Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
-
Upload
ahmad-abdul-haq -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
Embed Size (px)
Transcript of Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
1/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
NOTA KEUANGAN
DAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 1997/1998
REPUBLIK INDONESIA
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 1
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
2/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
BAB I
UMUM
Pendahuluan
Tahun anggaran 1997/1998 yang merupakan tahun keempat Repelita VI akan ditandai
dengan beberapa peristiwa penting dalam bidang ketatanegaraan, diantaranya pelaksanaan
pemilihan umum (Pemilu) 1997, disusul dengan pergantian anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Selanjutnya akan dilangsungkan
Sidang Umum MPR yang akan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun
1998, serta memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk periode 1998-2003. Ketiga peristiwa
tersebut akan memberikan suasana baru bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dalam
memasuki pergantian abad ini.
Memasuki abad ke 21 akan merupakan suatu peristiwa yang bersejarah dalam
mengantarkan dunia memasuki millennium ketiga. Menghadapi pergantian abad tersebut,
sebagai bangsa yang besar, sikap optimisme haruslah menjadi acuan setiap manusia Indonesia.
Sikap optimisme ini harus dikembangkan dan dipupuk, karena hal itu merupakan modal penting
bagi suatu bangsa untuk menatap masa depannya dalam mengisi dan melaksanakan
pembangunan. Pembangunan Indonesia yang telah dirumuskan berdasarkan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, telah memberikan dimensi etika
dan moral, dan merupakan pegangan utama bagi bangsa di tengah-tengah peradaban dunia yang
penuh dengan perbenturan dan persaingan, sebagai akibat dari zaman yang semakin terbuka dan
berdimensi global.
Pembangunan nasional yang mulai dilaksanakan secara terarah dan terencana pada
masa Orde Baru sejak tahun 1969, telah mencatat berbagai prestasi yang menggembirakan.Selama hampir tiga dekade ekonomi Indonesia telah tumbuh dengan tingkat hampir 7 persen
rata-rata per tahun. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut, dibarengi dengan
keberhasilan mengendalikan tingkat pertumbuhan penduduk ke tingkat yang relatif rendah, telah
berhasil meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara berarti, yang antara lain
ditunjukkan oleh berbagai indikator seperti makin membaiknya pendapatan per kapita,
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 2
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
3/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
menurunnya jumlah penduduk miskin, meningkatnya usia rata-rata harapan hidup, menurunnya
tingkat kematian bayi, serta membaiknya kesempatan memperoleh pendidikan.
Pada saat dimulainya pembangunan nasional pada tahun 1969, pendapatan per kapita
baru mencapai sebesar US$ 70, dan pada tahun 1995 pendapatan per kapita tersebut telah
meningkat menjadi sekitar US$ 1.024, suatu peningkatan hampir lima belas kali dalam kurun
waktu 26 tahun. Hal ini diikuti pula oleh penurunan jumlah penduduk Indonesia yang tergolong
miskin, dari sekitar 60 persen dari jumlah penduduk dalam tahun 1970 menjadi sekitar 13,7
persen dalam tahun 1993. Diperkirakan dalam tahun 1995 angka jumlah penduduk miskin
tersebut telah semakin mengecil. Demikian juga tingkat kematian bayi telah turun secara berarti,
dari 145 per seribu kelahiran hidup dalam tahun 1967 menjadi 55 per seribu dalam tahun 1995.
Sementara itu, usia rata-rata harapan hidup telah meningkat menjadi 63,5 tahun dalam tahun
1995. Kesempatan untuk mendapatkan pendidikan juga mengalami perbaikan, seperti
ditunjukkan oleh angka partisipasi kasar untuk murid sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat
pertarna, sekolah lanjutan tingkat atas, serta perguruan tinggi yang masing-masing telah
mencapai sebesar 111,9 persen, 50,8 persen, 32,5 persen dan 10,3 persen dalam tahun anggaran
1995/1996.
Hasil-hasil pembangunan yang cukup menggembirakan tersebut merupakan hasil kerja
keras dan saling bahu membahu dari seluruh rakyat Indonesia bersama Pemerintah. Perludisadari bahwa dalam melaksanakan pembangunan, berbagai tantangan dan hambatan akan
selalu menghadang. Namun demikian, sebagai bangsa pejuang yang telah berpengalaman dalam
berbagai permasalahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, semua tantangan dan
hambatan sebesar apapun, akan selalu dapat dipecahkan dan dicarikan jalan keluarnya. Kesatuan
dan persatuan bangsa, kerja sama yang penuh pengertian, serta sikap yang tidak saling
mencurigai dan apatis dari berbagai pelaku pembangunan, baik Pemerintah, badan usaha milik
negara (BUMN), dunia usaha swasta, koperasi serta masyarakat pada umumnya, merupakan
syarat mutlak bagi berhasilnya pembangunan yang berkesinambungan, dalam menuju suatu
masyarakat yang sejahtera lahir dan batin. Hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai selama
ini telah menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang mampu membangun dirinya untuk
duduk sejajar dengan bangsa-bangsa terkemuka lainnya.
Dalam rangka mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 3
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
4/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
UUD 1945, Pemerintah telah menetapkan program pembangunan yang berkesinambungan yang
berdimensi jangka panjang (PJP) dan menengah (Repelita) yang dijabarkan dalam rencana
operasional tahunan dalam bentuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RAPBN). Pembangunan jangka panjang pertama (PJP I) yang dimulai pada tahun anggaran
1969/1970 dan berakhir tahun anggaran 1993/1994 telah dilaksanakan dengan baik dan berhasil,
walaupun disadari bahwa masih ada hal-hal yang perin diperbaiki dan ditingkatkan. Hasil-hasil
pembangunan PJP I telah berhasil menciptakan landasan yang kuat bagi pembangunan ekonomi
Indonesia selanjutnya. Sebagai kelanjutannya, PJP II yang telah dicanangkan sejak 1 April 1994
dan akan berakhir tahun 2019, yang meliputi rangkaian Repelita VI sampai dengan Repelita X,
diperkirakan akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan PJP I. Rasa
optimisme ini didasarkan, antara lain pada semakin seimbangnya struktur ekonomi Indonesia,
semakin baiknya kualitas sumber daya manusia Indonesia, serta manajemen ekonomi makro
yang lebih profesional.
Pelaksanaan pembangunan dua tahun pertama Repelita VI telah menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang melampaui target yang ditetapkan, sementara itu, tingkat inflasi
juga lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Hasil-hasil yang dicapai dalam Repelita VI ini
telah meningkatkan rasa percaya diri dan optimisme, bahwa dalam tahun anggaran 1997/1998
berbagai sasaran pokok pembangunan sebagaimana telah ditetapkan, akan dapat dicapai bahkan
kemungkinan besar akan dapat terlampaui. Namun demikian, sikap optimisme dan percaya diri
perlu dibarengi dengan sikap hati-hati dan waspada.
Dalam tahun anggaran 1997/1998, berbagai tantangan akan dihadapi baik itu bersumber
dari dalam negeri (faktor internal) maupun dari luar negeri (faktor eksternal). Tantangan dari
dalam negeri terutama bersumber dari masalah-masalah ekonomi yang belum dapat diselesaikan
dalam tahun-tahun sebelumnya, seperti masalah pemerataan pendapatan, masalah kesenjangan
pembangunan antar kawasan, dan masalah peningkatan peranan usaha kecil dan menengah
termasuk koperasi, serta masalah-masalah lainnya, sedangkan tantangan dari luar negeri
terutama bersumber dari konsekuensi globalisasi ekonomi dunia. Globalisasi ini telah
mengakibatkan interdependensi ekonomi Indonesia dengan negara lain semakin tinggi, sehingga
kejadian-kejadian yang kurang menguntungkan yang terjadi di luar negeri dapat tertransmisikan
ke ekonomi Indonesia. Hal ini perlu diwaspadai dan dicermati karena transmisi faktor eksternal
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 4
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
5/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
yang negatif akan dengan mudah dan cepat terjadi oleh adanya kemajuan yang pesat di bidang
teknologi komunikasi dan transportasi. Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak negatif
tersebut, diperlukan suatu kebijaksanaan ekonomi makro yang proaktif dan hati-hati (prudent).
Walaupun tantangan yang dihadapi dalam tahun anggaran 1997/1998 beraneka ragam
dan semakin kompleks, namun peluang untuk melaksanakan pembangunan dengan baik dan
berhasil, tetap terbuka lebar. Untuk itu dituntut setiap insan Indonesia terutama yang
melaksanakan tugas-tugas kepemerintahan agar selalu bekerja keras, berdisiplin serta
berdedikasi tinggi. Dengan demikian, keberhasilan pelaksanaan pembangunan tahun anggaran
1997/1998 akan menandakan bahwa Indonesia telah maju selangkah lagi dalam mencapai
tujuannya.
Beberapa sasaran pokok pembangunan dalam tahun anggaran 1997/1998
Sesuai dengan arah kebijaksanaan pembangunan yang tertuang dalam GBHN 1993,
pelaksanaan pembangunan dalam tahun anggaran 1997/1998 tetap bertumpu pada Trilogi
Pembangunan. Nuansa pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, perlu lebih diwujudkan
sebagai filosofi dasar yang mewarnai setiap proses pengambilan keputusan politik, pengelolaan
kebijaksanaan ekonomi, dan pemecahan berbagai permasalahan fundamental yang dihadapi
dalam pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan untuk mempercepat perubahan struktur
perekonomian nasional menuju perekonomian yang seimbang dan dinamis, yang bercirikan
industri yang kuat dan maju, pertanian yang tangguh, serta memiliki basis pertumbuhan sektoral
yang seimbang. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan untuk menggerakkan dan
memacu pembangunan di bidang-bidang lainnya, sekaligus sebagai kekuatan utama
pembangunan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan
sosial ekonomi, yang prosesnya dapat terjadi melalui pengurangan angka kemiskinan dan
peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Dalam tahun anggaran 1997/1998 sasaran pertumbuhan ekonomi adalah sesuai dengan
sasaran yang ditetapkan dalam Repelita VI, yakni sebesar 7,1 persen. Sasaran pertumbuhan
ekonomi sebesar itu adalah cukup realistis, baik dilihat dari sisi permintaan maupun penawaran.
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 5
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
6/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
Dari sisi permintaan, perkembangan pasar domestik yang cenderung menguat akan menjadi
motor penggerak utama bagi pertumbuhan ekonomi, di samping peluang pasar luar negeri yang
fenomenanya kini juga tengah menunjukkan perkembangan secara pesat. Sedangkan dari sisi
penawaran, sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari adanya peningkatan investasi,
peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan produktivitas, efisiensi, dan daya saing
dalam pengelolaan sumber daya ekonomi nasional, serta semakin meningkatnya peranserta
masyarakat dalam kegiatan pembangunan. Dalam tahun anggaran 1997/1998, kebutuhan
investasi untuk pembangunan sektor pemerintah diperkirakan akan mencapai sekitar Rp
38.927,9 miliar, diantaranya diharapkan dapat dibiayai melalui tabungan pemerintah sebesar Rp
25.901,9 miliar dan penerimaan pembangunan sebesar Rp 13.026,0 miliar. Dengan
pertumbuhan ekonomi sebesar 7,1 persen dan sasaran pertumbuhan penduduk sebesar 1,54
persen, maka pada akhir tahun anggaran 1997/1998 pendapatan per kapita diperkirakan akan
mencapai sekitar US$ 1.201.
Kondisi perekonomian nasional dalam tahun anggaran 1997/1998 diperkirakan akan
berkembang secara dinamis dan mantap, melalui pembenahan aspek struktural ekonomi. Hal ini
dilakukan dengan mengurangi dan menghapuskan berbagai distorsi yang menghambat proses
produksi dan distribusi barang dan jasa, serta pengelolaan sektor finansial secara lebih
akomodatif dan berhati-hati, diharapkan laju inflasi akan dapat dikendalikan, sehingga
mendekati angka sasaran Repelita VI sebesar 6 persen per tahun. Namun demikian, dalam
rangka untuk memelihara kestabilan ekonomi yang dinamis, tetap diperlukan adanya
kebijaksanaan yang lebih berhati-hati, khususnya dalam menangani defisit transaksi berjalan.
Dalam tahun anggaran 1997/1998 defisit transaksi berjalan diperkirakan mencapai sebesar US$
9.798,0 juta, atau sedikit lebih tinggi dari angka tahun anggaran lalu. Peningkatan defisit
transaksi berjalan ini terjadi seiring dengan makin meningkatnya kegiatan investasi di dalam
negeri, sehingga kebutuhan impor barang modal dan bahan baku/ penolong juga makin
meningkat. Oleh karena itu dalam rangka mengamankan cadangan devisa, pertumbuhan impordalam tahun anggaran 1997/1998 diperkirakan pada tingkat 13,7 persen, sedangkan ekspor
diperkirakan tumbuh sebesar 14,0 persen, terutama karena adanya kontribusi dari ekspor
nonmigas yang pertumbuhannya diperkirakan akan mencapai sebesar 16,9 persen.
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 6
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
7/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
Kebijaksanaan ekonomi makro dan dinamika ekonomi Indonesia
Kebijaksanaan ekonomi makro yang dilaksanakan selama ini dengan tetap bertumpu
pada Trilogi Pembangunan, telah membawa perubahan yang mendasar dalam perekonomian
Indonesia. Perubahan ini antara lain tercermin pada perubahan struktur ekonomi Indonesia dari
suatu struktur yang kurang seimbang ke struktur yang lebih seimbang. Transformasi struktur
ekonomi ke arah yang lebih seimbang sangat penting bagi keberhasilan pembangunan ekonomi
Indonesia, terutama dalam berakomodasi dan berintegrasi dengan ekonomi global. Transformasi
struktur ekonomi ini menyangkut antara lain struktur produk domestik bruto (PDB), struktur
penerimaan negara, struktur ekspor, dan struktur investasi.
Perubahan atau transformasi struktur PDB Indonesia tercermin dari bergesernya
peranan sektor tradisional (pertanian) ke sektor yang lebih modern, seperti sektor industri,
perdagangan, dan jasa-jasa. Peranan sektor industri pengolahan dalam PDB telah meningkat dari
9,2 persen dalam tahun 1969 menjadi 24,2 persen pada tahun 1995. Sedangkan peranan sektor
pertanian menurun dari 49,3 persen dalam PDB tahun 1969, menjadi 17,2 persen dalam tahun
1995. Struktur PDB yang didominasi sektor pertanian mempunyai beberapa kelemahan, yaitu
nilai tukar (terms of trade) produk pertanian relatif rendah dibandingkan dengan produk
manufaktur, sehingga penerimaan devisa dari ekspor produk pertanian tidak dapat diandalkan
sebagai penerimaan devisa untuk membiayai barang-barang modal yang diimpor. Selain itu,sektor pertanian tumbuh relatif lamban, sehingga tidak dapat diandalkan untuk menyerap tenaga
kerja yang tumbuh dengan cepat. Dengan memperhatikan beberapa kelemahan. ini, Pemerintah
sejak awal pembangunan telah mengambil beberapa kebijaksanaan yang bertujuan untuk
menyeimbangkan alokasi sumber daya antara sektor pertanian dengan sektor industri.
Perubahan struktur perekonomian nasional yang menuju keseimbangan antara sektor
industri dan sektor pertanian semakin penting dewasa ini, sejalan dengan semakin tingginya
integrasi ekonomi Indonesia dengan perekonomian dunia yang cenderung bergerak ke arah
perdagangan sektor manufaktur dan jasa. Dengan struktur PDB yang telah mengarah ke sektor
industri dan jasa, ekonomi Indonesia diharapkan akan dapat lebih mudah mengakomodasi
peristiwa-peristiwa ekonomi internasional.
Perubahan struktural lain yang cukup penting menyangkut struktur penerimaan dalam
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 7
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
8/246
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
9/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
Pemberlakuan undang-undang tersebut di atas telah berhasil mendorong penerimaan
pajak secara berarti. Dalam tahun anggaran 1995/1996 penerimaan pajak mencapai sebesar Rp
48.420,4 miliar yang berarti kenaikan sebesar hampir 13 kali dari tahun anggaran 1982/1983. Di
samping itu peranan penerimaan pajak terhadap penerimaan dalam negeri juga mengalami
peningkatan yang cukup berarti. Jika dalam tahun anggaran 1982/1983 peranan penerimaan
pajak terhadap penerimaan dalam negeri adalah sebesar 30,5 persen, maka dalam tahun
anggaran 1995/1996 telah meningkat menjadi sebesar 67,7 persen. Di sisi lain, peranan
penerimaan migas terhadap penerimaan dalam negeri terus mengalami penurunan dari dalam
tahun anggaran 1995/1996 hanya sebesar 20,8 persen.
Terlepas dari keberhasilan tersebut di atas, penerimaan pajak masih perlu ditingkatkan.
Hal ini terlihat dari angka tax ratio yaitu rasio penerimaan pajak terhadap PDB yang masih
relatif rendah. Dalam tahun anggaran 1995/1996 angka rasio ini mencapai sebesar 11,8 persen,
sementara di negara-negara Asean seperti Singapura telah mencapai sebesar 16,2 persen,
Malaysia sebesar 33,4 persen, dari Thailand sebesar 16,1 persen pada tahun 1994. Oleh karena
itu, masih perlu ditingkatkan upaya-upaya ke arah peningkatan penerimaan pajak melalui
peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan integritas para petugas pajak, serta
peningkatan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak.
Perubahan struktur penting lainnya terjadi pada struktur ekspor Indonesia, yaitu darisuatu struktur yang didominasi migas ke struktur dimana peran nonmigas telah lebih dominan.
Perubahan struktur ini sangat erat kaitannya dengan strategi kebijaksanaan yang dijalankan
Pemerintah. Sebelum tahun 1986, kebijaksanaan yang dijalankan berorientasi ke pasar domestik
(inward-looking policy), yaitu bertujuan mendorong industri dalam negeri yang memproduksi
barang-barang yang menggantikan barang-barang impor, sehingga akan dapat menghemat
devisa. Kebijaksanaan seperti ini dapat dilaksanakan dalam kondisi harga minyak di pasar
internasional yang relatif tinggi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan devisa untuk pembayaran
transaksi internasional. Namun, turunnya harga minyak pada awal tahun 1980-an menyebabkan
Pemerintah menempuh kebijaksanaan yang berorientasi ke pasar luar negeri (outward-looking
policy). Untuk tujuan ini, Pemerintah telah mengeluarkan berbagai paket kebijaksanaan yang
mampu menciptakan iklim investasi yang menarik, serta menjalankan kebijaksanaan nilai tukar
yang kondusif untuk mendorong ekspor nonmigas.
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 9
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
10/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
Berbagai kebijaksanaan yang ditempuh, antara lain berupa paket kebijaksanaan 6 Mei
1986 (Pakmei '86), paket kebijaksanaan 25 Oktober 1986 (Pakto '86), paket kebijaksanaan 28
Oktober 1988 (Pakto '88), paket kebijaksanaan 3 Juni 1991 (Pakjun '91), paket kebijaksanaan 6
Juli 1992 (Pakjul '92), paket kebijaksanaan 10 Juni 1993 (Pakjun '93), paket kebijaksanaan 23
Oktober 1993 (Pakto '93) dan paket kebijaksanaan 23 Mei 1995 (Pakmei '95) telah berhasil
mendorong ekspor nonmigas berkembang dengan pesat. Dalam tahun anggaran 1995/1996 total
ekspor mencapai sebesar US$ 46.296 juta, dengan komposisi ekspor nonmigas sebesar US$
36.121 juta (78 persen) dan ekspor migas sebesar US$ 10.175 juta (22 persen) migas.
Komposisi ini berbeda jauh dengan tahun anggaran 1985/1986 dimana total ekspor mencapai
sebesar US$ 18.612 juta dengan komposisi ekspor nonmigas sebesar US$ 6.175 juta (33,2
persen) dan ekspor migas sebesar US$ 12.437 juta (66,8 persen).
Selain perubahan tersebut di atas basis ekspor nonmigas telah bergeser dari komoditi-
komoditi primer (hasil alam) ke komoditi-komoditi sekunder. Bila pada tahun 1970-an hingga
1980-an ekspor nonmigas tergantung pada 5 komoditi utama, yakni minyak bumi, karet olahan,
kopi, minyak kelapa sawit, dan timah, maka setelah akhir tahun 1980-an, nilai ekspor mulai
didominasi oleh 10 jenis komoditi utama seperti udang (segar/beku), kayu lapis, kayu olahan
lainnya, pakaian jadi, alat-alat listrik, karet olahan, alas kaki, kain tenun, tekstil lainnya, serta
kertas dan barang dari kertas.
Pertumbuhan ekspor nonmigas dalam kurun waktu 1985-1994 cukup menggembirakan,
yaitu tumbuh dengan tingkat rata-rata sebesar 18,3 persen per tahun. Namun, dalam dua tahun
terakhir, pertumbuhan ekspor nonmigas relatif mengalami penurunan. Hal ini antara lain
disebabkan oleh semakin ketatnya persaingan di pasar internasional sejalan dengan globalisasi
ekonomi dunia. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan upaya-upaya baik dari Pemerintah maupun
swasta untuk meningkatkan daya saing produk nasional di pasar internasional.
Perubahan mendasar berikutnya adalah perubahan struktur investasi. Pada awal tahun
1981 sebagian besar investasi dilakukan oleh Pemerintah dan peranan sektor swasta relatif kecil.
Pada saat itu peranan investasi pemerintah dalam total investasi mencapai sekitar 59 persen,
sedangkan swasta hanya sekitar 41 persen. Namun, dalam tahun 1995 peranan pemerintah telah
menurun menjadi sekitar 22,7 persen dan sektor swasta menjadi sekitar 77,3 persen. Keadaan
struktur yang demikian ini telah membuat ekonomi Indonesia lebih dinamis dan lebih
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 10
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
11/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
berorientasi ke mekanisme pasar yang terkendali, sehingga kegiatan ekonomi bukan lagi
digerakkan oleh sektor publik, tetapi sebagian besar digerakkan oleh sektor swasta. Perubahan
struktur investasi ini sangat berkait dengan upaya-upaya pemerintah dalam mendorong investasi
swasta baik dalam negeri (PMDN), swasta asing (PMA), serta investasi masyarakat bukan
PMDN dan PMA. Upaya ini diawali dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 1 Tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
Dalam Negeri, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970.
Struktur ekonomi Indonesia yang telah lebih seimbang tersebut di atas telah
memberikan lingkungan yang lebih mudah dalam melaksanakan kebijaksanaan ekonomi makro
dalam rangka mencapai Trilogi Pembangunan, yaitu pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas.
Ketiga unsur ini adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya,
walaupun dalam pelaksanaannya terjadi penyesuaian penekanan intensitas pada salah satu unsur
sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin dapat
dicapai tanpa stabilitas ekonomi yang mantap dan dinamis. Sementara itu, stabilitas juga tidak
akan dapat dicapai tanpa adanya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Demikian juga
pemerataan pembangunan tidak mungkin tercapai tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi.
Kebijaksanaan ekonomi makro, yaitu kebijaksanaan fiskal, moneter, necara
pembayaran, serta kebijaksanaan di sektor riil, yang dilaksanakan selama ini selalu diarahkan
untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, mengendalikan inflasi dan neraca transaksi
berjalan, serta untuk mencapai pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang lebih baik.
Dalam kaitan ini, kebijaksanaan ekonomi makro tahun anggaran 1997/1998 akan diarahkan
untuk mencapai target ekonomi makro dalam Repelita VI, yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi
sebesar rata-rata 7,1 persen per tahun, tingkat inflasi sebesar 6 persen per tahun, defisit transaksi
berjalan dalam batas-batas yang aman, serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang
lebih baik.
Kebijaksanaan fiskal, moneter, dan neraca pembayaran di satu pihak dan kebijaksanaan
di sektor riil, seperti kebijaksanaan investasi, produksi, serta distribusi di pihak lain, ditujukan
untuk mengendalikan perekonomian ke arah yang dikehendaki. Namun, kedua kebijaksanaan ini
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 11
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
12/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
digunakan dengan tujuan yang berbeda. Kebijaksanaan fiskal, moneter, dan neraca pembayaran
dimaksudkan untuk mengendalikan perekonomian dari sisi permintaan (demand) dan pada
umumnya terjadi dalam jangka pendek (short-term). Sedangkan kebijaksanaan di sektor riil
dimaksudkan mengendalikan perekonomian dari sisi penawaran (supply) dan biasanya
berdimensi waktu relatif lebih lama (long-term).
Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan merupakan suatu proses pembangunan yang
berkesinambungan dari masa lalu, sekarang dan masa datang. Oleh karena itu, isu-isu ekonomi
yang dihadapi juga merupakan isu-isu yang saling berkaitan. Isu ekonomi dalam tahun anggaran
1996/1997 berkaitan dengan isu-isu ekonomi yang dihadapi dalam tahun-tahun anggaran
sebelumnya. Dalam tahun anggaran 1995/1996 demikian juga dalam tahun anggaran 1996/1997
isu-isu utama ekonomi makro yang dihadapi adalah masalah suhu ekonomi nasional yang relatif
memanas (overheated economy), yang ditandai oleh relatif tingginya tingkat inflasi dan defisit
transaksi berjalan yang relatif besar. Dalam tahun anggaran 1994/1995 dan tahun anggaran
1995/1996 inflasi mencapai masing-masing sebesar 8,57 persen dan 8,86 persen, sementara
defisit transaksi berjalan meningkat dari sebesar US$ 3.488 juta dalam tahun anggaran
1994/1995 menjadi US$ 6.987,0 juta dalam tahun anggaran 1995/1996 atau meningkat sebesar
100,3 persen. Dalam tahun anggaran 1996/1997, diperkirakan inflasi akan lebih rendah dari
tahun anggaran 1995/1996, sedangkan defisit transaksi berjalan diperkirakan akan mencapai
sekitar US$ 8.823 juta atau meningkat sebesar 26,3 persen dibanding tahun anggaran
sebelumnya. Secara makro, defisit transaksi berjalan dalam tahun anggaran 1996/1997 mencapai
4 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Masalah pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan tetap merupakan masalah
utama yang dihadapi dalam tahun anggaran 1997/1998. Oleh karena itu, kebijaksanaan ekonomi
makro yang ditempuh terutama ditujukan untuk mengendalikan kedua masalah tersebut. Inflasi
perlu dikendalikan ke tingkat yang serendah mungkin oleh karena inflasi menyangkut
kesejahteraan seluruh rakyat. Inflasi yang tinggi akan menurunkan daya beli (purchasing power)
dari masyarakat terutama mereka yang berpenghasilan relatif tetap. Selain itu, inflasi juga
menurunkan daya saing produk-produk nasional, karena inflasi yang tinggi berarti biaya
produksi juga akan naik dan pada gilirannya akan tercermin pada harga produk yang tinggi.
Sementara itu, defisit transaksi berjalan perlu terus dikendalikan oleh karena defisit transaksi
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 12
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
13/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
berjalan merupakan cerminan dari kewajiban suatu negara terhadap dunia luar. Hal ini terjadi
karena nilai impor barang-barang dan jasa-jasa yang merupakan kewajiban terhadap dunia luar
lebih besar daripada nilai ekspor yang merupakan kemampuan untuk membiayai impor tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut, kewajiban suatu negara terhadap dunia luar secara bertahap
perlu diturunkan, yaitu dengan mengusahakan penurunan defisit transaksi berjalan, yang
dicerminkan oleh nilai ekspor barang-barang dan jasa-jasa yang meningkat lebih tinggi dari
peningkatan nilai impor barang-barang dan jasa-jasa.
Pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan sangat penting dan menentukan bagi
suatu negara, oleh karena kedua unsur ini merupakan pencerminan dari kestabilan ekonomi
internal dan eksternal. Inflasi yang tinggi dan tidak terkendali, berarti harga barang-barang dan
jasa-jasa mengalami kenaikan yang tinggi dan tidak terkendali. Keadaan ini akan menciptakan
ketidakpastian harga input dan output, yang selanjutnya akan dapat menghambat kegiatan
produksi dan distribusi barang dan jasa, yang pada gilirannya akan membahayakan
perekonomian masyarakat. Di sisi lain, defisit transaksi berjalan yang meningkat terus dan tidak
terkendali dapat menimbulkan berbagai isu devaluasi. Isu devaluasi tersebut selanjutnya akan
mendorong spekulasi di pasar valuta asing yang tercermin dalam bentuk ketidakstabilan dan
kegoncangan di pasar valuta asing. Hal ini pada gilirannya akan mengganggu sektor produksi
terutama barang-barang produksi untuk ekspor. Apabila ekspor terganggu berarti defisit
transaksi berjalan akan semakin melebar, dan ini selanjutnya akan memperkuat goncangan yang
telah terjadi di pasar valuta asing.
Tingginya inflasi dan meningkatnya defisit transaksi berjalan disebabkan terutama oleh
meningkatnya permintaan agregat yang tidak dibarengi dengan meningkatnya penawaran
agregat. Permintaan agregat yang ditunjukkan oleh besarnya jumlah uang beredar, dapat
mengalami peningkatan dalam waktu sangat singkat, tetapi penawaran agregat yang ditunjukkan
oleh besarnya arus barang relatif tetap dalam waktu singkat, karena menyangkut kapasitas
produksi. Dengan demikian dalam jangka pendek, pengendalian inflasi dan defisit transaksi
berjalan dilakukan dengan pengendalian permintaan agregat. Peningkatan permintaan agregat
terjadi karena adanya peningkatan belanja akan konsumsi dan investasi oleh masyarakat dan
Pemerintah. Dalam kaitan ini, perilaku belanja pemerintah ditentukan oleh kebijaksanaan
pemerintah sendiri, dengan memperhatikan batasan pendapatannya (budget constraint).
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 13
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
14/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
Sedangkan perilaku belanja masyarakat ditentukan oleh daya belinya yang terutama berasal dari
jumlah uang yang dikuasainya. Oleh karena itu, secara garis besar, konsumsi dan investasi
masyarakat dapat dikendalikan dengan kebijaksanaan moneter, sedang konsumsi dan investasi
pemerintah dapat dikendalikan dengan kebijaksanaan fiskal.
Upaya penurunan permintaan agregat masyarakat dilakukan dengan menurunkan
tingkat pertumbuhan uang beredar melalui kebijaksanaan moneter, seperti ketentuan giro wajib
minimum (GWM), pengaturan suku bunga diskonto, operasi pasar terbuka, serta melalui
himbauan (moral suasion). Operasi pasar terbuka dilakukan Bank Indonesia setiap hari kerja
dengan menjual sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk menurunkan jumlah uang beredar, dan
membeli surat berharga pasar uang (SBPU) untuk menambah jumlah uang beredar. Di samping
itu, untuk menurunkan jumlah uang beredar, Bank Indonesia juga dapat melakukannya dengan
menaikkan GWM atau sebaliknya untuk menaikkan jumlah uang beredar dilakukan dengan
menurunkan GWM. Sebagaimana diketahui sejak 1 Februari 1996, GWM telah dinaikkan
menjadi 3 persen dari yang berlaku sebelumnya yaitu sebesar 2 persen, dan akan dinaikkan lagi
menjadi sebesar 5 persen mulai 1 April 1997.
Agar dapat mencapai tujuannya dengan efektif kebijaksanaan moneter yang ketat harus
didukung oleh kebijaksanaan fiskal yang ketat (kontraktif) pula. Oleh karena itu, dalam tahun
anggaran 1997/1998 akan dilaksanakan kebijaksanaan fiskal yang kontraktif, yaitu denganmengintensifkan penerimaan negara dan diikuti dengan pengeluaran yang seefisien mungkin.
Pengeluaran pembangunan akan diarahkan ke sektor-sektor yang strategis dan mempunyai
dampak multiplier yang besar bagi perekonomian nasional, seperti pembangunan infrastruktur
yang mendukung upaya pengembangan industri, terutama yang menghasilkan barang ekspor
dan mampu menyerap tenaga kerja yang banyak. Pengeluaran rutin akan dilaksanakan seefisien
mungkin, tanpa mengurangi kualitas pelayanan aparat pemerintah kepada masyarakat.
Kebijaksanaan fiskal yang kontraktif akan dapat meningkatkan tabungan pemerintah, serta
diupayakan akan terbentuk sisa anggaran lebih (SAL) yang lebih besar, yang antara lain dapat
dipergunakan untuk percepatan pembayaran hutang luar negeri pemerintah terutama yang
berbunga relatif tinggi.
Dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, kebijaksanaan
ekonomi makro diarahkan untuk mengendalikan sisi permintaan (demand) dan sisi penawaran
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 14
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
15/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
(supply) dari perekonomian. Dalam jangka pendek (short-term), pertumbuhan ekonomi sangat
dipengaruhi oleh sisi permintaan, sedangkan dalam rentang waktu yang lebih panjang (long-
term) pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh sisi penawaran seperti tingkat investasi,
produktivitas, sumber daya manusia dan lainnya. Interaksi sisi permintaan dan sisi penawaran
akan menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dengan demikian mengendalikan
perekonomian harus dilakukan seeara hati-hati dan bijaksana, karena kedua besaran yaitu
pertumbuhan dan inflasi dapat bergerak ke arah yang tidak diinginkan. Pertumbuhan ekonomi
yang terlalu tinggi akan dapat menghasilkan tingkat inflasi yang tinggi, sebaliknya upaya
penekanan inflasi yang serendah mungkin, akan dapat berakibat tingkat pertumbuhan ekonomi
yang rendah.
Untuk mengendalikan perekonomian dalam jangka pendek (tahunan), Pemerintah telah
menjalankan kebijaksanaan moneter dan fiskal yang berhati-hati dan proaktif. Kebijaksanaan
moneter ditujukan terutama untuk mempengaruhi belanja masyarakat, baik untuk konsumsi
maupun investasi yang penentu utamanya adalah jumlah uang yang dipegang masyarakat
(jumlah uang beredar). Sedangkan jumlah uang beredar yang diukur dengan M2 (likuiditas
perekonomian) ditentukan antara lain oleh jumlah kredit yang disalurkan oleh sektor perbankan
dan jumlah aliran dana dari luar negeri. Pengendalian jumlah uang beredar sangat penting,
karena di satu pihak merupakan penentu pertumbuhan atau kegiatan ekonomi nasional, dan di
pihak lain sebagai penentu tingkat inflasi. Jumlah uang beredar yang terlalu sedikit akan
menurunkan aktivitas perekonomian, namun jumlah uang beredar yang melampaui kebutuhan
ekonomi nasional akan mendorong naiknya inflasi. Oleh karena itu, jumlah uang beredar ini
perlu dikendalikan secara hati-hati dan tepat.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas sektor moneter dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi dan mengendalikan inflasi, sejak 1 Juni 1983 telah dikeluarkan kebijaksanaan yang
antara lain memberi kebebasan bagi perbankan untuk menentukan suku bunga yang semula di
bawah kendali pemerintah dan kemudahan bagi masyarakat untuk mendirikan bank, usaha
asuransi, dana pensiun, serta lembaga pembiayaan. Dalam kaitan ini, telah diberlakukan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 2 Tahun
1992 tentang Usaha Perasuransian, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun, dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Selain itu melalui
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 15
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
16/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
Keppres Nomor 61 Tahun 1988 telah diletakkan dasar bagi pengembangan lembaga
pembiayaan.
Kebijaksanaan tersebut di atas telah berhasil mendorong perkembangan industri
perbankan, industri asuransi, dana pensiun, pasar modal dan lembaga pembiayaan. Sampai
dengan bulan Oktober 1996 jumlah bank umum mencapai 239 buah, sedangkan bank
perkreditan rakyat mencapai sebanyak 7.834 buah. Dana perbankan yang berhasil dihimpun
sampai dengan bulan Oktober 1996 mencapai Rp 260.661,8 miliar, yang terdiri dari giro sebesar
Rp 52.566,2 miliar, deposito sebesar Rp 150.047,7 mi1iar, dan tabungan sebesar Rp 58.047,9
mi1iar. Sementara itu, dalam periode yang sama kredit perbankan yang disalurkan telah
mencapai Rp 278.099 miliar. Selanjutnya dalam tahun 1995 total aset industri asuransi
mencapai Rp 17.269,8 miliar, dan nilai investasi sebesar Rp 13.441,5 miliar. Sedangkan total
aset Dana Pensiun dalam tahun 1995 mencapai sekitar Rp 14.254,1 miliar, dan nilai investasi
mencapai sekitar Rp 10.072,5 miliar. Total aset lembaga pembiayaan (tidak termasuk modal
ventura) dalam tahun 1995 mencapai Rp 23.899,0 mi1iar, dan nilai investasi sebesar Rp
18.719,0 miliar. Dalam pada itu, peranan pasar modal dalam menghimpun dana, antara lain
dapat dilihat dari nilai kumulatif emisi saham dan obligasi yang sampai dengan tanggal 27
Desember 1996 mencapai masing-masing sebesar Rp 49.801,4 miliar dan Rp 11.535,5 miliar.
Untuk mempengaruhi sisi penawaran, Pemerintah telah mengambil kebijaksanaan dibidang investasi, produksi, serta distribusi yang bertujuan untuk meningkatkan produksi dan
distribusi barang. Kebijaksanaan untuk mendorong investasi yang dituangkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan
Dalam Rangka Penanaman Modal Asing membawa perubahan yang cukup menarik bagi
investor asing, dimana dalam rangka usaha patungan investor asing diperbolehkan menguasai
saham hingga 95,0 persen. Selain itu, bidang-bidang usaha yang vital seperti pelabuhan,
produksi dan transmisi, serta distribusi tenaga listrik untuk umum, telekomunikasi, pelayaran,
penerbangan, air minum, kereta api, pembangkit tenaga atom dan media massa, dibuka untuk
investor asing dengan persyaratan tertentu. Dalam rangka mendorong investasi, pada saat ini
Pemerintah sedang berusaha menyempurnakan Undang-undang Penanaman Modal Dalam
Negeri dan Penanaman Modal Asing.
Selanjutnya, Pemerintah juga telah menyusun program pembangunan industri yang
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 16
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
17/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
terdiri dari tiga program pokok, yaitu program pengembangan industri rumah tangga, industri
kecil dan menengah, program peningkatan kemampuan teknologi industri, dan program
penataan struktur industri. Untuk mendukung pelaksanaan program tersebut telah ditetapkan
program penunjang yang terdiri atas program pengendalian pencemaran lingkungan hidup,
program pengembangan informasi industri, program pendidikan, pelatihan dan penyusunan
industri, serta program penelitian dan pengembangan industri. Program-program tersebut
dimaksudkan untuk mendorong industri nasional menjadi industri yang handal, efisien dan
mempunyai daya saing di pasar internasional.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi perlu diikuti oleh pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya. Dalam kaitan ini, Pemerintah telah melaksanakan program pembinaan usaha
kecil (PUK) mengingat bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia berada dan tergantung pada
usaha kecil. Salah satu bentuk bantuan yang diberikan Pemerintah adalah berupa perluasan
akses permodalan melalui skim perkreditan. Sampai dengan akhir tahun 1995, nilai kredit usaha
kecil (KUK) yang disalurkan telah mencapai Rp 40,9 triliun kepada 6,5 juta pengusaha kecil.
Sedangkan nilai kredit umum pedesaan (Kupedes) yang disalurkan dalam tahun anggaran
1995/1996 mencapai Rp 3,3 triliun kepada 2,3 juta pengusaha kecil di pedesaan. Selain itu,
kemitraan usaha antara pengusaha kecil dengan BUMN juga mengalami kemajuan yang besar.
Hal ini dapat dilihat dari penggunaan laba BUMN yang disalurkan untuk pembinaan usaha
kecil, yang dalam tahun 1995 mencapai sebesar Rp 397,5 miliar dengan jumlah pengusaha kecil
yang menjadi mitra usaha besar mencapai 68.500 orang. Sementara itu, melalui program Inpres
desa tertinggal (lOT) dalam tahun anggaran 1995/1996 juga telah diberikan bantuan langsung
kepada 22.094 desa masing-masing sebesar Rp 20 juta per desa.
Keterkaitan ekonomi Indonesia dengan perkembangan ekonomi dunia
Sistem perekonomian terbuka yang dianut oleh Indonesia, menyebabkan perekonomian
Indonesia tidak dapat menghindar dari setiap perkembangan yang terjadi dalam perekonomian
dunia, dan membawa konsekuensi adanya keterkaitan yang erat, baik melalui arus barang, jasa
maupun arus modal. Sebagaimana halnya arus modal, arus barang dan jasa memiliki peranan
yang penting dalam perekonomian nasional, seperti terlihat pada peranan (rasio) ekspor dan
impor terhadap PDB, yang dalam tahun 1995 mencapai masing-masing sebesar 26,02 persen
dan 25,23 persen.
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 17
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
18/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
Ekspor sangat penting dalam menunjang pembangunan perekonomian Indonesia, karena
ekspor tidak saja sebagai sumber penerimaan devisa tetapi juga sebagai perluasan pasar bagi
produksi barang-barang domestik dan penyerap tenaga kerja. Selain tingkat daya saing barang-
barang ekspor itu sendiri, faktor penting lainnya yang mempengaruhi kinerja ekspor nasional
adalah tingkat pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya tingkat pertumbuhan ekonomi di negara
mitra dagang utama Indonesia. Data tahun 1995 menunjukkan bahwa sebesar 50,2 persen dari
seluruh ekspor Indonesia ditujukan ke tujuh negara industri utama, sebesar 41 persen ke negara-
negara berkembang, sedangkan sisanya sebesar 8,8 persen ke negara-negara dalam transisi.
Sementara itu, lima negara yang merupakan tujuan utarna ekspor Indonesia antara lain adalah
Jepang (27,1 persen), Amerika Serikat (14 persen), Singapura (8,3 persen), Korea Selatan (6,4
persen), dan Taiwan (3,8 persen). Diperkirakan distribusi tujuan utarna ekspor Indonesia tidak
akan banyak mengalami perubahan dalam beberapa tahun mendatang.
Menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya negara-negara mitra dagang
utama Indonesia, sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kecenderungan naik turunnya
permintaan terhadap barang-barang ekspor Indonesia, maka perlu terus menerus dicermati
perkembangannya dalam upaya mengarnbil manfaat yang sebaik mungkin, serta menghindarkan
dampak yang merugikan. Pertumbuhan ekonomi dunia dalam tahun 1994 dan 1995, cukup
tinggi yaitu masing-masing sebesar 3,7 persen dan 3,5 persen. Diperkirakan pertumbuhan
ekonomi dunia dalam tahun 1996 akan sedikit lebih tinggi, yaitu sebesar 3,8 persen. Negara-
negara berkembang secara keseluruhan diperkirakan tetap meraih laju pertumbuhan yang paling
kuat di antara kelompok-kelompok negara lainnya, yaitu sebesar 6,3 persen, dengan laju inflasi
yang menurun menjadi 13,3 persen. Untuk kelompok negara-negara industri, dalam tahun 1995
mencapai laju pertumbuhan sebesar 2,1 persen, sedangkan dalam tahun 1996 diperkirakan
mengalami pertumbuhan yang sedikit menguat menjadi 2,3 persen, dengan tingkat inflasi
sebesar 2,3 persen. Tingkat inflasi yang relatif rendah ini mengindikasikan bahwa masih cukup
ruang bagi negara-negara maju untuk mendorong ekonominya untuk tumbuh lebih kuat.
Di sisi lain, situasi perekonomian di kelompok negara-negara transisi terus membaik dan
aktivitas ekonomi dalam tahun 1996 cukup stabil setelah lima tahun mengalami kemerosotan.
Sejumlah negara diperkirakan akan dapat mencapai laju pertumbuhan di atas 5 persen, seperti
Republik Ceko, Polandia, Republik Slowakia, dan Georgia. Secara keseluruhan negara-negara
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 18
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
19/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
transisi dalam tahun 1996 ini diperkirakan mulai mampu mencapai laju pertumbuhan positif,
yaitu sebesar 0,4 persen, setelah tahun-tahun sebelumnya selalu berada dalam pertumbuhan
yang negatif. Inflasi rata-rata di negara-negara transisi dalam tahun 1996 diperkirakan
mengalami penurunan menjadi 41,3 persen. Namun perlu diwaspadai, walaupun pertumbuhan
ekonomi dunia dalam tahun 1996 diproyeksikan lebih baik dari tahun sebelumnya, volume
perdagangan dunia diperkirakan mengalami penurunan dari 8,9 persen menjadi 6,7 persen.
Sementara itu, dalam tahun 1997 pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan cukup
tinggi, yaitu dengan laju pertumbuhan sebesar 4, 1 persen. Hal ini terutama disebabkan oleh
adanya dorongan dari pertumbuhan yang tinggi di kelompok negara-negara transisi, yang
diproyeksikan sebesar 4 persen dibandingkan dengan tahun 1996 yang hanya mencapai 0,4
persen. Negara-negara industri secara kelompok, pertumbuhan ekonominya diproyeksikan
meningkat menjadi 2,5 persen. Sedangkan negara-negara berkembang diproyeksikan akan
meraih laju pertumbuhan yang hampir sama dengan tahun 1996, yaitu sebesar 6,2 persen.
Seirama dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat, volume perdagangan dunia
dalam tahun 1997 diramalkan kembali meningkat menjadi sebesar 7,2 persen. Membaiknya
pertumbuhan ekonomi dunia yang diikuti pula oleh meningkatnya volume perdagangan
internasional, akan memberikan dampak yang menguntungkan bagi perekonomian negara-
negara berkembang pada umumnya dan Indonesia khususnya.
Sementara itu, tanda-tanda pemulihan ekonomi Jepang mulai kelihatan pada tahun
1995. Meskipun produksi nasional selama tahun 1995 tumbuh sedikit di bawah 1 persen, namun
pertumbuhan yang cukup kuat dalam kuartal pertama tahun 1996 telah mengindikasikan bahwa
pemulihan ekonomi yang sudah lama ditunggu-tunggu itu kini tampak semakin nyata. Langkah-
langkah yang diambil oleh pemerintah Jepang untuk memberikan rangsangan fiskal di samping
penurunan tingkat bunga diskonto selama tahun 1995, telah memberikan sumbangan besar bagi
pemulihan ekonomi negara tersebut, yang dalam tahun 1996 diperkirakan tumbuh sebesar 3,5
persen. Amerika Serikat, yang melakukan pengetatan moneter dalam tahun 1994 untuk
meredam inflasi yang dirasakan meningkat, mengalami perlambatan laju pertumbuhan menjadi
sebesar 2 persen dalam tahun 1995 dibandingkan sebesar 3,5 persen dalam tahun sebelumnya.
Namun demikian, di awal tahun 1996 tanda-tanda menguatnya pertumbuhan kembali telah
mulai kelihatan. Hal ini tercermin dari respon perekonomian negara tersebut terhadap beberapa
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 19
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
20/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
kali penurunan tingkat bunga jangka pendek sejak pertengahan Juli 1995, dan juga oleh adanya
penurunan tingkat bunga obligasi dalam tahun tersebut. Perekonomian Amerika Serikat dalam
tahun 1996 diperkirakan tumbuh sebesar 2,4 persen.
Dalam pada itu, perekonomian di sejumlah negara-negara Asia yang menjadi mitra
dagang penting Indonesia, seperti negara-negara ASEAN, Korea Selatan, Cina, dan Hongkong,
diperkirakan tetap meraih tingkat pertumbuhan yang cukup baik dalam tahun 1996. Negara-
negara tersebut telah melakukan langkah-langkah pengetatan kondisi moneter dan perkreditan,
dalam upaya memperlambat laju pertumbuhan dan meredam tekanan-tekanan inflasi.
Selain dari arus barang dan jasa, keterkaitan ekonomi Indonesia dengan ekonomi dunia
terjadi melalui arus modal. Karena sifatnya yang sangat sensitif, baik yang disebabkan oleh
faktor ekonomi maupun nonekonomi, menyebabkan arus modal tersebut dapat mempengaruhi
kinerja pasar uang dan pasar modal setiap negara. Dalam semester pertama tahun 1996, setelah
terjadinya krisis Meksiko, aliran modal neto ke negara berkembang pulih kembali, meskipun
disparitas aliran modal di antara kawasan-kawasan negara berkembang tetap berlangsung.
Selama tahun 1995, aliran modal neto ke negara-negara berkembang tercatat sebesar US$ 166,7
miliar, yang terdiri atas investasi asing langsung (FDI) sebesar US$ 73,6 miliar, investasi
portofolio sebesar US$ 35,7 miliar, dan investasi lainnya sebesar US$ 57,4 miliar. Negara
berkembang kawasan Asia tetap merupakan penerima aliran modal yang terbesar dengan nilaisebesar US$ 98 miliar, disusul kemudian oleh kawasan Amerika Latin sebesar US$ 38,9 miliar,
Timur Tengah dan Eropa sebesar US$ 15,4 miliar, dan kawasan Afrika sebesar US$ 14,4 miliar.
Sementara itu, arus modal neto ke Indonesia dalam bentuk investasi langsung, tidak termasuk
investasi portofolio, selama tahun anggaran 1995/1996 tercatat sebesar US$ 5,4 miliar.
Tantangan ekonomi Indonesia dalam tahun anggaran 1997/1998
Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 1994 mencapai sebesar 7,5 persen, dan tahun
1995 sebesar 8,2 persen. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi seperti ini, total PDB tahun
1995 telah meningkat menjadi Rp 452,4 triliun dibandingkan dengan tahun 1994 sebesar Rp
382,2 triliun. Dengan demikian jika PDB pada tahun 1995 dibagi dengan jumlah penduduk
Indonesia yang berjumlah lebih kurang 194 juta, maka pendapatan per kapita yang diukur
berdasarkan angka PDB akan mencapai sekitar Rp 2.332,0 ribu, atau sekitar US$ 1.024 (sekitar
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 20
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
21/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
11,3 persen lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan per kapita tahun 1994 sebesar US$
920).
Walaupun berbagai indikator makro maupun mikro menunjukkan kecenderungan yang
positif, sikap kehati-hatian dalam pengelolaan ekonomi makro masih mutlak dan harus terus
dilanjutkan dalam menghadapi tantangan yang akan dihadapi dalam tahun anggaran 1997/1998
dan tahun-tahun mendatang. Dengan target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan sebesar 7,1
persen rata-rata per tahun selama Repelita VI, diperkirakan tahun 1996, walaupun tidak setinggi
tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun 1995, pertumbuhan ekonomi akan melebihi tingkat
pertumbuhan yang ditargetkan. Sejalan dengan proses pendinginan ekonomi yang dilakukan
selama tahun 1996, tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun 1997 diproyeksikan sebesar 7,1
persen yaitu sesuai dengan target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan dalam Repelita VI.
Dengan masih tetap tingginya perkiraan pertumbuhan ekonomi tersebut, maka
pemenuhan kebutuhan dana untuk investasi, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar
negeri, perlu diupayakan seoptimal mungkin guna tercapainya sasaran pembangunan nasional
yang berkelanjutan. Selanjutnya, dengan mengacu pada perkembangan ekonomi nasional tahun
anggaran 1996/1997, dan dengan memperhatikan faktor eksternal, utamanya dalam menghadapi
era globalisasi, maka ekonomi nasional menghadapi beberapa tantangan yang perlu dihadapi
dan dipecahkan secara hati-hati dan bijaksana.
Di bidang fiskal, tantangan yang paling mendasar adalah upaya peningkatan tabungan
pemerintah, khususnya melalui upaya meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Kendala
yang menonjol dalam upaya meningkatkan penerimaan dari sektor tersebut adalah masih relatif
rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Namun demikian, melalui
penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang diikuti dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia (aparat) perpajakan, diharapkan peranan penerimaan
pajak, yang rasionya terhadap PDB masih relatif kecil, akan semakin meningkat di masa-masa
mendatang.
Sementara itu, pertumbuhan tabungan/dana masyarakat yang dihimpun oleh sektor
perbankan, baik dalam bentuk giro, tabungan, maupun deposito berjangka, dalam tahun
anggaran 1997/1998 diperkirakan akan tetap tinggi, sehingga tabungan masyarakat tersebut
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 21
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
22/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
dapat digunakan sebagai sumber pembiayaan investasi. Kondisi ini antara lain didukung oleh
semakin beragamnya produk simpanan yang ditawarkan, meluasnya jaringan kantor bank, dan
penggunaan teknologi yang semakin canggih, serta pelayanan yang semakin profesional.
Namun, upaya penghimpunan tabungan masyarakat ini perlu terus ditingkatkan, agar dana-dana
masyarakat yang masih menganggur atau digunakan ke sektor-sektor yang kurang produktif,
seperti spekulasi tanah dan spekulasi lainnya dapat dimobilisasi ke sektor-sektor produktif
melalui perbankan.
Di bidang moneter, tantangan yang dihadapi pada tahun anggaran 1997/1998 adalah
untuk tetap menjaga kestabilan moneter, terutama dalam hal pengendalian permintaan domestik
untuk dapat tumbuh dalam batas-batas daya dukung kapasitas produksi nasional. Dengan
demikian kebijaksanaan moneter dalam tahun anggaran 1997/1998 akan tetap dilakukan dengan
hati-hati dan diarahkan untuk mengendalikan pertumbuhan besaran-besaran moneter seperti
uang beredar (M1), likuiditas perekonomian (M2), kredit perbankan, laju inflasi, dan arus modal
masuk dari luar negeri yang berlebihan.
Selain tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat yang dihimpun melalui sektor
perbankan, tabungan masyarakat yang dihimpun melalui pasar modal juga semakin penting.
Walaupun pasar modal Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang semakin baik dari
tahun ke tahun, namun masih diperlukan upaya yang lebih giat dan keras untuk meningkatkankinerja pasar modal Indonesia. Pasar modal sangat penting dalam mendukung pembangunan
ekonomi suatu negara. Oleh karena itu merupakan tantangan yang sangat serius bagi semua
pihak yang berkaitan dengan pasar modal, untuk menjadikan pasar modal Indonesia menjadi
suatu pasar modal yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, mendorong pemerataan
pendapatan, serta mampu bersaing dengan pasar modal negara-negara lainnya.
Tantangan lain yang cukup berat dalam tahun anggaran 1997/1998 adalah upaya untuk
meningkatkan ekspor, khususnya ekspor nonmigas. Dalam tahun anggaran 1996/1997 tantangan
yang dihadapi perekonomian nasional di sektor perdagangan luar negeri terasa berat, yang
antara lain disebabkan melemahnya volume perdagangan dunia, meningkatnya persaingan di
pasar dunia, serta makin banyaknya aturan atau persyaratan dalam perdagangan internasional.
Kondisi tersebut perlu lebih dicermati lagi mengingat masih belum optimalnya pelaksanaan
kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang pada
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 22
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
23/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
gilirannya dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekspor secara keseluruhan, utamanya ekspor
nonmigas. Untuk itu, selama tahun anggaran 1996/1997 telah dilakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan ekspor seperti diluncurkannya paket deregulasi pada bulan Juni 1996 yang
menyempurnakan ketentuan-ketentuan sebelumnya di bidang impor, ekspor dan investasi.
Selain itu, telah disederhanakan pula prosedur untuk mendapatkan fasilitas pembebasan,
pengembalian dan penangguhan pungutan negara bagi eksportir yang menggunakan bahan
baku/penolong dan atau barang modal impor dalam memproduksi komoditi ekspor. Namun
demikian, mengingat kompetisi perdagangan internasional cenderung semakin meningkat
apalagi dengan makin mendekatnya pelaksanaan kesepakatan AFTA pada tahun 2003, maka
tantangan untuk meningkatkan ekspor, khususnya nonmigas dalam tahun anggaran 1997/1998
akan menjadi perlu lebih diperhatikan dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya.
Dalam skala yang lebih makro, dengan relatif turunnya laju pertumbuhan ekspor
nonmigas, dan dibarengi dengan relatif menaiknya impor barang modal maupun barang
konsumsi, dan transaksi jasa-jasa yang defisit, menyebabkan defisit transaksi berjalan menjadi
relatif kurang menggembirakan. Defisit transaksi berjalan tahun anggaran 1995/1996 mencapai
sebesar US$ 6.987 juta, atau telah meningkat menjadi sekitar dua kali lipat dibandingkan
dengan defisit tahun anggaran sebelumnya yang sebesar US$ 3.488 juta. Dengan kondisi yang
demikian, maka dalam tahun mendatang tantangan untuk menjaga agar posisi transaksi berjalan
tetap aman adalah suatu pekerjaan yang perlu lebih diperhatikan.
Sementara itu, dalam kaitannya. dengan terus berlangsungnya proses globalisasi di
berbagai sektor yang dicerminkan dengan semakin intensifnya kerjasama antarbangsa, seperti
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), APEC di kawasan Asia Pasifik, dan AFTA di kawasan
Asia Tenggara dalam mewujudkan arus lalu lintas perdagangan internasional yang bebas dari
hambatan tarif dan nontarif, tentunya merupakan suatu tantangan tersendiri bagi perekonomian
Indonesia. Dalam era globalisasi tersebut, tantangan yang paling besar yang akan dihadapi
adalah berbagai penyesuaian dan perubahan terhadap aturan atau kebijaksanaan nasional dalam
rangka memenuhi komitmen internasional. Dewasa ini gejala ke arah itu sudah mulai terlihat,
rnisalnya dengan semakin banyaknya pas-pas tarif barang impor yang diturunkan bea masuknya
secara bertahap hingga mendekati nol persen, serta persyaratan tentang standarisasi
mutu/kualitas dan ecolabelling. Sedangkan tantangan lainnya yang juga cukup meminta
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 23
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
24/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
perhatian dalam upaya meningkatkan ekspor nonmigas, adalah adanya tuduhan dari beberapa
negara mitra dagang bahwa Indonesia telah melakukan kebijaksanaan dumping dalam upaya
merebut pasar ekspor.
Tantangan lainnya yang sejalan dengan akan berlakunya komitmen tentang perdagangan
bebas, adalah perlunya upaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas di berbagai sektor usaha
dalam rangka meningkatkan daya saing produk ekspor nonmigas Indonesia di pasar luar negeri.
Walaupun diketahui bahwa upaya meningkatkan daya saing tersebut telah dilakukan oleh
Pemerintah seperti dengan diluncurkannya berbagai kebijaksanaan deregulasi dan
debirokratisasi yang utamanya bertujuan untuk mengurangi "high cost economy" dan
meningkatkan kemudahan berusaha, namun mengingat pada waktu yang bersamaan negara-
negara pesaing, khususnya negara-negara di kawasan Asia seperti Malaysia, Thailand dan India
juga mengeluarkan kebijaksanaan yang sama, maka tantangan peningkatan daya saing tersebut
terasa akan semakin berat pada tahun mendatang.
Akhirnya, tantangan yang paling penting yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi
pada tahun anggaran 1997/1998 dan tahun-tahun mendatang, khususnya dalam menghadapi
abad ke-21 yang identik dengan era globalisasi adalah tantangan untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Pada abad mendatang, sebagai konsekuensi logis dari proses globalisasi,
maka tingkat persaingan akan semakin tajam, baik di pasar domestik maupun internasional, dantidak hanya terbatas pada persaingan dalam memasarkan barang, tetapi juga jasa. Oleh karena
itu, upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik yang menyangkut
bidang pendidikan, kesehatan, dan perluasan kesempatan kerja adalah merupakan suatu
keharusan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi pelaksanaannya.
RAPBN 1997/1998
RAPBN 1997/1998 disusun dengan hati-hati dan realistis, dengan tetap berpegang
teguh pada prinsip anggaran yang berimbang dan dinamis. Dengan memperhatikan berbagai
faktor yang berkembang baik dalam dinamika ekonomi nasional maupun internasional, serta
asumsi-asumsi yang diperkirakan akan terjadi, maka RAPBN 1997/1998 disusun secara
berimbang pada tingkat Rp 101.086,7 miliar atau meningkat sebesar 11,6 persen dibandingkan
APBN 1996/1997 yang sebesar Rp 90.616,4 miliar.
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 24
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
25/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
Di sisi anggaran pendapatan negara, penerimaan dalam negeri dan penerimaan
pembangunan direncanakan masing-masing sebesar Rp 88.060,7 miliar (peningkatan sebesar
12,6 persen dari APBN 1996/1997) dan Rp 13.026,0 miliar (meningkat sebesar 4,9 persen dari
APBN 1996/1997). Selanjutnya penerimaan dalam negeri yang mencakup penerimaan migas
dan penerimaan di luar migas diperkirakan mencapai masing-masing sebesar Rp 14.871,1 miliar
dan Rp 73.189,6 miliar, yang berarti suatu kenaikan masing-masing sebesar 5,3 persen dan 14,2
persen dari tahun anggaran sebelumnya. .
Sementara itu, sektor penerimaan nonmigas terdiri dari penerimaan perpajakan dan
penerimaan bukan pajak. Penerimaan perpajakan yang terdiri dari pajak penghasilan (PPh),
pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan
PPn BM), pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak ekspor, dan pajak lainnya, serta penerimaan
bea masuk dan cukai, diperkirakan akan dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap
penerimaan negara yang direncanakan. Sedangkan penerimaan negara bukan pajak yang berasal
dari penerimaan departemen/lembaga pemerintah nondepartemen, bagian pemerintah atas laba
BUMN dan penerimaan dari laba bersih minyak diperkirakan juga akan dapat ditingkatkan.
Komponen penerimaan perpajakan yang utama berasal dari pajak penghasilan dan pajak
pertambahan nilai atas barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah diperkirakan
akan mencapai masing-masing sebesar Rp 29.117,7 miliar dan Rp 24.601,4 miliar.
Selanjutnya, penerimaan pembangunan yang dalam tahun anggaran 1997/1998
diperkirakan akan mencapai Rp 13.026,0 miliar seluruhnya berbentuk bantuan proyek, sehingga
sebagaimana halnya dengan beberapa tahun anggaran sebelumnya, dalam tahun anggaran
1997/1998 juga tidak terdapat penerimaan pembangunan yang berasal dari bantuan program.
Dari sisi belanja negara, pengeluaran rutin dan pembangunan dalam RAPBN 1997/1998
diperkirakan akan mencapai masing-masing sebesar Rp 62.158,8 miliar dan Rp 38.927,9 miliar.
Dengan komposisi tersebut maka pengeluaran rutin dan pembangunan telah mengalami
peningkatan sebesar 10,8 persen dan 12,8 persen dari APBN 1996/1997. Pengeluaran rutin
tersebut akan dialokasikan untuk belanja pegawai sebesar Rp 21.192,0 miliar atau naik sebesar
15,9 persen dibanding tahun anggaran sebelumnya, untuk belanja barang sebesar Rp 8.895,2
miliar, subsidi daerah otonom sebesar Rp 11.535,8 miliar, pembayaran bunga dan cicilan hutang
sebesar Rp 19.570,9 miliar, dan untuk membiayai pengeluaran rutin lainnya sebesar Rp 964,9
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 25
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
26/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
miliar.
Pengeluaran pembangunan sebagai salah satu unsur utama RAPBN 1997/1998
diperkirakan akan mencapai sebesar Rp 38.927,9 miliar, yang berarti peningkatan sebesar 12,8
persen dibanding APBN 1996/1997. Pembiayaan pengeluaran pembangunan tersebut berasal
dari tabungan pemerintah sebesar Rp 25.901,9 miliar dan bantuan proyek sebesar Rp 13.026,0
miliar. Pengeluaran pembangunan yang berupa pembiayaan rupiah dialokasikan pada
departemen/lembaga pemerintah nondepartemen (termasuk Hankam) sebesar Rp 14.914,6
miliar, bantuan pembangunan daerah (termasuk pembangunan daerah melalui penerimaan PBB)
sebesar Rp 9.910,1 miliar, dan lain-lain pengeluaran pembangunan sebesar Rp 1.077,2 miliar.
Penutup
Pembangunan nasional Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dalam mengejar ketertinggalan dengan bangsa-bangsa lain di bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan ekonomi. Di samping itu, pembangunan nasional yang dijabarkan
dalam RAPBN 1997/1998 bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antargolongan masyarakat
dan antardaerah sebagai akibat dari adanya perbedaan laju kegiatan masing-masing sektor
perekonomian. Tujuan tersebut hanya dapat diwujudkan apabila program-program
pembangunan direncanakan dan dilaksanakan secara baik dengan mengacu pada peningkatan
efektivitas dan efisiensi. RAPBN 1997/1998 merupakan salah satu sarana yang menggerakkan
roda perekonomian nasional, menuju terciptanya ekonomi nasional yang tangguh, stabil, dan
efisien. Namun demikian, RAPBN 1997/1998 hanya merupakan sebagian instrumen dari upaya
bangsa Indonesia membangun perekonomiannya dan mengalokasikan sumber-sumber daya
ekonomi secara tepat dari sektor pemerintah, yang perlu didukung dengan partisipasi aktif
sektor swasta.
Menyadari bahwa kemampuan anggaran negara masih terbatas, pembangunan nasional
didasarkan pada skala prioritas yang ketat yaitu untuk melanjutkan program-program yang
masih belum terselesaikan, seraya mempersiapkan landasan baru yang lebih kukuh bagi
pelaksanaan pembangunan tahap berikutnya guna mencapai cita-cita nasional. Pembangunan
nasional yang melibatkan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat, terutama sektor
swasta sebagai pelaku utama perekonomian nasional yang akan secara langsung menghadapi
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 26
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
27/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
arus globalisasi perdagangan dan investasi, akan lebih menampakkan hasil-hasil yang lebih
positif. Penyempurnaan-penyempurnaan dan pembenahan-pembenahan dalam sektor-sektor
yang lemah dalam perekonomian nasional perlu terus menerus dilakukan melalui berbagai
kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi di sektor riil maupun sektor finansial.
Kesemuanya itu didasarkan pada keinginan luhur untuk membawa bangsa Indonesia ke
tingkat kemakmuran dan kesejahteraan yang lebih tinggi agar sejajar dengan bangsa-bangsa lain
yang telah lebih maju, serta siap untuk memasuki arena persaingan global dengan kualitas
sumber daya manusia yang lebih tinggi. Dengan demikian harapan bangsa Indonesia untuk
menyongsong hari depan yang lebih baik dan lebih cerah akan dapat segera terwujud.
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 27
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
28/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
BAB II
ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA NEGARA
2.1. Pendahuluan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah rincian rencana kegiatan of erasion
a.l. pemerintahan dan pembangunan yang dinyatakan dalam rupiah, dan merupakan penjabaran
dari GBHN dan Repelita. Oleh karena itu penyusunan anggaran dilakukan dengan cermat,
dengan tetap mengacu pada Trilogi Pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-
hasilnya menuju terciptanya kemakmuran yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Namun demikian, walaupun telah disusun dengan cermat, dalam realisasinya masih menghadapi
ketidakpastian, baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi pengeluarannya.
Dengan keadaan itu, maka sejak awal Repelita I, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) tetap didasarkan pada prinsip anggaran berimbang yang dinamis. Namun dalam
perkembangannya selama hampir lima tahun terakhir dalam pelaksanaan APBN dimungkinkan
dibentuknya cadangan pada masa penerimaan negara melebihi yang direncanakan, dan
dimanfaatkannya dana cadangan tersebut pada masa penerimaan negara kurang dari yang
direncanakan atau tidak cukup mendukung program yang telah direncanakan dan/atau yang
sangat mendesak, sehingga terjamin kesinambungan pembiayaan yang diiringi oleh stabilitas
ekonomi yang mantap.
Dalam kerangka kebijaksanaan umum ekonomi makro selama masa Orde Baru, APBN
yang merupakan alat kebijaksanaan fiskal disusun dan dilaksanakan secara serasi dan salingmenunjang dengan alat-alat kebijaksanaan ekonomi makro lainnya, yaitu kebijaksanaan moneter
dan neraca pembayaran. Hasil daripada pelaksanaan kebijaksanaan tersebut adalah tercapainya
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, yaitu sekitar 7,0 persen per tahun selama PJP I dan
sekitar 8,0 persen dalam dua tahun pertama Repelita VI. Dalam fungsinya sebagai alat
kebijaksanaan fiskal, APBN terdiri dari dua sisi, yaitu sisi pengeluaran yang menunjukkan
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 28
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
29/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
jumlah dana yang dibutuhkan untuk membiayai kegiatan Pemerintah dalam tahun tertentu, dan
sisi penerimaan yang menunjukkan sumber-sumber dana yang diharapkan dapat diperoleh untuk
membiayai pengeluaran tersebut. Dengan demikian, meningkatnya jumlah pengeluaran harus
diikuti oleh meningkatnya jumlah penerimaan.
Dalam melaksanakan pembangunan, terdapat prinsip yang harus ditaati dalam kaitannya
dengan APBN, yaitu prinsip anggaran berimbang yang dinamis, dengan tetap mengutamakan
sumber dana pembangunan yang bersumber dari dalam negeri, sedangkan penerimaan
pembangunan hanya merupakan pelengkap. Pengutamaan sumber pembiayaan pembangunan
pada kemampuan dalam negeri mencerminkan semakin meningkatnya kemandirian dalam
pembangunan. Dalam PJP I tabungan pemerintah mengalami pertumbuhan sebesar 29,4 persen
per tahun, sedangkan pengeluaran pembangunan tumbuh sebesar 26,1 persen per tahun. Dengan
lebih cepatnya pertumbuhan tabungan pemerintah tersebut, maka penerimaan pembangunan
yang hanya mengalami pertumbuhan sebesar 22,5 persen merupakan pelengkap bagi dana
pembangunan.
Selanjutnya, cepatnya pertumbuhan tabungan pemerintah berkaitan erat dengan lebih
cepatnya pertumbuhan penerimaan dalam negeri daripada pertumbuhan pengeluaran rutin.
Selama P1P I penerimaan dalam negeri mengalami pertumbuhan sebesar 25,4 persen per tahun,
sedangkan pengeluaran rutin mengalami pertumbuhan sebesar 24,4 persen per tahun.
Sebagai gambaran mengenai kebijaksanaan Pemerintah di bidang APBN sejak Repelita
I hingga Repelita VI dapat diikuti dalam Tabel II.1.
2.2. Perkembangan pelaksanaan APBN sampai dengan tahun anggaran 1996/1997
2.2.1. Kebijaksanaan pokok di bidang APBN
Dalam rangka mendukung tercapainya sasaran pembangunan nasional yang tertuang
dalam Trilogi Pembangunan, diperlukan kebijaksanaan fiskal yang tepat. Sehubungan dengan
itu penerimaan negara terus diupayakan peningkatannya dengan menggali dan mengembangkan
semua sumber penerimaan negara, terutama sumber penerimaan yang berasal dari perpajakan
dan sumber lainnya, dengan tetap memperhatikan peningkatan kemampuan pembiayaan
pembangunan oleh masyarakat dan dunia usaha. Selain itu pengeluaran rutin diupayakan lebih
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 29
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
30/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
efisien dan efektif, sedangkan bagi pengeluaran pembangunan direncanakan berdasarkan
prioritas pemanfaatannya.
Penerimaan dari sektor migas tidak lagi menjadi andalan penerimaan dalam negeri,
namun tetap merupakan salah satu penerimaan yang sangat potensial. Penerimaan rnigas masih
memberikan kontribusi yang cukup besar yaitu rata-rata per tahun sebesar 34,7 persen dalam
Repelita V terhadap penerimaan dalam negeri, sedangkan dalain dua tahun pelaksanaan Repelita
VI penerimaan rnigas telah memberikan kontribusi rata-rata sebesar 20,6 persen. Untuk
meningkatkan penerimaan rnigas tersebut terus diupayakan peningkatan investasi dalam
eksplorasi dan pengusahaan sumber rninyak bumi secara terus menerus, agar kontinuitas
produksi rninyak mentah tetap terjaga.
Dalam pada itu, untuk meningkatkan penerimaan pajak telah diupayakan secara terus -
menerus melalui intensifikasi pemungutan pajak, dan juga melalui ekstensifikasi objek pajak
dan wajib pajak. Intensifikasi pemungutan pajak dilakukan antara lain melalui upaya
peningkatan kepatuhan wajib pajak melalui penegakan hukum (law enforcement) dan
penyuluhan perpajakan. Sedangkan untuk ekstensifikasi dilakukan dengan meningkatkan jumlah
wajib pajak yang belum terjangkau dan perluasan objek pajak.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan ekonomi, demikian pula praktek
penyelenggaraan kegiatan usaha, khususnya bagi kegiatan-kegiatan yang tidak/belum
tertampung dalam undang-undang perpajakan tahun 1984, dalam tahun 1994 telah dilakukan
penyempurnaan atas undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
undang-undang tentang Pajak Penghasilan, undang-undang tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, serta undang-undang tentang Pajak
Bumi dan Bangunan.
Penyempurnaan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan negara di
bidang perpajakan dalam rangka semakin meningkatkan kemandirian dalam pembiayaan
pembangunan. Sedangkan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, telah ditempuh beberapa
upaya antara lain melalui penyuluhan, penerbitan surat teguran, surat tagihan, dan pemeriksaan
secara sederhana baik di kantor maupun di lapangan. Upaya untuk meningkatkan kepatuhan
pembayar PBB dilakukan melalui himbauan sebelum jatuh tempo, surat teguran, surat tagihan
pajak, dan sita lelang. Di samping itu juga melibatkan Pemda Tingkat II untuk melakukan pekan
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 30
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
31/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
pembayaran yang melibatkan para pejabat dan tokoh masyarakat yang dijadikan panutan dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya.
Sementara itu, di bidang penerimaan bea masuk dan cukai yang merupakan bagian dari
penerimaan perpajakan terus diupayakan peningkatannya untuk mendukung penerimaan dalam
negeri. Penerimaan bea masuk berkaitan dengan arus impor. Oleh karena itu dalam menghadapi
era globalisasi ekonomi, dalam tahun 1995 telah dikeluarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1995 tentang Kepabeanan. Dalam undang-undang tersebut ditetapkan basarnya tarif setinggi-
tingginya 40 persen dari nilai pabean untuk penghitungan bea masuk. Sedangkan untuk
kebijaksanaan penerimaan cukai, telah pula dilakukan penggantian perundang-undangan yang
lama dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Kedua Undang-undang ini
mulai berlaku 1 April 1996.
Di bidang penerimaan bukan pajak, berbagai kebijaksanaan telah ditempuh antara lain
melalui penyempurnaan administrasi pengelolaan, intensifikasi pemungutan, dan penyesuaian
tarif yang disesuaikan dengan kondisi perkembangan ekonomi saat ini. Sedangkan penerimaan
yang berasal dari bagian pemerintah atas keuntungan BUMN, telah dilakukan perbaikan
manajemen, pemantapan organisasi, penegasan fungsi dan penyempurnaan pola pengembangan
BUMN, sehingga BUMN tersebut diharapkan semakin produktif, efektif dan efisien. Di
samping itu untuk lebih menyehatkan BUMN, memeratakan pemilikan saham kepada
masyarakat dan memberikan kesempatan bagi pengawasan oleh masyarakat secara langsung,
beberapa BUMN yang cukup baik telah melakukan penjualan sahamnya kepada masyarakat (go
public) baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Di bidang pengeluaran rutin, penggunaannya dilakukan dengan hati-hati dan cermat yang
diarahkan untuk menunjang kelancaran penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan
pembangunan, sehingga dapat tercipta terus peningkatan efisiensi, efektivitas dalam
pengeluaran, tanpa mengurangi mutu pelayanan kepada masyarakat. Pengeluaran-pengeluaran
tersebut digunakan untuk mendukung keperluan belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah
otonom, pembayaran bunga dan cicilan hutang serta pengeluaran rutin lainnya. Dalam kaitan
ini, untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri sipil/PNS, ABRI, dan pensiunan,
Pemerintah secara berkala telah menaikkan tunjangan perbaikan penghasilan, yang terakhir
telah dilakukan pada bulan April 1996 sebesar 10 persen. Kemudian di bidang pembayaran
kembali hutang-hutang luar negeri, di samping terus diupayakan untuk memenuhi kewajiban
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 31
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
32/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
secara tepat waktu dan jumlah selama Repelita VI telah dilakukan beberapa kali percepatan
pembayaran (prepayment) terutama untuk hutang luar negeri yang memiliki bunga tinggi. Hal
tersebut dimaksudkan untuk meringankan beban pembayaran hutang di kemudian hari, karena
dengan semakin berkurangnya hutang tersebut maka akan semakin meningkatkan dana. untuk
pembangunan.
Repelita Realisasi Repelita Realisasi Repelita Realisasi Repelita Realisasi Repelita Realisasi Repelita Realisasi'
Penerimaan dalam negeri 228 246,2 216 338,6 324 413,1 314 591,8 428 915,2 1.630,00 2.565,50Pengeluaran rutin 204 213,7 243 293,5 281 344,8 319 428,6 351 699,7 1.404,00 1.980,30Tabungan pemerintah 24 32,5 33 45,1 43 68,9 55 163,2 11 215,5 226 585,2Penerimaan pembangunan 99 82,1 120 99,5 180.0 108,6 209 121,5 225 142,9 833 554,6a. bantuan program -63 -69,2 -15 -75,2 -85 -92,8 -85 -87,2 -85 -93,6 -393 -418
. bantuan proyek -36 -12,9 -45 -24,3 -95 -15,8 -124 -34,3 (140.0) -49,3 -440 -136,6Dana pembangunan 123 114,6 153 144,6 223 177,5 264 284,1 296 418,4 1.059,00 1.139,80Pengeluaran pembangunan 123 109,3 153 131,9 223 163,9 264 263 296 406,3 1.059,00 1.080,40a. rupiah -81 -96,4 -108 -113,6 (l28,0) -148,1 -140 -228,1 -156 -351 -619 -943,8
. bantuan proyek -36 -12,9 -45 -24,3 -95 -15,8 -124 -34,3 -140 -49,3 -440 -136,6
1970/1971
Tabel II.1PELAKSANAAN APBN DALAM REPELITA I, II, III, IV, V, DAN VI (1969/1970 -1996/1997) *)
(dalam miliar rupiah)
REPELITA IJUMLAH1969/1970 1971/1972 1972/1973 1973/1974
*) Realisasi PAN
epe ta ea sas epe ta ea sas epe ta ea sas epe ta ea sas epe ta ea sas epe ta ea sas
Penerimaan dalam negeri 1.363,40 1.770.6 2.073,70 2.244,30 2.277,40 2.866,50 2.607,70 3.511,60 3.088,70 4.247,00 11.410,90 14.640,00Pengelua ran rutin 961,6 985 ,7 1.293,90 1 .239,30 1.427 ,90 1.605,10 1.629,90 2 .07 9,8 0 1 .905 ,10 2.612 ,10 7,!,2 14 8.5 82,6 0
Tabungan pemerintah 401,8 784,9 179,8 1.005,00 1.189,50 1.261,40 977,8 1.431,10 1.183,60 4.192,10 6.057,40Penerimaan pembangunan 213,9 201,1 191,8 450,4 208 325,2 218,4 253,6 241.I 437,9 1,656.1 167,2
a. bantuan program ( - ) (37.1) ( - ) -20,5 ( - ) -22,7 ( - ) (42.9) ( - ) -52,5 ( - ) -176,2. bantuan proyek ( - ) -169,5 ( - ) -429,9 ( - ) -302,5 ( - ) -210,7 ( - ) -385,4 ( - ) -1.498,00
Dana pembangunan 15,7 992 971,6 l.485,4 1.057,50 1.58M 1.196,20 l.611,5 1.408,20 2.012,20 5.24,2 1.731,60
Pengeluaran pembangunan 615,7 985,2 911,6 1 .436,40 1 .057,50 1 .511,20 1 .196,20 1 .540,60 1 .408,20 1 .948,80 5 .249,20 7 .479,20a. rupiah ( - ) -815,1 ( - ) -1.006,50 ( - ) -1.268,70 ( - ) -1.329,90 ( - ) -1.560,40 -7 -5.981,20. antuan proye - - , - - , - - , - - , - - , - - . ,
JUMLAH1974/1975 1975/1976 1976/1977 1978/19791977/1978
epe a ea sas epe a ea sas epe a ea sas epe a ea sas epe a ea sas epe a ea sas
5.440,50 6.733,20 6.089,90 9.933,30 6.804,20 12.162,40 7.526,20 12.373,80 8.412,30 16.366,70 34.273,10 57.569,403.445,90 3.999,20 3.845,40 5.549,50 4.294,20 6.943,00 4.767,50 6.967,30 5.308,20 10.215,20 21.661,20 33.674,201.994,60 2.734,00 2.244,50 4.383,80 2.510.0 5.219,40 1.758,70 5.406,50 3.104,10 6.151,50 12.611,90 23.895,201.493,50 775,1 1.647,40 1.120,60 1.840,30 1.558,60 2.019,50 2.006,00 2.236,80 2.543,10 9.237,50 8.003,40
a. bantuan program ( - ) -64,4 ( - ) -64,1 ( - ) -45 ( - ) -15,1 ( - ) -14,9 ( - ) -203,5( - ) -710,7 ( - ) -1.056,50 ( - ) -1.513,60 ( - ) -1.990,90 ( - ) -2.528,20 ( - ) -7.799,90
3.488,10 3.509,10 3.891,90 5.504,40 4.350,30 6.778,00 4.778,20 7.412,50 5.340,90 8.694,60 21.849,40 31.898,603.488,10 3.479,70 3.891,90 5.450,60 4.350,30 6.826,10 4.778,20 7.440,40 5.340,90 8.557,00 21.849,40 31.753,80
( - ) -2.769,00 ( - ) -4.394,10 ( - ) -5.312,50 ( - ) -5.449,50 ( - ) -6.028,80 ( - ) -23.953,90( - ) -710,7 ( - ) -1.056,50 ( - ) -1.513,60 ( - ) -1.990,90 ( - ) -2.528,20 ( - ) -7.799,90. bantuan proyek
. bantuan proyekDana pembangunanPengeluaran pembangunana. rupiah
1983/1984
Penerimaan dalam negeriPengeluaran rutinTabungan pemerintah
1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983
Penerimaan pembangunan
JUMLAH
epe ta ea sas epe ta ea sas epe ta ea sas epe ta ea sas epe ta ea sas epe ta ea sas
Penerimaan dalam negeri 16.149,40 15.931,30 9.793,80 20.939,40 24.282,40 17.385,30 29.582,10 21.730,70 35.659,90 23.413,80 125.467,60 99.400,50
Pengeluaran rut in 10.101,10 9.405,90 12.(j42,8 12.006,40 14.582,50 13.716,70 17.725,50 17.340,60 21.520,00 20.934,90 75.971,90 73.404,50
Tabungan pemerintah 6 .048,30 6 .525,40 7 .751,00 8 .933,00 9 .699,90 3 .668,60 11.856,60 4 .390,10 14.139,90 2 .478,90 49.495,70 25.996,00
Penerimaan pembangunan 4.411,00 1.780,70 5.098,00 2.829,50 5.715,30 5.513,00 6.686,80 5.555,60 7.202,70 10.124,30 29.113,80 25.803,10
a. bantuan program ( - ) -69,3 ( - ) (69,2). ( - ) -1.791,20 ( - ) -684,5 ( - ) -2.665,90 ( - ) -5.280,10
b. bantuan proyek ( - ) -1.711,40 ( - ) -2.760,30 ( - ) (3.72],8) ( - ) -4.871,10 ( - ) -7.458,40 ( - ) -20.523,00
Dana pembangunan 10.459,30 8.306,10 12.849,00 11.762,50 15.415,20 9.181,60 18.543,40 9.945,70 21.342,60 12.603,20 78.609,50 51.799,10
JUMLAH1984/1985 1985/1986 1986/1987 1987/1988 1988/1989
epe ta ea sas epe ta ea sas epe ta ea sas epe ta ea sas epe ta ea sas epe ta ea sas
Penerimaan dalam negeri 25.249,80 11.504,20 29.432,50 42.193,00 34.856,50 42.582,00 41.466,40 48.862,60 48.909,40 56.113,10 179.914,60 221.254,90
Pengeluaran rut in 23.445,00 24.335,20 24.829,60 29.121,10 26.591,60 29.053,00 27.974,40 33.605,40 29.959,80 40.289,90 132.800,40 156.404,60
Tabungan pemerintah 1.804,80 7.169,00 4.602,90 a07l,9 8.264,90 13.529,00 13.492,00 15.257,20 18.949,60 15.823,20 47.114,20 64.850,30
Penerimaan pembangunan 11.325,10 8.330,30 11.566,00 8.381,50 12.644,80 9.975,10 12.195,00 11.097,90 12.687,00 10352,5 60.417,90 48.537,30
a. bantuan program ( - ) -965,8 ( - ) -1.346,70 ( - ) -1.385,50 ( - ) -516,5 ( - ) ( - ) ( - ) -4.214,50
b. bantuan proyek ( - ) -7.364,50 ( - ) -7.034,80 ( - ) -8.589,60 ( - ) -10.581,40 ( - ) (10,752,5) ( - ) -44.322,80
Dana pembangunan 13.129,90 15.499.3 16.168,90 21.453,40 20.909,70 23.504,10 25.687,00 26.355,10 31.636,60 26.575,70 7.532,10 113.387,60
Pengeluaran pembangunan 13.129,90 15.393,90 16.168,90 18.250,80 20.909,70 23.074,50 25.687,00 26.906,30 31.636,60 28.428,10 107.532,10 112.053,60
a. rupiah ( - ) -8.029,40 ( - ) -11.216,00 ( - ) -14.484,90 ( - ) -16.324,90 ( - ) -17.675,60 ( - ) -67.730,80
b. bantuan proyek ( - ) -7.364,50 ( - ) -7.034,80 ( - ) -8.589,60 ( - ) (10.581.4) ( - ) -10.752,50 ( - ) -44.322,80
JUMLAH1989/1990 1990/1991 1991/1992 1993/19941992/1993
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 32
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
33/246
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
34/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
departemen/lembaga pemerintah non departemen terus diupayakan peningkatannya melalui
berbagai kebijaksanaan, agar penerimaan bukan pajak dapat memberikan kontribusi yang lebih
berarti dalam penerimaan dalam negeri.
2.2.2.1. Penerimaan minyak bumi dan gas alam
Penerimaan minyak bumi dan gas alam (migas) sebagai salah satu sumber penerimaan
dalam negeri, mempunyai peranan yang cukup penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi
dan pembangunan nasional. Di samping itu secara tidak langsung sektor migas juga turut
mendorong perkembangan usaha swasta nasional, penyerapan tenaga kerja, serta alih
pengetahuan dan tekno1ogi. Oleh karena itu, migas sebagai sumber kekayaan alam yang tidak
terbarukan harus dimanfaatkan sebaik mungkin, dengan memperhatikan kemanfaatannya dimasa kini dan mengusahakan habisnya selama mungkin untuk menjamin kelangsungan
persediaannya di masa depan.
Perkembangan realisasi penerimaan migas secara absolut cenderung meningkat, kecuali
dalam beberapa tahun, seperti tahun anggaran 1986/1987, 1988/1989, 1991/1992 dan
1993/1994. Perkembangan tersebut sangat dipengarnhi oleh perkembangan tingkat harga
minyak bumi di pasar intemasional sebagai faktor ekstemal. Dalam perkembangannya, sektor
migas menghadapi tantangan yang semakin berat, antara lain disebabkan oleh berfluktuasinyaharga rninyak mentah di pasar intemasional, meningkatnya persaingan antamegara dalam
menarik investor asing, meningkatnya biaya untuk menemukan cadangan migas baru, dan
sulitnya menjangkau daerah-daerah yang mempunyai potensi rnigas yang cukup tinggi. Di
samping itu, sektor rnigas juga merupakan usaha padat modal, berteknologi tinggi dan beresiko
relatif besar. Menghadapi tantangan tersebut, usaha di bidang rnigas diharapkan dapat
meningkatkan kerja sama dengan kontraktor-kontraktor asing atas dasar saling menguntungkan.
Selama PJP I, telah ditandatangani sekitar 177 kontrak dengan pihak swasta untukmelakukan eksplorasi dan eksploitasi migas. Pemboran eksplorasi selama periode tersebut telah
menghasilkan 1.504 sumur temuan (discovery well) yang terdiri atas 1.069 sumur rninyak dan
435 sumur gas. Sedangkan dalam dua tahun pertama Repelita VI, telah dilakukan pemboran
eksplorasi sebanyak 146 sumur. Di samping berupa rninyak mentah, hasil eksploitasi sumur
rninyak juga menghasilkan kondensat, yaitu minyak mentah dengan kadar sulfur yang lebih
Depertemen Keuangan Republik Indonesia 34
-
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1997-1998
35/246
Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998
rendah. Dalam hal ini anggota OPEC sepakat untuk mengatur produksi rninyak mentah,
sedangkan produksi kondensat tidak diatur. Melalui upaya peningkatan eksplorasi dan
eksploitasi, produksi rninyak bumi dan kondensat mencapai puncakny