Microsoft Word - Risiko Tranfusi Darah.doc
description
Transcript of Microsoft Word - Risiko Tranfusi Darah.doc
RISIKO TRANFUSI DARAH
Lili K. Djoewaeny
Keputusan melakukan tranfusi harus selalu berdasarkan penilaian yang tepat
dari segi klinis penyakit, dan hasil pemeriksaan laboratorium. Tranfusi dapat
mengakibatkan penyulit akut atau lambat dan membawa risiko penularan penyakit
antrara lain HIV, Hepatitis, Sifilis, dan risiko penekanan sistem kekebalan tubuh.
Tetapi perlu disadari bahwa risiko tranfusi darah sebagai akibat langsung transfusi
merupakan bagian situasi klinis yang kompleks.
Jika suatu keadaan dimana diperlukan dukungan transfusi darah untuk
menyelamatkan nyawa semisal operasi, maka keuntungan dilakukan transfusi jauh
lebih tinggi dari pada risikonya. Sebaliknya bila dilakukan tranfusi pasca bedah
padahal pasien stabil hanya memberi sedikit keuntungan klinis atau bahkan sama
sekali tidak memberikan keuntungan. Tegasnya risiko akibat transfusi yang didapat
mungkin tidak sesuai dengan keuntungan.
Risiko transfusi terbagi atas:
• reaksi cepat
• reaksi lambat
• penularan penyakit
• risiko tranfusi masif
Reaksi Akut
Reaksi akut adalah reaksi tranfusi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam
setelah transfusi. Mulai gejala:
- ringan seperti: pruritus (gatal-gatal), urtikaria (biduran, kaligata) dan rash
- sedang – berat: gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, rasa sesak nafas, dan nyeri
kepala
Gejala diatas akibat reaksi berlebihan/hipersensitif, demam akibat reaksi transfusi non
hemolitik, kontaminasi pirogen dan atau bakteri.
Reaksi hemolisis intravaskular akut biasanya diakibatkan oleh ketidaksesuaian
golongan darah ABO, meskipun darah yang tidak sesuai hanya 10-15 ml namun sudah
dapat menyebabkan reaksi berat. Pengawasan pasien transfusi dilakukan sejak awal
transfusi untuk mencegah hal tersebut diatas.
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru, dapat terjadi
akibat terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau
penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan anemia
kronik dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular.
Reaksi anafilaksis, risiko ini meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi.
Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif.
Ditandai dengan kolaps kardiovaskular, distres pernafasan tanpa demam. Sebagai
akibat reaksi imunologis.
Cedera paru akibat transfusi dikarenakan plasma donor yang mengandung
antibodi yang melawan lekosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam
1-4 jam sejak awal transfusi, dengan gambaran foto thoraks kesuraman yang difus.
Tidak ada terapi khusus, namun diperlukan bantuan pernafasan diruang rawat intensif.
Reaksi Lambat
Reaksi hemolitik lambat dapat terjadi setelah 5 -10 hari stelah transfusi dengan
gejala dan tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria, jarang terjadi reaksi
berat.
Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial
membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Gejala dan tanda yang
timbul adalah perdarahan dan adanya trombositopenia berat akut 5 – 10 hari pasca
tranfusi. Pencegahan dilakukan dengan memberikan trombosit yang kompatibel
dengan antibodi pasien.
Penyakit graft versus host, jarang terjadi namun potensial membahayakan.
Biasanya terjadi pada pasien imunodefisiensi. Gejala dan tanda seperti demam rash
kulit, deskuamasi/pengelupasan kulit, diare, hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul
setelah 10-12 hari setelah transfusi.
Supresi kekebalan tubuh, ternyata dapat diakibatkan oleh transfusi melalui
beberapa cara. Hal ini menjadi perhatian karena adanya pendapat yang menyatakan
bahwa angka kekambuhan tumor dapat meningkat.
Kelebihan besi, terjadi kareana transfusi jangka waktu panjang, akibatnya
terjadi penumpukan kadar zat besi dalam tubuhnya.
Penularan Infeksi
Sangat tergantung pada beberapa hal, antara lain prevalensipenyakit di masyarakat,
keefektifan skrining, status kekebalan penerima. Beberapa penyakit yang dapat
ditularkan melalui transfusi darah antara lain:
- transmisi HIV
- penularan virus Hepatitis B dan C
- transmisi virus lain seperti virus hepatitis G, Sitomegalovirus
- kontaminasi bakteri
- kontaminasi parasit (chagas, malaria, sifilis)
- penyakit Creutzfeldt-Jacob
Transfusi Darah Masif
Jika terjadi penggantian volume darah yang hilang lebih banyak dari total
volume darah pasien dalam waktu kurang dari 24 jam (dewasa 70 ml/kg, anak/bayi 80
– 90 ml/kg) maka hal ini disebut transfusi masif. Transfusi dapat meningkatkan risiko
komplikasi akibat cedera organ yang terjadi sebelumnya. Sehingga perlu pengawasan
pada penderita yang mengalami transfusi masif. Beberapa hal yang adapat terjadi
antara lain: asidosis, hiperkalemia, keracunan sitrat dan hipokalsemia, kekurangan
fibrinogen dan faktor koagulasi, kekurangan trombosit, DIC, hipotermia,
mikroagregat yang dapat menyebabkan emboli.
(disarikan dari transfusi komponen darah: indikasi dan skrining, HTA 2003, halaman
18-26)