
3. Beberapa pihak yang membantu kelancaran skripsi ini, khususnya ibu Dr. Eng.
Devi Nuralinah, ST., MT. selaku ketua majelis proposal dan penguji, bapak Dr.
Eng. Indradi W, St., M.Eng. (prac) selaku Ketua Program Studi S1 serta Bapak
Sugeng P. Budio, Ms selaku ketua jurusan Teknik Sipil.
4. Teman-teman FORSIS FT UB terutama Redi, Naila, Wentri, Ibor, Rudi, Yusar,
Desi, Bale, Fathur, Rizal, Bilqis, Bibah, Anna, Indah, dan lainnya yang telah
banyak memberi semangat dan meminjamkan ruang sekretariatnya untuk
mengerjakan skripsi ini sampai selesai
5. Teman-teman Divisi FKMTSI HMS FT UB Dinda, Neyla, Rima, Fauzan dan Alfa
yang telah memberi semangat juga kepada penulis
ii
6. Rekan penelitian skripsi, Alfian Wildan atas kerjasamanya mulai dari KKN-P, SP 1
dan SP 2
7. Teman-teman Kaftek, teman-teman kos Garlina dan teman-teman Madura yang
telah memberi inspirasi pada penulis
8. Teman-teman Teknik Sipil UB angkatan 2013 yang telah membimbing dan
mensupport saya sampai terselesaikannya skripsi ini
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik sangat diperlukan untuk kebaikan di masa depan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
semua pihak yang membacanya.
Malang, 19 Juli 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ ..ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... xi
RINGKASAN .................................................................................................................... xiii
SUMMARY ........................................................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 2
1.4 Batasan Masalah ..................................................................................................... 2
1.5 Manfaat ................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Beton Pracetak .................................................................................... 5
2.2 Perbedaan Analisa Beton Pracetak dengan Beton Konvensional ......................... 6
2.3 Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Beton Pracetak ....................................... 6
2.4 Kendala dan Permasalahan Umum pada Pengembangan Sistem Pracetak ........... 8
2.5 Dasar Ilmu Beton Pracetak ................................................................................. 11
2.6 Analisis Terhadap Balok Pracetak ...................................................................... 11
2.7 Analisis Terhadap Balok-Kolom (Beam-Column) ............................................. 15
2.8 Analisa Balok Pracetak saat Pengangkatan ........................................................ 16
2.9 Penampang Prismatis .......................................................................................... 19
2.9.1 Analisis Balok Persegi Tulangan Tunggal ................................................... 20
2.9.2 Analisis Balok Persegi Tulangan Rangkap .................................................. 21
2.10 Penampang Tidak Prismatis ................................................................................ 21
2.11 Perencanaan Tumpuan ........................................................................................ 22
2.12 Sambungan pada Beton Pracetak ........................................................................ 23
2.13 Pembebanan Struktur .......................................................................................... 29
2.13.1 Beban Mati ................................................................................................. 29
2.13.2 Beban Hidup ............................................................................................... 29
iv
2.13.3 Beban Gempa .............................................................................................. 29
2.14 Analisis beban gempa SNI 1726-2012 ................................................................ 30
2.14.1 Wilayah Gempa ........................................................................................... 30
2.14.2 Kategori Gedung ......................................................................................... 30
2.14.3 Konfigurasi Struktur Gedung ...................................................................... 33
2.14.4 Respons Spektrum Percepatan Gempa Maksimum .................................... 35
2.14.5 Parameter Percepatan Spektrum Desain ..................................................... 37
2.14.6 Parameter Periode Fundamental Pendekatan .............................................. 38
2.14.7 Spektrum Respons Desain .......................................................................... 38
2.14.8 Geser Dasar Seismik ................................................................................... 39
2.14.9 Distribusi Gaya Gempa ............................................................................... 40
2.15 Sistem Struktur .................................................................................................... 40
2.16 Konsep Perencanaan ............................................................................................ 41
2.17 Hipotesis .............................................................................................................. 42
BAB III METODOLOGI PERENCANAAN
3.1 Data-data Desain .................................................................................................. 43
3.1.1 Data umum gedung ...................................................................................... 43
3.1.2 Data teknis gedung ....................................................................................... 43
3.2 Prosedur Perencanaan .......................................................................................... 43
3.2.1 Pembebanan ................................................................................................. 43
3.2.2 Desain penampang ....................................................................................... 44
3.2.3 Gambar struktur ............................................................................................ 45
3.2.4 Diagram alir .................................................................................................. 46
3.2.5 Langkah-langkah Pengerjaan Tugas Akhir .................................................. 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perencanaan Dimensi Struktur ................................................................................. 49
4.1.1 Perencanaan Dimensi Balok ......................................................................... 49
4.1.2 Perencanaan Dimensi Kolom ....................................................................... 49
4.1.3 Perencanaan Tebal Pelat ............................................................................... 50
4.2 Analisis Struktur .................................................................................................. 50
4.2.1 Kombinasi Pembebanan ............................................................................... 50
4.2.2 Analisis Pembebanan ................................................................................... 51
4.2.3 Analisis Beban Gempa ................................................................................. 54
4.3 Pemodelan pada SAP2000 v18 ............................................................................ 56
v
4.4 Perencanaan dan Analisis Kekuatan Balok ......................................................... 57
4.4.1 Penulangan Utama ....................................................................................... 59
4.4.2 Penulangan Geser Balok .............................................................................. 66
4.5 Perencanaan dan Analisis Kekuatan Kolom ....................................................... 68
4.6 Pelaksanaan dan Perhitungan Balok Pracetak .................................................... 75
4.6.1 Balok Pracetak Sebelum Cor Penuh ............................................................ 75
4.6.2 Balok Pracetak Setelah Cor Penuh .............................................................. 78
4.7 Analisa Balok Pracetak Saat Pengangkatan ........................................................ 83
4.8 Perencanaan Sambungan Beton Pracetak ........................................................... 86
4.8.1 Pendetailan sambungan ................................................................................ 86
4.8.2 Perencanaan tumpuan .................................................................................. 91
4.9 Analisa hubungan balok-kolom pracetak .......................................................... 91
4.9.1 Analisa hubungan balok-kolom tengah ....................................................... 91
4.9.2 Analisa hubungan balok-kolom pinggir ....................................................... 93
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 95
5.2 Saran ...................................................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 97
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 99
vi
Halaman ini sengaja dikosongkan
vii
DAFTAR TABEL
NO Judul Halaman
Tabel 2.1 Faktor pengali panjang penyaluran dasar ............................................................ 27
Tabel 2.2 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung
untuk beban gempa ............................................................................................. 30
Tabel 2.3 Faktor Keutamaan Gempa .................................................................................. 33
Tabel 2.4 Ketidakberaturan horizontal pada struktur .......................................................... 34
Tabel 2.5 Ketidakberaturan vertikal pada struktur .............................................................. 35
Tabel 2.6 Klasifikasi Situs (SNI 1726-2012 Pasal 5.3) ....................................................... 36
Tabel 2.7 Koefisien Situs, Fa (SNI 1726-2012 Pasal 6.2) ............................................................................. 37
Tabel 2.8 Koefisien Situs, Fv ............................................................................................................................................. 37
Tabel 4.1 Tabel Hasil Output variable respons spectrum .................................................... 54
Tabel 4.2 Tabel koordinat spectrum respons desain............................................................ 55
Tabel 4.3 Tabel Hasil Output Analisis Struktur Balok Pada Gedung
Volendam Holland Park Condotel Kota Batu ..................................................... 58
Tabel 4.4 Tabel Hasil Output Analisis Struktur Balok Pada Gedung
Volendam Holland Park Condotel Kota Batu ..................................................... 67
Tabel 4.5 Tabel Hasil Output Analisis Struktur Kolom Pada Gedung
Volendam Holland Park Condotel Kota Batu ..................................................... 58
ix
DAFTAR GAMBAR
NO Judul Halaman
Gambar 2.1 Beton Pracetak ................................................................................................... 5
Gambar 2.2 Contoh Sambungan Kering.............................................................................. 10
Gambar 2.3 Tegangan Sebelum Cor Penuh......................................................................... 12
Gambar 2.4 Tegangan Setelah Terjadi Cor Penuh .............................................................. 14
Gambar 2.5 Struktur portal statis tak tentu .......................................................................... 15
Gambar 2.6 Pengangkatan Balok Pracetak.......................................................................... 17
Gambar 2.7 Model Pembebanan Balok Pracetak saat Pengangkatan ................................. 17
Gambar 2.8 Bidang Momen Balok Pracetak saat Pengangkatan ........................................ 17
Gambar 2.9 Penampang Momen negatif saat Pengangkatan .............................................. 18
Gambar 2.10 Penampang Momen Positif saat Pengangkatan ............................................. 19
Gambar 2.11 Analisa Penampang Tulangan Tunggal ......................................................... 20
Gambar 2.12 Analisa Penampang Tulangan Rangkap ........................................................ 21
Gambar 2.13 Diagram Tegangan-Regangan Balok bersayap denganTulangan Tunggal ... 21
Gambar 2.14 Diagram Tegangan-Regangan Balok bersayap dengan
Tulangan Rangkap ......................................................................................... 22
Gambar 2.15 Peletakan Pelat Pracetak pada Tumpuan ....................................................... 22
Gambar 2.16 Penyaluran tulangan momen negatif disadur dari SNI 03 – 2847- 2002 ....... 25
Gambar 2.17 Penyaluran tulangan Tarik berkait disadur dari SNI 03 - 2847 – 2002 ......... 26
Gambar 2.18 Koefisien resiko terpetakan, periode respons spectrum 0,2 detik ................. 29
Gambar 2.19 Koefisien resiko terpetakan, periode respons spectrum 1 detik .................... 30
Gambar 2.20 Spektrum respons desain (SNI 1726-2012) ................................................... 39
Gambar 3.1 Denah Tampak Atas Gedung Volendam Holland Park Condotel Kota Batu .. 44
Gambar 3.2 Denah Tampak Samping Gedung Volendam Holland Park
Condotel Kota Batu ........................................................................................ 44
Gambar 4.1 Denah Balok Gedung Volendam Holland Park
Condotel Kota Batu ........................................................................................ 48
Gambar 4.2 Denah Kolom 1 Gedung Volendam Holland Park
Condotel Kota Batu ........................................................................................ 49
Gambar 4.3 Denah Kolom 2 Gedung Volendam Holland Park
Condotel Kota Batu ........................................................................................ 49
x
Gambar 4.4 Peta Lokasi Gedung Volendam Holland Park Condotel Kota Batu ................. 52
Gambar 4.5 Respon spectral percpatan di permukaan ......................................................... 52
Gambar 4.6 Respon spectrum desain ................................................................................... 55
Gambar 4.7 Pemodelan analisis struktur balok pada Gedung Volendam
Holland Park Condotel Kota Batu .................................................................... 58
Gambar 4.8 Gambar Balok T ............................................................................................... 59
Gambar 4.9 Gambar diagram regangan – tegangan balok tumpuan .................................... 61
Gambar 4.10 Gambar diagram regangan – tegangan balok lapangan .................................. 64
Gambar 4.11 Pemodelan analisis struktur balok pada Gedung
Volendam Holland Park Condotel Kota Batu ................................................ 64
Gambar 4.12 Pemodelan analisis struktur Kolom pada Gedung
Volendam Holland Park Condotel Kota Batu .............................................. 68
Gambar 4.13 Tabel Nomogram Kekakuan .......................................................................... 71
Gambar 4.14 Gambar denah balok induk ............................................................................. 74
Gambar 4.15 Gambar balok induk tampak samping sebelum cor penuh ............................. 75
Gambar 4.16 Gambar diagram tegangan sebelum cor penuh .............................................. 76
Gambar 4.17 Gambar diagram tegangan setelah cor penuh (tengah bentang) ..................... 77
Gambar 4.18 Gambar diagram tegangan setelah cor penuh (ujung bentang) ...................... 78
Gambar 4.19 Gambar Penulangan lengkap balok dan kolom sesuai
Perencanaan ................................................................................................... 81
Gambar 4.20 Model struktur balok pracetak pada saat pengangkatan ................................. 82
Gambar 4.21 Jarak tulangan angkat ..................................................................................... 83
Gambar 4.22 Bidang Momen Balok Pracetak ...................................................................... 83
Gambar 4.23 Penyaluran tulangan momen negative ............................................................ 87
Gambar 4.24 Penyaluran tulangan tarik berkait ................................................................... 88
Gambar 4.25 Gambar tumpuan balok-kolom sebelum cor penuh ....................................... 90
Gambar 4.26 Gaya-gaya dalam pada sambungan balok-kolom tengah ............................... 91
Gambar 4.26 Gaya-gaya dalam pada sambungan balok-kolom ujung ................................. 93
xi
DAFTAR LAMPIRAN
NO Judul Halaman
Lampiran 1 Denah Gedung.................................................................................................. 99
Lampiran 2 SAP2000 v18 ................................................................................................. 107
RINGKASAN
Mahardhika Nurislam Wanda, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya, Juli 2017, Studi Alternatif Analisis Sambungan Balok-Kolom dengan Sistem
Pracetak pada Gedung Volendam Holland Park Condotel Kota Batu, Dosen Pembimbing:
Ir. M. Taufik Hidayat, MT., . Dr. Eng Ming Narto Wijaya, ST, MT, M.Sc.
Sebagai kota wisata, Kota Batu dituntut dengan maraknya pembangunan Condotel
di dekat tempat-tempat wisata. Akan tetapi dengan banyaknya gedung – gedung yang
dibangun membuat lahan yang tersedia semakin lama semakin sempit. Oleh karena itu, Kota
Batu mulai membangun gedung–gedung bertingkat untuk mengatasi kekurangan lahan yang
semakin sempit. Pembangunan gedung bertingkat saat ini sebagian besar masih tetap
menggunakan metode beton bertulang konvensional dengan menggunakan bekisting yang
dicor di tempat yang akan menelan biaya lebih mahal karena membutuhkan banyak sekali
bekisting serta akan m emakan waktu yang lebih lama. Akan tetapi sekarang ada terobosan
baru untuk mengurangi penggunaan bekisting yang banyak dan mengurasi lamanya durasi
pengerjaan, yaitu dengan menggunakan metode pracetak yang dibuat di pabrik atau di lokasi
proyek kemudian dirakit.
Konsep pembangunan mengacu ke dalam SNI 03- 1726-2012 tentang tata cara
perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung serta SNI
03-2847-2002 tentang tata cara perhitungan struktur beton sehingga acuan kedua peraturan
tersebut akan didapatkan struktur yang tahan gempa, efektif, dan efisien. Dalam studi ini
merupakan analisis Gedung Volendam Holland Park Condotel Kota Batu dengan zona
gempa 4 yang di rencanakan kembali dengan menggunakan metode pracetak.
Dari hasil studi didapatkan bahwa dimensi balok sebelum cor penuh berdimensi 35
cm x 40 cm, sedangkan balok setelah cor penuh berdimensi 35 cm x 60 cm dengan tulangan
lentur digunakan 6-D13 dan tulangan geser ∅ 8 harus memenuhi syarat aman terhadap
kapasitas momen yang ada. Sedangkan untuk struktur kolom lantai 1 hingga lantai 4
berukuran 50cm x 80 cm dengan menggunakan tulangan lentur D19 dan tulangan geser ∅ 8
harus bisa menahan berat beban yang ada diatasnya.
Kata Kunci : pracetak, cor penuh, beban gempa, Volendam
SUMMARY
Mahardhika Nurislam Wanda, Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering,
University of Brawijaya, July 2017, Alternative Study of Beam-Column Connection
Analysis with Precast System on Volendam Holland Park Condotel Building Batu City,
Supervised by Ir. M. Taufik Hidayat, MT., . Dr. Eng Ming Narto Wijaya, ST, MT, M.Sc.
As a tourism city, Batu City charged with rampant development Condotel near tourist
attractions. But with the large number of buildings built to make land available is getting
increasingly narrow. Therefore, the city began to build Stonebuildings land shortage to
cope with an increasingly narrow. Terraced building currently still largely keep using
conventional methods of reinforced concrete using formwork are casted in place would cost
more expensive because it requires an awful lot of formwork and will take a longer time. But
now there is a new breakthrough for reducing the use of formwork and reduce the length
of the duration of the work, i.e., by using prefabricated method are made at the factory or
atthe location of the project is then assembled.
The concept of development refers toin the SNI 03-1726-2012 about the planning of
earthquake resistance for building structures and building as well as a non SNI 03-2847-
2002 about the procedures for calculation of concrete structures so that the second reference
of the regulation will be earthquake resistant structures has been obtained, effective,
and efficient. In this study is the analysis of the building of Volendam Holland Park Condotel
Batu City with earthquake zone 4 on the plan back by using prefabricated method.
From the results of the study are obtained that the dimensions of the beam before the
cast was full of prolific 35 cm x 40 cm, while the beam after the cast is full of prolific 35 cm
x 60 cm with elastic reinforcement used 6-D13 and shear reinforcement 8 bores must have
to qualify it is safe against the capacity of the existing moment. As for the structure of
the column of the 1st floor to the 4th floor measuring 50 cm x 80 cm with D19 bending
reinforcement using reinforcement and shear 8 bores must should could withstand the
weight of the load that is there on it.
Keywords : Precast, Full cast, Earthquake Load, Volendam
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Batu dikenal sebagai salah satu kota wisata terkemuka di Indonesia karena potensi
keindahan alam yang luar biasa. Kekaguman bangsa Belanda terhadap keindahan dan
keelokan alam Batu membuat wilayah kota Batu disejajarkan dengan sebuah negara di Eropa
yaitu Swiss dan dijuluki sebagai De Kleine Zwitserland atau Swiss Kecil di Pulau Jawa
(Zaenuddin H.M, 2013). Bersama dengan Kota Malang dan Kabupaten Malang, Kota Batu
merupakan bagian dari kesatuan wilayah yang dikenal dengan Malang Raya (Wilayah
Metropolitan Malang).
Sebagai kota wisata, Kota Batu dituntut dengan maraknya pembangunan Condotel
di dekat tempat-tempat wisata. Salah satu dari sekian banyak pembangunan tersebut adalah
pembangunan Holland Park Condotel dengan 1 main building dan 4 tower gedung
bertingkat. Masing–masing 4 gedung bertingkat itu adalah gedung Volendam, Rotterdam,
Deenhag dan Amsterdam. Pembangunan gedung bertingkat saat ini sebagian besar
menggunakan dua metode, yaitu dengan metode beton bertulang konvensional dengan
menggunakan bekisting yang dicor di tempat dan menggunakan metode beton bertulang
pracetak yang dibuat di pabrik atau di lokasi proyek kemudian dirakit. Sementara itu, untuk
pembangunan gedung Holland Park Condotel ini sendiri masih menggunakan metode
pertama yaitu metode beton bertulang konvensional dengan menggunakan bekisting yang
dicor di tempat.
Beberapa keunggulan beton precast antara lain adalah waktu pelaksanaan pekerjaan
lebih cepat, karena elemen bangunan yang tipikal bisa dikerjakan secara paralel sehingga
setelah tiba di lokasi pekerjaan dapat segera dipasang/ dirangkai. Kemudian keunggulan
lainnya yaitu lebih ekonomis dalam penggunaan bekisting. mutu lebih terjamin. tidak terlalu
terpengaruh kondisi cuaca, dan produktivitas lebih tinggi. Oleh karena itu, saat ini sistem
pemakaian beton bertulang pracetak telah banyak digunakan di luar negeri. Walaupun di
Indonesia sudah dipakai tetapi dalam tahap penggunaan yang sedikit. Maka dari itu, penulis
berkenan untuk melakukan studi perencanaan desain gedung Volendam Holland Park Kota
Batu dengan sistem pracetak.
1
2
Tetapi selain keunggulan tersebut, terdapat beberapa kekurangan penggunaan beton
precast, salah satunya adalah perlunya perhatian khusus pada sambungan-sambungannya.
Sambungan adalah elemen yang sangat penting dalam desain konstruksi bangunan tahan
gempa. Keruntuhan bangunan akibat gempa ditentukan oleh kualitas sambungannya. Agar
bangunan memiliki performa yang baik saat menerima beban gempa, maka harus dipenuhi
syarat sambungan balok-kolom. Sambungan balok-kolom beton pracetak memiliki
bermacammacam tipe. Idealnya, ada sambungan balok-kolom pada beton pracetak yang
tahan terhadap gempa. Dengan adanya sambungan yang tahan gempa maka resiko runtuhnya
struktur pracetak akibat gempa akan berkurang. Namun pada setiap tipe sambungan balok-
kolom memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing bila ditinjau dari beberapa
faktor, misalnya keawetan, kemudahan pelaksanaan, harga, fabrikasi, kemudahan ereksi,
waktu, ketahanan bakar, dan bahan penyusun sambungan. Untuk itu perlu dilakukan
perbandingan dari berbagai macam tipe sambungan balok kolom guna mendapatkan tipe
sambungan balok-kolom yang baik untuk diterapkan di Indonesia.
Maka dari itu, perlu adanya kajian khusus mengenai Studi Alternatif Analisis
Sambungan Balok-Kolom Dengan Sistem Pracetak Pada Gedung Volendam Holland Park
Kota Batu. Dengan mengacu kepada SNI 03- 1726-2012 tentang tata cara perencanaan
ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung dan SNI 03-2847-2002
tentang tata cara perhitungan struktur beton sehingga akan didapatkan struktur yang tahan
gempa dan efisien
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menganalisis sambungan balok-kolom dengan sistem pracetak
sebelum cor penuh?
2. Bagaimana kekuatan sambungan balok-kolom setelah cor penuh?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui analisis sambungan balok-kolom dengan sistem pracetak
sebelum cor penuh
2. Untuk mengetahui kekuatan sambungan balok-kolom setelah cor penuh
3
1.4 Batasan Masalah
Adapun batasan-batasan masalah dalam desain alternatif Gedung Volendam Holland Park
Kota Batu, yaitu sebagai berikut.
1. Tidak meninjau metode ataupun sistem yang telah digunakan dalam perencanaan
pembangunan.
2. Gedung yang akan dijadikan objek perencanaan desain ulang dengan system
pracetak hanya gedung Volendam saja
3. Analisis difokuskan pada up structure
4. Analisis difokuskan pada sambungan balok-kolom.
5. Balok menggunakan beton pracetak sedangkan kolom di cor ditempat.
6. Kaki portal diasumsikan terjepit pada pondasi.
7. Menggunakan software bantu SAP2000.
8. Menggunakan satu tipe sambungan basah pada perencanaan struktur
9. Analisis lift, tangga dan pondasi tidak diperhitungkan.
10. Beton pracetak yang dianalisis adalah beton pracetak biasa (non-prestressed)
11. Tidak melakukan analisa numeric sambungan precast
12. Tidak membahas analisis ekonomi.
13. Tidak memperhitungkan unsur arsitektur pada suatu bangunan.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam menyusun skripsi ini antara lain:
1. Bagi Akademisi
Diharapkan dapat meningkatkan pemahaman terhadap perencanaan struktur
pracetak pada struktur gedung.
2. Bagi teknisi maupun praktisi
Sebagai pembanding antara perencanaan yang sudah ada dengan perencanaan yang
di bahas dalam tugas ini, sehingga dapat dijadikan referensi bagi teknisi maupun
praktisi dalam membangun sebuah gedung.
4
Halaman ini sengaja dikosongkan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Beton Pracetak
Beton pracetak adalah teknologi konstruksi struktur beton dengan komponen-
komponen penyusun yang dicetak terlebih dahulu pada suatu tempat khusus (off site
fabrication), terkadang komponen-komponen tersebut disusun dan disatukan terlebih dahulu
(pre-assembly), dan selanjutnya dipasang di lokasi (installation), dengan demikian sistem
pracetak ini akan berbeda dengan konstruksi monolit terutama pada aspek perencanaan yang
tergantung atau ditentukan pula oleh metoda pelaksanaan dari pabrikasi, penyatuan dan
pemasangannya, serta ditentukan pula oleh teknis perilaku sistem pracetak dalam hal cara
penyambungan antar komponen join (Abduh,2007). Beberapa prinsip yang dipercaya dapat
memberikan manfaat lebih dari teknologi beton pracetak ini antara lain terkait dengan waktu,
biaya, kualitas, predictability, keandalan, produktivitas, kesehatan, keselamatan,
lingkungan, koordinasi, inovasi, reusability, serta relocatability (Gibb,1999 dalam M. Abduh
2007).
Gambar 2.1 Beton Pracetak
Sumber : https://aghostariyanto.wordpress.com/2011/11/24/beton-pracetak-precast-
concrete/
Pelaksanaan bangunan dengan menggunakan metoda beton pracetak memiliki
kelebihan dan kekurangan. Hal tersebut disebabkan keuntungan metoda pelaksanaan dengan
mengunakan beton pracetak ini akan mencapai hasil yang maksimal jika pada proyek
5
6
konstruksi tersebut tercapai reduksi waktu pekerjaan dan reduksi biaya konstruksi. Pada
beberapa kasus desain propertis dengan metoda beton pracetak terjadi kenaikkan biaya
material beton disebabkan analisa propertis material tersebut harus didesain juga terhadap
aspek instalasi, pengangkatan, dan aspek transportasi sehingga pemilihan dimensi dan
kekuatan yang diperlukan menjadi lebih besar daripada desain propertis dengan metoda cor
ditempat. Selain itu pada proses instalasi elemen beton pracetak memerlukan peralatan yang
lebih banyak dari proses instalasi elemen beton cor ditempat.
2.2 Perbedaan Analisa Beton Pracetak dengan Beton Konvensional
Pada dasarnya mendesain konvensional ataupun pracetak adalah sama, beban-beban
yang diperhitungkan juga sama, faktor-faktor koefisien yang digunakan untuk perencanaan
juga sama, hanya mungkin yang membedakan adalah :
1. Desain pracetak memperhitungkan kondisi pengangkatan beton saat umur beton belum
mencapai 24 jam. Apakah dengan kondisi beton yang sangat muda saat diangkat akan
terjadi retak (crack) atau tidak. Di sini dibutuhkan analisa desain tersendiri, dan tentunya
tidak pernah diperhitungkan kalo kita menganalisa beton secara konvensional.
2. Desain pracetak memperhitungkan metode pengangkatan, penyimpanan beton pracetak di
stock yard, pengiriman beton pracetak, dan pemasangan beton pracetak di proyek.
Kebanyakan beton pracetak dibuat di pabrik.
3. Pada desain pracetak menambahkan desain sambungan. Desain sambungan di sini,
didesain lebih kuat dari yang disambung.
2.3 Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Beton Pracetak
Struktur elemen pracetak memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan
struktur konvensional, antara lain :
1. Penyederhanaan pelaksanaan konstruksi.
2. Waktu pelaksanaan yang cepat.
Waktu pelaksanaan struktur merupakan pertimbangan utama dalam pembangunan
suatu proyek karena sangat erat kaitannya dengan biaya proyek. Struktur elemen pracetak
dapat dilaksanakan di pabrik bersamaan dengan pelaksanaan pondasi di lapangan.
4. Penggunaan material yang optimum serta mutu bahan yang baik.
Salah satu alasan mengapa struktur elemen pracetak sangat ekonomis
dibandingkan dengan struktur yang dilaksanakan di tempat (cast in-situ) adalah
penggunaan cetakan beton yang tidak banyak variasi dan biasa digunakan berulang-ulang,
7
mutu material yang dihasilkan pada umumnya sangat baik karena dilaksanakan dengan
standar-standar yang baku, pengawasan dengan sistem komputer yang teliti dan ketat.
6. Penyelesaian finishing mudah.
Variasi untuk permukaan finishing pada struktur elemen pracetak dapat dengan
mudah dilaksanakan bersamaan dengan pembuatan elemen tersebut di pabrik, seperti:
warna dan model permukaan yang dapat dibentuk sesuai dengan rancangan.
8. Tidak dibutuhkan lahan proyek yang luas, mengurangi kebisingan, lebih bersih dan ramah
lingkungan.
Dengan sistem elemen pracetak, selain cepat dalam segi pelaksanaan, juga tidak
membutuhkan lahan proyek yang terlalu luas serta lahan proyek lebih bersih karena
pelaksanaan elemen pracetaknya dapat dilakukan dipabrik.
10. Perencanaan berikut pengujian di pabrik.
Elemen pracetak yang dihasilkan selalu melalui pengujian laboratorium di pabrik
untuk mendapatkan struktur yang memenuhi persyaratan, baik dari segi kekuatan maupun
dari segi efisiensi.
12. Sertifikasi untuk mendapatkan pengakuan Internasional. Apabila hasil produksi dari
elemen pracetak memenuhi standarisasi yang telah ditetapkan, maka dapat diajukan untuk
mendapatkan sertifikasi ISO 9002 yang diakui secara internasional.
13. Secara garis besar mengurangi biaya karena pengurangan pemakaian alat alat penunjang,
seperti : scaffolding dan lain-lain.
14. Kebutuhan jumlah tenaga kerja dapat disesuaikan dengan kebutuhan produksi.
Namun demikian, selain memiliki keuntungan, struktur elemen pracetak juga
memiliki beberapa keterbatasan, antara lain :
1. Tidak ekonomis bagi produksi tipe elemen yang jumlahnya sedikit.
2. Perlu ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi deviasi yang besar antara elemen yang satu
dengan elemen yang lain, sehingga tidak menyulitkan dalam pemasangan di lapangan.
3. Panjang dan bentuk elemen pracetak yang terbatas, sesuai dengan kapasitas alat angkat
dan alat angkut.
4. Jarak maksimum transportasi yang ekonomis dengan menggunakan truk adalah antara 150
sampai 350 km, tetapi ini juga tergantung dari tipe produknya. Sedangkan untuk angkutan
laut, jarak maksimum transportasi dapat sampai di atas 1000 km.
5. Hanya dapat dilaksanakan didaerah yang sudah tersedia peralatan untuk handling dan
erection.
8
6. Di Indonesia yang kondisi alamnya sering timbul gempa dengan kekuatan besar,
konstruksi beton pracetak cukup berbahaya terutama pada daerah sambungannya,
sehingga masalah sambungan merupakan persoalan yang utama yang dihadapi pada
perencanaan beton pracetak.
7. Diperlukan ruang yang cukup untuk pekerja dalam mengerjakan sambungan pada beton
pracetak.
8. Memerlukan lahan yang besar untuk pabrikasi dan penimbunan (stock yard)
2.4 Kendala dan Permasalahan Umum pada Pengembangan Sistem Pracetak
Simanjuntak, J.H dkk (2001:367) mengatakan bahwa ada tiga permasalahan utama
di dalam pengembangan sistem pracetak:
1. Keandalan sambungan antar komponen,
2. Belum tersosialisasikan pedoman perencanaan khusus untuk sistem struktur pracetak,
3. Kerjasama dengan perencana di bidang lain yang terkait, terutama dengan pihak arsitektur
dan mekanikal/elektrikal/plumbing (M & E).
Untuk permasalahan pertama, anggapan umum mengenai bahan beton adalah
dihasilkannya sesuatu yang “monolit”, karena beton adalah bahan yang dapat dibentuk di
lapangan sesuai dengan cetakannya, lalu mengeras, dan tidak ada sambungan (Simanjuntak,
J.H dkk (2001:367)). Beton pracetak adalah suatu metode konstruksi beton yang pada
prinsipnya serupa dengan bahan baja dan kayu, yaitu komponen gedung dibuat terlebih
dahulu lalu disambung di lapangan (Simanjuntak, J.H dkk (2001:367)).
Menurut SNI 03-2847-2002 tentang tata cara perencanaan struktur beton , beton
pracetak merupakan elemen atau komponen beton tanpa atau dengan tulangan yang dicetak
terlebih dahulu sebelum dirakit. Hal yang paling disorot adalah beton pracetak dianggap
“bukan monolit”, karena ada sambungan antar komponen. Pada saat ini perencanaan
sambungan sistem struktur pracetak sudah sangat maju karena telah banyak dilakukan
penelitian dan pengujian yang menjamin bahwa sambungan tersebut kuat menahan gaya
gempa yang terjadi.
Permasalahan yang kedua adalah belum adanya pedoman perencanaan khusus sistem
pracetak. Walaupun pada tahun 2012 telah muncul SNI 7832 2012 tentang tata cara
perhitungan biaya beton pracetak untuk bangunan gedung dan SNI 7833 2012 tentang tata
cara perancangan beton pracetak dan beton prategang untuk bangunan gedung yang
membahas tentang beton pracetak dan prategang tetapi masih kurang dalam tahap sosialisasi
kepada para perencana. TCPSB 91 secara prinsip mencantumkan escape clause yang
9
menyatakan harus dilakukan pengujian untuk membuktikan ketegaran suatu sistem
sebanding dengan sistem monolit (Simanjuntak, J.H dkk (2001:368)).
Pada permasalahan ketiga, umumnya timbul dari konotasi bahwa sistem pracetak
“kurang fleksibel”. Dimensi komponen memang modular dan standar sehingga dianggap
membatasi perencanaan. Pada tahun – terakhir ini telah banyak kemajuan dalam kompromi
antar perencana sehingga dapat diperoleh berbagai perencanaan terintegrasi yang
memuaskan. Sistem pracetak mempunyai masa depan yang cerah di Indonesia. Krisis
moneter yang terjadi pada tahun 1997 sampai tahun 2000 justru memaksa para pelaku
konstruksi untuk mencari sistem pembangunan yang lebih efisien dan ekonomis. Sistem
pracetak merupakan jawaban dari kebutuhan tersebut, sehingga pasarnya semakin besar di
dunia konstruksi Indonesia.
Yang menjadi perhatian utama dalam perencanaan komponen beton pracetak seperti
pelat lantai, balok, kolom dan dinding adalah sambungan. Selain berfungsi untuk
menyalurkan beban-beban yang bekerja, sambungan juga harus berfungsi menyatukan
masing-masing komponen beton pracetak tersebut menjadi satu kesatuan yang monolit
sehingga dapat mengupayakan stabilitas struktur bangunannya. Beberapa kriteria pemilihan
jenis sambungan antara komponen beton pracetak diantaranya meliputi:
1. Kekuatan (strength). Sambungan harus memilki kekuatan untuk dapat menyalurkan gaya-
gaya yang terjadi ke elemen struktur lainnya selama waktu layan (serviceability),
termasuk adanya pengaruh dari rangkak dan susut beton.
2. Daktalitas (ductility) Kemampuan dari sambungan untuk dapat mengalami perubahan
bentuk tanpa mengalami keruntuhan. Pada daerah sambungan untuk mendapatkan
daktilitas yang baik dengan merencanakan besi tulangan yang meleleh terlebih dahulu
dibandingkan dengan keruntuhan dari material betonnya.
3. Perubahan volume (volume change accommodation) Sambungan dapat mengantisipasi
adanya retak, susut dan perubahan temperature yang dapat menyebabkan adanya
tambahan tegangan yang cukup besar.
4. Ketahanan (durability) Apabila kondisi sambungan dipengaruhi cuaca langsung atau
korosi diperlukan adanya penambahan bahan-bahan pencegah seperti stainless steel
epoxy atau galvanized.
5. Tahan kebakaran (fire resistance) Perencanaan sambungan harus mengantisipasi
kemungkinan adanya kenaikan temperatur pada sistem sambungan pada saat kebakaran,
sehingga kekuatan dari baja maupun beton dari sambungan tersebut tidak akan
mengalami pengurangan.
10
6. Mudah dilaksanakan dengan mempertimbangkan bagian-bagian berikut ini pada saat
merencanakan sambungan :
a. Standarisasi produksi jenis sambungan dan kemudahan tersedianya material
lapangan.
b. Hindari keruwetan penempatan tulangan pada derah sambungan c. Hindari sedapat
mungkin pelubangan pada cetakan
d. Perlu diperhatikan batasan panjang dari komponen pracetak dan toleransinya
e. Hindari batasan yang non-standar pada produksi dan pemasangan.
f. Gunakan standar hardware seminimal mungkin jenisnya
g. Rencanakan sistem pengangkatan komponen beton pracetak semudah mungkin
baik di pabrik maupun dilapangan
h. Pergunakan sistem sambungan yang tidak mudah rusak pada saat pengangkatan
i. Diantisipasi kemungkinan adanya penyesuaian di lapangan.
Jenis sambungan antara komponen beton pracetak yang biasa dipergunakan dapat
dikategorikan menjadi 2 kelompok sebagai berikut :
1. Sambungan kering (dry connection) Sambungan kering menggunakan bantuan pelat besi
sebagai penghubung antar komponen beton pracetak dan hubungan antara pelat besi
dilakukan dengan baut atau dilas. Penggunaan metode sambungan ini perlu perhatian
khusus dalam analisa dan pemodelan komputer karena antar elemen struktur bangunan
dapat berperilaku tidak monolit.
Gambar 2.2. Contoh Sambungan kering
Sumber : Struktur Beton Istimawan (1999)
11
2. Sambungan basah (wet connection) Sambungan basah terdiri dari keluarnya besi tulangan
dari bagian ujung komponen beton pracetak yang mana antar tulangan tersebut dihubungkan
dengan bantuan mechanical joint, mechanical coupled, splice sleeve atau panjang
penyaluran. Kemudian pada bagian sambungan tersebut dilakukan pengecoran beton
ditempat. Jenis sambungan ini dapat berfungsi baik untuk mengurangi penambahan tegangan
yang terjadi akibat rangkak, susut dan perubahan temperatur. Sambungan basah ini sangat
dianjurkan untuk bangunan di daerah rawan gempa karena dapat menjadikan masing-masing
komponen beton pracetak menjadi monolit. Pada Tugas Akhir ini digunakan sambungan
basah (wet connection).
2.5 Dasar Ilmu Beton Pracetak
Sebagai dasar ilmu untuk menganalisis desain sambungan pracetak harus memenuhi
syarat yang telah ditetapkan SNI-03-2847-2002 yang secara umum menegaskan bahwa :
1) Perencanaan komponen pracetak dan sambungannya harus memperhitungkan
perngaruh toleransi yang dimana komponen struktur pracetak dan elemen
penghubunnya harus dicantumkan dalam spesifikasi.
2) Pada setiap perencanaan komponen struktur beton pracetak dengan sambungannya
harus mempertimbangkan semua kondisi pembebanan dan kekangan deformasi
dimulai dari saat pabrikasi awal, penyimpanan, pengangkutan, pemasangan,
pembongkaran struktur hingga selesainya pelaksanaan struktur.
3) Apabila komponen struktur pracetak dimasukkan kedalam sistem struktural, maka
gaya dan deformasi yang terjadi dan dekat sambungan harus diperhitungkan dalam
perencanaan.
Sesuai dengan persyaratan bangunan pracetak yang harus memenuhi kriteria diatas
sehingga bangunan bisa dikatakan aman. Desain sambungan sambungan maupun tumpuan
pracetak diharapkan mampu menahan tegangan lentur yang terjadi, baik transversal maupun
longitudinal.
2.6 Analisis Terhadap Balok Pracetak
Perencana diharapkan dapat mendesain agar setiap elemen struktur pracetak menjadi
satu kesatuan yang utuh dan mampu menerima semua beban yang bisa diterima oleh beton
yang langsung dibuat atau dicor tempat (bukan pabrikasi).
12
Dalam menganalisa balok pracetak ini menggunakan analisa elastis dengan kuat
rencana yang ditentukan dari tegangan ijin bahan menurut SON, D. F., & HERMAN, H.
(2008:6) yaitu :
Fcijin = 0.33 f’c dan fsijin = 0.58 fy
Dimana ; fcijin = tegangan ijin beton (Mpa)
fsijin = tegangan ijin tulangan (Mpa)
f’c = tegangan hancur atau kuat tekan beton (Mpa)
fy = tegangan leleh tulangan (Mpa)
Dalam proses perhitungan perencanaan elemen balok pracetak ini meliputi analisa
balok pracetak saat pengangkutan dan pemasangan.
Penentuan dimensi balok pracetak sebelum cor penuh
Tebal minimal balok diperoleh dari perhitungan kapasitas momen penampang balok
dalam menghitung momen kapasitas dimensi balok, luasan tulangan lentur sudah
diasumsikan
Gambar 2.3 Tegangan sebelum cor penuh
Sumber : Struktur Beton Istimawan (1999)
C = fc*0.5*b*c
T = As*fs
dimana : fc = tegangan ijin beton (0.33 f’c) (Mpa)
fy = tegangan ijin tulangan baja (0.53 fy) (Mpa)
b = lebar penampang balok (m)
As = luas tulangan tarik
Dengan persamaan keseimbangan penampang, dapat dicari nilai c :
C = T
f’c*0.5*b*c = As*fs → c = 2∗𝐴𝑠∗𝑓𝑠
𝑓𝑐∗𝑏
13
sehingga kapasitas momen penampang beton :
Mn = T(d-c/3) = As*fs(d-c/3)
tebal minimum (dmin) diperoleh jika Mn = Mu
Mu = As*fs(d-c/3)
dmin = 𝑀𝑢
𝐴𝑠∗𝑓𝑠 + c/3
dimana : Mn = momen kapasitas penampang (Nmm)
Mu = momen terhadap load factor penampang (Nmm)
Dmin = tebal efektif minimal (mm)
Dimensi balok ( b x h ) telah diasumsikan sebelumnya, sehingga tebal balok pracetak
adalah sebagai berikut :
- untuk balok anak :
h’ba = hba – hplat
- untuk balok induk arah x :
h’bix = hbix – hba
- untuk balok induk arah y :
h’biy = hbiy – hplat
Tebal balok pracetak tersebut dicek terhadap tebal efektif minimal (d) :
d = h’pra - p - ∅ s - ½ ∅ tul
dimana ; p = selimut beton (mm)
∅𝑠 = diameter tulangan sengkang (mm)
∅𝑡𝑢𝑙 = diameter tulangan pokok (mm)
syarat : d≥ 𝑑𝑚𝑖𝑛
Cek terhadap momen nominal penampang :
Mn = As*fs(d-c/3)
dengan syarat : Mn ≥ 𝑀𝑢
Cek terhadap kelendutan saat pelaksanaan :
𝛿 = 𝑃∗𝑙^3
48𝐸𝐼+
5∗𝑞∗𝑙^4
384𝐸𝐼 ≤ 𝛿
dimana : 𝛿 = lendutan yang terjadi (mm)
P = beban terpusat yang bekerja pada penampang (N)
q = beban merata yang bekerja pada penampang (N/mm)
L = bentang elemen pracetak (mm)
E = modus elastisitas bahan beton pracetak (Mpa)
14
I = momen inersia penampang balok pracetak (mm⁴)
Lendutan ijin :
- untuk balok anak :
𝛿 = 𝐿
240 (mm)
- untuk balok induk :
𝛿 = 𝐿
480 (mm)
Tegangan setelah terjadi cor penuh
Tegangan balok pracetak akan terjadi setelah elemen pracetak disatukan dengan
bantuan toping yang ditinjau terhadap kondisi beban
Gambar 2.4 Tegangan setelah terjadi cor penuh
Sumber : Struktur Beton Istiwawan (1999)
Untuk mencari nilai c diperlukan angka ekivalen bahan (n) :
n = 𝐸𝑠
𝐸𝑐 → bc*0.5c – nAs(d-c) = 0
dimana : Es = modulus elastisitas baja tulangan (2*10⁵)(Mpa)
Ec = modulus elastisitas beton (2.1*10⁵)(Mpa)
sehingga tegangan di penampang dirumuskan sebagai berikut :
σc = −Mu∗c
lpra≤ fc → σs = −
Mu∗(d−c)
lpra≤ fs
dimana : σc = tegangan pada serat beton mengalami tekan (Mpa)
σs = tegangan pada serat beton mengalami tarik(Mpa)
Mu = momen eksternal yang terjadi pada penampang (Mpa)
15
d = tebal efektif balok (mm)
y = tebal area penampang tertekan (mm)
Ipra = momen inersia penampang cor penuh (mm⁴)
fc = tegangan ijin beton = 0.33*fc(Mpa)
fs = tegangan ijin tulangan = 0.58*fy(Mpa)
2.7 Analisis Terhadap Balok-Kolom (Beam-Column)
Bagian struktur dari suatu bangunan banyak yang menerima beban kombinasi
momen dan beban normal. Yang paling mudah dikenali yaitu kolom dari suatu portal.
Kolom tersebut disamping menerima gaya normal tekan, juga menerima momen lentur
akibat sambungan kaku pada balok kolom. Oleh sebab itu kombinasi dari gaya aksial
dan momen lentur harus dipertimbangkan dalam proses desain komponen struktur
tersebut. Komponen struktur tersebut sering disebut sebagai elemen balok-kolom
(beam-columns) (Agus Setiawan 2008). Bila lentur digabungkan dengan tarikan aksial,
kemungkinan ketidakstabilannya menjadi berkurang dan kelelehan biasanya
membatasi perencanaan. Untuk gabungan lentur dengan tekanan aksial, kemungkinan
ketidakstabilannya menjadi meningkat (Salmon dan Johson 1994). Pada struktur-
struktur statis tak tentu umumnya sering dijumpai elemen balok kolom ini. Berikut
gambar portal statis tak tentu pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Struktur portal statis tak tentu
Sumber : Tesis Budianto. 2010. Perilaku dan Perancangan Sambungan Balok Kolom
Beton Pracetak untuk Rumah Sederhana Cepat Bangun Tahan Gempa dengan
Sistem Rangka Berdinding Pengisi (Infilled-Frame).
16
Akibat kondisi pembebanan yang bekerja, maka batang AB tidak hanya
memikul beban merata saja, namun juga harus memikul beban lateral P1. Dalam efek
ini efek lentur dan efek gaya tekan P1 yang bekerja pada batang AB harus
dipertimbangkan dalam proses desain penampang batang AB, atau dengan kata lain
batang AB harus didesain sebagai suatau elemen balok-kolom. Berbeda dengan batang
CD yang hanya didominasi oleh efek lentur saja, gaya lateral P2 sudah dipikul oleh
pengaku pengaku (bracing) bentuk X, sehingga batang CD dapat didesain sebagai suatu
elemen balok tanpa pengaruh gaya aksial. Batang CF dan DE hanya akan memikul gaya
aksial tarik maupun tekan saja, melihat kondisi pembebanan pada Gambar 2.1. maka
batang DE akan memikul gaya aksial tarik, sedangkan batang CF akan sedikit kendur
(Segui 1994). Selain batang AB yang didesain sebagai elemen balok-kolom, batang –
batang AC,BD,CE,DF juga harus didesain sebagai suatu elemen balok-kolom, karena
selain memikul gaya aksial akibat reaksi dari balok-balok AB dan CD, batang-batang
ini juga harus menerima transfer momen yang diberikan oleh batang AB dan BC,
sehingga efek lentur dan efek gaya aksial yang bekerja tidak boleh diabaikan salah
satunya. Kombinasi momen dengan gaya tarik tidak terlalu menimbulkan masalah,
karena gaya tarik akan mengurangi besarnya lendutan akibat beban momen. Sedangkan
pada kombinasi gaya tekan dengan momen, gaya tekan akan menambah besarnya
lendutan yang akan menambah besarnya momen. Ini akan menambah besarnya
lendutan dan seterusnya. Diharapkan batang cukup kaku sehingga tidak terjadi defleksi
yang berlebihan. Kegagalan suatu beam column terjadi pada saat tekuk lentur, tekuk
lokal terjadi pada bentang pendek dan tekuk torsi terjadi pada bentang menengah dan
panjang (Hassam dan Rasmussen 2002). Beberapa prosedur desain yang dapat
digunakan untuk suatu elemen balok-kolom antara lain (1) pembatasan tegangan
kombinasi, (2) pemakaian rumus interaksi semi empiris berdasarkan tegangan kerja
(metode ASD), serta (3) pemakaian rumus interaksi semi empiris berdasarkan kekuatan
penampang (Load and Resistance Factor Design (LRFD)) (Chen 1991).
2.8 Analisa Balok Pracetak Saat Pengangkatan
Kondisi pertama adalah saat pengangkatan balok pracetak untuk dipasang
pada tumpuannya. Pada kondisi ini beban yang bekerja adalah berat sendiri balok
pracetak yang ditumpu oleh angkur pengangkatan yang menyebabkan terjadinya
momen pada tengah bentang dan pada tumpuan. Ada dua hal yang harus ditinjau
17
dalam kondisi ini, yaitu kekuatan angkur pengangkatan (lifting anchor) dan kekuatan
lentur penampang beton pracetak.
Gambar 2.6 Pengangkatan Balok Pracetak
Sumber : Simanjuntak, J. H, dkk. 2001. Sistem Pracetak Beton di Indonesia
Gambar 2.7. Model Pembebanan Balok Pracetak Saat Pengangkatan
Sumber : Simanjuntak, J. H, dkk. 2001. Sistem Pracetak Beton di Indonesia
Dimana :
F = 1/2. q. L. , dimana :
F = gaya angkat balok anak (ton)
qd = berat sendiri balok pracetak terfaktor, dengan faktor beban φ=1.2 (ton)
L = bentang balok pracetak (m)
Momen maksimum yang terjadi :
M1 = ½.q.x2, M2 = 1/8.q.(L-2x)2- ½.q.x2
Sehingga, bidang momen yang terjadi pada balok adalah sebagai berikut:
Gambar 2.8. Bidang Momen Balok Pracetak saat Pengangkatan
Sumber : Simanjuntak, J. H, dkk. 2001. Sistem Pracetak Beton di Indonesia
18
Untuk menentukan letak titik angkat dimana penampang balok masih mampu
untuk menahan momen negatif, perlu menentukan kapasitas momen negatif balok
dengan asumsi tulangan ekstra yang sudah ditentukan. Perhitungan kapasitas momen
negatif penampang saat pengangkatan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut.
Pada saat diangkat, ada bagian penampang balok yang mengalami momen
negatif. Serat atas mengalami tarik, sehingga perlu tulangan. Asumsi tulangan 2Ф6
yang akan memberikan nilai luasan tulangan tarik As.
Gambar 2.9 Penampang momen negatif saat pengangkatan
Sumber : Simanjuntak, J. H, dkk. 2001. Sistem Pracetak Beton di Indonesia
Dimana :
T = gaya tarik pada serat tertarik yang dilimpahkan pada tulangan (N)
C = gaya tekan pada serat tertekan penampang beton (N)
a = kedalaman penampang tertekan (mm)
d = kedalaman efektif penampang beton (mm)
b = lebar penampang balok beton (mm)
As’ = luasan tulangan tarik (mm2)
Jika fy = 400 MPa, f’c = 30 MPa, dan lebar penampang balok (b) diketahui,
maka dengan keseimbangan T = C nilai a didapatkan untuk perhitungan kapasitas
momen penampang tarik (Mn).
Keseimbangan momen internal, T = C
19
Untuk menentukan titik angkat (x), momen yang terjadi pada titik angkat
tersebut harus lebih kecil atau sama dengan kapasitas momen tarik terfaktor (Ф = 0.8).
Bila, Mx = ФMn, maka didapatkan nilai xmax :
Dimana : Mn = kapasitas momen nominal penampang (tonm)
x max = jarak titik angkat maksimal dari ujung bentang (m)
Nilai x memiliki batasan sebagai berikut :
0 < x ≤ x maks
Nilai x tersebut adalah batasan letak titik angkat balok anak dimana
penampang dengan asumsi tulangan ekstra tertentu mampu menahan momen negatif
yang terjadi akibat gaya angkat saat proses ereksi.
Perhitungan kapasitas momen positif dihitung dengan rumus kapasitas momen
( Mn ) struktur beton bertulang dengan tulangan tunggal yang telah dijelaskan
sebelumnya yang secara singkat dapat dijabarkan sebagai berikut :
Gambar 2.10 Penampang momen positif saat pengangkatan
Sumber : Simanjuntak, J. H, dkk. 2001. Sistem Pracetak Beton di Indonesia
Mn = Ts. (d – z )
= Ts. (d – 0,5a)
= As.fy. (d – 0,5.β.c)
20
= As.fy. (d – 0,5. 0,85. c)
= As.fy. (d – 0,425. c)
Cek : Mn > M2……(OK), dimana M2 = Mmax Eksternal Positif Balok
2.9 Penampang Prismatis
Dalam menganalisis struktur pracetak (balok) harus dilakukan agar asumsi-
asumsi awal dalam pelaksanaan tidak terjadi kesalahan dalam perencanaan
2.9.1 Analisis balok persegi tulangan tunggal
Analisis penampang adalah menghitung kapasitas/kekuatan penampang
berdasarkan data-data penampang seperti : mutu beton (f’c), mutu baja (fy), dimensi,
dan luas tulangan. Untuk menganalisisnya kita dapat menggunakan dasar konsep
seperti balok beton konvensional :
Gambar 2.11 Analisa Penampang tulangan tunggal
Sumber : Struktur Beton Istimawan (1999)
Pada gambar diatas, gaya tekan beton (C) adalah :
C = 0.85*f’c*a*b
Dan gaya tarik pada baja (T) adalah :
T = As*fy
Keseimbangan gaya horizontal :
T = C → As*fy = 0.85*f’c*a*b
Maka momen nominal penampang adalah :
Mn = T*jd
= As*fy(d-a/2)
21
Atau Mn = C*jd
= 085*f’c*b*a(d-a/2)
Kontrol regangan baja tarik (휀𝑠) = 휀𝑐𝑑−𝑐
𝑐
Tegangan baja tarik (fs) = 휀𝑠 ∗ 𝐸𝑠
Bila fs ≥ fy (tulangan tarik sudah leleh)
Bila fs < fy (tulangan tarik belum leleh)
2.9.2 Analisis balok persegi tulangan rangkap
Gambar 2.12 Analisa Penampang Tulangan Rangkap
Sumber : Struktur Beton Istimawan (1999)
2.10 Penampang Tidak Prismatis
Balok T merupakan kombinasi balok yang berada di bawah dan plat yang
berada pada bagian atas yang digabung menjadai satu kesatuan yang monolit yang
berperilaku menahan momen positif dan akan berperilaku menjadi balok persegi biasa
apabila menahan momen negatif.
a. Kondisi bila garis netral terletak dalam flens c < hf, maka analisa penampang
dapat dilakukan sama dengan balok persegi dengan lebar balok = lebar efektif
(be)
Gambar 2.13 Diagram Tegangan Regangan Balok flens dengan Tulangan Tunggal
Sumber : Balok dan Pelat Beton Bertulang, Ali Asroni (2010)
22
b. Kondisi ketika garis netral memotong badan, c > hf, maka balok diperlakukan
sebagai balok T murni
Gambar 2.14 Diagram Tegangan Regangan Balok flens Dengan Tulangan Rangkap
Sumber : Balok dan Pelat Beton Bertulang, Ali Asroni (2010)
2.11 Perencanaan Tumpuan
Bn = fc * A1
Dimana :
Bn = kekuatan nominal tumpuan terhadap tekan (N)
fc = tegangan ijin beton (0.33f’c)
A1 = luas tumpuan (mm2)
Gambar 2.15 Peletakan Pelat Pracetak pada Tumpuan
Sumber : Tesis Budianto. 2010. Perilaku dan Perancangan Sambungan Balok Kolom
Beton Pracetak untuk Rumah Sederhana Cepat Bangun Tahan Gempa dengan
Sistem Rangka Berdinding Pengisi (Infilled-Frame).
Besarnya gaya reaksi pada tumpuan harus lebih kecil daripada kekuatan
nominal tumpuan
Bn ≤ Vu
23
Tegangan tumpu harus lebih kecil daripada nilai tegangan ijin tumpuan
Tegangan geser pada tumpuan harus lebih kecil dari pada nilai tegangan ijin pons:
•
Dimana :
v = tegangan geser tumpuan (Mpa)
Vu = gaya geser pada tumpuan (N)
A gsr= luas bidang geser (mm2)
τp = tegangan ijin geser pons (Mpa), dengan nilai
2.12 Sambungan Pada Beton Pracetak
Sambungan dalam perencanaan elemen pracetak selain sebagai penghubung
antar elemen pracetak juga berfungsi sebagai penyalur gaya-gaya yang bekerja dari
elemen struktur satu dengan lain yang nantinya akan diteruskan ke pondasi.
Desain sambungan yang dipakai dalam perancangan ini adalah sambungan
basah, seperti cor di tempat maupun dengan cara grouting sudah banyak diterapkan atau
dipergunakan sebagai salah satu pemecahan masalah dalam mendesain konstruksi
pracetak.
Dalam desain sambungan ini menggunakan metode pracetak tanpa penahan,
sehingga tumpuan balok dianggap sendi (momen pada sambungan balok-kolom
dianggap 0) ketika menahan beban sendiri balok pracetak. Pada saat sambungan telah
mengeras dan diberi gaya luar sambungan tersebut menjadi tumpuan jepit (memiliki
momen pada sambungan balok-kolom.
Berdasar SKSNI T-15-1991-03 menyatakan bahwa panjang penyaluran
tulangan untuk D-36 dan lebih kecil adalah:
Idb = 0,02 Ab * fy / √f′c
Dengan syarat harus kurang dari 0,06 * db * fy
Dimana:
Idb = Panjang penyaluran tulangan (mm)
24
Ab = Luas tulangan (mm2)
db = Diameter tulangan (mm)
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 14.12 tentang penyaluran tulangan momen
negatif berbunyi :
1). Tulangan momen negatif pada suatu komponen struktur menerus, komponen
struktur yang terkekang deformasinya, atau komponen struktur kantilever, atau
pada sebarang komponen struktur dari suatu rangka kaku, harus diangkur di dalam
atau sepanjang komponen struktur pendukung, dengan menggunakan panjang
penanaman, kait, atau angkur mekanis (Gambar 21).
2). Tulangan momen negatif harus mempunyai suatu panjang penanaman ke dalam
bentang seperti diisyaratkan 14.1 dan 14.10(3).
3). Paling sedikit sepertiga dari jumlah tulangan tarik total yang dipasang untuk momen
negatif pada suatu tumpuan harus ditanamkan hingga melewati titik belok sejauh
tidak kurang dari nilai terbesar antara tinggi efektif komponen struktur, 12db, atau
seperenambelas bentang bersih (Gambar 21 b).
4). Pada tumpuan dalam dari komponen struktur lentur tinggi, tulangan tarik momen
negatif harus menerus dengan tulangan tarik pada bentang disebelahnya
25
Gambar 2.16 Penyaluran tulangan momen negatif disadur dari SNI 03-2847-2002
Sumber : SNI 03-2847-2002
Penyaluran tulangan momen positif paling sedikit 1/3 dari tulangan momen
positif pada komponen struktur sederhana dan 1/4 dari tulangan momen positif
komponen struktur menerus harus diteruskan sepanjang muka yang sama dari
komponen struktur hingga ke dalam tumpuan. Pada balok, tulangan tersebut harus
menerus ke dalam tumpuan paling sedikit 150mm. Pada daerah tumpuan sederhana dan
titik balik, tulangan tarik momen positif harus dibatasi diameternya sedemikian
sehingga ldb yang dihitung untuk fy tersebut tidak perlu dipenuhi untuk tulangan yang
dihentikan setelah melampaui titik pusat tumpuan sederhana dengan menggunakan kait
standar atau menggunakan suatu jangkar mekanis yang minimal ekivalen dengan suatu
kait standar.
Panjang penyaluran dari tulangan negatif harus dijangkar di dalam atau
sepanjang komponen struktur pendukung, dengan menggunakan panjang penanaman,
kait, jangkar mekanis paling sedikit 1/3 dari jumlah tulangan tarik total yang disediakan
untuk momen negatif pada suatu tumpuan harus ditanamkan hingga melewati titik balik
sejauh tidak kurang dari harga terbesar antara tinggi efektif komponen struktur , 12db
atau 1/16 bentang bersih
Penyaluran baja tulangan juga dapat dilakukan dengan memberikan kait, cara
ini biasa dilakukan jika ruang yang tersedia tidak mencukupi untuk diterapkan
26
penyaluran lurus. Penyaluran jenis ini hanya boleh diberikan untuk tulangan tarik
dengan ketentuan :
Gambar 2.17 Penyaluran tulangan tarik berkait disadur dari SNI 03-2847-2002
Sumber : SNI 03-2847-2002
1. Panjang penyaluran ldh, dalam mm, untuk batang ulir tertarik yang berakhir pada
suatu kait standar (Butir 7.1 dalam SNI 03-2847-2002) harus dihitung dengan
mengalikan panjang penyaluran dasar lhb pada Butir (2) dengan faktor atau faktor-
faktor modifikasi yang berlaku yang sesuai dengan Butir (3) berikut ini, tetapi ldh
tidak boleh kurang dari 8db ataupun 150 mm (Gambar 2.13).
2. Panjang penyaluran dasar lhb untuk suatu batang kait dengan y f sama dengan 400
MPa harus diambil sebesar ....... 100d / f
3. Panjang penyaluran dasar lhb harus dikalikan dengan faktor atau faktorfaktor yang
berlaku untuk:
27
Tabel 2.1
Faktor pengali panjang penyaluran dasar
Kuat leleh batang
Batang dengan fy ≠ 400 MPa
fy/400
Selimut beton
Untuk batang D-36 dan yang lebih kecil, dengan tebal
selimut samping (normal terhadap bidang kait) tidak
kurang dari 60 mm, dan untuk kait 90 derajat dengan
selimut pada kaitan tidak kurang dari 50 mm
0,7
Sengkang atau sengkang ikat
Untuk batang D-36 dan yang lebih kecil dengan kair yang
secara vertical atau horizontal tercakup di dalam
sengkang atau sengkang ikat yang dipasang sepanjang
panjang penyaluran ldh dengan spasi tidak lebih dari 3db
dimana db adalah diameter batang tarik
0,8
Tulangan lebih
BIla pengangkuran atau penyaluran untuk fy tidak secara
khusus diperlukan, maka tulangan dalam komponen
struktur lentur yang dipasang lebih dari keperluan
berdasarkan analisis
𝐴𝑠𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢
𝐴𝑠𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔
Beton agregat ringan 1,3
Tulangan berlapis epoksi 1,2
4. Untuk batang yang disalurkan dengan kait standar pada ujung yang tidak menerus
dari komponen struktur dengan kedua selimut samping dan selimut atas (atau
bawah) terhadap kait kurang dari 60 mm, batang kait harus dilingkupi dengan
sengkang atau sengkang pengikat sepanjang panjang-penyaluran ldh dengan spasi
tidak lebih dari 3db , di mana db adalah diameter batang kait. Untuk kondisi ini
faktor pada Butir (3) bagian ketiga (sengkang atau sengkang ikat) tidak boleh
digunakan.
5. . Kait tidak boleh dianggap efektif dalam menyalurkan batang tekan
28
2.13 Pembebanan Struktur
2.13.1 Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat
tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta
peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung tersebut
(PPPURG, 1987). Adapun beban mati yang digunakan adalah sebagai berikut:
Berat jenis beton = 2400 Kg/m3
Berat jenis baja = 7850 Kg/m 3
Spesi lantai keramik t = 2 cm = 42 Kg/m 3
Penutup lantai keramik = 24 Kg/m 3
Plafond + penggantung = 18 Kg/m 3
M & E = 20 Kg/m 3 36
2.13.2 Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-
barang yang dapat berpindah dan termasuk beban akibat air hujan pada atap (PPPURG,
1987). Adapun beban mati yang digunakan adalah sebagai berikut: Beban hidup
lantai = 250 Kg/m3 Beban hidup atap = 100 Kg/m3
2.13.3 Beban Gempa
Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung
atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa tersebut
(PPPURG, 1987). Dalam tulisan ini, untuk beban gempa dilakukan dengan
menggunakan peraturan terbaru perencanaan ketahanan gempa untuk gedung, yaitu
RSNI 03- 1726-2012. Analisis beban gempa dilakukan dengan 2 metode, metode
pertama adalah analisis statik ekivalen dengan mengambil parameter-parameter beban
gempa dari program Spektra Indonesia dan metode kedua adalah analisis time history
dengan mengambil 4 rekaman catatan gempa yang telah disesuaikan dengan respons
spektra desain kota Padang dengan program seismomatch. Rekaman catatan gempa
yang diambil adalah gempa parkfield, gempa imperialvalley, gempa lomacoralito,
gempa imp parachute. 37
29
2.14 Analisis beban gempa SNI 1726-2012
2.14.1 Wilayah Gempa
Parameter percepatan gempa ditentukan berdasarkan 2 hal yaitu, parameter
percepatan terpetakan dan kelas situs. Parameter Ss (percepatan batuan dasar pada
periode pendek) dan S1 (percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan
masing-masing dari respons spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak
tanah seismik pada pasal 14 dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun
( MCER, 2 persen dalam 50 tahun), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap
percepatan gravitasi. Bila S1 ≤ 0,04 g dan Ss ≤ 0,15 g, maka struktur bangunan boleh
dimasukkan ke dalam kategori desain seismik A. (SNI 1762-2012 Pasal 6.1.1)
Sedangkan kelas situs mengatur klasifikasi berasarkan sifat-sifat tanah pada
situs, maka situs harus diklasifikasi sebagai kelas situs SA, SB, SC, SD,SE, atau SF.
Bila sifat-sifat tanah tidak teridentifikasi secara jelas sehingga tidak bisa ditentukan
kelas situsnya, maka kelasa situs SE dapat digunakan kecuali jika pemerintah/dinas
yang berwenang memiliki data geoteknik yang dapat menentukan kelas situs SF. (SNI-
1762-2012 Pasal 6.1.2)
Gambar 2.18 CRS, koefisien resiko terpetakan, periode respons spektrum 0,2 detik
Sumber : SNI 7833-2012
30
Gambar 2.19 CR1, koefisien resiko terpetakan, periode respons spektrum 1 detik
Sumber : SNI 7833-2012
2.14.2 Kategori Gedung
Pada SNI 1726-2012 Pasal 4.1.2, berdasarkan fungsinya gedung akan di
klasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 2.2
Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa
Jenis Pemanfaatan Kategori
Resiko
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi
untuk, antara lain:
I - Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
II
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam
kategori risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Perumahan
- Rumah toko dan rumah kantor
31
- Pasar
- Gedung perkantoran
- Gedung apartemen/ rumah susun
- Pusat perbelanjaan/ mall
- Bangunan industry
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik
III
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi
untuk:
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat
darurat
- Fasilitas penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko
IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi
yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan
masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk:
- Pusat pembangkit listrik biasa
- Fasilitas penanganan air
- Fasilitas penanganan limbah
- Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko
IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur,
proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat
pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya,
limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang
32
mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah
kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh
instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi
masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang
penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
IV
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki
fasilitas bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta
garasi kendaraan darurat
- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan
tempat
perlindungan darurat lainnya
- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas
lainnya untuk tanggap darurat
- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang
dibutuhkan pada saat keadaan darurat
- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun
listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau
struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam
kebakaran ) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan
darurat
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan
fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko
IV.
33
Tabel 2.3
Faktor keutamaan gempa
2.14.3 Konfigurasi Struktur Gedung
Struktur Gedung dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu beraturan dan tidak
beraturan. Pada SNI 1726-2012 Pasal 7.3.2 syarat-syarat yang kemudian dapat
menentukan suatu gedung beraturan atau tidak.
Analisis gedung beraturan dapat dilakukan berdasarkan analisis statik ekivalen.
Sedangkan gedung tidak beraturan, pengaruh gempa rencana harus ditinjau sebagai
pengaruh pembebanan dinamik yang analisisnya harus dilakukan berdasarkan analisis
respon dinamis.
34
Tabel 2.4
Ketidakberaturan horisontal pada struktur
35
Tabel 2.5
Ketidakberaturan vertikal pada struktur
Pada Gedung Volendam Holland Park Condotel Kota Batu memiliki
konfigurasi gedung yang tergolong beraturan. Sehingga perencanaan gedung ini, akan
menggunakan metode statik ekuivalen.
2.14.4 Respons Spektrum Percepatan Gempa Maksimum
Penentuan respons spektrum percepatan gempa MCER di permukaan tanah,
diperlukan faktor amplifikasi seismic periode 0,2 detik dan periode 1 detik. Faktor
amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran periode
pendek (Fa) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran periode1
detik (Fv). parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek (SMS) dan
periode 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus
ditentukan dengan perumusan berikut:
36
SMS = Fa . SS (2.3.a)
SM1 = Fv . S1 (2.2.b)
Keterangan
Ss : parameter respons spektrum percepatan gempa MCER terpetakan
periode pendek
S1 : parameter respons spektrum percepatan gempa MCER terpetakan
periode 1,0 detik
Tabel 2.6
Klasifikasi Situs (SNI 1726-2012 Pasal 5.3)
37
Tabel 2.7
Koefisien Situs, Fa (SNI 1726-2012 Pasal 6.2)
Tabel 2.8
Koefisien Situs, Fv
(SNI 1726-2012 Pasal 6.2)
2.14.5 Parameter Percepatan Spektrum Desain
Parameter percepatan spektrum desain untuk periode pendek, SDS dan pada
periode 1 detik, SD1, harus ditentukan melalui perumusan sebagai berikut:
SDS = 2/3 SMS (2.4.a)
SD1 = 2/3 SM1 (2.4.b)
(SNI 1726-2012 Pasal 6.3)
38
2.14.6 Parameter Periode Fundamental Pendekatan
Sebagai alternatif, diijinkan untuk menentukan perioda fundamental
pendekatan, Ta, dalam detik, dari persamaan berikut untuk struktur dengan ketinggian
tidak melebihi 12 tingkat di mana sistem penahan gaya gempa untuk Sistem Rangka
Pemikul Momen secara keseluruhan dan tinggi tingkat paling sedikit 3 m:
Ta = 0,1N (2.5)
Keterangan:
N = Jumlah tingkat
(SNI 1726-2012 Pasal 7.8.2.1)
2.14.7 Spektrum Respons Desain
Penggambaran respons spektrum pada masing-masing wilayah gempa dan jenis
tanah adalah sebagai berikut:
a) Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain,
Sa, harus diambil dari persamaan:
Sa = SDS (0,4 + 0,6 𝑇
𝑇0) (2.6.a)
b) Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau
sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS
c) Untuk periode lebih besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa,
diambil berdasarkan persamaan:
Sa = 𝑆𝐷1
𝑇 (2.6.b)
Keterangan:
SDS = parameter respons spectral percepatan desain pada periode pendek
SD1 = parameter respons spectral percepatan desain pada periode 1 detik
T = periode getar fundamental struktur
T0 = 0,2 𝑆𝐷1
𝑆𝐷𝑆 (2.6.c)
Ts = 𝑆𝐷1
𝑆𝐷𝑆 (2.6.d)
39
Gambar 2.20 Spektrum respons desain
Sumber : (SNI 1726-2012 Pasal 6.4)
2.14.8 Geser Dasar Seismik
Geser dasar seismik, V, dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan dengan
persamaan berikut: (SNI 1726-2012 Pasal 7.8.1)
V = Cs . Wtot (2.7.a)
Keterangan:
Cs = koeisian respon seismik
Wtot = berat seismik efektif gedung
Perhitungan koefisien respons seismik, Cs, harus ditentukan sesuai dengan
persamaan berikut: (SNI 1726-2012 Pasal 7.8.1.1)
Cs = 𝑆𝐷𝑆
(𝑅
𝐼𝑒) (2.7.b)
Keterangan:
SDS = parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang periode
pendek
R = faktor modifikasi respons
Ie = faktor keutamaan gempa
Ketentuan:
a) Nilai Cs, yang dihitung tidak perlu melebihi hasil persamaan berikut:
40
Cs (maks) = 𝑆𝐷1
𝑇(𝑅
𝐼𝑒) (2.7.c)
b) Dan juga besarnya nilai Cs yang dihitung tidak kurang dari hasil persamaan
berikut:
Cs (min) = 0,044 SDS Ie ≥ 0,01 (2.7.d)
2.14.9 Distribusi Gaya Gempa
Gaya gempa yang akan direncanakan pada elemen struktur dibagi menjadi:
a. Gaya gempa lateral (Fx), gaya yang akan timbul pada semua tingkat, yang
harus ditentukan dari persamaan berikut:
Fi = Cvx V = 𝑤𝑖 ℎ𝑖
𝑘
∑ 𝑤𝑖ℎ𝑖𝑘 𝑎
𝑖=1
𝑉 (2.8.a)
b. Gempa horizontal (Vx), geser tingkat desain gempa di semua tingkat harus
ditentukan dengan persamaan berikut:
Vx = ∑ 𝐹𝑖𝑛𝑖=1 (2.8.b)
Keterangan:
Fi = bagian dari geser dasar seismik (V) yang timbul di tingkat I (kg)
Cvx = faktor distribusi vertikal
V = gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur (kg)
wi = bagian berat seismik efektif total struktur (W) yang ditempatkan atau
dikenakan pada tingkat i
hi = tinggi dari dasar sampai tingkat i (m)
k = eksponen yang terkait dengan periode struktur sebagai berikut:
Untuk struktur yang mempunyai periode sebesar 0,5 detik atau kurang,
k = 1
Untuk struktur yang mempunyai periode sebesar 2,5 detik atau lebih,
k = 2
Untuk struktur yang mempunyai periode antara 0,5dan 2,5 detik, k harus sebesar
2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2
2.15 Sistem struktur
Pada dasarnya setiap struktur pada suatu bangunan merupakan penggabungan
berbagai elemen struktur secara tiga dimensi. Fungsi utama dari sistem struktur adalah
untuk memikul secara aman dan efektif beban yang bekerja pada bangunan, serta
menyalurkannya ke tanah melalui pondasi. Sistem struktur yang pada dasarnya
41
memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap, sedangkan beban lateral
yang diakibatkan oleh gempa dipikul oleh rangka pemikul momen melalui mekanisme
lentur, sistem ini terbagi menjadi 3, yaitu SRPMB (Sistem Rangka Pemikul Momen
Biasa), SRPMM (Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah), dan SRPMK(Sistem
Rangka Pemikul Momen Khusus).
a. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)
SRPMB pada struktur bangunan diharapkan dapat mengalami deformasi
inelastis secara terbatas pada komponen struktur sambungannya akibat gaya
gempa rencana. SRPMB diterapkan pada wilayah gempa 1 dan 2.
b. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)
Sistem Struktur bangunan ini diharapkan dapat menahan resiko kegempaan
sedang yaitu, wilayah gempa 3 dan 4. Dan sistem SRPMM ini akan
digunakan pada Skripsi ini.
c. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)
SPRMK pada struktur bangunan diharapkan dapat mengalami deformasi
besar apabila dibebani oleh gaya-gaya yang berasal dari beban gempa
rencana. SRPMK diterapkan pada wilayah gempa 5 dan 6
2.16 Konsep Perencanaan
Sampai saat ini paling tidak ada dua metode perencanaan struktur beton, yaitu
metode beban kerja (working stress method) dan metode beban batas (limit states
method). Metode beban kerja dilakukan dengan menghitung tegangan yang terjadi dan
membandingkan dengan tegangan ijin yang bersangkutan. Apabila tegangan yang
terjadi lebih kecil dari tegangan yang diijinkan maka dinyatakan aman. Dalam
menghitung tegangan, semua beban tidak dikalikan dengan faktor beban. Tegangan ijin
dikalikan dengan suatu faktor kelebihan tegangan (overstress faktor). Untuk struktur
beton, metode ini diterapkan pada peraturan Beton Indonesia (PBI 1971).
Metode beban batas didasarkan pada batas-batas tertentu yang bisa dilampaui
oleh suatu sistem struktur. Batas-batas tersebut yang bisa dilampui oleh suatu sistem
struktur. Batas-batas tersebut, terutama adalah kekuatan, kemampuan layan, keawetan,
ketahanan terhadap api, ketahanan terhadap beban kelelahan dan persyartan khusus
yang berhubungan dengan pengunaan sistem struktur tersebut. Setiap batas dinyatakan
aman apabila aksi rencana lebih kecil dari kapasitas komponen struktur. Aksi rencanan
dihitung dengan menggunakan faktor beban, sedangkan kapasitas bahan dikalikan
42
dengan faktor reduksi kekuatan. Peraturan beton saat ini menggunakan pendekatan ini,
termasuk di Indonesia, SNI T15-1991-03, SNI 03-2874-2002 atau edisi barunya, SNI
03-2874-2012.
2.17 Hipotesis
1. Penganalisisan sambungan balok-kolom sistem pracetak sebelum cor penuh
pada bangunan gedung Volendam Holland Park Condotel Kota Batu
kemungkinan ada atau tidaknya tulangan tambahan pada tulangan tekan
transversal agar aman terhadap beban sendiri saat pengangkatan perlu
diperhitungkan
2. Penganalisisan terhadap hubungan balok-kolom pracetak ketika terjadi cor
penuh pada bangunan gedung Volendam Holland Park Condotel Kota Batu
harus bisa menunjukkan momen kapasitas yang terjadi harus harus lebih besar
daripada momen ultimate yang ada
43
BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN
3.1 Data – data desain
3.1.1 Data umum gedung
Data-data lain mengenai gedung adalah sebagai berikut:
Gedung : Gedung Volendam Holland Park Condotel Kota Batu
Lokasi : Jalan Cerry no 10 Panderman Hills, Kota Batu, Malang Jawa
Timur
Fungsi : Kamar Hotel
3.1.2 Data Teknis gedung
Struktur Gedung : lantai 1 sampai 8 menggunakan struktur beton bertulang,
Jumlah Lantai : 8 lantai
f’c beton : 30 MPa
fy (tegangan leleh baja) : 400 MPa
Ec : 4700√𝑓′𝑐
Lokasi Gedung : Kota Batu
Zona Gempa : Zona Gempa 4
Tinggi Bangunan : ± 28,88 m
Tinggi Tiap Lantai
Lantai 1-6 : masing-masing 3,42 m
Lantai 6-7 : 4,18 m
Lantai 7-8 : 3,60 m
Lantai 8- atap : 4,00 m
3.2 Prosedur Perencanaan
3.2.1 Pembebanan
Pembebanan yang diperhitungkan pada perencanaan pada Gedung Volendam
Holland Park Kota Batu secara garis besar adalah sebagai berikut:
1. Beban Mati
2. Beban Hidup
43
44
3. Beban Angin
4. Beban Gempa
Berdasarkan beban-beban tersebut di atas, maka harus mampu memikul semua
kombinasi pembebanan berikut ini:
1. 1,4 D
2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5( Lr atau R )
3. 1,2 D + 1,6 ( Lr atau R ) + (L atau 0,5W)
4. 1,2 D + 1,0 W + L + 0,5( Lr atau R )
5. 1,2 D + 1,0 E + L
6. 0,9 D + 1,0 W
7. 0,9 D + 1,0 E
Keterangan:
D : beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen
L : beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung
A : beban atap
R : beban hidup
W : beban angin
E : beban gempa
3.2.2 Desain penampang
Prinsip dasar yang digunakan untuk mendesain penampang pada Gedung Volendam
Holland Park Kota Batu adalah dengan menggunakan konsep beton bertulang dengan cor di
tempat.
Detail penampang yang akan digunakan pada balok adalah berupa beton pracetak
yang akan disambungkan dengan kolom dan pelat dengan menggunakan sambungan basah.
Setelah perencanaan awal dimensi, pada penampang balok harus dilakukan kontrol
dalam kondisi, yaitu kondisi sebelum komposit dan kondisi setelah komposit. Pada kondisi
sebelum komposit, pembebanan meliputi berat sendiri pelat, spesi, keramik, plafond,
instalasi, dinding dan beban guna (hidup). Setelah perencanaan awal dimensi, pada
penampang balok dan kolom harus dilakukan kontrol penampang.
45
3.2.3 Gambar struktur
Penggambaran dalam perencanaan dan perhitungan dalam gambar teknik ini
mrnggunakan program bantu AutoCAD 2013. Denah gedung sendiri saya tampilkan pada
lampiran. Untuk analisis struktur sendiri menggunakan software SAP2000 v18 dengan input
data yang telah diketahui.
Gambar 3.1 Denah tampak atas Gedung Volendam Holland Park Kota Batu
Sumber : Shop Drawing PT Surya Bangun Persada Indah
Gambar 3.2 Denah tampak samping Gedung Volendam Holland Park Kota Batu
Sumber : Shop Drawing PT Surya Bangun Persada Indah
D' C' B'E
-3.24
+0.18
+3.60
+7.78
+11.20
- 13.50
+3.58
+7.76
+0.16
-3.26
K21
K20 K20K20
K22 K22
LG. 3
LG. 2
LG. 1
LT. LOBBY
LT. 1
LT. 2
LT. MEZZ
K20
K19 K19
K19
K19
K18 K18K19 K19
K17 K17K18 K18
K16 K16K17 K17
K15 K15K16 K16
PC5 PC5S4 S4S6
S3
S3 S3
B14 B14B14
B14 B14B14
B14 B14B14
B14 B14B14
B14 B14B14
B14B14
B14
BK5B10
B14B13
B13 B13
B10
B13B19
B19
B19
B19
B19
B19
B13
B13 B13
B13
B13B13
B13 B13
B13B13
B13
B13
B13
B13
B13
B13
B13
B13
- 10.08
- 6.66
- 3.24
+ 0.18
+ 7.78
+11.38
B19
BK9
BK5
B14B14
B14
B16B19
B19
B19
B19
B19
B16
B19'
195550
250
50
+ 3.60
B19
-6.66-6.68
K11 K11K12
B14 B14B14
B19B13B13B13 B13
B19
B19
B19
B19
B19
B19
B19
B19
BK14
B18
B18
B17
BK3'
BK9
BK9
BK9
BK9
B19
BK9
- 13.50
+11.18
550
PC5
LG. 5
20
PC5
465280300
DETAIL PORTAL AS - 4'VOLENDAM & ROTTERDAM
46
3.2.4 Diagram Alir
Dalam pengerjaan tugas akhir ini akan membahas tentang sambungan balok-plat
dengan sistem pracetak. Dalam penghitungan dan pengecekan bahwa semua komponen
beton pracetak sudah aman atau belum harus sesuai dengan diagram alir seperti berikut :
SELESAI
Tidak
Ya
Data
Perencanaan
MULAI
Perencanaan Awal
Dimensi Balok dan Kolom
Pembebanan Pada
Struktur Balok-Kolom
Analisis Statika
Menggunakan SAP2000 v18
Gaya Dalam Aksial,
Geser dan Momen
Desan Balok Pracetak
Kontrol Desan :
Momen, Geser, Aksial
dan Lendutan
Gambar Detail Balok,
Kolom dan Sambungan
47
3.2.5 Langkah – langkah Pengerjaan Tugas Akhir
3.2.5.1 Umum
Struktur yang dianalisa terdiri atas 8 lantai. Sistem bangunan dianalisa dengan
menggunakan program struktur teknik sipil SAP2000 V18, untuk mengetahui gaya dalam
yang terjadi pada elemen struktur, kemudian pada langkah akhir dilakukan penggambaran
struktur dengan menggunakan autocad.
3.2.5.2 Penjelasan Struktur
Struktur dan komponen sambungan dan balok dengan pemotongan ¼ bentang
dianalisis hingga semua penampang mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat
perlu yang dihitung berdasarkan kombinasi beban dan gaya yang terfaktor yang sesuai
dengan peraturan.
3.2.5.3 Peraturan yang Digunakan
Peraturan yang dipakai di dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah :
1. SNI 7833-2012 Tata Cara Perancangan Beton Pracetak dan Beton Prategang Untuk
Bangunan Gedung
2. SNI-03-2847-2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung
3. SNI 03-1726-2002 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan
Gedung
4. SKSNI T-15-1991-03 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan
Gedung
5. Perencanaan Bangunan Indonesia 1971 (PBI 71)
6. Building Code Requirements for Structural Concrete and Commentary(ACI318M-
05)
7. PCI design Handbook : Precast and Prestressed Concrete-7th
8. PCI connection manual for precast and prestressed concrete construction
48
Halaman ini sengaja dikosongkan
49
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perencanaan Dimensi Struktur
4.1.1 Perencanaan Dimensi Balok
Ada beberapa macam dimensi balok yang direncanakan. Balok yang direncanakan
didasarkan pada arah bentang dan besar gaya dalam yang diterima pada balok tersebut.
Dimensi balok yang direncanakan adalah :
1. Profil 35 x 60 cm untuk balok
Gambar 4.1 Denah Balok Gedung Vollendam Holland Park Condotel Kota Batu
Sumber : Denah Redesign Penulis dari PT SBPI
4.1.2 Perencanaan Dimensi Kolom
Pada perencanaan ini dimensi kolom harus memiliki inersia yang lebih besar dari
balok, sehingga dimensi kolom direncanakan sebagai berikut.
1. Untuk Kolom 1 digunakan pada lantai 1 sampai dengan lantai 4 dengan profil beton
50 x 80 cm
2. Untuk Kolom 2 digunakan pada lantai 5 sampai dengan lantai 8 dengan profil beton
45 x 70 cm
B1 B1
B1
B1
B1
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B1
B1
B1 B1
B1 B1
B1
B1
B1 B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B1 B1 B1
B1
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
B2
49
50
Gambar 4.2 Denah Kolom 1 Gedung Vollendam Holland Park Condotel Kota Batu
Sumber : Denah Redesign Penulis dari PT SBPI
Gambar 4.3 Denah Kolom 2 Gedung Vollendam Holland Park Condotel Kota Batu
Sumber : Denah Redesign Penulis dari PT SBPI
4.1.3 Perencanaan Tebal Pelat
Sistem lantai yang digunakan adalah sistem diafragma (kaku).Tebal pelat yang
digunakan pada perencanaan gedung ini adalah 12 cm sesuai dengan keadaan existing
gedung tersebut.
4.2 Analisis Struktur
4.2.1 Kombinasi Pembebanan
Pembebanan yang diperhitungkan pada perencanaan pada Gedung Volendam
Holland Park Condotel Kota Batu secara garis besar adalah sebagai berikut:
1. Beban Mati
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K2
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
K1
51
2. Beban Hidup
3. Beban Gempa
Berdasarkan beban-beban tersebut di atas, maka beton bertulang Gedung Volendam
Holland Park Condotel Kota Batu harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan.
Berikut ini kombinasi pembebanan menurut SNI 03-1729-2002
1. 1,4 D
2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5( Lr atau R )
3. 1,2 D + 1,6 ( Lr atau R ) + (L atau 0,5W)
4. 1,2 D + 1,0 W + L + 0,5( Lr atau R )
5. 1,2 D + 1,0 E + L
6. 0,9 D + 1,0 W
7. 0,9 D + 1,0 E
Keterangan:
D : beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen
L : beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung
A : beban atap
R : beban hidup
W : beban angin
E : beban gempa
4.2.2 Analisis Pembebanan
4.2.2.1 Beban Mati
Sesuai dengan peraturan pembebanan Beton Bertulang Indonesia untuk Gedung
Tahun 1983 (PPIUG 1983), beban mati diatur sebagai berikut:
Berat sendiri baja = 7850 kg/m3
Berat isi.beton = 2400 kg/m3
Berat spesi per cm tebal = 21 kg/m3
Berat keramik = 24 kg/m3
Berat pasangan bara merah ½ batu 15 cm = 250 kg/m3
Berat eternity + penggantung langit-langit = 18 kg/m3
4.2.2.2 Beban Hidup
Sesuai dengan peraturan pembebanan Beton Bertulang Indonesia untuk Gedung
Tahun 1983 (PPIUG 1983), beban mati diatur sebagai berikut:
Lantai hotel = 250 kg/m3
Ruang alat-alat mesin dan gedung = 400 kg/m3
52
Tangga dan bordes gang = 300 kg/m3
4.2.2.3 Beban Pelat
Direncanakan:
Tebal pelat lantai = 12 cm
Tebal pelat atap = 10 cm
Tebal spesi = 3 cm
Tebal keramik = 1 cm
Beban hidup pelatl lantai (beban guna) = 250 kg/m2
Beban hidup pelat atap = 100 kg/m2
a. Beban pelat sebelum cor penuh
1. Beban mati pelat lantai dan pelat atap
berat sendiri = 1 selfweight pelat
2. Beban hidup pelat lantai dan atap
Diambil beban hidup dari komponen beban hidup yang ada dalam gedung ini
yaitu 100 kg/m2
b. Beban pelat setelah cor penuh
1. Beban mati pelat lantai dan pelat atap
berat sendiri = 1 selfweight pelat
berat spesi = 3 . 21 = 63 kg/m2
berat keramik = 1 . 24 = 24 kg/m2
plafond = 11 = 11 kg/m2
berat instalasi = 25 kg/m2
total berat = 123 kg/m2
2. Beban hidup pelat lantai (beban guna)
Diambil beban hidup dari komponen beban hidup yang ada dalam gedung ini
yaitu 250 kg/m2
3. Beban hidup pelat atap
Diambil beban hidup dari komponen beban hidup yang ada dalam gedung ini
yaitu 100 kg/m2
53
4.2.3 Analisis Beban Gempa
Pada perhitungan beban gempa pada gedung Gedung Volendam Holland Park
Condotel Kota Batu, perhitungan spektrum repons desain menggunakan program yang telah
disediakan PU:http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/.
Untuk mendapatkan data respons spektrum memasukan data koordinat lokasi
ataupun nama kota yang ditinjau, seperti berikut:
Gambar 4.4 Peta lokasi gedung Volendam Holland Park Condotel Kota Batu
Sumber : http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/.
Gambar 4.5 Respon spectral percepatan di permukaan
Sumber : http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/.
54
Data yang di peroleh berdasarkan program yang telah disediakan PU:
Tabel 4.1
Tabel Hasil Output variable respons spektrum
Variabel Nilai
PGA (g) 0,388
Ss (g) 0,761
S1 0,324
CRS 1,003
CR1 0,931
FPGA 1,112
FA 1,196
FV 1,753
PSA (g) 0,431
SMS (g) 0,910
SM1 (g) 0,567
SDS (g) 0,607
SD1 (g) 0,378
T0 (detik) 0,125
Ts (detik) 0,623
55
Koordinat Spektrum respons desain:
Tabel 4.2
Tabel koordinat spectrum respons desain
T (detik) SA (g)
T0 0,243
TS 0,607
TS+0 0,607
TS+0.1 0,523
TS+0.2 0,459
TS+0.3 0,409
TS+0.4 0,369
TS+0.5 0,337
TS+0.6 0,309
TS+0.7 0,286
TS+0.8 0,266
TS+0.9 0,248
TS+1 0,233
TS+1.1 0,219
TS+1.2 0,207
TS+1.3 0,197
TS+1.4 0,187
TS+1.5 0,178
TS+1.6 0,17
TS+1.7 0,163
TS+1.8 0,156
TS+1.9 0,15
TS+2 0,144
TS+2.1 0,139
TS+2.2 0,134
TS+2.3 0,129
TS+2.4 0,125
TS+2.5 0,121
TS+2.6 0,117
TS+2.7 0,114
TS+2.8 0,11
TS+2.9 0,107
TS+3 0,104
TS+3.1 0,102
TS+3.2 0,099
TS+3.3 0,096
4 0,095
56
Gambar 4.6 Respons spektrum desain
Sumber : http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/.
4.3 Pemodelan pada SAP2000 v18
Ada beberapa tahapan yang dilakukan untuk membuat pemodelan struktur pada
software SAP2000 v18. Berikut adalah beberapa tahapan dan input yang dimasukkan pada
software SAP2000 v18:
a. Grid System
Grid system adalah untuk memuat informasi tentang letak koordinat titik-titik pada
struktur dalam sumbu x, y dan z.
b. Define → Materials
Memuat informasi tentang data material atau mutu bahan yang akan gunakan dalam
pemodelan struktur.
c. Define → Section Properties
Memuat informasi tentang data dimensi balok, kolom dan pelat. Juga data-data dari
elemen struktur batang tiga dimensi pada struktur yang dianalisis melalui property, dan
momen inersia dari setiap elemen.
d. Function → Respons Spektrum
Memuat tentang data respons spektrum yang akan bekerja sebagai beben gempa
pada pemodelan struktur.
e. Define → Load Patterns
Memuat informasi tentang data-data dari elemen batang tida dimensi pada struktur
yang dianalisis meliputi beban yang bekerja pada elemen. Beban yang bekerja dari
analisis struktur yang dilakukan antara lain sebagai berikut:
57
Dead load
Live load
Quake
Other
f. Define → Load Combination
Memuat informasi mengenai kombinasi pembebanan yang digunakan pada analisis
struktur utama.
g. Analyze → Run Analyze
Memuat informasi untuk mendapatkan hasil dari data input yang telah dimasukkan.
h. Display → Show Tables
Memuat Tabel lengkap dari besaran momen, gaya lintang maupun gaya normal pada
elemen setelah dianalisis
4.4 Perencanaan dan Analisis Kekuatan Balok
Berikut adalah hasil analisis struktur balok gedung Volendam Holland Park Condotel
Kota Batu dengan menggunakan software SAP2000 v18. Untuk tabel yang lebih lengkap,
akan ditampilkan pada lampiran. Dari tabel tersebut, maka didapatkan momen maksimum
terjadi pada balok nomor 526 (lihat kolom M3) dengan momen tumpuan terjadi sebesar -
27242,74 kg m dan momen lapangan sebesar 18788,13 kg m
58
Tabel 4.3
Tabel Hasil Output Analisis Struktur Balok Pada Gedung Volendam Holland Park
Condotel Kota Batu
Gambar 4.7 Pemodelan analisis struktur balok pada Gedung Volendam Holland Park
Condotel Kota Batu
Sumber : Hasil Analisis SAP200 v18 oleh Penulis
TABLE: Element Forces - Frames
Frame Station OutputCase CaseType StepType P V2 V3 T M2 M3 FrameElemElemStation
Text m Text Text Text Kgf Kgf Kgf Kgf-m Kgf-m Kgf-m Text m
525 4.52857 1.2D+1L+1Q Combination Min -18.717 -5812.4 -15.6 48.31 -11.81 -15873 525-2 2.30357
525 4.98929 1.2D+1L+1Q Combination Min -18.717 -5533.76 -15.6 48.31 -12.24 -20836.7 525-2 2.76429
525 5.45 1.2D+1L+1Q Combination Min -18.717 -5255.12 -15.6 48.31 -15.98 -25928.8 525-2 3.225
526 0 1.2D+1L+1Q Combination Max 24 5333.05 45.74 -196.81 121.06 20654.3 526-1 0
526 0.445 1.2D+1L+1Q Combination Max 24 5602.18 45.74 -196.81 100.73 18221.23 526-1 0.445
526 0.89 1.2D+1L+1Q Combination Max 24 5871.32 45.74 -196.81 80.41 15668.42 526-1 0.89
526 1.335 1.2D+1L+1Q Combination Max 24 6140.46 45.74 -196.81 60.12 12995.86 526-1 1.335
526 1.78 1.2D+1L+1Q Combination Max 24 6409.59 45.74 -196.81 39.89 10203.6 526-1 1.78
526 2.225 1.2D+1L+1Q Combination Max 24 6678.73 45.74 -196.81 19.89 7291.79 526-1 2.225
526 2.225 1.2D+1L+1Q Combination Max 29.118 9722.53 11.32 391.05 35.46 7257.77 526-2 0
526 2.68571 1.2D+1L+1Q Combination Max 29.118 10001.17 11.32 391.05 30.44 2716.08 526-2 0.46071
526 3.14643 1.2D+1L+1Q Combination Max 29.118 10279.81 11.32 391.05 25.51 5246.93 526-2 0.92143
526 3.60714 1.2D+1L+1Q Combination Max 29.118 10558.45 11.32 391.05 20.73 8429.52 526-2 1.38214
526 4.06786 1.2D+1L+1Q Combination Max 29.118 10837.09 11.32 391.05 16.24 11483.82 526-2 1.84286
526 4.52857 1.2D+1L+1Q Combination Max 29.118 11115.73 11.32 391.05 12.43 14409.77 526-2 2.30357
526 4.98929 1.2D+1L+1Q Combination Max 29.118 11394.37 11.32 391.05 10.32 17207.34 526-2 2.76429
526 5.45 1.2D+1L+1Q Combination Max 29.118 11673.01 11.32 391.05 11.52 19876.55 526-2 3.225
526 0 1.2D+1L+1Q Combination Min -18.582 -11864.6 -40.79 -600.45 -109.69 -26442.5 526-1 0
526 0.445 1.2D+1L+1Q Combination Min -18.582 -11595.5 -40.79 -600.45 -91.57 -21222.7 526-1 0.445
526 0.89 1.2D+1L+1Q Combination Min -18.582 -11326.3 -40.79 -600.45 -73.45 -16122.6 526-1 0.89
526 1.335 1.2D+1L+1Q Combination Min -18.582 -11057.2 -40.79 -600.45 -55.36 -11142.4 526-1 1.335
526 1.78 1.2D+1L+1Q Combination Min -18.582 -10788.1 -40.79 -600.45 -37.33 -6281.91 526-1 1.78
526 2.225 1.2D+1L+1Q Combination Min -18.582 -10518.9 -40.79 -600.45 -19.54 -1541.45 526-1 2.225
526 2.225 1.2D+1L+1Q Combination Min -31.168 -7604.8 -14.78 26.47 -43.61 -1504 526-2 0
526 2.68571 1.2D+1L+1Q Combination Min -31.168 -7326.16 -14.78 26.47 -37 1933.65 526-2 0.46071
526 3.14643 1.2D+1L+1Q Combination Min -31.168 -7047.52 -14.78 26.47 -30.48 -1957.99 526-2 0.92143
526 3.60714 1.2D+1L+1Q Combination Min -31.168 -6768.88 -14.78 26.47 -24.11 -6758.11 526-2 1.38214
526 4.06786 1.2D+1L+1Q Combination Min -31.168 -6490.24 -14.78 26.47 -18.03 -11686.7 526-2 1.84286
526 4.52857 1.2D+1L+1Q Combination Min -31.168 -6211.6 -14.78 26.47 -12.62 -16743.7 526-2 2.30357
526 4.98929 1.2D+1L+1Q Combination Min -31.168 -5932.96 -14.78 26.47 -8.92 -21929 526-2 2.76429
526 5.45 1.2D+1L+1Q Combination Min -31.168 -5654.32 -14.78 26.47 -8.54 -27242.7 526-2 3.225
527 0 1.2D+1L+1Q Combination Max 52.937 4593.8 22.21 -214.66 112.87 18642.4 527-1 0
527 0.445 1.2D+1L+1Q Combination Max 52.937 4862.94 22.21 -214.66 103.07 16538.29 527-1 0.445
527 0.89 1.2D+1L+1Q Combination Max 52.937 5132.07 22.21 -214.66 93.28 14314.43 527-1 0.89
527 1.335 1.2D+1L+1Q Combination Max 52.937 5401.21 22.21 -214.66 83.54 11970.82 527-1 1.335
59
4.4.1 Penulangan Utama
Momen-momen maksimum didapatkan dari kombinasi beban
MU Tump = -27242,74 kg m
MU Lap = 18788,13 kg m
f’c = 30 MPa
fy = 390 MPa
Dimensi balok = 350 x 600 mm
Selimut beton = 40 mm
Bentang balok = 5450 mm
Analisa Tulangan :
- Cek perilaku balok apakah balok berperilaku sebagai balok T murni atau T persegi
(Istimawan 79)
MR (momen tahanan ) = × 0,85 × fc’× be × hf × (d - hf / 2)
Keterangan :
Jika MR > Mu, maka tinggi a sebenarnya adalah < hf dan flens mampu
menahan tekan seluruhnya. Ini berarti balok berperilaku sebagai balok T
persegi.
Jika MR > Mu, maka tinggi a sebenarnya adalah > hf dan flens tidak mampu
menahan tekan seluruhnya. Ini berarti balok berperilaku sebagai balok T murni.
Perhitungan lebar efektif (be) :
Berdasarkan SK SNI 03-2847-2002 pasal 10.10 :
Lebar efektif balok T tidak lebih besar dan diambil nilai terkecil dari :
bw + 1/12 × bentang balok = 350 + (1/12 × 5450) = 804,167 mm
bw + 6 × hf = 350 + (6 × 120) = 1070 mm
bw + ½ jarak bersih anta balok = 350 + (0,5 x (5450-350) = 2925 mm
Maka diambil lebar efektif ( be ) yang terkecil yaitu = 804,167 mm ≈ 805 mm
Keterangan :
Untuk perhitungan analisa tulangan digunakan :
- be = bw = 350 mm jika balok berperilaku sebagai balok T- persegi
- be = 805 mm jika balok berperilaku sebagai balok T- murni
60
70,00
12,0
028,0
0
25,00
Gambar 4.8 Gambar balok T
Sumber : Gambar penulis
Tinggi efektif balok :
d = 600 - 40
= 560 mm
Analisa Tulangan Tumpuan
Nilai Mu diambil yang terbesar antara momen tumpuan positif dan negative.
Mu = -27242,74 kgm
min =fy
4,1 = 00358,0390
4,1
max = 0,75 b
= fyfy
cf
600
600)'85,0(75,0 1
= 390600
600
390
)3085,085,0(75,0
= 0,02526
Rn = 2db
M
e
u
= 2
2
56308,0
10 27242,74
= 36,196 kg/cm2 = 3,6196 MPa
m = '85,0 fc
fy
= 2941,153085,0
390
=
fy
Rm
m
n211
1
61
=
390
6196,32941,15211
2941,15
1
= 0,01
min < < max ,dipakai =0,01
As = max be d = 0,01 x 350 x 560 = 1960 mm2
As’= 0,5 × 𝐴𝑠 = 0,5 × 1960 = 980 mm2
Dari nilai As dan As’ yang diperoleh maka dapat ditentukan jumlah tulangan atas dan
tulangan bawah yang diperoleh dari tabel tulangan :
Tulangan tarik : 7 D19 (2010 mm2 /m )
Tulangan tekan : 5 D16 (993 mm2 /m )
Gambar penulangan
Kontrol Momen Kapasitas Penampang (momen tumpuan)
Diketahui :
~Tulangan tarik = 7 D19 (2010 mm2 /m )
~Tulangan tekan = 5 D16 (993 mm2 /m )
~ f’c = 30 Mpa
~ fy = 390 Mpa
~ εs = 0,003
~ Es = 2.105 MPa
~ Ukuran Balok = 35/60 cm
~ d = 560 mm
~ d’ = 40 mm
Perhitungan :
Asumsi : (Tulangan Lemah)
Tulangan tarik (As) sudah leleh fs ≥ fy
Tulangan tekan (As’) sudah leleh fs’ ≥ fy
T = As x fy = 2010 x 390 = 783900 N
Cs = As’ x fy = 993 x 390 = 387270 N
Cc = 0,85 f’c x be x a = 0,85 x 30 x 350 x a = 8925 a
Kesetimbangan gaya :
Cc + Cs = T
62
8925 a + 387270 = 783900
a = 44,44 mm
c = mma
282,5285,0
44,44
> d’
Gambar 4.9 Gambar diagram regangan – tegangan balok tumpuan
Sumber : Gambar penulis
Kontrol Tegangan :
Tulangan Tarik
fs = εs x Es
= 0,003 x
c
cd x 2 x 105
= 0,003 x
282,52
282,52560x 2 x 105
= 5826,686 MPa > fy = 390MPa (sesuai asumsi)
Tulangan Tekan
Fs’ = εs’ x Es
= 0,003 x
c
dc ' x 2 x 105
= 0,003 x
282,52
40282,52x 2 x 105
= 429,38 MPa > fy = 390 MPa (sesuai asumsi)
Mn = Cc (d – a/2)+ Cs.(d-d’)
= 0.85 x f’c x b x a (d – a/2) + As’ f’s (d-d’)
= 0.85 x 30 x 350 x 44,44 x (560 – 44,44/2) + 993 x 429,38 (560 - 40)
= 432110116,1 Nmm
= 43211,01161 x 0,8 kgm
= 34568,809 kgm > Mu = 27242,74 kg m.............….OK!!!
c
s'
s
CsCc
T
C aAs'
As
Gambar diagram Regangan - Tegangan
d'
63
Analisa Tulangan Lapangan
MU Lapangan = 18788,13 kg m
MR (momen tahanan ) = × 0,85 × fc’× be × hf × (d - hf / 2)
= 0,8 x 0,85 x 30 x 805 x 120 x (560 - 120/2)
= 985320000 N mm
= 98532 kg m > 18788,13 kg m
MR > Mulap → T-Persegi
min =fy
4,1 = 0035,0390
4,1
max = 0,75 b
= fyfy
cf
600
600)'85,0(75,0 1
= 390600
600
390
)3085,085,0(75,0
= 0,0252
Rn = 2db
M
e
u
= 2
2
56358,0
10 18788,13
= 9,3 kg/cm2 = 0,93 MPa
m = '85,0 fc
fy
= 294,153085,0
390
=
fy
Rm
mn2
111
=
390
93,0294,15211
294,15
1
= 0,0024
min > , dipakai min
As = be d = 0.0035 x 350 x 560 = 686 mm2
As’= 0,2 × 𝐴𝑠 = 0,2 × 686 = 137,2 mm2
Dari nilai As dan As’ yang diperoleh maka dapat ditentukan jumlah tulangan atas dan
tulangan bawah yang diperoleh dari table tulangan :
64
Tulangan tarik : 6 D13 (760 mm2 / m )
Tulangan tekan : 2 D10 (143 mm2 /m )
Gambar Penulangan
Kontrol Momen Kapasitas Penampang (momen tumpuan)
Diketahui :
~ Tulangan tarik = 6 D13 (760 mm2 / m )
~ Tulangan tekan = 2 D10 (143 mm2 /m )
~ f’c = 30 Mpa
~ fy = 390 Mpa
~ εs = 0,003
~ Es = 2.105 MPa
~ Ukuran Balok = 35/60 cm
~ d = 560 mm
~ d’ = 40 mm
Perhitungan :
Asumsi : (Tulangan Lemah)
Tulangan tarik (As) sudah leleh fs ≥ fy
Tulangan tekan (As’) sudah leleh fs’ ≥ fy
T = As x fy = 760 x 390 = 296400 N
Cs = As’ x fy = 143 x 390 = 55770 N
Cc = 0,85 f’c x be x a = 0,85 x 30 x 350 x a = 8925 a
65
Gambar 4.10 Gambar diagram regangan – tegangan balok lapangan
Sumber : https://sanggapramana.wordpress.com/category/perhitungan-balok/
Kesetimbangan gaya :
Cc + Cs = T
8925 a + 55770 = 296400
a = 26,96 mm
c = mma
719,3185,0
26,96
< d’
Kontrol Tegangan :
Tulangan Tarik
fs = εs x Es
= 0,003 x
c
cd x 2 x 105
= 0,003 x
719,31
719,31560x 2 x 105
= 9993,01 MPa > fy = 390 MPa (sesuai asumsi)
Tulangan Tekan
Fs’ = εs’ x Es
= 0,003 x
c
cd ' x 2 x 105
66
= 0,003 x
719,31
719,3140x 2 x 105
= 403,5 MPa < fy = 390 MPa (sesuai asumsi)
Mn = Cc (d – a/2)
= 0.85 x f’c x b x a (d – a/2)
= 0.85 x 30 x 805 x 26,96 x (560 – 26,96/2)
= 302455863,5 Nmm
Mn x Ø ≥ Mu
30245,58635 kgm x 0,8 ≥ 18788,13 kgm
24196,469 kgm ≥ 18788,13 kgm
………….OK!!!
4.4.2 Penulangan Geser Balok
Berikut adalah hasil analisis struktur balok gedung Volendam Holland Park
Condotel Kota Batu dengan menggunakan software SAP2000 v18. Untuk tabel yang lebih
lengkap, akan ditampilkan pada lampiran. Dari tabel tersebut, maka didapatkan momen
maksimum terjadi pada balok nomor 2102 (lihat kolom V2) dengan 20103,9 kg
Tabel 4.4
Tabel Hasil Output Analisis Struktur Balok Pada Gedung Volendam Holland Park Condotel
Kota Batu
TABLE: Element Forces - Frames
Frame Station OutputCase CaseType StepType P V2 V3 T M2 M3 FrameElemElemStation
Text m Text Text Text Kgf Kgf Kgf Kgf-m Kgf-m Kgf-m Text m
2086 0 1.2D+1L+1Q Combination Min -414.901 1570.3 -295.46 160.14 -226.93 1051.07 2086-1 0
2086 0.43333 1.2D+1L+1Q Combination Min -414.901 2276.98 -295.46 160.14 -99.5 215.72 2086-1 0.43333
2086 0.86667 1.2D+1L+1Q Combination Min -414.901 2983.66 -295.46 160.14 1.19 -926.98 2086-1 0.86667
2086 1.3 1.2D+1L+1Q Combination Min -414.901 3690.34 -295.46 160.14 73.66 -2378.19 2086-1 1.3
2101 0.25 1.2D+1L+1Q Combination Max -502.461 16200.71 63.97 229.22 69.69 12028.36 2101-1 0.25
2101 0.75 1.2D+1L+1Q Combination Max -502.461 17016.11 63.97 229.22 43.1 3724.16 2101-1 0.75
2101 1.25 1.2D+1L+1Q Combination Max -502.461 17831.51 63.97 229.22 34.99 3785.77 2101-1 1.25
2101 1.75 1.2D+1L+1Q Combination Max -502.461 18646.91 63.97 229.22 92.19 12286.11 2101-1 1.75
2101 0.25 1.2D+1L+1Q Combination Min -773.25 -19039.2 -190.15 -22.92 -215.32 -14438 2101-1 0.25
2101 0.75 1.2D+1L+1Q Combination Min -773.25 -18223.8 -190.15 -22.92 -125.64 -5122.28 2101-1 0.75
2101 1.25 1.2D+1L+1Q Combination Min -773.25 -17408.4 -190.15 -22.92 -54.44 -4987.75 2101-1 1.25
2101 1.75 1.2D+1L+1Q Combination Min -773.25 -16593 -190.15 -22.92 -48.56 -14107.4 2101-1 1.75
2102 0.25 1.2D+1L+1Q Combination Max -441.421 15702.09 78.41 227.73 93.24 11742.44 2102-1 0.25
2102 0.75 1.2D+1L+1Q Combination Max -441.421 16517.49 78.41 227.73 59.01 3687.55 2102-1 0.75
2102 1.25 1.2D+1L+1Q Combination Max -441.421 17332.89 78.41 227.73 36.99 4088.4 2102-1 1.25
2102 1.75 1.2D+1L+1Q Combination Max -441.421 18148.29 78.41 227.73 64.85 13121.1 2102-1 1.75
2102 0.25 1.2D+1L+1Q Combination Min -727.864 -20103.9 -160.28 -73.65 -206.62 -15200.1 2102-1 0.25
2102 0.75 1.2D+1L+1Q Combination Min -727.864 -19288.5 -160.28 -73.65 -131.46 -5352.01 2102-1 0.75
2102 1.25 1.2D+1L+1Q Combination Min -727.864 -18473.1 -160.28 -73.65 -68.5 -4775.06 2102-1 1.25
2102 1.75 1.2D+1L+1Q Combination Min -727.864 -17657.7 -160.28 -73.65 -55.43 -13645.4 2102-1 1.75
2103 0.25 1.2D+1L+1Q Combination Max -462.275 12877.75 73.75 220.08 90.16 9613.37 2103-1 0.25
2103 0.75 1.2D+1L+1Q Combination Max -462.275 13693.15 73.75 220.08 57.57 2970.65 2103-1 0.75
2103 1.25 1.2D+1L+1Q Combination Max -462.275 14508.55 73.75 220.08 35.12 3651.59 2103-1 1.25
2103 1.75 1.2D+1L+1Q Combination Max -462.275 15323.95 73.75 220.08 58.02 11847.85 2103-1 1.75
67
Gambar 4.11 Pemodelan analisis struktur balok pada Gedung Volendam Holland Park
Condotel Kota Batu
Sumber : Pemodelan oleh Penulis
Geser
Vu maksimum = 20103,9 kg
Pemeriksaan kebutuhan tulangan geser
Syarat kebutuhan tulangan geser :
Vn > Vc
Didapat :
kgNxxxdbwfcVc 27,17892702,178922560350.30..'. 61
61
= 0,6 ( Faktor reduksi untuk geser )
kgVu
Vn 5,335066,0
9,20103
Vn = 33506,5 kg > Vc = 17892,27 kg Perlu Tulangan Geser
Vs = Vn – Vc = 33506,5 – 17892,27
= 15614,23 kg
Sengkang yang digunakan adalah ø8 = 4,01 cm2
Maka ditentukan s = 20 cm dan L = 200 cm
Vsa = (Av.fy.d)/ s
= (4,01 x 3900 x 60)/20
= 46917 kg > Vs = 15614,23 kg.........................OK!!
Maka digunakan sengkang ø8-200.
68
Karena dalam sistem struktur yang digunakan adalah analisis portal maka tidak terdapat
puntir/torsi yang terjadi pada balok. Maka analisis torsi tidak dihitung.
4.5 Perencanaan Dan Analisis Kekuatan Kolom
Berikut adalah hasil analisis struktur kolom gedung Volendam Holland Park
Condotel Kota Batu dengan menggunakan software SAP2000 v18. Untuk tabel yang lebih
lengkap, akan ditampilkan pada lampiran. Dari tabel tersebut, maka didapatkan momen
maksimum terjadi pada kolom nomor 806 (lihat kolom M2) dengan Ma terjadi sebesar -
28862.19 kgm dan Mb sebesar 28409.07 kgm
Tabel 4.5
Tabel Hasil Output Analisis Struktur Kolom Pada Gedung Volendam Holland Park
Condotel Kota Batu
TABLE: Element Forces - Frames
Frame Station OutputCase CaseType StepType P V2 V3 T M2 M3 FrameElemElemStation
Text m Text Text Text Kgf Kgf Kgf Kgf-m Kgf-m Kgf-m Text m
798 0 1.2D+1L+1Q CombinationMax -27433.8 3551.77 3918.63 315.35 5907.88 5990.06 798-1 0
798 1.8 1.2D+1L+1Q CombinationMax -25800.9 3551.77 3918.63 315.35 1159.03 770.91 798-1 1.8
798 3.6 1.2D+1L+1Q CombinationMax -24167.9 3551.77 3918.63 315.35 7111.56 -3082.23 798-1 3.6
798 0 1.2D+1L+1Q CombinationMin -37886.3 2098.92 -3327.52 -187.85 -4883.48 4344.79 798-1 0
798 1.8 1.2D+1L+1Q CombinationMin -36253.4 2098.92 -3327.52 -187.85 -1198.61 -607.29 798-1 1.8
798 3.6 1.2D+1L+1Q CombinationMin -34620.4 2098.92 -3327.52 -187.85 -8215.12 -6925.39 798-1 3.6
806 0 1.2D+1L+1Q CombinationMax -123127 3561.65 12836.58 699 28409.07 8691.72 806-1 0
806 1.71 1.2D+1L+1Q CombinationMax -121157 3561.65 12836.58 699 6462.05 2762.01 806-1 1.71
806 3.42 1.2D+1L+1Q CombinationMax -119187 3561.65 12836.58 699 18188.78 -422.74 806-1 3.42
806 0 1.2D+1L+1Q CombinationMin -183572 -1637.95 -13756.9 -665.07 -28862.2 -6725.42 806-1 0
806 1.71 1.2D+1L+1Q CombinationMin -181603 -1637.95 -13756.9 -665.07 -5341.48 -4085.24 806-1 1.71
806 3.42 1.2D+1L+1Q CombinationMin -179633 -1637.95 -13756.9 -665.07 -15494.5 -4190.01 806-1 3.42
807 0 1.2D+1L+1Q CombinationMax -110403 4152.75 13918.09 762.52 24735.85 7715.85 807-1 0
807 1.71 1.2D+1L+1Q CombinationMax -108433 4152.75 13918.09 762.52 1012.13 695.98 807-1 1.71
807 3.42 1.2D+1L+1Q CombinationMax -106463 4152.75 13918.09 762.52 25214.41 365.56 807-1 3.42
807 0 1.2D+1L+1Q CombinationMin -158426 -614.76 -15189.7 -667.11 -26739.9 -1770.5 807-1 0
807 1.71 1.2D+1L+1Q CombinationMin -156456 -614.76 -15189.7 -667.11 -841.76 -800.6 807-1 1.71
807 3.42 1.2D+1L+1Q CombinationMin -154486 -614.76 -15189.7 -667.11 -22869.7 -6520.14 807-1 3.42
69
Gambar 4.12 Pemodelan analisis struktur kolom pada Gedung Volendam Holland Park
Condotel Kota Batu
Sumber : Pemodelan oleh Penulis
Jadi dari analisis pembebanan diatas dapat diambil gaya dalam maksimum untuk dijadikan
sebagai gaya maksimum yang akan di pikul oleh kolom dalam perencanaan :
Data kolom:
b = 50 cm
h = 80 cm
d’ = 4 cm
d = 46 cm
L = 342 cm
P = 123127.22 kg
MA = 28862.19 kgm
MB = 28409.07 kgm
MB (beban mati)= 893.79kgm
Data balok:
b = 35 cm
h = 60 cm
d’ = 4 cm
d = 56 cm
70
L = 545 cm
MD = 2521.01 kgm
ML = 538.46 kgm
Vu = 12836,58 kg
f'c = 30 MPa
fy = 390 MPa
Ec = 4700 √f’c = 4700 √30
= 25743 MPa
Menghitung kekakuan kolom
𝐼𝑔𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 =1
12𝑏 𝑥 ℎ3
𝐼𝑔𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 =1
12𝑥 50 𝑥 803
𝐼𝑔𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 = 2133333 𝑐𝑚4
𝛽𝐷 =𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑡𝑖 𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎
𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎
𝛽𝐷 =1.4 𝑥 893,79
2186,822
𝛽𝐷 =1103,21
28409,07
𝛽𝐷 = 0.044 < 1
𝐸𝐼𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 =
𝐸𝑐 𝑥 𝐼𝑔2.5
1 + 𝛽𝐷=
25743 𝑥 21333332.5
1 + 0.044= 21040572890 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
Menghitung kekakuan balok
𝐼𝑔𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 =1
12𝑏 𝑥 ℎ3
𝐼𝑔𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 =1
12𝑥 35 𝑥 603
𝐼𝑔𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 = 630000 𝑐𝑚4
𝛽𝐷 =𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑡𝑖 𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎
𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎
71
𝛽𝐷 =1.4 𝑥 2521,01
1.2 (2521,01) + 1.6(538,46)
𝛽𝐷 =3529
3887
𝛽𝐷 = 0.908 < 1
𝐸𝐼𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 =
𝐸𝑐 𝑥 𝐼𝑔2.5
1 + 𝛽𝐷=
25743 𝑥 6300002.5
1 + 0,908= 3399900456 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
Perhitungan G
𝐺𝑎𝑡𝑎𝑠 =∑
𝐸𝐼𝐿𝑘
∑𝐸𝐼𝐿𝑏
=
21040572890342 +
21040572890342
265721738375
𝛹 =∑
𝐸𝐼𝐿𝑘
∑𝐸𝐼𝐿𝑏
=14027045,9
6238349
𝛹 = = 22,49
𝐺𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ = 0 (Jepit)
Gambar 4.13 Tabel nomogram kekakuan
Berdasarkan nomogram faktor panjang efektif, diperoleh k= 1,9
Cek kelangsingan kolom
kLu= k . Lk
= 1.9 x 342
72
= 649,8 cm
r = 0.3 x h
= 0.3 x 80
= 24 cm
𝑘𝐿𝑢
𝑟=
649,8
24= 27,075
27,075 > 22 kolom langsing
Pembesaran Momen
𝑃𝑐 =𝜋2 × 𝐸𝐼𝑘
(𝑘𝐿𝑢)2
𝑃𝑐 =𝜋2 × 21040572890
(649,8)2
𝑃𝑐 = 492207 𝑘𝑔
𝛿𝑠 =1
1 −𝑃𝑢
0,65 × 𝑃𝑐
𝛿𝑠 =1
1 −123127,22
0,65 × 492207
𝛿𝑠 = 1,626 > 1 OKE
𝑀𝑐 = 𝛿𝑠 × 𝑀𝑢
𝑀𝑐 = 1,626 × 28862,19
𝑀𝑐 = 46919,068 kgm
Penulangan kolom
Rasio Tulangan : Ast = 1%
Karena asumsi pembebanan sentris, serta adanya momen dan gaya aksial yang
dominan, maka tulangan kolom 2 sisi
As = As’ = 1%
As = As’ = 0,01 x 50 x 76 = 38 cm2
Dicoba 2 sisi utama:
Tulangan tarik = 4-D35 As = 38,3 cm2
Tulangan tekan = 4-D35 As = 38,3 cm2
73
Untuk 2 sisi lainnya, ditentukan tulangan bagi sebesar 50% dari tulangan utama
Maka ditentukan tulangan 2-D35 untuk sisi panjang.
Cek keadaan imbang
ε𝑦 =𝑓𝑦
𝐸=
3900
2 𝑥 106= 0.00195
𝐶𝑏 =휀𝑐 𝑥 𝑑
휀𝑐 + 휀𝑦=
0.003 𝑥 760
0.003 + 0.00195= 46,06 𝑐𝑚
휀𝑠′ =
휀𝑐(𝐶𝑏 − 𝑑′)
𝐶𝑏=
0.003 (46,06 − 4)
46,06= 0.002739
ε𝑦 < 휀𝑠′ tulangan tekan sudah meleleh
fs' = fy = 3900 kg/cm2
ab = 0.85 x cb
= 0.85 x 46,06
= 39,15 cm
𝑃𝑛𝑏 = 0.85 𝑥 𝑓′𝑐 𝑥 𝑎𝑏 𝑥 𝑏
𝑃𝑛𝑏 = 0.85 𝑥 300kg
cm2𝑥 39,15 𝑐𝑚 𝑥 50 𝑐𝑚
𝑃𝑛𝑏 = 499181,8182 𝑘𝑔
𝜙 𝑃𝑛𝑏 = 0.65 𝑥 499181,8182 = 324468,1818 𝑘𝑔 > 𝑃𝑢 = 123127,22 𝑘𝑔 → 𝑂𝐾!
Cek penampang kolom
𝑒 =𝑀𝑢
𝑃𝑢=
4691906,814
123127,22= 38,106 𝑐𝑚
𝑒′ = 𝑒 + (𝑑 −ℎ
2) = 38,106 + (76 −
80
2) = 74,106 𝑐𝑚
1 −𝑒′
𝑑= 1 −
74,106
76= −0.025
1 −𝑑′
𝑑= 1 −
4
76= 0,947
𝑚 =𝑓𝑦
0.85 𝑥 𝑓′𝑐=
3900
0.85 𝑥 300= 15,294
𝜌 = 𝜌′ =𝐴𝑠
𝑏 𝑥 𝑑=
38,3
50 𝑥 76= 0.010
74
𝑃𝑛 = 0.85 𝑥 𝑓′𝑐 𝑥 𝑏 𝑥 𝑑 [(1 −𝑒′
𝑑) + √(1 −
𝑒′
𝑑)
2
+ 2 𝑥 𝑚 𝑥 𝜌 (1 −𝑑′
𝑑)]
𝑃𝑛 = 0.85 𝑥 300 𝑥 50 𝑥 76 [0,025 + √0,0252 + 2 𝑥 15,294 𝑥 0.010 (0.947)]
𝑃𝑛 = 484888 𝑘𝑔
𝜙 𝑃𝑛 = 0.65 𝑥 484888 = 315177 𝑘𝑔 > 𝑃𝑢 = 123127,22 𝑘𝑔 → 𝑂𝐾!
Tulangan Geser
Vu = 12836,58 kg
𝑉𝑐 =1
6√𝑓′𝑐 × 𝑏 × 𝑑
𝑉𝑐 =1
6√30 × 500 × 760
𝑉𝑐 = 346890,95 𝑁 = 2 = 34689,095 𝑘𝑔
𝑉𝑛 =12836,58
0,6= 21394,3 𝑘𝑔 < 𝑉𝑐 = 34689,095 𝑘𝑔 tulangan geser praktis
Digunakan sengkang lateral ø8-200
4.6 Pelaksanaan dan Perhitungan Balok Pracetak
Dari perencanaan awal balok dan kolom serta analisis kekuatannya, maka balok
induk direncanakan memiliki dimensi 350x600 mm. Dalam pelaksanaannya, dibagi menjadi
2 tahap, yaitu:
1. Tahap sebelum cor penuh, dengan dimensi balok pracetak 350 x 400 mm
2. Tahap setelah cor penuh, dengan dimensi balok sesuai perencanaan awal, yaitu 350
x 600 mm
4.6.1 Balok pracetak sebelum cor penuh
Saat pemasangan elemen pracetak ini, balok pracetak sebelum cor penuh mengalami
kondisi pembebanan sebagai berikut :
1. Berat sendiri balok pracetak, termasuk beton tuang diatasnya (topping)
2. Beban akibat pelat pracetak yang menumpu pada balok, termasuk beton tuang di
atasnya (topping)
Balok dimodelkan menumpu pada kedua ujung bentang kolom
75
Gambar 4.14 Gambar denah balok induk
Sumber : Potongan Shop Drawing Proyek Holland Park
Beban yang bekerja pada balok induk
1. Berat balok (berat sendiri)
qbi = 2,4*0,35*0,6 = 0,504 t/m
2. Berat pelat pracetak dan berat diatasnya
Qpelat = 0,9*2,4*0,12*0,5*5,45 = 0,7062 t/m
qd = 1,21032 t/m
Momen maksimal yang terjadi pada balok induk saat pemasangan dengan bentang
L = 5,45 m
Mmax = 1/8*qd*L2
= 1/8*1,21032 *5,452
= 4,493691 tm
Mu = 44936912 Nmm
5,45
280
76
Gambar 4.15 Gambar balok induk tampak samping sebelum cor penuh
Sumber : Gambar AutoCAD oleh Penulis
Asumsi tulangan lentur balok induk
6D – 13 maka menggunakan Astot = 760 mm2
T = C
As*fy = f’c*0,5*b*y
760*390 = 30*0,5*350*y
Jadi nilai y = 56,457 mm
Mn = T*(d - y/2), untuk mendapatkan nilai d (tebal efektif minimum)
44936912 = 296400*(d – 56,457
3)
maka didapan nilai dmin = 179 mm
hba’ = hba – hpelat = 600 – (120+80) = 400 mm
cek tebal efektif balok induk:
d = 400 – 40 – 8 – 0,5*13 = 425,5 mm > dmin . . . OK!
Analisa dan desain penampang balok induk pracetak dengan dimensi 350x400 mm
Asumsi tulangan lentur balok 6D – 13 maka menggunakan Astot = 760 mm2
Tulangan tekan minimal 20% dari tulangan utama, didapatkan 2D-13, fungsi tulangan tekan
atas ini untuk mengantisipasi terjadinya tarik pada serat atas.
Kapasitas momen penampang (Mn)
Mn = T*(d – y/3)
= 296400*(425,5 – 56,457
3)
= 117751251.4 Nmm
77
Mn > Mu . . . OK!
Cek lendutan (mm)
δ = 5∗𝑞𝑑∗𝐿∗𝐿∗𝐿∗𝐿
384∗𝐸𝐼
= 5∗11,861∗5450^4
384∗25742,96∗1
12∗350∗400³
= 2,835 mm
δijin = L/240
= 5450/240
= 22,5 mm > δ . . . OK!
Analisa Tegangan Penampang
Nilai tegangan ijin:
fcijin = 0,33*f’c = 0,33*25 = 9,9 MPa
fsijin = 0,58*fy = 0,58*400 = 226,2 MPa
Balok induk sebelum cor penuh
σ = ± Mu*𝑦
𝐼𝑝𝑟𝑎𝑐𝑒𝑡𝑎𝑘
σc = - 44936912∗56,457
1
12∗400∗400³
= -1,359 MPa < fcijin . . . OK!
σs = 82923000∗(345,5−56,457)
1
12∗400∗400³
= 8,884 MPa < fsijin . . . OK!
Gambar 4.16 Gambar diagram tegangan sebelum cor penuh
Sumber : Gambar AutoCAD oleh Penulis
4.6.2 Balok pracetak setelah cor penuh
Menghitung tegangan pada tengah bentang
Momen yang terjadi pada tengah bentang (momen lapangan)
Mu = 18788,13 kgm = 187881300 Nmm
Icomp = 1
12∗ 350 ∗ 600³ = 6300000000 mm4
Menghitung nilai y dengan nilai b = 350 mm, As = 760 mm2, d = 425,5 mm
T = Cc
78
As*fy = 0,85*f’c*0,5*b*y
760*390 = 0,85*30*0,5*350*y
Jadi nilai y = 66,42 mm
Menghitung tegangan pada penampang setelah cor penuh (tengah bentang)
σ = ± Mu*𝑦
𝐼𝑐𝑜𝑚𝑝
σc’ = - 187881300∗66,42
6300000000 = -1,98 MPa
σs’ = 187881300∗(545,5−66,42)
6300000000 = 8,17 MPa
Resultan Tegangan
ftop = -1,98 MPa < fcijin . . . OK!
fA = σc
= -1,359 MPa < fcijin . . . OK!
fs = σs + σs’
= 8,884+8,17 = 9,31 MPa < fsijin . . . OK!
Gambar 4.17 Gambar diagram tegangan setelah cor penuh (tengah bentang)
Sumber : Gambar AutoCAD oleh Penulis
Menghitung tegangan pada ujung bentang
Momen yang terjadi pada ujung bentang (momen tumpuan)
Mu = 27242,74 kgm = 272427400 Nmm
Icomp = 1
12∗ 350 ∗ 600³ = 6300000000 mm4
Menghitung nilai y dengan nilai b = 350 mm, As = 2010 mm2, d = 545,5 mm
T = Cc
As*fy = 0,85*f’c*0,5*b*y
2010*390 = 0,85*30*0,5*350*y
Jadi nilai y = 175,66 mm
79
Menghitung tegangan pada penampang setelah cor penuh (ujung bentang)
σ = ± Mu*𝑦
𝐼𝑐𝑜𝑚𝑝
σc = - 272427400∗175,66
6300000000 = -7,59 MPa
σs = 272427400∗(545,5−175,66)
6300000000 = 15,99 MPa
Gambar 4.18 Gambar diagram tegangan setelah cor penuh (ujung bentang)
Sumber : Gambar AutoCAD oleh Penulis
Perhitungan tulangan tumpuan
f’c = 30 MPa
fy = 390 MPa
b = 35 cm
h = 60 cm
Selimut beton (cv) = 4 cm
Diameter SK = 8 mm
f’c ≤ 300 kg/cm2, maka β = 0,85
ρmin = 1,4
390 = 0.00358
ρmax = 0,85* 0,85∗30
390*
600
600+390 = 0.033
Tulangan atas
Tulangan terpasang = 7 D19 (2010 mm2)
Diameter tulangan (a) = 19 mm
Jumlah baris (b) = 2
Jarak antar baris (c) = 2,5 cm
80
Jarak antar tulangan (d) = 2,5 cm
d = h – cv – DSK/10 – (a/10 * b + 2,5*( b-1))/2
= 60 – 4 – 0,8 – (1,9*2 + 2,5*(2-1))/2
= 52,05 cm
Tulangan bawah
Tulangan terpasang = 6D – 13 (760 mm2)
Diameter tulangan (a) = 13 mm
Jumlah baris (b) = 2
Jarak antar baris (c) = 2,5 cm
Jarak antar tulangan (d) = 2,5 cm
d’ = cv + DSK/10 + (a/10 * b + 2,5*( b-1))/2
= 4 + 0,8 + (1,3*2 + 2,5*(2-1))/2
= 7,35 cm
Ratio As’/AS = 760/2010= 0,378
ρ = 𝐴𝑠
𝑏∗𝑑 =
20,10
35∗52,05 = 0,011
ρ’ = 𝐴𝑠′
𝑏∗𝑑 =
7,6
35∗52,05 = 0,004
ρ > ρmin, sehinggal ρ- ρ’ = 0,007
ρ- ρ’ < 0,85∗𝛽1∗𝑓’𝑐∗𝑑’
𝑓𝑦∗𝑑*
600
600+𝑓𝑦 = 0,033
ρmin < ρ < ρmax, maka menggunakan ρ
F = 𝜌∗𝑓𝑦
0,85∗𝑓’𝑐 =
0,011∗390
0,85∗30 = 1,68
K = F*(1 - F/2) = 1,68*(1 – 1,68/2) = 0,2688
Mn = 0,85*K*f’c*b*d2
= 0,85*0,2688*300*35*52,05 2
= 6499485,166 kgcm
Mk = 0,8*Mn = 0,8*6499485,166 = 5199588,132 kgcm
Mk penampang (5199588,132 kgcm) > Mu analisis (=2724274 kgcm) . . . OK!
81
Didapatkan,
Dimensi balok pracetak = 350mm x 400 mm
Dimensi balok total = 350mm x 600 mm
Tulangan lapangan minimal menggunakan 6D – 13 (Asmin = 760 mm2)
Tulangan tumpuan (tulangan double)
Tulangan atas menggunakan 7 D19 (Asatas = 2010 mm2)
Tulangan bawah menggunakan 6D – 13 (Asbawah = 760 mm2)
Gambar 4.19 Gambar Penulangan lengkap balok dan kolom sesuai perencanaan
Sumber : Gambar AutoCAD oleh Penulis
A
A
3000
800 11@200=2200
7D19
6D13
2D13
B B
4D35
5@125=62537,5 37,5
22 - Ø10
600
48
68,5
24
5,5
190
48
82
4.7 Analisa Balok Pracetak Saat Pengangkatan
Balok pracetak diangkat dengan menggunakan crane yang diangkat dengan dua titik
angkat. Analisa pada kondisi ini perlu dikontrol pada saat pengangkatan terjadi.
Gambar 4.20 Model struktur balok pracetak pada saat pengangkatan
Sumber : PCI design handbook
Analisa Balok Pracetak Saat Pengangkatan Balok Induk Dimensi (35/40) L= 5,45 m
Dimana :
+M = 𝑊𝐿²
8*(1 – 4X +
4𝑌𝑐
𝐿∗𝑡𝑔∅) Ya Yc
-M = 𝑊𝑋²∗𝐿²
2 Yb
X = (1+ 4𝑌𝑐
𝐿∗𝑡𝑔∅) / (2 * (1+√1 +
𝑌𝑎
𝑌𝑏(1 +
4𝑌𝑐
𝐿∗𝑡𝑔∅))
Balok induk 35/40 dengan bentang 5,45 m
83
Yt = yb = 40/2 = 20
I = 1/12 * 35 * 403 = 186666,67 cm⁴
Yc = 20+8 = 28 cm
X = (1+
4∗28
545∗𝑡𝑔45)
(2 ∗ (1+√1+20
20(1+
4∗28
545∗𝑡𝑔45))
= 0,2425
X*L = 0,2425*5,45 = 1,32 cm
Gambar 4.21 Jarak tulangan angkat
Sumber : Gambar AutoCAD oleh Penulis
Panjang tekuk = 214,4 cm
Mutu profil BJ 37 fy 2400 kg/m
Profil WF 100 x 100 x 6 x 8
A = 21,9 cm²
Ix = 4,18 cm
Iy = 2,47 cm
W = 17,2 kg/m
Pembebanan :
Balok = 0,35*0,4*5,45*2400 = 1831,2 kg
Balok Profil = 20*5,45 = 109 kg +
Wt = 1940,2 kg
84
k adalah faktor kejut = 1,2
T sin Ɵ = P = 1,2∗𝐾∗𝑊𝑡
2 =
1,2∗1,2∗1940,2
2 = 1396,944 kg
T = 1396,944
𝑠𝑖𝑛45 =2793,888 kg
Tulangan Angkat Balok Melintang
Pu = 2793,888 kg
σ tarik ijin = fy/1,5 = 4000/1,5 = 2666,67 kg/m²
ø tulangan angkat ≥ √𝑃𝑢
𝛿𝑖𝑗𝑖𝑛∗𝜋
ø tulangan angkat ≥ 0,57
Digunakan tulangan ø 13
Momen yang terjadi
Pembebanan :
Balok = 0,35*0,4*2400= 336 kg/m
Balok profil = 17,2 = 17,2 kg/m +
W = 353,2 kg/m
Untuk mengatasi beban kejut akibat pengangkatan, momen pengangkatan dikalikan dengan
faktor akibat pengangkatan sebesar 1,2 :
Momen lapangan yang terjadi
+M = 𝑊𝐿²
8*(1 – 4X +
4𝑌𝑐
𝐿∗𝑡𝑔∅)*1,2
= 353,2∗5,45²
8*(1 – 4*0,2425 +
4∗0,28
5,45∗𝑡𝑔45)*1,2 = 370,6 kgm
Tegangan yang terjadi
F = M/wt = 370,6
1
6∗35∗40²
= 0,039 MPa
Fr = 0,7*√𝑓′𝑐 = 3,83 MPa
F < Fr . . . OK!
Momen tumpuan yang terjadi
-M = 𝑊𝑋²∗𝐿²
2 * 1,2
-M = 353,2∗0,2425²∗5,45²
2 * 1,2 = 308,46 kgm
Tegangan yang terjadi
F = M/wt = 308,46
1
6∗35∗40²
= 0,033 MPa
85
Fr = 0,7*√𝑓′𝑐 = 3,83 MPa
F < Fr . . . OK!
Gambar 4.22 Bidang Momen Balok Pracetak
Sumber : Gambar AutoCAD oleh Penulis
4.8 Perencanaan Sambungan Beton Pracetak
4.8.1 Pendetailan Sambungan
Sambungan dalam perencanaan elemen pracetak selain sebagai penghubung antar
elemen pracetak juga berfungsi sebagai penyalur gaya-gaya yang bekerja dari elemen
struktur satu dengan lain yang nantinya akan diteruskan ke pondasi.
Desain sambungan yang dipakai dalam perancangan ini adalah sambungan basah,
seperti cor di tempat maupun dengan cara grouting sudah banyak diterapkan atau
dipergunakan sebagai salah satu pemecahan masalah dalam mendesain konstruksi pracetak.
Dalam desain sambungan ini menggunakan metode pracetak tanpa penahan,
sehingga tumpuan balok dianggap sendi (momen pada sambungan balok-kolom dianggap 0)
ketika menahan beban sendiri balok pracetak. Pada saat sambungan telah mengeras dan
diberi gaya luar sambungan tersebut menjadi tumpuan jepit (memiliki momen pada
sambungan balok-kolom.
Berdasar SKSNI T-15-1991-03 menyatakan bahwa panjang penyaluran tulangan
untuk D-36 dan lebih kecil adalah:
Idb = 0,02 Ab * fy / √f′c
Dengan syarat harus kurang dari 0,06 * db * fy
Dimana:
Idb = Panjang penyaluran tulangan (mm)
Ab = Luas tulangan (mm2)
db = Diameter tulangan (mm)
86
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 14.12 tentang penyaluran tulangan momen negatif
berbunyi :
1). Tulangan momen negatif pada suatu komponen struktur menerus, komponen struktur
yang terkekang deformasinya, atau komponen struktur kantilever, atau pada sebarang
komponen struktur dari suatu rangka kaku, harus diangkur di dalam atau sepanjang
komponen struktur pendukung, dengan menggunakan panjang penanaman, kait, atau
angkur mekanis (Gambar 21).
2). Tulangan momen negatif harus mempunyai suatu panjang penanaman ke dalam bentang
seperti diisyaratkan 14.1 dan 14.10(3).
3). Paling sedikit sepertiga dari jumlah tulangan tarik total yang dipasang untuk momen
negatif pada suatu tumpuan harus ditanamkan hingga melewati titik belok sejauh tidak
kurang dari nilai terbesar antara tinggi efektif komponen struktur, 12db, atau
seperenambelas bentang bersih (Gambar 21 b).
4). Pada tumpuan dalam dari komponen struktur lentur tinggi, tulangan tarik momen negatif
harus menerus dengan tulangan tarik pada bentang disebelahnya
87
Gambar 4.23 Penyaluran tulangan momen negatif
Sumber : SNI 03-2847-2002
Penyaluran tulangan momen positif paling sedikit 1/3 dari tulangan momen positif
pada komponen struktur sederhana dan 1/4 dari tulangan momen positif komponen struktur
menerus harus diteruskan sepanjang muka yang sama dari komponen struktur hingga ke
dalam tumpuan. Pada balok, tulangan tersebut harus menerus ke dalam tumpuan paling
sedikit 150mm. Pada daerah tumpuan sederhana dan titik balik, tulangan tarik momen positif
harus dibatasi diameternya sedemikian sehingga ldb yang dihitung untuk fy tersebut tidak
perlu dipenuhi untuk tulangan yang dihentikan setelah melampaui titik pusat tumpuan
sederhana dengan menggunakan kait standar atau menggunakan suatu jangkar mekanis yang
minimal ekivalen dengan suatu kait standar.
Panjang penyaluran dari tulangan negatif harus dijangkar di dalam atau sepanjang
komponen struktur pendukung, dengan menggunakan panjang penanaman, kait, jangkar
mekanis paling sedikit 1/3 dari jumlah tulangan tarik total yang disediakan untuk momen
negatif pada suatu tumpuan harus ditanamkan hingga melewati titik balik sejauh tidak
kurang dari harga terbesar antara tinggi efektif komponen struktur , 12db atau 1/16 bentang
bersih
88
Penyaluran baja tulangan juga dapat dilakukan dengan memberikan kait, cara ini
biasa dilakukan jika ruang yang tersedia tidak mencukupi untuk diterapkan penyaluran lurus.
Penyaluran jenis ini hanya boleh diberikan untuk tulangan tarik dengan ketentuan :
Gambar 4.24 Penyaluran tulangan tarik berkait
Sumber : SNI 03-2847-2002
Sesuai dengan SNI 03-2847-2002:
1. Tulangan pelat yang menerus pada balok, harus disambung dengan sambungan
lewatan 1,0 Ld.
2. Tulangan dalam kondisi tekan (bawah) yang menerus pada tumpuan, disambung
diatas tumpuan balok.
3. Tulangan dalam kondisi tarik (atas) yang menerus pada tumpuan , disambung pada
tengah bentang pelat
4. Tulangan dalam kondisi Tarik (atas) yang berhenti pada balok tepi harus memakai
kait standar dengan panjang Ldh.
89
Data Perhitungan:
Menggunakan balok ukuran 350 x 400 mm dengan tulang D8
fy (tegangan leleh baja) = 390 MPa
f’c (kuat tekan beton) = 30 MPa
α (faktor lokasi pennulangan) = 1
β (faktor pelapis) = 1
γ (faktor ukuran batang tulangan) = 0,8
λ (faktor berat beton) = 1
db (diameter tulangan balok) = 8 mm
faktor selimut beton = 0,7
faktor sengkang = 0,8
Menentukan Ld (tulangan kondisi tarik)
Ld = 12∗𝑓𝑦∗ 𝛼∗ 𝛽∗ 𝜆∗𝑑𝑏
25∗√𝑓’𝑐 =
12∗390∗ 1∗ 1∗ 1∗8
25∗√30 = 229,54 mm
Ld < 300 mm, maka menggunakan Ld sebesar 300mm
Menentukan Ldb (tulangan kondisi tekan)
Ldb = 𝑑𝑏∗𝑓𝑦
4∗√𝑓’𝑐 =
8∗390
4∗√30 = 142,4 mm
Ldb < 200 mm, maka menggunakan Ldb sebesar 200 mm
Menentukan Ldh (tulangan berkait dalam kondisi tarik)
Ldh = 100∗𝑑𝑏
√𝑓’𝑐 =
100∗8
√25 = 160 mm
Ldh harus dikalikan dengan faktor selimut beton dan faktor sengkang
Ldh = 160*0,7*0,8 = 89,6 mm
Ldh < 150 mm, maka menggunakan Ldh sebesar 150mm
90
4.8.2 Perencanaan Tumpuan
Tumpuan pada sambungan balok-kolom sebelum cor penuh terjadi seperti pada gambar
dibawah ini
Gambar 4.25 Gambar tumpuan balok-kolom sebelum cor penuh
Sumber : Gambar AutoCAD oleh Penulis
Sehingga tidak terjadi tegangan geser ketika sambungan balok kolom sebelum komposi dan
balok akan ditahan oleh penyangga.
4.9 Analisa Hubungan Balok-Kolom Pracetak
4.9.1 Analisa hubungan untuk balok-kolom tengah
Jumlah tulangan yang mengalami tekan (-), 6D – 13 (As = 760 mm2)
Ag = As = 760 mm2
a = 𝐴𝑔∗1,25∗𝑓𝑦
0,85∗𝑓’𝑐∗𝑏
= 760∗1,25∗390
0,85∗30∗500 = 38,35 mm
Mn- = As*fy*(d-a/2)
= 760*390*(760-38,35/2) = 219580530 Nmm = 219,58 KNm
Jumlah tulangan yang mengalami tarik (+), 7 D19 (Asatas = 2010 mm2)
Ag = As = 2010 mm2
a = 𝐴𝑔∗1,25∗𝑓𝑦
0,85∗𝑓’𝑐∗𝑏
= 2010∗1,25∗390
0,85∗30∗500 = 76,852 mm
Mn+ = As*fy*(d-a/2)
= 2010*390*(760-76,852/2) = 565641858,6 Nmm = 565,64 KNm
91
Mu = (Mn- + Mn+)/2
= (219,58 + 565,64)/2 = 392,61 KNm
Mu (382,61 kNm) < Mn max (565,64 kNm). . . OK!
Vh = 2∗𝑀𝑢
𝐿/2 =
2∗382,61
3,42/2 = 447,497 kN
T1 (4-D35) = As*1,25*fy = 3830*1,25*390 = 1867125 N = 1867,125 KN
T2 (4-D35) = As*1,25*fy = 3830*1,25*390 = 1867125 N = 1867,125 KN
Gaya geser yang terjadi
V = T1 + T2 – Vh
= 1867,125 +1867125 – 447,497 = 3286,753 KN
Kuat geser nominal
фVc = 0,75*1,7*Aj*√f’c
= 0,75*1,7*(1000*800)*√30 = 5586770 N = 5586,77 KN
фVc (5586,77 kN) > V (3286,753 kN) . . . OK! (Sambungan Aman)
Gambar 4.26 Gaya-gaya dalam pada sambungan balok-kolom tengah
Sumber : Gambar AutoCAD oleh Penulis
92
4.9.2 Analisa hubungan untuk balok-kolom pinggir
Jumlah tulangan yang mengalami Tarik, momen negatif (-), 7 D19 (Asatas = 2010 mm2)
Ag = As = 2010 mm2
a = 𝐴𝑔∗1,25∗𝑓𝑦
0,85∗𝑓’𝑐∗𝑏 =
2010∗1,25∗390
0,85∗30∗500 = 76,85 mm
Mn- = As*fy*(d-a/2)
= 2010*390*(2010-76,85/2) = 1545517643 Nmm = 1545,51 KNm
Mu = Mn- /2
= 1545,51 /2 = 772,758 KNm
Mu < Mn . . . OK!
Vh = 2∗𝑀𝑢
𝐿/2 =
2∗772,758
3,42/2 = 903,81 kN
T1 (7-D19) = As*1,25*fy = 2010*1,25*390 = 979875 N = 979,875 KN
Gaya geser yang terjadi
V = T1– Vh
= 979,875 - 903,81 = 76,065 KN
Kuat geser nominal
фVc = 0,75*1,7*Aj*√f’c
= 0,75*1,7*(500*800)*√30 = 2793385,043 N = 2793,385 KN
фVc > V . . . OK! (Sambungan Aman)
93
Gambar 4.27 Gaya-gaya dalam pada sambungan balok-kolom ujung
Sumber : Gambar AutoCAD oleh Penulis
94
Halaman ini sengaja dikosongkan
95
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam analisis perencanaan Gedung Volendam Holland Park Condotel Kota Batu
ini dilakukan secara manual dengan program bantu SAP 2000 didapatkan tulangan pada
balok sebesar D-19 untuk balok dan untuk kalom sebesar D-35, serta menerapkan pemodelan
strong kolom weak beam maka didapat hasil sebagai berikut :
1. Hasil dari analisa balok-kolom pracetak sebelum cor penuh dengan beban yang
dipikul oleh balok adalah beban sendiri balok saat pengangkatan menunjukkan
bahwa, balok induk pracetak yang berukuran 35/40 cm dengan tulangan lentur yang
mengalami tarik sebesar 6-D13 dan tulangan tambahan pada daerah tekan tulangan
transfersal sebesar 2-D13, sengkang dengan diameter 8 mm menghasilkan momen
nominal 117751251.4 Nmm dan momen ultimate yang terjadi sebesar 44936912
Nmm. Sehingga perhitungan dapat dikatakan aman.
2. Hasil dari analisis hubungan balok-kolom setelah terjadi cor penuh dengan beban
yang bekerja diatasnya seperti beban hidup, plat dan atap, baik di tengah dan
dipinggir struktur, aman terhadap lentur dan geser. Hal ini terbukti dengan analisis
kapasitas momen lapangan sebesar 24196,469 kgm lebih besar dari momen ultimate
yang terjadi sebesar 18788,13 kgm dan pada daerah ujung menghasilkan momen
tumpuan sebesar 34568,809 kgcm dan momen ultimatenya sebesar 27242,74 kgcm.
Sehingga perhitungan dapat dikatakan aman
5.2 Saran
1. Perlunya pengembangan teknologi dan sumber daya manusia untuk meningkatkan
kualitas dan mutu beton pracetak di Indonesia ini
2. Seiring dengan perkembangan pembangunan yang semakin maju sebaiknya
bangunan di Indonesia ini menggunakan sistem Pracetak agar lebih efisien di dalam
pembangunan, baik dari segi kebersihan dan kecepatan.
97
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia 03-2847-2002 Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung . Bandung: Badan
Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. 2012. SNI 7833 2012 Tata Cara Perancangan Beton
Pracetak dan Beton Prategang untuk Gedung. Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.
Budianto. 2010. Perilaku dan Perancangan Sambungan Balok Kolom Beton Pracetak
untuk Rumah Sederhana Cepat Bangun Tahan Gempa dengan Sistem Rangka
Berdinding Pengisi (Infilled-Frame). Tesis tidak dipublikasikan. Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Rahmadhan, Gita Yusuf. 2014. Studi Perencanaan Desain Sambungan Balok-Kolom
Dengan Sistem Pracetak Pada Gedung Dekanat Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya Malang. Skripsi tidak dipublikasikan. Malang: Universitas Brawijaya.
Building Code Requirements For Structural Concrete And Commentary (ACI 318m-05).
2005. Structural Building Code. American Concrete Institut.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Permukiman Dan Prasarana Wilayah, Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Permukiman. 2002. SNI 03-1726-2002
Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung.
Bandung.
Gibb,A.G.F. 1999.Off-Site fabrication. John Wiley and Son. New York. USA
Abduh, M. 2007. Inovasi Teknologi dan Sistem Beton Pracetak di Indonesia :Sebuah
Analisa Rantai Nilai. Seminar dan Pameran HAKI 2007.
Simanjuntak, J. H, dkk. 2001. Sistem Pracetak Beton di Indonesia. Trend Teknik Sipil
Menuju Era Milenium Baru. 355-415
SON, D. F., & HERMAN, H. (2008). PERENCANAAN STRUKTUR HOTEL IBIS
SEMARANG DENGAN METODE KONSTRUKSI SEMI PRACETAK (Structural
Design Of Ibis Hotel Semarang Using Half Precast Construction Method)(Doctoral
dissertation, F. TEKNIK UNDIP).
Dipohusodo, Istimawan. "Struktur Beton Bertulang, berdasarkan SK SNI T-15-1991-03
Departemen Pekerjaan Umum RI." (1994).