Nasopharyngeal Airway (NPA): Banyak Manfaat namun Kurang Dikenal
-
Upload
robertus-arian-datusanantyo -
Category
Health & Medicine
-
view
2.084 -
download
11
description
Transcript of Nasopharyngeal Airway (NPA): Banyak Manfaat namun Kurang Dikenal
RAD Journal 2013:12:010
Nasopharyngeal Airway (NPA): Banyak Manfaat namun Kurang Dikenal, Robertus Arian Datusanantyo | 1
Nasopharyngeal Airway (NPA): Banyak Manfaat namun Kurang Dikenal Robertus Arian Datusanantyo*
Pendahuluan Pengelolaan jalan nafas adalah komponen kunci dalam penanganan kegawatdaruratan.
Setelah American Heart Association (AHA) mengeluarkan panduan baru untuk bantuan hidup dasar pada tahun 2010, terdapat perubahan cara pandang terhadap pengelolaan jalan nafas untuk penolong non tenaga kesehatan. Hal ini karena ada perubahan algoritma penanganan pasien tidak sadar dari ABC (Airway – Breathing – Compression) menjadi CAB (Compression – Airway – Breathing) untuk meningkatkan kecepatan respon penolong (Field, et al., 2010).
Penting untuk dicatat, perubahan algoritme bantuan hidup dasar ini sebenarnya berdampak tidak terlalu banyak bagi para tenaga kesehatan karena pertolongan bantuan hidup dasar yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan biasanya dilakukan secara bersama-‐sama (simultan) dan bukannya berurutan (sekuensial). Selain itu, diyakini dengan pelatihan yang baik dan terus menerus, penatalaksanaan jalan nafas oleh tenaga kesehatan justru dapat mengoptimalkan luaran pada bantuan hidup dasar.
Tulisan ini tidak akan membahas mengenai bantuan hidup dasar, namun akan menyinggung salah satu bagian dalam bantuan hidup lanjut untuk para tenaga kesehatan dalam pengelolaan jalan nafas. Pengelolaan jalan nafas yang dimaksud adalah penggunaan nasopharyngeal airway dalam bantuan hidup lanjut. Belum banyak tenaga kesehatan yang memanfaatkan bahkan mengenal keunggulan penggunaan alat ini.
Airway Adjuncts
Airway adjuncts merujuk pada cara-‐cara untuk memastikan jalan nafas tetap terbuka. Dalam berbagai referensi mengenai bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut, ada tiga airway adjuncts yang biasa disebut, yaitu tekanan pada cricoid, nasopharyngeal airway, dan oropharyngeal airway. Panduan dari American Heart Association juga menyebutkan hal yang sama (Neumar, et al., 2010).
Penekanan pada cricoid dimaksudkan untuk mencegah aspirasi pada saluran nafas dan unutk mengurangi distensi lambung (gaster) ketika dilakukan ventilasi tekanan positif dengan bag-‐mask ventilator. Dalam intubasi endotrakeal, penekanan pada cricoid dapat membantu visualisasi pita suara dan mempermudah intubasi.
Oropharyngeal airway (OPA) adalah alat yang membantu ventilasi dengan cara mencegah lidah jatuh ke belakang dan menutup saluran nafas. Walau demikian, penempatan OPA yang kurang tepat justru dapat mendorong lidah ke arah hipofaring dan menjadi obstruksi. Karena berada di dalam mulut, OPA hanya dapat digunakan pada pasien tanpa refleks batuk maupun muntah. Ini adalah salah satu keterbatasan OPA dibanding nasopharyngeal airway yang dapat dipasang untuk membuka jalan nafas bahkan pada pasien dengan refleks batuk dan muntah yang masih ada. Nasopharyngeal Airway (NPA)
Nasopharyngeal airway (NPA) adalah salah satu airway adjuncts yang dapat dipakai pada mereka yang berisiko obstruksi pada jalan nafas namun tidak dapat memakai OPA. Menurut Neumar, et al. (2010), NPA ditoleransi lebih baik pada mereka yang kesadarannya tidak turun terlalu dalam. Walaupun perdarahan dapat muncul sampai 30% pada pasien dengan NPA, metode ini tetap menjadi pilihan utama ketika ada hambatan yang nyata untuk memakai OPA. Hambatan ini misalnya adanya trauma masif di sekitar mandibula dan maksilla.
Pada pasien dengan trauma maksilofasial berat, penggunaan NPA (dan juga OPA) harus hati-‐hati. Khusus pada kasus NPA, pernah ditemukan adanya NPA intracranial pada pasien yang menderita fraktur basis cranii. Metode NPA ini juga tidak membantu menyingkirkan lidah yang
RAD Journal 2013:12:010
Nasopharyngeal Airway (NPA): Banyak Manfaat namun Kurang Dikenal, Robertus Arian Datusanantyo | 2
jatuh ke hipofaring. Bila tujuannya untuk mempertahankan posisi lidah, maka OPA lebih baik melakukannya.
Nasopharyngeal airway tersedia dalam berbagai ukuran. Umumnya, NPA terbuat dari karet lunak dengan sayap kecil yang pada penempatannya nanti akan menempel pada lubang hidung. Pemilihan ukuran cukup mudah, yaitu membandingkan diameter NPA dengan diameter lubang hidung yang lain. Gambar 1 adalah NPA dari salah satu produsen alat kesehatan.
Gambar 1. Nasopharyngeal airway berbagai ukuran dari salah satu produsen alat kesehatan. (Sumber:
http://i01.i.aliimg.com/)
Berikut ini adalah cara memasang NPA seperti yang ditulis oleh American College of Surgeons Commitee on Trauma (2008). Pertama, inspeksi lubang hidung. Perhatikan apakah ada penyumbatan seperti polip, fraktur, atau perdarahan. Kedua, pilih NPA dengan ukuran yang sesuai. Ketiga, lumasi dengan pelumas larut air. Berikutnya, masukkan ujung NPA ke dalam lubang hidung, arahkan ke posterior menuju ke telinga. Masukkan NPA dengan gerakan halus dan sedikit memutar sampai sayap penahan berhenti di ujung hidung. Terakhir, lanjutkan ventilasi pasien dengan bag-‐mask ventilator.
Tautan berikut ini (http://www.youtube.com/watch?v=uALM3HqtTnI) menjelaskan cara tersebut dengan lebih gamblang. Demikian, semoga NPA yang banyak manfaatnya makin dikenal oleh para tenaga kesehatan mengingat manfaatnya yang besar. Salam! Referensi Neumar, R. W., Otto, C. W., Link, M. S., Kronick, S. L., Shuster, M., Callaway, C. W., et al. (2010). Part 8: Adult
Advanced Cardiac Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation , 122, S729-‐S767.
Field, J. M., Hazinski, M. F., Sayre, M. R., Chameides, L., Schexnayder, S. M., Hemphill, R., et al. (2010). Part 1: Executive Summary: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation , 122, S640-‐S656.
American College of Surgeons Commitee on Trauma. (2008). ATLS Student Course Manual (8th Edition ed.). Chicago: American College of Surgeons.
*Penulis adalah dokter dan kepala Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta