Modul Anemia

download Modul Anemia

of 34

Transcript of Modul Anemia

Modul Anemia

SKENARIO 2Seorang laki-laki umur 25 tahun, diantar oleh keluarganya ke puskesmas karena tadi pagi tiba tiba matanya kuning dan merasa lemah. Pada anamnesis didapat keterangan bahwa gejala tersebut tidak disertai demam. Menurut keluarganya 1 hari sebelumnya penderita disengat serangga.

KATA KUNCI1. Laki-laki 25 tahun2. Tiba-tiba mata kuning dan merasa lemah 3. Tidak disertai demam4. Riwayat disengat seranggaPERTANYAAN1. Jelaskan proses hematopoiesis ?2. Jelaskan proses metabolisme sel-sel darah ?3. Jelaskan patomekanisme gejala-gejala pada skenario?4. Bagaimana hubungan lemah terhadap skenario?5. Mengapa tidak disertai demam ? 6. Jelaskan langkah-langkah penegakkan diagnosis?7. Jelaskan klasifikasi anemia?8. Apa DD dari scenario ?

PEMBAHASAN

1. PROSES HEMATOPOIESIS :

Hematopoiesis adalah proses pembentukan komponen sel darah melalui proses proliferasi, diferensiasi, dan maturasi. Pembentukan komponen sel darah terbentuk dalam tempat yang berbeda sesuai dengan usia individu.

Janin0-2 bulan (yolk sac)2-7 bulan (hati, limpa)5-9 bulan (sumsum tulang)BayiSumsum tulang (pada semua tulang)DewasaVertebra, tulang iga, sternum, tulang tengkorak, sacrum dan pelvis, ujung proximal femur

Secara garis besar perkembangan hematopoiesis dibagi dalam 3 periode:1) Hematopoiesis yolk sac (megaloblastik atau primitif)Sel darah dibuat dari jaringan mesenkim 2-3 minggu setelah fertilisasi. Mula-mula terbentuk dalam blood island yang merupakan pelopor dari sistem vaskuler dan hemopoiesis. Selanjutnya sel eritroid dan megakariosit dapat diidentifikasikan dalam yolk sac pada masa gestasi 16 hari.Sel induk primitif hematopoiesis berasal dari sel mesoderm mempunyai respon terhadap faktor pertumbuhan antara lain eritropoietin, IL-3, IL-6 dan faktor stem. Sel induk hematopoiesis (blood borne pluripotent hematopoietic progenitors) mulai berkelompok dalam hati janin pada masa gestasi 5-6 minggu dan pada masa gestasi 8 minggu blood island mengalami regresi.

2) Hematopoiesis hati (definitif)Hematopoiesis hati berasal dari sel stem pluripotent yang berpindah dari yolk sac. Perubahan tempat hematopoiesis dari yolk sac ke hati dan kemudian sumsum tulang mempunyai hubungan dengan regulasi perkembangan oleh lingkungan mikro, produksi sitokin dan komponen merangsang adhesi dari matriks ekstraseluler, dan ekspresi pada reseptor.Pada masa gestasi 9 minggu, hematopoiesis sudah terbentuk dalam hati. Hematopoiesis dalam hati yang terutama adalah eritropoiesis, walaupun masih ditemukan sirkulasi granulosit dan trombosit. Hematopoiesis hati mencapai puncaknya pada masa gestasi 4-5 bulan kemudian mengalami regresi perlahan-lahan. Pada massa pertengahan kehamilan, tampak pelopor hematopoietik terdapat di limpa, thimus, kelenjar limfe dan ginjal.

3) Hematopoiesis medularMerupakan priode terakhir pembentukan sistem hematopoiesis dan dimulai sejak masa gestasi 4 bulan. Ruang medular terbentuk dalam tulang rawan dan tulang panjang dengan proses reabsorpsi.Pada masa gestasi 32 minggu sampai lahir, semua rongga sumsum tulang diisi jaringan hematopoietik yang aktif dan sumsum tulang penuh berisi sel darah. Dalam perkembangan selanjutnya fungsi pembuatan sel darah diambil alih oleh sumsum tulang, sedangkan hepar tidak berfungsi membuat sel darah lagi. Sel mesenkim yang mempunyai kemampuan untuk membentuk sel darah menjadi kurang, tetapi tetap ada dlaam susmsum tulang, ahti, limpa, kelenjar getah bening dan dinding usus, dikenal sebagai sistem retikuloendotelial.Hematopoiesis bermula dari suatu sel induk pluripoten bersama, yang dapat menyebabkan timbulnya berbagai jalur sel yang terpisah. Diferensiasi sel terjadi dari sel induk menjadi jalur eritroid, granulositik, dan jalur lain melalui progenitor hemopoietik terikat (commitedhaemopoietic progenitor) yang terbatas dalam potensi perkembangannya. Atas dasar pemeriksaan kariotipe yang canggih (kromosom), semua sel darah normal dianggap berasal dari satu sel induk pluripotensial dengan kemampuan bermitosis. Sel induk dapat berdiferensiasi menjadi sel induk limfoid dan sel induk mieloid yang menjadi sel-sel progenitor. Diferensiasi terjadi pada keadaan terdapat faktor perangsang koloni, seperti eritropoietin untuk pembentukan eritropoiesis ddan G-CSF untuk pembentukan leukosit. Sel progenitor mengadakan diferensiasi melalui satu jalan. Melalui serangkaian pembelahan dan pematangan, sel-sel ini menjadi sel dewasa tertentu yang beredar dalam darah.

Hemopoiesis merupakan pembentukan sel-sel darah dari immatur menjadi matur dimana terjadi proliferasi dan diferensiasi sel-sel progenitor yang membentuk komponen sel darah oleh stem sel (sel induk).Proses Hematopoiesis dalam sumsum tulang dinamakan Hematopoiesis Intramedullar, sedangkan hematopoiesis di luar sumsum tulang juga dapat terjadi dalam keadaan patologis dan dinamakan Hematopoiesis Ekstramedullaer. Sel stem primitif yang umum dalam sumsum memiliki kemampuan untuk bereplikasi, berproliferasi dab berdiferensiasi sendiri menjadi sel progenitor yang semakin terspesialisasi, setelah mengalami banyak pembelahan sel dalam sumsum, dan kemudian membentuk sel matur (Sel darah merah, granulosit, monosit, trombosit dan limfosit).Hemopoiesis bermula dari suatu sel induk prulipoten bersama, yang dapat menyebabkan timbulnya berbagai jalur sel yang terpisah. Fenotip sel induk manusia yang tepat belum diketahui, tetapi pada uji imunologik, sel ini adalah CD34+, CD38- dan tampak seperti limfosit kecil atau sedang. Diferensiasi sel terjadi dari sel induk menjadi jalur eritroid, granulositik, dan jalur lain melalui progenitor hemopoietik terikat yang terbatas dalam potensi perkembangannya. Adanya berbagai sel progenitor yang berbeda dapat ditunjukkan melalui teknik biakan in vitro. Progenitor yang sangat dini diperiksa dengan melakukan biakan pada stroma sumsum tulang sebagai sel pemula biakan jangka panjang, sedangkan progenitor lanjut biasanya diperiksa pada media semi-padat. Salah satu contohnya adalah prekursor mieloid campuran yang terdeteksi paling dini, yang menyebabkan timbulnya granulosit, eritrosit, monosit, dan megakriosit, dan dinamakan CFU (colony forming unit / unit pembentuk koloni pada media biakan agar)-GEMM. Sumsum tulang juga merupakantempat asal utama limfosit dan terdapat bukti adanya sel prekursor sistem mieloid dan limfoid.FAKTORMAJOR BIOLOGICAL ACTIVITIES IN VIVO

Erythropoietin (Epo)Menstimulasi eritropoiesis

GM CSFMenstimulasi granulopoiesis dan produksi makrofag

G CSFMenstimulasi granulopoiesis dan proliferasi dari beberapa sel leukimia

M CSFMenstimulasi produksi makrofag

IL-3 (Multi CSF)Menstimulasi granulosit, monosit, eusinofil, sel eritroit, megakariosit dan produksi mast sel

ThrombopoietinMenstimulai thrombopoiesis

1. ERYTHROPOIESISPrekursor sel darah merah yang dapat dikenali paling awal adalah pronormoblas.Maturasi stage :Stem cell Pronormoblast Basophilic Normoblast Polychromatophilic normoblast Ortochromatophilic normoblast retikulosit Sel darah merah matur.

2. GRANULOPOIESISPrekursor granulosit yang dikenali paling awal adalah Promielosit.Maturasi Stage :Myeloblast Promyelocyte Myelocyte Metamyelocyte Band form Matur PMN granulosit.

3. LYMPHOCYTOPOIESISMaturasi Stage : Pre T cell (Thymic Lymphoblast) Early thymocyte (Large Cortical Thymocyte) Intermediate Thymocyte (Small Cortical Thymocyte) Late Thymocyte (Medullary Thymocyte) Mature T Cell.

4. THROMBOPOIESISMaturasi Stage :Pluripotential stem cell CFU Meg Megakariosit Megakariosit maturasi Platelet Shading.

1. METABOLISME SEL DARAH

ERITROSITUntuk mengangkut hemoglobin agar berkontak erat dengan jaringan dan agar pertukaran gas berhasil, eritrosit yang berdiameter 8 m harus dapat secara berulang melalui mikrosirkulasi yang diameter minimumnya 3,5 m, untuk mempertahankan hemoglobin dalam keadaan tereduksi (ferro) dan untuk mempertahankan keseimbangan osmotik walaupun konsentrasi protein (hemoglobin) tinggi di dalam sel. Perjalanan secara keseluruhan selama masa hidupnya yang 120 hari diperkirakan sepanjang 480 km (300 mil). Untuk memenuhi fungsinya ini, eritrosit adalah cakram bikonkaf yang fleksibel dengan kemampuan menghasilkan energi sebagai adenosin trifosfat (ATP) melalui jalur glikolisis anaerob (Embden-Meyerhof) dan menghasilkan kekuatan pereduksi sebagai NADH melalui jalur ini serta sebagai nikotinamida adenin dinukleotida fosfat tereduksi (NADPH) melalui jalur pintas heksosa monofosfat (hexose monophosphate shunt). Metabolisme eritrosit dapat melalui dua jalur, yaitu :

a. Jalur Embden-MeyerhofDalam rangkaian reaksi biokimia ini, glukosa di metabolisme menjadi laktat. Untuk tiap molekul glukosa yang dipakai, dihasilkan dua molekul ATP dan dengan demikian dihasilkan dua ikatan fosfat energi tinggi. ATP menyediakan energi tinggi untuk mempertahankan volume, bentuk, dan kelenturan eritrosit. Eritrosit mempunyai tekanan osmotik lima kali lipat plasma dan adanya kelemahan intrinsik membran menyebabkan pergerakan Na+ dan K+ yang terjadi terus menerus. Diperlukan pompa natrium ATPase membran dan pompa ini menggunakan satu molekul ATP untuk mengeluarkan 3 ion natrium dari sel dan memasukkan dua ion kalium ke dalam sel.Jalur Embden-Meyerhof juga menghasilkan NADH yang diperlukan oleh enzim methemoglobin reduktase untuk mereduksi methemoglobin (hemoglobin teroksidasi) yang tidak berfungsi, yang mengandung besi ferri (dihasilkan oleh oksidasi sekitar 3% hemoglobin tiap hari) menjadi hemoglobin tereduksi yang atif berfungsi 2,3-DPG yang dihasilkan pada pintas Luebering-Rapoport (Luebering-Rapoport shunt), atau jalur samping pada jalur ini membentuk suatu kompleks 1:1 dengan hemoglobin yang penting dalam regulasi afinitas hemoglobin terhadap oksigen.

b. Jalur heksosa monofosfat (pentosa fosfat)Sekitar 5% glikolisis terjadi melalui jalur oksidatif ini, dengan perubahan glukosa-6-fosfat menjadi 6-fosfoglukonat dan kemudian menjadi ribulosa-5-fosfat. NADPH dihasilkan dan berkaitan dengan glutation yang mempertahankan gugus sulfhidril (SH) tetap utuh dalam sel, termasuk SH dalam hemoglobin dan membran eritrosit. NADPH juga digunakan oleh methemoglobin reduktase lain untuk mempertahankan besi hemoglobin dalam keadaan Fe2+ yang aktif secara fungsional. Pada salah satu kelainan eritriosit diturunkan yang sering ditemukan (yaitu defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase/G6PD), eritrosit sangat rentan terhadap stres oksidasi.

HEMOGLOBINFungsi utama eritrosit adalah membawa O2 ke jaringan dan mengembalikan karbondioksida (CO2) dari jaringan ke paru. Untuk mencapai pertukaran gas ini, eritrosit mengandung protein khusus yaitu hemoglobin. Tiap eritrosit mengandung sekitar 640 juta molekul hemoglobin. Tiap molekul hemoglobin (Hb) A pada orang dewasa normal (hemoglobin yang dominan dalam darah setelah usia 3-6 bulan) terdiri atas empat rantai polipeptida 22, masing-masing dengan gugus hemenya sendiri. Berat molekul HbA adalah 68.000. Darah orang dewasa normal juga mengandung dua hemoglobin lain dalam jumlah kecil, yaitu HbF dan HbA2. Keduanya juga mengandung rantai , tetapi secara berurutan, dengan rantai dan , selain rantai . Perubahan utama dari hemoglobin fetus ke hemoglobin dewasa terjadi 3-6 bulan setelah lahir.Sintesis heme erutama terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimia yang bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam -aminolevulinat (ALA) sintase. Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah suatu koenzim untuk reaksi ini, yang dirangsang oleh eritropoietin. Akhirnya, protoporfirin bergabung dengan besi dalam bentuk ferro (Fe2+) untuk membentuk heme, masing-masing molekul heme bergabung dengan satu rantai globin yang dibuat pada poliribosom. Suatu tetramer yang terdiri dari empat rantai globin masing-masing dengan gugus hemenya sendiri dalam suatu kantung kemudian dibentuk untuk menyusun suatu molekul hemoglobin.

2. PATOMEKANISNE GEJALA GEJALAa. Hubungan serangga dengan gejalaSerangga merupakan mahluk hidup yang mempunyai racun dalam tubuhnya. Racun tersebut dapat masuk kedalam tubuh manusia lewat jalur topical (permukaan tubuh), racun tersebut dapat menyebabkan luka, sakit, dan kematian organisme, biasanya dengan reaksi kimia atau aktivitas lainnya dalam skala molekul di dalam tubuh.

b. Patomekanisme mata kuning (ikterus)PengertianPenimbunan pigmen empedu dalam tubuh yang menyebabkan warna kuning pada jaringan yang disebabkan oleh kelebihan kadar bilirubin di dalam plasma dan cairan ekstra seluler. Dapat dideteksi pada membran mukosa dan sklera (bagian mata yang putih), kulit atau kemih yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2 sampai 3 mg/100 ml.

Metabolisme Bilirubin NormalSekitar 80 % - 85 % bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem monosit- makrofag. Massa hidup rata rata eritrosit 120 hari. Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah dan menghasilkan 250 350 mg bilirubin. Sekitar 15 20 % pigmen empedu total tidak bergantung pada mekanisme ini, tapi berasal dari destruksi sel eritrosit matur dari sumsum tulang ( hematopoiesis tak efektif ) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati.Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi pada limpa), globin mula-mula dipisahkan dari heme, setelah itu heme diubah menjadi beliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi kemudian dibentuk dari biliverdin. Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang dibentuk melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak, tidak larut dalam air, dan tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urine. Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumindalam suatu kompleks larut-air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Metabolisme bilirubin di dalam hati berlangsung dalam tiga langkah : ambilan, konjugasi, dan ekskresi. Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati, yaitu yang diberi simbol sebagai protein Y dan Z. Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat dikatalisis oleh enzim glukoronil transferase dalam retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urine. Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transpor bilirubin terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif. Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresikan ke dalam empedu, kecuali setelah proses foto-oksidasi atau fotoisomerisasi. Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangkaian senyawa yang disebut sterkobilin atau urobilnogen. Zat zat ini yang menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10 hingga 20% urobinilogen mengalami siklus interohipatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam urine.

Pembentukan Bilirubin Berlebihan

Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikteus yang timbul sering disebut sebagai ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Hal ini dapat meningkatkan bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Meskipun demikian, pada penderita hemolitik berat, kadar bilirubin serum jarang melebihi 5 mg/dl dan ikterus yang timbul bersifat ringan serta berwarna kuning pucat. Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat diekskrsikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan eksresi dalam feses dan urin. Urin dan feses berwarna lebbih gelap.Beberapa penyebab lazim ikterus hemoltik adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S pada anemia sel sabit), eritrosit abnormal (sferositosis herediter), antibodi dalam serum (inkompatibilitas Rh atau tranfusi atau akibat penyakit auto imun), pemberian beberapa obat dan peningkatan hemolisis. Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat disebabkan oleh suatu proses yang disebut sebagai eritropoisis yang tidak efektif. Proses ini meningkatkan destruksi eritrosit atau prekursornya dalam sum sum tulang (talasemia, anemia pernisiosa dan porfiria).

Patomekanisme hyperbilirubinemia sehingga terjadi ikterus :pembentukkan bilirubin yang berlebihanpeningkatan kecepatan desktruksi sel darah merah merupakan penyebab utama dari pembentukan blirubin yang berlebihan. Ikterus yang sering timbul disebut ikterus hemolitik. Konyugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonyugasi melampaui kemampuan hati.Gangguan Pengambilan Bilirubinpengambilan bilirubin yang tak terkonyugasi yang terikat albumin oleh sel-sel hati dilakukan dengan cara memisahkannya albumin dan mengikatkannya pada protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati: asam flavaspidat(di pakai untuk mengobati cacing pita),novobiosin, dan beberapa zat pewarna kolesisfografik. Hiperbilirubinemia tak terkonyugasi dan ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab dihentikan.Gangguan Konyugasi Bilirubinhiperbilirubinemia yang tak terkonyugasi yang berlebihan ( < 12,9 mg/ 100 mL) yang mulai terjadi pada hari kedua sampe kelima lahir disebut ikterus fisiologis pada neonatus. Ikterus neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronil transferase. Aktivitas glukoronil transferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu kedua, dan setelah itu ikterus biasa.

1. HUBUNGAN LEMAH TERHADAP SKENARIOLemah terjadi akibat menurunnya eritosit dan hemoglobin dalam darah. Hemoglobin bertugas untuk menyuplai oksigen ke tubuh. Akibat dari berkurnagnya hemboglobin maka oksigen juga ikut berkurang. Berkurangnya oksigen menyebabkan metabolism sel menurun dan terjadinya kompensasi tubuh berupa metabolism anaerob. Hal ini mengurangi pembentukan ATP yang terjadi di dalam tubuh sehingga energy yang terbentuk sedikit. Energy yang sedikit inilah yang menyebabkan kelemahan dapat terjadi.

1. MENGAPA TIDAK DISERTAI DEMAMDemam merupakan tanda adanya imnflamasi yang terjadi dan tanda adanya perlawanan terhadap antibody terhadap toksin yang masuk ke dalam tubuh manusia. Etiologi demam untuk scenario ini dapat diketahui dengan melihat etiologi gejala-gejala lain dalam scenario dan hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya demam. Misalnya saja pada gejala mata kuning. Gejala ini terjadi karena adanya kelebihan bilirubin yang terjadi dalam darah. Dimana hal ini terjadi karena adanya destruksi eritrosit yang terjadi sehingga hemoglobin lepas dari ieritrosit. Hemoglobin mengalami hemolisis karena destruksi ini. Destruksi ini terjadi karena cairan toksin yang dilepaskan serangga ke dalam tubuh manusia. Toksin yang pada umumnya ada pada serangga yaitu pteromone yang tersusun dari protein dan zat-zat kimia lain. Apabila hemolisis yang terjadi masih bisa dikompensasi oleh sum-sum tulang maka tidak terjadi anemia. Namun bila terjadi peningkatan destruksi eritrosis akan menyebakan hemolisis yang berlebihan sehingga sum-sum tulang tidak mampu untuk mengkompensasi kebutuhan eritrosit dalam darah. Terjadinya destruksi juga bias terjadi karena antibody menyerang eritrosit sendiri. Antibody di dalam tubuh manusia bekerja karena adanya benda-benda asing di dalam tubuh manusia. Benda- benda asing ini bisa juga merupakan toksin yang masuk melalui sengatan serangga. Namun, gejala demam yang terjadi tidak serta merta saat masuknya toksin tersebut. Namun ada masa inkubasi dari virus yang masuk ked alma tubuh manusia. Contohnya plasmodium vivax pada malaria tersiana yang masa inkubasinya 8-14 hari. Intinya demam yang terjadi bisa saja terjadi ada kasus ini. Hanya tinggal menunggu masa ketahanan antibodinya (prof.I Made Bakta & Manual of Clinical Hematology).

2. LANGKAH PENEGAKAN DIAGNOSIS

Pendekatan diagnostik untuk penderita anemiaUntuk menegakkan diagnosis anemia harus ditempuh 3 langkah, yaitu: 1. Membuktikan adanya anemia 2. Menetapkan jenis anemia yang dijumpai 3. Menentukan penyebab anemia tersebut Untuk dapat melaksanakan ketiga langkah tersebut, dilakukan: 1. Pendekatan klinik2. Pendekatan laboratorik 3. Pendekatan epidemiologik Berikut ada rangkaian langkah untuk menegakkan diagnosis pada kasus-kasus anemia: 1. Anamnesis Seperti anamnesis pada umumnya, anamnesis pada kasus anemia harus ditujukan untuk mengeksplorasi a. Riwayat penyakit sekarang b. Riwayat penyakit terdahulu c. Riwayat gizi d. Anamnesis mengenai lingkungan, pemaparan bahan kimia, dan fisik serta riwayat pemakaian obate. Riwayat keluarga 2. Pemeriksaan fisik a. Warna kulit : pucat, plethora, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jeramib. Purpura : Petechie atau echymosisc. Kuku : koilonychia d. Mata : ikterus, konjungtiva pucat, perubahan fundus e. Mulut : ulserasi, hypertrophy gusi, pendarahan gusi, atrofi papil, glossitis dan stomatitis angularisf. Limfadenopati g. Hepatomegali h. Splenomegali i. Nyeri tulang atau nyeri sternum j. Hemartrosis atau ankilosis sendi k. Pembengkakan testis l. Pembengkakan parotis m. Kelainan sistem saraf 3. Pemeriksaan laboratorium hematologic a. Tes penyaring: tes ini dikerjakan pada tahap awal setipa kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini dapat dipastikan adanya anemia dan morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC), RDW, dan apusan darah tepi. b. Pemeriksaan rutin: pemeriksaan ini juga dikerjakan pada semua kasus anemia untuk mengetahui kelainan leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain; LED, hitung differensial, dan hitung retikulosit.c. Pemeriksaan sumsum tulang; pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitive walaupun tidak semua memerlukannya. d. Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini baru dikerjakan jika kita telah mempunyai dugaan diagnosis awal dengan tujuan untuk mengkonfirmasi. Pemeriksaan tersebut antara lain: Anemia defisiensi besi : iron serum, TIBC, saturasi transferrin, dan ferritin serum. Anemia megaloblastik: asam folat darah, vitamin B12. Anemia hemolitik : hitung retikulosit, tes Coombs , elekroforesis Hb. Anemia pada leukemia akut: pemeriksaan sitokimia 4. Pemeriksaan laboratorium non hematologik Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan antara lain: faal ginjal, faal endokrin, asam urat, faal hati, biakan kuman dan lain lain. Berbagai jenis anemia dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti gagal ginjal kronik, penyakit hati kronik dan lain-lain. 5. Pemeriksaan penunjang lain Pada pemeriksaan kasus anemia diperlukan pemeriksaan penunjang seperti; a. Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi b. Radiologic. Pemeriksaan sitogenik d. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR, FISH dan lain-lain).

3. KLASIFIKASI ANEMIA

Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi morfologi didasarkan pada ukuran (makro dan mikro) dan kandungan hemoglobin (kromik).

NoMorfologi selKeteranganPenyebabJenis anemia

1Anemia normokromik normositik Penghancuran atau penurunan jumlah eritrosit tanpa di sertai kelainan bentuk dan konsentrasi hemoglobin

Kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis yang meliputi infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sum sum tulang, & penyakit-penyakit infiltratif metastasis pd sum sum tulang.a. Anemia aplastikb. Anemia posthemoragikc. Anemia hemolitikd. Anemia Sickle Celle. Anemia pada penyakit kronis

2Anemia normokromik makrositik Bentuk eritrosit yang besar dengan konsentrasi hemoglobin yang normalTerganggunya / terhentinya sintesis asam deoksiribonukleat (DNA), serta dapat terjadi pada kemoterapi kanker karena agen-agen mengganggu sintesis DNAa. Anemia pernisiosab. Anemia defisiensi folat

3Anemia hipokromik mikrositikBentuk eritrosit yang kecil dengan konsentrasi hemoglobin yang menurunUmumnya mencerminkan insufisiensi sintesis heme / kekurangan zat besia. Anemia defisiensi besib. Anemia sideroblastikc. Thalassemia

Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologinya, yaitu :1. Peningkatan hilangnya SDM dan penurunan/kelainan pembentukan sel. Meningkatnya kehilangan SDM dapat di sebabkan oleh:a. Perdarahan di akibatkan dari trauma / ulkus atau akibat perdarahan kronis karena polip di kolon, keganasan, hemoroid / menstruasi.b. Penghancuran SDM (hemolisis) terjadi jika gangguan pada SDM itu sendiri memperpendek siklus hidupnya (kelainan intrinsic) atau perubahan lingkungan yang menyebabkan penghancuran SDM (kelainan ekstrinsik).Keadaan SDM yang mengalami kelainan bersifat Herediter:1) hemoglobin abnormal (hemoglobinopati) anemia sel sabit2) gangguan sintesis globin thalasemia3) kelainan membrane SDM sferositosis herediter dan eliptositosis4) defisiensi enzim defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) dan defisiensi piruvat kinase. 2. Berkurangnya / terganggunya produksi SDM (diseritropoiesis)a. Keganasan jaringan (metastatic, leukemia, limfoma, & myeloma multiple), Pajanan terhadap obat-obat & zat kimia toksik, serta Iradiasi yang dapat mengurangi produksi efektif SDM.b. Penyakit-penyakit kronis (ginjal & hati), serta infeksi dan defisiensi endokrin.

4. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Anemia HemolitikAnemia hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses hemolisis, yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (normal umur eritrosit 100-120 hari).Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah merah (sel darah merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau di tempat lain dalam tubuh (extravascular).Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena terjadinya penghancuran darah sehingga umur dari eritrosit pendek ( umur eritrosit normalnya 100 sampai 120 hari).Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah (HB) berada di bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi) pada eritrosit yang lebih cepat dari pada kemampuan sumsum tulang mengantinya kembali. Jika terjadi hemolisis (pecahnya sel darah merah) ringan/sedang dan sumsum tulang masih bisa mengompensasinya, anemia tidak akan terjadi, keadaan ini disebut anemia terkompensasi. Namun jika terjadi kerusakan berat dan sumsum tulang tidak mampu menganti keadaan inilah yang disebut anemia hemolitik.Anemia hemolitik sangat berkaitan erat dengan umur eritrosit. Pada kondisi normal eritrosit akan tetap hidup dan berfungsi baik selama 120 hari, sedang pada penderita anemia hemolitik umur eritrosit hanya beberapa hari saja.

Epidemiologi Sferositosis herediter merupakan anemia hemolitik yang sangat berpengaruh di Eropa Barat, terjadi sekitar 1 dari 5000 individu. Sferositosis mengenai demua jenis etnis namun pada ras non kaukasian tidak diketahui. Sferositosis herediter paling sering diturunkan secara dominan autosomal. Pada beberapa kasus, sferositosis herediter mungkin disebabkan karena mutasi atau anomali sitogenik.6Di Amerika, prevalensi eliptospirosis kira-kira 3-5 per 10.000. eliptospirosis paling sering pada orang Afrika dan Amerika. Eliptospirosis sering terjadi pada daerah dengan endemik malaria. Di Afrika ppada area ekuator, eliptospirosis terjadi sekitar 20,6%. Bentuk lain dari penyakit ini ditemukan pada Asia Tenggara yang ditemukan sekitar 30% darai populasi. Penyakit ini diturunkan secara dominan autosomal.6Defisiensi G6PD dilaporkan di seluruh dunia. Frekuensi tertinggi terjadi pada daerah tropis dan subtropis. Telah dilaporkan lebih dari 350 varian. Ada banyak variasi pada expresi klinis pada varian enzim.6 Talasemia merupakan sindroma kelainan darah herediter yang paling sering terjadi di dunia, sanagt umum terjadi di sepanjang sabuk talasemia yang sebagian besar wilayahnya merupakan endemis malaria. Gen talasemia sangat luas tersebar dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Di beberapa Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi memiliki satu atau lebih gen talasemia. Daerah geografi dimana talasemia merupakan prevalen yang sangat paralel dengan Plasmodium falciparum dulunya merupakan endemik.7Insiden anemia hemolitik autoimun kira-kira 1 dari 80.000 populasi. Pada perempuan predominan terjadi tipe idiopatik. Tipe sekunder terjadi peningkatan pada umur 45 tahun dimana variasi idiopatik terjadi sepanjang hidup. 6,8Kelainan hemolitik yang terpenting dalam praktek pediatrik adalah eritroblastosis fetalis pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh trnsfer transplasenta antibodi ibu yang aktif terhadap eritrosit janin, yaitu anemia hemolitik isoimun. Eritroblastosis fetalis disebut Hemolitik Disease of the Newborn (HDN).9EtiologiPenyakit anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu:1. Golongan dengan penyebab hemolisis yang terdapat dalam eritrosit sendiri. Umumnya peneyebab hemiolisis ini adalah kelainan bawaan (kongenital).2. Golongan dengan penyebab hemolisis ekstraseluler. Biasanya penyebabnya merupakan faktor yang di dapat (acquired).3 Gangguan intrakorpuskular (kongenital)Kelainan ini umumnya disebabkan karena adanya gangguan metabolisme dalam eritrosit itu sendiri. Keadaan ini dapat digolongkan menjadi 3, yaitu:1) Gangguan pada struktur dinding eritrositGangguan pada struktur didnding eritrosit terbagi menjadi:a. SferositosisKelainan kongenital ini sering terjadi pada orang Eropa Barat. Pada penyakit ini umur eritrosit lebih pendek, kecil, bundar dan resistensinya terhadap NaCl hipotonis menjadi rendah. Limpa membesar dan sering terjadi ikterus.jumlah retikulosit menjadi meningkat. Hemolisis diduga disebabkan karena kelainan membran eritrosit. Pada anak gejala anemia lebih menyolok dibanding ikterus. Kelainan radiologis ditemukan pada anak yang telah lama menderita penyakit ini. 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.b. Ovalositosis (eliptositosis)Pada penyakit ini 50-90% eritrositnya berbentuk oval. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum Mendel. Hemolisis tidak seberat sferositosis. Splenektomi biasanya dapat mengurangi hemolisis. c. A-beta lipoproteinemiaPada penyakit ini terjadi kelainan bentuk eritrosit. Diduga kelainan bentuk ini disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.d. Gangguan pembentukan nukleotida Kelainan ini menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada panmielopatia tipe fanconi.2) Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam eritrosit.Setiap gangguan metabolisme dalam eritrosit akan menyebabkan umur erotrosit menjadi pendek dan timbul anemia hemolitik.a. Defisiensi glucose-6-Phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)Defisiensi G-6PD ditemukan pada berbagai bangsa di dunia. Kekurangan enzim ini menyebabkan glutation tidak tereduksi. Glutation dalam keadaan tereduksi diduga penting untuk melindungi eritrosit dari setiap oksidasi, terutama obat-obatan. Penyakit ini diturunkan secara dominan melalui kromosom X. Proses hemolitik dapat timbul akibat atau pada: Obat-obatan. (asetosal, piramidon, sulfa, obat anti malaria, dll) Memakan kacang babi Bayi baru lahir.b. Defisiensi glutation reduktaseKadang disertai trombopenia dan leukopenia.c. Defisiensi glutationPenyakit ini diturunkan secara resesif dan jarang ditemukan.d. Defisiensi piruvat kinasePada bentuk homozigot terjadi lebih berat. Khasnya terjadi peninggian kadar 2,3 difosfogliserat.e. Defisiensi Triose Phosphate IsomeraseGejala mirip dengan sferositosis, tetapi tidak terdapat fragilitas osmotik dan hasil darah tepi tidak ditemukan sferositosis. Pada keadaan homozigot terjadi lebih berat dan bayi akan meninggal di tahun pertama kehidupannya. f. Defisiensi Difosfogliserat Mutaseg. Defisiensi heksokinaseh. Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase3) HemoglobinopatiaHemoglobin orang dewasa normal terdiri dari HbA yang merupakan 98% dari seluruh hemoglobinnya. HbA2 yang tidak lebih dari 2% dan HbF yang tidak lebih dari 3%. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudianntrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur 1 tahun telah mencapai keadaan normal. Terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin yaitu:a. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglibin abnormal) misalnya HbS, HbE dan lain-lain.Kelainan hemoglobin ini ditentukan oleh adanya kelainan genetik yang dapat mengenai HbA, HbA2 atau HbF. Pada penyakit ini terjadi pergantian asam amino dalam rantai polipeptida pada tempat-tempat tertentu atau tidak adanya asam amino atau beberapa asam amino pada tempat-tempat tersebut. Kelainan yang paling sering terjadi pada rantai dan .b. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa rantai globin misalnya talasemia.Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik yang herediter yang diturunkan secara resesif . Di Indonesia, talasemia merupakan penyakit terbanyak di antara golongan anemia hemolitik dengan penyebab intrekorpuskuler.Secara klinis talasemia dibagi menjadi 2 golongan yaitu talasemia mayor (homozigot) yang memberikan gejala klinis yang khas dan talasemia minor yang biasanya tidak memberi gejala.

Gangguan ekstrakorpuskuler (acquired)Gangguan ini biasanya didapat yang dapat disebabkan oleh:1. Obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin,air), toksin (hemolisin) Streptococcus, virus, malaria, luka bakar.2. Hipersplenisme. Pembesaran limpa apapun sebabnya dapat menyebabkan penghancuran erotrosit.3. Anemia oleh karena terjadinya penghancuran eritrosit akibat terjadinya reaksi antigen-antibodi seperti:a) Antagonisme ABO atau inkompatibilitas golongan darah lain seperti Rhesus dan MNb) Alergen atau hapten yang berasal dari luar tubuh, tapi dalam tubuh melekat pada permukaan eritrosityang merangsang pembuatan anti yang kemudian menimbulkan reaksi antigen-antibodi yang menyebabkan hemolisis.c) Hemolisis akibat proses autoimun.3

PatogenesisProses hematopoesis pada embrio janin terjadi diberbagai tempat, termasuk hati, limpa,timus,kelenjar getah bening, dan sumsum tulang. Sejak lahir sepanjang sisa hidupnya terutama di sumsum dan sebagian kecil di kelenjar getah bening. 10Dalam keadaan normal, sel-sel darah merah yang sudah tua difagositosis oleh sel-sel retikuloendotelial, dan hemoglobin diuraikan menjadi komponen-komponen esensialnya. Besi yang didapat dikembalikan ke transferin untuk pembentukan sel darah merah baru dan asam-asam amino dari bagian globin molekul dikembalikan ke kompartemen asam amino umum. Cincin protoporfirin pada heme diuraikan di jembatan alfa metana dan karbon alfanya dikeluarkan sebagai karbon monoksida melalui ekspirasi. Tetrapirol yang tersisa meninggalkan sel retikuloendotelial sebagai bilirubin indirek dan menjadi hati, tempat zat ini terkonjugasi untuk ekskresi di empedu. Dui usus, biliruin glukoronida diubah menjadi urobilinogen untuk eksresi di tinja dan urin.2,3Hemolisis dapat terjadi intravaskuler dan ekstravaskuler. Pada hemolisis intravaskuler, destruksi eritrosit terjadi langsung di sirkulasi darah. Sel-sel darah merah juga dapat mengalami hemolisis intravaskuler disertai pembebasan hemoglobin dalam sirkulasi. Tetramer hemoglobin bebas tidak stabil dan cepat terurai menjadi dimer alfa-beta, yang berikatan dengan haptoglobulin dan disingkarkan oleh hati. Hemoglobin juga dapat teroksidasi menjadi methemoglobin dan terurai menjadi gugus globin dan heme. Sampai pada tahap tertentu, heme bebas dapat terikat oleh hemopeksin dan atau albumin untuk selanjutnya dibersihkan oleh hepatosit. Kedua jalur ini membantu tubuh menghemat besi untuk menunjang hematopoiesis. Apabila haptoglobin telah habis dipakai, maka dimer hemoglobinyang tidak terikat akan di eksresikan oleh ginjal sebagai hemoglobin bebas, methemoglobin, atau hemosiderin.2,11Hemolisis yang lebih sering adalah hemolisis ekstravaskuler. Pada hemolisis ekstravaskuler destruksi sel eritrosit dilakukan oleh sistem retikuloendotelial karena sel eritrosit yang telah mengalami perubahan membran tidak dapat melintasi sistem retikuloendotelial sehingga difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag.2Sejumlah bahan dan kelainan dengan kemampuan dapat merusak eritrosit yang dapat menyebabkan destruksi prematur eritrosit. Di antara yang paling jelas telah di pastikan adalah antibodi yang berikatan dengan anemia hemolitik. Ciri khas penyakit ini adalah dengan uji Coombs direk positif, yang menunjukkan imunoglobulin atau komponen komplemen yang menyelubungi permukaan eritrosit. Kelainan hemolitik yang terpenting dalam praktek pediatrik adalah penyakit hemolitik bayi baru lahir( eritroblastosis fetalis) atau HDN yang disebabkan oleh transfer transplasenta antibodi ibu yang aktif terhadap eritrosit janin, yaitu anemia hemolitik isoimun.2Pada Hemolytic Disease of the Newborn (HDN) sering terjadi ketika ibu dengan Rh(-) mempunyai anak dari seorang pria yang memiliki Rh(+). Ketika Rh bayi (+) seperti ayahnya, masalah dapat terjadi jika sel darah merah si bayi dengan Rh(+) sebagai benda asing. Sistem imun ibu kemudian menyimpan antibodi tersebutketika benda asing itu muncul kembali, bahkan pada saat kehamilan berikutnya. Sekarang Rh ibu terpapar.9Pada anemia hemolitik autoimun, antibodi abnormal ditujukan kepada eritrosit, tetapi mekanisme patogenesisnya belum jelas. Autoantibodi mungkin dihasilkan oleh respon imun yang tidak serasi terhadap antigen eritrosit. Atau, agen infeksi dapat dengan sesuatu cara mengubah membran eritrosit sehingga menjadi asing atau antigenik terhadap hospes.2

Tanda dan Gejala Klinisv Kadang kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan: 1. Demam 2. Mengigil3. Nyeri punggung dan lambung 4. Perasaan melayang 5. Penurunan tekana darah yang berarti v Secara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:1. Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil pemecahan eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil ekskresi yaitu urin dan feses.2. Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya tidak ada karena hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan kedalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah akan menyebabkan hemoglobinemia.3. Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih.4. Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi banyaknya eritrosit yang hancur sehingga sel muda seperti retikulosit banyak ditemukan.v Gejala umum pada anemia adalah nilai kadar HB