MK Abortus inkmplt.docx
Click here to load reader
description
Transcript of MK Abortus inkmplt.docx
MANAJEMEN KASUS GYNEKOLOGI
ABORTUS INKOMPLIT
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan
Stase Obstetri dan Ginekologi RSUP dr. Soedono Madiun
Oleh :
Dinda Rizki Hutari (08 711 135)
Pembimbing
dr. H. Suwardi, Sp.OG
KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP dr. SOEDONO MADIUN
2013
MANAJEMEN KASUS GYNEKOLOGI
ABORTUS INKOMPLIT
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan
Stase Obstetri dan Ginekologi RSUP dr. Soedono Madiun
Oleh :
Dinda Rizki Hutari (08 711 135)
Telah di presentasikan pada : .../.../2013
Dokter Pembimbing DM Obsgyn RSUP dr.Soedono
dr. H. Suwardi, Sp.OG Dinda Rizki Hutari
RUMAH SAKIT PROVINSI Dr. SOEDONO MADIUN
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
Jl. Dr. Soetomo 59, Madiun, Jawa Timur
LAPORAN KASUS GYNEKOLOGI
A. IDENTITAS
1) Nama : Ny. Darmini.
2) Usia : 33 th.
3) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
4) Nama suami : Tn. S
5) Usia : 34 th
6) Pekerjaan Suami : Swasta
7) Agama : Islam
8) Alamat : Sidorejo, RT 35/ 5, Wungu, Madiun
9) Periksa ke RS : Tgl 19/8/13, Pukul 12.45 WIB
B. RUJUKAN
1) Asal : DTS
2) Alasan : Keluar darah dari jalan lahir disertai gumpalan
C. MASUK DAN KELUAR RUMAH SAKIT
1) Masuk : 19/8/13
2) Keluar : 21/8/13
D. ANAMNESIS
1) Keluhan Utama : Perdarahan disertai gumpalan dari jalan lahir
2) Riwayat Keluhan Sekarang : Pasien kiriman dari poli dengan abortus
inkomplete. Pasien mengeluh perdarahan dari jalan lahir disertai gumpalan
pada pagi hari tadi. Darah warna merah kecoklatan (+), jumlah perdarahan
sedang sudah ganti pembalut 2x, lemas (+). Pasien mengaku hamil sekitar 2
bulan dan belum pernah kontrol kehamilan.
3) Riwayat Haid : Menarchea usia 13th, siklus 30 hari, teratur. Lama haid 7 hari,
jumlah sedang, encer, nyeri (kadang2)
4) Riwayat HPHT : 18-5-13. TP : 25-2-14 ( UK 13/14 minggu )
5) Riwayat Perkawinan : Menikah 2x di usia 21 th, lama pernikahan pertama 4
tahun, pernikahan kedua 5 tahun.
6) Riwayat ANC : Belum pernah sama sekali
7) Riwayat Persalinan :
I 9 Bulan Spt B 3300 BPS 13 th L H
II 9 Bulan Spt B 3000 BPS 4,5 th P H
III Hamil ini
8) Riwayat Penyakit Dahulu : DM (-), Hipertensi (-)
9) Riwayat KB : Suntik 3 bulan, selama 4 tahun
10) Riwayat Kebiasaan Selama Kehamilan : Konsumsi obat2 tertentu selama
hamil (-), kontak dengan hewan peliharaan ( ex : kucing ) (-), rutin kontrol
ANC (-), riwayat trauma/coitus sebelum perdarahan (-), minum obat atau
jamu-jamuan sebelum perdarahan (-)
11) Pemeriksaan Status Fisik Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 4 5 6
Tinggi Badan : 154 cm Berat Badan : 75 kg
Vital Sign : TD : 110/80 mmHg N : 90x/ menit
o RR : 18x, Suhu :36,5
Kepala / Leher : Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Dispneu (-)
Kardiovaskuler : S1 S2 Tunggal regular, Bising (-).
Respirasi : Rh (-/-), Wh (-/-)
Muskuloskletal : Edema (-/-)
12) Pemeriksaan Status Obstetri
TFU : 1/3 di atas simfisis-pusat
DJJ : (-)
HIS : (-)
VT :
V/V : fluxus (+) fluor (-)
Portio : Terbuka 1 jari, teraba jaringan (+), licin
CU ~ RF , membesar sesuai usia kehamilan 13-14 minggu
AP- dextra&sinistra : massa (-), nyeri (-)
Cavum Douglas : dbn
13) Diagnosis : Abortus Inkomplit
14) Planning :
Pro Kuretase
Tgl 19/ 8/13 pukul 17.15 WIB
Setelah dilakukan kuretase
Sonde : 11 cm
CU : RF
Jaringan : (+)
PA : (+)
Povidone : (+)
Hb Post Kuret: 6,4 g/dL
Tgl 19/ 8/13 pukul 19.15 WIB
S : Keluhan (-)
O :
Pemeriksaan Status Fisik Umum (STU) :
KU : baik
AICD : (-)
VS : TD 120/80, N 88, RR 18x
C/P : dbn
Pemeriksaan Status Fisik Gyn :
V/V : flux (+-), fluor (-), darah (-)
A : Post Kuretase ai Abortus Inkomplit + Anemia (Hb 6,4 g/ dL)
P :
Pro transfusi PRC s/d Hb > 10 g/dL
Metergin tab 3x1 gr iv
Asam mefenamat 3x 500 mg
Amoxicilin tab 3x 500 mg
Mx kel/ ku/ vs/ fx
Tgl 20/ 8/13 pukul 08.20 WIB
S : Keluhan (-)
O :
Pemeriksaan Status Fisik Umum (STU) :
KU : baik
K/L : A/I/D/C = -/-/-/-
VS : TD 120/80, N 81, RR 18, T 36,5.
Pemeriksaan Fisik Obstetri (STO) :
v/v : flux (-), darah (-)
A : Post Kuretase ai Abortus Inkomplit hari 1 + Anemia dalam koreksi
P :
Pro pindah ruangan
Pro transfusi s/d Hb > 10 g/dL
Metergin tab 3x10
SF 2x1
Asam Mefenamat 3x 500 mg
Pro cek Hb post koreksi
Mx kel/ fluxus/ kontraksi
Tgl 21/ 8/13 pukul 07.00 WIB
S : Perdarahan (-), keluhan (-)
O :
Pemeriksaan Status Fisik Umum (STU) :
KU : baik
K/L : A/I/D/C = -/-/-/-
VS : TD 110/80, N 80, RR 19,
Pemeriksaan Fisik Obstetri (STO) :
v/v : flux (-), darah (-), gumpalan daging (-)
Portio : terbuka
AP D/S : massa (-), nyeri (-)
CD : TAK
CU : baik
Inspekulo : jaringan sisa (-).
A : Post Kuretase ai Abortus Inkomplit hari 2+ Anemia dalam koreksi
P :
Cek DL
Bila Hb > 8 g/dL pro KRS
TINJAUAN PUSTAKA
ABORTUS INKOMPLIT
I. Pengertian Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat badan janin < 500
gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu. Insiden 15% dari semua kehamilan yang
diketahui (Naylor, 2005).
II. Etiologi Abortus
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya disebabkan oleh
faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 – 12 minggu), abortus yang terjadi
disebabkan oleh faktor maternal (Sayidun, 2001).
a. Faktor ovofetal :
Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa pada 70% kasus,
ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin.
Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan
chromosomal. Pada 20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan
implantasi dengan adekuat.
b. Faktor maternal :
Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik maternal (systemic
lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu lainnya. 8% peristiwa abortus
berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan uterus kongenital, mioma uteri submukosa,
inkompetensia servik).
Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis memiliki peranan pula dengan kejadian abortus
meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan.Penyebab abortus
inkompletus bervariasi, Penyebab terbanyak di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Faktor genetik
Sebagian besar abortus spontan, termasuk abortus inkompletus disebabkan oleh
kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama
merupakan kelainan sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik
pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Insiden trisomi meningkat dengan
bertambahnya usia. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35
tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia
35 tahun. Selain itu abortus berulang biasa disebabkan oleh penyatuan dari 2
kromosom yang abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua,
faktor tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
bila didapatkan kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya
juga berisiko abortus.
2. Kelainan kongenital uterus
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik. Insiden
kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan dengan riwayat
abortus, dimana ditemukan anomaly uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak
abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40 - 80%), kemudian
uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10 - 30%). Mioma uteri juga bisa
menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya 10 - 30% pada
perempuan usia reproduksi. Selain itu Sindroma Asherman bias menyebabkan
gangguan tempat implantasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium.
Risiko abortus antara 25 – 80%, bergantung pada berat ringannya gangguan.
3. Penyebab Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917,
ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang
pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Berbagai teori diajukan untuk
mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus, diantaraya sebagai
berikut :
a. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang
berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
b. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat
sehingga janin sulit bertahan hidup.
c. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bias berlanjut
kematian janin.
d. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah
yang bisa mengganggu proses implantasi.
4. Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan efek plesentasi dan adanya
mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum
terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-
kawan menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering
terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4 – 6
minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8 – 11 minggu.
Hiperhomosisteinemi, bisa congenital ataupun akuisita juga berhubungan dengan
thrombosis dan penyakit vascular dini. Kondisi ini berhubungan dengan 21% abortus
berulang.
5. Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1 – 10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau
radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan
gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik,
antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga
menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan
oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada
sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat
terjadinya abortus.
6. Faktor Hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik sistem
pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap sistem
hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi
terutama kadar progesterone.
Perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama , risiko
abortus meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan kontrol glukosa
tidak adekuat punya peluang 2 – 3 kali lipat mengalami abortus.
Pada tahun 1929, allen dan Corner mempublikasikan tentang proses fisiologi korpus luteum,
dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko
abortus. Sedangkan pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih dari
atau sama dengan 3 kali, didapatkan 17% kejadian defek fase luteal. Dan, 50% perempuan
dengan histologi defek fase luteal punya gambaran progesterone yang normal (Prawirohadjo,
2009). Selain penyebab-penyebab diatas kategori penyebab abortus inkompletus antara lain :
1. Kelainan dari ovum : Menurut Hertig dkk pertumbuhan abnormal dari fetus sering
menyebabkan abortus spontan, termasuk abortus inkompletus.Menurut penyelidikan
mereka dari 1000 abortus inkompletus:
- 48,9% disebabkan karena ovum yang patologis.
- 3,2% disebabkan kelainan letak embrio.
- 9,6% disebabkan karena plasenta yang abnormal.
Abortus inkompletus yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang
kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan
waktu terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum (50 – 80
%).
2. Kelainan genitalia ibu
a. Kongenital anomaly (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lain-lain).
b. Kelainan letak dari uterus seperti retrofelsi uteri fiksata.
c. Tidak sempurnanya persiapan uterus untuk menanti nidasi daripada ovum yang sudah
dibuahi seperti kurangnya progesterone/oestrogen, endometritis, mioma submukus.
d. Uterus terlalu cepat renggang (kehamilan ganda, mola).
e. Distorsio dari uterus : oleh karena didorong oleh tumor pelvis.
3. Gangguan sirkulasi plasenta , Kita jumpai pada penyakit nefritis, hipertensi, toksemia-
gravidarum, anomaly plasenta dan endartritis oleh lues.
4. Penyakit-penyakit ibu, Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi :
pneumonia, tifoid, pielitis, rubeola, demam malta dan sebagainya. Berdasarkan faktor
ibu yang paling sering menyebabkan abortus adalah infeksi. Sesuai dengan keluhan
yang biasa ibu alami kemungkinan penyebab terjadinya abortus adalah infeksi pada
alat genital. Tapi bisa saja juga dipengaruhi oleh faktor- faktor yang lain. Infeksi
vagina pada kehamilan sangat berhubungan dengan terjadinya abortus atau partus
sebelum waktunya Macam-macam infeksi pada vagina, yaitu:
a. Infeksi vagina akibat bakteri disebabkan karena tidak seimbangnya ekosistem
bakteri pada vagina. Biasanya ditandai dengan adanya keputihan yang encer
dan berbau busuk/ amis.
b. Infeksi vagina akibat trikomonas disebabkan oleh parasit yang berflagela yaitu
trikhomonas. Keputihan yang ditimbulkan sangat banyak, purulen, berbau
busuk dan disertai rasa gatal.
c. Infeksi vulva dan vagina akibat jamur penyebabnya candida albicans yang
merupakan 90 % infeksi jamur di vagina. Faktor predisposisinya adalah
penggunaan antibiotik pada kehamilan dan diabetes melitus . Keputihan yang
terjadi sangat khas seperti bubuk keju dan sangat gatal. Bila perjalanan
penyakitnya kronik dapat menyebabkan rasa nyeri dan panas.
d. Infeksi akibat proses peradangan pada vagina penyebab pasti belum diketahui.
Gejala yang ditimbulkan keputihan yang banyak, purulen dan menimbulkan
gejala iritasi/ panas pada vulva dan vagina disertai nyeri panggul (Ayurai,
2009).
5. Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alcohol, dan lain-lain.
a. Ibu yang asfiksia seperti pada dekom.kordis, penyakit paru berat, anemi gravis.
b. Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid, avit A/C/E,diabetes
mellitus.
III. Mekanisme Abortus
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian
embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang
terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan
mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat
yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan
secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau
di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan
pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun
plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis
servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan
perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya
sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-
kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi
uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu
banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai
dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam (Prawirohardjo, 2002).
IV. Tahapan Abortus
Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut :
1. Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai
perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan.
2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum
uteri dan dalam proses pengeluaran.
3. Abortus Inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan
masih ada yang tertinggal.
4. Abortus Kompletus adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
5. Missed Abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal
dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan.
6. Abortus Habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut- turut.
7. Abortus Infeksious ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
8.Abortus Terapeutik adalah abortus dengan induksi medis (Prawirohardjo, 2009)
V. Abortus Imkompletus (Keguguran Bersisa)
Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian, tetapi tidak seluruh hasil konsepsi, sebelum
umur kehamilan lengkap 20 minggu dan sebelum berat janin 500 gram Abortus inkompletus
adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.
Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram (Prawirorahardjo, 2009). Adapun gejala-gejala dari abortus
inkompletus adalah sebagai berikut:
1. Amenorea
2. Perdarahan yang bias sedikit dan bias banyak, perdarahan biasanya berupa darah beku
3. Sakit perut dan mulas – mulas dan sudah ada keluar fetus atau jaringan
4. Pada pemeriksaan dalam jika abortus baru terjadi didapati serviks terbuka, kadang –
kadang dapat diraba sisa – sisa jaringan dalam kantung servikalis atau kavum uteri
dan uterus lebih kecil dari seharusnya kehamilan
Diagnosis Abortus Inkompletus
1. Anamnesis
a. Adanya amenore pada masa reproduksi
b. Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi
c. Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis
2. Pemeriksaan Fisik
a. Abdomen biasanya lembek dan tidak nyeri tekan
b. Pada pemeriksaan pelvis, sisa hasil konsepsi ditemukan di dalam uterus,
dapat juga menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.
c. Serviks terlihat dilatasi dan tidak menonjol.
d. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan uterus membesar dan lunak.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit,
waktu bekuan, waktu perdarahan, dan trombosit.
b. Pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil
konsepsi
VI. Komplikasi Abortus Inkompletus
Komplikasi yang dapat ditimbulkan abortus inkompletus adalah sebagai berikut:
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus
segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan
alat-alat lain.
3. SyokSyok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.
4. Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora
normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram negatif
enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur,
Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili, streptococci, staphylococci,
Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur
(Prawirohardjo, 1999).
VII. Tindakan Operatif Penanganan Abortus Inkompletus
Tindakan Operatif Penanganan Abortus Inkompletus terdiri dari:
- PengeIuaran Secara digital, Hal ini sering kita laksanakan pada keguguran bersisa.
Pembersihan secara digital hanya dapat dilakukan bila telah ada pembentukan serviks uteri
yang dapat dilalui oleh satu janin longgar dan dalam kavum uteri cukup luas, karena
manipulasi ini akan menimbulkan rasa nyeri.
- Kuretase adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok kerokan).
Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk
menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus.
- Vacum kuretase adalah cara mengeluarkan hasil konsepsi dengan alat vakum (Setyasworo,
2010).
VIII. Penanganan
Jika perdarahan (pervaginam) sudah sampai menimbulkan gejala klinis syok, tindakan
pertama ditujukan untuk perbaikan keadaan umum. Tindakan selanjutnya adalah untuk
menghentikan sumber perdarahan.
Tahap Pertama :
Tujuan dari penanganan tahap pertama adalah, agar penderita tidak jatuh ke tingkat
syok yang lebih berat, dan keadaan umumnya ditingkatkan menuju keadaan yang lebih balk.
Dengan keadaan umum yang lebih baik (stabil), tindakan tahap ke dua umumnya akan
berjalan dengan baik pula.Pada penanganan tahap pertama dilakukan berbagai kegiatan,
berupa :
a. Memantau tanda-tanda vital (mengukur tekanan darah, frekuensi denyut nadi,
frekuensi pernafasan, dan suhu badan).
b. Pengawasan pernafasan (Jika ada tanda-tanda gangguan pernafasan seperti adanya
takipnu, sianosis, saluran nafas harus bebas dari hambatan. Dan diberi oksigen
melalui kateter nasal).
c. Selama beberapa menit pertama, penderita dibaringkan dengan posisi Trendelenburg.
d. Pemberian infus cairan (darah) intravena (campuran Dekstrose 5% dengan NaCl
0,9%, Ringer laktat).
e. Pengawasan jantung (Fungsi jantung dapat dipantau dengan elektrokardiografi dan
dengan pengukuran tekanan vena sentral).
f. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, jenis Rhesus,
Tes kesesuaian darah penderita dengan darah donor, pemeriksaan pH darah, pO2,
pCO2 darah arterial. Jika dari pemeriksaan ini dijumpai tanda-tanda anemia sedang
sampai berat, infus cairan diganti dengan transfusi darah atau infus cairan bersamaan
dengan transfusi darah. Darah yang diberikan dapat berupa eritrosit, jika sudah timbul
gangguan pembekuan darah, sebaiknya diberi darah segar. Jika sudah timbul tanda-
tanda asidosis harus segera dikoreksi.
Tahap kedua :
Setelah keadaan umum penderita stabil, penanganan tahap ke dua dilakukan.
Penanganan tahap ke dua meliputi menegakkan diagnosis dan tindakan menghentikan
perdarahan yang mengancam jiwa ibu. Tindakan menghentikan perdarahan ini dilakukan
berdasarkan etiologinya.
Pada keadaan abortus inkompletus, apabila bagian hasil konsepsi telah keluar atau
perdarahan menjadi berlebih, maka evakuasi hasil konsepsi segera diindikasikan untuk
meminimalkan perdarahan dan risiko infeksi pelvis. Sebaiknya evakuasi dilakukan dengan
aspirasi vakum, karena tidak memerlukan anestesi
VIII. Tindakan pengobatan abortus inkompletus
Setiap fasilitas kesehatan seharusnya menyediakan dan mampu melakukan tindakan
pengobatan abortus inkompletus sesuai dengan kemampuannya. Biasanya tindakan
evakuasi/kuretase hanya tersedia di Rumah Sakit Kabupaten. Hal ini merupakan kendala
yang dapat berakibat fatal, bila Rumah Sakit tersebut sulit dicapai dengan kendaraan umum.
Sehingga peningkatan kemampuan melakukan tindakan pengobatan abortus inkompletus di
setiap tingkat jaringan pelayanan sesuai dengan kemampuannya akan mengurangi risiko
kematian dan kesakitan. Tindakan pengobatan abortus inkompletus meliputi :
a. Membuat diagnosis abortus inkompletus
b. Melakukan konseling tentang keadaan abortus inkompletus dan rencana pengobatan.
c. Menilai keadaan pasien termasuk perlu atau tidak dirujuk.
d. Mengobati keadaan darurat serta komplikasi sebelum dan setelah tindakan.
e. Melakukan evakuasi sisa jaringan dari rongga rahim (Saifudin, 2002).
IX. Faktor Yang Mempengaruhi Abortus Inkompletus
1. Umur
Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia ibu. Insiden
abortus dengan trisomi meningkat dengan bertambahnya usia ibu. Risiko ibu terkena
aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun karena angka kejadian kelainan
kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun (Prawirohardjo, 2009).
2. Usia Kehamilan
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang penyebabnya.
Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan
sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama
berupa trisomi autosom (Prawirohardjo, 2009).
3. Paritas
Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu (SPMPOGI, 2006).
4. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit ibu seperti pneumonia, typhus abdominalis, pielonefritis, malaria
dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu pula dengan penyakit- penyakit
infeksi lain juga memperbesar peluang terjadinya abortus
5. Riwayat Abortus
Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya abortus
berulang. Kejadiannya sekitar 3 – 5 %. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa
setelah 1 kali abortus pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi,
sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi
meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30 – 45%
(Prawirohardjo, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Ayurai. 2009. http://KTI Asuhan Kebidanan. Bidanku Sahabatku Asuhan Kebidanan
Pada Ny ”D” P 10021 Dengan Abortus Incomplete di BPS Surabaya.
Cunningham dkk, 2000. Abortus, Suyono,J., dan Hartono, A.,(alih bahasa), Obstetri
Williams, EGC, Jakarta (edisi 20).
Depkes RI, 2009. http://bascommetro.blogspot.com.html. Aki dan Akb tahun 2007.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.Murti, B. 1996. Penerapan Metode Statistik Non-
Parametrik Dalam Ilmu-Ilmu
Prawiroharjo, S, dkk. 1992. Ilmu Kebidanan. Edisi Pertama. Yayasan Bina Pustaka, 1976. 66
Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 80. Jakarta.
Prawirohardjo, S. 2002. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.
Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.
Saifuddin, A, B, dkk. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Sayidun, R, 2001. http://medic.webs88.com. Berita Kedokteran Indikasi tindakan abortus
di Indonesia.
Standar Pelayanan Medik Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia.
http://spmpogi..co.id.Pdf, 2006.
Yulia, A. 2009. http://spesialis-torch.com.pdf. Penyebab Keguguran Kandungan.