MINIPROJECT INTERNSIP SKIZOFRENIA

9
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Skizofrenia adalah penyakit yang mempengaruhi otak dan penyebab timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu. Skizofrenia tidak dapat didefinisikan sebagai penyakit tersendiri, melainkan diduga sebagai suatu sindrom atau proses penyakit yang mencakup banyak jenis dengan berbagai gejala (Videbeck,2008). Menurut World Health Organization, 2001 dalam Yosep, 2008, masalah gangguan kesehatan jiwa diseluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius, paling tidak ada satu dari empat orang didunia mengalami gangguan mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang didunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Dalam Riskesdas 2013 prevalensi penderita gangguan jiwa berat 1,7/1000 orang. Dalam data Riskesdas 2013, terdapat 14,3 % penderita gangguan jiwa di indonesia dengan penderita terbanyak dipedesaan dibanding diperkotaan, sedangkan prevalensi gangguan mental emosional diatas umur 15 tahun rata-rata 6,0 %.

description

PENGARUH PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KETIDAKPATUHAN MINUM OBAT PASIEN SKIZOFRENIA

Transcript of MINIPROJECT INTERNSIP SKIZOFRENIA

Page 1: MINIPROJECT INTERNSIP SKIZOFRENIA

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Skizofrenia adalah penyakit yang mempengaruhi otak dan penyebab timbulnya pikiran,

persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu. Skizofrenia tidak dapat

didefinisikan sebagai penyakit tersendiri, melainkan diduga sebagai suatu sindrom atau proses

penyakit yang mencakup banyak jenis dengan berbagai gejala (Videbeck,2008).

Menurut World Health Organization, 2001 dalam Yosep, 2008, masalah gangguan

kesehatan  jiwa diseluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius, paling tidak

ada satu dari empat orang didunia mengalami gangguan  mental.  WHO memperkirakan ada

sekitar 450 juta orang  didunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Dalam Riskesdas 2013

prevalensi penderita gangguan jiwa berat 1,7/1000 orang. Dalam data Riskesdas 2013, terdapat

14,3 % penderita gangguan jiwa di indonesia dengan penderita terbanyak dipedesaan dibanding

diperkotaan, sedangkan prevalensi gangguan mental emosional diatas umur 15 tahun rata-rata

6,0 %.

Data epidemiologis menunjukkan bahwa di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia adalah 1%,

pada studi lain didapatkan rentang yang tidak jauh berbeda yaitu 0,6-1,9 %. Skizofrenia

ditemukan pada semua lapisan masyarakat dan area geografis, prevalensi maupun insidensinya

secara kasar sama di seluruh dunia. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan

mengatakan bahwa jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni

satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa rasa cemas, depresi, stress,

penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Di era globalisasi gangguan

kejiwaan meningkat sebagai contoh penderita tidak hanya dari kalangan kelasa bawah, sekarang

Page 2: MINIPROJECT INTERNSIP SKIZOFRENIA

kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas juga terkena gangguan jiwa

(Sutatminingsih, Raras. 2002). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RisKesDa) 2007 disebutkan,

rata-rata nasional gangguan mental emosional ringan, seperti cemas dan depresi pada penduduk

berusia 15 tahun ke atas mencapai 11,6%, dengan angka tertinggi terjadi di Jawa Barat, sebesar

20%. Sedangkan yang mengalami gangguan mental berat, seperti psikotis, skizofrenia, dan

gangguan depresi berat, sebesar 0,46%. (Anonim, Depkes RI).

Klien skizofrenia tidak lagi dihospitalisasi untuk periode waku yang lama, tetapi  kembali

hidup dimasyarakat dengan dukungan yang diberikan oleh keluarga dan layanan pendukung.

Klien dapat hidup bersama anggota keluarga, secara mandiri, atau dengan program residential

seperti group home tempat mereka menerima layanan yang dibutuhkan tanpa perlu dimasukan ke

rumah sakit. Program Assertive Community Treatment (ACT), terbukti berhasil dalam

mengurangi angka klien masuk rumah sakit melalui penatalaksanaan gejala dan pengobatan,

membantu klien memenuhi kebutuhan sosial, rekreasional, dan vokasional, serta memberi

dukungan kepada klien dan keluarga mereka (McGrew, Wilson & Bond,1996 dalam

Videbeck,2008).

Keluarga merupakan faktor yang sangat penting dalam proses kesembuhan pasien

skizofrenia. Keluarga merupakan lingkungan terdekat pasien, dengan keluarga yang bersikap

teurapeutik dan mendukung pasien, masa kesembuhan pasien dapat dipertahankan selama

mungkin. Sebaliknya, jika keluarga kurang mendukung, angka kekambuhan akan lebih cepat.

Berdasarkan penelitian bahwa angka kekambuhan pada pasien gangguan jiwa tanpa terapi

keluarga sebesar 25-50%, sedangkan angka kambuh pada pasien yang mendapatkan terapi

keluarga adalah sebesar 5-10% (Keliat,2009).

Page 3: MINIPROJECT INTERNSIP SKIZOFRENIA

Kontuinitas pengobatan dalam penatalaksanaan skizofrenia merupakan salah satu faktor

keberhasilan terapi. Pasien yang tidak patuh dalam pengobatan akan memilki resiko kekambuhan

lebih tinggi di bandingkan dengan pasien yang patuh dalam pengobatan. Ketidakpatuhan berobat

ini yang merupakan alasan kembali dirawat dirumah sakit. Pasien yang kambuh membutuhkan

waktu yang lebih lama dan dengan kekambuhan yang berulang, kondisi pasien bisa semakin

memburuk dan sulit untuk dikembalikan ke keadaan semula. Pengobatan skizofrenia ini harus

dilakukan terus menerus sehingga pasien nantinya dapat dicegah dari kekambuhan penyakit dan

dapat mengembalikan fungsi untuk produktif serta akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup

(Yuliantika dkk,2012).

Hasil penelitian Sri Wulansih, tahun 2008,  menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara sikap keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia. Serta menunjukkan

bahwa pengetahuan pasien yang berkontribusi terhadap kekambuhan pasien skizofrenia.

Sejalan dengan penelitian, Natalia P dkk, tahun 2013, menjelaskan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan ketidakpatuhan minum obat pasien

skizofrenia.

Jumlah kunjungan pasien dengan gangguan jiwa berat di Puskesmas Kanigaran pada

periode bulan Januari hingga Juli tahun 2015 terdiri dari 51 orang. Berdasarkan catatan medrek

Kelurahan Kanigaran terdapat peningkatan jumlah penderita dibandingkan dengan tahun

sebelumnya yaitu tahun 2013 sejumlah 29orang dan tahun 2014 sejumlah 38 oang, hal ini

memungkinkan terjadinya ketidakpatuhan minum obat karena kurangnya pengetahuan keluarga

tentang cara pemberian obat yang tidak sesuai dengan intruksi dokter serta pemberhentian atau

mengurangi dosis obat oleh kelurga dan pasien tersebut.

Page 4: MINIPROJECT INTERNSIP SKIZOFRENIA

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Kelurahan Kanigaran pada tahun 2015, terdapat

peningkatan angka rujukan ke Dokter Spesialis Jiwa dan Rumah Sakit Jiwa, sejak bulan Januari

hingga Juli 2015 meningkat di setiap bulannya. Umumnya pasien dirujuk karena mengalami

kekambuhan. Kekambuhan yang terjadi dari beberapa pemicu salah satunya oleh karena

ketidakpatuhan pasien minum obat atau karena dukungan keluarga terhadap anggota keluarga

yang sakit, dan mengalami putus obat .

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Minum Obat Pada Pasien

Skizofrenia di Puskesmas Kanigaran Kelurahan Kanigaran Kota Probolinggo”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu:

a. Berapa banyak penderita Skizofrenia yang teridentifikasi di wilayah kerja Puskesmas

Kanigaran?

b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap ketidakpatuhan minum obat pada

pasien Skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Kanigaran?

c. Apakah upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan minum obat pada

pasien Skizofrenia di Kelurahan Kanigaran?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan  minum obat pada pasien

Skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Kanigaran.

Page 5: MINIPROJECT INTERNSIP SKIZOFRENIA

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan tentang pengertian, epidemiologi, etiologic, manifestasi klinis serta

terapi dari Skizofrenia

b. Mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi ketidakpatuhan minum

obat pada pasien Skizofrenia.

c. Teridentifikasinya faktor yang paling berpengaruh terhadap ketidakpatuhan minum obat

pada pasien skizofrenia.

d. Teridentifikasinya upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan

minum obat pada pasien Skizofrenia

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi peneliti

a. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat pada

pasien Skizofrenia

b. Mengetahui faktor apa saja yang paling berpengaruh terhadap ketidakpatuhan minum

obat pada pasien Skizofrenia

c. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan minum obat

pada pasien Skizofrenia

1.4.2 Bagi Puskesmas

a. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keberhasilan terapi pada pasien

Skizofrenia

Page 6: MINIPROJECT INTERNSIP SKIZOFRENIA

b. Meningkatkan angka kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia yang mendapatkan

terapi di Puskesmas Kanigaran

c. Mengurangi angka kekambuhan dan rujukan pada pasien Skizofrenia yang telah

mendapatkan terapi di Puskesmas Kanigaran

d. Sebagai materi untuk evaluasi program-program yang telah terlaksana sebelumnya

e. Mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan

program-progam bagi penderita Skizofrenia

1.4.3 Bagi Penderita dan Keluarga

a. Menambah pengetahuan tentang pengertian penyakit, gejala, perjalanan penyakit serta

terapi mengenai penyakit Skizofrenia

b. Meningkatkan kepatuhan minum obat dan keberhasilan pengobatan bagi pasien

Skizofrenia

c. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung proses penyembuhan serta

mencegah terjadinya kekambuhan pada pasien Skizofrenia