NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN EMPATI DAN · PDF filenaskah publikasi hubungan empati dan kemarahan...

download NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN EMPATI DAN · PDF filenaskah publikasi hubungan empati dan kemarahan pada polisi oleh : sukma prawitasari sus budiharto fakultas psikologi universitas islam

If you can't read please download the document

Transcript of NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN EMPATI DAN · PDF filenaskah publikasi hubungan empati dan kemarahan...

  • NASKAH PUBLIKASI

    HUBUNGAN EMPATI DAN KEMARAHAN

    PADA POLISI

    Oleh :

    SUKMA PRAWITASARI

    SUS BUDIHARTO

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

    YOGYAKARTA

    2005

  • HUBUNGAN EMPATI DAN KEMARAHAN PADA POLISI

    Sukma Prawitasari Sus Budiharto

    Universitas Islam Indonesia, Jogjakarta

    ABSTRAKSI

    Kemarahan adalah salah satu bagian dari emosi yang dimiliki oleh manusia,termasuk polisi. Tidak dapat dipungkiri bila fungsi positif dari kemarahan polisi adalah untuk melepaskan beban emosi yang berat. Akan tetapi bila tidak dikendalikan dengan tepat, kemarahan polisi bisa bersifat destruktif yang berpotensi menimbulkan masalah yaitu merusak sendi kehidupan di lingkungannya, serta dapat mengganggu hubungan interpersonal. Padahal, paradigma polisi sipil di Indonesia secara esensial mengarahkan untuk selalu tercipta atmosfer interaksi polisi dan masyarakat dalam hubungan yang beradab, santun, ramah dan menghargai satu sama lain. Fakta saat ini, atmosfer tersebut masih jauh dari idealitasnya. Reaksi emosi dan perilaku yang adaptif ditimbulkan oleh pemikiran yang tidak relistis, serta tidak mampu memandang dan berfikir secara positif. Kemampuan polisi untuk mengganti pikiran yang menyimpang dengan pikiran-pikiran yang objektif dan rasional akan membuat polisi mampu dalam mengendalikan dirinya. Satu dari beberapa hal yang memungkinkan bagi polisi untuk menghadirkan pikiran yang objektif, rasional serta mampu dalam mengendalikan dirinya adalah empati. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara empati dan kemarahan pada polisi. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara empati dan kemarahan pada polisi. Subjek dalam penelitian ini adalah 73 Polisi yang memiliki masa kerja minimal selama 3 tahun di Polres Purworejo, Polsek Purworejo dan Polsek Kutoarjo Polres Purworejo. Subjek adalah polisi yang ditempatkan pada bidang Opsnal yang dalam tugas kesehariannya berinteraksi langsung dengan masyarakat maupun massa, yaitu Samapta, Dalmas, Reskim, Lantas dan Binamitra. Adapun alat ukur yang digunakan adalah skala empati yang penulis susun sendiri berdasar konsep empati menurut Davis (1983) berjumlah 23 aitem. Sedangkan skala kemarahan yang penulis susun sendiri berdasar konsep kemarahan menurut Spielberger(dalam Mikulincer,1988) berjumlah 9 aitem.

    Metode analisis data menggunakan korelasi product moment Pearson dari program SPSS 12.00 dan SPSS 10.00 for windows. Analisis menunjukkan menunjukkan -0.537 dengan p=0.000 atau p

  • I. Pengantar

    Dalam upacara Prasetya Perwira Tentara Nasional Indonesia dan

    Pelantikan Anggota Polri di Akmil Angkatan Darat, Magelang, 16 Desember

    2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan amanatnya, bahwa

    tugas Polri yang bersentuhan langsung dengan masyarakat membutuhkan perilaku

    anggota Polri yang santun, ramah, tetapi tetap tegas dan dapat dijadikan contoh

    teladan oleh masyarakat. Amanat ini tentu saja sesuai dengan wacana kepolisian

    sipil yang mulai digulirkan sejak bergulirnya gerakan reformasi

    (www.republika.co.id ,17 Februari 2005).

    Secara harfiah,dalam kamus lengkap Inggris-Indonesia (Wojowasito,1980)

    civil berarti sipil (bukan militer). Civil secara lebih mendasar berarti juga sopan,

    santun, ramah, tidak kasar. Sebuah pengertian yang jika diinterprestasikan dalam

    konteks birokrasi, amat berlawanan dengan kekuasaan. Civil yang dikaitkan

    dengan civility, bermakna kesopanan. Sedangkan civil yang dikaitkan dengan

    civilize berarti membudayakan dan membuat lebih sopan. Sedangkan Civilization

    berarti lebih luas lagi, yaitu peradaban dan cara hidup.

    Berangkat dari pemahaman tersebut, kepolisian sipil berarti terjalinnya

    pola interaksi polisi dan masyarakat yang beradab, santun, ramah, menghargai

    satu sama lain, serta mengedepankan kesopanan dan keramahan.

    Kenyataan dilapangan hingga saat ini polisi masih berperilaku bertolak

    belakang dengan kesopanan dan keramahan, sehingga membawa kondisi dalam

    membangun hubungan yang sopan ataupun ramah antara masyarakat dan polisi

    menjadi agenda yang sukar direalisasikan. Terlebih, dengan mendudukan polisi

  • pada subjek pelaku utama yang senantiasa diharapkan bertindak tanpa cela.

    Namun, akhirnya itu juga tidak berlebihan mengingat kedudukan polisi sebagai

    agen perubahan sosial, polisi dituntut untuk selalu bertingkah laku professional.

    Juga mengingat pemaknaan akan peran Pelindung, Pengayom dan Pelayan

    masyarakat (Pedoman Pelaksanaan Tugas Bintara Polri di Lapangan, 2003).

    Ditambah lagi, budaya paternalistik bangsa Indonesia yang ditandai oleh

    kepatuhan terhadap individu yang menyandang status sosial lebih tinggi, termasuk

    polisi. Itu tidak lain karena polisi dipandang sebagai yang berwajib atau yang

    berwenang (Muhammad, 2005).

    Dengan maksud lebih mempersempit pembahasan mengenai interaksi

    polisi dan masyarakat, maka berikut akan dipaparkan mengenai beberapa

    fenomena di lapangan. Berdasarkan beberapa informasi resmi, interaksi polisi dan

    masyarakat belum dalam tahap yang sehat. Tindak kekerasan yang dilakukan

    polisi, baik dalam bentuk kekerasan fisik maupun kekerasan verbal, kerap

    mewarnai lembar berita yang ada di media massa. Pengaturan penggunaan

    kekerasan/ kekuatan oleh polisi sampai kini masih menjadi sorotan publik. Ini

    dapat kita lihat dalam penanganan kasus : Makar Republik Maluku Selatan

    (RMS) di Ambon (www.pikiran-rakyat.com), Penangkapan Kiai Abubakar

    Ba'asyir yang sedang dalam perawatan di Rumah Sakit (www.pikiran-

    rakyat.com), "Kebrutalan" polisi saat menghadapi demonstrasi mahasiswa

    Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar 1 Mei 2004, serta kasus

    Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bojong ( www.suaramerdeka.com).

  • Tindakan kekerasan yang personil polisi lakukan merupakan kemarahan.

    Marah atau sering disebut amarah, sebenarnya merupakan salah satu bentuk

    emosi manusia yang sepenuhnya bersifat normal dan sehat, yang pernah dialami

    oleh setiap orang. Akan tetapi bila tidak dikendalikan dengan tepat, marah bisa

    bersifat destruktif yang berpotensi menimbulkan masalah yaitu

    merusak sendi kehidupan di lingkungannya, misalnya di dalam keluarga, di

    tempat kerja, serta dapat menggangu hubungan interpersonal.

    Kemarahan personil polisi seringkali menjadi catatan penting bagi media

    massa untuk membuat opini bagi masyarakat. Sebagai contoh kasus-kasus

    kemarahan oleh polisi dapat dilihat dalam tabel berikut :

    Kasus kemarahan polisi No Kasus Bentuk kemarahan

    1 Makar Republik a. Polisi menembak masyarakat sipil. Maluku Selatan b. Polisi membela pihak tertentu, padahal (RMS) di seharusnya polisi mengayomi masyarakat. Ambon, c. Polisi terlibat kontak fisik dengan masyara 19 Januari 1999 dan kat sipil, seperti pemukulan

    25 April 2004 2 Penangkapan Kiai a. Penjemputan paksa tanpa surat resmi Abu Bakar Baasyir, penangkapan di RS.PKU Muhammadiyah 29 April 2004 Solo saat beliau sedang diopname. b. Polisi mendobrak pintu ruang opname, berteriak sambil memukul-mukul kaca ruang opname. c. Penggunaan senjata laras panjang untuk membuka pintu dan penembakan terhadap santri Ponpes Ngruki 3 UMI Makasar, a. Polisi masuk tanpa izin ke kampus UMI 1 Mei 2004 sambil melepaskan tembakan kearah mahasiswa, bahkan tanpa memperdulikan pengguna jalan umum sekitar kampus. b. Polisi melakukan sweeping terhadap mahasiswa (yang terlibat demo ataupun

  • tidak terlibat demo) dengan memblokir tangga - tangga utama. Selanjutnya mahasiswa dikumpulkan di dalam

    ruangan, dilucuti pakaiannya (mahasiswa pria) dipukuli, ditendang dan digulingkan di tangga.

    4 TPA Bojong, a. Polisi menembaki warga sipil yang 23 Desember 2003 melakukan aksi penolakan masuknya kendaraan yang membawa peralatan proyek. b. Polisi terlibat kontak fisik dengan warga sipil seperti memukul, menendang dan mencekik. _________________________________________________________________

    Dapat terlihat dari pemaparan tersebut jika kemarahan merupakan indikasi

    bahwa individu tidak mampu memandang dan berfikir secara positif, serta

    realistis. Reaksi emosi dan perilaku yang adaptif ditimbulkan oleh pemikiran

    yang tidak relistis. Kemampuan individu untuk mengganti pikiran yang

    menyimpang dengan pikiran-pikiran yang objektif dan rasional akan membuat

    individu mampu dalam mengendalikan dirinya (Goldfield dan Davidson,1976).

    Satu dari beberapa hal yang memungkinkan bagi individu untuk menghadirkan

    pikiran yang objektif, rasional serta mampu dalam mengendalikan

    dirinya adalah empati.

    Faktor terjadinya tindak kekerasan atau bentrok (sebagai bentuk

    kemarahan) antara polisi dan masyarakat berdasarkan pendapat dari mayoritas

    media massa adalah dikarenakan kesalahan prosedur Pengendalian Massa di

    lapangan dari pihak polisi dan faktor selanjutnya adalah kelalaian dari faktor

    individu polisi.

  • Kesalahan prosedur ini tentu saja melalaikan Surat Keputusan Kalemdiklat