migrain

download migrain

of 4

description

nyeri kepala

Transcript of migrain

Migren

Nyeri kepala menurut The International Headache Society (IHS-2) 2004 dibagi atas 2 golongan besar yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala dimana tidak dijumpai kelainan patologis pada organ, dan nyeri kepala terjadi murni karena faktor intrinsik sedangkan pada nyeri kepala sekunder dijumpai kelainan pada organ. Pembagian nyeri kepala primer adalah migren, nyeri kepala kluster, nyeri kepala tipe tension, serta nyeri kepala akibat sebab yang lain, seperti setelah berolahraga, hypnic headache dan lain-lain. Nyeri kepala sekunder dibagi berdasarkan penyebabnya, seperti nyeri kepala akibat trauma kepala, penyakit vaskular, infeksi susunan saraf pusat, tumor dan gangguan metabolik.

Nyeri kepala pada migren sifatnya berdenyut dan berpulsasi, mula-mula unilateral dan berlokalisasi di daerah frontotemporal dan okuler, lalu bertambah dalam waktu 1 sampai 2 jam, menyebar ke posterior dan menjadi difus, lamanya dari beberapa jam sampai sehari penuh dengan intensitas nyeri sedang sampai berat, sehingga menyebabkan penderita berdiam diri, karena nyeri akan bertambah pada aktivitas fisik. Serangan terjadi sewaktu pasien sadar, dimana nausea terjadi pada 80% anak dan muntah

pada 50% penderita, disertai anoreksia, intoleransi makanan, dan pada beberapa, anak tampak pucat dengan fotofobia dan fonofobia.

Klasifikasi migren

Menurut IHS 2004, migren dapat dibagi atas migren tanpa aura, dengan aura, childhood periodic syndrome, retinal migraine, probable migraine, migren dengan komplikasi dan kejang yang dicetuskan oleh migren.

Migren tanpa aura (common migraine) sering dijumpai pada anak dan remaja (70%). Pada tipe ini nyeri kepala terjadi di daerah frontal bilateral atau unilateral, berdenyut, dengan intensitas sedang atau berat, lama serangan antara 1 sampai 72 jam, dan frekuensinya 6 sampai 8 kali per bulan. Klinis seperti aura tidak spesifik dan bermanifestasi sebagai rasa lemah, pucat, dan mudah tersinggung. Keadaan ini lebih sering disertai oleh mual dan nyeri perut dibandingkan muntah. Muntah berulang sering merupakan manifestasi pada anak pra-sekolah.

Migren dengan aura (classic migraine) merupakan suatu proses bifasik. Pada fase inisial terjadi gelombang eksitasi yang diikuti oleh depresi fungsi kortikal dan terjadi penurunan aliran darah setempat. Pada fase berikutnya terjadi peningkatan aliran darah di arteri karotis interna dan eksterna sehingga menimbulkan nyeri kepala, nausea dan muntah.2,3 Serangan nyeri kepala berulang sekurang-kurangnya dua kali, bersamaan atau didahului gejala aura homonim yang reversible secara bertahap antara

sampai 20 menit dan berlangsung kurang dari 60 menit. Migren klasik lebih jarang ditemukan pada anak dan remaja.19 Muntah siklik sering dijumpai pada anak usia 4 sampai 8 tahun berupa serangan mual dan muntah secara terus menerus, selama 1 jam sampai 5 hari. Serangan akan mereda sendiri dan diantara serangan pasien dalam keadaan normal. Diagnosis ditegakkan bila tidak dijumpai kelainan gastrointestinal yang berarti dan ada riwayat migren pada keluarga. Migren abdominal timbul berupa serangan nyeri di daerah tengah abdomen secara episodik berulang, selama 1 sampai 72 jam diikuti mual dan muntah dengan masa diantara serangan anak dalam keadaan normal.

Etiologi Migren

Penyebab nyeri kepala migren tidak diketahui. Faktor keturunan, stres, olahraga, makanan tertentu seperti coklat berperan sebagai faktor predisposisi migren. Perubahan hormonal, alergi makanan, paparan terhadap cahaya silau dan suara yang bising berpengaruh terhadap migren. Peningkatan kadar serotonin di sirkulasi dan substansi P serta polipeptida vasodilator berperan langsung mempengaruhi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial. Faktor genetik yang mempengaruhi migren ditandai dengan adanya suatu pola yang autosomal dominan yaitu suatu faktor intrinsik dari otak. Terdapat dua gen yang berperan dalam autosomal dominan pada migren yaitu FHM1 (kode gen pada lengan pendek kromosom) dan FHM2 (gen pada lengan panjang kromosom).

Hormon sangat berpengaruh terhadap patofisiologi migren, terbukti dengan ditemukannya wanita yang lebih banyak menderita migren pada usia pubertas. Rangsang nyeri dari struktur kranial lain, terutama struktur miofasial dapat terintegrasi dengan rangsang nyeri vaskuler dari pembuluh darah kepala. Kedua rangsang nyeri ini berkumpul di inti spinal nervus trigeminus di batang otak, selanjutnya disalurkan ke talamus. Inti batang otak ini mendapat pengaruh fasilitasi dan inhibisi dari supraspinal yang umumnya bergantung pada faktor emosi dan psikososial.

Pencetus migren berasal dari beberapa faktor seperti korteks serebri sebagai respon terhadap emosi atau stres, talamus akibat stimulasi aferen yang berlebihan misalnya cahaya yang menyilaukan, suara bising dan makanan. Hipotalamus juga sebagai pencetus akibat perubahan hormonal serta sirkulasi karotis interna dan karotis eksterna sebagai respon terhadap vasodilator. Pencetus yang paling umum pada anak adalah stres, termasuk konflik keluarga, depresi, ansietas, gangguan tidur, masalah di sekolah serta gangguan emosional dan fisik.

Patofisiologi migren

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan patofisiologi migren. Awalnya migren terjadi akibat dari disfungsi sistem persyarafan pusat yang kemudian disebut teori neuronal. Kemudian pada tahun 1938, Graham dan Wolff mengemukakan teori vaskular dari migren. Saat ini berkembang teori terbaru, yaitu teori trigeminovaskular.

Menurut teori trigeminovaskular, terjadinya migren klasik berhubungan dengan terjadinya depolarisasi paroksismal dari neuron korteks. Depolarisasi ini melibatkan batang otak sebagai generator migren. Selama fase inisial serangan, terjadi cortical spreading depression yang berawal dari bagian oksipital dari otak. Istilah cortical spreading depression digunakan untuk menjelaskan terjadinya depresi aktivitas elektrik korteks otak yang tampak dari gambaran EEG dengan adanya perangsangan nyeri. The cortical spreading depression bergerak ke anterior saat serangan dengan kecepatan 2 mm per menit. Keadaan ini menyebabkan gangguan distribusi ion-ion intra dan ekstraseluler, sehingga merangsang terjadinya aura dan penurunan aliran darah sebanyak 20% sampai 35% di daerah posterior dari korteks serebri.

Penurunan aliran darah didaerah posterior korteks serebri ini menyebabkan terjadinya perubahan aktivitas pada cabang nervus trigeminus yang mempersyarafi arteri kranial (seperti pada duramater, basis kranii dan kulit kepala), sehingga timbul rangsangan nyeri kepala. Perangsangan nervus trigeminus ini menyebabkan pelepasan beberapa zat vasoaktif serta perubahan konsentrasi beberapa neurotransmiter seperti serotonin (5-HT, 5-Hydroxytryptamine), noradrenalin, asetilkolin, vasoactive intestinal peptide (VIP), nitric oxid, substansi P, neurokinin A dan calcitonin gene-related peptide (CGRP), sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah kranial, ekstravasasi plasma protein, aktivasi pletelet dan merangsang inflamasi neurogenik. Vasodilatasi kranial menyebabkan peningkatan aliran darah otak dan menimbulkan pulsasi pada setiap denyutan jantung, sehingga terjadi nyeri kepala berdenyut dan pulsasi ini akan merangsang reseptor regang di pembuluh darah sehingga meningkatkan perangsangan nervus trigeminus yang berada di dinding pembuluh darah dan memprovokasi nyeri kepala dan gejala lainnya. Cabang nervus trigeminus ini juga mempengaruhi hipotalamus dan chemoreceptor trigger zone sehingga terjadi fotofobia, fonofobia, mual dan muntah pada migren.

Sebagai tambahan saat serangan migren, terjadi pelepasan serotonin dari platelet, selama serangan terjadi penurunan turnover serotonin dan diantara 2 serangan migren terjadi peningkatan turnover serotonin. Dari beberapa reseptor serotonin, reseptor 5-HT1, 5-HT2 dan 5-HT3 yang berperan dalam patofisiologi migren. Reseptor 5-HT1 sebagai inhibitor, dimana reseptor 5-HT1B berada di pembuluh darah intrakranial, sedangkan resptor 5-HT1D berada di ujung syaraf trigeminus.

Gejala klinik migren

Secara umum gejala klinik migren berupa nyeri kepala berulang, umumnya unilateral dengan interval bebas gejala dan disertai minimal tiga keluhan seperti nyeri perut, mual atau muntah, nyeri kepala berdenyut, berhubungan dengan aura (visual, sensorik ataupun motorik), membaik dengan tidur, dan adanya riwayat keluarga migren.

Pada migren tanpa aura, selain keluhan diatas, dapat juga dijumpai keluhan pucat, fotofobia, fonofobia, osmofobia, dan parestesia. Sedang pada migren dengan aura, sebelum terjadinya nyeri kepala, biasanya didahului dengan aura. Aura visual muncul dengan gejala pandangan kabur, skotoma, fotopsia, fortification spectra, dan distorsi ireguler terhadap objek. Pada beberapa orang, terkadang disertai vertigo dan lightheadedness. Aura sensorik muncul berupa parestesia perioral dan kebas atau mati rasa pada tangan dan kaki.

Migren dengan atau tanpa aura mempunyai patofisiologi yang sama, tergantung intensitas iskemik pada serebral yang akan menimbulkan ada atau tidak adanya aura.

Terapi Preventif

Terapi preventif migren merupakan pemberian terapi secara terus menerus, dalam keadaan tanpa nyeri kepala, untuk mengurangi frekuensi dan intensitas nyeri kepala migren.

Menurut The American Academy of Neurology, pemberian terapi preventif pada anak dan remaja bertujuan untuk :

1. Menurunkan frekuensi, keparahan, durasi dan ketidakmampuan akibat sakit kepala

2. Menurunkan ketergantungan terhadap obat-obatan yang kurang atau tidak efektif

3. Meningkatkan kualitas hidup

4. Mencegah penggunaan obat pada masa akut dengan dosis yang terus meningkat

5. Edukasi pasien untuk dapat menangani penyakitnya sendiri

6. Mengurangi distress dan gejala psikologis akibat nyeri kepala Terapi preventif diindikasikan pada beberapa keadaan berikut:

1. Terdapat 2 kali atau lebih serangan per bulan yang menyebabkan disabilitas selama 3 hari atau lebih dalam 1 bulan

2. Kontraindikasi atau gagal dengan terapi akut migren

3. Penggunaan terapi akut (abortif) lebih dari 2 kali dalam 1 minggu

4. Mengalami migren yang tidak lazim seperti hemiplegic migraine, migren dengan aura yang memanjang dan migrainous infarction.

Beberapa hal yang juga dipertimbangkan adalah efek samping dari penggunaan terapi akut, penerimaan pasien terhadap obat dan biaya. Terapi preventif migren yang adekuat secara umum tampak perbaikan dalam 1 hingga 2 bulan.

Pemberian terapi preventif diupayakan dengan obat yang memiliki level efektivitas tertinggi, efek samping yang terendah, dan dimulai dengan dosis rendah kemudian dititrasi secara perlahan. Lamanya pengobatan bervariasi antara 1 sampai 6 bulan. Setelah terapi berhasil selama 6 hingga 12 bulan, penghentian terapi preventif dapat dipertimbangkan.

Beberapa grup utama obat-obatan yang berperan sebagai terapi preventif serangan nyeri kepala migren antara lain:

1. Obat-obat kardiovaskular seperti -Adrenergic Blocker, Calcium Channel Blocker

2. Obat-obat antidepresi seperti Tricyclic Antidepressants (TCA), Selective Serotonin/Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SSRI)

3. Obat antiepilepsi seperti topiramat, asam valproate

4. Antagonis serotonin seperti siproheptadin

5. Non Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAID) dan lainnya seperti riboflavin, mineral