Ncp Kep Puskesmas

14
Pengantar Gizi Masyarakat Pengertian Gizi secara umum adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.citrus-ambrosia-salad-fb Tidak ada satu pun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan produktif. Oleh karena itu, setiap orang perlu mengkonsumsi anekaragam makanan; kecuali bayi umur 0-4 bulan yang cukup mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI) saja. Bagi bayi 0-4 bulan, ASI adalah satu-satunya makanan tunggal yang penting dalam proses tumbuh kembang dirinya secara wajar dan sehat. Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur. Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain. Jadi makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Makanan sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti dan mi. Minyak, margarin dan santan yang mengandung lemak juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari. Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan, seperti keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang. Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.

description

ncp kep puskesmas

Transcript of Ncp Kep Puskesmas

Page 1: Ncp Kep Puskesmas

Pengantar Gizi MasyarakatPengertian Gizi secara umum adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan,

metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan

kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan

energi.citrus-ambrosia-salad-fb

Tidak ada satu pun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, yang mampu

membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan produktif. Oleh karena itu,

setiap orang perlu mengkonsumsi anekaragam makanan; kecuali bayi umur 0-4 bulan yang

cukup mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI) saja. Bagi bayi 0-4 bulan, ASI adalah satu-satunya

makanan tunggal yang penting dalam proses tumbuh kembang dirinya secara wajar dan

sehat.

Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang

beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan

tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna

makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur.

Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu jenis

makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain. Jadi makan

makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat

tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.

Makanan sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

kentang, sagu, roti dan mi. Minyak, margarin dan santan yang mengandung lemak juga

dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari.

Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah kacang-

kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam,

daging, susu serta hasil olahan, seperti keju. Zat pembangun berperan sangat penting

untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang.

Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini

mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan bekerjanya

fungsi organ-organ tubuh.

Protap Pelayanan dan Tata Laksana Balita Gizi Buruk

Page 2: Ncp Kep Puskesmas

Pelaksanaan upaya pencegahan gizi buruk dibagi dalam tiga tahap meliputi rencana jangka

pendek untuk tanggap darurat dengan menerapkan prosedur tatalaksana penanggulangan

gizi buruk dengan melaksanakan sistem kewaspadaan dini secara intensif melalui

pelacakan kasus dan penemuan kasus baru kemudian ditangani di puskesmas dan di rumah

sakit. Kemudian tahap pencegahan terhadap peningkatan status dengan koordinasi lintas

program dan lintas sektor, memberikan bantuan pangan, memberikan makanan

pendamping ASI (MP-ASI). Sedangakn tahap ketiga pengobatan penyakit, penyediaan air

bersih, memberikan penyuluhan gizi dan kesehatan terutama peningkatan ASI

eksklusif sejak lahir sampai 6 bulan kemudian diberikan makanan pendamping ASI setelah

usia 6 bulan dengan meneruskan pemberian ASI sampai usia dua tahun.

Kebijakan tatalaksana anak gizi buruk ini mengacu pada surat keputusan Menkes Nomor

1209/MENKES/X/1998 tentang monitoring dan penanggulangan krisis kesehatan (KLB gizi buruk) dan

Surat keputusan  Menkes Nomor 128/MENKES/SK/II/2004, tentang Kebijakan Dasar Puskesmas.

Berdasarkan hal tersebut, Puskesmas berperan terhadappenanganan gizi buruk sesuai pedoman

tatalaksana penanggulangan anak gizi buruk dengan memberikan pelayanan optimal terhadap balita gizi

buruk.

Prosedur Kerja Tatalaksana Gizi Buruk

Prosedur kerja tatalaksana gizi buruk secara garis besar dibagi menjadi tiga kegiatan, meliputi

penentuan status gizi, intervensi, dan pelaporan.Penentuan Status gizi

Penentuan status gizi dilakukan dengan dua cara, yaitu secara klinis antropometri, laboratorium, dan

anamnese riwayat gizi. Secara klinis antara lain dengan mendeteksi Hipotermia, Hipoglikemia, Dehidrasi,

dan Infeksi. Mekanisme pelaksanaan dilakukan pada setiap pasien baru dan dimonitor setiap hari.

Secara Antropometri dilakukan dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan. Prosedur laboratorium

dapat diambil sediaan glukosa darah, haemoglobine,  urine, atau faeces. Sedangkan anamnese riwayat

gizi dilakukan dengan wawancara.

Intervensi

Intervensi gizi buruk dilakukan secara klinis maupun dengan diet. Secara klinis terutama untuk mengatasi

Hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi dan infeksi. Sedangkan mekanisme intervensi diet dilakukan dengan

Memberikan rujukan ke puskesmas, menerjemahkan prescript diet kedalam jumlah dan jenis bahan

makanan, Pemantauan konsumsi makanan, Pemantauan Status gizi, Penyuluhan gizi, pemberian diet,

Persiapan pulang, serta penyuluhan gizi utk di rumah

Page 3: Ncp Kep Puskesmas

Pelaporan

Mekanisme pelaporan meliputi jenis item perkembangan, pemeriksaan fisik, laboratorium, antropometri,

serta asupan makanan.

Prosedur Tatalaksana Balita Gizi Buruk

Pusat pelayanan kesehatan masyarakat(Puskesmas) bertujuan memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, jugs kegiatan yang bersifatkuratif dan

rehabilitatif. Upaya kesehatan wajib di puskesmas yaitu promosi kesehatan, kesehatan

lingkungan, kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana, perbaikan gizi dan

pemberantasan penyakit menular.

Sedangkan kegiatan penanggulangan balita gizi buruk di puskesmas meliputi :

Penjaringan balita KEP yaitu kegiatan penentuan ulang status gizi balita

berdasarkan berat badan dan perhitungan umur balita yang sebenarnya dalam

hitungan bulan pada saat itu dengan cara penjaringan yaitu balita dihitung kembali

umurnya dengan tepat dalam hitungan bulan, balita ditimbang berat badannya

dengan menggunakan timbangan dacin, berdasarkan hasil perhitungan umur dan

hasil pengukuran BB tersebut tentukan status gizi dengan KMS atau standar

antropometri.

Kegiatan penanganan KEP meliputi program PMT yaitu upaya intervensi bagi balita

yang menderita KEP untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita agar meningkat

status gizinya sampai mencapai gizi baik (pita hijau dalam KMS), pemeriksaan dan

pengobatan yaitu pemeriksaan dan pengobatan untuk mengetahui kemungkinan

adanya penyakit penyerta guna diobati seperlunya sehingga balita KEP tidak

semakin berat kondisinya.

Terkait masalah gizi ini, asuhan keperawatan  bertujuan memberikan bimbingan kepada

keluarga balita KEP agar mampu merawat balita KEP sehingga dapat mencapai status gizi

yang baik melalui kunjungan rumah dengan kesepakatan keluarga agar bisa dilaksanakan

secara berkala, suplementasi gizi untuk jangka pendek. Suplementasi gizi meliputi:

pemberian sirupzat besi; vitamin A (berwarna biru untuk bayi usia 6-1 1 bulan dosis

100.000 IU dan berwarna merah untuk balita usia 12-59 bulan dosis 200.000 IU); kapsul

minyak beryodium, adalah larutan yodium dalam minyak berkapsul lunak, mengandung

200 mg yodium diberikan 1x dalam setahun.

Pelayanan rutin yang dilakukan di puskesmas berupa 10 langkah penting yaitu: 1) Mengatasi dan mencegah hipoglikemia, 2) Mengatasi dan mencegah hipotermia, 3) Mengatasi dan mencegah dehidrasi, 4) Mengoreksi gangguan keseimbangan elektrolit, 5) mengobatai atau mencegah infeksi, 6) memulai pemberian makanan,

Page 4: Ncp Kep Puskesmas

7) Fasilitasi tumbuh kejar (catch up growth), 8) koreksi defisiensi nutrien mikro, 9) melakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental, 10) siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh. Dalam proses pelayanan KEP berat atau gizi buruk terdapat tiga fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas dituntut terampil memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase.

Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD KLB) Gizi Buruk

Sebagaimana disinggung pada tulisan terdahulu, dampak jangka pendek gizi buruk

terhadap perkembangan anak antara lain anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara

serta gangguan perkembangan lain. Sementara dampak jangka panjang berupa penurunan

skor intelligence quotient (IQ), penurunan perkembangan kognitif,

penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa

percaya diri serta akan menyebabkan merosotnya prestasi belajar.

Sebagai usaha pencegahan dan deteksi dini kejadian gizi buruk kemudian diterapkan

konsep surveilans dan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa gizi buruk ini. Secara

umum tujuan surveilans adalah untuk pencegahan dan pengendalian penyakit dalam

masyarakat, sebagai upaya deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya kejadian luar

biasa (KLB), memperoleh informasi yang diperlukan bagi perencanaan dalam hal

pencegahan, penanggulangan maupun pemberantasannya pada berbagai tingkat

administrasi

Konsep diatas antara lain dituangkan dan diimplementasi pada Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor: 111 6/MENKES/SK/VI II/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Surveilans Epidemiologi Kesehatan dan Penyakit. Salah satu kegiatan pada Kepmenkes ini

berupa pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD KLB). Kegiatan

ini pada dasarnya merupakan salah satu bentuk kewaspadaan terhadap penyakit

berpotensi KLB serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan teknologi

surveilans epidemiologi yang dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiap

siagaan, upaya pencegahan dan tindakan penanggulangan KLB yang cepat dan tepat.

Sementara terkait dengan SKD KLB Gizi Buruk, dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pengertian suatau wilayah (misalnya Kecamatan) dinyatakan telah mengalami  KLB gizi

buruk adalah bila ditemukan 1 orang kasus dengan pengukuran antropometri berdasarkan

BB/U berada pada Z-Score

Page 5: Ncp Kep Puskesmas

Ada peningkatan jumlah balita dengan berat badan BGM pada kartu menuju sehat

(KMS) sebanyak 50% atau jumlah gizi buruk meningkat 2 kali lipat pada 4 bulan

sebelumnya.

Ada perubahan pola konsumsi makanan pokok yang bisa dikonsumsi masyarakat,

baik jenis, jumlah dan frekuensi makan.

 

Dalam prakteknya, salah satu sasaran pelaksanaan SKD KLB Gizi Buruk, sesuai pedoman

penyelenggaraan SKD KLB dan pedoman penyelenggaraan surveilans epidemiologi

kesehatan, adalah pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Gizi (SKG),  termasuk di dalamnya

SKD KLB  gizi buruk. Sistem ini merupakan bentuk kewaspadaan terhadap ancaman

terjadinya gizi buruk dan faktor-faktor yang mempengaruhinya melalui surveilans gizi,

yang informasinya dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya

pencegahan dan penanggulangan KLB secara cepat dan tepat. Peran SKD KLB gizi buruk

adalah sebagai penyedia informasi menjadi sangat penting dalam rangka mencegah dan

menanggulangi KLB gizi buruk.

Prinsip pelaksanaan SKD-KLB gizi buruk sesuai Pedoman Sistem Kewaspadaan Gizi (SKD)

KLB Gizi, Depkes RI (2008) mencakup tiga kegiatan antara lain kajian epidemiologi secara

rutin, Peringatan kewaspadaan dini, Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan KLB gizi

buruk.

Kajian epidemiologi secara rutin adalah analisis terhadap penyebab, gambaran

epidemiologi, sumber penyebaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap

terjadinya KLB atau dugaan KLB gizi buruk. Tujuannya untuk mengidentifikasi ada

tidaknya potensi/ ancaman KLB gizi buruk di masyarakat dengan mempelajari distribusi

kasus menurut waktu, tempat dan orang serta faktor-faktor penyebab gizi buruk di

masyarakat. Kegiatan utama yang dilakukan adalah pengumpulan data yang relevan pada

suatu populasi dan wilayah geografis tertentu; pengolahan, penyajian, analisis dan

interpretasi data. Data yang dibutuhkan adalah data yang sangat erat kaitannya dengan

kasus gizi buruk yaitu data penyakit, pemantauan pertumbuhan serta data di luar sektor

kesehatan. Secara garis besar, data yang dibutuhkan dibagi dalam dua kategori sebagai

berikut :

Sedangkan data kesehatan dan gizi yang dibutuhkan pada pelaksanaan kajian epidemiologi

ini meliputi :

1. Data pemantauan pertumbuhan (S, K, D, N, BGM)

Page 6: Ncp Kep Puskesmas

2. Surveilans epidemiologi penyakit berpotensi KLB (campak, diare, demam berdarah

dengue, TBC dan ISPA/ Pneumonia).

3. Pelayanan kesehatan: imunisasi, pemberian vitamin A

4. Kondisi lingkungan pemukiman, bencana alam, dan lain-lain Data di luar sektor

kesehatan meliputi:

5. Kerusakan lahan, produksi pertanian dan lain-lain

6. Jumlah keluarga miskin, tingkat pendidikan

Pada kegiatan peringatan kewaspadaan dini, merupakan pemberian informasi adanya

ancaman KLB gizi buruk pada suatu daerah dalam periode waktu tertentu berdasarkan

hasil kajian epidemiologi dan indikasi-indikasi yang ada. Tujuannya untuk mendorong

peningkatan kewaspadaan terhadap terjadinya gizi buruk di masyarakat oleh puskesmas,

rumah sakit maupun program terkait. Indikasi-indikasi yang digunakan sebagai peringatan

dini gizi buruk adalah :

1. Balita 2 kali berturut-turut tidak naik atau turun berat badannya

2. Ditemukan kasus balita di bawah garis merah (BGM)

3. Jumlah balita N/D turun dari bulan yang lalu atau tetap 3 bulan berturut-turut di

suatu desa kecuali yang telah mencapai 80%

4. N/D rendah (kurang dari 60%)

5. Jumlah balita D/S turun dari bulan yang lalu, atau tetap selama 3 bulan berturut-

turut di suatu desa kecuali desa yang telah mencapai 80%

6. Kasus diare, apabila terjadi:

Angka kesakitan dan atau kematian di kecamatan/ desa (kelurahan) menunjukkan

kenaikan mencolok selama 3 kali waktu observasi berturut-turut (harian atau

mingguan)

Jumlah penderita dan atau kematian di suatu kecamatan/ desa menunjukkan

kenaikan 2 kali atau lebih dalam periode waktu tertentu (harian, mingguan,

bulanan) dibandingkan angka rata-rata dalam 1 tahun terakhir

Page 7: Ncp Kep Puskesmas

Peningkatan jumlah kesakitan dan atau kematian dalam periode waktu tertentu

(mingguan/ bulanan) di suatu kecamatan/ desa (kelurahan) dibandingkan periode

yang sama pada tahun yang lalu.

Peningkatan case fatality rate di suatu kecamatan/desa dalam waktu satu bulan

dibandingkan bulan lalu.

Sementara kegiatan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan KLB gizi buruk,

dilakukan dalam bentuk upaya yang disesuaikan dengan indikasi-indikasi yang digunakan

sebagai peringatan dini KLB gizi buruk. Upaya-upaya yang dimaksud adalah sebagai

berikut:

1. Bila ditemukan balita 2 kali berturut-turut tidak naik berat badan, tindakan yang

dilakukan yaitu penyuluhan kepada orang tua balita dan dirujuk ke puskesmas

untuk mengetahui penyebab tidak naik berat badan.

2. Bila ditemukan BGM baru, tindakan yang dilakukan yaitu konfirmasi kasus BGM

dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan serta melihat tanda klinis gizi

buruk oleh petugas puskesmas. Jika positif gizi buruk (-3 SD dan atau disertai

dengan tanda-tanda klinis) maka terapkan tatalaksana penanganan gizi buruk.

3. Bila ditemukan N/D turun dari bulan yang lalu, atau tetap selama 3 bulan berturut-

turut di suatu desa kecuali telah mencapai 80%, tindakan yang dilakukan yaitu

kunjungan ke desa tersebut oleh pembina wilayah untuk mencari faktor penyebab

dan penimbangan balita yang tidak datang ke posyandu

4. Bila ditemukan N/D rendah (kurang dari 60%), tindakan yang dilakukan yaitu

kunjungan ke desa oleh pembina wilayah untuk mencari faktor penyebab.

5. Bila ditemukan D/S turun dari bulan yang lalu, atau tetap selama 3 bulan berturut-

turut di suatu desa kecuali desa yang telah mencapai 80%, tindakan yang dilakukan

yaitu pembinaan ke desa tersebut dan membahas bersama tokoh masyarakat, tim

penggerak PKK desa dan kader tentang upaya untuk meningkatkan D/S.

6. Bila ditemukan KLB diare dan atau KLB campak, tindakan yang dilakukan yaitu

melakukan sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) KLB diare dan atau campak.

7. Bila ada laporan tentang perubahan konsumsi yang terjadi di masyarakat, tindakan

yang dilakukan yaitu mengunjungi masyarakat untuk mengetahui jumlah KK yang

mengalami perubahan penurunan jumlah dan mutu konsumsi serta faktor penyebab

lainnya. Jika telah diketahui penyebabnya maka perlu dibahas di dewan ketahanan

pangan atau lintas sektor untuk mencari cara penanggulangan yang tepat.

Page 8: Ncp Kep Puskesmas

Beberapa tindakan yang perlu dilakukan sebagai kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan

KLB, yaitu :

1. Menyiapkan pedoman penyelidikan KLB gizi buruk dan membentuk tim

penyelidikan KLB atau memanfaatkan tim penanggulangan KLB yang sudah ada

2. Kesiapsiagaan tenaga dan tim yaitu tenaga yang perlu disiapkan adalah tenaga gizi,

tenaga PKM, tenaga P2 dan surveilans. Bila sering terjadi KLB maka memerlukan

persiapan tenaga dokter, perawat dan gizi

3. Kesiapsiagaan anggaran untuk transport, obat, KLB kit, dll

4. Kesiapsiagaan logistik

5. Menyiapkan makanan formula, obat-obatan

6. Kesiapsiagaan informasi dan transportasi

Reference, antara lain :

Pedoman Sistem Kewaspadaan Dizi (SKD) KLB Gizi Buruk. Depkes RI. 2008.

Pedoman Pelaksanaan Respon Cepat Penanggulangan Gizi Buruk. Depkes RI. 2008

Kepmenkes tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian

Luar Biasa (SKD KLB). Depkes RI. 2008

Standar dan Kriteria Status Gizidengan AnthropometrySebagaimana rekan-rekan public health community kenal, terdapat berbagai macam

metode penentuan status gizi, salah satu diantaranya dengan metode antropometri.

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros, dengan anthropos berarti tubuh dan

metros artinya ukuran. Jadi  antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian dari sudut

pandang gizi sebagaimana diungkapkan Jellife dapat disimpulkan bahwa antropomerti gizi

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh

dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Page 9: Ncp Kep Puskesmas

Jika dibandingkan dengan metode lain, antropometri mempunyai beberapa keunggulan,

diantaranya prosedur sederhana dan aman, sehingga relatif tidak membutuhkan tingkat

keahlian yang tinggi, dapat dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih (dalam waktu

singkat). Juga peralatan yang dibutuhkan murah, mudah dibawa, tahan lama, serta alat

dapat dibuat sesuai lokasi setempat. Namun yang perlu diperhatikan, harus dilakukan

validasi pada peralatan yang digunakan.Metode antropometri selain tergolong akurat, juga

dapat dibakukan. Juga dapat menggambarkan riwayat gizi masa lalu. Metode ini secara

umum dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, serta gizi buruk. Metode

antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu dan juga

dapat digunakan untuk screening pada kelompok yang rawan masalah gizi.

Kelemahan metode antropometri ada pada

sensitivitasnya yang kurang, terutama karena faktor di luar gizi dapat menurunkan

spesifikasi dan sensitivitas pengukuran. Kesalahan yang terjadi saat pengukuran dapat

memengaruhi presisi, akurasi, validitas pengukuran antropometri (Supariasa, 2001).

Pada metode antopometri kita kenal dengan Indeks Antropometri. Indeks antropometri

adalah kombinasi antara beberapa parameter, yang merupakan dasar dari penilaian status

gizi. Beberapa indeks telah diperkenalkan seperti berat badan dibagi tinggi badan

(BB)/(TB), tinggi badan dibagi umur  (TB)/(U), tinggi badan dibagi berat badan (TB)/(BB).

Kelebihan indeks TB/BB antara lain sensitivitas dan spesivisitasnya termasuk tinggi untuk

menilai status gizi masa lampau. Tetapi juga ada kelemahannya antara  lain:  tinggi badan

tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena

anak harus berdiri tegak, sehingga perlu dua orang untuk melakukannya. Ketepatan umur

sulit didapat (Supariasa, 2001).

Indikator antropometri merupakan kombinasi dari beberapa parameter untuk menentukan

status gizi seseorang. Misalnya kombinasi antara berat badan (BB) dan umur (U)

membentuk indikator BB menurut U yang disimbolkan dengan BB/U, kombinasi antara

tinggi badan (TB) dan U membentuk indikator TB menurut U yang disimbolkan dengan

TB/U dan kombinasi antara BB dan TB membentuk   indikator  BB menurut TB yang

disimbolkan dengan BB/TB. Untuk menyatakan bahwa indikator tersebut normal, lebih

rendah atau lebih  tinggi dapat dibandingkan dengan baku rujukan misalnya baku

Page 10: Ncp Kep Puskesmas

rujukan WHO–NCHS (World Health Organization–National Center for Health Statistics).

Apabila hasil perbandingannya normal, maka digolongkan pada status gizi baik. Apabila

kurang berarti berstatus gizi kurang dan apabila tinggi berarti tergolong status gizi lebih

(Soekirman, 1999).

Untuk membandingkan indikator tersebut dengan baku rujukan WHO – NCHS dapat

dilakukan dengan dua cara, yaitu :

1. Dengan Persen Median yaitu membandingkan antara antara hasil pengukuran

dengan    median baku dikalikan 100%. Hasil perbandingan tersebut lalu

disesuaikan dengan cut – off points yang meliputi TB/U  : <   90%  dari median baku

digolongkan sebagaistunted/ pendek. BB/TB : <   80%  dari median baku

digolongkan sebagai wasted/ kurus.BB/U  : <   80%  dari  median baku digolongkan

sebagai underweight.

2. Dengan menghitung nilai skor simpang baku (standart deviation score = Z–Score)

yaitu membandingkan dengan rata – rata atau median dan standar deviasi  dari

suatu angka baku rujukan WHO – NCHS. Dikatakan status gizi  normal apabila

angka atau nilainya terletak antara -2SD sampai +2SD dari median baku. Status gizi

dikatakan kurang apabila nilainya   di bawah  -2SD, dan menjadi buruk apabila

berada di bawah -3SD. Sebaliknya apabila nilai Z-Score berada  diatas +2SD disebut

gizi lebih (gemuk) dan di atas  +3SD gemuk sekali (Gibson, 1990 )

Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Gizi   Buruk

Gizi Buruk sangat berhubungan dengan  kemiskinan, terutama keluarga miskin dengan ketersediaan pangan di rumah tangga  yang tidak cukup untuk konsumsi hariannya. Terjadi juga ketidak mampuan akses pelayanan kesehatan. Akibatnya anak-anak balita yang tumbuh dan berkembang pada keluarga

Page 11: Ncp Kep Puskesmas

miskin tersebut mengalami kesakitan dan kekurangan gizi, bukan hanya terjadi pada satu anak tetapi juga terjadi pada anak-anak lainnya diwilayah terjadinya gizi buruk tersebut. Secara keseluruhan wilayah tersebut sebenarnya banyak keluarga miskinnya dengan ketersediaan pangan yang terbatas dan akses pelayanan gizi dan kesehatan yang sangat jelek, maka seharusnya setiap Kasus Gizi buruk yang ditemukan dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB), Namun sangatlah disayangkan ketika  satu kasus gizi buruk itu ditemukan para petugas kesehatan terutama petugas gizi———–tanpa instruksi yang jelas pada tingkat pengelola dan pengambil keputusan ———-  ragu untuk melakukan investigasi dan intervensi standar Operasional-KLB-Gizi Buruk terhadap kasus gizi buruk yang ditemukan.  Para petugas hanya melakukan intervensi pada kasus gizi buruk tersebut, tetapi tidak melakukan investigasi dan intervensi terhadap  anak-anak balita lainnya diwilayah dimana terjadi kasus gizi buruk. Sehingga tidak mengherankan belum tuntas penanganan gizi buruk yang pertama, pada tempat  (wilayah posyandu)  yang sama muncul kemudian kasus gizi buruk berikutnya

Berikut  ini  salah satu prosedur investigasi dan intervensi atau tepatnya Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Gizi Buruk  yang ditemukan di masyarakat  untuk dapat digunakan pada pengelola dan pengambilan keputusan dalam menyingkapi terjadinya kasus gizi buruk :

Ketika ada laporan gizi buruk  (satu gizi buruk saja)  maka tangani gizi buruk tersebut dan selanjutnya lakukan investigasi dan intervensi  dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Apakah telah terjadi penurunan N/D dan BGM?  Bila tidak terjadi penurunan N/D (balita yang Naik Berat Badanya) dan tidak terjadi peningkatan BGM  (anak dengan pertumbuhan Berat Badan di Bawah Garis Merah pada Kartu Menujuh Sehat (KMS-Balita) maka lakukan intervensitingkat pertama. Dan bila terjadi penurunan N/D  dan peningkatan BGM maka lakukan pengecekan Pola Konsumsi.

2. Apakah terjadi Perubahan Pola Konsumsi? Bila tidak terjadi perubahan pola konsumsi maka lakukan intervensi tingkat kedua. Bila terjadi perubahan pola konsumsi maka lakukan pengecekan jumlah keluarga miskin.

3. Apakah Telah terjadi peningkatan Keluarga Miskin? Jika tidak terjadi peningkatan jumlah keluarga miskin maka lakukan intervensi tingkat III. Dan jika terjadi peningkatan jumlah keluarga miskin maka lakukan intervensi tingkat IV.

Penjelasan keseluruhan dari 3 (tiga) pertanyaan tersebut adalah Jika telah terjadi kasus gizi buruk atau ada laporan gizi buruk  maka yang harus dilakukan adalah :

Laporan Gizi Buruk !Pertama : Melakukan investigasi kasus gizi buruk tersebut, setelah mendapat data individu secara lengkap beserta sebab-musababnya kemudian kasus dirujuk serta nyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) sebagai bahan untuk rekomendasi tindak lanjut pengecekan anak-anak balita dan keluarganya di sekitar wilayah (posyandu) kasus gizi buruk ditemukan. Untuk mencegah timbulnya kasus gizi buruk baru, lakukan pengecekan pada  anak-anak balita  lainnya diwilayah posyandu dimana ditemukan kasus gizi buruk, apakah anak-anak tersebut telah terjadi penurunan berat badan dan  diantara mereka ada  yang berat badannya turun sampai di bawah garis waspada (garis merah KMS).

Cek  N/D dan BGM !Kedua : Selanjutnya ada dua hal  yang harus dilakukan  ketika hasil pengecekan (investigasi) penurunan berat badan dan adanya sejumlah balita yang BGM-KMS yaitu

1. Jika tidak terjadi  penurunan Berat Badan Balita dan tidak adanya BGM-KMS maka tidak perlu dilakukan investigasi lebih lanjutnya terhadap keluarga balita. Yang dilakukan hanya Intervensi  dengan mengaktifkan secara maksimal konseling (KIE) pada keluarga balita yang datang di

Page 12: Ncp Kep Puskesmas

posyandu maupun keluarga balita yang tidak datang di posyandu. Konseling (KIE) dapat juga dilakukan semua stakeholder  wilayah terjadinya kasus gizi buruk.  Pemantapan posyandu harus juga segera dilakukan karena satu gizi buruk yang ditemukan di posyandu tersebut telah menunjukkan bahwa pengelolaan posyandu telah kurang dapat memaksimalkan pelayanan tumbuh kembang balitanya. Bentuk Intervensi ini disebut juga sebagai intervensi tingkat Pertama (INTERVENSI PERTAMA)

2. Jika terjadi jumlah kasusnya naik (anak balita dengan Berat Badan Turun dan ada balita BGM-KMS) maka yang dilakukan adalah pengecekan pola konsumsi keluarga anak balita tersebut.

Cek Pola Konsumsi !Ketiga : Ada dua hal juga yang harus dilakukan terhadap  pengecekan pola konsumsi keluarga anak balita  yaitu apakah telah terjadi perubahan pola konsumsi atau tidak terjadi Perubahan Pola Konsumsi?

1. Pola konsumsi  yang dimaksud disini adalah  pola makan balita atau keluarga balita yang normalnya adalah  dalam sehari harus makan 3 kali (pagi-siang dan malam) jika tidak terjadi perubahan pola konsumsi (makan) dalam sehari  maka intervensi yang dilakukan hanya dalam bentuk konseling (KIE), pemantapan posyandu, pemberian PMT penyuluhan dan peningkatan cakupan pelayanan kesehatan. Bentuk Intervensi ini disebut juga sebagai intervensi tingkat Kedua  (INTERVENSI KEDUA).

2. Jika telah terjadi perubahan pola  konsumsi atau makan sudah dibawah 2 kali se hari  maka yang dilakukan adalah  pengecekan Keluarga Miskin.

Cek Keluarga Miskin !Keempat : Pengecekan Keluarga Miskin, ada dua langkah yang dilakukan yaitu apakah telah terjadi peningkatan jumlah Keluarga miskin atau tidak terjadi peningkatan jumlah keluarga miskin?

1. Yang menjadi ukuran  keluarga miskin disini adalah yang berhubung langsung dengan  terjadi kekurangan gizi yaitu ketersediaan pangan (makanan) ditingkat rumah tangga dan adanya penyakit pada keluarga serta  beberapa aktifitas lainnya yang terhenti akibat  penurunan pendapatan keluarga.

2. Secara sederhana ketersediaan pangan (makanan) ditingkat rumah tangga yang ditandai dengan pola makan yang kurang dari 2 kali sehari. Untuk indicator adanya penyakit pada keluarga yang tidak mempunyai kemampuan untuk  mengakses pelayanan kesehatan dapat dilihat adanya penyakit yang diderita dan tidak mendapat pelayanan kesehatan. Untuk  serta  beberapa aktifitas lainnya yang terhenti akibat  penurunan pendapatan keluarga dapat dilihat dari kepala keluarga tidak mempunyai pekerjaan tetap.

3. Intervensi yang dilakukan jika tidak terjadi peningkatan jumlah keluarga miskin adalah  Konseling (KIE), pemantapan posyandu, PMT pemulihan terbatas dan cakupan pelayanan kesehatan kesehatan ibu dan anak. Bentuk Intervensi ini disebut juga sebagai intervensi tingkat Tiga (INTERVENSI TIGA)

4. Sementera itu Intervensi yang dilakukan jika terjadi peningkatan keluarga miskin adalah Konseling (KIE), pemantapan posyandu, PMT pemulihan (total), bantuan pangan darurat dan pengobatan. Bentuk Intervensi ini disebut juga sebagai intervensi tingkat Keempat (INTERVENSI KEEMPAT) .

Investigasi dan Intervensi Gizi Buruk adalah prosedur pelacakan dan alternative intervensi setiap kasus gizi buruk yang ditemukan, disebut juga sebagai Standar Operasional Prosedur  Kejadian Luar Biasa  Gizi Buruk (SOP-KLB-Gizi Buruk) sebagai salah satu standar kompotensi yang harus difahami dengan baik dan benar oleh para pengelola gizi dan pengambil keputusan dalam melaksanakan

Page 13: Ncp Kep Puskesmas

program perbaikan gizi masyarakat. Ketidak tahuan akan SOP-KLB-Gizi Buruk mengakibatkan kasus-kasus gizi buruk akan selalu muncul.