Modul 10
-
Upload
thompson-nainggolan -
Category
Documents
-
view
35 -
download
9
description
Transcript of Modul 10
![Page 1: Modul 10](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022013105/5488a518b479598d478b483a/html5/thumbnails/1.jpg)
MODUL 10
PRINSIP TOKSIKOLOGI DASAR
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
Setelah mengikuti modul ini diharapkanmahasiswa dapat memahami pengertian toksisitas
dan bahan kimia dan obat apa saja yang dapat menimbulkan efek toksik dan resiko yang
ditimbulkannya
MATERI:
Toksikologi adalah ilmu yang terus berkembang pada beberapa tahun terakhir ini.
Konsep baru dan teori bar uterus berkembang dan terus dapat diimplementasikan dalam
penggunaan klinis. Bagaimanapun toksikologi merupakan dasar konsep yang berisi mengenai
bagaimana prinsip toksikologi tidak pernah berubah. Prinsip toksikologi yang dimaksud
adalah mengana peranan dari suatu tindakan, kosep dasar toksikologi, atau mengapa suatu
tindakan diambil dalam penanganan keracunan.
Toksikologi tiak mudah untuk didefinisikan . toksikologi berasal dari bahasa yunanni
dan latin Tokcicum= racun, toksicom= racun panah dan logia= ilmuyang mempelajari. Di
definisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang racun dalam kehidupan suatu organism.
Toksisikolog didefinisikan sebagai seseorang yang bekerja atau mempelajari dalam bidang
toksikologi, tetapi toksikologi tidak didefinisikan secara sempit, seorang toksikolog bekerja
sangat kompleks sekali dalam penanganan keracunan. Dalam arti luas ilmu toksikologi
mencakup semua aspek dari efek yang merugikan dari system kimia dan biologi, termasuk
bagaimanan mekanismenya senyawa tersebut bisa berbahaya, kondisi keracunan jika terjadi
keracunan, sosioekonomi dari penderita, dan penegakan hukum dalam suatu keracunan.
SEJARAH
Toksikologi merupakan sesuatu disiplin ilmu yang relative baru. Toksikologi
berkembang secara pelan-pelan setiap tahunnya, dimulai dengan observasi awal untuk
menentukan status pasien, hinga menganalisa statusnya. Bapak toksikologi modern adalah
Joseph Bona Ventura Orfilia (1787-1853) Orfilia merupakan ahli Physician yang bekerja
pada loie XVIII dari francis dan belajar di universitas paris. Pada tahun 1815 Orfilia
membuat buku pertama mengenai toksikologi umum yang berisi mengenai efek yang
merugikan dari bahan-bahan kimia. Orfilia konsen pada implikasi terjadinya keracunan, hal
terpenting yang dapat diambil dalam analisis kimia racun adalah penentuan secara tepat
mengenai penyebab keracunan. Orfilia mengembangkan berbagai metode analisis dalam
![Page 2: Modul 10](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022013105/5488a518b479598d478b483a/html5/thumbnails/2.jpg)
penentuan keracunan, yang sampai sekarang masih digunakan terutama dalam penapenentuan
senyawa kimia yang terdapat dalam cairan dan jaringan tubuh.
Evolusi Ilmu Toksikologi
TOKSIKOLOGI
Senyawa Toksik
Racun atau senyawa toksik merupakan senyawa kimia yang dapat menimbulkan aksi
detrimental pada oganisme hidup. Sebagai hasil kerusakan yang dihasilkan, racun ini
mengganggu komponen struktur atau fungsi dari suatu proses yang dapat menimbulkan
terjadinya luka atau lebih jauh menimbulkan kematian. Hal terpenting yang perlu diingat
adalah senyawa kimia dapat menimbulkan keracunan jika diberikan dalam dosis dan rute
pemberian yang kurang tepat. Terlalu banyak menghirup oksigen murni, meminum terlalu
banyak air minum, atau terlalu banyak mengkonsumsi garam dapat menimbulkan keracunan
bahkan kematian. Dalam kasus lain senyawa tokik dapat terpapar dalam jumlah yang tidak
toksik, tetapi terakumulasi dalam tubuh kita dan bisa menimbulkan efek toksik jika dosisna
sudah mencapai dosis toksik (sianida dan arsen).
Beberapa orang berpendapat jika tanda dan gejala keracunan terjadi ketika racun
pertama kali terpapar pada kita, pendapat ini benar tetapi ada beberapa yang tidak tepat, ada
beberapa senyawa toksik yang efek toksinya mengalami delayed (penundaan) beberapa hari
bahkan berminggu-minggu dan bertahun tahun. Seperti pestisida dan logam berat memiliki
Biologi Kimia Zoologi biokimia Botani
Genetic Fisiologi Farmakologi
Occupational Lingkungan Veteriner
Forensik Klinik
Toksikogi pernafasan , pyrotoksikologi Toksikologi Biokimia, Toksikologi Genetik , Hukum Toksikologi,
Behavioral toksikologi, Fitotoksikologi , Aqua Toksikologi
![Page 3: Modul 10](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022013105/5488a518b479598d478b483a/html5/thumbnails/3.jpg)
efek toksik yang terakumulasi. Meskipun seseorang terpapar oleh pestisida dan logam berat
setiap hari maka tidak akan menimbulkan gejala keracunan secara langsung.
Faktor keamanan senyawa toksik dipengaruhi oleh pengemasan bahan, formulasi,
accestabilitas dan komponen lain dalam pembuatannya. Sebagai contoh bahan yang sangat
beracun akan dikemas dalam kemasan yang ditak bisa dibuka oleh anak kecil, ditutup dengan
sangat rapat dan kuat. Sulit dijangkau oleh anak-anak. Dan senyawa yang sangat toksik
jarang bahkan tidak boleh disimpan atau dibawa kerumah.
Nilai toksisitas
Orang bertanya kapan suatu racun bekerja atau berapa konsentrasi racun yang
terpapar yang dapat menimbulkan gejala keracunan. Suatu senyawa kimia dapat
menimbulkan efek toksik pada system biologi jika mencapai konsentrasi kitis pada jaringan
target. Toksisitas suatu senyawa terekspresi dalam dosis 50 atau LD50 yaitu dosis yang
diperlukan untuk mengahsilkan 50% kematian pada hewan uji. LD50 di jadikan para meter
toksisitas suatu senyawa terhadap manusia. Penentuan LD50 dilakukan dengan pengujian
denga berbagai teknik termasuk variasi spesies. LD50 memberikan perkiraan tingkat
keracunan suatu senyawa jika diberikan kepada manusia.
Kriteria toksisitas untuk beberapa senyawa kimia secara umum
Kriteria Dosis
Praktis non toksik >15g/kg
Sedikit toksik 5-15g/kg
Moderate toksik 0,5-5g/kg
Sangat toksik 50-500mg/kg
Extrem toksik 5-50 mg/kg
Super toksik <5mg/kg
FAKTOR YANG MEMEPENGARUHI TOKSISITAS
Mengerti Faktor yang paling berpengaruh dalam toksisitas
Kemunculan gejala keracunan tidak harus diikuti dengan gejala yang tertulis dalam
berbagai literature. Tanda dan gejala keracunan tergantung pada patognomonic
(karakteristik) dari partikel toksik. Korban dapat menunjukkan perubahan total dari
![Page 4: Modul 10](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022013105/5488a518b479598d478b483a/html5/thumbnails/4.jpg)
kebiasaan bahkan gejala tidak bias diperkirakan. Dalam penentuan nilai toksisitas akut
seperti penentuan LD50, LD50 bukan merupakan gambaran yang absolute dalam tingkat
keracunan dari suatu senyawa terhadap suatu individu. LD 50 menggambarkan kapasita
inherent suatu senyawauntuk menhasilkan luka atau kerusakan yang merefleksikan
kemampuan korban dalam merespon jika terjadi gejala toksisitas.
Faktor yang mempengaruhi toksisitas pada dasarnya sama dengan factor yang
mempengaruhi kerja farmakologi dari suatu obat. Beberapa factor akan dipelajari untuk dapat
melihat gangguan respon keracunan.
1. KOMPOSISI DARI SENYAWA TOKSIK
Ketika kita mempelajari suatu keracunan, hal mendasar yang dilakukan untuk mengetahui
senyawa yang bertanggung jawab dalam keracuanan tersebut adalah dengan melihat senyawa
murninya. Variasi pengisi dan pembawa serta komposisi formulasinya tidak berbahaya.
Korban tidak diberi obat lain sebelumnya, dan tidak adaperubahan variasi dari senyawa atau
suatu produk. Kemungkinan pemaparan dapat dihasilkan oleh lebih dari satu senyawa toksik
yang penting. Sebagai contoh adalah terjadinya keracunan dioxin dalam herbisida 2,4,5-
Triclorofenoksiacetic acid (2,4,5-T).
Komposisi Fisikokimia kadang dapat membantu dalam memperkirakan resiko keracunan
yang mungkin terjadi jika terpapar partikel tersebut. Pada umumnya bentuk padat akan lebih
susah terpapar dibandingkan dengan bentuk racun cairan. Keracunan akibat menghirup benda
padat jarang terjadi dibandingkan dengan sediaan obat cairan. Ukuran artikel akan sangat
mempengaruhi pemaparan racun melalui proses inhalasi, hanya partikel yang memiliki
ukuran yang sangat kecil (µ) dapat masuk kedalam alveolus dan dapat diserap oleh paru-paru.
Partikel yang besar akan tertahan di hidung dan trachea dan menyebabkan iritasi atau luka
local pada jaringan tersebut.
Banyak factor yang memodifikasi toksisitas dari suatu senyawa kimia dintaranya adalah
stablitas kimia. Kadang suatu senywa ketika dikemas akan mengalami perubahan
menghasilkan senyawa baru yang dapat menimbulkan tanda dan gejala suatu keracunan yang
berbeda dengan senyawa asalnya. Paraaldehid merupakan cairan yang bersifat hipnotik.
Overdosis dari senyawa paraldehid ditandai dengan adanya penekanan pada system syaraf
pusat. Paraldehid yang terkena udara dan cahaya akan terurai menjadi acetaldehida.
Acetaldehida ketika terpapar maka akan terjadi pusing,kulit yang kemerahan, batuk dan
oedema paru-paru.
![Page 5: Modul 10](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022013105/5488a518b479598d478b483a/html5/thumbnails/5.jpg)
Jika kita mengalami keracunan oleh suatu senyawa hal yang pertama kita lakukan dalah
senyawa apa yang menyebabkan terjadinya keracunan pada kita dengan membaca label pada
kemasan senyawa kimia yang diduga menyebabkan keracunan pada diri kita.
2. DOSIS DAN KONSENTRASI
Salah satu satu factor yang mempegaruhi potensi toksisitas suatu senyawa racun adalah dosis.
Semakin tinggi dosis suatu senyawa racun yang terpapar dalam tubuh kita maka akan
semakin besar kerusakan organ yang akan ditimbulkannya. Dosis biasanya dihitung berdasar
berat badan pasien dan umur pasien, sedikit saja suatu obatdiberikan alam dosis yang
berelbihan maka dapat manimbulkan keracunan. Seorang anak yang mengkonsumsi aspirin
325 mg, sedangkan dosis asprin pada anak hanya 81 mg maka anak tersebut akan mengalami
keracunan aspirin.
3. RUTE DAN PEMBERIAN
Terjadinya keracunan pada seseorang sangat dipengaruhi sekali oleh absorpsi racun dalam
tubuh yang akan sangat menentukan onset, intensitas, dan durasi kerja racun dalam tubuh
kita. Jalur pemberian kan bisa dijakan bahan perkiraan derajat keparahan dan kemungkinan
organ yang kan dipengaruhi oleh senyawa kimia tadi. Suatu senyawa yang diberikan secara
intravena akan dapat menghasilkan onset dan durasi toksisitas yang sangat besar sekali ketika
terpapar pada manusia. Rute pemberian akan sangat mempengaruhi efek racun dalam tubuh
kita. Berikut adalah kekuatan rute pemberian yang mempengaruhi absorpsi racun dalam
tubuh kita. Intravena>inhalasi>intarperitonial>
subcutan>intramuscular>intradermal>oral>topikal
Oral
80% toksisitas akut dihasilkan oleh pemaparan secara oral. Potensi suatu senyawa yang
masuk adalam saluran pencernaan tergantung pada kelarutan dalam lemakdan berapa banyak
senyawa yang tidak mengalami ionisasi. Absorpsi di lambung sangat terbatas sedangkan
absorsi pada usus berlangsung secara intensif karena usus memiliki luas permuakaan yang
jauh lebih luas.
Inhalasi
Paru-paru merupakan target organ yang sangat luas sekali dapat terpapar racun, mulai dari
polusi udara, fibers, debu. Efek toksik dapat terjadi jika terjadi absorpis pada paru-paru dari
senyawa yang mudah menguap dan aerosol. Inhalasi sangat mudah sekali menimbulkan
keracunan pada manusia karena inhalasi masuk kedalam paru-paru yang kaya akan suplay
darah keseluruh tubuh. Racun diserap oleh paru-paru melalui dua kategori yaitu terhirup dan
aerosol. Gas yang mudah terhirup dapat berupa gas karbonmonoksida, hydrogen sulfat,
![Page 6: Modul 10](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022013105/5488a518b479598d478b483a/html5/thumbnails/6.jpg)
sulfur oksida dan nitrogen oksida. Yang termasuk dalam senyawa farfum yang mudah
menguap termasuk kloroform, benzene, dan karbon tetraklorida. Senyawa yang masuk
melalui paru-paru akan masuk dalam pembuluh darah di alveoli dan disebarkan keseluruh
tubuh. Hidrogen sulfide yang merupakan gas yang sangat mudah larut dalam darah bila
terhirup dapat menimbulkan kematian.
Dermal
Absorpsi perkutan termasuk proses masuknya senyawa melintasi lapisan kulit sampai masuk
kedalam sirkulasi sistemik. Masuknya racun melalui kelenjar keringat, folikel rambut bisa saj
terjadi namun sangat kecl kemungkinan terjadinya. Kulit merupakn organ yang sangat
memungkinkan terjadinya pemaparan dari semua jenis racun yang ada. Masuknya senyawa
racun dalam tubuh kita memalui kulit sangat dipengaruhi oleh learutan senyawa tersebut
dalam lemak dan konsentrasi gradient.
Keadaan luka pada kulit atau pu keadaan korosif pada kulit dapat menyebabkan kulit
menjadi mudah ditembus oleh racun. Keratin dan epidermis tidak mampu menhalangi
masuknya racun pada penderita gangguan korosif kulit sehingga racun dapat masuk ke
lapisan yang paling dalam dan masuk kesistem sirkulasi darah.
4. METABOLISME SENYAWA TOKSIK
Metabolisme senyawa toksik biasanya merupakan jalur primer dalam detoksifikasi racun.
Senyawa yang metabolitnya membentuk senyawa yang polar akan dieksresika melalui ginjal.
Suatu senyawa yang dimetabolisme biasanya sebanding dengan senyawa aktifnya atau
bahkan lebih aktif. Senyawa methanol merupakan senyawa yang akan termetabolisme
menjadi aldehid dan menjadi asam format yangsangat toksik terhadap tubuh manusia.
5. STATUS KESEHATAN
Gambaran yang paling umum dalam penanganan keracunan adlah dengan melihat
bagaimana kesehatan seorang individu akan sangat mempengaruhi kerja racun dalam tubuh
kita. Penyakit ginjal dan gangguan penyakit hati dapat memberika pengaruh yang sangat
signifikan terhadap farmakokinetik dan pemaparan dari suatu senyawa tosikan. Sebagai
contoh adalah keadaan asidosis dapat menyebabka terjadinya penurunan aktifitas horon
insulin. Opioid dan depresan system respirasi dapat memperburuk keadaan seseorang yang
menderita luka pada kepala.
6. UMUR
Umur pasien harus dijadikan pertimbangan dalam terjadinya keracunan. Status pedriatik
merupakan status yang paling banyak mengalami keracunan, kloramfenikol dalam dosis yang
tinggi dapat menimbulkan gray syndrome jika diberikan pada bayi yang baru lahir, hal ini
![Page 7: Modul 10](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022013105/5488a518b479598d478b483a/html5/thumbnails/7.jpg)
karenakloramfenikol tidak terkonyugasi dengan enzim 6 glukoronil transferase. Geriatrik
juga dapat mengalami keracunan kloramfenikol berupa anemia aplastik, dimana
kloramfenikol menekan sumsum tulang belakang.
7. NUTRISI
Faktor Nutrisi seperti makanan dan minuman yang masuk dalam perut (asam atau basa,
panas atau dingin, tinggi atau rendah lemak, volumenya banyak atau sedikit, dan viskositas).
Jenis makanan dapat meningkatkan atau menurunkan absorsi suatu obat. Sebagai contoh
makanan yang kaya akan kalsium akan berikatan dengan tetrasiklin sehingga absorpsi
tetrasiklin menurun. Makanan yang kaya akan lemak akan meningkatkan absorpsi
griseovulfin.
8. GENETIK
Farmakogenomik (toksikogenetik) masuk dalam kategori toksikologi. Idiosinrasi merupakan
factor genetic yang berpengaruh dalam tosisitas suatu senyawa. Contoh yang sangat jelas
dalam melihat farmakogenetik erat kaitannya dengan toksisitas suatu senyawa adalah pada
suksinilkolin. Suksinilkolin merupakan relaksan otot yang diberikan secara infuse ketika
sudah di beri anestesi. Aktivitas skeletal dan pernafasan tertekan. Suksisnilkolin akan
berubah menjadi suksinilmonokolin yang bila terdeposit dalam tubuh kita makanakan
menyebabkan kelumpuhan dari system pernafasan.
9. KELAMIN
Toksikologi dimulai dari mengerti mengenai respon obat pada perempuan dan laki-laki.
Meskipun terjadi perbedaan yang sangat signifikat antara farmakokinetik pada hewan jantan
dan betina, namuntidak ada pernyataan yang tetap mengenai perbedaan efek obat pada jenis
kelamin laki-laki dan perempuan. Contoh eritromisin akan diabsorsi lebih sedikit pada wanita
dan fenitoin juga diabsorpsi lebih sedkit pada wanita.
10. FAKTOR LINGKUNGAN
1. Temperatur
Respon biologi suatu senyawa toksik akan menurun jika pada temperature yang
rendah, tetapi durasi kontak dengan suhunya harus berlangsung secara lama. Senyawa
atropine dapat menghambat keringat dan mencegah suhu tubuh menjadi dingin. Obat
antikolinergik akan memberikan toksisitas yang besar jika diberikan pada suhu yang
panasdibandingkan pada suhu yang dingin.
2. Pekerjaan
Orang yang bekerja diindustri yang memproduksi senyawa organic seperti pabrik
pestisida hidrokarbon atau senyawa volatile dapat mengalami peningkatan resiko
![Page 8: Modul 10](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022013105/5488a518b479598d478b483a/html5/thumbnails/8.jpg)
karacunan oleh subtansi kimia. Hal ini terjadi karena lingkungan kerjanya
menginduksi enzim mikrosomal hati
3. Kondisi lingkungan
Faktor terakhir yang mempengaruhi toksisitas adalah lingkunagan tempat individu
hidup. Pengujian toksisitas amfetamin yang dapat menimbulkan penggumpalan
dalam tubuh kita. Jika penentuan LD50 dilakukan terhadap mencit dalam suatu
tempat, semakin banyak populasi uji maka semakin menurun nilai LD50 sehingga
lingkungan sangat berpengaruh dalam terjadinya toksisitas.
PRINSIP DASAR PENANGANAN KERACUNAN
Evaluasi Klinik Pada Pasien Keracunan
Pasien yang mengalami keracunan harus dievaluasi secara hati-hati untuk mengetahui cara
penanganan yang paling tepat terhadap keracunan tersebut. Langkah penanganan pertama
adalah suportif terapi seperti pasien diberikan oksigen yang memadai, memperbaiki system
ventilasi udara, memamtau tekanan darahnya dan jika terjadi penurunan tekanan darah bisa
digunakan vasopressor. Jika pasien mengalami keracunan yang parah, setelah memperbaiki
sistem kardiorespiratori, tahap selanjutnya adalah dengan mengobservasi mengenai racun
yang menyerang pasien.
Latar Belakang Keracunan
Untuk latar belakang keracunan akut harus segera teridentifikasi jenis racun yang menyerang
pasien tadi, Jumlah, waktu pemaparan atau waktu kontak dengan racun, pemberian langkah
pertama penangan yang diberikan , dan porfil fisiologi dari pasien akan sangat sukar sekali
untuk diidentifikasi karena racun sangat korosive sekali. Gejala simptomatis dapat dijadikan
rujukan bahwa pasien mengalami keracunan apa. Seseorang harus melakukan tindakan yang
cepat untuk menyelamatkan pasient.
Penanganan Klinis
Suatu racun menghasilkan cirri klinik yang dapat dijadikan dugaan yang kuat yang mengenai
perkembangan obat atau senyawa dalam tubuh kita. Sebagai contoh adalah penghambatan
asetilkolinesterase oleh organofosfat atau organoklorin dari pestisisda dapat menimbulkan
efek kolinergik seperti meiosis, salivasi, dan aktivitas system pencernaan yang sangat besar
sekali sehingga menimbulkan efek diare. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah
dengan pemantauan pada system organ vital dari pasien. Seperti tekanan darah, detak
jantung, respirasi dan temperature tubuh. Penanganan terhadap system saraf merupakan
langkah berikutnya yang harus diberikan guna penanganan terjadinya keracuna.
![Page 9: Modul 10](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022013105/5488a518b479598d478b483a/html5/thumbnails/9.jpg)
METODE PENANGANAN KERACUNAN PADA SISTEM PENCERNAAN
Dilusi
Langkah pertama yang dapat kita lakukan dalam penanganan pertama yang
direkomendasikan ketika sseorang teringesti racun adalah dengan cara dilusi dengan air.
Dilusi adalah pengenceran dengan menggunakan air. Jumalah yang direkomendaskan untuk
anak-anak adalah 1-2 gelas penuh, sedangkan untuk dewasa adalah 2-3 gelas penuh. Racun
yang kuat tidak bisa dita lakukan dilusi karena racun ini sangat kororsif terhadap mukosa
saluran pencernaan. Dilusi dengan menggunakan air memiliki 2 fungsi yaitu membenatu
mengrangi iritasi pada mukosa, meningkatkan volume makanan di dalam lambung yang
dapat merangsang terjadinya muntah.
Emesis
Beberapa tahu terakhir ini emesis merupakan metode yang banyak digunakan dalam
penanganan keracunan. Zat kimia yang menginduksi muntah merupakan pilihan pertama
yang paling banyak dipilih dan diterima. Juka racun bersifat kororsif maka emesis harus
dihindari karena dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada mukosa lambung dan
esophagus. Zat-zat yang banyak digunakan untuk emesis adalah:
1. Sirup Ipekak
Ipekak merupakan derivate dari Cephaelis Ipecacuanha alkaloid terpenting yang
dikandungnya adalah emetin dan chaepalin. Ipekak merupakan seyawa yang dapat
menimbulkanmuntah. Muntah terjadi pada 30 menit setelah pemberian ipekak. Hal
ini terjadi karena ipekak menstimulasi khemoreseptor trigger zone yang merupakan
pusat terjadinya muntah, yang berpengaruh pada pergerakan motorik dan somatic yan
akhirnya akan merangsang muntah. Efektifitas ipekek sebagai emetic masih sangat
terbatas karena beberapa orang tidak mengalami muntah ketika diberikan ipekak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemeberian ipekak 30 ml lebih efektif
menimbulkan muntah jika dibandingkan dengan pemberian ipekak dengan dosis 15
ml pada anak-anak.
2. Apomorpin
Apomorfin merupakan derifat dari morfin yang dapat menimbulkan emesis setelah
diberikan 3-5 menit. Apomorfin juga sama menstimulasi khemrepetor rigger zone
yang merupakan pusat muntah. Onset muntah yang ditimbulkan apomorfin sangat
cepat sekali, tapi perbaikan isi dari lambung sangat lambat sekali sehingga tidak
direkomendasikan untuk penggunaan yang lama.
3. Larutan sabun
![Page 10: Modul 10](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022013105/5488a518b479598d478b483a/html5/thumbnails/10.jpg)
Jika sirup ipekak tidak mampu menimbulkan muntah maka alternative yang dapat
dipilih adalah dengan pemberian larutan detergen, sebanyak 2-3 sendok ditergen
diberikan dengan dilarutkan dalam 5 liter air. Larutan detergen menimbulkan iritasi
pada mukosa labung sehingga menimbulkan mual dan muntah.
4. Rangsangan mekanik
Rangasangan mekanik yang dapat dilakukan jika kita ingin merangsang muntah
berupa memasukan jari kita ke kerongkongan atau menda keras lainnya, cara
rangsangan ini harus dilakukan secara hati-hati karena dapat menimbulkan efek yang
berbahaya bagi pasien, karena alat yang digunakan biasanya keras.