METODE ELEMEN HINGGA(2)

33
TUGAS KEKHUSUSAN 1 PRINSIP-PRINSIP DASAR METODE ELEMEN HINGGA Oleh : AGUS.R.UTOMO 0906506486

Transcript of METODE ELEMEN HINGGA(2)

Page 1: METODE ELEMEN HINGGA(2)

TUGAS KEKHUSUSAN 1

PRINSIP-PRINSIP DASAR

METODE ELEMEN HINGGA

Oleh :

AGUS.R.UTOMO

0906506486

PROGRAM DOKTORAL (S3)

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

Page 2: METODE ELEMEN HINGGA(2)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar BElakang

1.2. Tujuan

1.3. Metodologi

2. METODE ELEMEN HINGGA

2.1. Model Matematika MEH

2.2. Diskretisasi

2.3. Nilai Eigen

2.4. Kondisi Batas

2.5. Konvergensi.

3. PENERAPAN MEH PADA ELEKTROMAGNET

3.1. Problem Magnetik

3.2. Problem Magnetik Harmonik-Waktu

3.3. Problem Elektrostatik

3.4. Problem Aliran Arus

4. ANALISIS

5. KESIMPULAN

Page 3: METODE ELEMEN HINGGA(2)

A B S T R A K

Secara umum Metode Elemen Hingga (MEH) adalah linierisasi polynomial orde tinggi, baik

dua dimensi (2D) maupun (3D). Pada prinsipnya komputasi dengan MEH adalah metode

komputasi numerikal yang memecah sistem besar yang tak hingga menjadi elemen-elemen

kecil yang terukur (hingga). Elemen-elemen yang dibuat kebanyakan berbetuk segitiga.

Permodelan matematiknya sendiri dapat dibuat untuk satu dimensi (1D), dua dimensi (2D)

atau tiga dimensi (3D). Karena komputasinya berbasis komputer maka Persamaan Diferensial

Parsial (PDP) harus dilinierkan terlebih dahulu. Salah satu masalah yang muncul setelah

linierisasi adalah masalah nilai Eigen.

Page 4: METODE ELEMEN HINGGA(2)

1. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Dalam era komputer seperti dewasa ini semua pekerjaan terutama yang berkaitan

dengan desain dilakukan dengan menggunakan program komputer. Untuk membuat program

komputer tersebut diperlukan permodelan matematis sesuai dengan kebutuhan. Salah satu

program komputasi yang banyak digunakan untuk disain saat ini adalah Metode Elemen

Hingga (Finite Element Method). Perangkat lunak MEH yang banyak digunakan sekarang

ialah ANSYS dan FLOTRAN.

Pada prinsipnya komputasi dengan MEH adalah metode komputasi numerikal yang

memecah sistem besar yang tak hingga menjadi elemen-elemen kecil yang terukur (hingga).

Elemen-elemen yang dibuat kebanyakan berbetuk segitiga. Permodelan matematiknya sendiri

dapat dibuat untuk satu dimensi (1D), dua dimensi (2D) atau tiga dimensi (3D). Namun

model yang banyak diterapkan adalah model 2D atau 3D. Persoalan utama yang muncul di

sini ialah permodelan matematikanya yang menggunakan Persamaan Diferensial Parsial

(PDP). Karena komputasinya berbasis komputer maka PDP harus dilinierkan terlebih dahulu.

Salah satu masalah yang muncul setelah linierisasi adalah masalah nilai Eigen. Jadi secara

umum MEH adalah linierisasi polynomial orde tinggi, baik 2D maupun 3D.

Namun demikian permodelan matemetik untuk MEH ini masih terus dikembangkan

sampai saat ini. Tidak hanya model matematikanya saja, melainkan penerapan MEH itu

sendiri sampai kini masih terus dikembangkan meskipun MEH sudah dikenal lebih dari satu

dekade. Sedangkan penulisan ini hanya bersifat penelaahan mengenai MEH untuk

dikembangkan lebih lanjut, baik permodelan matematiknya, prosedurnya maupun

penerapannya, sehingga dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi di dunia.

1.2. TUJUAN

Tujuan dari penulisan ini adalah :

1. Mempelajari prinsip-prinsip dasar dan permodelan oleh MEH.

2. Menerapkan dan mengkaji MEH yang tersedia saat ini, sebagai langkah awal penelitian.

3. Mengembangkan MEH baik dalam permodelan matematik, prosedur maupun dalam

penerapannya khususnya untuk diterapkan dalam teknik elektro.

Page 5: METODE ELEMEN HINGGA(2)

1.3.METODOLOGI

Sebagai langkah awal penelitian, metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah

studi literatur dari literatur-literatur berupa Journal atau lainnya yang merupakan hasil karya

pengembangan para peneliti maupun para praktisi terdahulu.

Sesuai dengan tujuan di atas, dari studi literatur ini akan didapatkan pengetahuan dasar

tentang MEH yang akan akan diperdalam untuk diterapkan dan dikaji lebih lanjut. Sehingga

pengetahuan yang berasal dari studi literature tersebut dapat dikembangkan agar dapat

memberikan kontribusi pperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia.

Page 6: METODE ELEMEN HINGGA(2)

2. METODE ELEMEN HINGGA

2.1. MODEL MATEMATIK MEH

Pandang suatu Persamaan Diferensial 1D dengan kondisi batas (boundary condition)

terterntu, yakni antara x = 0 dan x = ( 0 < x < )

( 2-1 )

Dalam sistem tiga dimensi (3D) persamaan di atas biasanya untuk memudahkan penyelesaian

ditransformasikan menjadi berbentuk, eliptik, parabolik atau hiperbolik. Sebenarnya bentuk-

bentuk tersebut ditentukan oleh nilai-nilai Eigen (Eigen Value), yang terbentuk. Namun

dalam kebanyakan kasus persamaannya berbentuk eliptik.

Bila persamaan (2-1) tersebut dibuat dalam 3D dan diselesaikan dengan MEH, maka

persamaan tersebut menjadi :

( 2-2 )

Selanjutnya linierisasikan PD di atas menjadi

( 2-3 )

L adalah operator linier

Persamaan (2-3) merupakan dot product dari dua buah vector, sehingga dapat didefinisikan :

( 2-4 )

Nilai I(v) minimum ketika , sehingga Lu= f memberikan nilai minimum

I(v).

Bila I minimum pada u, maka untuk seluruh v dan ,

( 2-5 )

Lu = f

Page 7: METODE ELEMEN HINGGA(2)

Ketika , sebagai koefisien, bernilai kecil sekali, menyebabkan (Lu,v)-(f,v)

menghilang dari persamaan. Oleh sebab itu :

( 2-6 )

Berlaku untuk semua harga v.

Persamaan ( 2-6 ) merupakan dasar (basis) untuk analisis MEH. Persmaan ini dikenal sebagai

bentuk “GALERKIN” atau bentuk lemah (weak form). Dengan cara Galerkin ini tidak

diperlukan waktu lama untuk L menjadi positif bahkan simetri, karena model Galerkin hanya

berkaitan dengan titik stasioner. Namun perlu diingat agar tidak terjadi kerancuan bahwa

dalam analisis MEH yang diselesaikan adalah (Lu,v) = (f,v) bukan Lu = f.

Hal yeng perlu diperhatikan ialah fungsi kuadrat terkecil (Least Square Function) :

( 2-7 )

Persamaan (2-7) mempunyai nilai minimum (nol) pada titik yang sama yang memenuhi

Lu = f. Namun demikian pada kenyataannya , bukannya Lu = f.

Akan tetapi bila L inversibel, maka kedua persamaan tersebut ekivalen.

Kini Tinjau kembali sebuah persamaan satu dimensi dengan elemen-elemen yang

sangat baik, mudah dihitung. Dan tinjau Perkalian dot (dot atau inner product) dua buah

vector yang hasilnya analog dengan integrasi dengan tetap pada interval yang sama seperti di

atas yaitu 0 < x < .

( 2-8 )

Hitung persamaan (2-8) ini dengan (Lu, v) menggunakan integral parsial.

( 2-9 )

dan ( 2-10 )

(Lu, v) = (f,v)

Page 8: METODE ELEMEN HINGGA(2)

Demikian pula dengan perhitungan untuk ruang 3D

( 2-11 )

( 2-12 )

dan

( 2-13 )

2.2. DISKRETISASI

Pendekatan diskretisasi pada elemen hingga pada umumnya menggunakan persamaan

Poison

( 2-14 )

Langkah selanjutnya proyeksikan persamaan (2-14) di atas ke dalam koordinat Cartesian,

maka persamaan tersebut menjadi :

( 2-15 )

Dengan demikian persamaan (2-15) kini menjadi :

Page 9: METODE ELEMEN HINGGA(2)

( 2-16 )

Bila diintegralkan secara parsial akan didapatkan :

( 2-17 )

Pada persamaan ini terjadi 2 macam integral, yaitu integral volume dengan kondisi batas

yang tidak diketahui dan integral permukaan dengan kondisi batas yang diketahui. Oleh

sebab itu, Agar persamaan dapat diselesaikan, maka integral permukaan A, dipindahkan ke

ruas kanan,

Galerkin memilih, suatu set fungsi v = T1(x, y, z)……….Tn(x, y, z) dan didekati oleh u

dengan U(x, y, z) = U1T1 + …………+UnTn, U1,….Un adalah nilai-nilai pada simpul 1,

……..n. Bila u dan v disubstitusikan ke dalam persamaan (2-17), maka akan diperoleh :

( 2-18 )

Bila persamaan (2-18) didefinisikan sebagai :

( 2-19 )

Maka secara umum diperoleh

( 2-20 )

atau ( 2-21 )

Dengan demikian terlihat bahwa persamaan menjadi lebih sederhana, karena pendekatan

Galerkin akan mengurangi salah satu variabel persamaan U(x, y, z) = U1T1 +…….+UnTn,

yaitu U = Ui pada simpul i, dengan syarat Ti = 1 pada simpul i dan Ti = 0 pada simpul-simpul

lainnya.

Kij Uj= Fi

Page 10: METODE ELEMEN HINGGA(2)

Sebagai langkah penyederhaan, perkirakan elemen linier 1D, yaitu :

( 2-22 )

Dalam hal ini Ti disebut sebagai Fungsi Topi (Hat Function)

( 2-23 )

Demikian pula dengan elemen rektangular bilinier

( 2-24 )

( 2-25 )

Terlihat bahwa sepanjang i dan j yang berlainan elemen, Kij = 0. Sebenarnya perakitan sistem

persamaan pada suatu elemen dilakukan secara bersamaan atau pada waktu yang sama.

Integrasi masing-masing elemen didekati dengan nilai tunggal dalam sistem elemen linier

atau dengan nilai rata-rata dari titik-titik Gauss dalam sistem kuadratik.

2.3. NILAI EIGEN (EIGEN VALUE)

Solusi nilai Eigen i adalah solusi untuk menemukan relasi (hubungan) antara nilai Eigen dan

Vektor Eigen (Pola Eigen). Hubungan tersebut dilukiskan dengan :

( 2-26 )

i = nilai Eigen, bernilai riil. {Ui }= Vektor Eigen dan vektor-vektor [K] dan [M] dianggap

simetri, dengan

( 2-27 )

dan ( 2-28 )

( 2-29 )

[ I ] = Matriks satuan yang berupa matriks diagonal yang mengandung i, i = 1……n.

Berkaitan dengan nilai Eigen, persamaan (2-26) akan menjelaskan berbagai fenomena fisik

Page 11: METODE ELEMEN HINGGA(2)

Beberapa Sifat

1. Bila [K] dan [M] definit positif ( 2-

30 )

Semua i >0 , 0 < 1 = min < 2………< n = max ( 2-31 ) 2.

Menurut Rayleigh

( 2-32 )

Dengan dan

= Vektor sembarang, K=Energi potensial (internal), M = Energi kinetik

Dalam Elemen Hingga dan

3. Dalam suatu elemen dengan

( 2-33 )

Karena selalu superior terhadap dan

Maka dengan ( 2-

34 )

Cara lain untuk menentukan sifat nilai Eigen adalah melalui karakteristik diskrimanan (D)

suatu Persamaan Diferensial Parsial (PDP) orde 2. Dengan cara ini sekaligus dapat diketahui

karakteristik PDP itu sendiri.

Page 12: METODE ELEMEN HINGGA(2)

Seperti diketahui bahwa karakteristik PDP orde 2 dapat berupa parabolik, hiperbolik atau

eliptik, tergantung dari nilai diskrimannya. Demikian pula dengan nilai Eigen yang akan

terbentuk.

Diasumsikan Uxy = Uyx

Bentuk umum PDP Orde 2 :

( 2-35 )

Koefisien A, B dan C tergantung dari x dan y.

Persamaan di atas analog dengan :

( 2-36 )

Diskriminannya adalah

( 2-37 )

Hubungan nilai diskriminan dengan sifat PDP dan nilai Eigen () :

1. D < 0

Ñ Solusi PDP : Eliptik

Ñ Nilai eigen : Semua > 0 atau < 0.

2. D = 0

Ñ Solusi PDP : Parabolik.

Ñ Nilai egien : Semua > 0 atau < 0, salah satu = 0

3. D > 0

Ñ Solusi PDP : Hiperbolik.

Ñ Nilai eigen : Semua > 0 ada salah satu < 0

Semua < 0 ada salah satu > 0

4. D > 0

Ñ Solusi PDP : Ultra Hiperbolik.

Ñ Nilai eigen : Semua > 0 ada lebih dari satu < 0

Semua < 0 ada lebih dari satu > 0

Page 13: METODE ELEMEN HINGGA(2)

Karakteristik 4 di atas, merupakan karakteristik khusus, karena meskipun D > 0, namun

terdapat lebih dari satu yang positif atau neatif. Namun kondisi khusus ini jarang terjadi

atau dengan kata lain terbatas. Oleh karena itu solusinya hanya bisa didapatkan dengan

mnggunakan Persamaan Ultrahiperbolik (Courant & Hilbert, 1962) pula.

2.4. KONDISI BATAS

Kondisi batas yang ideal adalah kondisi batas yang memenuhi keseimbangan dan

kompatibilitas pada simpul struktur pada setiap elemen dan pada perletakan.

Terdapat 2 macam kondisi batas yang teridentifikasi, yaitu :

1. Kondisi batas Kinematik yaitu kondisi batas yang berhubungan dengan kondisi

kompatibilitas dan kondisi peralihaan yang telah ditentukan. Kondisi batas jenis ini

dikenal sebagai kondisi batas peralihan.

2. Kondisi batas mekanik, kondisi batas untuk memenuhi kondisi keseimbangan dan kondisi

gatya termasuk momen yang telah ditentukan sehingga memenuhi kondisi batas struktur

secara keseluruhan. Kondisi batas ini dikenal pula sebagai kondisi batas natural atau fisik

atau kondisi batas gaya.

Kondisi kesetimbangan

Kondisi keseimbangan yaitu kondisi keseimbangan antara gaya-gaya dalam dan gaya-gaya

luar baik pada simpul elemen maupun pada simpul struktur.

Kondisi keseimbangan untuk kasus 2 dimensi harus memenuhi persamaan-persamaan

kesetimbangan sebagai berikut :

; ;

; ;

Kondisi Kompatibilitas

Kondisi kompatibel ialah kondisi peralihan yang kontinyu dan mempunyai satu titik nilai

untuk semua titik pada struktur. Sehingga struktur tetap stabil akibat pembebanan.

Kompatibilitas pada suatu struktur yang dibagi-bagi menjadi elemen-elemen, harus memnuhi

bebrapa persayaratan :

1. Peralihan yang terjadi harus kontinyu dan pergerakannya halus.

Page 14: METODE ELEMEN HINGGA(2)

2. Seluruh elemen struktur yang terangkai pada satu simpul harus tetap terangkai pada

simpul yang sama.

2.5. KONVERGENSI

Suatu vector tak hingga (infinite) dikatakan konvergen apabila memenuhi :

; n = 1, 2,…….. ( 2-38 )

Mengingat MEH pada prinsipnya adalah metode komputasi numerikal yang bersifat

pendekatan, maka hasil akhir komputasinya akan mengalami perbedaan numerikal dengan

sistem yang sebenarnya. Oleh karena itu secara umum persamaan di atas menyatakan bahwa

konvergensi akan terjadi bila kesalahan atau penyimpangan (error) yang terjadi mendekati

nol.

Page 15: METODE ELEMEN HINGGA(2)

3. PENERAPAN MEH PADA ELEKTROMAGNETIK

Secara umum problem magnetik diselesaikan dengan Persamaan Maxwell. Untuk

frekuensi rendah yaitu frekuensi dibawah frekuensi radio, perpindahan arus (current

displacement) diabaikan. Karena perpindahan arus hanya relevanm untuk frekuensi radio.

Arus dalam hal; ini dimaksudkan sebagai arus magnet yang mengalir pada lembar atau

lempeng magnet (magnet sheet)

3.1. PROBLEM MAGNETIK

Untuk problem ini, medan magnet tidak bervariasi terhadap waktu (time invariant), sehingga

bisa digunakan :

Persamaan Ampere ( 3-1 )

Untuk frekuensi rendah, yaitu frekuensi yang lebih rendah dari frekuensi radio ( f < fr ), maka

perubahan densitas (kerapatan ) arus magnet terhadap waktu, dianggap mendekati nol,

sehingga diabaikan.

Persamaan Gauss ( 3-2 )

Hubungan antara B dan H diberikan oleh :

( 3-3 )

Bila material nonlinier (seperti : Magnet Alnico, atau Baja Jenuh), maka medan magnet pada

suatu material dinyatakan oleh :

( 3-4 )

Lebih lanjut kerapatan medan dinyatakan dengan persamaan :

Hukum Faraday ( 3-5 )

Page 16: METODE ELEMEN HINGGA(2)

Substuitusikan persaman (3-4) dan (3-5) ke dalam persamaan (1a), maka kini kerapatan

medan dapat dinyatakan dengan :

( 3-6 )

Bila materialnya isotropik dan diasumsikan bahwa besran Coulombnya, Ñ. A= 0, maka :

( 3-7 )

Dengan :

H = Intesitas Medan Magnet, B = Kerapatan Medan, = permeabilitas bahan.

A = Vektor potensial medan, J = Kerapatan arus, E = Medan LIstrik

3.2. PROBLEM MAGNETIK HARMONIK-WAKTU (Time-Harmonic Magnetic)

Bila magnet magnet merupakan bervariasi terhadap waktu, maka arus Eddy (Eddy

Current) akan terinduksi ke dalam material sehingga konduktivitas terjadi, arus mengalir

(tidak nol). Untuk itu perlu diperhatikan persamaan Maxwell. Hubungan antara medan listrik

dan kepadatan arus ditunjukkan oleh persamaan :

( 3-8 )

Medan listrik yang diinduksi mengikuti persamaan :

( 3-9 )

Substtitusikan bentuk vector potensial ke dalam persamaan (3-9)

( 3-10 )

Page 17: METODE ELEMEN HINGGA(2)

Hubungan kepadatan arus dan medan listrik, persamaan (3-8 ) dengan vektor potensial,

adalah :

( 3-11 )

Bila kemudian persmaan (3-11) ini disubstitusikan ke dalam persamaan (3-6), maka diperoleh

(persamaan differensial parsial) :

( 3-12 )

Untuk medan magnet dengan frekuensi yang tetap (fixed), maka transformasi fasor akan

menghasilkan persamaan tunak (steady state) yang diselesaikan untuk amplitudo dan fasa A.

Transformasi tersebut adalah :

( 3-13 )

A adalah bilangan kompleks. Bila persamaan (3-13) disubstitusikan ke dalam persamaan

(3-11), maka didapatkan :

( 3-14 )

Dalam hal ini Jsrc adalah transformasi fasor arus yang diterapkan.

3.3. PROBLEM ELEKTROSTATIK

Hal yang dioperhatikan dalam problem elektrostatik ialah perubahan intensitas medan

listrik E terhadap dan kerapatan fluks listrik D. Untuk itu terdapat 2 kondisi yang harus

diikuti, yaitu :

1.Bentuk diferensial Hukum Gauss yang menyatakan bahwa fluks yang memasuki suatu

volume tertutup sama dengan muatan pada volume tersebut.

( 3-15 )

= kerapatan muatan.

Page 18: METODE ELEMEN HINGGA(2)

2. Bentuk differensial Hukum Ampere, yaitu :

( 3-16 )

Sedangkan hubungan perpindahan (displacement) dan intensitas medan ditunjukkan oleh

persamaan :

( 3-17 )

= permitivitas elektrik

Untuk menyederhanakan komputasi, maka medan harus memenuhi persamaan di atas.

Oleh karena itu untuk komputasi digunakan potensial scalar listrik V yang hubungannya

dengan medan listrik E direpresentasikan sebagai :

( 3-18 )

Karena vector identitas untuk setiap maka dengan senirinya akan memenuhi

hukum Ampere (loop). Bila persamaan ini disubstitusikan ke dalam persamaan Gauss, maka

akan diperoleh persamaan diferensial parsial orde dua, yaitu :

( 3-19 )

3.4. PROBLEM ALIRAN ARUS

Pada problem ini medan-medan listrik dan magnet mengikuti mengikuti hukum

Maxwell, yaitu :

( 3-20 )

( 3-21 )

( 3-

22 )

( 3-23 )

Page 19: METODE ELEMEN HINGGA(2)

Bila persamaan (3-20) diturunkan, maka akan didapatkan :

( 3-

24 )

Dengan menerapkan vector identitas standar, ruas kiri persamaan (3-22) di atas menjadi sama

dengan nol, sehingga persamaan tersebut menjadi :

( 3-25 )

Bila diasumsikan potensial listrik V, dan intensitas medan listrik E, maka :

( 3-26 )

Denagan mensubstitusikan transformasi fasor, maka diferensiasi persamaan terhadap waktu

dapat diganti dengan perkalian terhadap j, sehingga definisi ini dapat disubstitusikan ke

dalam persamaan ( 3-25 ), sehingga menghasilkan :

( 3-27 )

Bila material dianggap sebagai potongan-potongan kecil yangkontinyu, maka

persamaan di atas dapat sedikit disederhanakan, menjadi :

( 3-28 )

Persamaan (14 i) ini dapat juga digunakan untuk mencari solusi arus searah (dc). Karena pada

arus searah frkuensinya adalah nol, maka persamaan (3-28 ) tersebut menjadi :

( 3-29 )_

Solusi yang didapatkan akan tetap konsisten seperti solusi pada arus sinusoidal, bahkan lebih

mudah pemecahan solusinya.

Page 20: METODE ELEMEN HINGGA(2)

4. ANALISIS

Pada prinsipnya MEH adalah salah satu metode pendekatan komputasi numerikal yang

membagi suatu sistem besar yang tak diketahui menjadi elemen-elemen kecil yang terukur

atau hingga.

Proses pelaksanaannya adalah : Diskretisasi, Permodelan Matematis, Penentuan batas-

batas elemen, Komputasi dan Perakitan Kembali elemen-elemen menjadi sistem yang utuh.

Secara matematis setiap elemen harus kontinyu, Permodelan bisa dilakukan dengan bentuk

1D, 2D atau 3D. Pada umumnya digunakan pendekatan 2D, terutama pada aplikasi teknik

sipil atau mekanik. Demikian pula dengan diskretisasi yang dibuat kebanyakan dibuat dalam

bentuk segitiga. Sedangkan teknik elektro lebih banyak digunakan metode pendekatan 3D.

Karena kebanyakan digunakan model 2D atau 3D, maka model matematik yang dibuat

berbentuk PDP untuk 2D atau 3D. Namun semua model matematik yang berasal dari PDP

tersebut dilinierkan atau dijadikan matriks agar komputasinya dapat lakukan dengan

menggunakan komputer.

Dengan demikian persoalan utama MEH adalah proses linierisasi polynomial orde

tinggi dalam bentuk PDP baik untuk 2D maupun 3D. Proses yang harus dilakukan dengan

cermat adalah diskretisasi, permodelan matematis, pemmbatasan (boundary), dan linierisasi.

Sedangkan nilai dan vektor Eigen merupakan factor koreksi untuk memperhalus (smoothing)

dan meratakan distribusi.

Komputasi dengan MEH menjadi mudahsetelah semua model matematik dilinierkan

seperti terlihat pada bab 3, Penerapan MEH pada elektromagnetik.

Page 21: METODE ELEMEN HINGGA(2)

5. KESIMPULAN

1. MEH adalah metode pendekatan komputasi numeric yang membagi sistem besar tak

hingga menjadi elemen-elemen kecil yang terukur (hingga).

2. Elemen-elemen kebanyakan dibuat dalam bentuk segitiga. Model bisa dibuat 1D, 2D,

atau 3D. Proses permodelan matematik, diskretisasi, pembatasan (boundary) dan

linierisasi harus dilakukan secermat mungkin. Model matematik pada elemen harus

dibuat kontinyu.

3. Untuk menghaluskan (smoothing) sambungan antar elemen dan meratakan distribusi

biasanya digunakan factor koreksi yang berasal dari Nilai dan Vektor Eigen.

4. Secara umum problem utama MEH adalah problem linierisasi polynomial orde tinggi

dalam bentuk PDP, baik untuk 1D, 2D maupun 3D.

5. Perangkat Lunak MEH yang digunakan sekarang adalah ANSYS dan FLOTRAN..

Page 22: METODE ELEMEN HINGGA(2)

Referensi :

[1] Tang,Hai., “Mathematics of The Finite Elemen Method”, http://www.math.nist.gov/ mcsd/ savg/tutorial/ansys/FEM , Last Updated December 12, 1995.

[2] “Differential Equation”, Wikipedia, http://en.www.wikipedia.org/wiki/ Differential equation, Last modified on 21 January 2005.

[3] Katili, I.,“Metode Elemen Hingga Untuk Pelat Lentur”, Fakul-tas Teknik-Departemen Teknik Sipil, Universitas Indonesia, UI Press (Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta 2009.

[4] Katili, I., “Metode Elemen Hingga untuk Skeletal”, Fakultas Teknik-Departemen Teknik Sipil, Universitas Indonesia, UI Press (Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta 2009.

[5] Meeker, David., “Finite Element Method Magnetics, Version 3.3”, User Manual, March 17, 2003. [a3]

[6] Meeker, David., “Finite Element Method Magnetics, Version 4.2”, User Manual, February 5, 2009. [a9]

[7] Brebia, CA.et al,, “The Boundary Element Method For Electromagnetic Problems”, IEEE Preceding,_______________,

[8] Mc. Phee, AJ., et al, “”Use of The Boundary Method For Pulsed Power Electro,agmetioc Field Designs”, Integrated Engineering Software – Website Links,

[9] Yildir, Y Bulent. Et al,” “Three Dimensional Analysis of Magnetic Fields Using The Boundary Element Method”, EEIC/ICWA Preceding, October 7 – 10, 1991, Boston,

[10] Buret, F.,et al.,”About the Implementation of Finite Element Method for Computer Aided Education in Electrical Engineering”, IEEE Transaction On Magnetics, Vol 34, No.5 September 1998.

[11] Marignetti, Fabrizio., at al., ”Electromagnetic Modelling of Permanent Magnet Axial Flux Motors and Generators”, Emerald Ful Text Article, http://www.emeraldinsight. com/Insight/View…..”

[12] Price, Garrison F., at al., “Design and Testing of Permanent Magnet Axial Flux Wind Power Generator”., Proceeding of the 2008 IAJC-IJME International Conference, 2008.

[13] Sadeghierad, M., et al., ”Air Gap Optimizationos High Speed Axial-Flux PM Generator”., Journal of Applied Sciences 9 (10), 2009

[14] Sadeghierad, M., et al., ”Design Analysis of High-Speed Axial-Flux Generator”., American Journal of Engineering and Applied Sciences 1 (4), 2008.

[15] Kennedy, Benjamin R.,”Finite Element Analysis of Electromagnetic Interference Suppression Compo-nents”, Master Thesis, Mechanical Engineering, The University of Tennessee at Chattanooga.

[16] Dorell, David G., “Design Requirements For Brushless Permanent Magnet Generators For Use In Small Renewable Energy Systems”., IEEE Journal of Energy Conversion, Vol.___, No.____

[17] “Finite Element Method”, Wikipedia, http://en.www.wikipedia.org/wiki/Finite_ element_ method”, Last modified on 29 October 2009.

[18] “Electromagnetism”, Wikipedia, http://en.www.wikipedia.org/wiki/Electromag-netism, Last modified on 5 Sept. 2009.

[19] “Maxwell Equation”, Wikipedia, http://en.www.wikipedia.org/wiki/ Maxwel%27s_ Vequation, Last modified on 21 January 2005.