Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

download Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

of 424

Transcript of Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    1/423

    NOTA KEUANGANDAN

    RANCANGAN ANGGARAN

    PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

    TAHUN ANGGARAN 1994/1995

    REPUBLIK INDONESIA

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    2/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    BAB I

    UMUM

    Tahun anggaran 1994/95 yang juga merupakan tahun penama Repelita VI adalah tahun

    yang monumental dan sangat penting dalam menentukan sejarah pembangunan bangsa

    Indonesia, karena menandai dimulainya awal tahun pembangunan pada periode pembangunan.

    jangka panjang kedua sebagai kelanjutan dari tahap sebelumnya (PJP I). Dengan dimulainya

    tahun pertama dalam Repelita VI ini, berarti bangsa Indonesia di dalam usahanya untuk mengisi

    kemerdekaan telah melewati kurun waktu dua puluh lima tahun sejak dipancangkannya tiang

    pembangunan yang pertama oleh pemerintah Orde Baru dengan penuh perjuangan.

    Pengorbanan, pemikiran, tenaga dan keringat yang sclama ini telah dikucurkan dalam upaya

    mengisi kemerdekaan Indonesia ootuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia telah

    membuahkan berbagai kemajuan yang telah dapat dinikmati oleh bangsa Indonesia. Kemajuan-

    kemajuan yang telah dicapai tersebut sekaligus merupakan kerangka landasan baru yang cukup

    kuat bagi bangsa Indonesia untuk melangkah ke dalam periode pembangunan selanjutnya.

    Pembangunan nasional Indonesia adalah suatu program pembangunan di mana

    manusia diletakkan sebagai faktor pelaku dan penggerak pembangunan, dan sekaligus menjadi

    fokus dalam tujuan pembangunan, yaitu dalam rangka mewujudkan kualitas manusia Indonesia

    yang maju dan mandiri, sejahtera lahir batin seperti telah dicanangkan sebagai tujuan

    pembangunan jangka panjang kedua dalam GBHN 1993. Pembangunan nasional adalah

    pembangunan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pembangunan dari rakyat berarti,

    rakyat sebagai faktor dominan diberikan peran sentral dalam menggerakkan pembangunan, dan

    perlu ditingkatkan kemampuannya untuk berproduksi dengan lebih baik melalui investasi di

    bidang sumberdaya manusia. Pembangunan oleh rakyat berarti memberikan setiap manusia

    Indonesia kesempatan yang adil untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan

    nasional. Pembangunan untuk rakyat berarti menjamin bahwa setiap kemajuan yang diperolehsebagai hasil dari program-program pembangunan dipergunakan semata-mata untuk

    meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak.

    Rentang waktu dua puluh lima tahun pembangunan nasional yang telah berlalu itu

    telah membuahkan berbagai kemajuan yang sudah dinikmati oleh bangsa Indonesia, dalam hal

    ini berarti kesejahteraan bangsa Indonesia telah meningkat menjadi lebih baik lagi. Pendapatan

    per kapita selama dua puluh lima tahun tersebut, telah menunjukkan kemajuan yang sangat

    menggembirakan, yaitu dengan meningkatnya pendapatan dari US$ 70 per kapita pada awalRepelita I menjadi sekitar US$ 700 per kapita pada akhir Repelita V. Seiring dengan itu, jumlah

    Departemen Keuangan RI 2

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    3/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    penduduk yang dikategorikan miskin telah dapat dikurangi dari 70 juta orang dalam tahun 1970

    menjadi 27,2 juta orang dalam tahun 1990, yang berarti kurang dari 15 persen dari seluruh

    penduduk. Keberhasilan ini merupakan wujud dari tekad Pemerintah dalam memerangi

    kemiskinan dan mengupayakan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Selain daripada itu

    Pemerintah juga selalu berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia melalui

    berbagai upaya, seperti upaya-upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat agar semakin

    membaik, yang antara lain tercermin dari meningkatnya angka rata-rata harapan hidup manusia

    Indonesia menjadi 62,5 tahun pada akhir Repelita V. Membaiknya tingkat kesehatan

    masyarakat dapat pula dilihat dari tingkat kematian bayi yang telah dapat diturunkan menjadi

    58 per seribu kelahiran. Sementara itu, tingkat pertumbuhan penduduk telah dapat dikendalikan

    dari rata-rata 2,32 persen dalam periode 1971- 1980 menjadi sekitar 1,7 persen pada

    akhirRepelita V, yang pada gilirannya tingkat pertumbuhan penduduk yang semakin rendah ini

    akan dapat memberikan sumbangan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

    Angka-angka tersebut di atas hanyalah sekedar contoh indikator, namun yang menjadi

    tujuan pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan secara riil dari penduduk Indonesia.

    Kesejahteraan masyarakat ini, antara lain berupa perasaan aman dan tenteram yang datang dari

    kepastian untuk memperoleh pangan, sandang, papan, dan keperluan-keperluan yang lain pada

    hari esok dan. setemsnya. Dalam kaitan ini, dapat disaksikan bahwa produksi pangan,

    khususnya beras, telah mencapai tingkat swasembada sejak tahun 1984, yaitu dengan angka

    produksi sebesar 159,9 kilogram per jiwa. Prestasi ini merupakan peningkatan dari tingkat

    produksi sebelumnya yang hanya 105,8 kilogram per jiwa dalam tahun 1989. Seiring dengan

    itu, tingkat konsumsi pangan penduduk telah dapat ditingkatkan menjadi 2.781 kalori per kapita

    per hari pada akhir Repelita V, dari 2. 035 kalori per kapita per hari pada awal Repelita I.

    Sementara itu, dalam ,periode yang sama konsumsi protein per kapita telah dapat ditingkatkan

    dari 43,3 gram menjadi 61,8 gram per hari per orang. Kesemuanya itu telah menunjukkan

    tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia yang semakin membaik. Di bidang sandang,produksi tekstil telah dapat ditingkatkan dari 2,8 meter per jiwa per tahun pada awal Repelita I

    menjadi 28,5 meter per jiwa per tahun pada akhir Repelita V. Saat ini Indonesia bahkan

    tennasuk negara pengekspor tekstil dan pakaian jadi dengan volume 162.661 ton senilai kurang

    lebih US$ 6.516,7 juta per tahunnya. Sedangkan di bidang peromahan, sampai saat ini telah

    dibangun sejumlah 841.154 unit peromahan, baik yang dibangun oleh Perum Perumnas maupun

    perusahaan-perusahaan pembangunan perumahan swasta, belum termasuk yang dibangun oleh

    masyarakat secara perorangan.Meningkatnya pendapatan masyarakat tidaklah cukup sebagai indikator kesejahteraan,

    Departemen Keuangan RI 3

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    4/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    tanpa meningkatnya kemampuan masyarakat untuk menikmati kesejahteraannya. Kemampuan

    masyarakat tersebut akan meningkat seiring dengan meningkatnya kecerdasan dan

    intelektualitas yang diperoleh dari pendidikan. Hal ini sangat erat huboogannya dengan semakin

    membaiknya tingkat melek huruf (literacy rate) yang diperkirakan telah mencapai 82 persen.

    Prestasi ini merupakan hasil dari program peningkatan pendidikan yang dilakukan Pemerintah

    bersama masyarakat selama dua puluh lima tahun terakhir. Sampai dengan tahun anggaran

    1990191 telah dibangun 147.066 unit sekolah dasar, 32.098 unit sekolah menengah lanjutan,

    dan 976 buah universitas, baik negeri maupun swasta, dengan jumlah pelajar dan mahasiswa

    37,5 juta orang. Meningkatnya kesempatan bagi warga masyarakat ootuk mendapatkan

    pendidikan fonnal pada akhirnya akan meningkatkan kesempatan mereka untuk turut serta

    dalam proses produksi nasional dalam bentuk berbagai kegiatan, . baik di sektor fonnal maupun

    informal. Dalam kaitan ini, walaupun tingkat pengangguran dapat semakin dikurangi, namun

    tantangan tetap menghadang dengan bertambahnya para pencari kerja baru sebagai akibat

    berubahnya struktur demografis penduduk Indonesia, serta berubahnya struktur perekonomian

    akibat pembangunan. Penting pula untuk disebutkan bahwa salah satu indikator kemajuan

    adalah meningkatnya kesempatan wanita dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan. Saat ini

    penduduk wanita yang telah menikmati pendidikan formal terus meningkat menjadi 94 persen

    untuk tingkat pendidikan dasar, dan 40,6 persen untuk tingkat pendidikan lanjutan. Demikian

    pula angkatan kerja wanita telah meningkat menjadi kurang lebih 40 persen dari keseluruhan

    angkatan kerja di tahun 1990.

    Kemajuan-kemajuan sebagai hasil dari dua puluh lima tahun pembangunan jangka

    panjang yang pertama dicapai di tengah situasi perekonomian dunia yang selalu berubah secara

    tidak menentu. Sebagai negara dengan perekonomian yang terbuka, faktor- faktor eksternal

    sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional, dan menjadi sangat penting untuk

    diperhitungkan sebagai asumsi-asumsi dasar dalam menetapkan strategi pembangunan, baik

    jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Pengalaman telah menunjukkan bahwaperkembangan-perkembangan di pasar dunia, khususnya di negara-negara tujuan ekspor

    Indonesia perlu diikuti secara cermat untuk dapat diambil manfaat baiknya dan dihindarkan

    pengaruh negatifnya terhadap perekonomian dalam negeri.

    Perkembangan perekonomian dunia di tahun-tahun yang akan datang tidak bisa

    terlepas dari sejarah pertumbuhannya selama lebih dari dua dekade terakhir, yang hanya

    tumbuh dengan tingkat rata-rata 3,8 persen per tahunnya. Setelah melalui masa pertumbuhan

    terendah di bawah satu persen dalam tahun 1991, pertumbuhan nilai riil PDB dunia saat initengah mengalami pemulihan yang agak menggembirakan untuk kembali mencapai angka rata-

    Departemen Keuangan RI 4

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    5/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    rata tersebut. Seiring dengan itu, pertumbuhan nilai perdagangan dunia diharapkan akan

    kembali mendekati angka 5 persen, setelah mengalami stagnasi pertumbuhan nilai perdagangan

    dalam tahun 1975 dan 1982.

    Pemulihan kembali perekonomian dunia di tahun mendatang, diharapkan datang dari

    pertumbuhannegara-negara berkembang, yang diproyeksikan akan mencapai tingkat

    pertumbuhan sekitar 5,5 persen dalam tahun 1994. Kawasan Asia diperkirakan akan memimpin

    pertumbuhan dunia dengan laju pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 7,1 persen dalam

    tahun 1994. Penyebab utamanya adalah pertumbuhan ekonomi di Cina yang mencapai realisasi

    lebih besar dari yang diperkirakan semula, yang mengkompensasi pertumbuhan ekonomi yang

    agak melemah di Kobea dan Philipina. Pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat juga

    diperkirakan akan terjadi di Indonesia, Taiwan, Thailand, dan sejumlah negara lainnya di

    kawasan tersebut. Di antara negaranegara ASEAN, Malaysia, Thailand dan Singapura,

    diperkirakan akan mengalami tingkat pertumbuhan yang paling tinggi masing-masing sebesar 8

    persen, 7,5 persen, dan 8 persen, sementara Indonesia sendiri diperkirakan akan tumbuh antara

    6 sampai 6,5 persen per tahunnya.

    Pertumbuhan yang cukup menggembirakan juga diharapkan aIcan terjadi di beberapa

    negara berkembang di kawasan Timur Tengah dan Eropa, yang diperkirakan akan tumbuh

    dengan 4,6 persen dalam tahun 1994, walaupun masih dalam pengaruh konflik-konflik regional

    yang terjadi dari tahun 1991. Saudi Arabia sebagai salah satu mitra dagang Indonesia yang

    cukup penting di kawasan itu, diperkirakan akan mengalami penurunan laju pertumbuhan pada

    tahun depan sehubungan dengan melemahnya harga minyak dunia. Sebaliknya Iran

    diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang menguat walaupun masih dilingkupi oleh

    masalah hutang-hutang luar negerinya.

    Sementara itu, negara-negara di kawasan Amerika Latin diperkirakan akan mengalami

    pertumbuhan yang cukup menggembirakan sebesar 3,5 persen dalam tahun depan, di mana

    Chili diharapkan akan memimpin dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Pertumbuhandi Mexico masih akan diwarnai banyak hambatan akibat hutang luar negerinya yang masih

    cukup besar, dan berbagai kebijaksanaan untuk mengurangi defisit transaksi berjalannya.

    Apabila negara-negara berkembang memperlihatkan harapan pertumbuhan ekonomi

    yang menggembirakan, sebaliknya pertumbuhan di negara-negara industri utama

    memperlihatkan gambaran yang agak suram. Negara-negara yang tergabung dalam kelompok

    G-7 dalam tahun 1993 diperkirakan hanya akan tumbuh dengan rata-rata 1,3 persen, yang

    berarti lebih rendah lagi dari pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai sebesar 1,8 persen.Pertumbuhan yang rendah ini disebabkan terutama oleh menurunnya tingkat pertumbuhan di

    Departemen Keuangan RI 5

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    6/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    Jerman, Perancis, Italia, dan Jepang. Sebaliknya, pemulihan ekonomi yang terjadi di Amerika

    Serikat, Kanada dan Inggris belum cukup kuat untuk mengimbangi menurunnya tingkat

    pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang disebut terdahulu. Dalam tahun mendatang,

    pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat diperkirakan akan mencapai sebesar 2,6 persen yang

    berarti sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 2,7 persen. Tingkat

    pertumbuhan ini dapat dipertahankan melalui kebijaksanaan penekanan suku bunga yang

    rendah, yaitu di sekitar 3 persen per tahun, yang merupakan tingkat bunga terendah di Amerika

    Serikat selama dua puluh lima tahun terakhir. Sementara itu Kanada dan Inggris diprkirakan.

    akan. tumbuh dengan 2,9 persen dan 2,6 persen dalam tahun 1994, yang berarti membaik dari

    kondisi dalam tahun yang 1alu.

    Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata di berbagai belahan bumi tersebut

    diperkirakan akan memberikan berbagai dampak yang berbeda-beda terhadap perekonomian

    Indonesia, mengingat pasar ekspor Indonesia, khususnya ekspor nonmigas, pada saat ini

    terbagi-bagi ke empat daerah tujuan utama yaitu Amerika Serikat, Jepang, Eropa dan ke

    beberapa negara di kawasan Asia. Namun di tengah perubahan perekonomian dunia yang tidak

    menentu itu, selama sepuluh tahun terakhir ini, perekonomian Indonesia telah mampu tumbuh

    dengan tingkat yang cukup menggembirakan yaitu sekitar 6,6 persen per tahunnya.

    Pertumbuhan yang cukup tinggi dan stabilitas ekonomi yang cukup mantap tersebut dapat

    dipertahankan, karena Pemerintah selama ini telah melaksanakan manajemen ekonomi makro

    secara hati-hati dan baik.

    Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kurun waktu dua puluh lima tahun

    yang lalu cukup menggembirakan, namun pertumbuhan tersebut tidak terlepas dari kendala-

    kendala struktural yang ada. Suatu kendala yang bersifat struktural di antara negara-negara

    berkembang termasuk Indonesia sampai saat ini, adalah terdapatnya kesenjangan antara

    tabungan dan investasi yaitu fenomena kelangkaan dana pembangunan yang bersumber dari

    dalam negeri, guna membiayai investasi yang diperlukan. Pada awal Repelita I kelangkaantersebut bersumber dari masih rendahnya tingkat pendapatan nasional, dan struktur

    kelembagaan keuangan saat itu yangtidak menunjang kegairahan untuk menabung, sehingga

    tingkat tabungan nasional Indonesia sangat rendah, bahkan termasuk yang terendah di antara

    negara-negara berkembang di dunia. Pada saat yang bersamaan, faktor produksi nasional

    lainnya sangat tidak mencukupi, baik dari segi jumlah dan kualitasnya. Kelangkaan ini meliputi

    kelangkaan akan sumber daya manusia yang berkualitas, sarana dan prasarana yang tidak

    mencukupi, dan modal fisik yang tidak tersedia. Kendala lain yang bersifat struktural padawaktu itu adalah jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar dengan tingkat

    Departemen Keuangan RI 6

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    7/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    pertumbuhan yang cukup tinggi, sehingga merupakan beban yang sangat berat bagi bangsa

    Indonesia untuk bertumbuh. Kendala struktural lainnya yang sangat mendasar pada waktu itu

    adalah struktur perekonomian Indonesia yang bersifat agraris yang benumpu kepada produksi

    komoditas penanian. Kelemahan struktur perekonomian agraris bersumber dari

    ketidakmampuan1annya untuk dapat bertumbuh dengan cepat, sehingga tidak dapat diharapkan

    untuk menyerap tenaga kerja yang benambah dengan cepat akibat penumbuhan penduduk yang

    tinggi. Di samping itu, produk-produk sektor agraris pada umumnya memiliki daya saj.ng yang

    kurang kuat gena nilai tukar perdagangan (term of trade) yang rendah di pasar dunia, sehingga

    hasil-hasil ekspomya tidak dapat diandalkan untuk menutupi kebutuhan devisa untuk

    membiayai impor barang-barang yang diperlukan dari luar negeri. Hal ini mengakibatkan

    neraca perdagangan Indonesia di masa yang lalu selalu mengalami defisit yang kronis.

    Namun di tengah berbagai kendala tersebut, Indonesia masih memiliki beberapa

    peluang yang dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk membangun. Penama, bangsa Indonesia

    memiliki tekad yang kuat dan bulat untuk memajukan nasibnya sendiri, tekad yang telah

    ditempa oleh berbagai pengalaman dalam pasang-surumya perjuangan, baik sebelum dan

    sesudah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Semangat perjuangan dan rasa

    persatuan gena kesatuan bangsa yang kemudian tergalang dibawah pemerintahan Orde Baru,

    telah memberikan modal dasar dalam bentuk stabilitas nasional yang dinamis dan terkendali

    untuk dapat dimulainya pembangunan jangka panjang. Peluang yang kedua adalah terdapamya

    beberapa sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai modal awal untuk membiayai

    pembangunan, seperti kandungan minyak mentah dan berbagai mineral yang cukup berlimpah,

    hutan tropis yang belum dimanfaatkan, dan kekayaan berupa flora dan fauna yang terdapat di

    bumi dan di laut dalam wilayah Indonesia. Peluang selebihnya adalah hubungan internasional

    yang baik dengan berbagai negara gena lembaga internasional yang dapat dimanfaatkan, baik

    sebagai peluang untuk mendapatkan bantuan luar negeri, maupun sebagai mitra dagang untuk

    memasarkan barangbarang dan komoditi produksi Indonesia.Repelita I merupakan langkah awal dalam meninggalkan periode yang paling suram

    dalam sejarah perekonomian Indonesia, di mana tingkat inflasi yang tinggi sangat membebani

    rakyat, tidak tersedianya barang dan jasa yang mencukupi, dan tidak tersedianya likuiditas yang

    cukup bagi mereka yang ingin melakukan investasi. Dengan dimulainya Orde Baru memegang

    kendali pemerintahan, program stabilisasi ekonomi segera dimulai guna memberikan landasan

    yang kokoh untuk melaksanakan berbagai program pembangunan. Walaupun perangkat

    kebijaksanaan fiskal dan moneter yang ada masih belum sempuma, namun prinsip-prinsipmanajemen ekonomi makro telah mulai diterapkan. Dengan tingginya tingkat inflasi di masa

    Departemen Keuangan RI 7

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    8/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    lalu, pada hakekatnya telah terjadi sistem moneter yang bersifat represif, di mana suku bunga

    tabungan riil menjadi negatif sehingga kegairahan masyarakat dalam menabung tidak

    berkembang. Dengan diterapkannya prinsip anggaran berimbang dalam kebijaksanaan fiskal,

    tingkat inflasi yang kurang lebih 650 persen segera dapat dikendalikan menjadi hanya sekitar

    30 persen pada akhir Repelita I. Kondisi yang membaik ini memungkinkan dilaksanakannya

    reformasi-reformasi moneter selanjutnya.

    Guna menanggulangi kendala kelangkaan dana pembangunan, maka dicanangkanlah

    strategi pendayagunaan dan mobilisasi dana dalam negeri melalui serangkaian deregulasi di

    bidang moneter, yang diawali dengan dilepaskannya pengendalian suku bunga bank oleh Peme-

    rintah, dan dipromosikannya usaha pengerahan dana masyarakat melalui berbagai program

    tabungan. Seiring dengan itu berbagai kebijaksanaan deregulasi di sektor keuangan dengan

    Pakto 1988 sebagai puncaknya, telah menyebabkan suatu perubahan yang bersifat struktural di

    sektor moneter di Indonesia, di mana proses pendalaman finansial telah mempercepat laju

    pertumbuhan agel finansial. Tingkat pendalaman finansial yang diukur dengan rasio likuiditas

    perekonomian (M2) terhadap produk domestik bruto telah menunjukkan peningkatanyang pes

    at, dari 10,7 persen dalam tahun 1971 meningkat menjadi 17,7 persen dalam tahun 1982, yang

    akhirnya meningkat lagi menjadi 46 persen di akhir tahun 1992.

    Salah satu tujuan kebijaksanaan moneter adalah untuk menciptakan tersedianya

    likuiditas yang cukup bagi pembiayaan kegiatan ekonomi dan kegiatan investasi. Tujuan ini

    diwujudkan dengan besarnya tingkat tabungan yang berhasil dimobilisasi dalam masyarakat.

    Dengan dilaksanakannya kebijaksanaan deregulasi moneter selama ini, dana masyarakat yang

    dapat dihimpun dalam bentuk deposito, giro, dan tabungan telah meningkat menjadi sekitar

    Rp137,7 triliun di pertengahan tahun anggaran 1993/94, dari hanya Rp 15,5 triliun dalam tahun

    1984. Sementara itu, dana perbankan yang telah disalurkan dalam bentuk pinjaman telah

    meningkat pula dari tahun ke tahun, dari Rp 18,8 triliun dalam tahun 1984 menjadi Rp 143,7

    triliun di pertengahan tahun anggaran 1993/94.Keberhasilan dalam menghimpun dan menyalurkan dana-dana masyarakat ke sektor-

    sektoryang membutuhkannya, tidak terlepas dari usaha yang terus menerus dilaksanakan

    Pemerintah dalam menyempumakan kelembagaan keuangan dalam struktur moneter Indonesia.

    Untuk ini Pemerintah telah mengeluarkan berbagai undang-undang dan peraturan untuk

    menyempumakan keberadaan lembaga-Iembaga keuangan tersebut, yang antara lain berupa

    Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan yang mengatur berbagai perizinan,

    permodalan, kepemilikan, dan pengawasan perbankan. Sebagai hasil dari deregulasi bidangperbankan tersebut, jumlah bank di Indonesia telah berkembang dari hanya 111 dalam bulan

    Departemen Keuangan RI 8

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    9/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    Maret tahun 1989 menjadi 225 pada pertengahan tahun 1993, dengan sekitar 4.500 cabang-

    cabangnya yang menyebar di seluruh pelosok tanah air.

    Prinsip-prinsip pendalaman finansial bertujuan antara lain untuk memberikan

    keleluasaan kepada masyarakat dalam mengalokasikan dana kepada sektor-sektor usaha yang

    dapat memberikan tingkat penghasilan (rate of return ) yang tinggi. Keleluasaan ini akan dapat

    terwujud apabila keragaman lembaga-Iembaga pembiayaan cukup memadai untuk memenuhi

    keinginan masyarakat dalam cara-cara pembiayaan yang dikehendaki. Untuk ini, selain dari

    perbankan, melalui paketpaket deregulasi selama ini telah dikembangkan pula bentuk-bentuk

    lembaga keuangan lainnya, seperti asuransi yang kini telah berkembang jumlahnya menjadi 145

    pada pertengahan tahun 1993. Diawali dengan paket kebijaksanaan 20 Desember 1988,

    Pemerintah telah melakukan berbagai penyempurnaan terhadap ketentuan-ketentuan yang

    menyangkut industri asuransi, seperti asuransi jiwa, asuransi kerugian, beasuransi, broker

    asuransi, adjuster asuransi, serta pengaturan mengenai us aha asuransi campuran. Peraturan

    tersebutmeliputi perizinan pendirian usaha asuransi, ketentuan mengenai besarnya permodalan,

    dan tingkat solvabilitas perusahaan, guna menjamin kesehatan perusahaan asuransi, sehingga

    mampu melaksanakan kewajiban kepada para nasabahnya dengan baik.

    Seiring dengan itu, guna memenuhi kebutuhan dana investasi jangka menengah dan

    jangka panjang, dipandang perlu untuk mengembangkan lembaga-lembaga keuangan yang

    lebih sesuai untuk maksud tersebut, antara lain melalui lembaga dana pensiun. Dalam

    perekonomian yang semakin maju, keberadaan lembaga dana pensiun menjadi sangat penting

    sekurangkurangnya dalam dua hal. Pertama, lembaga dana pensiun memberikan perlindungan

    kepada para pekerja untuk dapat tetap memperoleh penghasilan untuk menopang hidupnya dan

    hidup keluarganya ketika memasuki masa pensiun. Jaminan untuk mendapatkan kepastian akan

    penghasilan di masa pensiun merupakan perwujudan dari kesejahteraan sosial, dan sekaligus

    akan berdampak positif terhadap produktifitas tenaga kerja nasional. Kedua, bersama-sama

    lembaga keuangan lainnya, lembaga dana pensiun berperan sebagai penyedia dana bagiinvestasi berjangka menengah dan panjang, seperti proyek-proyek prasarana komersial dan beal

    estate, yang membutuhkan dana sangat besar dan jangka waktu pengembalian yang cukup

    panjang.

    Di samping asuransi dan lembaga dana pensiun, semakin maju dan semakin meningkat

    kegiatan investasi di suatu negara, keberadaan pasar modal, sebagai lembaga keuangan

    penghimpun dana semakin mutlak diperlukan. Berbeda dengan lembaga dana pensiun, pasar

    modal dapat memberikan kesempatan kepada investor perorangan, baik investor dalam maupunluar negeri, untuk turut serta menanamkan modalnya di perusahaan-perusahaan yang

    Departemen Keuangan RI 9

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    10/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    dikehendakinya. Keberadaan pasar modal yang memberikan kesempatan kepada para investor

    untuk menanamkan modalnya melalui penyertaan (equity) merupakan pelengkap terhadap

    keberadaan perbankan yang memberikan kesempatan kepada para investor melalui pinjaman.

    Dengan hadirnya pasar modal di Indonesia, maka para investor akan semakin mudah dan

    leluasa dalam melaksanakan usahanya. Oleh karena itulah Pemerintah secara terus menerus

    berusaha mengembangkan pasar modal Indonesia yang didirikan dalam tahun 1977, agar

    menjadi suatu pasar modal dengan struktur yang terbuka, efisien, dan kondusif terhadap

    mobilisasi dana untuk investasi melalui pasar modal. Sebagai hasilnya, jumlah perusahaan yang

    telah memperoleh izin untuk menjual sahamnya kepada masyarakat (go public) sampai dengan

    bulan November 1993, telah berkembang menjadi 230 perusahaan dengan kapitalisasi sebesar

    Rp 22,2 triliun. Dari jumlah tersebut, yang tercatat di dalam bursa efek berjumlah 215

    perusahaan, yang terdiri dari 178 perusahaan penerbit saham dan 37 perusahaan penerbit

    obligasi, dengan nilai emisi saham sebesar Rp 13,7 triliun dan emisi obligasi sebesar Rp 5,6

    triliun. Sedangkan di bursa paralel telah tercatat 15 perusahaan, yang terdiri dari 5 perusahaan

    penerbit saham dan 10 perusahaan penerbit obligasi, dengan nilai emisi masing-masing sebesar

    Rp 1 triliun dan Rp 1,8 triliun.

    Selain melalui perbankan, asuransi, lembaga dana pensiun dan pasar modal, likuiditas

    perekonomian juga ditingkatkan dengan mobilisasi dana melalui berbagai lembaga pembiayaan

    lain seperti modal ventura, anjak piutang, sewa guna usaha, kartu kredit, serta lembaga kredit

    konsumsi lainnya. Untuk memperluas dan mendorong reran lembaga-Iembaga pembiayaan ini

    Pemerintah melalui kebijaksanaan Oktober 1988 telah memberikan berbagai kemudahan guna

    pendirian lembaga-Iembaga keuangan tersebut.

    Dana investasi untuk pembangunan, selain diharapkan dari tabungan masyarakat yang

    dimobilisasi melalui berbagai lembaga keuangan, diupayakan juga melalui pemupukan

    tabungan pemerintah, yang pada dasamya adalah selisih positif antara penerimaan dalam negeri

    dengan pengeluaran rutin. Dengan demikian, pemupukan tabungan pemerintah ini harusdiupayakan melalui peningkatan penerimaan dalam negeri dan pengendalian pengeluaran rutin.

    Penerimaan dalam negeri, yang terutama bersumber dari penerimaan minyak dan

    penerimaan pajak, dalam kurun waktu dua puluh lima tahun yang lalu telah menunjukkan

    perubahan yang bersifat struktural, di mana peranan penerimaan pemerintah dari sektor migas

    mulai menurun, dan digantikan oleh penerimaan dalam negeri nonmigas. Pada awal masa

    pembangunan, peranan penerimaan migas melonjak dari 35 persen di awal Repelita I mendekati

    70 persen dalam Repelita III, sebagai dampak dari meningkatnya harga minyak mentah di pasar intemasional. Namun dengan merosotnya harga minyak mentah di pasar internasional sebagai

    Departemen Keuangan RI 10

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    11/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    akibat kelesuan perekonomian dunia, kelebihan produksi minyak dunia, dan semakin

    meningkatnya pangsa penerimaan nonmigas, maka dominasi migas dalam penerimaan dalam

    negeri mulai merosot sehingga menurun menjadi sekitar 50 persen dalam Repelita IV, dan

    diperkirakan akan menurun lagi menjadi sekitar 35 persen pada akhir Repelita V. reran

    penerimaan migas dalam anggaran pemerintah diperkirakan akan semakin merosot di masa

    mendatang, seiring dengan harga minyak mentah dunia yang tidak menentu. Satu dan lain hal,

    ini disebabkan oleh perubahanperubahan politik yang terjadi di negara-negara penghasil minyak

    utama di dunia, seperti Irak dan Iran.

    Merosotnya harga minyak merupakan sesuatu yang telah lama diantisipasi oleh

    pemerintah Indonesia. Peranan penerimaan minyak, cepat atau lambat harus digantikan oleh

    penerimaan pemerintah dari sektor perpajakan dan penerimaan bukan pajak. Menyadari akan

    hal ini, pada awal Repelita IV Pemerintah telah melakukan reformasi perpajakan yang berupa

    perombakan besar-besaran terhadap prinsip-prinsip perpajakan yang telah dipergunakan sejak

    jaman kolonial. Peraturan perpajakan yang diwarisi dari pemerintah kelonial terbukti

    mempunyai berbagai kelemahan teknis yang menyebabkan penerimaan pajak tidak berkembang

    sesuai dengan meningkatnya pendapatan dan transaksi bisnis dalam masyarakat. Peraturan-

    peraturan lama tersebut juga memiliki berbagai lubang yang sering dimanfaatkan oleh pihak-

    pihak yang tidak bertanggung jawab untuk merugikan negara. Di samping itu peraturan

    perpajakan yang lama cukup rumit untuk dilaksanakan, sehingga tingkat kepatuhan wajib pajak

    menjadi rendah. Peraturan-peraturan perpajakan yang lama tersebut sangat tidak mendorong

    dunia usaha dalam mengembangkan usahanya.

    Menyadari akan hal-hal tersebut di atas, pembaharuan sistem perpajakan yang

    persiapannya telah dimulai sejak tahun 1982, melahirkan suatu paket peraturan perpajakan yang

    baru, yang mengandung prinsip-prinsip perpajakan yang modem. Prinsip yang utama dalam

    sistem perpajakan yang baru adalah diperkenalkannya dasar pengenaan pajak yang luas (broad

    based tax) dalam hal pajak penghasilan (PPh), sehingga seluruh potensi obyek pajak yang adadapat terjaring dalam sistem pengenaan pajak. Dengan dasar pengenaan pajak (tax base) yang

    diperluas itu, fasilitas-fasilitas pembebasan yang sering disalahgunakan oleh pihak-pihak yang

    tidak bertanggung jawab sekaligus dihapuskan, sehingga penerimaan pajak diharapkan akan

    meningkat. Prinsip yang kedua adalah diterapkannya asas kesederhanaan, baik dalam struktur

    tacit yang diterapkan maupun dari tala cara pemungutannya. Seiring dengan prinsip ini, asas

    menghitung pajak sendiri (self assesment) juga diberlakukan. Dengan kombinasi prinsip-prinsip

    tersebut, biaya pemungutan bagi aparat perpajakan, danjuga biaya pembayaran pajak (compliance cost) yang ditanggung wajib pajak dapat ditekan, sehingga tingkat kepatuhan wajib

    Departemen Keuangan RI 11

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    12/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    pajak meningkat, dan iklim kesadaran membayar pajak semakin membaik. Peraturan

    perpajakan yang sederhana dan transparan ini telah terbukti sangat efektif di dalam membangun

    kepercayaan dan kepastian dalam dunia usaha, dan sekaligus meningkatkan penerimaannegara

    dari sektorperpajakan. Sejak disahkannya Undang-undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak

    Penghasilan yang kemudian disempumakan dengan Undang-undang No.7 Tahun 1991,

    penerimaan pajak penghasilan telah dapat ditingkatkan dari Rp 43 miliar pada awal Repelita I

    menjadi Rp 14.848,5 miliar pada tahun terakhir Repelita V.

    Apabila pajak penghasilan diharapkan menjadi sumber penerimaan negara yang

    mantap dan stabil untuk jangka panjang, dan diharapkan meningkat sejalan dengan

    meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat, maka penerimaan negara yang relatif cepat

    diharapkan akan datang dari pajak pertambahan nilai (PPN) yang merupakan pembaharuan dari

    pajak penjualan (PPn) dengan diberlakukannya Undang-undang No.8 Tahun 1983 tentang

    Pajak Pertambahan Nilai. Selain dari sifatnya yang dapat menghasilkan penerimaan yang tinggi

    dan relatif cepat, penerimaan pajak pertambahan nilai juga diharapkan lebih stabil terhadap

    fluktuasi tingkat penghasilan masyarakat, mengingat tingkat konsumsi masyarakat pada

    hakekatnya relatif lebih stabil dari pendapatannya. Demikian pula PPN merupakan sarana bagi

    mereka yang tidak terkena kewajiban membayar pajak penghasilan, untuk turut menyumbang

    kepada negara sesuai dengan asas kegotong-royongan sosial dalam sistem perpajakan, di mana

    setiap warga negara berhak dan berkewajiban untuk turut serta dalam pembangunan nasional.

    Berbeda dengan pajak penjualan sebelumnya yang dapat memberikan beban berganda

    dan meningkatkan harga barang di setiap transaksi, pajak pertambahan nilai memberikan

    dampak ekonomis yang lebih sehal karena hanya mengambil sebagian dari nilai tambah yang

    dihasilkan dalam suatu transaksi. Selain daripada itu, pajak pertambahan nilai atas transaksi-

    transaksi dalam negeri maupun pajak pertambahan nilai yang dikenakan atas impor, secara

    otomatis akan direstitusi pada waktu suatu barang diekspor ke luar negeri. Mekanisme ini akan

    sangat membantu para pengusaha eksportir karena harga barang-barang yang diekspor akanmenjadi lebih kompetitif. Sejak pajak pertambahan nitai diberlakukan dalam tahun 1985,

    penerimaan dari pajak ini telah menunjukkan peningkatan yang amat pesat. Di masa yang akan

    datang, reran dari pajak pertambahan nilai akan tetap renting, walaupun diperkirakan akan

    dilampaui oleh penerimaan dari pajak penghasilan yang diharapkan akan terus meningkat

    seiring dengan meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat. Namun keberhasilan pajak

    penghasilan di masa mendatang dalam memberikan sumbangannya kepada penerimaan negara

    akan tetap menghadapi beberapa masalah sebagai tantangan di masa depan. Pertama, perbaikanadministrasi perpajakan merupakan syarat yang mutlak apabila kecepatan dan pengamanan

    Departemen Keuangan RI 12

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    13/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    penerimaan menjadi tujuan. Kedua, peliputan obyek pajak (tax coverage) juga harus terus

    diperluas, di samping erosi terhadap dasar pengenaan pajak hams tetap dihindarkan agar potensi

    pendapatan tetap bisa dipertahankan.

    Selanjutnya, penerimaan negara dalam bentuk pajak bumi dan bangunan (PBB), yang

    diperuntukkan sebagai penerimaan pemerintah daerah, diperkirakan akan meningkat

    peranannya di masa yang akan datang. Berbeda dengan kedua jenis pajak di atas, pembaharnan

    sistem perpajakan di sektor PBB, yang ditandai dengan disahkannya Undang-undang No.12

    Tahun 1985, lebih mempertimbangkan dampak sosialnya sebagai hal yang sangat sensitif

    mengingat sifatnya sebagai pajak kebendaan. Oleh karena itulah, Pemerintah melaksanakan

    PBB ini dengan penuh kehati-hatian, yang tercermin dari rendahnya tarif efektif yang

    diberlakukan. Tantangan yang cukup berat bagi PBB bersumber dari sistem administrasi obyek

    PBB yang masih belum memadai, yang menyebabkan identifikasi obyek pajak sulit dilakukan.

    Sementara itu, PBB berlaku atas semua obyek pajak yang ditentukan tanpa membeda-bedakan

    kondisi ekonomi para subyek pajaknya, sehingga perlu dibantu dengan ketentuan-ketentuan

    mengenai keringanan pajaknya agar lebih terasa keadilannya terhadap para wajib pajak. Sejalan

    dengan itu pula, dengan berkembangnya pembangunan, harga-harga tanah dan bangunan

    meningkat dengan pesat di beberapa daerah sehingga meningkatkan tugas aparat perpajakan

    untuk menentukan nilai jual obyek pajak (NJOP) yang sesuai dengan harga berlaku. Namun

    dengan berbagai kebijaksanaan yang sementara ini ditempuh, penerimaan PBB telah

    menunjukkan peningkatan yang cukup menggembirakan. Bila dalam tahun anggaran 1984/85

    penerimaan PBB masih sebesar Rp 180,6 miliar, dalam tahun anggaran 1992/93 penerimaan

    PBB mencapai sebesar Rp 1.100,6 miliar.

    Penerimaan perpajakan yang diperkirakan akan menurun peranannya dalam struktur

    penerimaan di masa yang akan datang adalah pungutan-pungutan yang bersumber dari kegiatan

    perdagangan luar negeri, seperti bea masuk, PPN Impor, dan sejenisnya. Hal ini disebabkan

    karena sesuai tuntutan globalisasi dan perdagangan bebas dalam pasar intemasional, tarif rata-rata hampir di setiap negara diperkirakan akan mengalami penurunan. Selain dari itu,

    pembangunan ekonomi nasional yang berubah orientasinya ke arah ekspor, secara teoritis

    dituntut ootuk mengurangi tingginya tarif perlindoogan efektifnya ootuk dapat meningkatkan

    tingkat efisiensi dalam proses produksi di dalam negerinya. Kesemuanya itu pada akhirnya

    akan memberikan dampak berupa menurunnya peran pajak-pajak atas impor dalam penerimaan

    negara dari sektor perpajakan. Dalam tahun anggaran 1992/93 misalnya, penerimaan bea masuk

    adalah sebesar Rp 2.652,2 miliar atau 9,10 persen dari seluruh penerimaan pajak, yang berartimenurun peranannya dari 33 persen pada awal Repelita I.

    Departemen Keuangan RI 13

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    14/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    Walaupun prospek penerimaan negara dari sektor perpajakan memberikan gambaran

    yang berbeda-beda dari tiap komponen penerimaannya, namun secara keseluruhan rasio

    penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto diharapkan akan meningkat di masa-masa

    yang akan datang. Hal ini adalah sebagai dampak positif dari perbaikan sistem administrasi

    perpajakan dan upaya-upaya intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan yang dilaksanakan

    secara terus menerus oleh aparat perpajakan. Rasio tersebut di Indonesia dari tahun ke tahun

    telah menunjukkan peningkatan, yaitu dari 10,8 persen dalam tahun pertama Repelita IV

    (1989/90) dan diperkirakan menjadi 13,1 persen dalam tahun 1993/94. Sementara itu, pada

    tahun pertama Repelita VI diperkirakan akan mencapai 13,9 persen.

    Salah satu asas pembangunan yang telah digariskan dalam GBHN 1993 adalah asas

    dicapainya tingkat kemandirian yang semakin mantap, yang mengandung arti bahwa dana

    pembangunan haruslah diupayakan melalui sumber-sumber dari dalam negeri. Dengan

    demikian, sumber-sumber penerimaan dari luar negeri, seperti bantuan luar negeri, haruslah

    diupayakan agar semakin menurun peranannya dalam struktur anggaran belanja negara. Namun

    kendala kelangkaan modal yang bersifat struktural memerlukan jangka waktu yang panjang

    untuk dapat diatasi. Dalam kondisi seperti ini pinjaman luar negeri masih diperlukan

    keberadaannya, walaupun dalam hal-hal yang sangat dibatasi penggunaannya. Di lain pihak,

    masih terdapat kecenderungan, bahwa kebutuhan devisa bagi pembiayaan impor bahan baku.

    bahan penolong, dan barang modal yang diperlukan untuk mempercepat pembangunan semakin

    meningkat, dan tidak selalu dapat dipenuhi oleh penerimaan devisa dari ekspor barang dan jasa.

    Hal ini telah menimbulkan kesenjangan antara devisa yang diperlukan untuk impor dan devisa

    yang tersedia dari perolehan ekspor barang dan jasa. Selama keterbatasan modal masih

    berlangsung, dan kelangkaan devisa masih belurn bisa dipenuhi dari hasil ekspor. bantuan luar

    negeri masih diperlukan walaupun dengan peranan yang semakin berkurang.

    Walaupun bantuan luar negeri masih berperan dalam menambah kekurangan dana

    untuk investasi, pemanfaatan bantuan luar negeri mempunyai keterbatasan-keterbatasan, yangantara lain bergantung kepada kondisi pennintaan dan penawaran di pasar pinjaman

    intemasional. Di masa-masa yang lalu bantuan luar negeri yang berupa bantuan bersifat lunak,

    dapat diperoleh dengan relatif mudah dan murah, namun dengan perkembangan-perlcembangan

    ekonomi yang terjadi di beberapa belahan dunia, maka prioritas-prioritas negara donor juga

    turut berubah sehingga bantuan luar negeri menjadi lebih sulit diperoleh. Perkembangan di

    negara-negara sosialis yang tengah melaksanakan pembaharuan sistem ekonominya, dan

    pertumbuhan perekonomian yang cepat di Cina misalnya, turut mempengaruhi posisi Indonesiadalam memperoleh pinjaman lunak dari negara-negara donor. Namun demikian Indonesia yang

    Departemen Keuangan RI 14

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    15/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    selama ini dapat menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang mantap, manajemen ekonomi

    makro yang baik, dan sebagai negara peminjam yang selalu berhasil membayar kembali

    pinjamannnya, masih mempunyai peringkat kredit (credit rating) yang cukup tinggi di mata

    negara-negara donor. Mengingat hal tersebut di atas, dan dalam rangka mengurangi

    ketergantungan serta laju pinjaman luar negeri, Pemerintah telah melakukan serangkaian

    tindakan-tindakan pengamanan berupa upaya-upaya pemanfaatan pinjaman secara lebih efektif,

    seleksi yang lebih ketat bagi proyek-proyek yang menggunakan pinjaman, dan penetapan

    pinjaman melalui tim pinjaman komersial luar negeri.

    Sebagai upaya mengurangi ketergantungan kepada bantuan luar negeri, di samping

    terus meningkatkan sumber-sumber penerimaan dalam negeri, Pemerintah juga terus

    mengupayakan peningkatan penanaman modal langsung dari pengusaha-pengusaha luar negeri.

    Hal ini diupayakan secara terus menerus agar kondisi perekonomian Indonesia menjadi sangat

    menarik bagi para investor luar negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Langkah-

    langkah penting dalam hal ini adalah secara terus menerus dilakukannya penyederhanaan-

    penyederhanaan di bidang perizinan usaha, dan memperbaiki sistem perundangan agar dapat

    memberikan keamanan dan kepastian kepada para investor. Salah satu kebijaksanaan renting

    yang telah diambil dalam hal ini adalah diterapkannya daftar negatif investasi (negative list)

    sebagai pengganti daftar skala prioritas bidang-bidang yang terbuka untuk investasi.

    Selanjutnya, peningkatan penyediaan sarana dan prasarana produksi, seperti penyedian lahan

    usaha, penyediaan air, listrik, serta sarana komunikasi dan transportasi, merupakan langkah-

    Iangkah renting yang telah dilakukan selama ini. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah bahkan

    telah memberikan kesempatan kepada investor swasta untuk turut serta dalam penyediaan zona-

    zona industri (industrial zone). Selain daripada itu, Pemerintah juga memberikan kemudahan-

    kemudahan keuangan dan perpajakan, serta selalu menyempurnakan prasarana keuangan seperti

    sistem pembiayaan dan sebagainya, yang kesemuanya itu telah meningkatkan arus investasi

    yang masuk ke Indonesia. Namun demikian, di masa yang akan datang masih akan terdapattantangan-tantangan yang perlu diatasi yang bersumber dari negara-negara lain, yang juga

    melaksanakan reformasi ekonominya sehingga menarik menjadi tujuan investasi.

    Upaya-upaya pemerintah yang selama ini dilakukan untuk meningkatkan penyediaan

    dana pembangunan dari dalam negeri sendiri, berupa tabungan pemerintah dan tabungan

    swasta, pada gilirannya akan memperkecil peranan bantuan luar negeri dalam pembiayaan

    pembangunan. Dalam Repelita VI, peranan bantuan luar negeri sebagai dana pembangunan

    nasional dibandingkan dengan tabungan dalam negeri diharapkan akan semakin mengecil.Dalam kurun waktu dua puluh lima tahun PJP I, bantuan luar negeri sebagai bagian dari

    Departemen Keuangan RI 15

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    16/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    keseluruhan dana pembangunan balk swasta maupun pemerintah, telah sangat menurun

    peranannya dari sekitar 20 persen dalam Repelita I menjadi hanya sekitar 6 persen dalam

    Repelita V.

    Produktivitas modal dalam proses produksi nasional pada akhirnya akan ditentukan

    oleh kualitas sumber daya manusia dan tingkat teknologi yang dipergunakan. Salah satu

    kendala struktural yang dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia sampai

    saat ini adalah kelangkaan dan keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas dalam

    bentuk tenaga kerja yang ahli dan terlatih. Oleh karena itulah program pendidikan dan pelatihan

    menjadi sangat diutamakan dalam pembangunan. .GBHN 1993 telah menggariskan bahwa

    iklim belajar dan mengajar perlu dikembangkan secara terus menerus, agar menumbuhkan

    sikap dan perilaku yang kreatif, inovatif dan keinginan untuk maju.

    Dalam arus globalisasi yang melanda dunia saat ini, pembangunan nasional akan

    sangat terkait dengan perkembangan dunia internasional di mana terjadi persaingan yang

    semakin tajam antar negara-negara produsen, apalagi setelah berlakunya nanti hasil-hasil

    persetujuan Putaran Uruguay. Untuk dapat bertahan dalam persaingan yang semakin ketat di

    pasar dunia, produsen Indonesia dituntut untuk dapat menawarkan harga yang semakin

    bersaing, mutu produk yang semakin membaik, dan waktu penyerahan yang semakin cepat. lni

    semua hanya dapat dipenuhi apabila efisiensi produksi terus ditingkatkan melalui program-

    program pelatihan dan pendidikan, riset dan pengembangan, serta alih teknologi. Penguasaan

    teknologi merupakan hal yang mutlak, bukan hanya bagi industri besar, melainkan juga bagi

    industri menengah dan kecil. Dewasa ini penguasaan teknologi sederhana pada industri kecil

    semakin meluas, seperti teknologi pengolahan kulit, pengecoran logam, dan pembuatan barang-

    barang keramik. Sementara itu bagi industri besar, teknologi di bidang telekomunikasi,

    elektronika dan komputer, robotics, cryogenic dan bioteknologi, serta berbagai bidang

    teknologi di sektor kedirgantaraan dan kelautan, akan menjadi semakin penting untuk dikuasai.

    Seiring dengan meningkatnya penguasaan teknologi industri, kemampuan nasional dalambidang perekayasaan industri dan rancang bangun semakin berkembang. Kegiatan ini nampak

    pada berbagai sektor industri seperti industri pengolahan pertanian dan kehutanan, industri

    kimia, dan lain-lain.

    Pertumbuhan yang cukup menggembirakan yang dialami oleh perekonomian Indonesia

    selama PJP I tidak dapat dilepaskan dari strategi pembangunan yang baik dan terencana.

    Strategi yang diarahkan dalam GBHN di masa yang lalu telah membuahkan perubahan

    struktural yang sangat penting pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaituperubahan dari ekonomi yang bersifat agraris menuju perekonomian dengan struktur industri

    Departemen Keuangan RI 16

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    17/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    yang didukung oleh sektor pertanian yang kuat. Sektor pertanian sebagai basis ekonomi yang

    merupakan sumber mala pencaharian dari sebagian besar masyarakat, tetap diperkuat untuk

    terciptanya kemandirian ekonomi, sedangkan sektor industri yang menjanjikan pertumbuhan

    nilai tambah yang cepat serta dapat menampung pertumbuhan tenaga kerja yang meningkat,

    dikembangkan secara terus menerus.

    Dalam menuju sasaran tumbuhnya sektor industri yang maju dan kuat, GBHN 1993

    telah menggariskan arahan agar pembangunan industri bertumpu kepada pembangunan industri

    berspektrum luas dan berorientasi pada pasar intemasional, dengan meningkatkan kemampuan

    teknologi untuk menghasilkan produk-produk unggulan yang dapat menembus

    pasarintemasional. Melalui serangkaian kebijaksanaan di masa yang lalu, proses industrialisasi

    dalam PJP I telah berhasil membawa perubahan-perubahan yang mendasar dalam struktur

    ekonomi Indonesia. Industri pengolahan yang pada akhir Pelita I hanya menyumbangkan nilai

    tarnbah 9,6 persen dari PDB, dalam tahun 1992 telah berhasil meningkatkan sumbangannya

    menjadi lebih dari 20 persen. Dalam PJP I sektor industri telah tumbuh dengan tingkat rata-rata

    12 persen per tahunnya, bukan hanya dalam volume melainkan juga dalam banyaknya

    keragarnan produk yang dihasilkan. Jika pada awal Pelita I hanya terdapat 28 jenis industri,

    maka pada akhir Repelita V jumlah tersebut telah berkembang menjadi kurang lebih 400 jenis

    industri..

    Salah satu perubahan yang juga sangat mendasar dalam struktur industri nasional

    adalah berkembangnya industri-industri yang berorientasi ekspor, yang sebelumnya berorientasi

    substitusi impor. Hasil industri nonmigas yang telah diekspor dalam tahun 1969 hanya

    berjumlah US$ 310 juta, kini telah meningkat menjadi US$ 19.613 juta pada akhir tahun 1992.

    Ekspor hasil industri nonmigas selamna tahun 1969-1984 telah meningkat dengan laju

    pertumbuhan 18,8 persen per tahunnya, dan selanjutnya meningkat lagi menjadi 22,5 persen per

    tahunnya selama tahun 19841992. Pertumbuhan yang cukup tinggi ini terutama didukung oleh

    jenis-jenis industri yang bersifat padat karya, seperti industri tekstil, kayu olahan, dan barangbarang dari kulit. Seiring dengan itu, ekspor hasil industri, seperti alat-alat listrik dan

    elektronika, kimia, besi dan baja, juga semakin meningkat. Secara keseluruhan, jumlah jenis

    komoditi yang mampu memasuki pasar dunia telah mencapai sekitar 4.000 jenis komoditi

    dalam tahun 1993. Sumbangan ekspor nonmigas telah meningkat dari 23,7 persen dalam tahun

    1983 menjadi 68,6 persen dalam tahun 1992 dari keseluruhan nilai ekspor Indonesia. Sementara

    itu sumbangan ekspor hasil industri terhadap ekspor nonmigas telah meningkat, dari 64,2

    persen dalam tahun 1983 menjadi 85,3 persen dalam tahun 1992. Peningkatan yangmenggembirakan ini tidak terlepas dari usaha peningkatan efisiensi produksi dan mutu produk

    Departemen Keuangan RI 17

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    18/423

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    19/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    GBHN 1993 rnengamanatkan bahwa dalam Repelita VI, penciptaan dan perluasan

    lapangan kerja akan terus diupayakan, terutama rnelalui peningkatan dan pemerataan

    pembangunan industri, pertanian, dan jasa, yang marnpu menyerap banyak tenaga kerja, dan

    yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Upaya tersebut harus didukung oleh

    keterpaduan kebijaksanaan investasi, fiskal dan rnoneter, pendidikan dan pelatihan, penelitian,

    pengembangan dan penyuluhan, penerapan teknologi, serta pcngembangan dan pemanfaatan

    pusat informasi pasar dalam dan luar negeri. Kebijaksanaan pemerataan dan peningkatan

    kesempatan kerja serta pelatihan tenaga kerja terus dilanjutkan dan ditingkatkan agar

    rnenjangkau setiap warga negara, dan terarah kepada terwujudnya angkatan kerja yang terampil

    dan tangguh. Kesempatan kerja harus terbuka bagi setiap orang sesuai dengan kemampuan,

    keterampilan, dan keahliannya serta didukung oleh kemudahan memperoleh pendidikan dan

    pelatihan, penguasaan teknologi, informasi pasar ketenagakerjaan, serta tingkat upah yang

    sesuai dengan prestasi dan kualifikasi yang dipersyaratkan.

    Pembangunan yang berlangsung selama PJP I telah berhasil menciptakan lapangan

    kerja dalam jumlah yang memadai, dan dengan mutu yang semakin meningkat. Hal ini

    tercermin dari banyaknya angkatan kerja baru yang memperoleh pekerjaan. Antara tahun 1980

    dan 1990, angkatan kerja bertambah sebesar 21,5 juta orang. Dalam kurun waktu yang sama

    jumlah pekerja (angkatan kerja yang bekerja) juga bertambah sebesar 20 juta orang. Dilihat dari

    jumlah pekerja di perkotaan, komposisi penduduk umur 25-39 tahun yang masuk pasar kerja

    cenderung meningkat, khususnya pekerja wanita. Dalam tahun 1980 komposisi penduduk yang

    berumur 25-39 yang masuk pasar kerja di perkotaan adalah sebesar 40 persen dan meningkat

    rnenjadi 43 persen pada tahun 1990. Khusus pekerja wanita di perkotaan pada kurun waktu

    yang sama meningkat dari sebesar 33 persen menjadi 38 persen. Peningkatan ini terutama

    disebabkan oleh terjadinya urbanisasi, di mana banyak pekerja muda yang biasanya bekerja

    sebagai pekerja keluarga atau buruh tidak tetap di sektor pertanian di perdesaan, pindah ke

    perkotaan untuk mencari pekerjaan di 1uar sektor pertanian. Proses urbanisasi inimengakibatkan semakin berkurangnya tenaga kerja muda di sektor pertanian. Struktur lapangan

    kerja juga ditandai dengan pergeseran dart sektor produksi agraris kesektor produksi nonagraris

    dan jasa, dengan muatan tekno1ogi yang lebih besar. Dalam tahun 1980, sejumlah 55,9 persen

    dart seluruh pekerja bekerja di sektor pertanian, dan sisanya bekerja di sektor industri dan

    sektor-sektor lainnya. Dalam tahun 1990 pekerja di sektor pertanian menurun menjadi 49,9

    persen, sedangkan di sektor industri dan jasa meningkat menjadi 50,1 persen. Pergeseran

    struktur pekerja dan peningkatan mutu pekerja, bukan saja terjadi dari sektor pertanian kesektor nonpertanian, melainkan juga dari sektor informal ke sektor formal. Pekerja di sektor

    Departemen Keuangan RI 19

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    20/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    informal menurun dari sebesar 69,5 persen dalam tahun 1980, menjadi 63 persen da1am tahun

    1990.

    Perubahan struktural dalam angkatan kerja tidak hanya ditandai dengan transformasi

    secara sektoral, melainkan ditandai pula dengan perubahan dart segi latar belakang pendidikan.

    Persentase pekerja dengan tingkat pendidikan sekurang-kurangnya sekolah dasar menunjukkan

    peningkatan, yaitu dart 32,8 persen dalam tahun 1980 menjadi 54,4 persen dalam tahun 1990.

    Hal ini menandakan bahwa proses industrialisasi yang tengah berlangsung berhasil dalam

    mengikutsertakan strata paling bawah dari tenaga kerja terdidik secara formal. Hal yang cukup

    menggembirakan yang mengiringi keadaan itu adalah kenyataan bahwa proporsi pekerja wanita

    dalam angkatan kerja telah meningkat dalam satu dasa warsa terakhir, yaitu dari sebesar 32,3

    persen dalam tahun 1980 menjadi 35,6 persen dalam tahun 1990.

    Indikator pemerataan juga dinyatakan secara tidak langsung dengan besarnya nilai

    tambah yang diperoleh tenaga kerja dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh pemilik

    modal. Dengan meningkatnya kualitas tenaga kerja, yang dibarengi dengan pemanfaatan ilmu

    pengetahuan dan teknologi untuk memproduksi barang dan jasa, produktivitas marjinal tenaga

    kerja telah meningkat bila dibandingkan dengan produktivitas marjinal pemilik modal, yang

    secara tidak langsung tercermin dart menurunnya tingkat bunga. Selama kurun waktu 1980-

    1990, kemampuan tenaga kerja untuk menghasilkan barang dan jasa per tenaga kerja telah

    meningkat sebesar24,1 persen, yaitu dart Rp 1.296 ribu dalam tahun 1980 menjadi Rp 1.608

    ribu dalam tahun 1990. Hal ini menunjukkan bahwa bagian yang diterima oleh para pekerja

    sebagai indikasi pemerataan cukup menggembirakan.

    Untuk mengurangi pengangguran atau setengah pengangguran di daerah perdesaan,

    khususnya pada waktu sepi kerja (paceklik), dalam PJP I dilaksanakan proyek radar karya yang

    sejak Repelita II dinamakan proyek padat karya gaya baru (PKGB). Pelaksanaan proyek PKGB

    ini diprioritaskan di kecamatan-kecamatan miskin, padat penduduk, dan rawan terhadap

    bencana alam. Masyarakat perdesaan yang menganggur diberi kesempatan untuk membangundan merehabilitasi prasarana desa, seperti jalan desa, saluran irigasi tersier, dan sebagainya,

    dengan imbalan upah. Selama PJP I telah didayagunakan secara produktif sebanyak 13,2 juta

    orang tenaga kerja penganggur dan setengah penganggur dalam seratus hari kerja di 16.359

    lokasi/kecamatan. Berkaitan dengan kegiatan PKGB, di daerah perdesaan yang relatif tertinggal

    dan padat penduduknya, dikembangkan teknologi padat karya. Dalam rangka itu, telah

    diterapkan dan dikembangkan 29 jenis teknologi padat karya selama PJP I.

    Dalam upaya mempertemukan pencari kerja dan pemberi kerja menurut lapanganusaha, jabatan, dan tingkat pendidikan, telah dikembangkan sistem informasi ketenagakerjaan.

    Departemen Keuangan RI 20

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    21/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    Untuk mengatasi kekurangan angkatan kerja di daerah yang kurang penduduknya, disalurkan

    tenaga kerja melalui mekanisme antar kerja lokal (AKL) dan antar kerja antar daerah (AKAD).

    Seiring dengan itu, untuk mendukung peningkatan kemampuan dan mutu tenaga kerja, telah

    dilakukan antara lain pelatihan ketrampilan yang dilaksanakan secara terpadu, dengan

    melibatkan unsur-unsur pemerintah dan swasta sebagai penyelenggara pelatihan, dan pengguna

    tenaga kerja.

    Selama PJP I juga dilaksanakan pembinaan hubungan industrial dan perlindungan

    tenaga kerja, khususnya di sektor formal, dalam rangka menciptakan hubungan kerja yang

    serasi antara pengusaha dan pekerja, agar terwujud ketenteraman dan ketenangan berusaha,

    peningkatan produktivitas, serta peningkatan kesejahteraan pekerja. Dalam hubungan industrial,

    keberadaan serikat pekerja dan lembaga-Iembaga ketenagakerjaan sangat penting peranannya.

    Di samping itu, sejak tahun 1978, guna meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga

    kerja, pemerintah telah memberlakukan asuransi sosial tenaga kerja (Astek). Dalam tahun 1992,

    sesuai dengan Undang-undang No.3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja, program

    Astek ditingkatkan menjadi jaminan sosial tenaga kerja (Iamsostek), dengan jumlah peserta

    sebanyak 40.000 perusahaan yang mencakup lebih kurang 5,5 juta orang tenaga kerja. Dengan

    diberlakukannya sistem perlindungan ini diharapkan produktivitas dan kesejahteraan tenaga

    kerja di Indonesia akan semakin meningkat. Upaya peningkatan dan perlindungan terhadap

    pekerja juga diberikan dalam bentuk kebijaksanaan penetapan upah minimum. Pada awal

    Repelita V upah minimum rata-rata nasional adalah 67 persen dari kebutuhan fisik minimum

    pekerja lajang per hari, dan pada tahun keempat Repelita V angka ini telah ditingkatkan

    menjadi 78 persen dari kebutuhan fisik minimum.

    Indikator peningkatan dan pemerataan pendapatan pada umumnya dinyatakan dengan

    kenaikan pendapatan per kapita, dan perbaikan pada indikator pemerataan yang

    mempergunakan pendapatan sebagai unsurutama penghitungan. Namun demikian, dewasa ini

    semakin diakui oleh berbagai kalangan, bahwa pendapatan bukan merupakan indikator satu-satunya untuk menggambarkan kesejahteraan masyarakat, sebab pendapatan hanyalah salah

    satu dari sekian banyak dimensi kesejahteraan. Selain dari pendapatan per kapita, kesejahteraan

    masyarakat dapat pula diukur dengan memperhitungkan berbagai elemen kesejahteraan hidup,

    seperti kesempatan untuk memperoleh pendidikan, kesempatan untuk mendapatkan jaminan

    pemeliharaan kesehatan, dan sebagainya.

    Walaupun pendapatan per kapita di Indonesia telah meningkat dengan

    menggembirakan selama PJPI, namun yang lebih menggembirakan lagi adalah bahwa program-program peningkatan kesejahteraan melalui program-program perdesaan yang langsung

    Departemen Keuangan RI 21

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    22/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    menyentuh pada sendi-sendi kehidupan masyarakat, telah dilakukan semenjak awal

    pembangunan. Program wajib belajar enam tahun adalah salah satu contoh, di samping

    peningkatan pembangunan fisik sekolah-sekolah dasar melalui program Inpres SD. Program

    peningkatan kesehatan ibu dan anak serta pemasyarakatan keluarga berencana melalui pos

    pelayanan terpadu (posyandu) merupakan program yang langsung dirasakan manfaatnya oleh

    masyarakat. Pembangunan puskesmas-puskesmas di daerah serta pembangunan berbagai

    fasilitas kesehatan untuk penduduk berpenghasilan rendah adalah merupakan usaha

    peningkatan kesejahteraan rakyat, belum termasuk berbagai program sosial lainnya yang

    diselenggarakan secara sentral maupun sektoral.

    Dalam hal ini perlu disimak laporan UNDP dalam human development report tahun

    1993, yang menghitung tingkat kesejahteraan 173 negara di dunia, termasuk Indonesia,

    berdasarkan indeks pembangunan manusia (human development index), yaitu suatu besaran

    yang tidak hanya menghitung tingkat kesejahteraan berdasarkan pendapatan per kapita,

    melainkan juga memasukkan berbagai elemen kesejahteraan rakyat seperti disebut di atas.

    Indonesia yang ditempatkan dalam peringkat ke-122 dari 173 negara di dunia berdasarkan

    pendapatan per kapita, meningkat relatif pesat ke peringkat 108 bila mempergunakan human

    development index. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia telah melakukan usaha yang sangat

    produktif dalam meningkatkan kualitas hidup, dibandingkan dengan negara lain yang memiliki

    pendapatan per kapita yang hampir sama.

    Peningkatan dan pemerataan hasil pembangunan serta pemerataan kesejahteraan rakyat

    tidak hanya dilakukan melalui penciptaan lapangan kerja di sektor-sektor formal, melainkan

    juga dilakukan dalam sektor-sektor informal. Salah satu lembaga dalam masyarakat yang sangat

    erat kaitannya dengan sektor informal adalah para pengusaha menengah, pengusaha kecil dan

    koperasi serta lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang tersebar di berbagai pelosok tanah

    air. Lembaga-lembaga ini mempunyai karakteristik mempekerjakan lebih banyak tenaga

    manusia, khususnya yang berpendidikan rendah dengan muatan teknologi yang sederhana, danberoperasi dalam sektor-sektor tradisional yang erat dengan sendi-sendi kehidupan masyarakat

    seperti sektor pertanian, petemakan, perikanan, kerajinan rakyat, dan jasa-jasa tradisional.

    Karakteristik seperti ini sangat menguntungkan untuk dapat dipergunakan sebagai wahana di

    dalam meningkatkan kesejahteraan sektor nonformal.

    Namun demikian, pada umumnya lembaga-lembaga tersebut mempunyai berbagai

    kendala struktural yang cukup rumit untuk dipecahkan, seperti rendahnya aksesibilitas terhadap

    modal perbankan, dan kesempatan untuk mendapat petunjuk teknis di bidang produksi,pemasaran dan manajemen. Menyadari akan hal itu, dalam upaya meningkatkan pemerataan

    Departemen Keuangan RI 22

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    23/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    hasil pembangunan sampai kepada sektor-sektor informal tersebut, Pemerintah telah

    melaksanakan berbagai kebijaksanaan, baik yang terkandung dalam kebijaksanaan fiskal dan

    moneter maupun kebijaksanaan sosial lainnya. Melalui kebijaksnaan moneter, Pemerintah telah

    menetapkan 20 persen dana perbankan untuk disalurkan sebagai pinjaman kepada pengusaha

    kecil dan menengah dalam bentuk kredit usaha kecil (KUK), di samping paket-paket

    perkreditan untuk pengusaha kecil seperti KIK dan KMKP yang telah terlebih dahulu

    diberlakukan. Dari segi fiskal, sejak tahun 1990 telah disalurkan kepada pengusaha golongan

    ekonomi lemah dan koperasi, 1-5 persen dari laba BUMN setelah pajak dalam bentuk pinjaman

    dengan bunga sangat rendah dan persyaratan yang mudah. Sementara itu program-program

    peningkatan mutu produksi serta jaminan pemasaran bagi industri kecil dan menengah telah

    dikembangkan dalam program bapak angkat, keterkaitan dan kemitraan usaha, serta perkebunan

    inti rakyat (PIR). Hubungan antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar juga dijalin dengan

    jalan lebih mendorong subkontrak ( subcontracting ) dalam pengembangan industri.

    Pemerataan hasil pembangunan yang efektif tidak cukup hanya melalui pendekatan

    sektoral. Pendekatan dari sudut penyebaran regional turut menentukan dalam berhasilnya

    pemerataan. Dalam pendekatan ini pemerintah daerah yang merupakan perwu judan dari

    representasi masyarakat daerah, memiliki kepckaan yang lebih besar terhadap keinginan dan

    kemampuan masyarakat di daerahnya. Oleh karena itu pcmbangunan daerah merupakan strategi

    pemerataan hasil pembangunan yang cukup efektif. Untuk ini Pemerintah menggalakkan

    peningkatan kemampuan pcmerintah daerah melalui pelaksanaan Undang-undang No.5 Tahun

    1974 tentang Otonomi Pemerintahan Daerah. Berbagai pendidikan dan latihan telah dilakukan

    guna meningkatkan kemampuan pemerintah daerah untuk menggali sendiri sumber-sumber

    pendapatan daerah yang cukup potensial. Selain dari pada itu, guna mencapai perkembangan

    daerah yang merata, pemerintah pusat telah menyisihkan sebagian anggaran pembangunan ke

    dalam sektor pembangunan daerah, desa dan kota, yang sebenamya merupakan alokasi

    anggaran secara regional. Dengan semakin mcningkatnya kemampuan pemerintah daerahdalam membangun daerahnya, program pemerataan pembangunan akan semakin efektif dan

    hasilnya dapat secara riil meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah.

    Pada akhirnya, program pemerataan ini niemasuki dimensi paling penting dalam

    pembangunan ekonomi Indonesia dalam bentuk program pengentasan kemiskinan yang saat ini

    tengah dirintis melalui Program Inpres Desa Tertinggal. Melalui program ini diupayakan agar

    dikemudian hari jumlah penduduk miskin di Indonesia akan ditekan sampai serendah mungkin

    dari jumlah saat ini yang masih sebesar 15 persen dari populasi Indonesia.Aspek terakhir dalam strategi pembangunan jangka panjang adalah menjaga stabilitas

    Departemen Keuangan RI 23

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    24/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    ekonomi sebagai landasan penting bagi pertumbuhan dan pemerataan. Stabilisasi ekonomi

    mempunyai arti yang sangat spesifik, yaitu mengatasi berbagai gejolak ekonomi yang dapat

    menghambat pembangunan, sepcrti masalah-masalah inflasi, uang beredar dan likuiditas

    perekonomian, nilai tukar, kecukupan cadangan devisa, kelancaran arus barang, serta

    pengendalian logistik barang-barang kebutuhan pokok dan strategis.

    Salah satu faktor pcndukung terciptanya stabilitas ekonomi adalah terkendalinya laju

    inflasi pada tingkat yang rendah. Inflasi yang rendah memberikan kepastian kepada dunia usaha

    akan kestabilan harga barang - barang dan juga memberikan ketenangan kepada masyarakat

    karena daya belinya tidak menurun. Di tingkat makro, Pemerintah mengendalikan tingkat

    inflasi dengan memelihara keseimbangan yang dinamis antara perubahan permintaan agregat

    dengan pertumbuhan penawaran agregat. Dalam mempengaruhi sisi permintaan agregat,

    kebijaksanaan yang efektif adalah pengendalian uang beredar sebagai salah satu piranti

    kebijaksanaan moneter. Pertumbuhan uang beredar atau likuiditas perekonomian yang terlalu

    tinggi akan menyebabkan ekspansi perekonomian yang berlebih-lebihan (overheated). Dalam

    tahun anggaran 1989/90, ketika ekonomi mengalami overheated akibat pertumbuhan sektor

    moneter yang cukup pesat, otoritas moneter mengupayakan penyejukan ekonomi melalui

    kebijaksanaan uang ketat dan konsolidasi perbankan, dan hasil dar ipada kebijaksanaan tersebut

    diwujudkan dalam tahun anggaran berikutnya, yaitu terkendalinya jumlah uang beredar (M2)

    dan laju inflasi dalam tingkat yang cukup rendah.

    Di samping pengendalian harga dan pertumbuhan likuiditas, stabilisasi ekonomi juga

    mencakup pengendalian tingkat suku bunga, baik simpanan maupun pinjaman, yang cukup

    kondusif, baik terhadap pemupukan tabungan maupun terhadap investasi. Kebijaksanaan

    pengendalian likuiditas, dan pengendalian harga dan suku bunga perbankan, merupakan

    kebijaksanaan yang saling terkait yang pada umumnya dilakukan oleh otoritas moneter dengan

    memakai berbagai instrumen kebijaksanaan moneter, seperti kebijaksanaan pasar terbuka,

    tingkat diskonto dan lain-Iainnya. Instrumen kebijaksanaan moneter yang sangat aktif digunakan dewasa ini adalah melalui lelang SBI dan SBPU guna mempengaruhi uang beredar.

    Kebijaksanaan stabilisasi moneter tidak hanya memperhatikan variabel-variabel

    moneter yang berpengaruh langsung ke dalam negeri, melainkan juga mencakup pengendalian

    variabel-variabel moneter yang menyangkut kaitan perekonomian dalam negeri dengan

    perekonomian luar negeri, yaitu dengan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan mata uang

    asing. Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, nilai tukar valuta asing dan tingkat

    cadangan devisa yang tersedia bagi pembiayaan impor merupakan variabel yang secara terusmenerus harus dijaga. Sejak pertengahan November 1978, Pemerintah menganut sistem devisa

    Departemen Keuangan RI 24

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    25/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    bebas, yang telah berjalan dengan baik dan telah berhasil merangsang kegiatan investasi. Dalam

    pengendalian nilai tukar, dikandung maksud agar nilai tukar rupiah selalu mencerminkan

    perkembangan yang bealistis, sehingga dapat mempertahankan daya saing barang ekspor

    Indonesia di pasar intemasional. Depresiasi rupiah terhadap mala uang dolar Amerika Serikat

    selalu dijaga agar kepercayaan masyarakat terhadap rupiah tetap mantap. Sementara itu,

    cadangan devisa yang cukup untuk membiayai setidak-tidaknya 3 bulan nilai impor sangat

    renting dalam menjaga stabilitas perekonomian. Cadangan devisa atau cadangan valuta asing

    mempunyai arti strategis karena mencerminkan kemampuan untuk menyelesaikan transaksi

    keuangan intemasional dalam jangka pendek, seperti pembayaran impor barang dan jasa,

    pembayaran cicilan pokok hutang luar negeri beserta bunganya, dan pembayaran-pembayaran

    lainnya. Cadangan devisa tersebut dihimpun dari surplus neraca pembayaran yang terjadi setiap

    tahun.

    Pada akhirnya, stabilitas ekonomi di sektor moneter harus didukung oleh stabilitas di

    sektor riil, yaitu dengan kelancaran penyediaan barang-barang dan jasa. Hambatan-hambatan

    yang terjadi pada penyediaan barang dan jasa tersebut menyebabkan ekonomi biaya tinggi yang

    melemahkan daya saing barang-barang produksi Indonesia di pasar internasional. Menyadari

    akan hal itu, Pemerintah secara terus menerus me1akukan penyempumaan-penyempumaan

    peraturan di bidang perdagangan dan industri melalui berbagai paket deregulasi, yang diawali

    dengan Inpres Nomor 4 Tahun 1985, yang merombak dan menyederhanakan tata laksana

    ekspor-impor dan pelayaran anta pulau, serta tata laksana di bidang operasional pelabuhan.

    Selanjutnya secara berturut-turut dikeluarkan Paket 6 Mei 1986, Paket 25 Oktober 1986, Inpres

    Nomor 3 tatun 1991, serta yang terakhir berupa Paket Oktober 1993, yang merupakan

    penyempurnaan lebih lanjut di bidang tata niaga ekspor dan impor serta penurunan berbagai

    tarif bea masuk dan bea masuk tambahan, yang kesemuanya itu dimaksudkan untuk mendorong

    kelancaran penyediaan bahan baku produksi, dan akan menghilangkan biaya tinggi serta pada

    gilirannya meningkatkan daya saing industri yang berorientasi ekspor. Paket deregulasi yangterakhir tersebut di atas juga mencakup penyederhanaan di bidang perizinan, khususnya

    perizinan pencadangan tanah dan izin lokasi untuk bangunan industri dan pergudangan, yang

    diharapkan dapat mendorong penyediaan sarana perdagangan dan industri, sehingga sekaligus

    mendorong kelancaran arus penyediaan barang dan jasa.

    Pembangunan Jangka Panjang I selama kurun waktu dua puluh lima tatun yang lalu

    telah memberikan berbagai kemajuan yang dapat dinikmati oleh bangsa Indonesia. Kemajuan-

    kemajuan tersebut juga menjadi peluang serta membentuk kerangka landasan bagi bangsaIndonesia untuk memasuki lahar pembangunan berikutnya menuju terciptanya masyarakat adil

    Departemen Keuangan RI 25

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    26/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    dan makmur. Namun demikian, perjalanan bangsa Indonesia akan menghadapi berbagai

    tantangan di masa derail, yang pedu diantisipasi sejak saat ini. Tantangan pertama adalah

    pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat besar, yang merupakan beban yang sangat berat

    bagi perekonomian Indonesia. Oleh karena itu guna mempertahankan pertumbuhan ekonomi

    yang tinggi, maka laju pertumbuhan jumlah penduduk pedu terus ditekan. Dalam hubungan ini

    program keluarga berencana pedu terus menerus ditingkatkan pelaksanaannya.

    Pertumbuhan penduduk yang cukup besar dan perubahan pola demografis masyarakat

    akan menuntut tersedianya lapangan kerja sekitar 2,5 juta per tatun. Untuk menampung

    angkatan kerja sebesar ini, pertumbuhan sektor industri pedu diperluas, dan karena itu proses

    transformasi struktural perekonomian Indonesia dari perekonomian agragris menuju

    perekonomian berstruktur industri pedu dipercepat. Namun tidak semua sektor industri dapat

    diharapkan berkembang dengan cepat karena pasar hasil produksinya sangat terbatas. Dalam

    kaitan ini, pengalaman menunjukkan bahwa pilihan terbaik saat ini bagi negara berkembang

    adalah pasar dunia yang dapat memberikan harapan untuk menampung hasil industri yang

    dikembangkan. Oleh karena itu, nampak dengan jelas bahwa industrialisasi dengan orientasi

    ekspor merupakan pilihan yang paling tepat bagi pembangunan jangka menengah dan jangka

    panjang.

    Perubahan struktural perekonomian menuju perekonomian yang bertumpu pada

    industri akan menyebabkan perubahan pola kependudukan, khususnya melalui urbanisasi yang

    merupakan tantangan kedua. Urbanisasi pada akhirnya akan menimbulkan tekanan-tekanan

    pada permintaan fasilitas dan prasarana kehidupan yang lebih banyak dan lebih baik di pusat-

    pusat industri dan perkotaan. Prasarana kehidupan ini akan meliputi berbagai prasarana

    pendidikan dan kesehatan, listrik, air, dan jaringan telekomunikasi, sarana perdagangan dan

    kemasyarakatan lainnya, yang pada umumnya merupakan tanggung jawab dari pemerlntah

    daerah untuk pengadaannya. Oleh karena itu program pembangunan daerah, perkotaan dan

    perdesaan pedu ditingkatkan dan dipercepat untuk mengantisipasi ledakan urbanisasi yang akantimbul di masa yang akan datang sebagai akibat transformasi ekonomi yang terjadi. Dalam

    kaitan ini desentralisasi dari otonomi pemerintah daerah perlu untuk segera diwujudkan.

    Tantangan ketiga yang dihadapi adalah semakin menipisnya sumber-sumber daya

    alami yang saat ini sangat berperan dalam memberikan sumbangan bagi dana pembangunan,

    dari merupakan andalan ekspor Indonesia di pasar dunia. Oleh karena itu proses industrialisasi

    yang diharapkan akan meningkatkan nilai tambah, perlu diusahakan untuk bertumpu pada

    sumber-sumber daya alami yang dapat diperbaharui. Dalam kaitan ini, sektor-sektor industrimanufakturing harus lebih berorientasi kepada industri dengan bahan baku yang mudah didapat,

    Departemen Keuangan RI 26

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    27/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Paralel dengan itu, muatan teknologi dalam

    industri perlu ditingkatkan, dari sektor-sektor industri frontier, seperti industri komputer dan

    komunikasi, bioteknologi, kedirgantaraan serta kelautan, perlu dikembangkan, di samping

    industri konvensional, seperti industri atas kaki dan pakaian jadi yang masih berperan renting

    dalam ekspor nonmigas.

    Tantangan yang keempat bersumber dari perubahan-perubahan perekonomian dunia,

    di mana beberapa negara diramalkan akan mengalami tingkat pertumbuhan yang cukup pesat

    seperti Cina dan beberapa negara di Asia Tenggara dari Eropa. Pertumbuhan yang tidak

    seimbang itu akan menimbulkan persaingan baru dalam memperebutkan modal di pasar

    intemasional. Seiring dengan itu, keberhasilan GATT dalam Putaran Uruguay, akan mendorong

    perdagangan dunia yang lebih bebas, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan

    perekonomian dunia. Pertumbuhan ekonomi dunia menuntut investasi yang meningkat pula,

    sehingga ketersediaan modal investasi akan diperebutkan dengan kompetisi yang lebih ketat.

    Oleh karena itu, arti kemandirian dalam mendapatkan sumber dana pembangunan yang

    digariskan dalam GBHN menjadi semakin penting.

    Akhirnya, kemajuan-kemajuan yang telah dicapai sebagai hasil pembangunan harus

    tetap dijaga terhadap dampak sampingan dari pembangunan itu sendiri dalam bentuk kerusakan

    lingkungan dan kerusakan sosial. Pelestarian sumber daya alam dan sumber daya manusia perlu

    mendapatkan perhalian sejak dari awal pembangunan, dan ini merupakan tantangan tersendiri

    bagi bangsa Indonesia untuk memelihara pertumbuhan yang berkesinambungan.

    Departemen Keuangan RI 27

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    28/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    BAB II

    ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

    2.1. Pendahuluan

    Sebagai tahun terakhir pelaksanaan tahunan rencana pembangunan lima tahun kelima

    (Repelita V), APBN 1993/94 mempunyai arti yang sangat strategis. Di samping sebagai

    penutup bagi pelaksanaan pembangunan jangka panjang I (PJP I), juga sebagai pengantar bagi

    pelaksanaan pembangunan menuju pada PJP II yang diharapkan akan membawa bangsa

    Indonesia menuju masyarakat yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang adil dan makmur

    berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sega1a hasil yang dicapai se1ama PJP

    I merupakan modal dasar yang kuat untuk menyongsong PJP II, dimana beban pembangunan

    akan terasa semakin berat. Hal ini karena pembiayaan untuk memelihara hasil-hasil

    pembangunan selama PJP I akan semakin meningkat, serta makin besarnya kebutuhan investasi

    baru agar dapat mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi yang mampu memenuhi

    permintaan masyarakat yang semakin meningkat.

    Investasi-investasi baru yang diperlukan berasal dari sektor pemerintah maupun dari

    sektor swasta. Investasi sektor pemerintah dilakukan melalui APBN, sedangkan investasi yang

    dilaksanakan oleh swasta dilakukan melalui penanaman modal, baik modal dalam negeri

    maupun modal asing. Dalam perkembangannya, kebutuhan investasi nasional akan lebih

    banyak dipenuhi dari sektor swasta, dengan sektor pemerintah bertindak sebagai penyedia

    piranti-piranti bagi tumbuhnya investasi swasta tersebut.

    Investasi di sektor pemerintah dibiayai terutama dengan tabungan pemerintah, yang

    merupakan selisih lebih antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin. Oleh karena itu

    tabungan pemerintah terus diupayakan semakin meningkat, dengan meningkatkan penerimaan

    dalam negeri terutama yang berasal dari sumber nonmigas, diiringi dengan upaya meningkatkan

    efisiensi dan efektivitas penggunaan pengeluaran rutin. Dengan makin meningkatnya tabunganpemerintah, maka kemandirian dalam pembiayaan pembangunan juga semakin meningkat.

    Sesuai dengan GBHN, pengelolaan APBN tetap dalam kerangka kebijaksanaan fiskal

    yang didasarkan pada prinsip anggaran berimbang dan dinamis, yang menjamin pemerataan

    pembangunan yang meluas, pertumbuhan ekonomi yang cutup tinggi, dan stabilitas ekonomi

    yang mantap. Dari pengalaman selama PJP I, kebijaksanaan ini telah menunjukkan hasil yang

    nyata dan bermanfaat bagi perkembangan ekonomi. Hal ini tercermin dari semakin

    membaiknya distribusi pendapatan, yaitu dengan makin menurunnya jumlah penduduk yangberada di bawah garis kemiskinan, dari sebanyak 70 juta orang dalam tahun 1970 hingga

    Departemen Keuangan RI 28

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    29/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    tinggal 15 persen atau sekitar 27 juta orang dalam tahun 1990. Sementara itu, alokasi

    pengeluaran negara telah diarahkan pada sektor-sektor yang memacu pertumbuhan ekonomi,

    Damon tidak berdampak menambah tekanan inflasi. Pertumbuhan ekonomi selama empat tahun

    pelaksanaan Repelita V mencapai rata-rata 7 reIsen, yang berarti lebih tinggi dari sasaran

    Repelita V sebesar rata-rata 5 persen per tahun. Dalam pada itu, tingkat inflasi telah pula

    berhasil dikendalikan pada tingkat di bawah 10 persen dalam dekade belakangan ini, dan

    bahkan dalam tahun 1992 tingkat inflasi hanya mencapai 4,94 persen, yang merupakan angka

    inflasi terendah selama empat tahun pelaksanaan Repelita V.

    Sementara itu, walaupun pengaruh eksternal dan lebih-Iebih internal akan selalu

    mewarnai pelaksanaan APBN, kebijaksanaan anggaran yang berimbang dan dinamis yang telah

    dirasakan manfaatfiya selama ini akan tetap dipertahankan dalam pelaksanaan APBN-APBN

    berikutnya. Perubahan-perubahan perekonomian dunia dan nasional kadang-kadang membawa

    keuntungan bagi penerimaan negara, namun tidak jarang juga membawa kesulitan dalam

    penerimaan negara. Perubahan-perubahan eksternal daninternal tersebut telah membawa

    pengaruh terhadap perubahan struktural dalam perekonomian negara, terutama dalam

    penerimaan negara. Gejolak perkembangan harga minyak yang tidak menggembirakan sejak

    satu dekade yang lain telah membawa perubahan struktur dalam penerimaan dalam negeri.

    Gejolak tersebut walaupun dari segi penerimaan migas kurang menggembirakan, Damon

    membawa hikmah bagi struktur penerimaan dalam negeri. Sejak tahun 1986/87 penerimaan

    dalam negeri telah berhasil melepaskan ketergantungannya pada penerimaan migas dan makin

    didominasi oleh penerimaan dari sektor perpajakan. Hal ini sangat menguntungkan, karena di

    samping minyak merupakan sumber alam yang tidak dapat diperbaharui dan harganya sangat

    dipengaruhi oleh faktor-faktor nonekonomi, penerimaan sektor perpajakan juga mencerminkan

    sikap kemandirian pembiayaan pembangunan yang sumbernya dapat diharapkan secara mantap

    dalam jangka panjang.

    Sementara itu, belum pulihnya kondisi perekonomian dunia juga mempunyai pengaruhterhadap permintaan pasar internasional akan komoditas Indonesia, khususnya komoditas

    primer, yang pada gilirannya dapat menurunkan harga serta penerimaan devisa ekspornya.

    Dalam hal ini, melalui berbagai kebijaksanaan ekonomi, Pemerintah terus berusaha agar

    komoditi ekspor Indonesia tetap kompetitif di pasar internasional.

    Berbeda dengan kondisi pasar internasional, kondisi pasar dalam negeri cukup

    menggembirakan. Perekonomian nasional selama Repelita V tumbuh melampaui sasarannya,

    sehingga memberikan pengaruh yang sangat besar bagi peningkatan penerimaan negara, yangpada gilirannya membawa dampak positif kepada upaya pemupukan tabungan pemerintah.

    Departemen Keuangan RI 29

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    30/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    Selama Repelita V tabungan pemerintah mengalami peningkatan dalam jumlah yang cukup

    menggembirakan. Sebagai cerminan dari kemandirian pembiayaan pembangunan, upaya untuk

    terus meningkatkan tabungan pemerintah telah semakin digalakkan dengan mengusahakan

    peningkatan penerimaan dalam negeri yang melebihi laju pengeluaran rutin.

    Melihat kepada perkembangan keuangan negara sejak awal PJP I, dapat disimak

    perubahan struktural dalam penerimaan negara yang mengarah kepada sumber pembiayaan

    pembangunan yang semakin kokoh dan mandiri. Dalam masa Repelita I, peranan pajak sebagai

    pembiayaan pembangunan masih cukup besar, yaitu rata-rata sekitar 62 persen dari penerimaan

    dalam negeri, dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 32,3 persen per tahun, sedangkan

    penerimaan minyak bumi menyumbang rata-rata sekitar 33,4 persen dalam penerimaan dalam

    negeri dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 55,2 persen per tahun. Memasuki Repelita II

    dan III, harga minyak bumi di pasar internasional menunjukkan perkembangan yang

    meningkat, sehingga dominasi. penerimaan pajak dalam penerimaan dalam negeri tergeser oleh

    penerimaan migas. Dalam kedua periode tersebut penerimaan migas menyumbang rata-rata

    sekitar 61 persen dengan laju pertumbuhan sekitar 23 persen per tahun, sedangkan penerimaan

    pajak mempunyai peranan. sekitar 35 persen dari penerimaan dalam negeri dengan laju

    pertumbuhan sekitar 21 persen per tahun. Da1am tahun terakhir Repelita III, harga minyak

    bumi mulai mengalami penurunan akibat resesi yang dialami oleh negara-negara industri.

    Penurunan harga minyak tersebut membawa hikmah positif bagi perkembangan struktur

    penerimaan dalam negeri, dimana Pemerintah berupaya untuk mewujudkan sumber penerimaan

    dalam negeri yang rentan terhadap gejolak perekonomian internasional. Upaya itu dimulai

    dengan mengadakan pembaharuan sistem perpajakan nasional yang ditandai dengan

    diundangkannya serangkaian undang-undang perpajakan, yaitu Undang-undang Nomor 6

    Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, Undang-undang Nomor 7

    Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang

    Pajak Pertambahan Nilai, yang kemudian dilengkapi dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun1985 tentang Pajak Rumi dan Bangunan dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang

    Bea Meterai.

    Upaya pembaharuan perpajakan tersebut telah membawa struktur penerimaan negara

    yang bersandar pada sumber penerimaan dalam negeri yang kokoh dan tidak tergoyahkan oleh

    gejolak perekonomian internasional. Dalam Repelita IV, penerimaan perpajakan menyumbang

    rata-rata sekitar 41 persen dari penerimaan dalam negeri dengan laju pertumbuhan sekitar 26

    persen per tahun, sedangkan penerimaan migas yang menyumbang rata-rata sekitar 50 persendari penerimaan dalam negeri hanya tumbuh dengan laju rata-rata yang menurun, sebesar 2,2

    Departemen Keuangan RI 30

  • 8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995

    31/423

    Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995

    persen per tahun. Memasuki Repelita V, sebagai Repelita terakhir dalam PJP I, kemandirian

    pembiayaan pembangunan semakin kokoh, sebagaimana terlihat dari dominasi penerimaan

    perpajakan yang semakin mantap dalam penerimaan dalam negeri. Dalam tahun pertama

    Repelita V, sumbangan penerimaan perpajakan mencapai 53,7 persen dari penerimaan dalam

    negeri, dan dalam tahun terakhir Repeliia V peranannya diperkirakan akan meningkat menjadi

    64,1 persen dari penerimaan dalam negeri. Dengan demikian, laju pertumbuhan penerimaan

    perpajakan dalam Repelita V diperkirakan sekitar 22 persen per tahun, sementara dalam periode

    yang sama, pertumbuhan penerimaan migas diperkirakan sebesar 7,7 persen per tahun dengan

    kecenderungan penuruoan dalam peranannya, sehingga diperkirakan menjadi sekitar 28,6

    persen dari penerimaan dalam negeri keseluruhan dalam tahun terakhir Repelita V.

    Dalam kurun waktu hampir satu dekade sejak diberlakukannya sistem perpajakan

    nasional, terjadi lonjakan dalamjumlah wajib pajak (WP) yang terdaftar, dari sebanyak

    1.282.045 WP dalam bulan Januari 1984 menjadi 5.393.783 WP dalam bulan Januari 1993.

    Dari tiga jenis wajib pajak, yaitu wajib pajak PPh badan, wajib pajak PPh perorangan, dan

    wajib pajak PPN, wajib pajak PPh perorangan mengalami peningkatan yang cukup tinggi, yaitu

    dari sebanyak 1.189.832 WP dalam bulan Januari 1