Pengkajian Airway

41
PENGKAJIAN AIRWAY, BREATHING, DAN CIRCULATION Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian. Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien. Tahapan kegiatan dalam penanggulangan penderita gawat darurat telah mengantisipasi hal tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan kegiatan meliputi : A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol servikal. B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekwat.

Transcript of Pengkajian Airway

Page 1: Pengkajian Airway

PENGKAJIAN AIRWAY, BREATHING, DAN CIRCULATION

Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari

kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien ditemukan

maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga terhindar dari

kecacatan atau kematian.

Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini

dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari

gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan

cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila

terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih

dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada

penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.

Tahapan kegiatan dalam penanggulangan penderita gawat darurat telah

mengantisipasi hal tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan

terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang

mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan kegiatan

meliputi :

A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol servikal.

B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi

adekwat.

C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan.

D: Disability, mengecek status neurologis

E: Exposure, enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia.

Survei primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam nyawa

pasien. Survei primer dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas. Tetapi dalam

prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari 10

detik). Apabila teridentifikasi henti nafas dan henti jantung maka resusitasi harus segera

dilakukan.

Apabila menemukan pasien dalam keadaan tidak sadar maka pertama kali amankan

lingkungan pasien atau bila memungkinkan pindahkan pasien ke tempat yang aman.

Page 2: Pengkajian Airway

Selanjutnya posisikan pasien ke dalam posisi netral (terlentang) untuk memudahkan

pertolongan.

1.  AIRWAY

Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk mengkaji kelancaran nafas.

Keberhasilan jalan nafas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses

ventilasi (pertukaran gas antara atmosfer dengan paru-paru. Jalan nafas seringkali

mengalami obstruksi akibat benda asing, serpihan tulang akibat fraktur pada wajah,

akumulasi sekret dan jatuhnya lidah ke belakang.

Selama memeriksa jalan nafas harus melakukan kontrol servikal, barangkali terjadi

trauma pada leher. Oleh karena itu langkah awal untuk membebaskan jalan nafas adalah

dengan melakukan manuver head tilt dan chin lift seperti pada gambar di bawah ini :

Data yang berhubungan dengan status jalan nafas adalah :

- sianosis (mencerminkan hipoksemia)

- retraksi interkota (menandakan peningkatan upaya nafas.

- pernafasan cuping hidung

- bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan nafas)

- tidak adanya hembusan udara (menandakan obstuksi total jalan nafas atau henti

nafas)

2.  BREATHING

Kebersihan jalan nafas tidak menjamin bahwa pasien dapat bernafas secara adekwat.

Inspirasi dan eksprasi penting untuk terjadinya pertukaran gas, terutama masuknya

oksigen yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Inspirasi dan ekspirasi merupakan

tahap ventilasi pada proses respirasi. Fungsi ventilasi mencerminkan fungsi paru, dinding

dada dan diafragma.

Pengkajian pernafasan dilakukan dengan mengidentifikasi :

- pergerakan dada

- adanya bunyi nafas

- adanya hembusan/aliran udara

Page 3: Pengkajian Airway

3.   CIRCULATION

Sirkulasi yang adekwat menjamin distribusi oksigen ke jaringan dan pembuangan

karbondioksida sebagai sisa metabolisme. Sirkulasi tergantung dari fungsi sistem

kardiovaskuler.

Status hemodinamik dapat dilihat dari :

- tingkat kesadaran

- nadi

- warna kulit

Pemeriksaan nadi dilakukan pada arteri besar seperti pada arteri karotis dan arteri

femoral.

MANAJEMEN AIRWAY, BREATHING, DAN CIRCULATION

A. PENGELOLAAN JALAN NAFAS (AIRWAY MANAGEMENT)

1.TUJUAN

Membebaskan jalan napas untuk menjamin pertukaran udara secara normal

2. PENGKAJIAN

Pengkajian airway dilakukan bersama-sama dengan breathing menggunakan teknik L

(look), L (listen) dan F (feel) yang dilakukan dalam satu gerakan dalam tempo waktu yang

singkat (lihat materi pengkajian ABC).

3. TINDAKAN

a. Tanpa Alat

1) Membuka jalan nafas dengan metode :

- Head Tilt (dorong kepala ke belakang)

- Chin Lift Manuver (perasat angkat dahu)

- Jaw Thrust Manuver (perasat tolak rahang)

Pada pasien yang diduga mengalami cedera leher dan kepala hanya dilakukan Jaw

Thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.

Page 4: Pengkajian Airway

2) Membersihkan jalan nafas

- Finger Sweep (sapuan jari)

Dilakukan bila jalan napas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga

mulut belakang atau hipofaring (gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya)

dan hembusan napas hilang.

- Abdominal Thrust (Gentakan Abdomen)

- Chest Thrust (Pijatan Dada)

- Back Blow (Tepukan Pada Punggung)

b. Dengan Alat

1) Pemasangan Pipa (Tube)

- Dipasang jalan napas buatan (pipa orofaring, pipa nasofaring). Pipa orofaring

digunakan untuk mempertahankan jalan nafas dan menahan pangkal lidah agar tidak

jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan napas terutama pada pasien-pasien tidak

sadar.

- Bila dengan pemasangan jalan napas tersebut pernapasan belum juga baik,

dilakukan pemasangan pipa endotrakhea (ETT/endotracheal tube). Pemasangan pipa

endotrakhea akan menjamin jalan napas tetap terbuka, menghindari aspirasi dan

memudahkan tindakan bantuan pernapasan.

2) Penghisapan Benda Cair (Suctioning)

- Bila terdapat sumbatan jalan napas karena benda cair maka dilakukan penghisapan

(suctioning). Penghisapan dilakukan dengan menggunakan alat bantu pengisap

(penghisap manual portabel, pengisap dengan sumber listrik).

- Membersihkan benda asing padat dalam jalan napas: Bila pasien tidak sadar dan

terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring yang tidak mungkin diambil

dengan sapuan jari, maka digunakan alat bantuan berupa laringoskop, alat penghisap

(suction) dan alat penjepit (forceps)

3) Membuka Jalan Nafas Dengan Krikotirotomi

Bila pemasangan pipa endotrakhea tidak mungkin dilakukan, maka dipilih tindakan

krikotirotomi dengan jarum. Untuk petugas medis yang terlatih dan trampil, dapat

dilakukan krikotirotomi dengan pisau .

Page 5: Pengkajian Airway

B. PENGELOLAAN FUNGSI PERNAFASAN (BREATHING MANAGEMENT)

1. TUJUAN

Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara membersihkan pernafasan buatan untuk

menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran karbondioksida.

2. PENGKAJIAN

Gangguan fungsi pernafasan dikaji dengan melihat tanda-tanda gangguan pernafasan

dengan metode LLF dan telah dilakukan pengelolaan jalan nafas tetapi tetap tidak ada

pernafasan.

3. TINDAKAN

a. Tanpa Alat

Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke hidung

sebanyak 2 (dua) kali tiupan dan diselingi ekshalasi.

b. Dengan Alat

- Memberikan pernafasan buatan dengan alat “Ambu Bag” (self inflating bag). Pada

alat tersebut dapat pula ditambahkan oksigen. Pernapasan buatan dapat pula diberikan

dengan menggunakan ventilator mekanik.

- Memberikan bantuan nafas dan terapi oksigen dengan menggunakan masker, pipa

bersayap, balon otomatis (self inflating bag dan valve device) atau ventilator mekanik

C. PENGELOLAAN SIRKULASI (CIRCULATION MANAGEMENT)

1. TUJUAN

Mengembalikan fungsi sirkulasi darah.

2. PENGKAJIAN

Gangguan sirkulasi dikaji dengan meraba arteri besar seperti arteri femoralis dan arteri

karotis. Perabaan arteri karotis sering dipakai untuk mengkaji secara cepat. Juga melihat

tanda-tanda lain seperti kulit pucat, dingin dan CRT (capillary refill time) > 2 detik.

Gangguan sirkulasi dapat disebabkan oleh syok atau henti jantung. Henti jantung

mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan terhenti dan menyebabkan kematian dengan

segera.

Henti jantung ditandai dengan :

- Hilang kesadaran

- Apneu atau gasping

- Sianosis dan pucat

- Tidak ada pulse (pada karotis atau femoralis)

Page 6: Pengkajian Airway

- Dilatasi pupil (bila henti sirkulasi > 1 menit

3. TINDAKAN

Tindakan untuk mengembalikan sirkulasi darah dilakukan dengan eksternal chest

compression (pijat jantung) untuk mengadakan sirkulasi sistemik dan paru. Sirkulasi

buatan (artificial circulation) dapat dihasilkan dengan intermitten chest compression.

Eksternal chest compression menekan sternum ke bawah sehingga jantung tertekan antara

sternum dan vertebrae menimbulkan “heart pump mechanism”, dampaknya jantung

memompa darah ke sirkulasi dan pada saat tekanan dilepas jantung melebar sehingga

darah masuk ke jantung.

Page 7: Pengkajian Airway

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS

GAGAL NAFAS

1.  Pengertian

Menurut Bruner and Suddart (2002), gagal napas adalah sindroma dimana sistem

respirasi gagal untuk melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan

pengeluaran karbondioksida. Keadekuatan tersebut dapat dilihat dari kemampuan

jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Indikasi gagal

napas adalah PaO2 < 60mmHg atau PaCO2 > 45mmHg, dan atau keduanya.

Gagal napas adalah gangguan pertukaran gas antara udara dengan sirkulasi yang

terjadi di pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan gerakan gas masuk keluar paru.

Menurut Joy M. Black (2005), gagal napas adalah suatu keadaan yang mengindikasikan

adanya ketidakmampuan sistem respirasi untuk memenuhi suplai oksigen untuk proses

metabolisme atau tidak mampu untuk mengeluarkan karbondioksida. Sedangkan

menurut Susan Martin (1997), gagal napas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan

untuk mempertahankan oksigenasi darah normal, eliminasi karbondioksida, dan pH yang

adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi, difusi, atau perfusi.

Gangguan pertukaran gas menyebabkan hipoksemia primer, oleh karena kapasitas

difusi CO2 jauh lebih besar dari O2 dan karena daerah yang mengalami hipoventilasi

dapat dikompensasi dengan meningkatkan ventilasi bagian paru yang normal.

Hiperkapnia adalah proses gerakan gas keluar masuk paru yang tidak adekuat

(hipoventilasi global atau general) dan biasanya terjadi bersama dengan hipoksemia.

2. Etiologi

Penyebab gagal napas biasanya tidak berdiri sendiri melainkan merupakan kombinasi dari

beberapa keadaan, dimana penyebeb utamanya adalah :

a.    Gangguan ventilasi

Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal maupun

ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran napas bawah,

sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar. Kelainan ekstrapulmonal

disebabkan oleh obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi akut disebabkan oleh

fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau oedema larink, epiglotis akut,

Page 8: Pengkajian Airway

dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada emfisema, bronkhitis kronik,

asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis terutama yang disertai dengan sepsis.

b.    Gangguan neuromuskular

Terjadi pada polio, guillaine bare syndrome, miastenia gravis, cedera spinal,

fraktur servikal, keracunan obat seperti narkotik atau sedatif, dan gangguan metabolik

seperti alkalosis metabolik kronik yang ditandai dengan depresi saraf pernapasan.

c.    Gangguan/depresi pusat pernapasan

Terjadi pada penggunaan narkotik atau barbiturat, obat anastesi, trauma, infark

otak, hipoksia berat pada susunan saraf pusat.

d.   Gangguan pada sistem saraf perifer, otot respiratori, dan dinding dada

Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan minute

volume (mempengaruhi jumlah karbondioksida), yang sering terjadi pada guillain bare

syndrome, distropi muskular, miastenia gravis, kiposkoliosis, dan obesitas.

e.    Gangguan difusi alveoli kapiler

Gangguan difusi alveoli kapiler sering menyebabkan gagal napas hipoksemia,

seperti pada oedema paru (kardiak atau nonkardiak), ARDS, fibrosis paru, emfisema,

emboli lemak, pneumonia, tumor paru, aspirasi, perdarahan masif pulmonal.

f.     Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch)

Peningkatan deadspace (ruang rugi), seperti pada tromboemboli, emfisema,

dan bronkhiektasis.

3. Klasifikasi

1)   Klasifikasi gagal napas berdasarkan hasil analisa gas darah :

a.    Gagal napas hiperkapneu

Hasil analisa gas darah pada gagal napas hiperkapneu menunjukkkan kadar

PCO2 arteri (PaCO2) yang tinggi, yaitu PaCO2>50mmHg. Hal ini disebabkan

karena kadar CO2 meningkat dalam ruang alveolus, O2 yang tersisih di alveolar dan

PaO2 arterial menurun. Oleh karena itu biasanya diperoleh hiperkapneu dan

hipoksemia secara bersama-sama, kecuali udara inspirasi diberi tambahan oksigen.

Sedangkan nilai pH tergantung pada level dari bikarbonat dan juga lamanya kondisi

hiperkapneu.

b.   Gagal napas hipoksemia

Pada gagal napas hipoksemia, nilai PO2 arterial yang rendah tetapi nilai

PaCO2 normal atau rendah. Kadar PaCO2 tersebut yang membedakannya dengan

Page 9: Pengkajian Airway

gagal napas hiperkapneu, yang masalah utamanya pada hipoventilasi alveolar. Gagal

napas hipoksemia lebih sering dijumpai daripada gagal napas hiperkapneu.

2)   Klasifikasi gagal napas berdasarkan lama terjadinya :

a.    Gagal napas akut

Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai

dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi

peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan

parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit

timbul.

b.   Gagal napas kronik

Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien

dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien akan

mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk secara

bertahap.

3)   Klasifikasi gagal napas berdasarkan penyebab organ :

a.    Kardiak

Gagal napas dapat terjadi karena penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2

akibat menjauhnya jarak difusi akibat oedema paru. Oedema paru ini terjadi akibat

kegagalan jantung untuk melakukan fungsinya sehingga terjadi peningkatan

perpindahan aliran dari vaskuler ke interstisial dan alveoli paru.

Terdapat beberapa penyakit kardiovaskuler yang mendorong terjadinya

disfungsi miokard dan peningkatan left ventricel end diastolic volume (LVEDV)

dan left ventricel end diastolic pressure (LVEDP) yang menyebabkan mekanisme

backward-forward.

Penyakit yang menyebabkan disfungsi miokard :

Infark miokard

Kardiomiopati

Miokarditis

Penyakit yang menyebabkan peningkatan LVEDV dan LVEDP :

Meningkatkan beban tekanan : aorta stenosis, hipertensi, dan coartasio aorta

Meningkatkan beban volume : mitral insufisiensi, aorta insufisiensi, ASD,

dan VSD.

Hambatan pengisian ventrikel : mitral stenosis dan trikuspid insufisiensi.

b.   Nonkardiak

Page 10: Pengkajian Airway

Terjadi gangguan di bagian saluran pernapasan atas dan bawah maupun di pusat

pernapasan, serta proses difusi. Hal ini dapat disebabkan oleh obstruksi, emfisema,

atelektasis, pneumothorak, dan ARDS.

4.      Mekanisme Gagal Nafas

Beberapa mekanisme yang menyebabkan hipoksemia dapat bekerja secara sendiri atau

bersama-sama.

a.    Tekanan partial O2 yang dihirup (FiO2) menurun

Terjadi pada dataran tinggi (high altitude) sebagai respons menurunnya tekanan

barometer, inhalasi gas toksik, atau dekat api kebakaran yang mengkonsumsi CO.

b.    Hipoventilasi

Hipoventilasi akan menyebabkan retensi CO2 dan PaCO2 meningkat. Peningkatan

PaCO2 dapat melebihi batas normal dapat mengganggu sensitifitas medulla oblongata

untuk men-drive pernapasan dan apabila tidak terkompensasi, dapat menyebabkan

apnea.

c.    Gangguan Difusi

Akibat pemisahan fisik gas dan darah (pada penyakit paru interstisial) atau

menurunnya waktu transit eritrosit sewaktu melalui kapiler.

d.   Ketidakseimbangan (mismatch) ventilasi/perfusi (V/Q) regional

Keadaan ini selalu menyebabkan keadaan hipoksemia yang berarti dalam klinik. Unit

paru yang ventilasinya jelek dibandingkan perfusinya menyebabkan desaturasi, yang

efeknya sebagian tergantung kadar O2 darah vena. Kadar O2 vena yang menurun

menyebabkan keadaan hipoksemia menjadi lebih jelek. Penyebab terbanyak adalah

keadaan yang menyebabkan ventilasi paru menurun atau obstruksi saluran napas,

atelektasis, konsolidasi, oedema kardiogenik atau nonkardiogenik. Pemberian O2

dapat memperbaiki keadaan hipoksemia apabila penyebabnya adalah gangguan

ketidakseimbangan V/Q, hipoventilasi atau gangguan difusi oleh karena PaO2

meningkat, walaupun pada daerah yang ventilasinya jelek. Apabila penderita

mendapat O2 100%, hanya daerah yang sama sekali tidak mendapat ventilasi (shunt)

yang menyebabkan hipoksemia.

e.    Shunt

Pada shunt darah vena sistemik langsung masuk kedalam sirkulasi arterial. Shunt

dapat terjadi intrakardiak yaitu pada penyakit jantung kongenital sianotik right-to-left

atau di dalam paru darah melalui jalur vaskuler abnormal (arterivena fistula).

Page 11: Pengkajian Airway

Penyebab paling sering adalah penyakit paru yang menghasilkan ketidakseimbangan

V/Q, dengan ventilasi regionalnya hampir atau samasekali tidak ada.

f.     Pencampuran (admixture) darah vena desaturasi dengan darah arterial

Keadaan ini akan menurunkan PaO2 pada penderita dengan penyakit paru dan

menyebabkan gangguan di pertukaran gas intrapulmonal. Campuran saturasi O2 vena

langsung dipengaruhi oleh setiap imbalan antara konsumsi O2 dan penyampaian O2.

Keadaan anemia yang tidak dapat dikonsumsi oleh peningkatan output jantung atau

output jantung yang insufisien untuk kebutuhan metabolisme, dapat menyebabkan

penurunan SVO2 dan PaO2.

5.     Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari gagal napas adalah nonspesifik dan mungkin minimal,

walaupun terjadi hipoksemia, hiperkarbia dan asidemia yang berat. Tanda utama dari

kegagalan pernapasan adalah penggunaan otot bantu napas, takipnea, takikardia,

menurunnya tidal volume, pola napas irreguler atau terengah-engah (gasping) dan

gerakan abdomen yang paradoksal. Hipoksemia akut dapat menyebabkan berbagai

masalah termasuk aritmia jantung dan koma. Terdapat gangguan kesadaran berupa

konfusi. PaO2 rendah yang kronis dapat ditoleransi oleh penderita yang mempunyai

cadangan kerja jantung yang adekuat. Hipoksia alveolar (PaO2 < 60 mmHg) dapat

menyebabkan vasokonstriksi arteriolar paru dan meningkatnya resistensi vaskuler paru

dalam beberapa minggu sampai berbulan-bulan, menyebabkan hipertensi pulmonal,

hipertrofi jantung kanan (cor pulmonale) dan pada akhirnya gagal jantung kanan.

Hiperkapnia dapat menyebabkan asidemia. Menurunnya pH otak yang akut

meningkatkan drive ventilasi. Dengan berjalannya waktu, kapasitas buffer di otak

meningkat, dan akhirnya terjadi penumpukan terhadap rangsangan turunnya pH di otak

akibatnya drive tersebut akan menurun.

Efek hiperkapnia akut kurang dapat ditoleransi daripada yang kronis, yaitu

berupa gangguan sensorium dan gangguan personalia yang ringan, nyeri kepala, sampai

konfusi dan narkosis. Hiperkapnia juga menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak dan

peningkatan tekanan intrakranial. Asidemia yang terjadi bila (pH < 7,3) menyebabkan

vasokonstriksi arteriolar paru, dilatasi vaskuler sistemik, kontraktilitas miokard

menurun, hiperkalemia, hipotensi dan kepekaan jantung meningkat sehingga dapat

terjadi aritmia yang mengancam nyawa.

Page 12: Pengkajian Airway

Manifestasi klinis gagal napas hipoksemia diperburuk oleh adanya gangguan

hantaran oksigen ke jaringan. Hal-hal yang dapat menyebabkan penurunan oksigen

delivery, antara lain:

Penurunan konsentrasi O2

Penurunan konsentrasi O2 terjadi karena penurunan saturasi haemoglobin akibat

berkurangnya PaO2 atau bergesernya kurva disosiasi oksihaemoglobin ke kanan.

Anemia

Ikatan antara CO dengan Hb lebih kuat daripada ikatan O2 dengan Hb, sehingga

menyebabkan kesulitan untuk melepas O2 ke jaringan.

Penurunan curah jantung

Penurunan curah jantung tergantung dari aliran balik vena sistemik, fungsi

ventrikel kanan dan kiri, resistensi pulmonal dan sistemik, serta frekuensi denyut

jantung.

Selain itu, tanda dan gejala yang muncul pada gagal napas yaitu aliran udara di

mulut dan hidung tidak dapat dirasakan. Pada gerakan napas spontan terlihat retraksi

supraklavikula dan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada saat inspirasi.

Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan dan terdengar

suara napas tambahan gargling, snoring, wheezing.

Page 13: Pengkajian Airway

6.   Pemeriksaan Diagnostik

a.    Analisa gas darah

Membedakan gambaran kemajuan hipoksemia (penurunan PaO2 meskipun inspirasi

meningkat). Hiperkarbia dapat terjadi pada tahap awal berhubungan dengan

kompensasi hiperventilasi. Hiperkrbia menunjukkan kegagalan ventilasi.

·      Hb : dibawah 12 gr%

·      Analisa gas darah :

pH dibawah 7,35 atau di atas 7,45

PaO2 di bawah 80 atau di atas 100 mmHg

PaCO2 di bawah 35 atau di atas 45 mmHg

BE di bawah -2 atau di atas +2

·      Saturasi O2 kurang dari 90 %

b.    Sinar X (foto thorax)

Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui.

Terdapat gambaran akumulasi udara/cairan, dapat terlihat perpindahan letak

mediastinum.

c.    Tes fungsi paru

Menunjukkan complain paru dan volume paru menurun.

d.   EKG

Memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan atau menunjukkan

disritmia.

e.    Pemeriksaan saturasi oksigen

Memadainya tekanan oksigen dalam darah arteri, PaO2 diharapkan dihitung dari

persamaan gas alveolar ketika pasien bernafas dengan FiO2 yang lebih tinggi dari

udara biasa.

7.   Penatalaksanaan

a.     Jalan nafas

Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obat-obatan

pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas. Pertimbangan untuk

insersi jalan nafas artificial seperti ETT berdasarkan manfaat dan resiko jalan napas

artificial dibandingkan jalan napas alami. Keuntungan jalan napas artificial adalah

dapat melintasi jalan napas bagian atas, menjadi rute pemberian oksigen dan obat-

Page 14: Pengkajian Airway

obatan, memfasilitasi ventilasi tekanan positif dan PEEP . memfasilitasi penyedotan

sekret, dan rute untuk bronkhoskopi.

b.    Oksigen

Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari mekanisme

hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous Positive Airway

Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal napas akut. CPAP bekerja

dengan memberikan tekanan positif pada saluran pernapasan sehingga terjadi

peningkatan tekanan transpulmoner dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang

diberikan ditingkatkan secara bertahap mulai dari 5 cm H2O sampai toleransi pasien

dan penurunan skor sesak serta frekuensi napas tercapai.

c.     Bronkhodilator

Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis

bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan inflamasi.

Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru obstruksi, tetapi

peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak ditemukan pada penyakit paru lainnya.

d.    Agonis beta-adrenergik

Obat-obatan ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk inhalasi dibandingkan

secara parenteral atau oral.

e.     Antikolinergik

Respon bronkhodilator terhadap antikolinergik tergantung pada derajat tonus

parasimpatis intrinsik.

f.     Kortikosteroid

Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak diketahui

secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi.

g.    Fisioterapi dada dan nutrisi

Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana menyeluruh

gagal nafas.

h.    Pemantauan hemodinamik

Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung tekanan darah

sistemik, tekanan vena central, dan penentuan hemodinamik yang lebih invasif.

ASUHAN KEPERAWATAN

1.  Pengkajian Keperawatan

Pengkajian Data Dasar

Page 15: Pengkajian Airway

a.     Aktivitas/ Istirahat

Gejala:

Kekurangan energi/kelelahan, insomnia

b.    Sirkulasi

Gejala:

Riwayat adanya bedah jantung jantung-paru, fenomena embolik (darah,udara,lemak)

Tanda:

Tekanan darah dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut menjadi

hipoksia) ;hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) atau terdapat faktor pencetus

seperti pada eklampsi. Frekuensi jantung: takikardi biasanya ada. Bunyi jantung :

normal pada tahap dini ; S3 mungkin terjadi. Distritmia dapat terjadi , tetapi EKG

sering normal. Kulit dan membran mukosa : Pucat, dingin. Sianosis biasanya trjasi

(tahap lanjut).

c.     Integritas Ego

Gejala:

Ketakutan, ancaman perasaan takut

Tanda:

Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental.

d.    Makanan /Cairan

Gejala:

Kehilangan selera makan, mual .

Tanda:

Edema/ perubahan berat badan. Hilang / berkurangnya bunyi usus.

e.     Neurosensori

Gejala/Tanda:

Adanya trauma kepala, mental lamban,disfungsi motorik

f.     Pernapasan

Gejala:

Adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas, infeksi difus paru, timbulnya tiba-tiba

atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara

Tanda:

Pernafasan : Cepat, mendengkur, dangkal

Page 16: Pengkajian Airway

Peningkatan kerja napas : Penggunaan otot aksesori pernafasan, contoh retraksi

interkostal atau substernal, pelebaran nasal, memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.

Bunyi napas : Pada awal normal, krekels, ronkhi, dan dapat terjadi bunyi napas

bronkial.

Perkusi dada : Bunyi pekak di atas area konsolidasi

Ekspansi dada menurun atau tidak sama, peningkatan fremitus (getar vibrasi pada

dinding dada dengan palpitasi), sputum sedikit, berbusa, pucat atau sianosis, penurunan

mental , bingung

g.    Keamanan

Gejala:

Riwayat trauma ortopedik/fraktur,sepsis,tranfusi darah,episode anafilaktik

h.    Seksualitas

Gejala/Tanda:

Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia

i.      Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala:

Makan/kelebihan dosis obat

2.   Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan gagal napas :

1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret/ retensi

sputum di jalan napas dan

hilangnya reflek batuk sekunder terhadap pemasangan ventilator.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan retensi sekret, proses weaning,

setting ventilator yang tidak

tepat.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, pengesetan ventilator

yang tidak tepat,

peningkatan sekresi, obstruksi ETT

4.    Sindroma defisit perawatan diri berhubungan dengan penggunaan ventilator

5.    Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang ETT (Endo

Tracheal Tube)

6.    Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas

miokard

Page 17: Pengkajian Airway

7.    Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Page 18: Pengkajian Airway

3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa

Keperawatan

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Keperawatan Rasional

1. Bersihan jalan napas

tak efektif

berhubungan dengan

akumulasi sekret/

retensi sputum di jalan

napas dan hilangnya

reflek batuk sekunder

terhadap pemasangan

ventilator.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 30

menit diharapkan jalan

napas menjadi paten,

dengan kriteria hasil :

a.       Pasien menyatakan sesak

berkurang

b.      Retensi sekret tidak ada

c.       Suara napas vesikuler

d.      Pada foto thoraks tak

tampak gambaran infiltrat

Mandiri

a.       Lakukan suctioning sesuai indikasi

dengan prinsip 3A (atraumatic, asianotic,

aseptic).

b.      Ubah posisi pasien secara periodik

c.       Observasi penurunan ekspansi dinding

dada dan adanya peningkatan fremitus.

d.      Catat karakteristik bunyi napas

e.       Catat karakteristik dan produksi

sputum.

a.       Mengeluarkan sekret yang terakumulasi di jalan

nafas, seraya mencegah terjadinya trauma jalan

nafas, mencegah hipoksia dan mengurangi risiko

infeksi paru

b.      Meningkatkan drainage sekret dan ventilasi pada

semua segmen paru, menurunkan risiko atelektasis

c.       Ekspansi dada terbatas atau tak simetris

sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan

sekret dalam seksi lobus. Konsolidasi paru dan

pengisian cairan dapat meningkatkan fremitus.

d.      Bunyi napas menunjukkan aliran udara melalui

trakeobronkial dan dipengaruhi oleh adanya cairan,

mukus, atau obstruksi aliran udara lain. Mengi dapat

merupakan bukti konstruksi bronkus atau

penyempitan jalan napas sehubungan dengan

edema. Ronkhi dapat jelas tanpa batuk dan

menunjukkan pengumpulan mukus pada jalan

napas.

Page 19: Pengkajian Airway

f.       Pertahankan posisi tubuh/kepala

dengan tepat.

g.      Observasi status respirasi : frekuensi,

kedalaman nafas, reguralitas, adanya

dipsneu

Kolaborasi

h.      Berikan oksigen yang lembab, cairan

intravena yang adekuat sesuai

kemampuan pasien

i.        Berikan terapi nebulizer dengan obat

mukolitik, bronkodilator sesuai indikasi

j.        Bantu dengan/berikan fisioterapi dada,

perkusi dada/vibrasi sesuai indikasi.

e.       Karakteristik batuk dapat berubah tergantung

pada penyebab/etiologi gagal pernafasan. Sputum

bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, dan

/atau purulen

f.       Mempertahankan kepatenan jalan napas saat

pasien mengalami gangguan tingkat kesadaran,

sedasi, dan trauma maksilofasial

g.      Mengevaluasi keefektifan fungsi respirasi

h.      Kelembaban mengurangi akumulasi sekret dan

meningkatkan transport oksigen

i.        Pengobatan dibuat untuk meningkatkan ventilasi/

bronkodilatasi/ kelembaban dengan kuat pada

alveoli dan untuk menghancurkan mucous/ sekret

j.        Meningkatkan ventilasi pada semua segmenparu

dan membantu drainase sekret

2. Kerusakan pertukaran Setelah dilakukan tindakan Mandiri : Rasional

Page 20: Pengkajian Airway

gas berhubungan

dengan retensi sekret,

proses weaning,

setting ventilator yang

tidak tepat.

keperawatan selama 2 x 24

jam, pasien akan

memperlihatkan

kemampuan pertukaran gas

yang kembali normal

dengan kriteria hasil :

a. Hasil analisa gas darah

arteri (AGDA) normal:

pH 7,35-7,45

PO2 80-100

PCO2 35-45

HCO3 22-26

BE -2 sampai +2

b. Penggunaan otot bantu

napas (-)

c. RR : 12 - 20 x/menit

d.HR : 60 – 100 x/menit,

irama reguler

e. SaO2 : 95 - 100%

f.  Suara nafas bersih

g. Pasien tampak sesak (-),

sianosis (-)

a.       Observasi status pernafasan secara

periodik : RR (frekuensi nafas), suara

nafas, keteraturan nafas, kedalaman

nafas, penggunaan otot bantu nafas,

ekspansi dada dan kesimetrisan gerak

dada.

b.      Monitor tanda-tanda hipoksia. Pantau

SaO2 , pantau adanya kemungkinan

pasien tampak sesak, sianosis.

c.       Pantau HR / denyut nadi. Catat

kemungkinan perubahan irama jantung

d.      Observasi tingkat kesadaran pasien.

Adakah apatis, gelisah, bingung,

somnolen

e.       Cek AGDA setiap 10 – 30 menit

setelah perubahan setting ventilator

f.       Monitor hasil AGDA selama periode

penyapihan / weaning ventilator

a.       Takipnea adalah mekanisme kompensasi untuk

hipoksemia. Suara nafas bersih (clear lung)

menjamin tidak adanya retensi sekret yang

mempengaruhi proses pernafasan. Peningkatan

upaya pernafasan / penggunaan otot bantu nafas

dapat menunjukkan derajat hipoksemia. Ekspansi

dada dan kesimetrisan gerak dada menjamin adanya

ventilasi adekuat pada kedua paru

b.      Penurunan saturasi oksigen bermakna (desaturasi

5 g hemoglobin) terjadi sebelum sianosis. Sianosis

sentral dari “organ” hangat contoh lidah, bibir, dan

daun telinga adalah paling indikatif dari hipoksemia

sistemik. Sianosis perifer kuku/ ekstremitas

sehubungan dengan vasokonstriksi.

c.       Hipoksemia dapat menyebabkan mudah

terangsang pada miokardium, meningkatkan HR,

menghasilkan berbagai distritmia.

d.      Dapat menunjukkan berlanjutnya hipoksia

jaringan otak, hipoksemia dan/atau asidosis

e.       Mengevaluasi kemampuan fungsi respirasi pasien

Page 21: Pengkajian Airway

h. Penurunan kesadaran (-) Kolaborasi :

g.      Berikan obat sesuai indikasi. Contoh

steroid, antibiotik, bronkodilator,

ekspentoran.

terhadap perubahan setting ventilator

f.       Untuk mengetahui kesiapan fungsi respirasi

pasien terkait proses weaning ventilator

g.      Pengobatan untuk memperbaiki penyebab dan

mencegah berlanjutnya dan potensial komplikasi

fatal hipoksemia. Steroid menguntungkan dalam

menurunkan inflamasi dan meningkatkan produksi

surfaktan. Bronkodilator/ekspektoran meningkatkan

bersihan jalan napas. Antibiotik dapat diberikan

pada adanya infeksi paru/sepsis untuk mengobati

patogen penyebab.

3. Ketidakefektifan pola

nafas berhubungan

Setelah dilakukan

intervensi keperawatan

Mandiri

a.  Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1-2

Rasional

a.    Menjamin ventilator berfungsi secara efektif sesuai

Page 22: Pengkajian Airway

dengan kelelahan,

pengesetan ventilator

yang tidak tepat,

peningkatan sekresi,

obstruksi ETT

selama 1x8 jam, klien akan

mempertahankan pola

nafas yang efektif dengan

kriteria hasil :

1. Nafas sesuai dengan irama

ventilator

2. Ekspansi dada simetris

3. RR : 12 – 20 x/menit

4. Volume nafas adekuat

5. Alarm tidak berbunyi

jam. Monitor slang/cubbing ventilator

dari terlepas, terlipat, bocor atau

tersumbat. Evaluasi tekanan atau

kebocoran balon cuff. Amankan slang

ETT dengan fiksasi yang baik

b. Evaluasi semua alarm dan tentukan

penyebabnya

c.  Pertahankan alat resusitasi manual (bag

& mask) pada posisi tempat tidur

sepanjang waktu

d. Monitor suara nafas dan pergerakan dada

e.  Observasi RR dan bandingkan irama

nafas pasien dengan irama ventilator

f.  Berikan penjelasan pada pasien agar

tidak melawan irama ventilator

Kolaborasi

g. Kolaborasi pemberian sedatif dan

analgesik

setting yang diharapkan

b.    Alarm merupakan tanda adanya fungsi yang salah

pada ventilator

c.    Mengantisipasi kemungkinan ventilator tidak

berfungsi efektif

d.   Ventilator dengan posisi ujung ETT yang tidak

tepat mungkin dapat diketahui dengan pergerakan

dada yang tidak simetris, suara nafas yang tidak

seimbang antar kedua paru

e.    Nafas yang tidak sesuai dengan / melawan irama

ventilator dapat menyebabkan ketidakadekuatan

ventilasi dan meningkatkan resiko barotrauma

f.     Agar pasien kooperatif terhadap pemberian

bantuan nafas oleh ventilator

Page 23: Pengkajian Airway

g.    Sedatif akan menurunkan upaya pasien melawan

irama ventilator. Analgesik mengurangi nyeri akibat

pemasangan ventilator

4. Sindroma defisit

perawatan diri

berhubungan dengan

penggunaan ventilator

Selama menjalani proses

perawatan, kebutuhan ADL

(activity daily living)

terpenuhi, dengan kriteria

hasil :

Semua anggota badan

pasien tampak bersih, daki

(-), sekret (-)

Mandiri

a.  Bantu ADL pasien : mandi, oral hygiene,

toileting, berpakaian, makan, minum,

perubahan posisi

b. Berikan rangsangan pada pasien agar

pasien mampu melakukan tindakan

minimal untuk dirinya

c.  Libatkan pasien dalam perubahan posisi

dan pemenuhan ADL sesuai kemampuan

pasien

Kolaborasi

d. Kolaborasi dengan tim rehabilitasi dalam

memberikan tindakan fisioterapi

Rasional

a.    Memenuhi kebutuhan dasar / ADL pasien dan

mengurangi konsumsi oksigen untuk aktivitas

b.    Mengetahui kemampuan minimal pasien dalam

memenuhi kebutuhan dirinya

c.    Pasien ikut bertanggung jawab terhadap kesehatan

dirinya dan untuk merangsang peningkatan

kemampuan pasien dalam memenuhi ADL

d.   Mencegah kontraktur, memperbaiki sirkulasi ke

jaringan perifer dan mencegah kemungkinan timbul

dekubitus

5. Gangguan komunikasi

verbal berhubungan

dengan pemasangan

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1x8

jam, pasien mampu

M andiri

a.  Ajarkan pada pasien untuk

menggunakan alat komunikasi alternatif,

Rasional

a.    Sebagai sarana alternatif bagi pasien untuk

mengutarakan keinginannya. Kemampuan

Page 24: Pengkajian Airway

selang ETT (Endo

Tracheal Tube)

berkomunikasi secara

efektif, dengan kriteria

hasil:

a. Pasien mampu

menggunakan alat

komunikasi alternatif

b. Pasien menyatakan mampu

mengutarakan

maksud/keinginannya

contoh tulisan, gambar, gesture

b. Gunakan kalimat tanya yang

membutuhkan jawaban tertutup (ya/tidak)

saat berkomunikasi dengan pasien

c.  Klarifikasi setiap tulisan / pernyataan

pasien menggunakan pertanyaan tertutup

berkomunikasi bisa mengurangi kecemasan.

b.    Memudahkan bagi pasien untuk berkomunikasi

secara lugas dan dapat mengurangi upaya energi

ekstra untuk berkomunikasi

c.    Memastikan bahwa pesan dari pasien dapat

diterima dengan benar sesuai maksud / keinginan

pasien

6. Resiko penurunan

curah jantung

berhubungan dengan

penurunan

kontraktilitas miokard

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24

jam diharapkan tidak

terjadi penurunan curah

jantung, dengan kriteria

hasil :

a.       Kesadaran

komposmentis

b.      Tekanan darah : 80/60

sampai dengan 120/90

mmHg

Mandiri

a.  Observasi suara paru dan jantung

b.    Kaji status kesadaran, adanya

kekacauan dan disorientasi

c.  Observasi hemodinamik: nadi, TD, CVP

d.   Catat kualitas nadi perifer, capillary

refill, suhu dan warna kulit

e.  Observasi irama EKG

f.   Hitung balance cairan dan berat badan

a.    Suara s3, s4, bising bisa terjadi pada DC. Murmur

menunjukkan kelainan katup jantung

b.    Perfusi otak dapat menurun karena penurunan

pompa jantung

c.    Takikardi mungkin ada nyeri, cemas, hipoksemia.

Respon kardial juga bisa menimbulkan hipotensi /

hipertensi

d.   Sirkulasi perifer turun ketika CO turun sehingga

terjadi sianosis

Page 25: Pengkajian Airway

c.       HR : 60-100 x/menit

d.      Capilary Refill Time <3

detik

e.       Tidak ada tanda-tanda

syock

f.       SaO2 95-100%

g.      Produksi urin 0,5 – 1

cc/kgBB/jam

h.      CVP 3-8 cmH2O atau 2-

6 mmHg

harian

g.  Monitor efektivitas terapi oksigen

h.  Berikan posisi semifowler

i.    Monitor pola dan jumlah tidur/istirahat

j.    Perhatikan efek samping pemberian obat

inotropik

k.  Siapkan peralatan dan obat-obat

emergency yang mudah dijangkau

Kolaborasi

l.    Berikan obat-obatan nitrat, glikosida,

vasodilator, diuretic, dan antihipertensi

sesuai program

m.  Kolaborasi obat-obat laxative

n.  Kolaborasi pemeriksaan EKG, dan

e.    Irama EKG menggambarkan siklus jantung

f.     Overload cairan meningkatkan beban jantung

g.    Pemberian terapi oksigen membantu menurunkan

kerja jantung

h.    meningkatkan ekspansi paru

i.      Menurunnya konsumsi/keseimbangan O2

mengurangi beban kerja otot jantung dan resiko

dekompensasi

j.      Inotropik dapat memperpendek ventrikel filling

sehingga akan memperburuk penurunan kardiak

output.

k.    Memungkinkan penanganan cepat pada kasus

gagal jantung dan resusitasi

l.      mengurangi beban kerja jantung

Page 26: Pengkajian Airway

enzim jantung

Penkes

o.  Anjurkan untuk tidak mengejan saat

BAB maupun BAK

p.  Jelaskan pentingnya mengubah gaya

hidup (menghindari merokok, diit rendah

kolesterol, olahraga)

m.  Obat laxative dapat membantu menurunkan resiko

vagal yang dapat memperparah penurunan cardiac

output

n.    Membantu menilai perkembangan dan status kerja

jantung

o.    Meningkatkan kerjasama klien untuk

menyukseskan program keperawatan. Serangan

valsava menyebabkan stimulasi vagal, menurunkan

heart rate (bradikardi) yang mungkin diikuti dengan

takikardi diantara meningkatnya cardiac output.

p.    Meningkatkan kerjasama klien terhadap program

perawatan. Gaya hidup sehat akan meningkatkan

kualitas kehidupan

Page 27: Pengkajian Airway

Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang

dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan yang telah

disusun. Prinsip dalam memberikan tindakan keperawatan menggunakan komunikasi

terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang diberikan kepada klien. Selain itu, juga

berprinsip melakukan tindakan keperawatan yang telah dituliskan dalam rencana

keperawatan dan menuliskan setiap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan keperawatan secara

independent, dependent, dan interdependent. Tindakan independen yaitu suatu kegiatan yang

dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya.

Tindakan dependen ialah tindakan yang berhubungan dengan tindakan medis atau dengan

perintah dokter atau tenaga kesehat lain. Tindakan interdependen ialah tindakan keperawatan

yang memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain seperti ahli gizi, radiologi,

fisioterapi dan lain-lain.

Dalam melakukan tindakan pada pasien dengan gagal napas perlu diperhatikan ialah

penanganan terhadap tidak efektifnya bersihan jalan napas, gangguan pertukaran gas, pola

napas tidak efektif, kondisi aktual atau resiko penurunan curah jantung, adanya

ansietas/ketakutan.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang dapat digunakan

sebagai alat ukur kerberhasilan suatu asuhan keperawatan yang dibuat. Evaluasi berguna

untuk menilai setiap langkah dalam perencanaan, mengukur kemajuan klien dalam mencapai

tujuan akhir dan untuk mengevaluasi reaksi dalam menentukan keefektifan rencana atau

perubahan dalam membantu asuhan keperawatan. Evaluasi keperawatan ada 2 macam, yaitu

evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan sesaat setelah

memberikan implementasi keperawatan untuk menilai keberhasilan terapi dalam jangka

pendek. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan untuk menilai keberhasilan terapi dalam

jangka panjang.

Page 28: Pengkajian Airway

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2012). Asuhan Keperawatan Gagal Napas. www.ilmukeperawatan.com. Diakses

tanggal 18 Januari 2012.

Anonim. (2011). The 2009-2011 Nursing Diagnoses Organized According to a Nursing

Focus by Doenges/Moorhouse Diagnostic Divisions. http://keperawatan .net. Diakses

tanggal 20 Januari 2012.

Anonim. (2012). Gagal Nafas dan Oedema Paru. http://www.scribd.com/doc/3510727/html.

Diakses tanggal 18 Januari 2012.

Brunner and Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta : EGC.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan:

Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC:

Jakarta.

Palilingan, JF. (2012). Gagal Nafas .http://perawatgawatdarurat.blogspot.com/2008/09/gagal-

napas.html. Diakses tanggal 18 Januari 2012.

Sadguna, Dwija. (2011). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Nafas.

http://www.scribd.com . Diakses tanggal 18 Januari 2012.

Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi Manusia (Dari Sel ke Sistem ). Edisi ke-6. Jakarta:

EGC.

Ulfah, Anna, dkk. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Bidang

Pendidikan dan Pelatihan Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional

Harapan Kita.