Mph_zainal Abidin_0712011368_ Perbaikan Proposal i
-
Upload
udo-zainal-putra-lambara -
Category
Documents
-
view
201 -
download
2
Transcript of Mph_zainal Abidin_0712011368_ Perbaikan Proposal i
”Tata Cara Penanganan Perkara Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha Terhadap Perkara Persekongkolan Tender Pengadaan Alat Pembasmi/Penyemprot
Nyamuk (Mesin Foging) di Biro Administrasi Wilayah Provinsi DKI JakartaTahun 2006”
(Study Kasus Putusan Perkara No. 06/KPPU-L/2007)
Oleh:
ZAINAL ABIDINNPM. 0712 011 368
DOSEN: Prof. Dr. I Gede A.B. Wiranata, S.H,.M.H.
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL R IUNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS HUKUM2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang dengan
kasihNya telah mengijinkan penulis untuk menyelesaikan proposal ini dengan judul
”Tata cara Penanganan Perkara Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha Terhadap
Perkara Persekongkolan Tender Pengadaan Alat Pembasmi/Penyemprot Nyamuk
(Mesin Foging) di Biro Administrasi Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2006”
(Study Kasus Putusan Perkara No. 06/KPPU-L/2007”). Proposal ini penulis tujukan
sebagai sarana dalam latihan membuat skripsi yang nantinya penulis harapkan dapat
membantu dan memudahkan penulis dalam penyusunan skripsi nantinya,selain itu
penulis membuat proposala ini juga sebagai salah satu karya akademik yang diharapkan
dapat menjadi pemacu untuk menghasilkan tulisan-tulisan akademik berikutnya.
Dalam pembuatan proposal ini penulis sangat menyadari bahwa proposal yang penulis
buat dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari banyak pihak baik
bantuan/dukungan berupa moral atupun dalam bentuk materi.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya proposal
ini, dukungan dan bantuan tersebut akan selalu penulis ingat. Untuk itu, mungkin banyak
masalah yang timbul dalam pembuatan proposal ini. Penulis mohon maaf kepada semua
pihak atas kesalahan yang telah penulis perbuat baik yang di sengaja maupun tidak
sengaja penulis lakukan dalam proses pembuatan proposal ini, Penulis juga menyadari
bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan, dan masih terdapat banyak
kekurangan, maka dari itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan dalam pembuatan proposa atau pun
pembuatan skripsi nantinya.
Semoga proposal ”Tata cara Penanganan Perkara Oleh Komisi Pengawas Persaingan
Usaha Terhadap Perkara Persekongkolan Tender Pengdaan Alat Pembasmi/Penyemprot
Nyamuk (Mesin Foging) di Biro Administrasi Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun
2006” (Study Kasus Putusan Perkara No. 06/KPPU-L/2007) dapat bermanfaat dan
menunjang serta mempermudah bagi proses perkuliahan di fakultas hukum Universitas
Lampung.
Bandar Lampung, April 2010
Penulis
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persaingan dalam usaha merupakan hal yang wajar naum demikian diperlukan
hukum untuk mengaturnya agar dapat mendukung terciptanya tujuan pembangunan
nasional yaitu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Salah satu
kondisi tersebut adalah penegakan supremasi hukum yang merupakan syarat mutlak
bagi kelangsungan dan berhasilnya pelaksanaan pembangunan nasional sesuai
dengan jiwa reformasi. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usaha-
usaha untuk memelihara ketertiban, keamanan, kedamaian dan kepastian hukum bagi
persaingan usaha di Indonesia.
Persekongkolan tender merupakan suatu fenomena kejahatan yang menggerogoti dan
menghambat pelaksanaan pembangunan, sehingga penanggulangan dan
pemberantasannya harus benar-benar diprioritaskan. Sumber kejahatan
persekongkolan tender ini kita jumpai dalam masyarakat modern dewasa ini,
sehingga persekongkolan tender justru berkembang. Sekalipun penanggulangan
persekongkolan tender diprioritaskan, namun diakui bahwa perkara ini termasuk
jenis perkara yang sulit penanggulangan maupun pemberantasannya.
Kesulitan tersebut terutama terjadi dalam proses pembuktian. Hal ini dikarenakan
persekongkolan tender merupakan kejahatan yang dilakukan pengusaha yang
memiliki intelektualitas tinggi (white collar crime). Untuk mengungkap perkara
persekongkolan tender salah satu aspeknya adalah sistem pembuktian yang terletak
pada beban pembuktian. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia
(selanjutnya disebut Komisi) yang memeriksa dugaan pelanggaran terhadap Pasal 22
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut Undang-undang Nomor 5 Tahun
1999) KPPU merupakan komisi pengawas yang bertugas mengawasi persaingan-
persahingan usaha yang yang ada di Indonesia. Makin maraknya Persaingan Usaha
di Indonesia memaksa KPPU harus semakin giat dan bekerja keras dalam
menyelesaikan perkara-perkara tersebut. Perkara No. 06/KKPU-L/2007 merupakan
salah satu perkara yang di laporkan ke KPPU. Berdasarkan laporan tersebut telah di
lakukan beberapa pemeriksaan oleh tim pemeriksa KPPU.
Dalam hal perkara persekongkongkolan tender pengadaan alat pembasmi
nyamuk/penyemprot nyamuk (mesin foging) sebanyak 2000 unit di menangkan oleh
beberap terlapor dengan nilai penawaran sebesar Rp.29.700.000.000.- (Dua Puluh
Sembilan Miliar Tujuh Ratus Juta Rupiah) pada perkara ini KPPU harus benar-benar
jeli dalam melakukan pemeriksaan terhadap perkara yang dialaporkan oleh para
terlapor agar tidak terjadi kesalah dalam mengambil keputusan terhadap perkara
yang ditangani, sehingga jelas siapa yang benar-benar melanggar dan siapa yang
tidak melanggar. Tentunya bagi yang terbukti melanggar harus mendapatkan sanksi
sesuai ketentuan hukum persaingan usaha yang berlaku di Indonesia.
B. Perumusan Masalah
Pembuktian merupakan bagian terpenting dari seluruh rangkaian pemeriksaan suatu
perkara, karena suatu putusan pada hakekatnya didasarkan dari adanya pembuktian
tersebut. Telah diketahui dalam pemeriksaan perkara persekongkolan.
Penyimpangan–penyimpangan dalam pembuktian perkara persekongkolan Tender
Pengadaan Alat Pembasmi/Penyemprot Nyamuk (Mesin Foging) di Biro
Administrasi Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2006 Terhadap Putusan Perkara
No. 06/KPPU-L/2007.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
Langkah-langkah apakah yang akan ditempuh oleh KPPU dalam melakukan
Penanganan Perkara Persekongkolan Tender Pengadaan Alat Pembasmi/Penyemprot
Nyamuk (Mesin Foging) di Biro Administrasi Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun
2006 (Study Kasus Putusan Perkara No. 06/KPPU-L/2007) ?
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Tujuan subyektif
Sebagai sarana untuk memperoleh tambahan nilai yang merupakan syarat untuk
dapat mengikuti ujian ahir semester.
b. Tujuan Obyektif
a. Mengetahui dalam keadaan bagaimanakah pembuktian KPPU dapat diterapkan
pada sidang pengadilan.
b. Bagi kepentingan praktik diharapkan dapat bermanfaat dalam membantu
mahasiswa memahami proses pengambilan keputusan oleh KPPU.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini meliputi 2 (dua) aspek yaitu:
a. Kegunaan Teoritis
Untuk melaksanakan serta mengamalkan salah satu dari kontrak perkuliyahan yaitu
tugas-tugas dalam hal ini pembuatan Proposal dimana hasilnya akan dievaluasi atau
dianalisa untuk kepentingan ilmiah yang akan bermanfaat bagi perkembangan Ilmu
Pengetahuan bagi mahasiswa.
b. Kegunaan Praktis
Untuk kepentingan perkuliahan yakni dengan mengusahakan penemuan-penemuan
dari kenyataan dalam praktek yang dapat dijadikan dasar atau bahan dalam
pengambilan kebijaksanaan dan keputusan. Bagi aparat penegak hukum dalam hal ini
KPPU yaitu untuk mengetahui secara mendalam dan tuntas permasalahan-
permasalahan yang diperkarakan, demi perbaikan-perbaikan dan pengembangan
hukum dan supaya aparat penegak hukum dapat mengambil tindakan yang tegas dan
tepat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Dasar hukum pembentukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah Undang-
Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Sesuai dengan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 5 tahum
1999bahwa dalam rangka pengawasan pelaksanaan undang-undang ini di bentuk
Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut “Komisi”.
Keberadaan suatu komisi yang bertanggung jawab bagi pelaksanaan suatu ketentuan
mengenai hukum anti monopoli atau hukum persaingan usaha adalah sesuatu yang
tidak dapat dipungkiri oleh siapapun. Selama ini yang masih menjadi perdebatan
adalah bagai mana letak dari komisi ini dalam kehidupan ketatanegaraan.
Berdasarkan analisa komisi sejenis pada negara lain maka terdapat 4 (empat) model
yaitu:
1. Kewenangan penyelidikan, Penuntutan, dan pembuatan Putusan diserahkan pada
lembaga yang sama yang juga merupakan lembaga pembuat kebijakan dalam
bidang persaingan usaha, Putusan ini dapat diajukan banding. Model ini dipakai
oleh Eropa Union
2. Kewenagan penyelidikan, penuntutan, dan putusan diserahkan pada lembaga
independen yang bebas dari intervensi politik, putusan ini juga dapat diajukan
banding. Model ini dipakai German dan Itali.
3. Putusan dibuat oleh lembaga independen , namun lembaga ini tidak melakukan
tugas penyelidikan, dan penuntutan, lembaga yang berwenang memberi putusan
adalah Italia. Model ini dipakai oleh Belgia dan Spanyol.
4. Kewenangan penegak hukum dalam bidang hukum antimonopoly dipegang oleh
lembaga yang independen yaitu FTC dan Departemen Of Justice. Hasil ini dipakai
oleh Amerika Serikat.
Alasan Filosofis yang dapat dijadikan dasar pembentukan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha yaitu bahwa dalam mengawasi pelaksanaan suatu aturan hukum
diperlukan suatu lembaga yang mendapat kewenangan dari negara ( Pemerintah dan
Rakyat). Dengan kewenangan ini diharapkan lembaga pengawas ini dapat
menjalankan tugas dan fungsinya dengan sebaik-baiknya serta sedapat mungkin
mampu untuk bertindak secara independen.( Aydha D. Prayoga: 1999, hal 128).
Sedangkan alasan Sosiologis yang dapat dijadikan dasar pembentukan KPPU adalah
menurunnya citra pengadilan dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara serta
beban perkara pengadilan yang sudah menumpuk. Alasan lain yaitu dunia usaha
membutuhkan penyelesaian yang cepat dan peroses pemerisaan yang bersifat rahasia.
Oleh karena itu diperlukan lembaga khusus yang terdiri dari orang-orang yangahli
dalam bidang ekonomi dan hukum sehingga penyelesaiaan yang cepat dapat terwujud
(Pas 1 Butir 18 UU No. 5 tahun 1999 ).
KPPU adalah lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan
pemerintah serta pihak lain ( Pas 30 Ayat 2 ). Artinya KPPU berwenang penuh dalam
pengawasan dan penerapan pelaksanaan Undang-Undang N0m0r 5 Tahun 1999 yang
tidak boleh di pengaruhi oleh kekuasaan pemerintah dan pihak lain.
1. Tugas KPPU
KPPU adalah lembaga nonstruktural yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan
pemerintah serta pihak lain, walaupun pertanggungjawaban atas kinerjanya KPPU
memberikan laporan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat secara berkala.
2. Tujuan dibentuknya KPPU
Adalah agar implementasi Undang-Undang serta peraturan pelaksanaannya dapat
berjalan efektif sesuai asas dan tujuannya. Dalam pengawasan dan penerapan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, KPPU mempunyai peranan yang sangat besar
dan penting, antara lain KPPU berperan melakukan advokasi sehingga secara
bertahap bidang bisnis yang struktur pasarnya banyak yang masih memonopoly atau
oligopolis berubah menjadi pasar bersaing, agar sesuai Undang-undang Nomor 5
Tahun 1999.
Tugas KPPU berdasarkan Pasal 35 UU No. 5 Tahun 1999. hal ini juga dapat
memperlancar peran KPPU diantaranya sebagai berikut:
1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat
mengakibatkan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagai
mana diatur dalam pasal 4 sampai 16 Undang-undang No. 5 tahun 1999;
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan
pelaku usaha tidak sehat yang dapat mengakibatkan praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat sebagai mana diatur dalam pasal 17 sampai 24
Undang-undang No. 5 tahun 1999;
3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya
penyalahguanaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 25 sampai
28 Undang-undang No. 5 tahun 1999;
4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang KPPU
sebagaimana diatur dalan pasal 36 Undang-undang No. 5 tahun 1999;
5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan atau persaingan tidak
sehat;
6. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan
Undang-undang yang bersangkutan;
7. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja KPPU
kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
B. Penanganan Perkara oleh KPPU
Penanganan perkara dugaan pelanggaran terhadap undang-undang Nomor 5 tahun
1999 sebagai tugas prioritas KPPU dilaksanakan baik dalan tindakan bersifat
responsif terhadap laporan dugaan pelanggaran undang-undang nomor 5 tahun 1999
dari masyarakat (publik) atau pelaku usaha, maupun sebagai suatu tindakan yang
bersifat inisiatif berdasarkan hasil temuan KPPU sendiri, dimana peroses penanganan
suatu perkara oleh KPPU dilakukan melalui berbagai tahapan diantaranya yaitu:
1. Tahap klarifikasi kejelasan dan atau kelengkapan laporan yang disampaikan oleh
publik (klarifikasi laporan);
2. Tahapan pemeriksaan pendahuluan selama-lamanya selama 30 (tiga puluh) hari
yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa Pendahuluan;
3. Tahapan pemeriksaan lanjutan selama-lamanya 90 (sembilan puluh) hari yang
dilakukan oleh majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
4. Tahapan pembuatan putusan selama-lamanya 30 (tiga puluh) hari yang dilakukan
oleh majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
5. Pembacaan putusan oleh majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Kasus yang banyak ditangani oleh KPPU saat ini baik berdasarkan pengaduan publik
ataupun inisiatif KPPU adalah menyangkut tender kolusif. Mengapa hal ini yang
lebih dominan antara lain karena praktek tender kolusif merupakan jenis praktek anti
persaingan yang akibatnya langsung dirasakan oleh pelaku usaha korbannya
(pesaingnya) yang biasanya dengan nilai yang cukup signifikan lain dengan peraktik
anti persaingan lainnya. Praktik-praktik tender kolusif ini sudah membudaya di
Indonesia terutama dalam kasus tender pengadaan alat-alat bagi instansi-instansi
pemerintah atau publik.
Sebagai salah satu lembaga penegak hukum KPPU harus independen agar dalam
memberi keputusan, KPPU dapat bersikap objektif dan netral serta hanya berdasarkan
Undang-undang, bukan karena petunjuk atau penagaruh dari pihak lain. Oleh karena
itu KPPU tidak berada dibawah lembaga Pemerintahan maupun di bawah Presiden.
Setelah menerima laporan dari publik atau melalui inisiatif KPPU kemudian
melakukan penyelidikan guna mengetahui kebenaran atas suatu perkara yang
diperkarakan, kemudian KPPU memberikan suatu putusan dengan sanksi
administratif. Setelah dijatuhkan sanksi maka si penerima sanksi harus menjalankan
kewajibannya untuk memenuhi sanksi yang dijatuhkan KPPU kepadanya. Namun
demikian Undang-undang memberikan keleluasaan bagi pelaku usaha untuk
menempuh upaya hukum guna mencari keadilan melalui lembaga pengadilan
( undang-undang nomor 5 tahun 1999, pasal 44 ayat (1). Ketentuan Pasal 47 ayat (1)
UU Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan, bahwa KPPU berwenang untuk menjatuhkan
sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan
UU Nomor 5 Tahun 1999. Sedangkan ketentuan ayat (2) menetapkan bentuk-bentuk
tindakan administratif, termasuk pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut di atas.
Adapun sanksi pidana yang dikenakan adalah denda antara lima milyar sampai
dengan dua puluh lima milyar rupiah, atau kurungan pengganti denda selama lima
bulan. Selanjutnya, sanksi terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 41 UU Nomor 5
Tahun 1999 adalah apabila pelaku usaha menolak bekerjasama dalam penyelidikan
atau pemeriksaan dengan ancaman pidana denda sebesar satu milyar sampai dengan
lima milyar rupiah. Ketentuan Pasal 49 undang-undang tersebut menyatakan, bahwa
pidana pokok tersebut dapat disertai dengan pidana tambahan berupa pencabutan ijin
usaha atau larangan menduduki jabatan Direksi atau Komisaris sekurang-kurangnya
dua tahun, dan selama lima tahun bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan
pelanggaran undang-undang, penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang
merugikan orang lain.
Dalam menegakkan sanksi-sanksi tersebut dibutuhkan koordinasi efektif dengan
pihak-pihak terkait, seperti Polri, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal
ini mengingat bahwa praktik persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa
pemerintah kadangkala mengandung unsur korupsi. Selain itu, KPPU sebagai
lembaga pengawas persaingan, tidak memiliki otoritas untuk menghukum (pejabat)
pemerintah atau panitia lelang yang terkait dengan penawaran tender.
C. Persekongkolan
Pesaing bagi sebagian pelaku usaha bukan merupakan suatu hal yang menyenangkan,
karena dengan adanya persaingan biasanya bagi perusahaan yang tidak efisien, tidak
inovatif, atau berusaha dengan keras meningkatkan kinerja perusahaan agar dapat
menghasilkan produk dengan harga semurah mungkin dengan kualitas yang terbaik
tentulah akan tersingkir dari pasar. Maka oleh karena itu bagi pelaku usaha yang
alergi terhadap persaingan usaha yang terbaik yang mungkin mereka lakukan untuk
tetap bertahan didalam pasar adalah dengan melakukan persekongkolan.
Persekongkolan atau juga disebut sebagai konspirasi usaha di definisikan dalam pasal
1 ayat (8) undang-undang nomor 5 tahun 1999 adalah sebagai bentuk kerjasama yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk
menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.
Maka oleh undang-undang nomor 5 tahun 1999 pesekongkolan merupakan salah satu
kegiatan yang dilarang. Dalam UU ini diatur 3 (tiga) bentuk pesekongkolan yaitu:
1. Persekongkolan untuk mengatur atau menentukan pemenang tender. Hal ini diatur
dalan pasal 22 UU No. 5 tahun 1999. Adalah sebuah perjanjian yang dibuat antara
pihak pesrta tender yang akan menentukan siapa yang akan memenangkan tender
tersebut (biasanya tender berasal dari pemerintahan (R. Syam Hemani. Hal 23);
2. Persekongkolan untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang
dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan usaha. Hal ini diatur dalan pasal 22 UU
No. 5 tahun 1999. Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi
pelaku usaha yang ekistensi atau keberadaan mereka di dalam pasar tergantung
sekali pada rahasia perusahaan yang dimiliki;
3. Persekongkolan untuk menghambat produksi atau pemasaran barang atau jasa
pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang atau jasa yang di tawarkan
atau pasokan di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas
maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan. Persekongkolan ini sebenarnya
hampir sama tujuan dengan praktek pemboikotan yaitu mencegah pelaku usaha
yang berpotensi menjadi pesaing untuk masuk kedalam pasar yang sama, yang
kemudian pasar tesebut terjaga hanya untuk kepetingan pelaku usaha yang
melakukan praktek pemboikotan. Hal ini diatur dalan pasal 24 Undang-undang
No. 5 tahun 1999, dimana pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain
untuk menghambat produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa pelaku
usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan/atau jasa yang ditawarkan atau
dipasok dipasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas,
maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
D. Posisi Dominan
Posisi dominan di definisikan oleh pasal 1 ayat 4 undang-undang nomor 5 tahun 1999
sebagai suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di
pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku
usaha yang mempunyai posisi yang tinggin diantara pesaingnya di pasar bersangkutan
dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pasokan atau
penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan atau
pasokan barang tertentu.
Bila dibandingkan dengan monopoli, secara koseptual posisi dominan itu seperti
jembatan diantara setruktur pasar monopoli da struktur pasar oligopolistik (pasar yang
dikuasai oleh beberapa perusahaan sejenis yang mempunyai kemampuan yang sama)
pada pasar yang berstruktur monopoli, pelaku usaha yang ingin masuk kedala pasar
akan mendapat rintangan yang cukup besar dari si pelaku usaha yang memiliki
kedudukan monopoli, tetapi bagi pelaku usaha yang memiliki kedudukan posisi
dominan, hambatan yang ada bagi pelaku usaha yang ingin masuk dalam pasar
hambatannya tidak sebesar hambatan yang dibuat oleh pelaku usaha yang memiliki
kedudukan monopoli. Sehingga si posisi dominan masih memberikan sedikit ruang
bagi pelaku usaha lain yang ingin masuk/berpartisipasi kedalam pasar yang sama.
Dalam menegakkan sanksi-sanksi tersebut dibutuhkan koordinasi efektif dengan
pihak-pihak terkait, seperti Polri, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal
ini mengingat bahwa praktik persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa
pemerintah kadangkala mengandung unsur korupsi. Selain itu, KPPU sebagai
lembaga pengawas persaingan, tidak memiliki otoritas untuk menghukum (pejabat)
pemerintah atau panitia lelang yang terkait dengan penawaran tender.
III METODE PENELITIAN
Metode diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dapat dilakukan dalam proses
penelitian. Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu
pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip
dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujutkan kebenaran sesuatu yang
menjadi objek pada suatu penelitian.
A.Objek Penelitian
Objek pada penelitian ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU ) terutama
dalam hal tata cara KPPU dalam menangani, menyelesaikan suatu perkara
persekongkolan tender dan merupakan suatu penelitian yuridis-normatif. Sebagai
suatu penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini berbasis pada analisis norma
hukum, baik hukum dalam arti peraturan perundang-undangan, maupun hukum dalam
arti putusan-putusan lembaga yudisial. Dengan demikian obyek yang dianalisis adalah
norma hukum, baik dalam peraturan perundang-undangan yang secara konkrit
ditetapkan oleh hakim, maupun KPPU dalam perkara-perkara yang diputuskan di
lembaga pengawas tersebut.
Larangan persekongkolan secara khusus diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 24
undang-undang tersebut. Undang-undang ini juga secara implisit menyiratkan tentang
metode pendekatan hukum yang digunakan oleh KPPU untuk menyelidiki kasus-kasus
pelanggaran terhadap ketentuan hukum persaingan. Guna melengkapi kajian yuridis
terhadap kasus yang terjadi di lapangan.
B. Jenis dan Bentuk Penelitian
Berdasarkan jenis dan bentuknya, data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah
data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Data kepustakaan
digolongkan dalam dua bahan hukum, yaitu
1. Primer bahan-bahan hukum primer meliputi produk lembaga legislatif. Dalam hal
ini, bahan yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Larangan
persekongkolan tender diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 24 Undang-
undang tersebut. Undang-undang ini juga secara implisit menyiratkan tentang
metode pendekatan hukum yang yang digunakan oleh KPPU untuk menyelidiki
perkara-perkara pelanggaran terhadap ketentuan hukum persaingan.
2. Sekunder bahan-bahan hukum sekunder meliputi Putusan-putusan KPPU yang
berkaitan dengan masalah persekongkolan tender. Putusan tersebut adalah Putusan
Perkara Nomor 06/KPPU-L/2007 tentang Persekongkolan Tender Pengdaan Alat
Pembasmi/Penyemprot Nyamuk (Mesin Foging) di Biro Administrasi Wilayah
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2006.
C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan
di beberapa tempat, seperti perpustakaan Universitas Lampung, Fakultas Hukum
Universitas Lampung, perpustakaan daerah Provinsi Lampung, serta mengakses data
melalui internet.
D. Metode Pengelolaan Data
Data hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif, artinya data kepustakaan dianalisis
secara mendalam, kesatuan bulat, dan menyeluruh. Penggunaan metode analisis secara
kualitatif didasarkan pada pertimbangan, yaitu pertama data yang dianalisis beragam,
memiliki sifat dasar yang berbeda antara satu dengan lainnya, serta tidak mudah untuk
dikuantitatifkan. Kedua, sifat dasar data yang dianalisis adalah menyeluruh
(comprehensive) dan merupakan satu kesatuan bulat (holistic). Hal ini ditandai dengan
keanekaragaman datanya serta memerlukan informasi yang mendalam.
E. Analisis Data
Setelah pengelolaan data selesai, dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu analisis
yang dilakukan dengan cara mengonstruksikan data dalam bentuk uraian kalimat yang
tersusun secara sistematis sesuai dengan pokok bahasan dalam penelitian ini, sehingga
memudahkan untuk dimengerti guna menarik kesimpulan tentang masalah yang
diteliti.
F. Cara Penarikan Kesimpulan
Hasil penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan metode deduktif, artinya
adalah metode menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan-pernyataan
yang sifatnya umum. Metode ini dilakukan dengan cara menganalisis pengertian atau
prinsip-prinsip umum, antara lain mengenai prinsip tentang penawaran umum dan
persekongkolan tender dari aspek Hukum Persaingan Usaha. Adapun kajian terhadap
prinsip yang sifatnya umum tersebut akan dianalisis secara khusus dari aspek Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
.
Pada proposal yang saya buat mengenai ”Tata cara Penanganan Perkara Oleh Komisi
Pengawas Persaingan Usaha Terhadap Perkara Persekongkolan Tender Pengadaan Alat
Pembasmi/Penyemprot Nyamuk (Mesin Foging) di Biro Administrasi Wilayah Provinsi
DKI Jakarta Tahun 2006” (Study Kasus Putusan Perkara No. 06/KPPU-L/2007” yang
telah telah mendapat koreksi dari rekan-rekan yang mengikuti mata kuliah metode
penelitian hukum ( nama korektor terlampir (Lampiran 1 )). Berdasarkan koreksi dari
rekan-rekan saya menyadari masih banyak kesalahan pada proposal ini terutama dalam
hal penulisan kata, namun telah saya perbaiki selain itu ada juga masukan atau informasi
dari:
1. Yessi Siregar 0712911359 => memberi masukan bahwa pada bagian objek
penelitian (cetak tebal Miring )tidak sesuai dengan judul pada proposal ini, namun
telah saya perbaiki pada perbaikan proposal dan telah dikirim dengan judul “
Zainal Abidin_0712011368. Perbaikan Proposal”
2. Sisca Septimalina Sengaji 0712011333 => Memberi masukan agar lebih
memperhatikan sistem penulisan kata.
Lampiran 1
1. Rindi Wulandari NPM 0712011313
2. Savitri Ayu NPM 0712011329
3. Sisca Septimalina Sengaji NPM 0712011333
4. Verawati Magdalena NPM 0712011351
5. Visda Rina Alisra NPM 0712011352
6.Yanse Oktaliza NPM 0712011358
7. Yessi Siregar NPM 0712011359
8. Yunisa Fitria S NPM 0712011367
9. Yohanes Tanjung NPM 0712011361
10. Yohanes Tri Nugroho NPM 0712011362
11. Zainal Abidin NPM 0712011368
12. Zelbie Trisya NPM 0712011369