Case Abortus

33
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini yang berjudul “Abortus”. Laporan kasus ini kami susun untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi RSUD Karawang. Kami mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Saleh, Sp.OG yang telah membimbing dan membantu kami dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun laporan kasus ini. Kami menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format laporan kasus ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran kami terima dengan tangan terbuka. Akhir kata kami berharap laporan kasus ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta semua pihak yang ingin mengetahui sedikit banyak tentang “Abortus”. Karawang, September 2012 1

description

tugas obgyn

Transcript of Case Abortus

Page 1: Case Abortus

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya,

kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini yang berjudul “Abortus”. Laporan

kasus ini kami susun untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi

RSUD Karawang.

Kami mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Saleh, Sp.OG

yang telah membimbing dan membantu kami dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam

menyusun laporan kasus ini.

Kami menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format laporan kasus

ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran kami terima dengan tangan terbuka.

Akhir kata kami berharap laporan kasus ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta semua

pihak yang ingin mengetahui sedikit banyak tentang “Abortus”.

Karawang, September 2012

Penulis

1

Page 2: Case Abortus

BAB I

PENDAHULUAN

Berjuta-juta wanita setiap tahunnya mengalami kehamilan yang tidak

diinginkan.Beberapa kehamilan berakhir dengan kelahiran tetapi beberapa diantaranya diakhiri

dengan abortus.Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh

perdarahan pervaginam setelah mengalami keterlambatan haid, sering terdapat rasa

mules.Sehingga untuk mendiagnosa suatu keadaan abortus, kita perlu mengetahui etiologi,

patofisisologi, dan gejala klinis yang dapat menjadi dasar pertimbangan dan tatalaksana apakah

kehamilan dapat terus dipertahankan serta untuk mengetahui prognosisnya. Selain mendiagnosis

abortus , perlu dipikirkan kemungkinan diagnosis lain, seperti kehamilan ektopik yang

terganggu, mola hidatidosa dan kehamilan dengan kelainan pada serviks.1

Setiap tahun diperkirakan 210 juta perempuan di dunia ini mengalami kehamilan tetapi

hanya 130 juta diantaranya kemudian akan berakhir dengan kelahiran lahir hidup. Sekitar 80 juta

diantara kehamilan tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga sekitar mengalami

abortus dan celakanya diperkirakan 46 juta diantaranya merupakan kehamilan yang tidak

direncanakan sehingga akhirnya digugurkan atas indikasi non medis. Kasus safe abortus

dilaksanakan pada 27 juta kasus, sedangkan sisanya (19 juta) dilaksanakan secara tidak aman. Di

Indonesia, 11 persen dari kematian maternal akibat aborsi yang tidak aman. 1

Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama masa gestasi dan 50% diantaranya

akibat adanya kelainan anomali. Setelah trisemester pertama baik insiden abortus karena

anomali menurun.1

Risiko abortus spontan meningkat seiring dengan usia maternal dan paternal. Frekuensi

abortus meningkat dari 12% pada kelompok usia 20 hingga 26 tahun menjadi 26% pada

kelompok usia diatas 40 tahun. Mengingat pengaruh abortus terhadap kematian maternal sangat

tinggi maka diagnosis dan penatalaksanaan sedini mungkin sangat penting.1

2

Page 3: Case Abortus

BAB II

KASUS

II.1 IDENTITAS

Pasien Suami

Nama Ny. I Tn. K

Umur 37 th 40 th

Agama Islam Islam

Pendidikan SD SD

Pekerjaan IRT Petani

Suku Sunda Sunda

Alamat : Jatiborus, Kertajaya

Masuk RS : 11 September 2012 (Pk 11.00) VK

No. RM : 460832

II.2 ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan di Cilamaya Lama tanggal 13 September 2012, pukul 16.00

A. Keluhan Utama

Keluar darah dari jalan lahir sejak 10 hari SMRS

B. Keluhan Tambahan

Mules-mules

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien G5P2A2 datang ke VK IGD RSUD Karawang dengan rujukan dari Puskesmas

dengan keterangan Abortus Inkomplit hamil 16-17minggu.

Pasien mengeluh keluar darah dari kemaluan sejak 10 hari SMRS. Awalnya, perdarahan

cuma sedikit, dan pasien tidak mengindahkannya karena disangka hanya perdarahan biasa. 7

hari SMRS, pasien ke dokter umum untuk diperiksa, dan setelah di USG, dokter menyatakan

janinnya sudah tidak ada. Sehari SMRS, pasien mengaku keluar darah merah segar dalam jumlah

3

Page 4: Case Abortus

yang banyak, berbau anyir, disertai gumpalan darah berwarna gelap dan mules-mules. Pasien

kemudiannya dibawa oleh bidan ke RSUD Karawang ntuk mendapatkan pemeriksaan lanjut.

Sebelumnya, pasien pernah mengalami perdarahan seperti ini sewaktu hamil yang kedua

dan keempat, 13 dan 5 tahun yang lalu. Nyeri perut, riwayat trauma dan coitus sebelumnya,

keputihan, demam disangkal. BAK dan BAB seperti biasa. Pasien berasa hamil 8 bulan. Pasien

memeriksakan kehamilannya di Puskesmas (bidan).

D. Riwayat Menstruasi

Menarche 14 tahun, siklus haid teratur 28 hari lamanya 4 hari, banyaknya 2 x ganti

pembalut/hari, nyeri haid (+). HPHT : 22-5-12 TP : 29-2-13, UK : 16-17 minggu

E. Riwayat Pernikahan

Menikah 3 kali, pada umur 15tahun, 21tahun , 24 tahun, lamanya pernikahan terakhir 13

tahun.

F. Riwayat Obstetri

1. Laki-laki/ 15 tahun/paraji

2. Abortus saat hamil 4 bulan

3. Perempuan/13 tahun/paraji

4. Abortus ssat haml 3 bulan

5. Hamil ini

G. Riwayat Kehamilan Sekarang

Mual-mual (+) dan muntah (+) di 2-3 bulan awal, masih bisa makan minum.

TT: 2x

USG: 2x

H. Riwayat KB

KB suntik per 3 bulan terakhir 1 tahun yang lalu.

4

Page 5: Case Abortus

I. Riwayat Penyakit

Darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, asma, alergi obat-obatan, trauma/

kecelakaan disangkal.

J. Riwayat Operasi

Kuretase 2x.

K. Riwayat Penyakit Keluarga

Darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, asma, alergi disangkal.

L. Riwayat Kebiasaan

Merokok, alkohol, jamu, dan narkoba disangkal.

II.3 PEMERIKSAAN FISIK

A. Status generalis

KU/kes : tampak sakit sedang / Compos Mentis

TD : 110/80 mmHg

N : 90 x/menit

P : 20 x/m

S : 36,6 oC

TB/BB : 158 cm/ 50 kg

Kepala : normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

Mulut : tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, gigi geligi dbn

Leher : KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Toraks : mammae : simetris, retraksi puting (-)

Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), Gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler, rhonki dan wheezing tidak ada

Abdomen : lihat status ginekologis

Anogenital : lihat status ginekologis

Extremitas : akral hangat, edema tungkai (-)

5

Page 6: Case Abortus

B. Status Ginekologis

Abdomen:

Inspeksi : datar, simetris, striae gravidarum (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muskular (-), TFU: 2

jari diatas simfisis pubis, Leopold sulit dilakukan.

Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Anogenital

I : vulva/uretra tidak ada kelainan, perdarahan (+), jaringan (+) di vagina

Io : tidak dilakukan

VT : portio lunak, nyeri goyang portio (-), ostium uteri externum tertutup, cavum Dauglasi

tidak menonjol

II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium

Darah : Hb : 10,4 g/dL BT / CT : 2’ / 12’

Leukosit : 8.700 ul HBsAg : (-)

Trombosit : 341.000 Gol. Darah : O (+)

Ht : 30 % Tes kehamilan : (+)

B. USG 12/9/12: kavum uteri terdapat sisa konsepsi

II.5 RESUME

Pasien Ny.I, 37 thn, G5P2A2 datang dengan keluhan perdarahan dari kemaluan sejak 10

jam SMRS. Darah merah segar,banyak, berbau anyir,disertai gumpalan berwarna gelap dan

mulas . Pasien mengaku hamil 4 bulan. ANC di Puskesmas.Pasien pernah mengalami hal yang

sama sewaktu hamil yang kedua dan keempat.

HPHT : 22-5-12 TP : 29-2-13, UK : 16-17 minggu

Tanda-tanda Vital

KU/kes : tampak sakit sedang / Compos Mentis

6

Page 7: Case Abortus

TD : 110/80 mmHg

N : 90 x/menit

P : 20 x/m

S : 36,6 oC

Status generalis : dbn

Status ginekologis :

Abdomen:

Inspeksi : datar, simetris, striae gravidarum (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muskular (-), TFU: 2

jari di atas simfisis pubis, Leopold sulit dilakukan

Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Anogenital

I : vulva/uretra tidak ada kelainan, perdarahan (+), jaringan (+)

VT : plasenta di vagina, nyeri goyang portio (-), ostium uteri externum tertutup, cavum

Dauglasi tidak menonjol

Lab : Darah : dbn

USG 12/9/12 : kavum uteri terdapat sisa konsepsi

II.6 DIAGNOSIS

Abortus inkomplit pada G5P2A2 Gravida 16-17 minggu

II.7 PENATALAKSANAAN

1. Dipasang laminaria stiff

2. Ceftriaxon 1x1g

3. Rencana kuret

II.8 PROGNOSIS

Dubia ad bonam

7

Page 8: Case Abortus

BAB III

ANALISA KASUS

Diagnosis abortus inkomplit kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pertama-tama pasien ini dipastikan sedang hamil atau tidak dengan tanda-tanda

kehamilan dan tes kehamilan. Didapatkan tes kehamilan yang positif. Keluhan utama pada

abortus adalah perdarahan pervaginam, dimana pada pasien ini sesuai, Ny. I, 37 tahun datang

dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak ± 10 hari SMRS yang disertai dengan keluar air-

air terlebih dahulu dan mules. Darah yang keluar merah segar, tidak terdapat gumpalan darah

maupun gumpalan daging.

Pada pasien ini didapatkan HPHT : 22/05/2012 TP : 29/02/13, UK : 16-17 minggu. Pada

pemeriksaan fisik abdomen pasien didapatkan fundus uteri teraba 2 jari diatas simfisis yang

diperkirakan usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Usia kehamilan pada pasien ini masuk

dalam kriteria abortus berdasarkan definisinya yaitu pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin

dapat hidup diluar kandungan, dengan usia kurang dari 20 minggu dan atau berat janin belum

mencapai 500 gr.

Abortus inkomplit ditegakkan karena pasien mengaku keluar darah merah segar disertai

gumpalan berwarna gelap, ditambah hasil USG: sisa konsepsi dalam kavum uteri.

Penyebab abortus secara garis besar terbagi menjadi dua berdasarkan faktor maternal dan

faktor hasil konsepsi. Pada pasien ini penyebabnya masih perlu dicari. Dari faktor konsepsi yaitu

kelainan kromosom, dari beberapa penelitian tampak bahwa 50-60% dari abortus dini spontan

berhubungan dengan anomali kromosom pada saat konsepsi. Pada pasien ini adanya kelainan

kromosom pada janinnya yang menjadi penyebab abortus tidak dapat dibuktikan sebab tidak

dilakukan pemeriksaan.

Faktor maternal yang memungkinkan menjadi penyebab abortus, antara lain

adalah infeksi. Pada pasien ini tidak didapatkan riwayat keputihan dan hasil pemeriksaan lab

leukosit dalam batas normal. Faktor-faktor lain yang bisa menjadi penyebab abortus, seperti

adanya gangguan endokrin, riwayat penyakit kronis, penggunaan obat-obatan maupun riwayat

trauma tidak ditemukan pada pasien ini.

8

Page 9: Case Abortus

Kasus ini dapat didiagnosa banding dengan jenis abortus yang lain, namun dari hasil

USG didapatkan sisa konsepsi, diagnosis lainnya dapat disingkirkan. Keluhan utama pasien

berupa perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu perlu dicurigai adanya

KET ataupun mola hidatidosa sebagai diagnosis banding lainnya.

KET, gejala awalnya berupa amenore seperti pada kehamilan biasa dan kemudian

terjadi perdarahan pervaginam, Tetapi hal ini dapat disingkirkan sebab tidak terdapatnya tanda-

tanda akut abdomen yang merupakan tanda klasik pada KET dan pada pemeriksaan fisik tidak

ditemukan nyeri goyang portio ataupun penonjolan cavum Douglasi sehingga diagnosis banding

KET dapat disingkirkan.

Untuk penatalaksanaan, pada abortus inkomplit, perlu dilakukan kuretase untuk

mengeluarkan sisa konsepsi. Obat uterotonika--untuk mempertahankan kontraksi otot uterus dan

berikan antibiotik untuk mencegah infeksi. Sesuai dengan pasien ini dimana pasien diberikan

Ceftriaxone 1 gr IV dan drip oxytocin.

9

Page 10: Case Abortus

BAB IV

ABORTUS

IV.1 DEFINISI

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan atau keluarnya hasil konsepsi pada usia

kehamilan kurang dari 20 minggu, dimana hasil konsepsi belum dapat hidup di luar kandun

karena berat badan kurang dari 500 gr .1

IV.2 ETIOLOGI

Mekanisme pasti abortus tidak selalu jelas tetapi dalam 3 bulan pertama kehamilan, kematian

embrio atau fetus selalau mengawali ekspulsi spontan dari ovum. Upaya menemukan penyebab

abortus dini dapat menentukan penyebab kematian janin. 2,4

1. Genetik

Sebagian besar terjadinya abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio.

Paling sedikit 50 % kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan

sitogenetik. Bagaimanapun kelainan ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh

gangguan gen tunggal (misalnya kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa locus

(misal gangguan poligenetik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan

kariotip.

Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi biasanya berupa aneuploidi yang

disebabkan oleh kejadian sporadis, misalnya nondisjuncton meosis atau poliploidi dari

fertilitas abnormal. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama

berupa trisomi autosom.

2. Anatomik

Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti abortus

berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insidensi kelainan bentuk uterus berkisar

1/200 sampai1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus ditemukan

anomali uterus pada 27 % pasien.

Studi oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi uterus,

mendapatkan hasil hanya 18,8 % yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup bulan,

sengakan 36,5 % mengalami persalinan abnormal (sungsang, prematur). Penyebab

10

Page 11: Case Abortus

terbanyak abortus pada kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40-80 %), uterus

bikornis atau didelfis atau unikornis (10-30 %). Mioma uteri bisa menyebabkan abortus

berulang juga selain infertilitas. Resiko terjadinya berkisar 10-30 % pada perempuan

produktif. Sebagian mioma tidak menimbulkan gejala, hanya yang berukuran besar atau

yang memasuki cavum uteri (submukosum) yang menimbulkan gangguan.

Sindroma Asherman bisa menimbulkan gangguan tempat implantasi serta pasokan darah

pada permukaan endometrium. Resiko abortus antara 25-80 %, tergantung pada berat

ringannya gangguan. Untuk mendiagnosis kelainan ini bisa digunakan histerosalpingografi

(HSG) dan ultrasonografi (USG).

3. Autoimun

Terdapat hubungan antara penyakit autoimun dengan abortus berulang. Misalnya, pada

Systematic Lupus Erythematosus (SLE) dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA

merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian abortus

spontan diantara pasien SLE sekitar 10 %, dibanding populasi umum. Bila digabung

dengan peluang terjadinya peakhiran kehamilan trimester 2 dan 3, maka diperkirakan 75 %

pasien dengan SLE akan berakhir dengan terhentinya kehamilan. Sebagian besar kematian

janin dihubungkan dengan adanya aPA adalah antibodi yang berikatan dengan sisi negatif

dari fosfolipid. Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang

penting, yaitu Lupus Anticoagulat (LAC), Anticardiolipin antibodies (aCLs), dan

biologically false-positive untuk syphilis (FP-STS). APS (antiphospholipid

syndrome)nsering juga ditemukan pada beberapa keadaan obstetrik, misalnya pada

preeklampsia, IUGR dan prematuritas. Beberapa keadaan lain yang berhubungan dengan

APS yaitu trombosis arteri-vena, trombositopeni autoimun, anemia hemolitik, korea, dan

hipertnsi pulmonum.

4. Infeksi mikroba

Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika

DeForest dkk mengadakan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang

ternyata terpapar Brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada

kejadian abortus antara lain:

11

Page 12: Case Abortus

Bakteri

Listeria monositogenesis, Klamidia tracomatis, Ureaplasma urealitikum,

Mikoplasma homonis, dan Bakterial vaginosis.

Virus

Sitomegalovirus, Rubela, Herpes simpleks virus (HSV), Human imunodeficiency

virus (HIV), dan parvovirus.

Parasit

Toksoplasmosis gondii dan Plasmodium falsiparum.

Spiroketa

Treponema pallidum

Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap resiko abortus,

diantaranya sebagai berikut:

- Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung

pada janin atau unit fetoplasma.

- Infeksi janin bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan

hidup.

- Infeksi plasenta berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut pada kematian janin.

- Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (misal micoplasma

hominis, Klamidia, Ureaplasma urealitikum, HSV) yang bisa mengganggu proses

implantasi.

- Amnionitis (oleh kuman Gram positf dan Gram negatif, Listeria monositogenesis).

- Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama

kehamilan awal (misalnya Rubella, parvovirus B19, sitomegalovirus, koksakie virus B,

varicela zooster, kronik Sitomegalovirus, CMV, HSV).

5. Lingkungan

Diperkirakan 1-10 % malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi

dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi

dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat

sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin

serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sirkulasi fetoplasenta dapat

terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.

12

Page 13: Case Abortus

6. Hormonal

Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik pada

pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap sistem

hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama

kadar progesteron.

Diabetes melitus

Perempuan dengan diabetes yang dikelola dengan baik resiko abortusnya tidak lebih

jelek dibandingkan dengan perempuan tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan diabetes

dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama, resiko abortus dan malformasi

meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin dependen dengan kontril glukosa tidak

adekuat punya peluang 2-3 kali lipat mengalami abortus.

Kadar progesteron yang rendah

Progesteron punya peran penting dalam mempengaruhi receptivitas endometrium

terhadap implantasi embrio. Pada tahun 1929, Allen dan Corner memplublikasikan

tentang proses fisiologi korpus luteum, dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron

yang rendah berhubungan langsung dengan abortus. Support fase luteal punya peran

kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu saat dimana trofoblas harus menghasilkan

cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum sebelum usia

kehamilan 7 minggu akan menyebabkan abortus. Dan bila progesteron diberikan pada

pasien ini, kehamilan bisa diselamatkan.

Defek fase luteal

Jones (1943) yang pertama kali mengungkapkan konsep insufisiensi progesteron saat

fase luteal, dan kejadian ini dilaporkan pada 23-60 % perempuan dengan abortus

berulang. Sayangnya belum ada metode yang bisa dipercaya untuk mendiagnosis

gangguan ini.

Pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih dari atau sama

dengan 3 kali, didapatka 17 % kejadian defek fase luteal. Dan, 50 % perempuan dengan

histologi defek fase luteal punya gambaran progesteron yang normal.

Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua

Perubahan endometrium jadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus.

Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi juga proses

13

Page 14: Case Abortus

migrasi trofoblas dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu. Disini

berperan penting interaksi antara trofoblas ekstravillous dan infiltrasi leukosit pada

mukosa uterus. Sebagian besar sel ini berupa Large Granular Lynphocites (LGL)dan

makrofag, dengan sedikit sel T dan sel B.

Sel NK dijumpai dalam jumlah banyak, terutama pada endometrium yang terpapar

progesteron. Peningkatan sel NK pada tempat implantasi saat trimester pertama

mempunya peran penting dalam kelangsungan prosen kehamilan karena ia akan

mendahului membunuh sel target dengan sedikit atau tanpa ekspresi HLA. Trofoblas

ekstravillous (dengan pembentukan cepat HLA1) tidak bisa dihancurkan oleh sel NK

desidua, sehingga memungkinkan terjadinya invasi optimal untuk plasentasi yang

normal.

7. Hematologik

Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya mikrotrombi

pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang

peran penting pada implantasi embrio, ivasi trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan

terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan:

- Peningkatan kadar faktor prokoagulan

- Penurunan faktor antikoagulan

- Penurunan aktivitas fibrinolitik

IV.3 PATOFISIOLOGI

Abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan perdarahan

ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrosis pada daerah implantasi,

infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan akhirnya terjadi perdarahan pervaginam. Buah kehamilan

terlepas seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam cavum uteri.

Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda

asing tersebut keluar cavum uteri (ekspulsi). Perlu di tekankan pada abortus spontan, kematian

embrio biasanya terjadi paling lama 2 minggu sebelum terjadinya perdarahan. Pada kehamilan

sebelum minggu ke-10 hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis

belum nemembus desidua secara mendalam sehingga telur mudah terlepas seluruhnya. Pada

14

Page 15: Case Abortus

kehamilan minggu 10-12 villi korialis tumbuh dengan cepat dan menembus desidua lebih dalam,

sehingga pada saat terjadi abortus sering terdapat sisa-sisa korion (plasenta) yang tertinggal. 3

IV.4 KLASIFIKASI

Abortus dapat digolongkan atas :2,3

A. Abortus spontan, adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis ataupun

mekanis.

B. Abortus provokatus (abortus provocatus), terdiri dari:

1) Abortus medicinalis (abortus therapeuticus)

Indikasi abortus ini untuk kepentingan ibu, misalnya pada ibu yang mempunyai

penyakit jantung, hipertensi esensial, dan karsinoma serviks. Keputusan ini

ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokterahli kebidanan, penyakit dalam

dan psikiatri atau psikolog.

2) Abortus kriminalis

Abortus kriminalis merupakan penguguran kehamilan tanpa alasan medis yang

sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh

hukum.Kemungkinan adanya abortus kriminalis harus di pertimbangkan bila

ditemukan abortus febrilis.Bahaya dari abortus provokatus kriminalis adalah

infeksi, infertilitas sekunder, dan kematian.

Abortus Spontan

Secara garis besar, ada 6 jenis abortus non elektif. Diagnosis yang akurat biasanya ditegakkan

melalui pemeriksaan fisis meliputi pemeriksaan spekulum dan ultrasonografi. 2

1. Threatened Abortion atau abortus iminens (abortus yang mengancam) merupakan jenis

abortus yang paling sering dijumpai. Diagnosis ini dipertimbangkan pada pasien yang

datang dengan perdarahan pervaginam di awal kehamilan atau umur kehamilan kurang

dari 20 minggu, ostium uteri tampak tertutup dan kehamilan tampak baik dalam

kandungan dan sesuai usia gestasional pada pemeriksaan ultrasonografi.2 Penderita

mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan

pervaginam. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan pada

urin yang diperiksa masih positif.

15

Page 16: Case Abortus

Untuk menentukan prognosis abortus imminens dapat dilakukan dengan melihat

kadar hCG pada urin dengan cara melakukan tes kehamilan pada urin yang diencerkan

1/10 dan yang tanpa pengenceran bila hasil dari kedua urin tersebut positif maka

prognosisnya adalah baik, tapi bila pengenceran 1/10 hasilnya negative maka

prognosisnya dubia ad malam.

Pengelolaan pada pasien ini tergantung pada inform concent yang diberikan. Bila

ibu masih menghendaki kehamilan tersebut, pengelolaan harus maksimal untuk

mempertahankan kehamilan ini.Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui

pertumbuhan janin dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau

belum.Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur

kehamilan berdasarkan HPHT.Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan

disamping ada tidaknya hematom retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis.

Penderita harus tirah baring sampai perdarahan berhenti.Bisa diberi spasmolitik

agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon progesteron atau derivatnya

untuk mencegah terjadinya abortus.Penderita boleh dipulangkan, dengan syarat tidak

boleh coitus selama kurang lebih 2 minggu.2

2. Missed Abortion, abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam

kandungan sebelum umur kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih

tertahan dalam kavum uteri.

Penderita tidak mengeluh apapun kecuali pertumbuhan kehamilan tidak seperti yang

diharapkan.Tapi bila kehamilannya di atas 14-20 minggu penderita justru mengeluh

rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara

mulai menghilang.

Pada tes kehamilan pada urinnya hasilnya negatif setelah 1 minggu setelah berhentinya

pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus mengecil,

kantong gestasi mengecil dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang

tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu

harus diperhatikan kemungkinan adanya gangguan pembekuan darah oleh karena

hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum dilakukan tindakan

evakuasi dan kuretase.

16

Page 17: Case Abortus

Pengelolaan missed abortus perlu diutarakan pada pasien dan keluarganya karena

penatalaksanaan berupa operasi ataupun kuret ini dapat menimbulkan komplikasi

perdarahan dan tidak bersihnya evakuasi sehingga harus dilakukan berulang kali. Pada

umur kehamilan kurang dari 12 minggu tidakan evakuasi dilakukan secara langsung

dengan cara melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uteri memungkinkan. Bila umur

kehamilan lebih dari 12 minggu sampai kurang dari 20 minggu dengan serviks yang

masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan

janin atau mematangkan kanalis servikalis. Bebrapa cara dapat dilakukan antara lain

dengan pemberian infus oksitosin dimulai dengan 10 unit dalam dekstrose 5 % 500cc

sebanyak 20 tetes permenit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan

tetesan tetap. Jika tidak berhasil penderita diistirahatkan lagi dan besoknya induksi

diulang biasanya maksimal 3 kali setelah jaringan keluar maka dilakukan kuretase.

Pada decade belakangan ini dapat di gunakan prostaglandin atau sintesisnya untuk

melakukan induksi pada missed abortion. Salah satunya adalah dengan pemberian

misoprostol sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulang 2 kali dalam jangka waktu

enam jam. Dengan ini akan terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan

ostium serviks sehingga evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan untuk mengosongkan

kavum uteri. Setelah kuretase perlu diberikan oksitosin dan antibiotik.2

3. Inevitable abortion (abortus insipien), diagnosis abortus ini ditegakkan bila dijumpai

serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka tetapi hasil konsepsi masih dalam

cavum uteri dan dalam proses pengeluaran.

Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya

bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uteri dan umur kehamilan. Besar uterus

masih sesuai dengan usia kehamilan berdasarkan HPHT dan dengan tes kehamilan pada

urin positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus sesuai dengan umur

kehamilan, gerak janin dan denyut jantung janin masih jelas walaupun sudah mulai tidak

normal, lalu terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan ada

tidaknya pelepasan dari plasenta dari dinding uterus.

Pengelolaan pada penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan

hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan evakuasi hasil konsepsi disusul

17

Page 18: Case Abortus

dengan kuretase bila perdarahan banyak.Pada umur kehamilan diatas 12 minggu, uterus

sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu

dilakukan evakuasi secara digital kemudian disusul dengan kuretase sambil diberikan

uterotonika. Pasca tindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uterotonika, dan

antibiotika profilaksis.2

4. Incomplete Abortion. Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari caum uteri dan masih ada

yang tertinggal.

Umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian

hasil konsepsi masih tertinggal dalam kavum uteri, dimana pada pemeriksaan vagina

kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri yang menonjol

pada ostium uteri eksternum. Perdarahan masih terjadi, jumlahnya bisa banyak atau

sedikit tergantung dari jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian plasental site

masih terbuka sehingga perdarahan masih berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam

keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.

Pengelolaan pasien ini harus diawali dengan perbaikan keadaan umum dan mengatasi

gangguan hemodinamik yang terjadi, setelah itu dilakukan kuretase. Pemeriksaan USG

hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih

kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri

tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.

Bila terjadi perdarahan hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran hasil konsepsi

secara manual agar jaringan yang menghambat kontraksi uterus dapat segera dikeluarkan,

kontraksi uterus dapat berlangsung dengan baik dan perdarahan berhenti. Selanjutnya

dilakukan kuretase, lalu pasca kuret diberikan uterotonika.2

5. Complete Abortion. Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan

kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang daro 500 gram.

Semua hasil konsepsi telah keluar, ostium uteri menutup, uterus sudah mengecil sehingga

perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak

perlu dilakukan jika pemeriksaan secara klinis sudah memadai atau jika tidak yakin bisa

dilakukan USG akan didapatkan hasil kavum uteri telah kosong. Tes kehamilan pada urin

masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus.

18

Page 19: Case Abortus

Pengelolaan penderita tidak perlu tindakan khusus atau pengobatan. Biasanya diberikan

roboransia atau hematenik bila diperlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan. 2, 4

6. Abortus habitualis, adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.

Penderita umumnya tidak sulit untuk hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir

dengan kuguguran berturut-turut. Kejadian abortus habitualis ini terjadi 0,41 % dari

seluruh kehamilan.

Penyebab abortus habitualis selain faktor antomis banyak yang mengaitkannya

dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphosyte trofoblst

cross reaction (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak ada, maka akan

terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan tranfusi leukosit atau heparinisasi.

Akan tetapi, dekade terakhir menyebutkan perlunya mencari penyebab abortus ini secara

lengkap sehingga dapat diobati penyebabnya.

Salah satu penyebabnya yang paling sering dijumpai adalah inkompentensia

serviks yaitu keadaan dimana serviks uterus tidak bisa menerima beban untuk tetap

bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium serviks

akan membuka tanpa mulas/kontraksi dan akhirnya terjadi pengeluaran janin.

Diagnosis keadaan ini tidak sulit. Dengan inspekulo didapatkan diamter kanalis

servikalis melebihi 8 mm saat memasuki trimester kedua. Dan juga didapatkan selaput

ketuban mulai menonjol pada trimester dua tersebut. Untuk itu penting pada ibu hamil

untuk rutin mengontrol kehamilannya, terlebih bila mempunyai riwayat abortus dan

inkompentensia serviks. Bila dicurigai terjadi inkompentensia serviks harus dilakukan

tindakan untuk memberikan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban

berkembangnya umur kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12-14 minggu

dengan cara Shidokar atau Mcdonald dengan melingkarkan kanalis dengan benang sutera

yang tebal dan simpul dibuka bila kehamilan aterm.

IV.5 DIAGNOSA BANDING

Kehamilan ektopik terganggu ( KET )

Pada KET ditemukan amenore, perdarahan pervaginam, biasanya sedikit

sedangkan pada abortus biasanya perdarahan cukup banyak, nyeri bagian bawah perut dan

pembesaran di belakang uterus.Tetapi nyerri pada KET biasanya lebih hebat.Pemeriksaan seperti

19

Page 20: Case Abortus

kuldosintesis dan USG dapat dikerjakan untuk menyingkirkan diagnosis banding ini.Sebelum

timbul KET, suatu kehamilan ektopik hanya berupa kehamilan ektopik yang belum

terganggu.Pada keadaan ini yang ditemui berupa gejala – gejala hamil muda atau abortus

imminens.

Mola Hidatidosa

Pada mola hidatidosa, uterus biasanya membesar lebih cepat dibandingkan

dengan masa kehamilannya, dan kadang disertai dengan adanya hiperemis gravidarum. Ini

disebabkan oleh adanya kadar HCG yang tinggi di dalam darah. Pada pemeriksaan USG akan

didapatkan gambaran seperti badai salju ( snowform like appearance )

Kelainan serviks

Karsinoma serviks uteri ,polipus serviks dan sebagainya. Perdarahan yang

disebabkan oleh hal ini dapat menyerupai abortus imminens. Pemeriksaan dengan spekulum,

pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat membantu dalam menegakan diagnosis.

IV.6 KOMPLIKASI

Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah :

Perdarahan masif

Dapat diatasi dengan membersihkan uterus dari sisa – sisa hasil konsepsi dan jika

perlu pemberian transfusi darah

Perforasi

Perforasi uterus dapat terjadi terutama pada uterus dalam hiperetrofleksi . Jika

ditemukan tanda – tanda abdomen akut perlu segera dilakukan laparotomi, dan

tergantung luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka operasi atau perlu dilakukan

histerektomi.

Infeksi

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada abortus. Dapat menyebar

ke miometrium, tuba, parametrium dan peritonium. Apabila terjadi peritonitis umum atau

sepsis dapat disertai dengan terjadinya syok. Penanganan bisa diberikan antibiotik pilihan

dan dilakukan laparotomi.

Syok

20

Page 21: Case Abortus

Syok pada abortus biasanya bisa terjadi karena perdarahan(syok hemoragik) dan

karena infeksi berat (syok septik).

21

Page 22: Case Abortus

BAB V

KESIMPULAN

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan atau keluarnya hasil konsepsi pada usia

kehamilan kurang dari 20 minggu, dimana hasil konsepsi belum dapat hidup di luar kandun

karena berat badan kurang dari 500 gr .

Etiologi dari abortus berupa genetik, anatomik, autoimun, infeksi, lingkungan, hormonal,

dan hematologik.

Klasifikasi abortus dibagi menjadi 2 yaitu abortus spontan dan provokatus.

Pengelolaan pada tiap pasien dengan diagnosa abortus disesuaikan dengan jenis

abortusnya.

22

Page 23: Case Abortus

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F.G. Abortus , in Williams Obstetrics. 21th Edition. Prentice Hall

International, USA : 2001.

2. Prawirohardjo S. Buku ilmu kebidanan ,Sarwono Prawirohardjo. Penerbit Prawirohardjo,

Jakarta, 2009.

3. Sastrawinata S. obstetrik patologi. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran

Universitas Padjadjaran Bandung. Bandung, 2003.

4. Wiknjosastro G, Wibowo N.Kelainan pada Lamanya Kehamilan. Didapatkan dari URL :

http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt5.html. Diunduh pada 10

September 2009.

23