8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
1/423
NOTA KEUANGANDAN
RANCANGAN ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 1994/1995
REPUBLIK INDONESIA
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
2/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
BAB I
UMUM
Tahun anggaran 1994/95 yang juga merupakan tahun penama Repelita VI adalah tahun
yang monumental dan sangat penting dalam menentukan sejarah pembangunan bangsa
Indonesia, karena menandai dimulainya awal tahun pembangunan pada periode pembangunan.
jangka panjang kedua sebagai kelanjutan dari tahap sebelumnya (PJP I). Dengan dimulainya
tahun pertama dalam Repelita VI ini, berarti bangsa Indonesia di dalam usahanya untuk mengisi
kemerdekaan telah melewati kurun waktu dua puluh lima tahun sejak dipancangkannya tiang
pembangunan yang pertama oleh pemerintah Orde Baru dengan penuh perjuangan.
Pengorbanan, pemikiran, tenaga dan keringat yang sclama ini telah dikucurkan dalam upaya
mengisi kemerdekaan Indonesia ootuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia telah
membuahkan berbagai kemajuan yang telah dapat dinikmati oleh bangsa Indonesia. Kemajuan-
kemajuan yang telah dicapai tersebut sekaligus merupakan kerangka landasan baru yang cukup
kuat bagi bangsa Indonesia untuk melangkah ke dalam periode pembangunan selanjutnya.
Pembangunan nasional Indonesia adalah suatu program pembangunan di mana
manusia diletakkan sebagai faktor pelaku dan penggerak pembangunan, dan sekaligus menjadi
fokus dalam tujuan pembangunan, yaitu dalam rangka mewujudkan kualitas manusia Indonesia
yang maju dan mandiri, sejahtera lahir batin seperti telah dicanangkan sebagai tujuan
pembangunan jangka panjang kedua dalam GBHN 1993. Pembangunan nasional adalah
pembangunan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pembangunan dari rakyat berarti,
rakyat sebagai faktor dominan diberikan peran sentral dalam menggerakkan pembangunan, dan
perlu ditingkatkan kemampuannya untuk berproduksi dengan lebih baik melalui investasi di
bidang sumberdaya manusia. Pembangunan oleh rakyat berarti memberikan setiap manusia
Indonesia kesempatan yang adil untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan
nasional. Pembangunan untuk rakyat berarti menjamin bahwa setiap kemajuan yang diperolehsebagai hasil dari program-program pembangunan dipergunakan semata-mata untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak.
Rentang waktu dua puluh lima tahun pembangunan nasional yang telah berlalu itu
telah membuahkan berbagai kemajuan yang sudah dinikmati oleh bangsa Indonesia, dalam hal
ini berarti kesejahteraan bangsa Indonesia telah meningkat menjadi lebih baik lagi. Pendapatan
per kapita selama dua puluh lima tahun tersebut, telah menunjukkan kemajuan yang sangat
menggembirakan, yaitu dengan meningkatnya pendapatan dari US$ 70 per kapita pada awalRepelita I menjadi sekitar US$ 700 per kapita pada akhir Repelita V. Seiring dengan itu, jumlah
Departemen Keuangan RI 2
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
3/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
penduduk yang dikategorikan miskin telah dapat dikurangi dari 70 juta orang dalam tahun 1970
menjadi 27,2 juta orang dalam tahun 1990, yang berarti kurang dari 15 persen dari seluruh
penduduk. Keberhasilan ini merupakan wujud dari tekad Pemerintah dalam memerangi
kemiskinan dan mengupayakan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Selain daripada itu
Pemerintah juga selalu berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia melalui
berbagai upaya, seperti upaya-upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat agar semakin
membaik, yang antara lain tercermin dari meningkatnya angka rata-rata harapan hidup manusia
Indonesia menjadi 62,5 tahun pada akhir Repelita V. Membaiknya tingkat kesehatan
masyarakat dapat pula dilihat dari tingkat kematian bayi yang telah dapat diturunkan menjadi
58 per seribu kelahiran. Sementara itu, tingkat pertumbuhan penduduk telah dapat dikendalikan
dari rata-rata 2,32 persen dalam periode 1971- 1980 menjadi sekitar 1,7 persen pada
akhirRepelita V, yang pada gilirannya tingkat pertumbuhan penduduk yang semakin rendah ini
akan dapat memberikan sumbangan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Angka-angka tersebut di atas hanyalah sekedar contoh indikator, namun yang menjadi
tujuan pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan secara riil dari penduduk Indonesia.
Kesejahteraan masyarakat ini, antara lain berupa perasaan aman dan tenteram yang datang dari
kepastian untuk memperoleh pangan, sandang, papan, dan keperluan-keperluan yang lain pada
hari esok dan. setemsnya. Dalam kaitan ini, dapat disaksikan bahwa produksi pangan,
khususnya beras, telah mencapai tingkat swasembada sejak tahun 1984, yaitu dengan angka
produksi sebesar 159,9 kilogram per jiwa. Prestasi ini merupakan peningkatan dari tingkat
produksi sebelumnya yang hanya 105,8 kilogram per jiwa dalam tahun 1989. Seiring dengan
itu, tingkat konsumsi pangan penduduk telah dapat ditingkatkan menjadi 2.781 kalori per kapita
per hari pada akhir Repelita V, dari 2. 035 kalori per kapita per hari pada awal Repelita I.
Sementara itu, dalam ,periode yang sama konsumsi protein per kapita telah dapat ditingkatkan
dari 43,3 gram menjadi 61,8 gram per hari per orang. Kesemuanya itu telah menunjukkan
tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia yang semakin membaik. Di bidang sandang,produksi tekstil telah dapat ditingkatkan dari 2,8 meter per jiwa per tahun pada awal Repelita I
menjadi 28,5 meter per jiwa per tahun pada akhir Repelita V. Saat ini Indonesia bahkan
tennasuk negara pengekspor tekstil dan pakaian jadi dengan volume 162.661 ton senilai kurang
lebih US$ 6.516,7 juta per tahunnya. Sedangkan di bidang peromahan, sampai saat ini telah
dibangun sejumlah 841.154 unit peromahan, baik yang dibangun oleh Perum Perumnas maupun
perusahaan-perusahaan pembangunan perumahan swasta, belum termasuk yang dibangun oleh
masyarakat secara perorangan.Meningkatnya pendapatan masyarakat tidaklah cukup sebagai indikator kesejahteraan,
Departemen Keuangan RI 3
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
4/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
tanpa meningkatnya kemampuan masyarakat untuk menikmati kesejahteraannya. Kemampuan
masyarakat tersebut akan meningkat seiring dengan meningkatnya kecerdasan dan
intelektualitas yang diperoleh dari pendidikan. Hal ini sangat erat huboogannya dengan semakin
membaiknya tingkat melek huruf (literacy rate) yang diperkirakan telah mencapai 82 persen.
Prestasi ini merupakan hasil dari program peningkatan pendidikan yang dilakukan Pemerintah
bersama masyarakat selama dua puluh lima tahun terakhir. Sampai dengan tahun anggaran
1990191 telah dibangun 147.066 unit sekolah dasar, 32.098 unit sekolah menengah lanjutan,
dan 976 buah universitas, baik negeri maupun swasta, dengan jumlah pelajar dan mahasiswa
37,5 juta orang. Meningkatnya kesempatan bagi warga masyarakat ootuk mendapatkan
pendidikan fonnal pada akhirnya akan meningkatkan kesempatan mereka untuk turut serta
dalam proses produksi nasional dalam bentuk berbagai kegiatan, . baik di sektor fonnal maupun
informal. Dalam kaitan ini, walaupun tingkat pengangguran dapat semakin dikurangi, namun
tantangan tetap menghadang dengan bertambahnya para pencari kerja baru sebagai akibat
berubahnya struktur demografis penduduk Indonesia, serta berubahnya struktur perekonomian
akibat pembangunan. Penting pula untuk disebutkan bahwa salah satu indikator kemajuan
adalah meningkatnya kesempatan wanita dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan. Saat ini
penduduk wanita yang telah menikmati pendidikan formal terus meningkat menjadi 94 persen
untuk tingkat pendidikan dasar, dan 40,6 persen untuk tingkat pendidikan lanjutan. Demikian
pula angkatan kerja wanita telah meningkat menjadi kurang lebih 40 persen dari keseluruhan
angkatan kerja di tahun 1990.
Kemajuan-kemajuan sebagai hasil dari dua puluh lima tahun pembangunan jangka
panjang yang pertama dicapai di tengah situasi perekonomian dunia yang selalu berubah secara
tidak menentu. Sebagai negara dengan perekonomian yang terbuka, faktor- faktor eksternal
sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional, dan menjadi sangat penting untuk
diperhitungkan sebagai asumsi-asumsi dasar dalam menetapkan strategi pembangunan, baik
jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Pengalaman telah menunjukkan bahwaperkembangan-perkembangan di pasar dunia, khususnya di negara-negara tujuan ekspor
Indonesia perlu diikuti secara cermat untuk dapat diambil manfaat baiknya dan dihindarkan
pengaruh negatifnya terhadap perekonomian dalam negeri.
Perkembangan perekonomian dunia di tahun-tahun yang akan datang tidak bisa
terlepas dari sejarah pertumbuhannya selama lebih dari dua dekade terakhir, yang hanya
tumbuh dengan tingkat rata-rata 3,8 persen per tahunnya. Setelah melalui masa pertumbuhan
terendah di bawah satu persen dalam tahun 1991, pertumbuhan nilai riil PDB dunia saat initengah mengalami pemulihan yang agak menggembirakan untuk kembali mencapai angka rata-
Departemen Keuangan RI 4
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
5/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
rata tersebut. Seiring dengan itu, pertumbuhan nilai perdagangan dunia diharapkan akan
kembali mendekati angka 5 persen, setelah mengalami stagnasi pertumbuhan nilai perdagangan
dalam tahun 1975 dan 1982.
Pemulihan kembali perekonomian dunia di tahun mendatang, diharapkan datang dari
pertumbuhannegara-negara berkembang, yang diproyeksikan akan mencapai tingkat
pertumbuhan sekitar 5,5 persen dalam tahun 1994. Kawasan Asia diperkirakan akan memimpin
pertumbuhan dunia dengan laju pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 7,1 persen dalam
tahun 1994. Penyebab utamanya adalah pertumbuhan ekonomi di Cina yang mencapai realisasi
lebih besar dari yang diperkirakan semula, yang mengkompensasi pertumbuhan ekonomi yang
agak melemah di Kobea dan Philipina. Pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat juga
diperkirakan akan terjadi di Indonesia, Taiwan, Thailand, dan sejumlah negara lainnya di
kawasan tersebut. Di antara negaranegara ASEAN, Malaysia, Thailand dan Singapura,
diperkirakan akan mengalami tingkat pertumbuhan yang paling tinggi masing-masing sebesar 8
persen, 7,5 persen, dan 8 persen, sementara Indonesia sendiri diperkirakan akan tumbuh antara
6 sampai 6,5 persen per tahunnya.
Pertumbuhan yang cukup menggembirakan juga diharapkan aIcan terjadi di beberapa
negara berkembang di kawasan Timur Tengah dan Eropa, yang diperkirakan akan tumbuh
dengan 4,6 persen dalam tahun 1994, walaupun masih dalam pengaruh konflik-konflik regional
yang terjadi dari tahun 1991. Saudi Arabia sebagai salah satu mitra dagang Indonesia yang
cukup penting di kawasan itu, diperkirakan akan mengalami penurunan laju pertumbuhan pada
tahun depan sehubungan dengan melemahnya harga minyak dunia. Sebaliknya Iran
diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang menguat walaupun masih dilingkupi oleh
masalah hutang-hutang luar negerinya.
Sementara itu, negara-negara di kawasan Amerika Latin diperkirakan akan mengalami
pertumbuhan yang cukup menggembirakan sebesar 3,5 persen dalam tahun depan, di mana
Chili diharapkan akan memimpin dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Pertumbuhandi Mexico masih akan diwarnai banyak hambatan akibat hutang luar negerinya yang masih
cukup besar, dan berbagai kebijaksanaan untuk mengurangi defisit transaksi berjalannya.
Apabila negara-negara berkembang memperlihatkan harapan pertumbuhan ekonomi
yang menggembirakan, sebaliknya pertumbuhan di negara-negara industri utama
memperlihatkan gambaran yang agak suram. Negara-negara yang tergabung dalam kelompok
G-7 dalam tahun 1993 diperkirakan hanya akan tumbuh dengan rata-rata 1,3 persen, yang
berarti lebih rendah lagi dari pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai sebesar 1,8 persen.Pertumbuhan yang rendah ini disebabkan terutama oleh menurunnya tingkat pertumbuhan di
Departemen Keuangan RI 5
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
6/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
Jerman, Perancis, Italia, dan Jepang. Sebaliknya, pemulihan ekonomi yang terjadi di Amerika
Serikat, Kanada dan Inggris belum cukup kuat untuk mengimbangi menurunnya tingkat
pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang disebut terdahulu. Dalam tahun mendatang,
pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat diperkirakan akan mencapai sebesar 2,6 persen yang
berarti sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 2,7 persen. Tingkat
pertumbuhan ini dapat dipertahankan melalui kebijaksanaan penekanan suku bunga yang
rendah, yaitu di sekitar 3 persen per tahun, yang merupakan tingkat bunga terendah di Amerika
Serikat selama dua puluh lima tahun terakhir. Sementara itu Kanada dan Inggris diprkirakan.
akan. tumbuh dengan 2,9 persen dan 2,6 persen dalam tahun 1994, yang berarti membaik dari
kondisi dalam tahun yang 1alu.
Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata di berbagai belahan bumi tersebut
diperkirakan akan memberikan berbagai dampak yang berbeda-beda terhadap perekonomian
Indonesia, mengingat pasar ekspor Indonesia, khususnya ekspor nonmigas, pada saat ini
terbagi-bagi ke empat daerah tujuan utama yaitu Amerika Serikat, Jepang, Eropa dan ke
beberapa negara di kawasan Asia. Namun di tengah perubahan perekonomian dunia yang tidak
menentu itu, selama sepuluh tahun terakhir ini, perekonomian Indonesia telah mampu tumbuh
dengan tingkat yang cukup menggembirakan yaitu sekitar 6,6 persen per tahunnya.
Pertumbuhan yang cukup tinggi dan stabilitas ekonomi yang cukup mantap tersebut dapat
dipertahankan, karena Pemerintah selama ini telah melaksanakan manajemen ekonomi makro
secara hati-hati dan baik.
Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kurun waktu dua puluh lima tahun
yang lalu cukup menggembirakan, namun pertumbuhan tersebut tidak terlepas dari kendala-
kendala struktural yang ada. Suatu kendala yang bersifat struktural di antara negara-negara
berkembang termasuk Indonesia sampai saat ini, adalah terdapatnya kesenjangan antara
tabungan dan investasi yaitu fenomena kelangkaan dana pembangunan yang bersumber dari
dalam negeri, guna membiayai investasi yang diperlukan. Pada awal Repelita I kelangkaantersebut bersumber dari masih rendahnya tingkat pendapatan nasional, dan struktur
kelembagaan keuangan saat itu yangtidak menunjang kegairahan untuk menabung, sehingga
tingkat tabungan nasional Indonesia sangat rendah, bahkan termasuk yang terendah di antara
negara-negara berkembang di dunia. Pada saat yang bersamaan, faktor produksi nasional
lainnya sangat tidak mencukupi, baik dari segi jumlah dan kualitasnya. Kelangkaan ini meliputi
kelangkaan akan sumber daya manusia yang berkualitas, sarana dan prasarana yang tidak
mencukupi, dan modal fisik yang tidak tersedia. Kendala lain yang bersifat struktural padawaktu itu adalah jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar dengan tingkat
Departemen Keuangan RI 6
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
7/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
pertumbuhan yang cukup tinggi, sehingga merupakan beban yang sangat berat bagi bangsa
Indonesia untuk bertumbuh. Kendala struktural lainnya yang sangat mendasar pada waktu itu
adalah struktur perekonomian Indonesia yang bersifat agraris yang benumpu kepada produksi
komoditas penanian. Kelemahan struktur perekonomian agraris bersumber dari
ketidakmampuan1annya untuk dapat bertumbuh dengan cepat, sehingga tidak dapat diharapkan
untuk menyerap tenaga kerja yang benambah dengan cepat akibat penumbuhan penduduk yang
tinggi. Di samping itu, produk-produk sektor agraris pada umumnya memiliki daya saj.ng yang
kurang kuat gena nilai tukar perdagangan (term of trade) yang rendah di pasar dunia, sehingga
hasil-hasil ekspomya tidak dapat diandalkan untuk menutupi kebutuhan devisa untuk
membiayai impor barang-barang yang diperlukan dari luar negeri. Hal ini mengakibatkan
neraca perdagangan Indonesia di masa yang lalu selalu mengalami defisit yang kronis.
Namun di tengah berbagai kendala tersebut, Indonesia masih memiliki beberapa
peluang yang dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk membangun. Penama, bangsa Indonesia
memiliki tekad yang kuat dan bulat untuk memajukan nasibnya sendiri, tekad yang telah
ditempa oleh berbagai pengalaman dalam pasang-surumya perjuangan, baik sebelum dan
sesudah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Semangat perjuangan dan rasa
persatuan gena kesatuan bangsa yang kemudian tergalang dibawah pemerintahan Orde Baru,
telah memberikan modal dasar dalam bentuk stabilitas nasional yang dinamis dan terkendali
untuk dapat dimulainya pembangunan jangka panjang. Peluang yang kedua adalah terdapamya
beberapa sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai modal awal untuk membiayai
pembangunan, seperti kandungan minyak mentah dan berbagai mineral yang cukup berlimpah,
hutan tropis yang belum dimanfaatkan, dan kekayaan berupa flora dan fauna yang terdapat di
bumi dan di laut dalam wilayah Indonesia. Peluang selebihnya adalah hubungan internasional
yang baik dengan berbagai negara gena lembaga internasional yang dapat dimanfaatkan, baik
sebagai peluang untuk mendapatkan bantuan luar negeri, maupun sebagai mitra dagang untuk
memasarkan barangbarang dan komoditi produksi Indonesia.Repelita I merupakan langkah awal dalam meninggalkan periode yang paling suram
dalam sejarah perekonomian Indonesia, di mana tingkat inflasi yang tinggi sangat membebani
rakyat, tidak tersedianya barang dan jasa yang mencukupi, dan tidak tersedianya likuiditas yang
cukup bagi mereka yang ingin melakukan investasi. Dengan dimulainya Orde Baru memegang
kendali pemerintahan, program stabilisasi ekonomi segera dimulai guna memberikan landasan
yang kokoh untuk melaksanakan berbagai program pembangunan. Walaupun perangkat
kebijaksanaan fiskal dan moneter yang ada masih belum sempuma, namun prinsip-prinsipmanajemen ekonomi makro telah mulai diterapkan. Dengan tingginya tingkat inflasi di masa
Departemen Keuangan RI 7
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
8/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
lalu, pada hakekatnya telah terjadi sistem moneter yang bersifat represif, di mana suku bunga
tabungan riil menjadi negatif sehingga kegairahan masyarakat dalam menabung tidak
berkembang. Dengan diterapkannya prinsip anggaran berimbang dalam kebijaksanaan fiskal,
tingkat inflasi yang kurang lebih 650 persen segera dapat dikendalikan menjadi hanya sekitar
30 persen pada akhir Repelita I. Kondisi yang membaik ini memungkinkan dilaksanakannya
reformasi-reformasi moneter selanjutnya.
Guna menanggulangi kendala kelangkaan dana pembangunan, maka dicanangkanlah
strategi pendayagunaan dan mobilisasi dana dalam negeri melalui serangkaian deregulasi di
bidang moneter, yang diawali dengan dilepaskannya pengendalian suku bunga bank oleh Peme-
rintah, dan dipromosikannya usaha pengerahan dana masyarakat melalui berbagai program
tabungan. Seiring dengan itu berbagai kebijaksanaan deregulasi di sektor keuangan dengan
Pakto 1988 sebagai puncaknya, telah menyebabkan suatu perubahan yang bersifat struktural di
sektor moneter di Indonesia, di mana proses pendalaman finansial telah mempercepat laju
pertumbuhan agel finansial. Tingkat pendalaman finansial yang diukur dengan rasio likuiditas
perekonomian (M2) terhadap produk domestik bruto telah menunjukkan peningkatanyang pes
at, dari 10,7 persen dalam tahun 1971 meningkat menjadi 17,7 persen dalam tahun 1982, yang
akhirnya meningkat lagi menjadi 46 persen di akhir tahun 1992.
Salah satu tujuan kebijaksanaan moneter adalah untuk menciptakan tersedianya
likuiditas yang cukup bagi pembiayaan kegiatan ekonomi dan kegiatan investasi. Tujuan ini
diwujudkan dengan besarnya tingkat tabungan yang berhasil dimobilisasi dalam masyarakat.
Dengan dilaksanakannya kebijaksanaan deregulasi moneter selama ini, dana masyarakat yang
dapat dihimpun dalam bentuk deposito, giro, dan tabungan telah meningkat menjadi sekitar
Rp137,7 triliun di pertengahan tahun anggaran 1993/94, dari hanya Rp 15,5 triliun dalam tahun
1984. Sementara itu, dana perbankan yang telah disalurkan dalam bentuk pinjaman telah
meningkat pula dari tahun ke tahun, dari Rp 18,8 triliun dalam tahun 1984 menjadi Rp 143,7
triliun di pertengahan tahun anggaran 1993/94.Keberhasilan dalam menghimpun dan menyalurkan dana-dana masyarakat ke sektor-
sektoryang membutuhkannya, tidak terlepas dari usaha yang terus menerus dilaksanakan
Pemerintah dalam menyempumakan kelembagaan keuangan dalam struktur moneter Indonesia.
Untuk ini Pemerintah telah mengeluarkan berbagai undang-undang dan peraturan untuk
menyempumakan keberadaan lembaga-Iembaga keuangan tersebut, yang antara lain berupa
Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan yang mengatur berbagai perizinan,
permodalan, kepemilikan, dan pengawasan perbankan. Sebagai hasil dari deregulasi bidangperbankan tersebut, jumlah bank di Indonesia telah berkembang dari hanya 111 dalam bulan
Departemen Keuangan RI 8
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
9/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
Maret tahun 1989 menjadi 225 pada pertengahan tahun 1993, dengan sekitar 4.500 cabang-
cabangnya yang menyebar di seluruh pelosok tanah air.
Prinsip-prinsip pendalaman finansial bertujuan antara lain untuk memberikan
keleluasaan kepada masyarakat dalam mengalokasikan dana kepada sektor-sektor usaha yang
dapat memberikan tingkat penghasilan (rate of return ) yang tinggi. Keleluasaan ini akan dapat
terwujud apabila keragaman lembaga-Iembaga pembiayaan cukup memadai untuk memenuhi
keinginan masyarakat dalam cara-cara pembiayaan yang dikehendaki. Untuk ini, selain dari
perbankan, melalui paketpaket deregulasi selama ini telah dikembangkan pula bentuk-bentuk
lembaga keuangan lainnya, seperti asuransi yang kini telah berkembang jumlahnya menjadi 145
pada pertengahan tahun 1993. Diawali dengan paket kebijaksanaan 20 Desember 1988,
Pemerintah telah melakukan berbagai penyempurnaan terhadap ketentuan-ketentuan yang
menyangkut industri asuransi, seperti asuransi jiwa, asuransi kerugian, beasuransi, broker
asuransi, adjuster asuransi, serta pengaturan mengenai us aha asuransi campuran. Peraturan
tersebutmeliputi perizinan pendirian usaha asuransi, ketentuan mengenai besarnya permodalan,
dan tingkat solvabilitas perusahaan, guna menjamin kesehatan perusahaan asuransi, sehingga
mampu melaksanakan kewajiban kepada para nasabahnya dengan baik.
Seiring dengan itu, guna memenuhi kebutuhan dana investasi jangka menengah dan
jangka panjang, dipandang perlu untuk mengembangkan lembaga-lembaga keuangan yang
lebih sesuai untuk maksud tersebut, antara lain melalui lembaga dana pensiun. Dalam
perekonomian yang semakin maju, keberadaan lembaga dana pensiun menjadi sangat penting
sekurangkurangnya dalam dua hal. Pertama, lembaga dana pensiun memberikan perlindungan
kepada para pekerja untuk dapat tetap memperoleh penghasilan untuk menopang hidupnya dan
hidup keluarganya ketika memasuki masa pensiun. Jaminan untuk mendapatkan kepastian akan
penghasilan di masa pensiun merupakan perwujudan dari kesejahteraan sosial, dan sekaligus
akan berdampak positif terhadap produktifitas tenaga kerja nasional. Kedua, bersama-sama
lembaga keuangan lainnya, lembaga dana pensiun berperan sebagai penyedia dana bagiinvestasi berjangka menengah dan panjang, seperti proyek-proyek prasarana komersial dan beal
estate, yang membutuhkan dana sangat besar dan jangka waktu pengembalian yang cukup
panjang.
Di samping asuransi dan lembaga dana pensiun, semakin maju dan semakin meningkat
kegiatan investasi di suatu negara, keberadaan pasar modal, sebagai lembaga keuangan
penghimpun dana semakin mutlak diperlukan. Berbeda dengan lembaga dana pensiun, pasar
modal dapat memberikan kesempatan kepada investor perorangan, baik investor dalam maupunluar negeri, untuk turut serta menanamkan modalnya di perusahaan-perusahaan yang
Departemen Keuangan RI 9
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
10/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
dikehendakinya. Keberadaan pasar modal yang memberikan kesempatan kepada para investor
untuk menanamkan modalnya melalui penyertaan (equity) merupakan pelengkap terhadap
keberadaan perbankan yang memberikan kesempatan kepada para investor melalui pinjaman.
Dengan hadirnya pasar modal di Indonesia, maka para investor akan semakin mudah dan
leluasa dalam melaksanakan usahanya. Oleh karena itulah Pemerintah secara terus menerus
berusaha mengembangkan pasar modal Indonesia yang didirikan dalam tahun 1977, agar
menjadi suatu pasar modal dengan struktur yang terbuka, efisien, dan kondusif terhadap
mobilisasi dana untuk investasi melalui pasar modal. Sebagai hasilnya, jumlah perusahaan yang
telah memperoleh izin untuk menjual sahamnya kepada masyarakat (go public) sampai dengan
bulan November 1993, telah berkembang menjadi 230 perusahaan dengan kapitalisasi sebesar
Rp 22,2 triliun. Dari jumlah tersebut, yang tercatat di dalam bursa efek berjumlah 215
perusahaan, yang terdiri dari 178 perusahaan penerbit saham dan 37 perusahaan penerbit
obligasi, dengan nilai emisi saham sebesar Rp 13,7 triliun dan emisi obligasi sebesar Rp 5,6
triliun. Sedangkan di bursa paralel telah tercatat 15 perusahaan, yang terdiri dari 5 perusahaan
penerbit saham dan 10 perusahaan penerbit obligasi, dengan nilai emisi masing-masing sebesar
Rp 1 triliun dan Rp 1,8 triliun.
Selain melalui perbankan, asuransi, lembaga dana pensiun dan pasar modal, likuiditas
perekonomian juga ditingkatkan dengan mobilisasi dana melalui berbagai lembaga pembiayaan
lain seperti modal ventura, anjak piutang, sewa guna usaha, kartu kredit, serta lembaga kredit
konsumsi lainnya. Untuk memperluas dan mendorong reran lembaga-Iembaga pembiayaan ini
Pemerintah melalui kebijaksanaan Oktober 1988 telah memberikan berbagai kemudahan guna
pendirian lembaga-Iembaga keuangan tersebut.
Dana investasi untuk pembangunan, selain diharapkan dari tabungan masyarakat yang
dimobilisasi melalui berbagai lembaga keuangan, diupayakan juga melalui pemupukan
tabungan pemerintah, yang pada dasamya adalah selisih positif antara penerimaan dalam negeri
dengan pengeluaran rutin. Dengan demikian, pemupukan tabungan pemerintah ini harusdiupayakan melalui peningkatan penerimaan dalam negeri dan pengendalian pengeluaran rutin.
Penerimaan dalam negeri, yang terutama bersumber dari penerimaan minyak dan
penerimaan pajak, dalam kurun waktu dua puluh lima tahun yang lalu telah menunjukkan
perubahan yang bersifat struktural, di mana peranan penerimaan pemerintah dari sektor migas
mulai menurun, dan digantikan oleh penerimaan dalam negeri nonmigas. Pada awal masa
pembangunan, peranan penerimaan migas melonjak dari 35 persen di awal Repelita I mendekati
70 persen dalam Repelita III, sebagai dampak dari meningkatnya harga minyak mentah di pasar intemasional. Namun dengan merosotnya harga minyak mentah di pasar internasional sebagai
Departemen Keuangan RI 10
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
11/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
akibat kelesuan perekonomian dunia, kelebihan produksi minyak dunia, dan semakin
meningkatnya pangsa penerimaan nonmigas, maka dominasi migas dalam penerimaan dalam
negeri mulai merosot sehingga menurun menjadi sekitar 50 persen dalam Repelita IV, dan
diperkirakan akan menurun lagi menjadi sekitar 35 persen pada akhir Repelita V. reran
penerimaan migas dalam anggaran pemerintah diperkirakan akan semakin merosot di masa
mendatang, seiring dengan harga minyak mentah dunia yang tidak menentu. Satu dan lain hal,
ini disebabkan oleh perubahanperubahan politik yang terjadi di negara-negara penghasil minyak
utama di dunia, seperti Irak dan Iran.
Merosotnya harga minyak merupakan sesuatu yang telah lama diantisipasi oleh
pemerintah Indonesia. Peranan penerimaan minyak, cepat atau lambat harus digantikan oleh
penerimaan pemerintah dari sektor perpajakan dan penerimaan bukan pajak. Menyadari akan
hal ini, pada awal Repelita IV Pemerintah telah melakukan reformasi perpajakan yang berupa
perombakan besar-besaran terhadap prinsip-prinsip perpajakan yang telah dipergunakan sejak
jaman kolonial. Peraturan perpajakan yang diwarisi dari pemerintah kelonial terbukti
mempunyai berbagai kelemahan teknis yang menyebabkan penerimaan pajak tidak berkembang
sesuai dengan meningkatnya pendapatan dan transaksi bisnis dalam masyarakat. Peraturan-
peraturan lama tersebut juga memiliki berbagai lubang yang sering dimanfaatkan oleh pihak-
pihak yang tidak bertanggung jawab untuk merugikan negara. Di samping itu peraturan
perpajakan yang lama cukup rumit untuk dilaksanakan, sehingga tingkat kepatuhan wajib pajak
menjadi rendah. Peraturan-peraturan perpajakan yang lama tersebut sangat tidak mendorong
dunia usaha dalam mengembangkan usahanya.
Menyadari akan hal-hal tersebut di atas, pembaharuan sistem perpajakan yang
persiapannya telah dimulai sejak tahun 1982, melahirkan suatu paket peraturan perpajakan yang
baru, yang mengandung prinsip-prinsip perpajakan yang modem. Prinsip yang utama dalam
sistem perpajakan yang baru adalah diperkenalkannya dasar pengenaan pajak yang luas (broad
based tax) dalam hal pajak penghasilan (PPh), sehingga seluruh potensi obyek pajak yang adadapat terjaring dalam sistem pengenaan pajak. Dengan dasar pengenaan pajak (tax base) yang
diperluas itu, fasilitas-fasilitas pembebasan yang sering disalahgunakan oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab sekaligus dihapuskan, sehingga penerimaan pajak diharapkan akan
meningkat. Prinsip yang kedua adalah diterapkannya asas kesederhanaan, baik dalam struktur
tacit yang diterapkan maupun dari tala cara pemungutannya. Seiring dengan prinsip ini, asas
menghitung pajak sendiri (self assesment) juga diberlakukan. Dengan kombinasi prinsip-prinsip
tersebut, biaya pemungutan bagi aparat perpajakan, danjuga biaya pembayaran pajak (compliance cost) yang ditanggung wajib pajak dapat ditekan, sehingga tingkat kepatuhan wajib
Departemen Keuangan RI 11
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
12/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
pajak meningkat, dan iklim kesadaran membayar pajak semakin membaik. Peraturan
perpajakan yang sederhana dan transparan ini telah terbukti sangat efektif di dalam membangun
kepercayaan dan kepastian dalam dunia usaha, dan sekaligus meningkatkan penerimaannegara
dari sektorperpajakan. Sejak disahkannya Undang-undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan yang kemudian disempumakan dengan Undang-undang No.7 Tahun 1991,
penerimaan pajak penghasilan telah dapat ditingkatkan dari Rp 43 miliar pada awal Repelita I
menjadi Rp 14.848,5 miliar pada tahun terakhir Repelita V.
Apabila pajak penghasilan diharapkan menjadi sumber penerimaan negara yang
mantap dan stabil untuk jangka panjang, dan diharapkan meningkat sejalan dengan
meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat, maka penerimaan negara yang relatif cepat
diharapkan akan datang dari pajak pertambahan nilai (PPN) yang merupakan pembaharuan dari
pajak penjualan (PPn) dengan diberlakukannya Undang-undang No.8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai. Selain dari sifatnya yang dapat menghasilkan penerimaan yang tinggi
dan relatif cepat, penerimaan pajak pertambahan nilai juga diharapkan lebih stabil terhadap
fluktuasi tingkat penghasilan masyarakat, mengingat tingkat konsumsi masyarakat pada
hakekatnya relatif lebih stabil dari pendapatannya. Demikian pula PPN merupakan sarana bagi
mereka yang tidak terkena kewajiban membayar pajak penghasilan, untuk turut menyumbang
kepada negara sesuai dengan asas kegotong-royongan sosial dalam sistem perpajakan, di mana
setiap warga negara berhak dan berkewajiban untuk turut serta dalam pembangunan nasional.
Berbeda dengan pajak penjualan sebelumnya yang dapat memberikan beban berganda
dan meningkatkan harga barang di setiap transaksi, pajak pertambahan nilai memberikan
dampak ekonomis yang lebih sehal karena hanya mengambil sebagian dari nilai tambah yang
dihasilkan dalam suatu transaksi. Selain daripada itu, pajak pertambahan nilai atas transaksi-
transaksi dalam negeri maupun pajak pertambahan nilai yang dikenakan atas impor, secara
otomatis akan direstitusi pada waktu suatu barang diekspor ke luar negeri. Mekanisme ini akan
sangat membantu para pengusaha eksportir karena harga barang-barang yang diekspor akanmenjadi lebih kompetitif. Sejak pajak pertambahan nitai diberlakukan dalam tahun 1985,
penerimaan dari pajak ini telah menunjukkan peningkatan yang amat pesat. Di masa yang akan
datang, reran dari pajak pertambahan nilai akan tetap renting, walaupun diperkirakan akan
dilampaui oleh penerimaan dari pajak penghasilan yang diharapkan akan terus meningkat
seiring dengan meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat. Namun keberhasilan pajak
penghasilan di masa mendatang dalam memberikan sumbangannya kepada penerimaan negara
akan tetap menghadapi beberapa masalah sebagai tantangan di masa depan. Pertama, perbaikanadministrasi perpajakan merupakan syarat yang mutlak apabila kecepatan dan pengamanan
Departemen Keuangan RI 12
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
13/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
penerimaan menjadi tujuan. Kedua, peliputan obyek pajak (tax coverage) juga harus terus
diperluas, di samping erosi terhadap dasar pengenaan pajak hams tetap dihindarkan agar potensi
pendapatan tetap bisa dipertahankan.
Selanjutnya, penerimaan negara dalam bentuk pajak bumi dan bangunan (PBB), yang
diperuntukkan sebagai penerimaan pemerintah daerah, diperkirakan akan meningkat
peranannya di masa yang akan datang. Berbeda dengan kedua jenis pajak di atas, pembaharnan
sistem perpajakan di sektor PBB, yang ditandai dengan disahkannya Undang-undang No.12
Tahun 1985, lebih mempertimbangkan dampak sosialnya sebagai hal yang sangat sensitif
mengingat sifatnya sebagai pajak kebendaan. Oleh karena itulah, Pemerintah melaksanakan
PBB ini dengan penuh kehati-hatian, yang tercermin dari rendahnya tarif efektif yang
diberlakukan. Tantangan yang cukup berat bagi PBB bersumber dari sistem administrasi obyek
PBB yang masih belum memadai, yang menyebabkan identifikasi obyek pajak sulit dilakukan.
Sementara itu, PBB berlaku atas semua obyek pajak yang ditentukan tanpa membeda-bedakan
kondisi ekonomi para subyek pajaknya, sehingga perlu dibantu dengan ketentuan-ketentuan
mengenai keringanan pajaknya agar lebih terasa keadilannya terhadap para wajib pajak. Sejalan
dengan itu pula, dengan berkembangnya pembangunan, harga-harga tanah dan bangunan
meningkat dengan pesat di beberapa daerah sehingga meningkatkan tugas aparat perpajakan
untuk menentukan nilai jual obyek pajak (NJOP) yang sesuai dengan harga berlaku. Namun
dengan berbagai kebijaksanaan yang sementara ini ditempuh, penerimaan PBB telah
menunjukkan peningkatan yang cukup menggembirakan. Bila dalam tahun anggaran 1984/85
penerimaan PBB masih sebesar Rp 180,6 miliar, dalam tahun anggaran 1992/93 penerimaan
PBB mencapai sebesar Rp 1.100,6 miliar.
Penerimaan perpajakan yang diperkirakan akan menurun peranannya dalam struktur
penerimaan di masa yang akan datang adalah pungutan-pungutan yang bersumber dari kegiatan
perdagangan luar negeri, seperti bea masuk, PPN Impor, dan sejenisnya. Hal ini disebabkan
karena sesuai tuntutan globalisasi dan perdagangan bebas dalam pasar intemasional, tarif rata-rata hampir di setiap negara diperkirakan akan mengalami penurunan. Selain dari itu,
pembangunan ekonomi nasional yang berubah orientasinya ke arah ekspor, secara teoritis
dituntut ootuk mengurangi tingginya tarif perlindoogan efektifnya ootuk dapat meningkatkan
tingkat efisiensi dalam proses produksi di dalam negerinya. Kesemuanya itu pada akhirnya
akan memberikan dampak berupa menurunnya peran pajak-pajak atas impor dalam penerimaan
negara dari sektor perpajakan. Dalam tahun anggaran 1992/93 misalnya, penerimaan bea masuk
adalah sebesar Rp 2.652,2 miliar atau 9,10 persen dari seluruh penerimaan pajak, yang berartimenurun peranannya dari 33 persen pada awal Repelita I.
Departemen Keuangan RI 13
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
14/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
Walaupun prospek penerimaan negara dari sektor perpajakan memberikan gambaran
yang berbeda-beda dari tiap komponen penerimaannya, namun secara keseluruhan rasio
penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto diharapkan akan meningkat di masa-masa
yang akan datang. Hal ini adalah sebagai dampak positif dari perbaikan sistem administrasi
perpajakan dan upaya-upaya intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan yang dilaksanakan
secara terus menerus oleh aparat perpajakan. Rasio tersebut di Indonesia dari tahun ke tahun
telah menunjukkan peningkatan, yaitu dari 10,8 persen dalam tahun pertama Repelita IV
(1989/90) dan diperkirakan menjadi 13,1 persen dalam tahun 1993/94. Sementara itu, pada
tahun pertama Repelita VI diperkirakan akan mencapai 13,9 persen.
Salah satu asas pembangunan yang telah digariskan dalam GBHN 1993 adalah asas
dicapainya tingkat kemandirian yang semakin mantap, yang mengandung arti bahwa dana
pembangunan haruslah diupayakan melalui sumber-sumber dari dalam negeri. Dengan
demikian, sumber-sumber penerimaan dari luar negeri, seperti bantuan luar negeri, haruslah
diupayakan agar semakin menurun peranannya dalam struktur anggaran belanja negara. Namun
kendala kelangkaan modal yang bersifat struktural memerlukan jangka waktu yang panjang
untuk dapat diatasi. Dalam kondisi seperti ini pinjaman luar negeri masih diperlukan
keberadaannya, walaupun dalam hal-hal yang sangat dibatasi penggunaannya. Di lain pihak,
masih terdapat kecenderungan, bahwa kebutuhan devisa bagi pembiayaan impor bahan baku.
bahan penolong, dan barang modal yang diperlukan untuk mempercepat pembangunan semakin
meningkat, dan tidak selalu dapat dipenuhi oleh penerimaan devisa dari ekspor barang dan jasa.
Hal ini telah menimbulkan kesenjangan antara devisa yang diperlukan untuk impor dan devisa
yang tersedia dari perolehan ekspor barang dan jasa. Selama keterbatasan modal masih
berlangsung, dan kelangkaan devisa masih belurn bisa dipenuhi dari hasil ekspor. bantuan luar
negeri masih diperlukan walaupun dengan peranan yang semakin berkurang.
Walaupun bantuan luar negeri masih berperan dalam menambah kekurangan dana
untuk investasi, pemanfaatan bantuan luar negeri mempunyai keterbatasan-keterbatasan, yangantara lain bergantung kepada kondisi pennintaan dan penawaran di pasar pinjaman
intemasional. Di masa-masa yang lalu bantuan luar negeri yang berupa bantuan bersifat lunak,
dapat diperoleh dengan relatif mudah dan murah, namun dengan perkembangan-perlcembangan
ekonomi yang terjadi di beberapa belahan dunia, maka prioritas-prioritas negara donor juga
turut berubah sehingga bantuan luar negeri menjadi lebih sulit diperoleh. Perkembangan di
negara-negara sosialis yang tengah melaksanakan pembaharuan sistem ekonominya, dan
pertumbuhan perekonomian yang cepat di Cina misalnya, turut mempengaruhi posisi Indonesiadalam memperoleh pinjaman lunak dari negara-negara donor. Namun demikian Indonesia yang
Departemen Keuangan RI 14
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
15/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
selama ini dapat menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang mantap, manajemen ekonomi
makro yang baik, dan sebagai negara peminjam yang selalu berhasil membayar kembali
pinjamannnya, masih mempunyai peringkat kredit (credit rating) yang cukup tinggi di mata
negara-negara donor. Mengingat hal tersebut di atas, dan dalam rangka mengurangi
ketergantungan serta laju pinjaman luar negeri, Pemerintah telah melakukan serangkaian
tindakan-tindakan pengamanan berupa upaya-upaya pemanfaatan pinjaman secara lebih efektif,
seleksi yang lebih ketat bagi proyek-proyek yang menggunakan pinjaman, dan penetapan
pinjaman melalui tim pinjaman komersial luar negeri.
Sebagai upaya mengurangi ketergantungan kepada bantuan luar negeri, di samping
terus meningkatkan sumber-sumber penerimaan dalam negeri, Pemerintah juga terus
mengupayakan peningkatan penanaman modal langsung dari pengusaha-pengusaha luar negeri.
Hal ini diupayakan secara terus menerus agar kondisi perekonomian Indonesia menjadi sangat
menarik bagi para investor luar negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Langkah-
langkah penting dalam hal ini adalah secara terus menerus dilakukannya penyederhanaan-
penyederhanaan di bidang perizinan usaha, dan memperbaiki sistem perundangan agar dapat
memberikan keamanan dan kepastian kepada para investor. Salah satu kebijaksanaan renting
yang telah diambil dalam hal ini adalah diterapkannya daftar negatif investasi (negative list)
sebagai pengganti daftar skala prioritas bidang-bidang yang terbuka untuk investasi.
Selanjutnya, peningkatan penyediaan sarana dan prasarana produksi, seperti penyedian lahan
usaha, penyediaan air, listrik, serta sarana komunikasi dan transportasi, merupakan langkah-
Iangkah renting yang telah dilakukan selama ini. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah bahkan
telah memberikan kesempatan kepada investor swasta untuk turut serta dalam penyediaan zona-
zona industri (industrial zone). Selain daripada itu, Pemerintah juga memberikan kemudahan-
kemudahan keuangan dan perpajakan, serta selalu menyempurnakan prasarana keuangan seperti
sistem pembiayaan dan sebagainya, yang kesemuanya itu telah meningkatkan arus investasi
yang masuk ke Indonesia. Namun demikian, di masa yang akan datang masih akan terdapattantangan-tantangan yang perlu diatasi yang bersumber dari negara-negara lain, yang juga
melaksanakan reformasi ekonominya sehingga menarik menjadi tujuan investasi.
Upaya-upaya pemerintah yang selama ini dilakukan untuk meningkatkan penyediaan
dana pembangunan dari dalam negeri sendiri, berupa tabungan pemerintah dan tabungan
swasta, pada gilirannya akan memperkecil peranan bantuan luar negeri dalam pembiayaan
pembangunan. Dalam Repelita VI, peranan bantuan luar negeri sebagai dana pembangunan
nasional dibandingkan dengan tabungan dalam negeri diharapkan akan semakin mengecil.Dalam kurun waktu dua puluh lima tahun PJP I, bantuan luar negeri sebagai bagian dari
Departemen Keuangan RI 15
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
16/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
keseluruhan dana pembangunan balk swasta maupun pemerintah, telah sangat menurun
peranannya dari sekitar 20 persen dalam Repelita I menjadi hanya sekitar 6 persen dalam
Repelita V.
Produktivitas modal dalam proses produksi nasional pada akhirnya akan ditentukan
oleh kualitas sumber daya manusia dan tingkat teknologi yang dipergunakan. Salah satu
kendala struktural yang dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia sampai
saat ini adalah kelangkaan dan keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas dalam
bentuk tenaga kerja yang ahli dan terlatih. Oleh karena itulah program pendidikan dan pelatihan
menjadi sangat diutamakan dalam pembangunan. .GBHN 1993 telah menggariskan bahwa
iklim belajar dan mengajar perlu dikembangkan secara terus menerus, agar menumbuhkan
sikap dan perilaku yang kreatif, inovatif dan keinginan untuk maju.
Dalam arus globalisasi yang melanda dunia saat ini, pembangunan nasional akan
sangat terkait dengan perkembangan dunia internasional di mana terjadi persaingan yang
semakin tajam antar negara-negara produsen, apalagi setelah berlakunya nanti hasil-hasil
persetujuan Putaran Uruguay. Untuk dapat bertahan dalam persaingan yang semakin ketat di
pasar dunia, produsen Indonesia dituntut untuk dapat menawarkan harga yang semakin
bersaing, mutu produk yang semakin membaik, dan waktu penyerahan yang semakin cepat. lni
semua hanya dapat dipenuhi apabila efisiensi produksi terus ditingkatkan melalui program-
program pelatihan dan pendidikan, riset dan pengembangan, serta alih teknologi. Penguasaan
teknologi merupakan hal yang mutlak, bukan hanya bagi industri besar, melainkan juga bagi
industri menengah dan kecil. Dewasa ini penguasaan teknologi sederhana pada industri kecil
semakin meluas, seperti teknologi pengolahan kulit, pengecoran logam, dan pembuatan barang-
barang keramik. Sementara itu bagi industri besar, teknologi di bidang telekomunikasi,
elektronika dan komputer, robotics, cryogenic dan bioteknologi, serta berbagai bidang
teknologi di sektor kedirgantaraan dan kelautan, akan menjadi semakin penting untuk dikuasai.
Seiring dengan meningkatnya penguasaan teknologi industri, kemampuan nasional dalambidang perekayasaan industri dan rancang bangun semakin berkembang. Kegiatan ini nampak
pada berbagai sektor industri seperti industri pengolahan pertanian dan kehutanan, industri
kimia, dan lain-lain.
Pertumbuhan yang cukup menggembirakan yang dialami oleh perekonomian Indonesia
selama PJP I tidak dapat dilepaskan dari strategi pembangunan yang baik dan terencana.
Strategi yang diarahkan dalam GBHN di masa yang lalu telah membuahkan perubahan
struktural yang sangat penting pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaituperubahan dari ekonomi yang bersifat agraris menuju perekonomian dengan struktur industri
Departemen Keuangan RI 16
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
17/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
yang didukung oleh sektor pertanian yang kuat. Sektor pertanian sebagai basis ekonomi yang
merupakan sumber mala pencaharian dari sebagian besar masyarakat, tetap diperkuat untuk
terciptanya kemandirian ekonomi, sedangkan sektor industri yang menjanjikan pertumbuhan
nilai tambah yang cepat serta dapat menampung pertumbuhan tenaga kerja yang meningkat,
dikembangkan secara terus menerus.
Dalam menuju sasaran tumbuhnya sektor industri yang maju dan kuat, GBHN 1993
telah menggariskan arahan agar pembangunan industri bertumpu kepada pembangunan industri
berspektrum luas dan berorientasi pada pasar intemasional, dengan meningkatkan kemampuan
teknologi untuk menghasilkan produk-produk unggulan yang dapat menembus
pasarintemasional. Melalui serangkaian kebijaksanaan di masa yang lalu, proses industrialisasi
dalam PJP I telah berhasil membawa perubahan-perubahan yang mendasar dalam struktur
ekonomi Indonesia. Industri pengolahan yang pada akhir Pelita I hanya menyumbangkan nilai
tarnbah 9,6 persen dari PDB, dalam tahun 1992 telah berhasil meningkatkan sumbangannya
menjadi lebih dari 20 persen. Dalam PJP I sektor industri telah tumbuh dengan tingkat rata-rata
12 persen per tahunnya, bukan hanya dalam volume melainkan juga dalam banyaknya
keragarnan produk yang dihasilkan. Jika pada awal Pelita I hanya terdapat 28 jenis industri,
maka pada akhir Repelita V jumlah tersebut telah berkembang menjadi kurang lebih 400 jenis
industri..
Salah satu perubahan yang juga sangat mendasar dalam struktur industri nasional
adalah berkembangnya industri-industri yang berorientasi ekspor, yang sebelumnya berorientasi
substitusi impor. Hasil industri nonmigas yang telah diekspor dalam tahun 1969 hanya
berjumlah US$ 310 juta, kini telah meningkat menjadi US$ 19.613 juta pada akhir tahun 1992.
Ekspor hasil industri nonmigas selamna tahun 1969-1984 telah meningkat dengan laju
pertumbuhan 18,8 persen per tahunnya, dan selanjutnya meningkat lagi menjadi 22,5 persen per
tahunnya selama tahun 19841992. Pertumbuhan yang cukup tinggi ini terutama didukung oleh
jenis-jenis industri yang bersifat padat karya, seperti industri tekstil, kayu olahan, dan barangbarang dari kulit. Seiring dengan itu, ekspor hasil industri, seperti alat-alat listrik dan
elektronika, kimia, besi dan baja, juga semakin meningkat. Secara keseluruhan, jumlah jenis
komoditi yang mampu memasuki pasar dunia telah mencapai sekitar 4.000 jenis komoditi
dalam tahun 1993. Sumbangan ekspor nonmigas telah meningkat dari 23,7 persen dalam tahun
1983 menjadi 68,6 persen dalam tahun 1992 dari keseluruhan nilai ekspor Indonesia. Sementara
itu sumbangan ekspor hasil industri terhadap ekspor nonmigas telah meningkat, dari 64,2
persen dalam tahun 1983 menjadi 85,3 persen dalam tahun 1992. Peningkatan yangmenggembirakan ini tidak terlepas dari usaha peningkatan efisiensi produksi dan mutu produk
Departemen Keuangan RI 17
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
18/423
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
19/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
GBHN 1993 rnengamanatkan bahwa dalam Repelita VI, penciptaan dan perluasan
lapangan kerja akan terus diupayakan, terutama rnelalui peningkatan dan pemerataan
pembangunan industri, pertanian, dan jasa, yang marnpu menyerap banyak tenaga kerja, dan
yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Upaya tersebut harus didukung oleh
keterpaduan kebijaksanaan investasi, fiskal dan rnoneter, pendidikan dan pelatihan, penelitian,
pengembangan dan penyuluhan, penerapan teknologi, serta pcngembangan dan pemanfaatan
pusat informasi pasar dalam dan luar negeri. Kebijaksanaan pemerataan dan peningkatan
kesempatan kerja serta pelatihan tenaga kerja terus dilanjutkan dan ditingkatkan agar
rnenjangkau setiap warga negara, dan terarah kepada terwujudnya angkatan kerja yang terampil
dan tangguh. Kesempatan kerja harus terbuka bagi setiap orang sesuai dengan kemampuan,
keterampilan, dan keahliannya serta didukung oleh kemudahan memperoleh pendidikan dan
pelatihan, penguasaan teknologi, informasi pasar ketenagakerjaan, serta tingkat upah yang
sesuai dengan prestasi dan kualifikasi yang dipersyaratkan.
Pembangunan yang berlangsung selama PJP I telah berhasil menciptakan lapangan
kerja dalam jumlah yang memadai, dan dengan mutu yang semakin meningkat. Hal ini
tercermin dari banyaknya angkatan kerja baru yang memperoleh pekerjaan. Antara tahun 1980
dan 1990, angkatan kerja bertambah sebesar 21,5 juta orang. Dalam kurun waktu yang sama
jumlah pekerja (angkatan kerja yang bekerja) juga bertambah sebesar 20 juta orang. Dilihat dari
jumlah pekerja di perkotaan, komposisi penduduk umur 25-39 tahun yang masuk pasar kerja
cenderung meningkat, khususnya pekerja wanita. Dalam tahun 1980 komposisi penduduk yang
berumur 25-39 yang masuk pasar kerja di perkotaan adalah sebesar 40 persen dan meningkat
rnenjadi 43 persen pada tahun 1990. Khusus pekerja wanita di perkotaan pada kurun waktu
yang sama meningkat dari sebesar 33 persen menjadi 38 persen. Peningkatan ini terutama
disebabkan oleh terjadinya urbanisasi, di mana banyak pekerja muda yang biasanya bekerja
sebagai pekerja keluarga atau buruh tidak tetap di sektor pertanian di perdesaan, pindah ke
perkotaan untuk mencari pekerjaan di 1uar sektor pertanian. Proses urbanisasi inimengakibatkan semakin berkurangnya tenaga kerja muda di sektor pertanian. Struktur lapangan
kerja juga ditandai dengan pergeseran dart sektor produksi agraris kesektor produksi nonagraris
dan jasa, dengan muatan tekno1ogi yang lebih besar. Dalam tahun 1980, sejumlah 55,9 persen
dart seluruh pekerja bekerja di sektor pertanian, dan sisanya bekerja di sektor industri dan
sektor-sektor lainnya. Dalam tahun 1990 pekerja di sektor pertanian menurun menjadi 49,9
persen, sedangkan di sektor industri dan jasa meningkat menjadi 50,1 persen. Pergeseran
struktur pekerja dan peningkatan mutu pekerja, bukan saja terjadi dari sektor pertanian kesektor nonpertanian, melainkan juga dari sektor informal ke sektor formal. Pekerja di sektor
Departemen Keuangan RI 19
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
20/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
informal menurun dari sebesar 69,5 persen dalam tahun 1980, menjadi 63 persen da1am tahun
1990.
Perubahan struktural dalam angkatan kerja tidak hanya ditandai dengan transformasi
secara sektoral, melainkan ditandai pula dengan perubahan dart segi latar belakang pendidikan.
Persentase pekerja dengan tingkat pendidikan sekurang-kurangnya sekolah dasar menunjukkan
peningkatan, yaitu dart 32,8 persen dalam tahun 1980 menjadi 54,4 persen dalam tahun 1990.
Hal ini menandakan bahwa proses industrialisasi yang tengah berlangsung berhasil dalam
mengikutsertakan strata paling bawah dari tenaga kerja terdidik secara formal. Hal yang cukup
menggembirakan yang mengiringi keadaan itu adalah kenyataan bahwa proporsi pekerja wanita
dalam angkatan kerja telah meningkat dalam satu dasa warsa terakhir, yaitu dari sebesar 32,3
persen dalam tahun 1980 menjadi 35,6 persen dalam tahun 1990.
Indikator pemerataan juga dinyatakan secara tidak langsung dengan besarnya nilai
tambah yang diperoleh tenaga kerja dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh pemilik
modal. Dengan meningkatnya kualitas tenaga kerja, yang dibarengi dengan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk memproduksi barang dan jasa, produktivitas marjinal tenaga
kerja telah meningkat bila dibandingkan dengan produktivitas marjinal pemilik modal, yang
secara tidak langsung tercermin dart menurunnya tingkat bunga. Selama kurun waktu 1980-
1990, kemampuan tenaga kerja untuk menghasilkan barang dan jasa per tenaga kerja telah
meningkat sebesar24,1 persen, yaitu dart Rp 1.296 ribu dalam tahun 1980 menjadi Rp 1.608
ribu dalam tahun 1990. Hal ini menunjukkan bahwa bagian yang diterima oleh para pekerja
sebagai indikasi pemerataan cukup menggembirakan.
Untuk mengurangi pengangguran atau setengah pengangguran di daerah perdesaan,
khususnya pada waktu sepi kerja (paceklik), dalam PJP I dilaksanakan proyek radar karya yang
sejak Repelita II dinamakan proyek padat karya gaya baru (PKGB). Pelaksanaan proyek PKGB
ini diprioritaskan di kecamatan-kecamatan miskin, padat penduduk, dan rawan terhadap
bencana alam. Masyarakat perdesaan yang menganggur diberi kesempatan untuk membangundan merehabilitasi prasarana desa, seperti jalan desa, saluran irigasi tersier, dan sebagainya,
dengan imbalan upah. Selama PJP I telah didayagunakan secara produktif sebanyak 13,2 juta
orang tenaga kerja penganggur dan setengah penganggur dalam seratus hari kerja di 16.359
lokasi/kecamatan. Berkaitan dengan kegiatan PKGB, di daerah perdesaan yang relatif tertinggal
dan padat penduduknya, dikembangkan teknologi padat karya. Dalam rangka itu, telah
diterapkan dan dikembangkan 29 jenis teknologi padat karya selama PJP I.
Dalam upaya mempertemukan pencari kerja dan pemberi kerja menurut lapanganusaha, jabatan, dan tingkat pendidikan, telah dikembangkan sistem informasi ketenagakerjaan.
Departemen Keuangan RI 20
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
21/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
Untuk mengatasi kekurangan angkatan kerja di daerah yang kurang penduduknya, disalurkan
tenaga kerja melalui mekanisme antar kerja lokal (AKL) dan antar kerja antar daerah (AKAD).
Seiring dengan itu, untuk mendukung peningkatan kemampuan dan mutu tenaga kerja, telah
dilakukan antara lain pelatihan ketrampilan yang dilaksanakan secara terpadu, dengan
melibatkan unsur-unsur pemerintah dan swasta sebagai penyelenggara pelatihan, dan pengguna
tenaga kerja.
Selama PJP I juga dilaksanakan pembinaan hubungan industrial dan perlindungan
tenaga kerja, khususnya di sektor formal, dalam rangka menciptakan hubungan kerja yang
serasi antara pengusaha dan pekerja, agar terwujud ketenteraman dan ketenangan berusaha,
peningkatan produktivitas, serta peningkatan kesejahteraan pekerja. Dalam hubungan industrial,
keberadaan serikat pekerja dan lembaga-Iembaga ketenagakerjaan sangat penting peranannya.
Di samping itu, sejak tahun 1978, guna meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga
kerja, pemerintah telah memberlakukan asuransi sosial tenaga kerja (Astek). Dalam tahun 1992,
sesuai dengan Undang-undang No.3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja, program
Astek ditingkatkan menjadi jaminan sosial tenaga kerja (Iamsostek), dengan jumlah peserta
sebanyak 40.000 perusahaan yang mencakup lebih kurang 5,5 juta orang tenaga kerja. Dengan
diberlakukannya sistem perlindungan ini diharapkan produktivitas dan kesejahteraan tenaga
kerja di Indonesia akan semakin meningkat. Upaya peningkatan dan perlindungan terhadap
pekerja juga diberikan dalam bentuk kebijaksanaan penetapan upah minimum. Pada awal
Repelita V upah minimum rata-rata nasional adalah 67 persen dari kebutuhan fisik minimum
pekerja lajang per hari, dan pada tahun keempat Repelita V angka ini telah ditingkatkan
menjadi 78 persen dari kebutuhan fisik minimum.
Indikator peningkatan dan pemerataan pendapatan pada umumnya dinyatakan dengan
kenaikan pendapatan per kapita, dan perbaikan pada indikator pemerataan yang
mempergunakan pendapatan sebagai unsurutama penghitungan. Namun demikian, dewasa ini
semakin diakui oleh berbagai kalangan, bahwa pendapatan bukan merupakan indikator satu-satunya untuk menggambarkan kesejahteraan masyarakat, sebab pendapatan hanyalah salah
satu dari sekian banyak dimensi kesejahteraan. Selain dari pendapatan per kapita, kesejahteraan
masyarakat dapat pula diukur dengan memperhitungkan berbagai elemen kesejahteraan hidup,
seperti kesempatan untuk memperoleh pendidikan, kesempatan untuk mendapatkan jaminan
pemeliharaan kesehatan, dan sebagainya.
Walaupun pendapatan per kapita di Indonesia telah meningkat dengan
menggembirakan selama PJPI, namun yang lebih menggembirakan lagi adalah bahwa program-program peningkatan kesejahteraan melalui program-program perdesaan yang langsung
Departemen Keuangan RI 21
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
22/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
menyentuh pada sendi-sendi kehidupan masyarakat, telah dilakukan semenjak awal
pembangunan. Program wajib belajar enam tahun adalah salah satu contoh, di samping
peningkatan pembangunan fisik sekolah-sekolah dasar melalui program Inpres SD. Program
peningkatan kesehatan ibu dan anak serta pemasyarakatan keluarga berencana melalui pos
pelayanan terpadu (posyandu) merupakan program yang langsung dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat. Pembangunan puskesmas-puskesmas di daerah serta pembangunan berbagai
fasilitas kesehatan untuk penduduk berpenghasilan rendah adalah merupakan usaha
peningkatan kesejahteraan rakyat, belum termasuk berbagai program sosial lainnya yang
diselenggarakan secara sentral maupun sektoral.
Dalam hal ini perlu disimak laporan UNDP dalam human development report tahun
1993, yang menghitung tingkat kesejahteraan 173 negara di dunia, termasuk Indonesia,
berdasarkan indeks pembangunan manusia (human development index), yaitu suatu besaran
yang tidak hanya menghitung tingkat kesejahteraan berdasarkan pendapatan per kapita,
melainkan juga memasukkan berbagai elemen kesejahteraan rakyat seperti disebut di atas.
Indonesia yang ditempatkan dalam peringkat ke-122 dari 173 negara di dunia berdasarkan
pendapatan per kapita, meningkat relatif pesat ke peringkat 108 bila mempergunakan human
development index. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia telah melakukan usaha yang sangat
produktif dalam meningkatkan kualitas hidup, dibandingkan dengan negara lain yang memiliki
pendapatan per kapita yang hampir sama.
Peningkatan dan pemerataan hasil pembangunan serta pemerataan kesejahteraan rakyat
tidak hanya dilakukan melalui penciptaan lapangan kerja di sektor-sektor formal, melainkan
juga dilakukan dalam sektor-sektor informal. Salah satu lembaga dalam masyarakat yang sangat
erat kaitannya dengan sektor informal adalah para pengusaha menengah, pengusaha kecil dan
koperasi serta lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang tersebar di berbagai pelosok tanah
air. Lembaga-lembaga ini mempunyai karakteristik mempekerjakan lebih banyak tenaga
manusia, khususnya yang berpendidikan rendah dengan muatan teknologi yang sederhana, danberoperasi dalam sektor-sektor tradisional yang erat dengan sendi-sendi kehidupan masyarakat
seperti sektor pertanian, petemakan, perikanan, kerajinan rakyat, dan jasa-jasa tradisional.
Karakteristik seperti ini sangat menguntungkan untuk dapat dipergunakan sebagai wahana di
dalam meningkatkan kesejahteraan sektor nonformal.
Namun demikian, pada umumnya lembaga-lembaga tersebut mempunyai berbagai
kendala struktural yang cukup rumit untuk dipecahkan, seperti rendahnya aksesibilitas terhadap
modal perbankan, dan kesempatan untuk mendapat petunjuk teknis di bidang produksi,pemasaran dan manajemen. Menyadari akan hal itu, dalam upaya meningkatkan pemerataan
Departemen Keuangan RI 22
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
23/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
hasil pembangunan sampai kepada sektor-sektor informal tersebut, Pemerintah telah
melaksanakan berbagai kebijaksanaan, baik yang terkandung dalam kebijaksanaan fiskal dan
moneter maupun kebijaksanaan sosial lainnya. Melalui kebijaksnaan moneter, Pemerintah telah
menetapkan 20 persen dana perbankan untuk disalurkan sebagai pinjaman kepada pengusaha
kecil dan menengah dalam bentuk kredit usaha kecil (KUK), di samping paket-paket
perkreditan untuk pengusaha kecil seperti KIK dan KMKP yang telah terlebih dahulu
diberlakukan. Dari segi fiskal, sejak tahun 1990 telah disalurkan kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah dan koperasi, 1-5 persen dari laba BUMN setelah pajak dalam bentuk pinjaman
dengan bunga sangat rendah dan persyaratan yang mudah. Sementara itu program-program
peningkatan mutu produksi serta jaminan pemasaran bagi industri kecil dan menengah telah
dikembangkan dalam program bapak angkat, keterkaitan dan kemitraan usaha, serta perkebunan
inti rakyat (PIR). Hubungan antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar juga dijalin dengan
jalan lebih mendorong subkontrak ( subcontracting ) dalam pengembangan industri.
Pemerataan hasil pembangunan yang efektif tidak cukup hanya melalui pendekatan
sektoral. Pendekatan dari sudut penyebaran regional turut menentukan dalam berhasilnya
pemerataan. Dalam pendekatan ini pemerintah daerah yang merupakan perwu judan dari
representasi masyarakat daerah, memiliki kepckaan yang lebih besar terhadap keinginan dan
kemampuan masyarakat di daerahnya. Oleh karena itu pcmbangunan daerah merupakan strategi
pemerataan hasil pembangunan yang cukup efektif. Untuk ini Pemerintah menggalakkan
peningkatan kemampuan pcmerintah daerah melalui pelaksanaan Undang-undang No.5 Tahun
1974 tentang Otonomi Pemerintahan Daerah. Berbagai pendidikan dan latihan telah dilakukan
guna meningkatkan kemampuan pemerintah daerah untuk menggali sendiri sumber-sumber
pendapatan daerah yang cukup potensial. Selain dari pada itu, guna mencapai perkembangan
daerah yang merata, pemerintah pusat telah menyisihkan sebagian anggaran pembangunan ke
dalam sektor pembangunan daerah, desa dan kota, yang sebenamya merupakan alokasi
anggaran secara regional. Dengan semakin mcningkatnya kemampuan pemerintah daerahdalam membangun daerahnya, program pemerataan pembangunan akan semakin efektif dan
hasilnya dapat secara riil meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah.
Pada akhirnya, program pemerataan ini niemasuki dimensi paling penting dalam
pembangunan ekonomi Indonesia dalam bentuk program pengentasan kemiskinan yang saat ini
tengah dirintis melalui Program Inpres Desa Tertinggal. Melalui program ini diupayakan agar
dikemudian hari jumlah penduduk miskin di Indonesia akan ditekan sampai serendah mungkin
dari jumlah saat ini yang masih sebesar 15 persen dari populasi Indonesia.Aspek terakhir dalam strategi pembangunan jangka panjang adalah menjaga stabilitas
Departemen Keuangan RI 23
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
24/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
ekonomi sebagai landasan penting bagi pertumbuhan dan pemerataan. Stabilisasi ekonomi
mempunyai arti yang sangat spesifik, yaitu mengatasi berbagai gejolak ekonomi yang dapat
menghambat pembangunan, sepcrti masalah-masalah inflasi, uang beredar dan likuiditas
perekonomian, nilai tukar, kecukupan cadangan devisa, kelancaran arus barang, serta
pengendalian logistik barang-barang kebutuhan pokok dan strategis.
Salah satu faktor pcndukung terciptanya stabilitas ekonomi adalah terkendalinya laju
inflasi pada tingkat yang rendah. Inflasi yang rendah memberikan kepastian kepada dunia usaha
akan kestabilan harga barang - barang dan juga memberikan ketenangan kepada masyarakat
karena daya belinya tidak menurun. Di tingkat makro, Pemerintah mengendalikan tingkat
inflasi dengan memelihara keseimbangan yang dinamis antara perubahan permintaan agregat
dengan pertumbuhan penawaran agregat. Dalam mempengaruhi sisi permintaan agregat,
kebijaksanaan yang efektif adalah pengendalian uang beredar sebagai salah satu piranti
kebijaksanaan moneter. Pertumbuhan uang beredar atau likuiditas perekonomian yang terlalu
tinggi akan menyebabkan ekspansi perekonomian yang berlebih-lebihan (overheated). Dalam
tahun anggaran 1989/90, ketika ekonomi mengalami overheated akibat pertumbuhan sektor
moneter yang cukup pesat, otoritas moneter mengupayakan penyejukan ekonomi melalui
kebijaksanaan uang ketat dan konsolidasi perbankan, dan hasil dar ipada kebijaksanaan tersebut
diwujudkan dalam tahun anggaran berikutnya, yaitu terkendalinya jumlah uang beredar (M2)
dan laju inflasi dalam tingkat yang cukup rendah.
Di samping pengendalian harga dan pertumbuhan likuiditas, stabilisasi ekonomi juga
mencakup pengendalian tingkat suku bunga, baik simpanan maupun pinjaman, yang cukup
kondusif, baik terhadap pemupukan tabungan maupun terhadap investasi. Kebijaksanaan
pengendalian likuiditas, dan pengendalian harga dan suku bunga perbankan, merupakan
kebijaksanaan yang saling terkait yang pada umumnya dilakukan oleh otoritas moneter dengan
memakai berbagai instrumen kebijaksanaan moneter, seperti kebijaksanaan pasar terbuka,
tingkat diskonto dan lain-Iainnya. Instrumen kebijaksanaan moneter yang sangat aktif digunakan dewasa ini adalah melalui lelang SBI dan SBPU guna mempengaruhi uang beredar.
Kebijaksanaan stabilisasi moneter tidak hanya memperhatikan variabel-variabel
moneter yang berpengaruh langsung ke dalam negeri, melainkan juga mencakup pengendalian
variabel-variabel moneter yang menyangkut kaitan perekonomian dalam negeri dengan
perekonomian luar negeri, yaitu dengan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan mata uang
asing. Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, nilai tukar valuta asing dan tingkat
cadangan devisa yang tersedia bagi pembiayaan impor merupakan variabel yang secara terusmenerus harus dijaga. Sejak pertengahan November 1978, Pemerintah menganut sistem devisa
Departemen Keuangan RI 24
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
25/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
bebas, yang telah berjalan dengan baik dan telah berhasil merangsang kegiatan investasi. Dalam
pengendalian nilai tukar, dikandung maksud agar nilai tukar rupiah selalu mencerminkan
perkembangan yang bealistis, sehingga dapat mempertahankan daya saing barang ekspor
Indonesia di pasar intemasional. Depresiasi rupiah terhadap mala uang dolar Amerika Serikat
selalu dijaga agar kepercayaan masyarakat terhadap rupiah tetap mantap. Sementara itu,
cadangan devisa yang cukup untuk membiayai setidak-tidaknya 3 bulan nilai impor sangat
renting dalam menjaga stabilitas perekonomian. Cadangan devisa atau cadangan valuta asing
mempunyai arti strategis karena mencerminkan kemampuan untuk menyelesaikan transaksi
keuangan intemasional dalam jangka pendek, seperti pembayaran impor barang dan jasa,
pembayaran cicilan pokok hutang luar negeri beserta bunganya, dan pembayaran-pembayaran
lainnya. Cadangan devisa tersebut dihimpun dari surplus neraca pembayaran yang terjadi setiap
tahun.
Pada akhirnya, stabilitas ekonomi di sektor moneter harus didukung oleh stabilitas di
sektor riil, yaitu dengan kelancaran penyediaan barang-barang dan jasa. Hambatan-hambatan
yang terjadi pada penyediaan barang dan jasa tersebut menyebabkan ekonomi biaya tinggi yang
melemahkan daya saing barang-barang produksi Indonesia di pasar internasional. Menyadari
akan hal itu, Pemerintah secara terus menerus me1akukan penyempumaan-penyempumaan
peraturan di bidang perdagangan dan industri melalui berbagai paket deregulasi, yang diawali
dengan Inpres Nomor 4 Tahun 1985, yang merombak dan menyederhanakan tata laksana
ekspor-impor dan pelayaran anta pulau, serta tata laksana di bidang operasional pelabuhan.
Selanjutnya secara berturut-turut dikeluarkan Paket 6 Mei 1986, Paket 25 Oktober 1986, Inpres
Nomor 3 tatun 1991, serta yang terakhir berupa Paket Oktober 1993, yang merupakan
penyempurnaan lebih lanjut di bidang tata niaga ekspor dan impor serta penurunan berbagai
tarif bea masuk dan bea masuk tambahan, yang kesemuanya itu dimaksudkan untuk mendorong
kelancaran penyediaan bahan baku produksi, dan akan menghilangkan biaya tinggi serta pada
gilirannya meningkatkan daya saing industri yang berorientasi ekspor. Paket deregulasi yangterakhir tersebut di atas juga mencakup penyederhanaan di bidang perizinan, khususnya
perizinan pencadangan tanah dan izin lokasi untuk bangunan industri dan pergudangan, yang
diharapkan dapat mendorong penyediaan sarana perdagangan dan industri, sehingga sekaligus
mendorong kelancaran arus penyediaan barang dan jasa.
Pembangunan Jangka Panjang I selama kurun waktu dua puluh lima tatun yang lalu
telah memberikan berbagai kemajuan yang dapat dinikmati oleh bangsa Indonesia. Kemajuan-
kemajuan tersebut juga menjadi peluang serta membentuk kerangka landasan bagi bangsaIndonesia untuk memasuki lahar pembangunan berikutnya menuju terciptanya masyarakat adil
Departemen Keuangan RI 25
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
26/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
dan makmur. Namun demikian, perjalanan bangsa Indonesia akan menghadapi berbagai
tantangan di masa derail, yang pedu diantisipasi sejak saat ini. Tantangan pertama adalah
pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat besar, yang merupakan beban yang sangat berat
bagi perekonomian Indonesia. Oleh karena itu guna mempertahankan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, maka laju pertumbuhan jumlah penduduk pedu terus ditekan. Dalam hubungan ini
program keluarga berencana pedu terus menerus ditingkatkan pelaksanaannya.
Pertumbuhan penduduk yang cukup besar dan perubahan pola demografis masyarakat
akan menuntut tersedianya lapangan kerja sekitar 2,5 juta per tatun. Untuk menampung
angkatan kerja sebesar ini, pertumbuhan sektor industri pedu diperluas, dan karena itu proses
transformasi struktural perekonomian Indonesia dari perekonomian agragris menuju
perekonomian berstruktur industri pedu dipercepat. Namun tidak semua sektor industri dapat
diharapkan berkembang dengan cepat karena pasar hasil produksinya sangat terbatas. Dalam
kaitan ini, pengalaman menunjukkan bahwa pilihan terbaik saat ini bagi negara berkembang
adalah pasar dunia yang dapat memberikan harapan untuk menampung hasil industri yang
dikembangkan. Oleh karena itu, nampak dengan jelas bahwa industrialisasi dengan orientasi
ekspor merupakan pilihan yang paling tepat bagi pembangunan jangka menengah dan jangka
panjang.
Perubahan struktural perekonomian menuju perekonomian yang bertumpu pada
industri akan menyebabkan perubahan pola kependudukan, khususnya melalui urbanisasi yang
merupakan tantangan kedua. Urbanisasi pada akhirnya akan menimbulkan tekanan-tekanan
pada permintaan fasilitas dan prasarana kehidupan yang lebih banyak dan lebih baik di pusat-
pusat industri dan perkotaan. Prasarana kehidupan ini akan meliputi berbagai prasarana
pendidikan dan kesehatan, listrik, air, dan jaringan telekomunikasi, sarana perdagangan dan
kemasyarakatan lainnya, yang pada umumnya merupakan tanggung jawab dari pemerlntah
daerah untuk pengadaannya. Oleh karena itu program pembangunan daerah, perkotaan dan
perdesaan pedu ditingkatkan dan dipercepat untuk mengantisipasi ledakan urbanisasi yang akantimbul di masa yang akan datang sebagai akibat transformasi ekonomi yang terjadi. Dalam
kaitan ini desentralisasi dari otonomi pemerintah daerah perlu untuk segera diwujudkan.
Tantangan ketiga yang dihadapi adalah semakin menipisnya sumber-sumber daya
alami yang saat ini sangat berperan dalam memberikan sumbangan bagi dana pembangunan,
dari merupakan andalan ekspor Indonesia di pasar dunia. Oleh karena itu proses industrialisasi
yang diharapkan akan meningkatkan nilai tambah, perlu diusahakan untuk bertumpu pada
sumber-sumber daya alami yang dapat diperbaharui. Dalam kaitan ini, sektor-sektor industrimanufakturing harus lebih berorientasi kepada industri dengan bahan baku yang mudah didapat,
Departemen Keuangan RI 26
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
27/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Paralel dengan itu, muatan teknologi dalam
industri perlu ditingkatkan, dari sektor-sektor industri frontier, seperti industri komputer dan
komunikasi, bioteknologi, kedirgantaraan serta kelautan, perlu dikembangkan, di samping
industri konvensional, seperti industri atas kaki dan pakaian jadi yang masih berperan renting
dalam ekspor nonmigas.
Tantangan yang keempat bersumber dari perubahan-perubahan perekonomian dunia,
di mana beberapa negara diramalkan akan mengalami tingkat pertumbuhan yang cukup pesat
seperti Cina dan beberapa negara di Asia Tenggara dari Eropa. Pertumbuhan yang tidak
seimbang itu akan menimbulkan persaingan baru dalam memperebutkan modal di pasar
intemasional. Seiring dengan itu, keberhasilan GATT dalam Putaran Uruguay, akan mendorong
perdagangan dunia yang lebih bebas, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan
perekonomian dunia. Pertumbuhan ekonomi dunia menuntut investasi yang meningkat pula,
sehingga ketersediaan modal investasi akan diperebutkan dengan kompetisi yang lebih ketat.
Oleh karena itu, arti kemandirian dalam mendapatkan sumber dana pembangunan yang
digariskan dalam GBHN menjadi semakin penting.
Akhirnya, kemajuan-kemajuan yang telah dicapai sebagai hasil pembangunan harus
tetap dijaga terhadap dampak sampingan dari pembangunan itu sendiri dalam bentuk kerusakan
lingkungan dan kerusakan sosial. Pelestarian sumber daya alam dan sumber daya manusia perlu
mendapatkan perhalian sejak dari awal pembangunan, dan ini merupakan tantangan tersendiri
bagi bangsa Indonesia untuk memelihara pertumbuhan yang berkesinambungan.
Departemen Keuangan RI 27
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
28/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
BAB II
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
2.1. Pendahuluan
Sebagai tahun terakhir pelaksanaan tahunan rencana pembangunan lima tahun kelima
(Repelita V), APBN 1993/94 mempunyai arti yang sangat strategis. Di samping sebagai
penutup bagi pelaksanaan pembangunan jangka panjang I (PJP I), juga sebagai pengantar bagi
pelaksanaan pembangunan menuju pada PJP II yang diharapkan akan membawa bangsa
Indonesia menuju masyarakat yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sega1a hasil yang dicapai se1ama PJP
I merupakan modal dasar yang kuat untuk menyongsong PJP II, dimana beban pembangunan
akan terasa semakin berat. Hal ini karena pembiayaan untuk memelihara hasil-hasil
pembangunan selama PJP I akan semakin meningkat, serta makin besarnya kebutuhan investasi
baru agar dapat mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi yang mampu memenuhi
permintaan masyarakat yang semakin meningkat.
Investasi-investasi baru yang diperlukan berasal dari sektor pemerintah maupun dari
sektor swasta. Investasi sektor pemerintah dilakukan melalui APBN, sedangkan investasi yang
dilaksanakan oleh swasta dilakukan melalui penanaman modal, baik modal dalam negeri
maupun modal asing. Dalam perkembangannya, kebutuhan investasi nasional akan lebih
banyak dipenuhi dari sektor swasta, dengan sektor pemerintah bertindak sebagai penyedia
piranti-piranti bagi tumbuhnya investasi swasta tersebut.
Investasi di sektor pemerintah dibiayai terutama dengan tabungan pemerintah, yang
merupakan selisih lebih antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin. Oleh karena itu
tabungan pemerintah terus diupayakan semakin meningkat, dengan meningkatkan penerimaan
dalam negeri terutama yang berasal dari sumber nonmigas, diiringi dengan upaya meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penggunaan pengeluaran rutin. Dengan makin meningkatnya tabunganpemerintah, maka kemandirian dalam pembiayaan pembangunan juga semakin meningkat.
Sesuai dengan GBHN, pengelolaan APBN tetap dalam kerangka kebijaksanaan fiskal
yang didasarkan pada prinsip anggaran berimbang dan dinamis, yang menjamin pemerataan
pembangunan yang meluas, pertumbuhan ekonomi yang cutup tinggi, dan stabilitas ekonomi
yang mantap. Dari pengalaman selama PJP I, kebijaksanaan ini telah menunjukkan hasil yang
nyata dan bermanfaat bagi perkembangan ekonomi. Hal ini tercermin dari semakin
membaiknya distribusi pendapatan, yaitu dengan makin menurunnya jumlah penduduk yangberada di bawah garis kemiskinan, dari sebanyak 70 juta orang dalam tahun 1970 hingga
Departemen Keuangan RI 28
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
29/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
tinggal 15 persen atau sekitar 27 juta orang dalam tahun 1990. Sementara itu, alokasi
pengeluaran negara telah diarahkan pada sektor-sektor yang memacu pertumbuhan ekonomi,
Damon tidak berdampak menambah tekanan inflasi. Pertumbuhan ekonomi selama empat tahun
pelaksanaan Repelita V mencapai rata-rata 7 reIsen, yang berarti lebih tinggi dari sasaran
Repelita V sebesar rata-rata 5 persen per tahun. Dalam pada itu, tingkat inflasi telah pula
berhasil dikendalikan pada tingkat di bawah 10 persen dalam dekade belakangan ini, dan
bahkan dalam tahun 1992 tingkat inflasi hanya mencapai 4,94 persen, yang merupakan angka
inflasi terendah selama empat tahun pelaksanaan Repelita V.
Sementara itu, walaupun pengaruh eksternal dan lebih-Iebih internal akan selalu
mewarnai pelaksanaan APBN, kebijaksanaan anggaran yang berimbang dan dinamis yang telah
dirasakan manfaatfiya selama ini akan tetap dipertahankan dalam pelaksanaan APBN-APBN
berikutnya. Perubahan-perubahan perekonomian dunia dan nasional kadang-kadang membawa
keuntungan bagi penerimaan negara, namun tidak jarang juga membawa kesulitan dalam
penerimaan negara. Perubahan-perubahan eksternal daninternal tersebut telah membawa
pengaruh terhadap perubahan struktural dalam perekonomian negara, terutama dalam
penerimaan negara. Gejolak perkembangan harga minyak yang tidak menggembirakan sejak
satu dekade yang lain telah membawa perubahan struktur dalam penerimaan dalam negeri.
Gejolak tersebut walaupun dari segi penerimaan migas kurang menggembirakan, Damon
membawa hikmah bagi struktur penerimaan dalam negeri. Sejak tahun 1986/87 penerimaan
dalam negeri telah berhasil melepaskan ketergantungannya pada penerimaan migas dan makin
didominasi oleh penerimaan dari sektor perpajakan. Hal ini sangat menguntungkan, karena di
samping minyak merupakan sumber alam yang tidak dapat diperbaharui dan harganya sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor nonekonomi, penerimaan sektor perpajakan juga mencerminkan
sikap kemandirian pembiayaan pembangunan yang sumbernya dapat diharapkan secara mantap
dalam jangka panjang.
Sementara itu, belum pulihnya kondisi perekonomian dunia juga mempunyai pengaruhterhadap permintaan pasar internasional akan komoditas Indonesia, khususnya komoditas
primer, yang pada gilirannya dapat menurunkan harga serta penerimaan devisa ekspornya.
Dalam hal ini, melalui berbagai kebijaksanaan ekonomi, Pemerintah terus berusaha agar
komoditi ekspor Indonesia tetap kompetitif di pasar internasional.
Berbeda dengan kondisi pasar internasional, kondisi pasar dalam negeri cukup
menggembirakan. Perekonomian nasional selama Repelita V tumbuh melampaui sasarannya,
sehingga memberikan pengaruh yang sangat besar bagi peningkatan penerimaan negara, yangpada gilirannya membawa dampak positif kepada upaya pemupukan tabungan pemerintah.
Departemen Keuangan RI 29
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
30/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
Selama Repelita V tabungan pemerintah mengalami peningkatan dalam jumlah yang cukup
menggembirakan. Sebagai cerminan dari kemandirian pembiayaan pembangunan, upaya untuk
terus meningkatkan tabungan pemerintah telah semakin digalakkan dengan mengusahakan
peningkatan penerimaan dalam negeri yang melebihi laju pengeluaran rutin.
Melihat kepada perkembangan keuangan negara sejak awal PJP I, dapat disimak
perubahan struktural dalam penerimaan negara yang mengarah kepada sumber pembiayaan
pembangunan yang semakin kokoh dan mandiri. Dalam masa Repelita I, peranan pajak sebagai
pembiayaan pembangunan masih cukup besar, yaitu rata-rata sekitar 62 persen dari penerimaan
dalam negeri, dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 32,3 persen per tahun, sedangkan
penerimaan minyak bumi menyumbang rata-rata sekitar 33,4 persen dalam penerimaan dalam
negeri dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 55,2 persen per tahun. Memasuki Repelita II
dan III, harga minyak bumi di pasar internasional menunjukkan perkembangan yang
meningkat, sehingga dominasi. penerimaan pajak dalam penerimaan dalam negeri tergeser oleh
penerimaan migas. Dalam kedua periode tersebut penerimaan migas menyumbang rata-rata
sekitar 61 persen dengan laju pertumbuhan sekitar 23 persen per tahun, sedangkan penerimaan
pajak mempunyai peranan. sekitar 35 persen dari penerimaan dalam negeri dengan laju
pertumbuhan sekitar 21 persen per tahun. Da1am tahun terakhir Repelita III, harga minyak
bumi mulai mengalami penurunan akibat resesi yang dialami oleh negara-negara industri.
Penurunan harga minyak tersebut membawa hikmah positif bagi perkembangan struktur
penerimaan dalam negeri, dimana Pemerintah berupaya untuk mewujudkan sumber penerimaan
dalam negeri yang rentan terhadap gejolak perekonomian internasional. Upaya itu dimulai
dengan mengadakan pembaharuan sistem perpajakan nasional yang ditandai dengan
diundangkannya serangkaian undang-undang perpajakan, yaitu Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai, yang kemudian dilengkapi dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun1985 tentang Pajak Rumi dan Bangunan dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang
Bea Meterai.
Upaya pembaharuan perpajakan tersebut telah membawa struktur penerimaan negara
yang bersandar pada sumber penerimaan dalam negeri yang kokoh dan tidak tergoyahkan oleh
gejolak perekonomian internasional. Dalam Repelita IV, penerimaan perpajakan menyumbang
rata-rata sekitar 41 persen dari penerimaan dalam negeri dengan laju pertumbuhan sekitar 26
persen per tahun, sedangkan penerimaan migas yang menyumbang rata-rata sekitar 50 persendari penerimaan dalam negeri hanya tumbuh dengan laju rata-rata yang menurun, sebesar 2,2
Departemen Keuangan RI 30
8/7/2019 Nota Keuangan dan RAPBN Th. 1994-1995
31/423
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1994/1995
persen per tahun. Memasuki Repelita V, sebagai Repelita terakhir dalam PJP I, kemandirian
pembiayaan pembangunan semakin kokoh, sebagaimana terlihat dari dominasi penerimaan
perpajakan yang semakin mantap dalam penerimaan dalam negeri. Dalam tahun pertama
Repelita V, sumbangan penerimaan perpajakan mencapai 53,7 persen dari penerimaan dalam
negeri, dan dalam tahun terakhir Repeliia V peranannya diperkirakan akan meningkat menjadi
64,1 persen dari penerimaan dalam negeri. Dengan demikian, laju pertumbuhan penerimaan
perpajakan dalam Repelita V diperkirakan sekitar 22 persen per tahun, sementara dalam periode
yang sama, pertumbuhan penerimaan migas diperkirakan sebesar 7,7 persen per tahun dengan
kecenderungan penuruoan dalam peranannya, sehingga diperkirakan menjadi sekitar 28,6
persen dari penerimaan dalam negeri keseluruhan dalam tahun terakhir Repelita V.
Dalam kurun waktu hampir satu dekade sejak diberlakukannya sistem perpajakan
nasional, terjadi lonjakan dalamjumlah wajib pajak (WP) yang terdaftar, dari sebanyak
1.282.045 WP dalam bulan Januari 1984 menjadi 5.393.783 WP dalam bulan Januari 1993.
Dari tiga jenis wajib pajak, yaitu wajib pajak PPh badan, wajib pajak PPh perorangan, dan
wajib pajak PPN, wajib pajak PPh perorangan mengalami peningkatan yang cukup tinggi, yaitu
dari sebanyak 1.189.832 WP dalam bulan Januari 1
Top Related